Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Mata sebagai salah satu alat indera merupakan hal yang sangat penting
untuk manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kesehatan mata sangat
penting untuk dijaga karena kesehatan mata dapat sangat mempengaruhi aktivitas
dan produktivitas seorang individu. Salah satu bagian dari mata yang tidak boleh
dilupakan adalah kelopak mata (palpebra). Kelopak mata berperan penting dalam
memberikan proteksi fisik untuk mata yang melindungi bola mata dari trauma.
Selain itu, kelopak mata juga berperan dalam mempertahankan film air mata serta
drainase air mata sehingga mencegah kekeringan bola mata. Adanya gangguan
pada kelopak mata dapat mempengaruhi komponen mata lainnya berhubungan
dengan fungsinya sebagai pelindung secara fisik dari mata.
Hordeolum merupakan infeksi pada satu atau lebih kelenjar sebasea
(meibomian atau zeisian) kelopak mata. Hordeolum biasanya disebabkan oleh
bakteri Staphyloccocus.1 Beberapa gejala yang ditimbulkan oleh hordeolum adalah
bengkak, kemerahan, nyeri dan terkadang disertai dengan nanah. Keluhan-keluhan
tersebut membuat pasien tidak nyaman dan kemudian mengunjungi praktek
kesehatan.
Diagnosis hordeolum ditegakkan secara klinis. Hordeolum dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hordeolum eksternal yaitu lesinya berupa
kemerahan yang terlokalisir dan bengkak dekat dengan batas kelopak mata dan
hordeolum internal, yaitu pembengkakan pada bagian tarsal dan terasa lebih nyeri
dibandingkan dengan hordeoloum eksternal.
Penanganan hordeolum dapat dengan memberi kompres hangat saja. Pada
kasus yang lebih serius maka dapat juga diberikan antibiotika atau dilakukan
tindakan insisi apabila sudah terdapat pus. Pemberian antibiotika pada
penatalaksanaan hordeolum yaitu antibiotika topikal untuk bakteri gram positif.
Saat ini, hordeolum masih sering ditemukan pada masyarakat, terutama
pada praktek kesehatan di tingkat satu. Maka dari itu, dirasa perlu untuk
melakukan tinjauan pustaka dan pembahasan lebih lanjut mengenai penyakit
hordeolum ini.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Palpebra


2.1.1 Lapisan Palpebra
Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri dari kulit, otot, dan
jaringan fibrosa, yang berfungsi melindungi struktur-struktur bola mata
dari trauma dan kekeringan. Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan
utama. Lima bidang jaringan utama palpebra adalah sebagai berikut :2
a. Lapisan kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena
tipis, longgar, dan elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa
lemak subkutan.2
b. Musculus orbikularis okuli
Fungsi otot ini adalah untuk menutup palpebral dan dipersarafi oleh
nervus VII (facialis). Serat ototnya mengelilingi fissura palpebra
secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita.
Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat
di dalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian diatas
septum orbitale adalah bagian praseptal. Segmen luar palpebra
disebut bagian orbita.2
c. Jaringan areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan
dengan lapis sub aponeurotik dari kulit kepala.2
d. Tarsus
Tarsus terdiri atas jaringan penyokong kelopak mata dengan
kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di kelopak
bawah) di dalamnya yang bermuara pada margo palpebra. Tarsus
terdiri atas tarsus superior dan tarsus inferior.2
e. Konjungtiva palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa yang
disebut konjungtiva palpebral yang melekat erat pada tarsus.2

2
Gambar 1. Anatomi Palpebra

2.1.2 Tepi palpebra


Panjang tepian palpebra adalah 25-30 mm dan lebarnya 2 mm.
Tepian ini dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi
tepian anterior dan posterior.3
a. Tepian anterior
Tepi anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll.
Glandula Zeiss merupakan modifikasi kelenjar sebasea kecil yang
bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata. Glandula Moll
adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu
baris dekat bulu mata.3
b. Tepian posterior
Tepian posterior kontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini
terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasea yang telah
dimodifikasi (glandula Meibom).2
c. Punktum lakrimalis
Pada ujung medial dari tepian posterior palpebral terdapat punktum
lakrimalis. Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah
melalui kanalikulus terkait ke sakus lakrimalis.2

3
2.1.3 Fisura palpebra
Fisura palpebra adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang
terbuka. Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus
lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut
tajam. Kantus medialis lebih elips dari kantus lateralis dan mengelilingi
lakus lakrimalis. Lakus lakrimalis terdiri atas dua buah struktur yaitu
karunkula lakrimalis yang berupa peninggian kekuningan dari
modifikasi kulit yang mengandung modifikasi kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea besar yang bermuara ke dalam folikel yang
mengandung rambut-rambut halus dan plica semilunaris.5

2.1.4 Septum orbitale


Septum orbitale merupakan fascia yang terletak di belakang
bagian muskularis orbikularis okuli yang terletak di antara tepian
anterior dan tarsus yang berfungsi sebagai sawar antara palpebra orbita.
Septum orbitale superior menyatu dengan tendo dari m. levator
palpebra superior dan tarsus superior; septum orbitale inferior menyatu
dengan tarsus inferior.5

2.1.5 Retraktor palpebra


Retraktor palpebra berfungsi membuka palpebra. Di palpebra
superior terdapat m. levator palpebra superior, yang berasal dari apeks
orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis
dan bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos
dari muskulus Muller (m. tarsalis superior). Di palpebra inferior,
retraktor utama adalah muskulus rektus inferior, yang menjulurkan
jaringan fibrosa untuk membungkus muskulus obliquus inferior dan
berinsersio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli.
Otot polos dari retraktor palpebra dipersarafi oleh nervus simpatis.
Muskulus levator dan muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus III
(okulomotoris).7
2.1.6 Pembuluh darah dan persarafan sensoris palpebra
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebra adalah a.
palpebra. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus

4
frontal nervus V (Trigeminus), sedang kelopak mata bawah oleh cabang
kedua nervus V (Trigeminus).4

2.1.7 Gerakan palpebra


Gerakan palpebral secara umum adalah membuka dan menutup
palpebral. Ketika menutup, yang berkontraksi adalah M. Orbikularis
Okuli yang dipersarafi nervus cranialis N.VII sedangkan M. Levator
Palpebra Superior akan berelaksasi. M. Rioland (M. Orbikularis Okuli
yang terletak di dekat tepi margo palpebra) menahan bagian belakang
palpebra terhadap dorongan bola mata, sehingga palpebra akan
menutup. Sedangkan saat membuka, M. Levator Palpebra Superior
yang dipersarafi N.III akan berkontraksi dan M. Muller akan
mempertahankan mata agar tetap terbuka.7

2.1.8 Kelenjar pada palpebra


Gambar 2. Anatomi Kelenjar Meibom

a. Kelenjar Sebasea
b. Kelenjar Moll atau Kelenjar Keringat
c. Kelenjar Zeis pada pangkal rambut, berhubungan dengan folikel
rambut dan juga menghasilkan sebum
d. Kelenjar Meibom (Kelenjar Tarsalis) terdapat di dalam tarsus.
Kelenjar ini menghasilkan sebum (minyak).7

5
Gambar 3. Palpebra Normal

2.2 Definisi Hordeolum


Hordeolum merupakan suatu infeksi bakteri akut pada kelenjar sebasea
kelopak mata. Hordeolum terbagi menjadi dua yaitu pada kelopak mata
eksternal yang disebut sebagai hordeolum eksternum dan pada bagian tarsal
yang disebut hordeolum internum. Kondisi ini sering berlangsung satu sampai
dua minggu dan biasanya hilang dengan sendirinya.1,4

2.3 Etiologi Hordeolum


Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus yang menginfeksi folikel
rambut bulu mata. Hordeolum eksternal disebabkan oleh penyumbatan
kelenjar sebasea (Zeis) atau kelenjar keringat (Moll). Penyumbatan terjadi di
garis bulu mata dan muncul sebagai daerah penonjolan ke kulit kelopak yang
tampak bengkak merah dan terasa nyeri yang kemudian dapat berkembang
menjadi pustule. Hordeolum internal disebabkan oleh penyumbatan kelenjar
Meibom di dalam tarsal dengan penonjolan serta pustule terbentuk di
permukaan bagian dalam kelopak mata. Hordeolum dapat muncul di kedua
kelopak mata atas dan bawah.2

2.4 Patogenesis Hordeolum


Patogenesis terjadinya hordeolum eksterna diawali dengan
pembentukan nanah dalam lumen kelenjar oleh infeksi Staphylococcus.
Selanjutnya terjadi pengecilan lumen dan statis hasil ekskresi kelenjar. Statis
ini akan mencetuskan nanah dalm lumen kelenjar. Secara histologis akan
tampak gambaran abses, dengan ditemukannya PMN dan debris nekrotik.
Hordeolum interna terjadi akibat adanya infeksi sekunder kelenjar Meibom di
lempeng tarsal.3

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari hordeolum diantaranya berupa :
-
Bengkak pada kelopak mata atas atau bawah
-
Rasa nyeri
-
Kemerahan
-
Benjolan lunak

6
-
Krusta pada tepi kelopak mata
-
Rasa panas
-
Gatal
-
Rasa silau
-
Mata berair
-
Dapat terjadi pseudoptosis
-
Rasa tidak nyaman saat berkedip
-
Perasaan seperti ada benda asing (mengganjal)
-
Penglihatan dapat terganggu4

Gambar 4. Hordeolum Eksternum Gambar 5. Hordeolum Internum

2.6 Diagnosis Hordeolum


Diagnosis hordeolum dapat ditegakkan secara klinis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hordeolum eksternal karakteristik lesinya
yaitu kemerahan yang terlokalisir dan bengkak dekat dengan batas kelopak
mata. Keluhan primer yaitu nyeri yang terlokalisir yang onsetnya tiba-tiba
dan akut. Dalam beberapa hari area yang sebelumnya berwarna kemerahan
akan menjadi kuning pada kelopak mata. Kebanyakan kasus, abses akan
sembuh sendiri dalam tiga sampai empat hari. Hordeolum internal terlihat
pembengkakan pada bagian tarsal dan terasa lebih nyeri.4

2.7 Diagnosis banding


-
Kalazion
-
Tumor palpebral
-
Granuloma piogenik

7
2.8 Komplikasi
Beberapa kasus hordeolum dapat berkembang menjadi selulitis palpebra,
kalazion, dan iritasi kornea.4

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan diantaranya berupa :
a. Kompres hangat 3-4 kali sehari 10-15 menit selama 10 hari untuk
mempercepat supurasi
b. Pemberian antibiotik topikal maupun oral. Antibiotik dindikasikan apabila
dalam 24 jam tidak terjadi perbaikan dan terjadi radang di area hordeolum.
Pemberian antibiotika topical berupa salep mata gentamycin dan
pemberian antibiotik sistemik seperti eritromysin atau amoksisilin apabila
terdapat selulitis.
c. Cabut bulu mata untuk drainase, dapat dilakukan apabila terdapat nanah
yang berhubungan dengan akar bulu mata.
d. Insisi dilakukan apabila fluktuasi bertambah dan bintik kuning (pus)
belum keluar. Hordeolum eksternum maka dilakukan insisi dari arah luar
horizontal sejajar dengan margo palpebra pada kulit untuk mengurangi
timbulnya luka parut. Insisi vertikal dilakukan pada konjungtiva tarsal dan
tegak lurus dengan margo palpbera untuk menghindari kelenjar-kelenjar
lain tersayat. Setelah selesai diberikan salep mata dan bebat tekan.4

KIE :
a. Perbaiki higienitas untuk mencegah kekambuhan
b. Hindari menggosok kelopak mata dan area sekitar mata.
c. Jangan menggunakan make-up disekitar mata terlebih dahulu agar
tidak menimbulkan infeksi
d. Jangan menekan maupun menusuk hordeolum sembarangan agar
tidak menimbulkan infeksi sekunder
e. Jangan menggunakan kontak lensa terlebih dahulu agar infeksi
tidak ke kornea

2.10 Prognosis

8
Ad vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Kosmetikum : bonam

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


No RM : 19022461
Nama : NKB
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Hindu
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Goa Gong No. 10, Ungasan Kuta Selatan
Tanggal Pemeriksaan : 20 Mei 2019 pukul 10.00 WITA

3.2 Anamnesis

9
Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada kelopak atas mata kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien perempuan berusia 15 tahun datang ke poliklinik Mata RSUP Sanglah
pada tanggal 20 Mei 2019, dengan keluhan benjolan pada kelopak atas mata
kanan sejak 2 minggu yang lalu. Benjolan dikatakan tidak nyeri. Pada
awalnya pasien mengatakan bahwa tiba-tiba muncul benjolan kecil pada
kelopak mata kanannya setelah pasien mengucek matanya. Benjolan tersebut
disertai rasa nyeri yang hilang timbul dan rasa mengganjal. Benjolan
dikatakan makin membesar namun semakin jarang timbul rasa nyerinya.
Pasien mengatakan keluhan benjolan ini tidak membaik setelah minum obat
maupun ditusuk dengan jarum oleh Ibu pasien untuk mengeluarkan isi
benjolan tersebut namun setelah ditusuk, tidak keluar apa-apa. Penglihatan
kabur (-), mata merah (-), mata berair (-), kotoran mata (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan bahwa keluhan ini sering dialami sebelumnya sejak
pasien masih SD, yaitu sekitar tahun 2016 namun biasanya keluhan menetap
sekitar 1 minggu dengan nyeri yang hilang timbul dan keluhan benjolan
tersebut dikatakan menghilang dengan sendirinya. Pada awalnya pasien
mengatakan munculnya keluhan ini setelah terkena debu dijalan, kemudian
pasien mengucek matanya sehingga matanya gatal dan muncul benjolan kecil
yang lama-kelamaan membesar. Riwayat operasi pada mata disangkal pasien.
Riwayat penyakit lain pada mata dan riwayat menggunakan kacamata
disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi dan
diabetes mellitus disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

10
Pasien mengatakan belum pernah memeriksakan mata sebelumnya di dokter
spesialis mata namun Ibu pasien hanya memberikan penghilang rasa nyeri
yaitu asam mefenamat.

Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terdapat makanan, obat-obatan dan
lainnya

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
serupa. Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi dan diabetes mellitus
pada keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien merupakan seorang pelajar yang sehari-hari ke sekolah naik motor
menggunakan helm. Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Kesadaran : GCS E4 V5 M6
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 16 kali/menit
Suhu Aksila : 36,5 0C

Status General
Mata : dijelaskan pada Status Oftalmologi
THT
Telinga : sekret (-/-), bentuk normal
Hidung : sekret (-), mukosa nasalis intak/intak, bentuk normal,

11
Bibir : Ulkus (-)
Lidah : Sianosis (-),
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-),
Leher : Pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)
Thorax : Simetris (+), retraksi (-) , deformitas (-)
Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), BU (+) Normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Hangat +/+, edema - / -

Pemeriksaan Fisik Khusus


Status Ophtalmology

OD OS

UCVA 6/7,5 Visus UCVA 6/6

Posisi: Orthophoria

Eritema, edema (+), Palpebra Normal


massa (+) berupa
benjolan berbatas
tegas pada palpebra
atas, padat (-) dengan
diameter ± 1cm, pus
(-), mobile (+), nyeri
tekan (+)

Tenang Konjungtiva Tenang

Jernih Kornea Jernih

Dalam Bilik Mata Depan Dalam

Bulat regular Iris Bulat regular

Refleks Pupil (+) Pupil Refleks Pupil (+)

Jernih Lensa Jernih

12
Reflek Fundus (+) Funduskopi Reflek Fundus (+)

Normal / palpasi Tekanan Intra Okular Normal / palpasi

Baik ke segala arah Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah

Normal Lapang pandang Normal

Baik ke segala arah Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah

13
Mata Kiri Pasien

14
3.4 Diagnosis Banding
OD Hordeolum Eksterna
OD Hordeolum Interna
OD Kalazion
OD Tumor palpebra

3.5 Diagnosis Kerja


OD Hordeolum Eksterna

3.6 Penatalaksanaan
a. Terapi non-farmakologi
- Kompres hangat dan pemijatan 4-6 kali sehari
b. Terapi Farmakologi
- Parasetamol 3x500 mg
- Xytrol eo 3x1 gtt OD
- Vitamin B Compleks tab 2x1
- Ciprofloxacin tab 2x500 mg

3.7 KIE
1. Menjelaskan pengertian penyakit, kemungkinan penyebab dan rencana
terapi pada pasien dan keluarga pasien.

15
2. Menjelaskan untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan mata.
3. Menjelaskan pentingnya pemakaian kacamata untuk menghindari debu
maupun asap .
4. Menjelaskan perlunya kontrol kembali untuk evaluasi tanda peradangan
kronis dan tindakan lanjutan.

3.8 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam

BAB V
PEMBAHASAN

Pada pasien ini diagnosis hordeolum eksternum ditegakkan berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Berdasarkan anamnesis, didapatkan
keluhan pasien berupa benjolan di kelopak mata kanan sisi atas sejak 2 minggu
yang lalu sebelum pemeriksaan. Benjolan tersebut disertai rasa nyeri yang hilang
timbul dan rasa mengganjal. Sedangkan berdasarkan pemeriksaan oftalmologi
didapatkan palpebra dalam keadaan eritema, edema, terdapat massa berupa

16
benjolan berbatas tegas, dengan ukuran diameter ± 1cm, dapat digerakkan dan
terdapat nyeri tekan.
Berdasarkan kepustakaan, benjolan pada kelopak mata ini terjadi akibat
adanya reaksi radang yang disebabkan oleh infeksi kuman Staphylococcus pada
kelenjar Zeis dan atau Moll. Penanganan hordeolum dapat dilakukan secara
konservatif maupun operatif. Penanganan awal yang diberikan pada pasien
hordeolum yaitu berupa kompres hangat yang bertujuan untuk mempercepat
proses peradangan dan pemberian antibiotik sebagai antibakteri Staphylococcus.
Apabila terapi konservatif tidak memberikan hasil yang baik, maka insisi dan
drainase agar seluruh jaringan yang mengalami peradangan dapat dikeluarkan.
Prognosis pada pasien dengan hordeolum adalah baik. Pada pasien dianjurkan
untuk menjaga kebersihan diri terutama pada bagian mata, tidak menekan maupun
berusaha mengeluarkan nanah dengan sembarangan agar tidak terjadi infeksi
sekunder.

BAB VI
KESIMPULAN

Pasien berusia 15 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan


pada kelopak mata kanan atas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis maupun pemeriksaan oftalmologi. Berdasarkan anamnesis,
didapatkan pasien mengeluh terdapat benjolan di kelopak mata kanan sisi
atas dengan mata terasa terganjal pada kelopak mata kanan sisi atas (+)
dan nyeri tekan (-). Riwayat pengobatan sebelumnya (-), riwayat alergi (-)

17
dan riwayat penyakit sistemik (-). Pada pasien dianjurkan untuk
mengompres mata dengan air hangat dan pemberian antibiotik oral.
Adapun KIE yang diberikan kepada pasien yaitu, menjaga kebersihan diri
terutama pada bagian mata, tidak menekan maupun berusaha
mengeluarkan nanah dengan sembarangan agar tidak terjadi infeksi
sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidarta H. Hordeolum. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat.


Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2004

2. Pearce, E. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia;


2010. p. 254-255
3. Vaughan, DG. Oftalmologi Umum Edisi 14. Cetakan I. Jakarta: Widya
Medika; 2012. p. 17-20

18
4. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2011. p. 134-136
5. Ellen R, Wald MD. Periorbital and Orbital Infections. Infections of the
Head and Neck; 2007 : 21(2)
6. Lindsley K, Nichols JJ. Interventions for Acute Internal Hordeolum. Wiley
Online Library; 2013 : 30(4)
7. Reisa R, Usak J, dkk. Sistem Pakar Untuk Diagnosis Penyakit Mata.
JSIKA; 2013 : 2(2)
8. Yanoff M, Sassani JW. Ocular Pathology Sixth Edition. Piledelphia:
Mosby Elseveir; 2012. p. 2035-2037
9. Leonita. Rasionalitas Penggunaan Antibiotika Dalam Penatalaksanaan
Hordeolum di RSUP DR.Kariadi Semarang. 2011 : FK UNDIP

19

Anda mungkin juga menyukai