3266 PDF
3266 PDF
Disusun oleh:
SKRIPSI
BAB I
PENDAHULUAN
alga, fly ash, karbon aktif, selulosa kayu, dan eceng gondok (Prowida, 2003;
Yohana, 2004; Kim, 2001, Torresdey, 1998).
Selulosa merupakan senyawa yang memiliki karakter hidrofilik karena
adanya gugus hidroksil pada tiap unit polimernya. Permukaaan gugus fungsi
selulosa alam ataupun turunannya dapat berinteraksi secara fisik atau kimia.
Selulosa memiliki gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion
logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil (Ibbet, 2006;
Herwanto, 2006). Aktivasi selulosa dapat dilakukan dengan penambahan alkali
misalnya NaOH, KOH atau LiOH. Dalam Fengel (2005), diungkapkan NaOH
merupakan aktivator yang paling baik dibanding KOH dan LiOH.
Tanaman nanas merupakan salah satu tanaman yang memiliki kandungan
serat yang tinggi. Dalam Norman (1937), disebutkan bahwa dalam serat daun
nanas mengandung 62-79% selulosa. Sedangkan dalam Hidayat (2008),
disebutkan terdapat 69,5-71,5% selulosa dalam serat daun nanas. Kandungan serat
yang tinggi dalam daun nanas ini diharapkan dapat dijadikan sumber selulosa
sebagai alternatif baru untuk adsorben logam berat.
Pada penelitian kali ini dilakukan adsorpsi kadmiun dengan
menggunakan serat daun nanas setelah diaktivasi dengan NaOH 2%. Adsorben
dari serat nanas memiliki keunggulan yaitu keberadaannya yang melimpah, proses
preparasi yang mudah, dan biaya yang relatif murah. Selulosa dari serat nanas
diharapkan dapat menyerap logam kadmium.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Keberadaan limbah logam berat semakin hari semakin bertambah. Salah
satunya adalah kadmium yang berbahaya bagi manusia sehingga keberadaannya
harus mendapat penanganan yang tepat. Penanganan terhadap limbah logam berat
kadmium dapat dilakukan dengan proses adsorpsi.
Parameter yang berpengaruh pada proses adsorpsi diantaranya waktu
aktivasi adsorben, konsentrasi adsorbat, pH, temperatur, dan waktu kontak. Proses
aktivasi dapat dilakukan dengan asam atau basa dengan variasi konsentrasi
5
aktivator, suhu, dan waktu perendaman. Aktivator yang digunakan untuk adsorben
dari selulosa biasanya dari hidroksida logam alkali. Adsorben yang direndam
dalam aktivator akan berpengaruh terhadap gugus aktifnya. Kondisi pH
lingkungan diperlukan untuk mengatur suasana yang cocok pada proses adsorpsi
yang bergantung pada jenis logam dan jenis adsorben. Karakterisasi terhadap serat
nanas aktif meliputi karekteristik secara visual. Tipe adsorpsi ditentukan dengan
menghitung isoterm Langmuir dan Freundlich. Tipe adsorpsi akan
menggambarkan proses adsorpsi yang terjadi.
2. Batasan Masalah
a. Logam berat yang digunakan adalah kadmium (Cd).
b. Aktivator yang digunakan adalah NaOH 2%.
c. Penentuan kondisi adsorpsi optimum dengan variasi waktu aktivasi adsorben
(0, 12, 24, 48), pH larutan adsorbat (2, 4, 6, 8), dan waktu kontak (0, 10, 20,
30, 40).
d. Penentuan jenis adsorpsi dengan menggunakan isoterm Langmuir dan
Freundlich.
3. Rumusan Masalah
a. Apakah selulosa daun nanas dapat digunakan untuk mengadsorpsi logam
kadmium?
b. Bagaimana pengaruh waktu aktivasi, pH dan waktu kontak optimum untuk
mengadsorpsi logam kadmium menggunakan selulosa daun nanas?
c. Persamaan isoterm adsorpsi apa yang sesuai untuk adsorpsi logam kadmium
menggunakan adsorben selulosa daun nanas?
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui kemampuan selulosa daun nanas untuk mengadsorpsi logam
kadmium.
6
D. Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi tentang daya adsorpsi Cd(II) oleh selulosa dari selulosa
daun nanas.
b. Memberikan inovasi baru adsorben selulosa daun nanas untuk adsorpsi logam
berat.
c. Memberikan konstribusi dalam bidang lingkungan khususnya untuk
penanganan limbah logam berat.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Nanas (Ananas comosus)
Tanaman nanas (Ananas cosmosus (L) Merr) yang termasuk famili
Bromeliaceae merupakan tumbuhan tropis dan subtropis yang banyak terdapat di
Indonesia. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya
dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam.
Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara
55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18
sampai 0,27 cm (Hidayat, 2008).
Serat nanas terdiri atas selulosa dan non selulosa yang diperoleh
melalui penghilangan lapisan luar daun secara mekanik. Lapisan luar daun berupa
pelepah yang terdiri atas sel kambium, zat pewarna yaitu klorofil, xantofill dan
karoten yang merupakan komponen kompleks dari jenis tanin, serta lignin yang
terdapat di bagian tengah daun. Selain itu lignin juga terdapat pada lamela dari
serat dan dinding sel serat (Hidayat, 2008). Komposisi kimia serat nanas dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Serat Nanas (Hidayat, 2008).
Serat yang diperoleh dari daun nanas muda kekuatannya relatif rendah
dan seratnya lebih pendek dibanding serat dari daun yang sudah tua. Sama halnya
dengan serat-serat alam lainnya yang berasal dari daun (leaf fibres), secara
morfologi jumlah serat dalam daun nanas terdiri dari beberapa ikatan serat (bundle
of fibres) dan masing-masing ikatan terdiri dari beberapa serat (multi-celluler
fibre) (Onggo, 2005). Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop, sel-sel dalam
serat daun nanas mempunyai ukuran diameter rata-rata berkisar 10 µm dan
panjang rata-rata 4,5 mm dengan ratio perbandingan antara panjang dan diameter
adalah 450. Rata-rata ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8,3 µm.
Ketebelan dinding sel ini terletak antara serat sisal (12,8 µm) (Rahmat, 2007).
Berikut ini gambar mikroskopi selulosa daun nanas :
2. Selulosa
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida
karbohidrat, dari β-glukosa. Selulosa merupakan karbohidrat utama yang
disintesis oleh tanaman dan menempati hampir 60% komponen penyusun struktur
tanaman. Selulosa tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak larut dalam air dan
pelarut organik, tetapi larut dalam larutan kuprik hidroksida berammonia (bahan
uji Schweitzer), larutan zink klorida, asam hidroklorik. Selulosa tidak
memberikan warna biru dengan iodin (Artati, 2009).
Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu
merupakan bahan alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup.
8
Selulosa bahkan dapat diperoleh dalam dunia binatang. Kadar selulosa tertinggi
terdapat dalam rambut biji (kapas, kapok) dan serabut kulit (rami, flax, henep).
Selulosa terdiri dari gugus anhidroglukopiranisa yang bersambung membentuk
rantai molekul. Karena itu selulosa dapat dinyatakan sebagai polimer-linear
glukan dengan struktur rantai yang seragam. Selulosa terdiri dari 10.000 atau lebih
unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan (1-4) glikosida. Rantai selulosa
memanjang, dan unit-unit glukosa tersusun dalam satu bidang (Fengel, 1995).
Selulosa pada tumbuhan terdapat di dalam dinding sel pelindung
tanaman, terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari
jaringan tumbuhan. Selulosa tidak hanya merupakan polisakarida struktural
ekstraseluler yang paling banyak dijumpai pada dunia tumbuhan, tetapi juga
merupakan senyawa yang paling banyak diantara semua biomolekul pada
tumbuhan atau hewan.
Stabilisasi rantai-rantai molekul panjang pada selulosa dalam sistem yang
teratur, yaitu pembentukan struktur supramolekul, ditimbulkan adanya gugus-
gugus fungsional yang dapat mengadakan interaksi satu dengan yang lainnya.
Gugus-gugus fungsional tersebut adalah gugus hidroksil, tiga dari padanya terikat
pada setiap unit glukosa. Gugus-gugus -OH tersebut tidak hanya menentukan
struktur supramolekul tapi juga menentukan sifat-sifat fisika dan kimia selulosa
(Fengel, 1995).
3. Kadmium (Cd)
Kadmium berwarna putih keperakan menyerupai aluminium. Logam ini
digunakan untuk melapisi logam seperti halnya seng, sehingga kualitasnya
menjadi lebih baik walaupun harganya lebih mahal. Logam ini juga dapat
9
4. Adsorpsi
Adsorpsi atau penyerapan adalah proses pemisahan komponen tertentu
dari suatu fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben).
Biasanya partikel-partikel kecil adsorben ditempatkan dalam suatu hamparan tetap
dan fluida dialirkan melalui hamparan itu sampai adsorben mendekati jenuh dan
pemisahan yang dikehendaki tidak dapat berlangsung lagi. Peristiwa adsorpsi
banyak digunakan pada industri kimia, misalnya pada pemisahan gas, mengurangi
kelembaban udara, penghilangan bau, dan penyerapan gas yang tidak diinginkan
dari suatu hasil proses (Maron, 1984).
Sedangkan pada peristiwa cairan, adsorben digunakan misalnya untuk
menghilangkan warna pada hasil minyak dan pada larutan gula, serta
menghilangkan rasa dan bau air. Adsorpsi dari fase zat cair digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen organik dari limbah zat cair, untuk
memulihkan hasil-hasil reaksi yang tidak mudah dipisahkan dengan destilasi dan
kristalisasi (Maron, 1984).
a. Jenis Adsorpsi
Jenis adsorpsi yang umum dikenal adalah adsorpsi kimia (kemisorpsi)
dan adsorpsi fisika (fisisorpsi).
1) Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti
oleh reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia hanya satu lapisan gaya yang
terjadi. Besarnya energi adsorpsi kimia sekitar 100 kj/mol. Adsorpsi jenis
ini menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia sehingga diikuti dengan
reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produksi reaksi
berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi
sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan
sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali. Artinya pelepasan kembali
molekul yang terikat di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil (Barrow,
1979).
11
kesetimbangan terjadi distribusi larutan antara fasa cair dengan fasa padat.
Rasio dari distribusi tersebut merupakan fungsi konsentrasi dari larutan. Pada
umumnya jumlah material yang diserap persatuan berat dari adsorben
bertambah sejalan dengan bertambahnya konsentrasi meskipun hal tersebut
tidak selalu berbanding lurus (Arthur, 1990). Beberapa jenis adsorpsi isoterm
yang dikenal adalah :
1) Isoterm Adsorpsi Langmuir
Pertama kali dikembangkan untuk proses penyerapan gas pada permukaan
padatan. Isoterm adsorpsi Langrnuir dibuat berdasarkan beberapa asumsi,
yaitu :
a) Adsorpsi maksimum terjadi saat terbentuk lapisan tunggal yang
menyeluruh.
b) Energi adsorpsi adalah konstan dan tidak tergantung pada sifat
permukaan.
c) Adsorpsi terjadi tanpa disertai interaksi antar molekul-molekul
adsorbat.
d) Adsorbat teradsorpsi pada lokasi tertentu sehingga tidak dapat
bergerak pada permukaan padatan dan bersifat irreversible.
Isoterm adsorpsi Langmuir dianganggap bahwa hanya sebuah
adsorpsi tunggal yang terjadi. Adsorpsi tersebut terlokalisasi, artinya
molekul-molekul zat hanya dapat diserap pada tempat-tempat tertentu dan
panas adsorpsi tidak tergantung pada permukaan yang tertutup oleh
adsorben. Isoterm adsorpsi Langmuir digunakan untuk menggambarkan
adsorpsi kimia (Barrow, 1979).
Proses adsorpsi dapat ditunjukkan dengan sebuah persamaan
kimia:
A (g) + S à AS. ...................................................................(1)
Dimana A adalah adsorbat yang berupa gas, S adalah situs kosong
pada permukaan, dan AS menunjukkan molekul teradsorpsi dari A atau
situs terisi pada permukaan. Persamaan ketetapan, K dapat ditulis:
13
X AS
K= …………….......................................................................(2)
Xs.p
Dimana AS adalah fraksi mol dari situs terisi pada permukaan, Xs adalah
fraksi mol dari situs kosong pada permukaan, dan p adalah tekanan gas.
Jika θ = XAS dan Xs = (1-θ) maka persamaan (2) menjadi:
θ
= Kp ...........................................................................................(3)
1- θ
Persamaan di atas merupakan persamaan isoterm Langmuir, K adalah
ketetapan kesetimbangan adsorpsi.
Untuk mencari θ maka persamaan (3) dapat ditulis:
Kp
q = ...............................................................................(4)
1 - Kp
Jika adsorpsi terjadi dalam larutan maka p diganti dengan konsentrasi, C.
Sejumlah substansi yang terserap, m, sebanding dengan θ maka m= b.θ,
dimana b adalah konstanta.
bKp
m = …………...............................................................(5)
1 + Kp
Jika persamaan (5) dibalik maka:
1 1 1 1
= + ...............................................................................(6)
m b bK p
Dengan membuat plot 1 /m terhadap 1 /p maka harga konstanta K dan b
dapat dihitung dari slope dan intersep grafik (Castellan, 1983).
2) Isoterm Adsorpsi Freundlich
Persamaan ini diturunkan secara empirik, dan berlaku untuk gas
yang bertekanan rendah. Isoterm adsorpsi Freundlich menggambarkan
adsorpsi jenis dimana adsorpsi terjadi pada beberapa lapis dan ikatannya
tidak kuat. Asumsi yang digunakan pada isoterm adsorpsi Freundlich
adalah :
a) Tidak ada asosiasi dan disosiasi molekul-molekul adsorbat setelah
teradsorpsi pada permukaan padatan.
14
gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi dengan pemakaian bahan
kimia yang dinamakan aktivator. Aktivator yang sering digunakan adalah
hidroksida logam alkali, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah, ZnCl2,
asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4 (Yunita, 2009).
Aktivator yang digunakan untuk adsorben dari selulosa biasanya dari
hidroksida logam alkali. Disamping NaOH dan KOH, litium hidroksida juga
digunakan sebagai aktivator. Aktivasi dengan KOH 5% dan 24 %, selulosa yang
dihasilkan masih cukup banyak mengandung lignin. Dengan alkali yang berbeda,
maka kandungan lignin dapat dikurangi. Namun secara simultan derajat
polimerisasi dan selulosa yang dihasilkan menurun. Pada umumnya selulosa yang
dihasilkan tergantung pada spesies kayu dan terutama pada prosedur aktivasi
(Fengel, 1995)
Natrium hidroksida dan litium hidroksida lebih kuat daripada kalium
hidroksida untuk menghilangkan lignin (Fengel, 1995). Dalam Onggo (2005),
dijelaskan bahwa proses pulping untuk tanaman selain kayu semisal serat nanas,
optimum menggunakan alkali NaOH.
Nanas adalah tumbuhan yang banyak mengandung selulosa setelah padi,
nanas dapat diolah dengan natrium hidroksida sehingga lignin dapat dipisahkan
dari selulosa. Jerami padi yang diaktivasi dengan NaOH 2% ternyata dapat
melepaskan lignin, sehingga dapat menyerap zat warna merah (Suwarsa, 1998).
Sodium hidroksida (NaOH) merupakan padatan kristal yang rapuh, putih,
dan tembus cahaya. Karena NaOH bersifat korosif di semua jaringan tubuh
manusia maka disebut juga soda kaustik (caustic soda). Sodium hidroksida
diproduksi dalam keadaan anhidrat berbentuk balok, serpihan, atau butiran
padatan, tetapi digunakan dalam bentuk larutan.
Larutan NaOH encer merupakan alkali kuat. Oleh karena itu NaOH
digunakan dalam reaksi-reaksi netralisasi untuk membentuk garam sodium.
Sodium hidroksida dalam industri kimia terutama digunakan sebagai pengontrol
pH, netralisasi, pembersih gas, dan katalis. Di dalam industri kertas digunakan
untuk mengekstraksi lignin selama proses pemutihan, dan menetralisasi aliran
limbah asam. NaOH juga digunakan untuk memproduksi sabun dan detergen.
16
Dalam industri tekstil NaOH digunakan sebagai bahan sutra, bahan celup val (val
dyeing) dan penggosok (Kirk-Othmer, 1998). Sifat-sifat fisik dari NaOH murni
dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 3. Sifat-sifat Fisik NaOH Murni (Kirk-Othmer, 1998)
B. Kerangka Pemikiran
Pengolahan limbah logam berat bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan logam berat dalam perairan. Pada penelitian kali ini
memanfaatkan selulosa dari daun nanas sebagai adsorben logam berat dengan
aktivator NaOH. Daun nanas memiliki kandungan selulosa yang tinggi sehingga
gugus OH pada selulosa daun nanas dapat mengikat logam berat.
Daun nanas perlu diaktivasi untuk memisahkan selulosa dari lignin.
Aktivasi dilakukan dengan penambahan larutan NaOH 2%. Variasi waktu aktivasi
daun nanas dengan NaOH berpengaruh terhadap kualitas adsorben yang
dihasilkan. Sehingga keberadaan lignin sebagai penghambat adsorpsi pada proses
adsorpsi dapat diminimalkan. Semakin lama waktu aktivasi semakin banyak
lignin yang terlarut.
Kondisi pH lingkungan akan berpengaruh pada adsorpsi. Pada kondisi
asam, ion H+ berlebih. Pada keadaan asam terjadi kompetisi antara ion H+ dan
Cd2+ untuk berikatan dengan selulosa. Pada pH basa keberadaan ion OH- berlebih.
Dan pada kondisi yang terlalu basa logam akan membentuk Cd(OH)2 yang
berbentuk endapan.
17
C. Hipotesis
1. Selulosa daun nanas dapat digunakan untuk mengadsorpsi logam kadmium.
2. Kemampuan adsorpsi selulosa dari daun nanas akan optimum pada kondisi
waktu aktivasi yang lama, pH sebelum logam Cd mengendap dan waktu
kontak yang singkat.
3. Jenis isoterm adsorpsi yang sesuai untuk adsorpsi logam berat Cd oleh
selulosa dari daun nanas adalah isoterm Langmuir.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
secara eksperimental laboratoris untuk mengetahui kondisi optimum adsorpsi
logam berat Cd (II) dengan adsorben dari selulosa daun nanas dan jenis
adsorpsinya.
Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi :
1. Kondisi adsorpsi yaitu waktu aktivasi, pH dan waktu kontak.
2. Konsentrasi larutan Cd (II) pada penentuan isoterm adsorpsi.
D.Prosedur Penelitian
1. Aktivasi Daun Nanas
Daun nanas dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian
dihaluskan secara mekanik dengan blender. Kemudian diaktivasi dengan NaOH
2% (w/v) dengan perbandingan 1 : 30 (w:v). Waktu aktivasi divariasi 0, 12, 24, 48
jam. Kemudian dicuci dengan air hingga air cucian terakhir netral. Setelah itu
dikeringkan dengan oven pada suhu 100oC. Setelah kering serat daun nanas aktif
diayak kasar. Hasilnya yang kemudian digunakan sebagai adsorben untuk langkah
selanjutnya.
daun nanas terhadap logam Cd(II) dapat dilihat pada lampiran 11. Untuk
mengetahui kondisi optimum dilakukan uji statistik Anova univariate dilanjutkan
dengan uji Duncan terhadap daya serap.
Dari analisis Duncan pada lampiran 13, terlihat tiap waktu aktivasi
memiliki pengaruh yang berbeda. Dari hasil penelitian pada grafik di atas
diketahui bahwa waktu aktivasi semakin lama maka daya serapnya juga naik
23
kemudian mengalami penurunan lagi. Titik optimum dicapai pada waktu aktivasi
24 jam. Pada waktu aktivasi 48 jam mengalami penurunan. Dari lampiran 5
terlihat bahwa semakin lama waktu aktivasi, rendemen yang dihasilkan semakin
menurun. Hal ini karena semakin lama waktu aktivasi senyawa-senyawa dalam
daun nanas yang larut dalam NaOH semakin banyak (Han, 1999). Analisa dari
fenomena ini adalah pada waktu aktivasi 0 atau tanpa aktivasi, keberadaan lignin
dalam serat daun nanas dalam keadaan maksimum sehingga akan menurunkan
daya sorpsi. Semakin lama waktu aktivasi lignin dan hemiselulosa semakin sedikit
atau yang terlarut dalam NaOH semakin banyak. Pada waktu aktivasi 12 jam daya
serap meningkat karena keberadaan ligninnya lebih sedikit dibandingkan
keberadaan lignin dalam serat daun nanas tanpa aktivasi. Begitu pula pada kondisi
waktu aktivasi 24 jam. Pada kondisi waktu aktivasi 48 jam daya serapnya
menurun, hal ini disebabkan karena semakin lama waktu aktivasi hemiselulosa
yang terlarut semakin banyak sehingga menurunkan banyaknya sisi aktif.
2. Pengaruh pH
Pengaruh pH terhadap daya serap dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dari analisis Duncan, pada lampiran 15, tiap waktu kontak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata. Waktu kontak optimum dicapai pada 20 menit.
26
Gambar 7. Kurva Isoterm Langmuir (vol. larutan Cd2+: 25 mL, waktu aktivasi :
24 jam, pH : 4, waktu kontak : 20 menit)
O
:OH
2+ Cd 2H+
Cd
O
:OH
Gambar 9. Kurva Isoterm Freundlich (vol. larutan Cd2+ : 25 mL, waktu aktivasi :
24 jam, pH : 8, waktu kontak : 20 menit)
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan :
1. Selulosa daun nanas dapat digunakan sebagai adsorben Cd (II).
2. Kondisi optimum proses absorbsi serat daun nanas aktif terhadap
logam Cd (II) adalah lama waktu perendaman 24 jam, pH 4, dan
waktu kontak selama 20 menit dengan daya serap 0,7123 mg/g.
3. Jenis isotherm yang sesuai untuk absorbsi serat daun nanas aktif
terhadap logam Cd (II) adalah isotherm Langmuir dan Freundlich.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran dari
penulis adalah :
1. Melakukan modifikasi adsorben untuk menaikkan daya serap terhadap
logam kadmium.
2. Merancang percobaan untuk adsorpsi logam Cd(II) dengan selulosa
daun nanas diatas pH 8.
30
DAFTAR PUSTAKA
Artati, E.K., Effendi, A., Haryanto, T., 2009, Pengaruh Konsentrasi Larutan
pemassak pada Proses Delignifikasi Eceng Gondok dengan Proses
Organosolv, Ekuilibrium, Vol. 8 No. 1, hal 25-28.
Arthur, W. A., 1990, Physical Chemistry Surfaces, John Wiley and Sons, Inc.
California.
Barrow, G.M., 1979, Physical Chemistry , 4th ed, Mc Graw Hill International
Book Company, Tokyo.
Fengel, D., and Gerd, W., 1995, Kayu, Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Han, J.S., 1999, Stormwater filtration of Toxic Heavy Metal ions using
lignocellullosic Materials Selection Process, Fiberization, Chemical
Modification, and Mat Formation, 2nd Inter-Regional Conference on
Environmental-Water.
Herwanto, B., Santoso, E., 2006, Adsorpsi Ion Logam Pb (II) pada Membran
Selulosa Kitosan Terikat Silang, Akta Kimia Indonesia, Vol 22 No. 1, 9-24.
Hidayat, P., 2008, Teknologi Pemanfataan Serat Daun Nanas sebagai Alternatif
Bahan Baku Tekstil, Teknoin, Vol 13, 31-35.
Ibbet, R.N., Kaenthong, S., Philips, D.A.S., Wilding, M.A., 2006, Charaterisatim
of Porosity of Regenerated Cellulosil Fibres Using Classical Dye
Adsorbtian Techniques, Lenzinger Berichte, Vol 88, 77-86.
Igwe, J.C., Nwokennaya, E.C., Abia, A.A., 2005, The Role of pH in Heavy Metal
Detoxification by Biosorption fron Aqueous Solutions Containing Chelating
Agents, Africcan Journal of Biotechnology, Vol. 4, hal 1109-1112.
31
Kartohardjono, S., Lukman, M.A., Manik, G.P., Pemanfaatan Kulit Batang Jambu
Biji (Psidium guajava), untuk Adsorpsi Cr(VI) dari Larutan, Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Kim, D.W., Jan, Y. H., Kim, C. S., and Lee, N. S., 2001, Effect of Metal Ions on
The Degradation and Adsorption of Two Cellobiohydrolases on
MicrocrystallineCellulose, Bull Korean Chemical Society, Vol 22 No. 7,
716 -720.
Kirk dan Othmer, 1992, Encyclopedia of Chemical Technology, 4th ed. John Wiley
and Sons. Inc. New York.
Mahvi, A.H., Naghipour, D., Vaezi, F., Nazmara, S., 2005, Teawaste as An
Adsorbent for Heavy Metal Removal from Industial Watewaters, American
journal of Applied Sciences, Vol. 2, pp. 372-375
Mohapatra, M., Khatun, S., Anand, S., 2009, Adsorption Behaviour of Pb(II),
Cd(II) and Zn(II) on NALCO Plant Sand, Indian Journal of Chemical
Technology, Vol. 16, pp. 291-300.
Norman, A. G., 1937, The Composition of Same Less Common Vegetable Proses.
Biochemistry Section, 1575-1578.
Onggo, H., Astuti, J.T., 2005, Pengaruh Sodium Hidroksida dan Hidrogen
Peroksida terhadap Rendemen dan Warna Pulp dari Serat Daun Nenas,
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, Vol. 3, No. 1, hal 37-43.
Paduraru, C., Tofan, L., 2008, Investigations on The Possibility of Natural Hemp
Fibres use for Zn (II) Ions Removal From Wastewaters, Environment
Engineering and Management Journal, Vol.7, 687-693.
Prowida, D., 2003, Karakterisasi Alofan Alam yang Diaktivasi dengan HCl
sebagai Adsorben Limbah Logam Berat Seng (Zn), Skripsi, Kimia FMIPA,
UNS, Surakarta.
Rakhmat, F.A dan Fitri, H., 2007, Budidaya dan Pasca Panen Nanas. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Departemen Pertanian.
32
Sembiring, Z., Suharso, Regina, Faradila, M., Murniyarti, 2008, Studi Proses
Adsorbsi – Desorbsi Ion Logam Pb (II), Cu (II), dan Cd (II) terhadap
Pengaruh Waktu dan Konsentrasi pada Biomasssa Nannochloropsis sp.
Yang Terenkapsuli Aqua-Gel Silika dengan Metode Kontinyu, Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-11. 591-607.
Souag, R., Djilali, T., Benchreit, B., Ali, B., 2009, Adsorbtion of Heany Metals
(Cd, Zn and Pb) from Water Using Keratin Powder Prepared from Algerian
Sheep Hoofs, Europeab Journal of Scientifict Research, Vol. 35 No. 3 pp.
416-425
Suwarsa, S., 1998, Penyerpan Zat Warna Tekstil BR Red HE 7B oleh Jerami Padi,
JMS, Vol 3 No. 1, 32-40.
Torresdey, J.L.G., Hernandez, A., Tiamann, K.J., Bibb, J., Rodriguez, O., 1998,
Adsorption of Toxic Metal Ions from Solution by Inactivated Cells of
Larrea tridentata (Creosote Bush), Journal of Hazardous Substance
Research, Vol 1.
Widowati, W., Astiana, S., Raymond, J.R., 2008, Efek Toksik Logam, Andi
Offset, Yogyakarta.
Yohana, TMA, 2004, Kajian Aktivasi Alofan oleh Asam Klorida (HCl) dan Asam
Flourida (HF) serta Kemampuan Alofan Mensorpsi Ion Logam Cd dalam
Limbah Cir Pabrik Cat, Skripsi, Kimis FMIPA, UNS, Surakarta.
Yunita, A., Prasetyo, A., 2009, Aktivasi Bagasse Fly Ash (BFA) untuk Adsorpsi
Cu(II) secara Bacth dan Kontinyu : Eksperimen dan Pemodelan, Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, Bandung.