Anda di halaman 1dari 134

STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)

BELL’S PALSY
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

1. Bell Palsy
 ICF : s7b7
 ICD-10 : G51.0

A. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Menurut Mumenthales (2006) Bell palsy merupakan suatu kelainan
pada n. fascialis yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada
otot di suatu wajah. Suatu keadaan ketidak simetrisan wajah
dikarenakan penurunan fungsi n. facialis yang mengakibatkan ketidak
seimbangan kekuatan pada kedua.
2) Epidemiologi
Angka kejadian penderita bell palsy, menurut studi kasus yang dilakukan
para peneliti, 20 per 100.000 penduduk pertahun. Bell palsy
mempengaruhi sekitar
40.000 orang di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Menurut studi kasus yang dilakukan Grewal D.S, 2016 menyatakan
bahwa sekitar 1,5% terjadi bell palsy pada usia antar 15 dan 60 yang
terjadi pada wanita maupun pria.

B. Hasil Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 41 tahun merasakan kelemahan pada sisi wajah
sebelah kiri yang disertai dengan adanya rasa nyeri pada bagian belakang
telinga.Saat ini pasien mengalami kesulitan dalam menutup mata kiri dan
merasa wajahnya mencong ke arah kanan.Hal tersebut dirasakan sudah 2

169
hari yang lalu.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : Normal
o Heart Rate : Normal
o Respiratory Rate : Normal
- Inspeksi
o Tampak kelemahan pada wajah
o Wajah tidak simetris
o Ekspresi wajah tidak sama
- Palpasi
o Nyeri tekan pada bagian belakang telinga
o Suhu normal
- Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
o Aktif dan Pasif : adanya kelemahan
o Tes isometric melawan tahanan : adanya kelemahan
 Pemeriksaan Penunjang : -
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit mengelurkan air mata sisi kiri
- Sulit memejamkan mata sisi kiri
- Body Structure &Function : - Kelemahan otot satu sisi wajah
- Penurunan fungsi n. fascialis
- Participation Restriction: - Mengganggu aktivitas berkomunikasi
- Diagnosis Fisioterapi : Belum bisa memejamkan mata dan
mengeluarkan air mata sisi kiri karena adanya kelemahan otot
dan penurunan fungsi n. fascialis pada satu sisi wajah kiri
sehingga mengganggu aktivitas berkomunikasi.

-
D. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan : Memperbaiki fungsi nervus fascialis
2) Prinsip Terapi : - Penguatan otot fascial
- Peningkatan fungsi n. fascialis
3) Edukasi : Mengajarkan cara menutup mata dan mengontrol air liur
yang keluar dari mulut.
4) Kriteria Rujukan : Dokter spesialis

170
E. Prognosis
Perjalanan alamiah Bell‘s palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai
cedera sarafsubstansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien
dengan Bell‘s palsy sembuhtotal dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus
membaik dalam 3 minggu. Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus fasialis
persisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat
rekuren. Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsi
komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri
hebat post-aurikular, gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil
dengan Bell‘s palsy. Selain menggunakan pemeriksaan neurofisiologi untuk
menentukan prognosis,House-Brackmann Facial Nerve Grading System
dapat digunakan untuk mengukurkeparahan dari suatu serangan dan
menentukan prognosis pasien Bell‘s palsy (Handoko Lowis, 2012).

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed, Faradic
 Prasarana : Ruangan Terapi

G. Referensi
Dickson, Gretchen (2014). Primary Care ENT.An Issue of Primary Care:
Clinics in Office Practice
https://en.wikipedia.org/wiki/Bell%27s_palsy
Grewal D. S (2014).Atlas of Surgery the Facial Nerve: An Otolaryngologist’s
Perspective
Tiemstra, JD; Khatkhate., N (2007).―Bell‘s palsy: diagnosis and
management‖.
American family physician.

171
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
STROKE ISCHEMIC HEMIPHARASE
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

2. Stroke Ischemic Hemipharase


 ICF : b7s7
 ICD-10 : 169.0

A. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Menurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis didefinisikan
sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda
dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak.
Menurut sjahrir (2003) Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi
atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah
ke otak sehingga terjadi penyumbatan dan mengganggu kebutuhan
darah serta oksigen di jaringan otak.
Hemplegi adalah tipe dari stroke yang mengenai salah satu bagian
sisi tubuh.
2) Epidemiologi
Menurut studi kasus yang dilakukan Becker (2010) Insidens
terjadinya stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000 orang per tahun,
dimana 20% darinya akan mati pada tahun pertama. Jumlah ini akan
meningkat menjadi 1 juta per tahun pada tahun 2050. Secara

172
internasional insidens global dari stroke tidak diketahui.

B. Hasil Anamnesis
Pasien laki-laki berumur 50 tahun sewaktu bangun tidur pagi hari
mengeluh kelemahan anggota gerak sebelah kiri sehingga pasien terjatuh
dari tempat tidurnya. Sebelumnya pasien merasakan kesemutan pada
tangan dan kaki kirinya
.pasien telah diopname selama 2 hari.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 162/92 mmHg
o Heart Rate : 64 kali/menit
o Rspiratory Rate : 20 kali/menit
- Koginitif
Komunikasi : Cukup baik
Atensi : Cukup baik
Motivasi : Kurang
Emosi : Cukup baik
Problem solving : Kurang
- Inspeksi
Dada protraksi, badan simetris
 Palpasi Edema (-) atrofi otot (-)
kelemahan pada sebelah kiri (hipotonus)
 Pemeriksaan Penunjang : CT-Scan
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit berjalan
- Sulit makan dengan mandiri
- Sulit untuk berdiri lama
- Body Structure &Function : - Kelemahan pada anggota gerak
sebelah sisi kiri
- Hipotonus

173
- Participation Restriction : - Sulit bekerja
- Sulit berolahraga
Diagnosis Fisioterapi : Belum bisa melakukan aktivitasnya secara
mandiri karena adanya kelemahan dan penurunan tonus otot pada
anggota gerak sebelah sisi kiri sehingga terjadi hipomobile yang akan
mempengaruhi dalam bekerja dan berolahraga.

D. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan : Meningkatkan tonus otot
2) Prinsip Terapi : Penguatan otot ektremitas bagian sisi kiri
3) Edukasi : Mengajarkan cara ambulasi, rolling, transfer
4) Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf

E. Prognosis
Masalah emosional yang mengikuti stroke dapat disebabkan oleh
kerusakan langsung ke pusat emosi di otak dari kesulitan beradaptasi
dengan keterbatasan baru.Kesulitan emosional paska stroke seperti
kecemasan dalam serangan. Kesulitan lain mungkin termasuk penurunan
kemampuan untuk mengkomunikasikan emosi melalui ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan suara. Gangguan dalam menggenggam, hubungan
dengan orang lain dan kesejahteraan emosional dapat menyebabkan
konsekuensi sosial setelah stroke karena kurangnya kemampuan untuk
berkomunikasi.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed, Infrared, cone, hand ball
 Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet

G. Referensi
WHO.ICF-Introduction, the International Classification of Functioning
Disabiity and Health
http://www.who.int/classification/icf/introns/icf-Eng-Intro-

174
pdf2002. Micielle.G (2002).Guideline Compliance Improve
Stroke Outcome

175
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
ERB PALSY
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

3. Erb Palsy
 ICF : b73
 ICD-10 : G54.0

A. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Menurut Tung T. H (2002) Erb palsy merupakan kelumpuhan yang
terjadi pada satu ektremitas atas yang disebabkan karena lesi pada pleksus
brachialis.Lesi pada pleksus brachialis biasanya terjadi akibat adanya
peregangan yang berlebihan atau merobek serabut sarat C5-C6.
2) Epidemiologi
Angka kejadian tiap 1000 kelahiran di amerika yaitu 0,5-4,4 kasus
sedangkan di prancis dan saudi arabia 1,09-1,19. Sengakan angka
kematian dengan kerusakan permanen itu 3-25%.
Erb Palsy dapat terjadi pada laki-laki maupun wanita dan bisa terjadi
pada bayi karna proses kelahiran dan pada dewasa.

B. Hasil Anamnesis
Pasien wanita dengan usia 3 bulan dengan keluhan lengan kanan tidak
dapat digerakan. Saat dilahirkan ukuran bayi terlalu besar sehingga harus
dibantu dengan forcep.

176
C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
- Statis
Lengan kanan lunglai dengan posisi bahu endorotasi, siku
lurus dan pronasi lengan bawah
- Dinamis
Pasien diberikan mainan lalu memegang mainan tersebut
namun tidak dapat mengangkat mainan untuk didekatkan
kemulutnya.
b) Tes orientasi / Quick Test
Dengan memberikan mainan bunyi-bunyian atau yang berwarna
diats tangan kanan, bayi tidak dapat meraihnya dengan tangan
kanan, malah sebaliknya tangan kiri yang akit untuk meraih untuk
mainan tersebut.
c) Tes Sensorik
Fisioterapi memberikan cubitan pada daerah lengan kanan hasilnya
bayi tidak merasakan apa-apa atau tanpa respon menangis.
d) Tes Tonus otot
- Teknik palpasi : Palpasi pada lengan kanan hasilnya
hipotonus, dibandingkan dengan yang kiri.
- Teknik gerakan pasif : Fisioterapis menggerakkan lengan cepat,
hasilnya tidak ada tahanan gerak (Hipotonus).
2) Pemeriksaan Penunjang : -
3) Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : Tidak bisa mengangkat dan
mengengam mainan
- Body Structure &Function : - Kelemahan otot (hipotonus)
- Gangguan sensasi
- Participation Restriction : - Mengganggu aktivitas dalam bermain

D. Diagnosis Fisioterapi

Tidak bisa mengangkat dan menggenggam mainan karena

177
adanya kelemahan pada otot atau hiponus serta gangguan sensasi
sehingga mengganggu aktivitasnya dalam bermain.

E. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan : - Meningkatkan kekuatan otot lengan
- Mencegah kontraktur
2) Prinsip Terapi : Merangsang tonus otot
3) Edukasi : Mengajarkan kepada orang tuanyapada saat
membaringkan anaknya agarlengan diposisikan ke supinasi dan
eksternalrotasi shoulder memberikan bantal atauboneka di bawah
ketiak dan di samping.
4) Kriteria Rujukan : Dokter spesialis/operasi

F. Prognosis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan british prognosis dari erb palsy
tergantung seberapa parah cidera saraf yang diderita. Apabila mengalami
Erb‘s palsy C5 dan C6,

sekitar 90% dapat sembuh secara spontan dengan hasil 53% ekstremitas
atas dapat berfungsi mendekati normal. Jika C7 ikut cidera, maka 80%
pemulihan tidak baik.

G. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed, oil
 Prasarana : Ruangan Terapi

H. Referensi
Tung, T. H, MacKinnon, S. E. (2003)."Brachial plexus injuries". Clinics in
plastic surgery.
Hems, T. E. J, Mahmood, F. (2012). "Injuries of the terminal branches of the
infraclavicular brachial plexus: Patterns of injury, management and outcome".
The Bone & Joint Journal

178
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
GULLAIN BARRE SYNDROME
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

4. Gullain Barre Syndrome


 ICF : b7s1
 ICD-10 : G61.0
A. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Menurut Nolte (1999) GuillainBarre Syndrome( GBS ) yaitu salah satu
penyakit‗demyelinating‗ saraf yang juga merupakan salah satu
polineuropati yang merupakan kumpulan gejala gangguan pada saraf
spinalis dan saraf cranialis. Paralisis pada bagian ascenden atau
paralisis landry.
Penyebab belum diketahui, umumnya terjadi paska infeksi virus
(pernafasan dan saluran cerna).
2) Epidemiologi
Prevalensi penderita Guilain Barre Syndrome dijumpai 1 hingga 2 kasus
per 100 ribu orang.Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan
antara 50-74 tahundan frekuensi tertinggi pada orang dewasa. Laki-laki
lebih dominan banyak terjadi dibandingkan perempuan.Dari
pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih,
7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang
tidak spesifik.

B. Hasil Anamnesis

179
Pasien wanita berusia 54 tahun mengalami kelemahan kedua
tungkai.Pasien merasakan sakit badan selama 3 hari sebelum masuk RS.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 130/100 mmHg
o Heart Rate : 72 kali/menit
o Rspiratory Rate : 20 kali/menit

- Inspeksi
o Statis : Pasien dalam keadaan baring lemah.
o Dinamis : Pasien kesulitan menggerakkan kedua
tungkainya
- Palpasi
Otot-otot kedua tungkai mengalami hipotonus
- Tes sensorik
o tes tajam tumpul : hiposensasi
o tes rasa sakit :hiposensasi
o tes rasa posisi : terganggu
- Tes motorik
o reaksi keseimbangan mengangkat pantat sulit dilakukan
o reaksi keseimbangan duduk belum bisa dilakukan
- MMT

 Pemeriksaan Penunjang : X-ray (terdapat osteofit L1-5, spondilolisis


lumbal)
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit berjalan
- Sulit berdiri
- Body Structure &Function : - Kelemahan otot
- Gangguan Keseimbangan dan koordinasi
- Participation Restriction : - Mengganggu aktivitas dalam
berolahraga dan berekreasi
D. Diagnosis Fisioterapi :

180
Sulit berdiri dan berjalan karena adanya kelemahan otot pada kedua tungkai
serta adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi sehingga mengganggu
aktivitas dalam berolahraga dan berekreasi.

E. Rencana Penatalaksanaan
 Tujuan : - Memperbaiki koordinasi dan keseimbangan
- Mencegah kontraktur,
 Prinsip Terapi : - Penguatan otot
- Koordinasi dan keseimbangan
- Menjaga stabilitas sendi
 Edukasi : Mengajarkan keluarga pasien cara posisioning
mencegah terjadinya decubitus.

 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis

F. Prognosis
Gullain Barre Syndrome dapat menyebabkan kematian akibat sejumlah
komplikasi infeksi berat, pembekuan darah dan gagal jantung atau mungkin
karena otonom neuropati.Prognosis sindrom gullain barre ditentukan terutama
oleh umur yang lebih dari 40 tahun dan tingkat keparahan gejalanya setelah
dua minggu.

G. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed, Infrared
 Prasarana : Ruangan Terapi

H. Referensi
Liu, J, Wang, LN, McNicol, ED (2013). "Pharmacological treatment for
pain in Guillain–Barré syndrome" .The Cochrane Database of
Systematic Reviews
Sejvar, James J, Baughman et al (2011). "Population incidence of Guillain–
Barré syndrome: a systematic review and meta-analysis"

181
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
POLIOMYELITIS
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

5. Poliomyelitis
 ICF : b7s7
 ICD-10 : A80

B. Masalah Kesehatan
 Definisi
Poliomyelitis merupakan penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan karena infeksi virus (polio virus jenis enterovirus).Virus ini
masuk ke tubuh melalui mulut menginfeksi saluran usus dan dapat
memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat
menyebabkan melemahnya otot dan kelumpuhan (paralisis).
 Epidemiologi
Penyakit ini mudah menular & mewabah di seluruh dunia, terutama
negara berkembang dimana sanitasi & higiene kesehatan belum
baik.Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang sangat ampuh dalam
mencegah poliomyelitis di seluruh dunia dan juga isolasi daerah terkait

C. Hasil Anamnesis
Pasien usia 2 tahun, jenis kelamin laki-laki dengan keluhan tidak bisa jalan
atau terjadinya kelemahan pada tungkai bawah. Pasien tersebut memiliki
riwayat saat 8 bulan mengalami demam tinggi, muntah.

182
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Fisik
- Koginitif
Komunikasi : Kurang
Atensi : Cukup baik
Motivasi : Kurang
Emosi : Cukup
baik Problem solving :
Kurang
- Inspeksi
Tampak kelemahan pada tungkai bawah

- Palpasi
Adanya hipotonus pada kedua tungkai bawah.
 Pemeriksaan Penunjang : -
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit berdiri
- Sulit berjalan
- Body Structure &Function : - Atrofi otot
- Hipotonus
- Participation Restriction : - Mengganggu aktivitas dalam bermain
 Diagnosis Fisioterapi : Belum bisa berdiri dan berjalan
dikarenakan adanya atrofi otot dan hipotonus sehingga
mengganggu aktivitas dalam bermain

E. Rencana Penatalaksanaan
 Tujuan : Meningkatkan kekuatan otot tungkai bawah
 Prinsip Terapi : - Penguatan otot tungkai bawah
 Edukasi : Mengajarkan carauntuk kontraksi otot
dengan cara menggerakan tungkai bawah.
 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis
F. Prognosis
Diperkirakan sebanyak 25% timbulnya kematian akibat gagal pernafasan .

183
Kekuatan otot meningkat setelah 1 minggu hingga 1 tahun namun beberapa
otot tetap lumpuh. Pada daerah yang terkena menyebabkan pertumbuhan
tulang terhambat, memendek & kecil.Pemulihan dari bentuk nonparalytic
penyakit polio biasanya lengkap. Dalam poliomyelitis paralitik, hasil derajat
kecacatan tergantung pada sejauh mana keterlibatan dan manajemen.
Pemulihan fungsi otot biasanya terjadi secara spontan dalam beberapa
minggu.Otot yang lumpuh dalam 1 bulan setelah timbulnya penyakit sembuh
sepenuhnya hanya dalam waktu kurang dari 2% dari kasus. Dari semua
kematian karena kelumpuhan sekitar 4%.

G. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed,
 Prasarana : Ruangan Terapi

H. Referensi
Modlin JF. Poliovirus.et al (2009). Principles and Practice of Infectious
Diseases. 7th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill Livingstone

Silver JK.Post-poliomyelitis syndrome.(2008).Essentials of Physical


Medicine and Rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier
Wilson, Walter R. (2001). Current Diagnosis and Treatment in
Infectious Disease.USA: McGraw-Hill Companies

184
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
CARPAL TUNNEL SYNDROME
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

6. Carpal Tunnel Syndrome


 ICF : S1
 ICD-10 : G56.0

A. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Carpal Tunnel Syndrome atau CTS adalah suatu gangguan yang terjadi
di pergelangan tangan karena saraf yang tertekan dan menimbulkan
gejala nyeri, mati rasa dan parasthesia (kesemutan atau seperti
terbakar). Saraf yang tertekan adalah
n. medianus tang terbentang antara lengan bawah dan telapak tangan
di lorong karpal.
2) Epidemiologi
Menurut studi kasus yang dilakukan Ibrahim, dkk (2012) sekitar 90%
dari semua sindrom kompresi saraf, CTS dapat mempengaruhi siapa
saja. Di Amerika Serikat 5% orang kaukasia meliki resiko tertinggi
terkena CTS disbandingkan dengan ras lain seperti di Afrika Selatan.
Wanita lebih rentan terkena CTS disbanding laki-laki dengan rasio 3:1
yang berkisar usia antara 45-60 tahun. Hanya 10% dari kasus CTS
yang dilaporkan terkena pada usia kurang dari 30 tahun. Dengan
bertambahnya usia maka merupakan faktor resiko. CTS ini juga umum

185
terjadi pada wanita hamil.

B. Hasil Anamnesis
Pasien wanita dengan usia 40 tahun mengeluh merasakan kesemutan
yang menjalar dari pergelangan tangan ke sepanjang lengannya sejak 3
bulan yang lalu. Pasien tersebut terbiasa mengetik depan computer
dengan waktu yang lama tiap harinya.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 12/80 mmHg
o Heart Rate : 73 kali/menit
o Rspiratory Rate : 14 kali/menit
- Inspeksi
o Tidak ada kolaps otot thenar yang terlihat
- Palpasi tonus : tonus thenar dan hypothenar muscles normal
- Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
o Aktif dan Pasif : Full ROM tanpa nyeri
o Tes isometric melawan tahanan : Bisa melawan tahanan
- Spesific test
o Phalen‘s test : positif
o Tinel‘s sign : positif
o Pressure test :
positif

o Tes motorik :
- MMT : 5 untuk semua otot wrist
dan hand
o Tes sensoris :
-Tes tajam tumpul : normal
-Arah gerak : normal
-Rasa gerak dan rasa posisi : normal

186
 Pemeriksaan Penunjang : -
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit menggenggam
- Sulit makan menggunakan sendok
- Body Structure &Function : - Kelemahan otot
- Hipotonus
- Penjepitan n. medianus
- Participation Restriction : - Mengganggu aktivitas dalam bekerja
- Diagnosis Fisioterapi : Belum bisa menggenggam benda dan
makan dengan menggunakan sendok akibat adanya kelemahan otot
dan penjepitan n.medianus sehingga mengganggu aktivitas dalam
bekerja.

-
D. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan : Mengembalikan aktivitas fungsional pasien
2) Prinsip Terapi : - Penguatan otot
- Melepaskan penjepitan pada n. medianus
3) Edukasi : Menyarankan agar mengistirahatkan tangan
4) Kriteria Rujukan: Dokter spesialis

E. Prognosis
Kebanyakan orang yang pulih dari gejala CTS mereka menjalankan
operasi untuk menemukan kerusakan saraf.CTS kronis jangka panjang
dapat mengakibatkan kerusakan saraf yang permanen.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed
 Prasarana : Ruangan Terapi

G. Referensi
Scott, Kevin R, Kothari, Milind J. (2009). ―Treatment of Carpal Tunnel
Syndrome” Ibrahim, I., Khan, W. S., Goddard, N., & Smitham, P. (2012).

187
Suppl 1: Carpal Tunnel Syndrome: A Review of the Recent Literature. The
open orthopaedics journal

188
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
STROKE HEMORAGIC HEMIPLEGI
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

7. Stroke Hemoragic Hemiplegi


 ICF : B7S7
 ICD-10 : 161.0

A. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Menurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis didefinisikan
sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan
tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih
dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan
otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematom
intraserebrum) atau kedalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak
(disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang
paling mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian kecil dari
stroke total: 10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk
perdarahan subaraknoid.
Hemplegi adalah tipe dari stroke yang mengenai salah satu bagian
sisi tubuh.

189
2) Epidemiologi
Pada tahun 2011 Stroke adalah penyebab kedua paling sering
kematian diseluruh dunia dengan angka kematian 6,2 juta dari 11%
jumlah total yang ada. Sekitar 17 juta orang yang mengalami stroke
tahun 2010 dan 33 juta orang sebelumnya pernah mengalami
stroke dan saat ini masih hidup. Antar tahun 1990 dan 2010, jumlah
kejadian stroke menurun sebesar 10% di negara maju sedangkan
meningkat 10% di Negara berkembang. Secara keseluruhan, 2/3
kasus stroke terjadi pada usia mulai gari 65 tahun.

B. Hasil Anamnesis
Seorang laki-laki, umur 65 tahun dengan kelemahan anggota gerak
kanan, dengan riwayat 4 jam sebelum masuk RS terjatuh di sawah dan
dalam keadaan tidak sadar. Setelah itu 3 jam kemudian sadarkan diri
mengalami muntah secara tiba- tiba dan mengalami kelemahan
anggota gerak kanan,bicara pelo dan mulut perot.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 165/90 mmHg
o Heart Rate : 64 kali/menit
o Rspiratory Rate : 20 kali/menit
- Koginitif
Komunikasi : Cukup baik
Atensi : Cukup baik
Motivasi : Kurang
Emosi : Kurang
Problem solving : Kurang
- Inspeksi
Postur dalam berbagai posisi

190
 Palpasi Edema (-) atrofi otot (-)
kelemahan pada sebelah kanan (hipertonus)
- Pemeriksaan Fungsi Gerak
o Aktif dan Pasif
o Tes Isometrik Melawan Tahanan
 Pemeriksaan Penunjang : CT-Scan
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit berjalan
- Sulit untuk berdiri
- Body Structure &Function : - Kelemahan pada anggota gerak sisi
kanan
- Hipertonus
- Kontraktur
- Participation Restriction : - Sulit bekerja
- Sulit berolahraga
Diagnosis Fisioterapi : Belum bisa melakukan berdiri dan berjalan
karena adanya peningkatan tonus otot pada anggota gerak sebelah sisi
kanan sehingga terjadi hipomobile yang akan mempengaruhi dalam bekerja
dan berolahraga.

D. Rencana Penatalaksanaan
 Tujuan : Mengembalikan aktivitas fungsional
 Prinsip Terapi : - Muscle release
- Penurunan tonus otot
 Edukasi : Mengajarkan cara ambulasi, rolling, transfer
 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf

E. Prognosis
Masalah emosional yang mengikuti stroke dapat disebabkan oleh
kerusakan langsung ke pusat emosi di otak dari kesulitan beradaptasi
dengan keterbatasan baru.Kesulitan emosional paska stroke seperti
kecemasan dalam serangan. Kesulitan lain mungkin termasuk penurunan

191
kemampuan untuk mengkomunikasikan emosi melalui ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan suara. Gangguan dalam menggenggam, hubungan
dengan orang lain dan kesejahteraan emosional dapat menyebabkan
konsekuensi sosial setelah stroke karena kurangnya kemampuan untuk
berkomunikasi.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed, Infrared, cone, hand ball
 Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet

G. Referensi
Feigin VL, Forouzanfar MH, et al (2014). "Global and regional burden of
stroke‖ Sotirios AT. (2000). Differential Diagnosis in Neurology and
Neurosurgery.New York Thieme Stuttgart.

192
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
VERTIGO
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

8. Vertigo
 ICF : B710
 ICD-10 : H81

A. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Menurut tailor (2011) Vertigo adalah salah satu bentuk sakit kepala di
mana penderita mengalami persepsi gerakan yang tidak semestinya
(biasanya gerakan berputar atau melayang) yang disebabkan oleh
gangguan pada sistem vestibular. Vertigo sering kali dengan gejala
mual dan muntah serta ketidakmampuan penderita menjaga
keseimbangan badan, yang menyebabkan penderita mengalami
kesulitan berdiri atau berjalan.
2) Epidemiologi
Prevalensi angka kejadian vertigo perifer di Amerika Serikat
adalah 64 dari
10.000 orang dengan kecenderungan terjadi pada wanita sebesar
64%. Vertigo diperkirakan sering terjadi pada usia rata-rata 51-57
tahun dan jarang terjadi pada usia dibawah 35 tahun tanpa riwayat
trauma kepala.
B. Hasil Anamnesis

193
Seorang wanita usia 53 tahun mengeluhkan sering pusing berputar hilang
timbul disertai dengan mual. Setelah 3 jam pasien kembali mengeluhkan
adanya pusing berputar, hingga tidak dapat berdiri, disertai mual dan
muntah sebanyak 1 kali. Pusing dirasakan bertambah ketika terjadi
perubahan posisi tubuh dan membaik jika memejamkan mata dan
berbaring.

B. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
a. Blood Preasue : 168/121 mmHg
b. Heart Rate : 92 kali/menit
c. Respiratory Rate : 20 kali/menit
- Inspeksi
Leher tampak simetris tidak ada kelenjar tiroid
- Pemeriksaan gerak: Romberg‘s test
 Pemeriksaan Penunjang : Rontgen
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit tidur
- Sulit berdiri
- Body Structure &Function : - telinga berdenging
- penyempitan diskus intervertebralis C3-
C4
- Participation Restriction : - Mengganggu aktivitas bekerja, beribadah
 Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan tidur, berdiri dan melakukan
aktivitas karena adanya penyempitan diskus intervertebralis C3-C4
sehingga mengganggu aktivitasnya dalam bekerja dan beribadah.

C. Rencana Penatalaksanaan
 Tujuan : Mengembalikan aktivitas sehari-hari
 Prinsip Terapi : Mengurangi pusing
 Edukasi : Memberikan saran agar istirahat dan meminum obat
 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis

194
D. Prognosis
Prognosis pasien dengan vertigo perifer sangat bervariasi tergantung dari
penyakit yang mendasari.Namun kemajuan bedah saraf memperbaiki
beberapa kondisi prognosis pasien dengan infark artei vertebral atau arteri
basilar. Prognosis pasien dengan pendarahan cerebellum secara spontan
akan lebih buruk.
E. Sarana dan Prasarana
1) Sarana : Bed
2) Prasarana : Ruangan Terapi

F. Referensi
Taylor, J. Goodkin, HP (2011). "Dizziness and vertigo
in the adolescent". Otolaryngologic Clinics of North
America

195
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
THORACIC OUTLET SYNDROME
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

9. Thoracic Outlet Syndrome


 ICF : B729
 ICD-10 : G54.0

A. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Thoracic outlet syndrome merupakan suatu kondisi dimana terjadinya
kompresi pada struktur neurovascular berupa pleksus brakhialis,
pembuluh darah arteri serta vena subklavia di daerah apertura superior
thoraks.Kelainan ini dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan
sensasi seperti tertusuk-tusuk jarum pada bahu dan lengan.
2) Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insiden TOS mencapai 3-80 kasus per 1000 orang,
dimana kasus ini 3 kali lebih banyak pada wanita daripada pria. Kondisi
ini banyak dijumpai pada pasien-pasien usia 20-55 tahun. Sebagian
besar atlit yang selalu menggunakan aktivitas overhead sering terkena
kondisi ini dengan gejala-gejala neurologis. Menurut Magnusson et al,
ada 31 % pasien yang mengalami injury pada MVA (motor vehicle
accident) dapat terjadi TOS, sedangkan 40 % pasien yang mengalami
whiplash injury akan berkembang TOS post-traumatik.

196
B. Hasil Anamnesis
Seorang ibu rumah tangga 32 tahun yang mempunyai tubuh cukup besar
(over weight). Oleh dokter dinyatakan menderita TOS (Thoracic Outlet
Syndrome). Lengan kanan sering merasa kesemutan ,leher susah
menoleh dan kaku saat ditekuk ke samping kanan. Hal ini sudah
dirasakan sudah 2 bulan yang lalu.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 120/80
o Heart Rate : 21 kali/menit
o Respiratory Rate : 80 kali/menit
- Inspeksi
o Kepala cenderung lateral fleksi ke arah kanan.
- Palpasi
o Nyeri tekan pada bahu sebelah kanan
o Adanya spasme daerah leher
- Tes sensorik
o Pareshtesi pada bahu menjalar sampai lengan bawah sebelah kanan

 Pemeriksaan Penunjang : MRI


 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit meraih benda
- Sulit makan
- Body Structure &Function : - Spasme
- Nyeri pada bahu kanan
- Penurunan kekuatan otot
- Participation Restriction : - Mengganggu aktivitas bekerja

D. Diagnosis Fisioterapi : Belum bisa meraih benda karena


adanya spasme otot dan nyeri pada bahu kanan serta penurunan
kekuatan otot sehingga mengganggu aktivitasnya dalam bekerja.

197
E. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan : Mengambalikan aktivitas fungsional
2) Prinsip Terapi : - Peningkatan kekuatan otot
-Mengurangi spasme
-Mengurangi nyeri
3) Edukasi : Mengajarkan stretching dan active resisted.
4) Kriteria Rujukan : Dokter spesialis

F. Prognosis
Tidak diketahui mortalitas berhubungan langsung dengan TOS, mobilitas
sering berkaitan dengan turunnya fungsi dari ekstremitas atas, hilangnya
pekerjaan dan pencaharian, khususnya ketika kerja menyangkut aktifitas di
atas kepala. True neurogenic TOS menyebabkan defisit
neurologi.Bergantung dari jumlahinjuri saraf, biasanya terdapat kelemahan
dari tangan dan defisit sensorik di daerah distribusi lower trunk.Komplikasi
sering pada pleksus brakhialis telah banyak dilaporkan terjadi pada terapi
operatif TOS. Neurologic TOS secara umum lebih progresif tetapi dapat
membaik secara spontan, sedangkan pada arterial atau venous TOS
biasanya membaik dengan terapi yang adekuat

G. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed, oil
 Prasarana : Ruangan Terapi

H. Referensi
Moore, Wesley S. (2012). Vascular and Endovascular Surgery: A
Comprehensive Review (8 ed.). Elsevier Health Sciences.

198
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
EPILEPSI
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

10. Epilepsi
 ICF : S750
 ICD-10 : G41.0

A. Masalah Kesehatan
i. Definisi
Epilepsi adalah sekelompokgangguan neurologis jangka panjang
yang cirinya ditandai dengan serangan-serangan epileptik. Serangan
epileptik ini memiliki priode bermacam-macam mulai dari serangan
singkat dan hampir tak terdeteksi hingga guncangan kuat untuk
periode yang lama.Dalam epilepsi, serangan cenderung berulang,
dan tidak ada penyebab yang mendasari secara langsung.Sementara
serangan yang disebabkan oleh penyebab khusus tidak dianggap
mewakili epilepsi.
ii. Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu gangguan saraf serius yang paling
umum terjadi yang mempengaruhi sekitar 65 juta orang di seluruh
dunia.Ia mempengaruhi 1% penduduk pada usia 20 tahun dan 3%
penduduk pada usia 75 tahun.Ia lebih jamak terjadi pada laki-laki
daripada perempuan, tetapi secara menyeluruh selisihnya cukup
kecil. Sebagian besar penderita (80%) tinggal di dunia

199
berkembang.
Angka penderita epilepsi aktif saat ini berkisar pada 5–10 per 1.000;
epilepsi aktif diartikan sebagai penderita epilepsi yang pernah
mengalami kejang paling tidak satu kali dalam lima tahun terakhir.
Epilepsi berawal setiap tahun dalam 40–70 per 100.000 di negara
maju dan 80–140 per 100.000 di negara berkembang. Kemiskinan
merupakan sebuah risiko dan mencakup baik bertempat asal dari
sebuah negara yang miskin maupun berstatus sebagai orang miskin
relatif terhadap orang lain di dalam negara yang sama. Di negara
maju, epilepsi paling umum bermula pada orang muda atau orang
lansia.Di negara berkembang, awal epilepsi lebih umum terjadi pada
anak-anak yang berusia lebih tua dan pada orang dewasa muda
karena lebih tingginya angka trauma dan penyakit menular.Di negara
maju, jumlah kasus per tahun telah mengalami penurunan pada
anak-anak dan peningkatan pada orang lansia antara tahun
1970-an dan 2003. Hal ini sebagian disumbang oleh kesintasan
pasca-stroke yang lebih baik pada orang lansia.

B. Hasil Anamnesis
Pasien wanita dengan usia 21 tahun, sejak 1 bulan ini sering kejang, kejang
kadang dimulai dari kedua tangan kemudian menjalar ke seluruh tubuh, pada
saat kejang kesadaran menurun, kurang lebih 1 tahun yang lalu pernah
kejang seperti sekarang hanya tidak begitu sering, bahkan pernah jatuh dari
tempat tidur saat kejang.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Koginitif
Komunikasi : Cukup baik
Atensi : Cukup baik
Motivasi : Cukup baik
Emosi : Kurang

200
Problem solving : Kurang
- Inspeksi
Tidak ada kelainan
 Pemeriksaan Penunjang : MRI
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit memasak
- Sulit mengemudi
- Sulit berpergian dengan transportasi
udara dan laut
- Body Structure &Function : - Kesadaran menurun
- Spastik
- Tremor
- Participation Restriction : - Sulit berolahraga
- Sulit berekreasi
Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan dalam mengemudi dan
berpergian dengan transportasi udara dan laut karena adanya kejang serta
kesadaran menurun sehingga kesulitan untuk beerolahraga dan
berekreasi.

D. Rencana Penatalaksanaan
 Tujuan : Mengembalikan aktivitas fungsional
 Prinsip Terapi : - Menurunkan spasme
- Penurunan tonus otot
 Edukasi : Menghindari hal hal yang menyebabkan kejang
 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf

E. Prognosis
Epilepsi tidak dapat disembuhkan, tetapi pengobatan semata bisa secara
efektif mengendalikan kejang pada sekitar 70% kasus.Pada penderita kejang
umum lebih dari 80% bisa dikendalikan secara baik dengan pengobatan,
tetapi pada penderita kejang fokal persentase tersebut hanya mencapai

201
50%.Salah satu prediktor hasil jangka panjang ialah jumlah kejang yang
terjadi dalam enam bulan pertama.Faktor lain yang meningkatkan risiko hasil
yang buruk ialah: respons yang rendah terhadap penanganan awal, kejang
umum, riwayat epilepsi dalam keluarga, masalah psikiatrik, dan gelombang-
gelombang pada EEG yang mewakili aktivitas epileptiformik umum.Di dunia
berkembang, penderita tidak ditangani atau mendapatkan penanganan yang
kurang sesuai.Di Afrika, 90% tidak mendapat penanganan.Hal ini sebagian
dikarenakan pengobatan yang sesuai tidak tersedia atau berbiaya terlalu
tinggi.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed,
 Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet

G. Referensi
Bergey, GK (2013). "Neurostimulation in the treatment of
epilepsy.".Experimental neurology
Fisher R, van Emde Boas W I et al (2005)."Epileptic seizures and
epilepsy: definitions proposed by the International League Against
Epilepsy (ILAE) and the International Bureau for Epilepsy‖

202
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
DISTONIA
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

11. Distonia
 ICF : B4S4
 ICD-10 : G24.9

A. Masalah Kesehatan
i. Definisi
Distonia adalah sindroma neurologis yang ditandai dengan gerakan
involunter, terus-menerus,dengan pola tertentu akibat dari kontraksi
otot antagonis yang berulang-ulang sehinggamenyebabkan gerakan /
posisi tubuh yang abnormal.
KLASIFIKASI
- FOKAL :Blepharospasme, Distonia Oromandibular,
Distonia Spasmodik, Distoniaservikal, Writer's Cramp.
- SEGMENTAL : Axial ( leher, tubuh ), satu lengan dan satu
bahu, dua bahu, brachial dancrural.
- MULTIFOKAL : dua atau lebih dua bagian tubuh yang berbeda.
- GENERAL : Kombinasi crural distonia dan segmen yang lain
- HEMIDISTONIA : lengan dan tungkai sesisi.
ii. Epidemiologi
Prevalensi dystonia total yaitu 127-329 per 1 juta orang.Dystonia fokal
61-300 per 1 juta orang. Studi Rochester, dystonia umum yaitu 3,4 per

203
100.000 penduduk sedangkan dystonia fokal 29,5 per 100.000
peduduk.Studi di Jepang umumnya 6,2 per 100.000 penduduk.

B. Hasil Anamnesis
Pasien laki-laki usia 21 tahun mengeluh kaki dan tangan bergetar sejak 2
minggu yang lalu. 4 tahun lalu tidak bisa berdiri dikarenakan pasien jatuh
ketika bermain tali dan tertimpa temannya.Saat itu pasien demam panas.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


i. Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 120/80
o Heart Rate : 80 kali/menit
o Respiratory Rate : 18 kali/menit

- Koginitif
Komunikasi : Cukup baik
Atensi : Cukup baik
Motivasi : Cukup baik
Emosi : Kurang
Problem solving : Kurang
- Inspeksi
Tangan dan kakinya gemetar
 Pemeriksaan Penunjang : -
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit berdiri
- Sulit berjalan
- Body Structure &Function : - Spasme
- Adanya gerakan involuntary
- Tremor
- Participation Restriction : - Sulit beribadah
- Sulit berekreasi

204
Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan dalam berdiri dan
berjalan dikarenakan adanya spasme dan tremor serta gerakan
involuntary sehingga mempengaruhi aktivitas beribadah dan
berekreasi.

D. Rencana Penatalaksanaan
i. Tujuan : Mengembalikan aktivitas fungsional
ii. Prinsip Terapi : - Menurunkan spasme
- Menghilangkan tremor
iii. Edukasi : Menghindari hal hal yang menyebabkan kejang
iv. Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf

E. Prognosis
20 % remisi spontan, eksaserbasi terjadi beberapa bulan kemudian.Sebagian
besar mengalami distonia sepanjang hidup dan sebagian menjadi distonia
generalista.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed,
 Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet

G. Referensi
Balint, B; Bhatia, K. P. (2014). "Dystonia: An update on
phenomenology, classification, pathogenesis and treatment".
Current Opinion in Neurology Charlesworth, Gavin, et al. (2012).
"Mutations in ANO3 Cause Dominant Craniocervical Dystonia: Ion
Channel Implicated in Pathogenesis"

205
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
NEUROPATI
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

12. Neuropati
 ICF : B7S7
 ICD-10 : G90.0

A. Masalah Kesehatan
i. Definisi
Menurut Syahrir (2006)proses patologi yang mengenai susunan saraf
perifer, berupa proses demielinisasi atau degenerasi aksonal atau
kedua-duanya. Sususan saraf perifer mencakup saraf otak, saraf
spinal dengan akar saraf serta cabang- cabangnya, saraf tepi dan
bagian-bagian tepi dari susunan saraf otonom.
ii. Epidemiologi
Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40%
pasien dewasa dengan diabetes tipe 2 mempunyai suatu distal
peripheral neuropathy (DPN). DPN telah dihubungkan dengan berbgai
faktor resiko mencakup derajat tingkat hiperglikemi, indeks lipid dan
tekanan darah, lama dan beratnya menderita diabetes. Angka durasi
diabetes juga akan meningkat sesuai umur dan durasi diabetes. Studi
epidemiologik menunjukkan bahwa dengan tidak terkontrolnya kadar
gula maka akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya
neuropati, seperti halnya borok kaki dan amputasi. Suatu kenaikan

206
kadar HbA1c 2% mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6
kali lipat dalam waktu 4 tahun. (Sjahrir, 2006)

B. Hasil Anamnesis
Pasien mengatakan kebas-kebas di tangan dan kaki dialami sejak 1 bulan
ini, munculsecara perlahan-lahan.Kadar gula pasien pernah mencapai 600
mg/dL.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
a. Blood Preasue : Normal
b. Heart Rate : Normal
c. Respiratory Rate : Normal
- Inspeksi
o Tampak kelemahan otot

- Palpasi
o Nyeri tekan
 Pemeriksaan Penunjang : CT-Scan
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit makan
- Sulit menggengam benda
- Body Structure &Function : - Parasthesia
- Nyeri
- Kelemahan otot
- Participation Restriction : - Mengganggu aktivitas bekerja
- Diagnosis Fisioterapi : Sulit makan dan menggenggam benda
karena adanya parasthesia dan nyeri sehingga mengganggu aktivitas
bekerja

D. Rencana Penatalaksanaan

207
 Tujuan : Memperbaiki aktivitas fungsional
 Prinsip Terapi : - Penguatan otot
- Mengurangi parasthesia
- Mengurangi nyeri
 Edukasi :-
 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis
E. Prognosis
Neuropati bisa menonaktifkan pasien dan menyakitkan.Jika penyebab disfungsi saraf
dapat ditemukan dan berhasil diobati, pemulihan penuh adalah mungkin dan
bahkanmungkin dalam kebanyakan kasus.Darjat kecacatan bervariasi dari hilangnya
sebagian atau lengkap dari gerakan atau sensasi.Nyeri saraf mungkintidak nyaman
dan dapat berlangsunguntukwaktu yang lama.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed, TENS
 Prasarana : Ruangan Terapi

G. Referensi
Cioroiu, Comana M.; Brannagan, Thomas H. (2014). "Peripheral Neuropathy"
Pieber K, Herceg M, Paternostro-Sluga T (April 2010). "Electrotherapy for the
treatment of painful diabetic peripheral neuropathy: a review". J Rehabil Med.

208
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
MIELOPATI
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

13. Mielopati
 ICF : b6s6
 ICD-10 : G59.9

A. Masalah Kesehatan
i. Definisi
Mielopati merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur dari
medulla spinalis oleh adanya lesi komplit atauinkomplit.
Mielopati mengacu pada defisit neurologis yang berhubungan dengan
kerusakan pada sumsum tulang belakang.mielopati dapat terjadi
sebagai akibat dari proses ekstradural, intradural, atau intramedulla.
Secara umum, mielopati secara klinis dibagi menjadi beberapa kategori
berdasarkan ada tidaknya trauma yang signifikan, dan ada atau tidak
adanya rasa sakit. (Lyn Weiss, Adam C. Isaacson, 2010)
TingkatanMieopati:
Grade0 : melibatkan akar syaraf tidak disertai penyakit pada medulla
spinal Grade1 : Gejala penyakit pada medulla spinalis tetapi tidak
sulit berjalan Grade2 : Kesulitan berjalan ringan tetapi tidak
menghambat aktivitas sehari-hari Grade3 : Perlu bantuan dalam
berjalan
Grade4 : kemampuan berjalan dengan

209
alat bantu Grade5 : Hanya di kursi roda
atau berbaring
ii. Epidemiologi

B. Hasil Anamnesis
Wanita dengan usia 55 tahun dengan keluhan mengeluhkan lemah pada
kedua lengan dantungkai yang makin lama makin bertambah berat secara
bersamaan. Pasien tidak bisa menggerakkan lengan dan tungkai sama sekali.
Kelemahan disertai nyeri pada leher disekitar tulang belakang, tidak menjalar,
sepertiberdenyut, tidak hilang dengan istirahat.Leher terasa sangat sakit, pasien
tidak bisa menoleh maupunmenekukleher.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 120/80 mmHg
o Heart Rate : 88 kali/menit
o Respiratory Rate : 20 kali/menit
- Inspeksi
Bentuk dada simetris kiri dan kanan
- Palpasi
o Nyeri tekan pada bagian belakang telinga
o Suhu normal
- Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
o Aktif dan Pasif : adanya kelemahan
o Tes isometric melawan tahanan : adanya kelemahan
 Pemeriksaan Penunjang : MRI
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit berdiri
- Sulit berjalan
- Sulit memasak
- Sulit menyapu
- Body Structure &Function : - Atrofi

210
- Hipotonus
- Kelemahan anggota gerak
- Kontraktur sendi
- Participation Restriction : - Mengganggu aktivitas bekerja dan
berekreasi
- Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan berdiri, berjalan, memasak
karena adanya atrofi dan hipotonus sehingga mengganggu
aktivitasnya dalam bekerja dan berekreasi.
D. Rencana Penatalaksanaan
i. Tujuan : Memperbaiki aktivitas fungsional
ii. Prinsip Terapi : - Meningkatkan tonus otot
- Mencegah kontraktur
iii. Edukasi : - Istirahat cukup
- Melakukan mobilisasi secara bertahap
iv. Kriteria Rujukan : Dokter spesialis

E. Prognosis
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukan bahwa rata-rata
harapan hidup pasien cidera medulla spinalis lebih rendah disbanding
populasi normal.Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas
neurologi yaitu pneumonia, emboli paru dan gagal ginjal.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed
 Prasarana : Ruangan Terapi

G. Referensi
Weiss, Lyn. Dkk (2010) Oxford American Handbook of Physical Medicine and
Rehabilitation.Worldwide Best-seller.

211
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
MULTIPLE SCLEROSIS
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

14. Multiple Sclerosis


 ICF : B410
 ICD-10 : G35.0

A. Masalah Kesehatan
i. Definisi
Multiple Sclerosis merupakan suatu kelainan peradangan yang
terjadi pada otak dan sumsum tulang belakang yang disebabkan
oleh banyak faktor, terutama focal lymphocytic infiltration (sel T
secara terus-menerus bermigrasi menuju lokasi dan melakukan
penyerangan seperti yang layak terjadi pada setiap infeksi) dan
berakibat pada kerusakan mielin dan akson.
Multiple sclerosis (MS) atau bisa juga disebut Diseminata
encephalomyelitis adalah penyakit kronis pada sistem saraf
pusat.Biasanya timbul dengan episodik neurologis defisit, yang, di
dalam perjalanan penyakit selanjutnya, pasien cenderung untuk tidak
sembuh sepenuhnya, dan meninggalkan sisa defisit neurologis yang
semakin parah dan dapat menyebabkan cacat semakin parah.
ii. Epidemiologi
Di Eropa utara, Amerika Utara, dan Australasia, sekitar satu dari 1000
warga negara menderita sklerosis ganda, sementara di jazirah Arab,
Asia, dan Amerika Selatan, persentasenya jauh lebih rendah. Di Afrika

212
sub-Sahara, multiple sclerosis sangat jarang.Dengan beberapa
pengecualian, ada gradasi utara-selatan di belahan bumi utara dan
gradasi selatan-utara di belahan bumi selatan, dengan multiple sclerosis
lebih jarang di sekitar khatulistiwa.Insiden multiple sclerosis di daerah
beriklim sedang adalah empat sampai enam kasus baru per 100 000
orang per tahun dan prevalensi lebih besar dari 100 per 100
000.Multiple sclerosis sangat umum ditemukan di daerah Eropa Utara,
Swiss, Rusia, utara Amerika Serikat, Kanada bagian selatan, Selandia
Baru, dan barat daya Australia. Umur dan gender juga sering kali
menjadi faktor resiko dari penyakit ini. Pada wanita terkena sekitar
empat kali lebih sering dari pria.Serangan awal biasanya terjadi dalam
dekade kedua atau ketiga, jarang pada anak atau orang dewasa yang
lebih tua.

B. Hasil Anamnesis
Wanita dengan usia 35 tahun mengeluh kesemutan dan merasakan baal,
penglihatan kabur, merasa lelah dan berat pada satu tungkai dan pada waktu
berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju dan pengontrolan
kurang sekali.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
Didapatkan pasien mengalami batuk dan peningkatan produksi
sputum serta sesak napas.
- Palpasi
Didapatkan taktil fremitus seimbang pada kanan dan kiri
- Perkusi
Didapatkan adanya suara resonan pada seluruh lapang paru
- Auskultrasi
Didapatkan bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan

213
batuk yang menurun.
 Pemeriksaan Penunjang : MRI
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit berjalan
- Sulit mengontrol gerakan
- Body Structure &Function : - spastik
- Kelemahan anggota gerak
- Tremor
- Gangguan mobilisasi
- Participation Restriction : - Mengganggu aktivitas bekerja
- Diagnosis Fisioterapi : Sulit berjalan dan mengontrol gerakan
karena adanya spastik dan kelemahan anggota gerak sehingga
mengganggu aktivitas bekerja

D. Rencana Penatalaksanaan
i. Tujuan : Memperbaiki aktivitas fungsional
ii. Prinsip Terapi : - Perbaikan fungsi koognitif
1. Peningkatan anggota gerak
iii. Edukasi :-
iv. Kriteria Rujukan : Dokter spesialis

E. Prognosis
Rata-rata umur panjang dalam populasi dengan multiple sclerosis sangat sulit
untuk memperkirakan karena itu bervariasi banyak dari pasien ke
pasien.Rata-rata lamanya 25-35 setelah diagnosis multiple
sclerosis.Beberapa penyebab paling umum kematian pada pasien multiple
sclerosis adalah komplikasi sekunder yang dihasilkan dari imobilisasi, infeksi
saluran kemih kronis, menelan dan bernafas.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed,
 Prasarana : Ruangan Terapi

214
G. Referensi
Link H, Huang YM (2006). "Oligoclonal bands in multiple sclerosis
cerebrospinal fluid: an update on methodology and clinical usefulness". J.
Neuroimmunol.

215
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
ENSEFALITIS VIRAL
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

15. Ensefalitis Viral


 ICF : B415
 ICD-10 : G 05

A. Masalah Kesehatan
i. Definisi
Ensefalitis Viral merupakan Suatu penyakit demam akut dengan
kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat yang menimbulkan
kejang, kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis fokal.
ii. Epidemiologi
Insiden ensefalitis pada anak-anak 0,5 : 100.00,
berdasarkanpenelitian Kelly TA dkk diperoleh insiden ensefalitis lebih
sering terjadi padaanak laki-laki usia <4 tahun dengan presentase
kejadian 62,5 %. Sesuai pada kasus ini telah dilaporkan anak laki-
laki usia 11 bulan. Berdasarkan JournalNeurosurgery Psychiatry
dan Pedoman Pelayanan medis IDAI, manifestasi klinisyang
menyertai ensefalitis adalah, demam tinggi, sakit kepala, depresi
statusmental, tanda neurologis pada wajah, dengan tipe kejang
umum atau fokal,penurunan kesadaran dan sering disertai leukositosis
pada pemeriksaan darah.
Di indonesia Japanese B encephalitis telah banyak dilaporkan, baik
secara klinis, serologis,maupun isolasi virus. Gejala ensefalitis tidak

216
dipengaruhi oleh jenis kuman penyebab, karenasemua manifestasi
penyakit yang ditimbulkan oleh berbagai kuman adalah sama.
Hanyadapat dibedakan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan
penunjang yang dilakukan.

B. Hasil Anamnesis
Seorang anak dengan usia 11 bulan mengalami kejang dan demam.
Sebelumnya ketika umur 7 bulan pernah mengalami demam tinggi dan
kejang 2 kali dalam 24 jam, kejang hanya pada tangan dan kaki kiri.Anak
juga mengalami penurunan kesadaran.Beberapa hari sebelum kejang,
anak mengalami batuk dan pilek.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Heart Rate : 120 kali/menit
o Respiratory Rate : 46 kali/menit
o Suhu : 37,5ºC
- Koginitif
Komunikasi : Cukup baik
Atensi : Cukup baik
Motivasi : Cukup baik
Emosi : Cukup
baik Problem solving : Kurang
 Pemeriksaan Penunjang : -
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit makan

- Body Structure &Function : - epilepsi


- Demam
- Participation Restriction : - Sulit bermain
 Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan dalam makan karena adanya
epilepsy dan demam sehingga mengganggu aktivitasnya dalam bermain.

217
D. Rencana Penatalaksanaan
i. Tujuan : Mengembalikan keceriannya
ii. Prinsip Terapi : - Mencegah kejang
1. Mencegah demam tinggi
iii. Edukasi : Menghindari hal hal yang menyebabkan kejang
iv. Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf

E. Prognosis
Mortalitas pada ensefalitis viral non herpes bervariasi dari sangat rendah
(misalnya ensefalitis EBV) sampai sangat tinggi (misalnya ensefalitis Eastern
equine). Ensefalitis rabis juga berakibat fatal. Mortalitas pada HSE yang tidak
diterapi berkisar 70% dan kurang dari 3% yang dapat kembali normal.Pada
analisis retrospektif pasien dengan HSE, hanya 16% pasien yang tidak
diterapi dapat bertahan hidup.Diagnosis

dini dengan acuclovir menurunkan mortalitas hingga 20 – 30%. Pada pasien


yang mendapat terapi acyclovir dalam penelitian NINAID-CASG, 26 dari 32
(81%) pasien dapat bertahan hidup dan disabilitas neurologi yang serius
melibatkan hampir separuh pasien yang bertahan. Pasien tua dengan tingkat
kesadaran yang rendah (GCS 6 atau kurang) memiliki prognosis yang paling
buruk. Pasien muda (usia 30 atau kurang) dengan fungsi neurologis yang
baik pada permulaan terapi acyclovir memiliki prognosis yang baik (hampir
100% bertahan hidup dan lebih dari 60% memiliki sedikit atau tanpa gejala
sisa). Hiperperfusi unilateral persisten pada SPECT juga memiliki prognosis
yang jelek.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed, Nebulizer
 Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet

G. Referensi
Pudjiaji AH, Hegar Badriul, Handryastuti S, dkk. Ensefalitis

218
dalam:Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta. Badan Penerbit
IDAI.2010. 67-69

219
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
TETANUS
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

16. Tetanus
 ICF : B420
 ICD-10 : A 35

A. Masalah Kesehatan
i. Definisi
Tetanus merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin,
yaitu sejenis neurotoksinyang diproduksi oleh Clostridium tetani
yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot
menjadi kaku (rigid).Penyakit sistem saraf yang berlangsungannya
akut dengan karakteristik spasme tonik persisten dan eksaserbasi
singkat.Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik
dan hiper refleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot
umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal,
kejang, dan paralisis pernapasan.
 Epidemiologi
Pada tahun 2007.Filipina dan Indonesia mencatatkan jumlah kasus
tetanus neonatorum tertinggi di antara 8 negara ASEAN dengan kasus
terjadi di Indonesia dan 121 kasus terjadi di Filipina.Jika dibandingkan
dengan jumlah penduduk, angka tertinggi kasus tetanus neonatorum
terjadi di Kamboja.Indonesia menduduki urutan ke-5 sebanyak 175
kasus dengan angka kematian.

217
B. Hasil Anamnesis
Seorang laki-laki dengan usia17 tahun pasien mengeluh susah
membuka mulut,klien mengeluh mual dan badannya terasa lemas.
Keluarga pasien mengatakan dua hari sebelum masuk rumah sakit klien
jatuh dari sepedamotor dan menabrak gerobak bakso kemudian pasien
terluka di daerah dagukarena besi gerobak bakso dan luka bercampur
dengan pasir tanah. Keluarga pasien mengatakan satu hari sebelum
masuk rumah sakit klien susah membuka mulut, kaku, nyeri leher dan
punggung.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


i. Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 110/70 mmHg
o Heart Rate : 72 kali/menit
o Respiratory Rate : 24 kali/menit
 Pemeriksaan sistem pencernaan
Terdapat reflek menelan dan mengunyah walau tidak optimal karena
kekakuanotot, tidak ada pembesaran tonsil, warna kulit pada abdomen
rata, bentukabdomen datar dan teraba lembut, tidak terdapat distensi
abdomen, terdapat mual dan bising usus 6 x/menit terpasang selang NGT.
 Pemeriksaan Penunjang : EKG
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit menelan

- Body Structure &Function : - Hipotonus


- Spasme otot
- Nyeri
- Kejang
- Participation Restriction :
 Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan dalam makan karena adanya
epilepsy dan demam sehingga mengganggu aktivitasnya dalam bermain.

218
D. Rencana Penatalaksanaan
 Tujuan : Mengembalikan aktivitasnya
 Prinsip Terapi : - Mencegah kejang
- Mencegah demam tinggi
 Edukasi : Menghindari hal hal yang menyebabkan kejang
 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf

E. Prognosis
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%.Kematian biasanya terjadi
pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik.Jika
gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda maka
prognosisnya akan menjadi buruk.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed, Nebulizer
 Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet

G. Referensi
Atkinson, William (2012). Tetanus Epidemiology and Prevention of
Vaccine- Preventable Diseases.Public Health Foundation.
Ajayi, E, Obimakinde, O. (2011). "Cephalic tetanus following tooth
extraction in a Nigerian woman". J Neurosci Rural Pract

219
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
DUCHENE MUSCULAR DYSTROPHY
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

17. Duchene Muscular Dystrophy


 ICF : B429
 ICD-10 : G71.0

A. Masalah Kesehatan
i. Definisi
distrofi otot yang menjangkiti satu dari 3.600 anak laki-laki dan dapat
menyebabkan degenerasi otot dan kematian. Penyakit ini disebabkan
oleh mutasi gen distrofin, gen terbesar di kromosom X manusia
yang menyandi protein distrofin, yaitu komponen struktural dalam
jaringan otot yang penting dalam membuat stabil kompleks distroglikan
membran sel. Walaupun laki-laki dan perempuan sama-sama dapat
mengalami mutasi ini, tanda-tanda penyakit ini tidak muncul pada
perempuan.Gejala penyakit ini biasanya muncul pada anak laki-laki
sebelum umur enam tahun.Walaupun gejala baru muncul setelah masa
bayi, pengujian laboratorium dapat menemukan keberadaan mutasi ini
saat lahir. Pelemahan otot proksimal yang progresif pada kaki dan
panggul (yang disebabkan oleh hilangnya massa otot) biasanya
muncul terlebih dahulu. Kemudian pelemahan ini menyebar ke lengan,
leher, dan anggota tubuh lain. Gejala-gejala awal meliputi
pseudohipertrofi (pembesaran otot betis dan deltoideus), daya
tahan yang rendah, dan kesulitan berdiri atau memanjat anak

220
tangga.Sementara itu, jaringan otot dibuang dan akhirnya
digantikan oleh lemak dan jaringan fibrotik (fibrosis). Pada umur
sepuluh tahun, penderita mungkin membutuhkan alat bantu berjalan,
namun sebagian besar penderita membutuhkan kursi roda pada usia
dua belas tahun. Gejala-gejala akhir meliputi perkembangan tulang
yang abnormal yang dapat menyebabkan kelainan bentuk
tulang.Akibat memburuknya keadaan otot, pasien akhirnya tidak dapat
bergerak dan bahkan lumpuh.Rata-rata harapan hidup penderita
distrofi otot Duchenne adalah 25 tahun.
ii. Epidemiologi
Pada tahun 2007.Filipina dan Indonesia mencatatkan jumlah kasus
tetanus neonatorum tertinggi di antara 8 negara ASEAN dengan kasus
terjadi di Indonesia dan 121 kasus terjadi di Filipina.Jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk,

angka tertinggi kasus tetanus neonatorum terjadi di


Kamboja.Indonesia menduduki urutan ke-5 sebanyak 175 kasus
dengan angka kematian.

B. Hasil Anamnesis
Anak usia 2-4 tahun, kelemahan otot leher menetap sampai periode infancy,
perkembangan motor yang lambat, sukar menaiki tangga atau bangun dari
lantai, perkembangan yang lambat dan gangguan kognitif.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


i. Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
2. Blood Preasue : 110/70 mmHg
a. Heart Rate : 72 kali/menit
b. Respiratory Rate : 24 kali/menit
ii. Pemeriksaan Penunjang :
iii. Penegakan Diagnosis
1. Activity Limitation : - Sulit duduk lama
- Sulit berdiri

221
2. Body Structure &Function : - Atrofi otot
- Lordosis punggung
- Kelemahan otot
- Kontraktur
3. Participation Restriction : Kesulitan bekerja
iv. Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan dalam duduk lama dan berdiri
karena adanya atrofi otot, kelemahan otott dan kontraktur sehingga
mengganggu bekerja

D. Rencana Penatalaksanaan
i. Tujuan : Mengembalikan aktivitas fungsionalnya
ii. Prinsip Terapi : - Mencegah kontraktur
1. Mengurangi atrofi otot
2. Meningkatkan kekuatan otot
iii. Edukasi :
iv. Kriteria Rujukan: Dokter spesialis saraf

E. Prognosis
Distrofi otot Duchenne adalah penyakit progresif langka yang akhirnya
mempengaruh i semua otot sukarela dan melibatkan hati dan otot
pernapasan dalam tahap selanjutny
a. Pada 2013, harapan hidup diperkirakan sekitar 25,tapi ini bervariasi dari
satu pasien ke pasien. Kemajuan terbaru dalam pengobatan
memperluaskehidupan mereka yang menderita. Muscular Dystrophy
kampanye, yang adalah amal UK terkemuka berfokus pada semua penyakit
otot, menyatakan bahwa "dengan standar tinggi perawatan medi s anak muda
Duchenne muscular dystrophy sering hidup baik ke dalam 30 tahun

F. Sarana dan Prasarana


i. Sarana : Bed,
ii. Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet

G. Referensi

222
Wilton SD, Fall AM, Harding PL, McClorey G, Coleman C, Fletcher S (2007).
"Antisense oligonucleotide-induced exon skipping across the human
dystrophin gene transcript".

223
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
SINUS TROMBOFLEBITIS
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

18. Sinus Tromboflebitis


 ICF : S410
 ICD-10 : G71.0

A. Masalah Kesehatan
i. Definisi
Sinus Tromboflebitis adalah infeksi sinus venosus intrakranial yang
disebabkan berbagai bakteria. Biasanya
berasal dari penjalaran infeksi sekitar wajah atas (furunkel) dan kepala
(luka, mastoiditis dll).Gejala tergantung sinus venosus mana yang
terkena.Pada trombosis sinus cavernosus, bisadidapat oftalmoplegi
dan khemosis.Pada sinus sagitalis trombosis bisa didapat paraplegi.
ii. Epidemiologi
Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak
ada batasan yang jelas mengenai sinusitis.Dewasa lebih sering
terserang sinusitis dibandingkan anak.Hal ini karena sering terjadinya
infeksi saluran napas atas pada dewasa yang berhubungan dengan
terjadinya sinusitis.Wald Di Amerika menjumpai insiden pada orang
dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari
infeksi gigi.Ramalinggam di Madras, India mendapatkan bahwa
sinusitis maksila tipe dentogen sebanyak 10% kasus yang disebabkan
oleh abses gigi dan abses apikal.Menurut Becker et al dari Bonn,

224
Jerman menyatakan 10% infeksi pada sinus maksila disebabkan oleh
penyakit pada akar gigi.Granuloma dental, khususnya pada premolar
kedua dan molar pertama sebagai penyebab sinusitis maksila
dentogen.Hilger dari Minnesota, Amerika Serikat menyatakan terdapat
10% kasus sinusitis maksila yang terjadi setelah gangguan pada
gigi.Departemen THT-KL/RSUP Haji Adam Malik sebesar 13.67% dan
yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal (71.43%).

B. Hasil Anamnesis
Pasien wanita dengan usia 35 tahun dengan keluhan nyeri pada wajah
terutama pada kedua tulang pipi sejak 3 hari yang lalu.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
- Blood Preasue : 110/70 mmHg
o Heart Rate : 80 kali/menit
o Respiratory Rate : 20 kali/menit
- Inspeksi : adanya sputum
- Palpasi : adanya nyeri tekan kedua pipi
 Pemeriksaan Penunjang : Gambaran infeksi umum dan leukositosis
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit tidur
- Body Structure &Function : - adanya lendir
- Participation Restriction : Kesulitan bekerja
 Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan tidur karena adanya lendir
sehingga mempengaruhi aktivitas bekerja.

D. Rencana Penatalaksanaan
 Tujuan : Mengembalikan pernafasannya
 Prinsip Terapi : Mengurangi lendir
 Edukasi : Mengkonsumsi obat secara rutin

225
 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf
E. Prognosis

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed, Nebulizer, MWD, Suction
 Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet

G. Referensi
Johnson Jonas T. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Mosby, St
Luois- Missouri, 1998

226
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
SINDROMA TOLOSA HUNT
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

19. Sindroma Tolosa-Hunt


 ICF : B4S4
 ICD-10 : G52.8

A. Masalah Kesehatan
i. Definisi
Sindroma Tolosa-Hunt adalah nyeri sedang sampai berat di daerah
orbita yang episodik disertai dengan paralisis salah satu atau lebih dari
N.III, N.IV, dan
N.VI serta nyeri di daerah N.V1 dan 2. Dapat sembuh spontan
tetapidapat relaps kembali.Dihubungkan dengan kelainan inflamasi
idiopatik.Serangan dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan,
kontinyu atau intermiten tanpa faktorpemicu.
ii. Epidemiologi
Penyakit ini merupakan yang sangat jarang terjadi yaitu dilaporkan
sekitar 1 dari
1.000.000 orang per tahun.Wanita dan pria bisa terkena. Biasanya
penyakit ini menyerang berbagai usia namun paling sering menyerang
usia diatas 20 tahun.

B. Hasil Anamnesis

227
Laki-laki dengan usia 30 tahun mengeluh nyeri kepala, pandangan ganda
dengan pandangan mata kiri kabur, mual, muntah. Nyeri terasa seperti
ditusuk-tusuk pada kepala bagian kiri.Nyeri dirasakan sejak 2 tahun lalu.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
2. Blood Preasue : 13080 mmHg
a. Heart Rate : 80 kali/menit
b. Respiratory Rate : 20 kali/menit
3. Inspeksi : pada paru dan dada terlihat simetris
- VAS : 6-7
 Pemeriksaan Penunjang : MRI dan CT-Scan

 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit tidur
- Sulit melihat
- Body Structure &Function : - Nyeri
- Participation Restriction : Kesulitan bekerja
 Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan tidur dan melihat karena
adanya nyeri sehingga mempengaruhi aktivitas bekerja.

D. Rencana Penatalaksanaan
 Tujuan : Mengembalikan penglihatannya
 Prinsip Terapi : Mengurangi nyeri
 Edukasi : Mengkonsumsi obat secara rutin
 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf

E. Prognosis
Prognosis tolosa-hunt biasanya dianggap baik.Pasien biasanya menanggapi
kortikosteroid dan remisi spontar dapat terjadi meskipun gerakan otot ocular
mungkin tetap rusak.Kira-kira 30-40% pasien yang dirawat untuk tolosa-hunt

228
beresiko kambuh.

F. Sarana dan Prasarana


 Sarana : Bed,
 Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet

G. Referensi
La Mantia L, Curone M, Rapoport AM, Bussone G (2006). "Tolosa–Hunt
syndrome: critical literature review based on IHS 2004 criteria". Cephalalgia.

229
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
STROKE ISCHEMIC PARAPLEGI
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

20. Stroke Ischemic Paraplegi


 ICF : b1s1
 ICD-10 : 169.0

A. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Menurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis didefinisikan
sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan
tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih
dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.
Menurut sjahrir (2003) Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi
atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah
ke otak sehingga terjadi penyumbatan dan mengganggu kebutuhan
darah serta oksigen di jaringan otak.
Paraplegi adalah tipe dari stroke yang mengenai keempat bagian sisi
tubuh.
2) Epidemiologi
Menurut studi kasus yang dilakukan Becker (2010) Insidens terjadinya
stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000 orang per tahun, dimana
20% darinya akan mati pada tahun pertama. Jumlah ini akan
meningkat menjadi 1 juta per tahun pada tahun 2050. Secara

230
internasional insidens global dari stroke tidak diketahui.

B. Hasil Anamnesis
Pasien laki-laki berumur 50 tahun sewaktu bangun tidur pagi hari
mengeluh kelemahan anggota gerak sehingga pasien terjatuh dari tempat
tidurnya.Sebelumnya pasien merasakan kesemutan pada tangan dan
kaki.Pasien telah diopname selama 2 hari.

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 160/92 mmHg
o Heart Rate : 64 kali/menit
o Rspiratory Rate : 20 kali/menit
- Koginitif
Komunikasi : Cukup
baik Atensi : Kurang

Motivasi : Kurang
Emosi : Cukup baik
Problem solving : Kurang
- Inspeksi
Dada protraksi, badan simetris
 Palpasi
Edema (-)
atrofi otot
(-)
kelemahan pada sebelah kiri (hipotonus)
 Pemeriksaan Penunjang : CT-Scan
 Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit berjalan
- Sulit makan dengan mandiri
- Sulit untuk berdiri lama

231
- Body Structure &Function : - Kelemahan pada anggota gerak
sebelah sisi kiri
- Hipotonus
- Participation Restriction : - Sulit bekerja
- Sulit berolahraga
Diagnosis Fisioterapi : Belum bisa melakukan aktivitasnya secara
mandiri karena adanya kelemahan dan penurunan tonus otot pada
anggota gerak sebelah sisi kiri sehingga terjadi hipomobile yang akan
mempengaruhi dalam bekerja dan berolahraga.
D. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan : Meningkatkan tonus otot
2) Prinsip Terapi : Penguatan otot ektremitas
3) Edukasi : Mengajarkan cara ambulasi, rolling, transfer
4) Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf

E. Prognosis
Masalah emosional yang mengikuti stroke dapat disebabkan oleh
kerusakan langsung ke pusat emosi di otak dari kesulitan beradaptasi
dengan keterbatasan baru.Kesulitan emosional paska stroke seperti
kecemasan dalam serangan.

Kesulitan lain mungkin termasuk penurunan kemampuan untuk


mengkomunikasikan emosi melalui ekspresi wajah, bahasa tubuh dan
suara. Gangguan dalam menggenggam, hubungan dengan orang lain
dan kesejahteraan emosional dapat menyebabkan konsekuensi sosial
setelah stroke karena kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi.

F. Sarana dan Prasarana


1) Sarana : Bed, Infrared, cone, hand ball
2) Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet

G. Referensi
WHO.ICF-Introduction, the International Classification of Functioning
Disabiity and Health

232
http://www.who.int/classification/icf/introns/icf-Eng-Intro-
pdf2002. Micielle.G (2002).Guideline Compliance Improve
Stroke Outcome

233
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
SPINAL CORD INJURY
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

21. Spinal Cord Injury


 ICF : B2 dan S7
 ICD : G95.9, T09.3

A. Masalah kesehatan
1) Pengertian
- Suatu disfungsi medulla spinalis yang mempengaruhi fungsi
sensorik dan motorik, sehingga menyebabkan kerusakan pada
tractus sensorimotor dan percabangan saraf-saraf perifer dari
medulla spinalis (Quick reference to physiotherapy,1999)
- Kerusakan medulla spinalis akibat trauma atau non-traumatic
yang berakibat terhadap gangguan fungsi sensorik, motorik,
vegetative, dan fungsi seksual.
2) Epidemiologi
- Canada, ±4,300 SCI baru pertahun, di USA ada 12,000 Usia
rata-rata 40.2 (2005)
- Gender: 80.8% laki, 19.2% perempuan
- Trauma > non-traumatic
- Faktor jatuh menjadi penyebab utama pada lansia
- Dari 100.000 kasus/tahun : 16-30 tahun (43%), 31-45 tahun
(28%)
- Trauma SCI (Penekanan, penarikan, pergeseran)

234
- Spinal Injury (National Spinal Cord Injury Statistical Center,
February 2010)

3) Penyebab
- Traumatik
o Kecelakaan lalu lintas
o Kecelakaan kerja
o Cedera Olahraga (mis : judo)
o Kecelakaan dirumah (atuh dari tempat tinggi)
o Lain-lain (luka tembak, pukulan keras)
- Non-traumatic
o Transverse myelitis
o Tumor
o Kelainan vaskuler
o Multiple sclerosis

B. Anamnesis
 Assessment (Nama klien,umur, alamat, pekerjaan, keahlian, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang)
 Vital Sign (suhu, nadi, respirasi, tekanan darah)
 Respiratory status

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan penunjang sederhana


1) Pemeriksaan awal
- Pemeriksaan pola nafas dan jalan nafas yang adekuat
- Pemeriksaan untuk indikasi adanya perdarahan intra abdominal
atau perdarahan disekitar fraktur.
- Pemeriksaan kesadaran dengan glascow coma scale
- Level of injury: tetraplegia, quadraplegia, quadriparesis,
paraplegia, and paraparesis
2) Pemeriksaan penunjang
- Status Motorik (MMT, Myotome test)
- Status Sensorik (Dermatome test)
- CT-Scan

235
D. Penegakan diagnosis
1) Activity Limitation
- Adanya gangguan fungsi motorik, sensorik, vegetative, dan
fungsi seksual.
2) Body structure and function
- Berjalan
- Moving
3) Participation Restriction
- Tidak dapat melakukan rekreasi
4) Diagnosa Fisioterapi : Pasien mengalami gangguan aktivitas
fungsional karena adanya gangguan pada medulla spinalis yang
menyebabkan gangguan pada system motorik, sensorik, vegetative,
dan fungsi seksual

E. Rencana penatalaksanaan
1) Bed Positioning
2) Turning
3) Chest Physiotherapy
- Meningkatkan pengembangan dada dan perkuat diafragma

236
dan otot ekstra respiratory
- Meningkatkan kapasitas vital paru.
- Mengajarkan bronchial hygiene: batuk, postural drainage,
suction.
4) Cardio-respiratory physiotherapy
- Latihan aerobik :
o Arm ergometry
o Sepeda
o Wheelchair roller
o Wheelchair endurance wheeling
5) Tilting (table) exercise untuk mengatasi postural hypotension
6) Pelihara dan tingkatkan mobilitas sendi
- Latihan mobilisasi sendi aktif untuk memelihara full ROM semua
sendi
- Peregangan pasif untuk memelihara panjang otot
- Mengajarkan pasien self-ROM
7) Tingkatkan kekuatan otot Anggota gerak atas, optimalkan kerja
otot anggota gerak bawah
8) Strength and endurance
- Mat program
- Class exercise
- Pulleys and weight
- Slings
- Home/ward program
9) Mengajarkan mobilitas fungsional pada paraplegia
- Sitting transfer dgn kaki kebawah
- Transfer dr wheelchair kelantai dan sebaliknya
10) Bed mobility and independence
- Ajarkan berguling keposisi miring, tengkurap, terlentang
- Gerak dr terlentang ke duduk (long/high sit) dan sebaliknya
- Gerak transfer diatas bed
- Ajarkan pressure relief di bed
11) Sitting balance

237
- Balance training pd posisi duduk kaki lurus, menyilang dan
duduk ditepi bed
- Pertahankan keseimbangan dengan dan tanpa sanggaan lengan
- Tambahkan gerak satu dan dua lengan, dengan dan tanpa
beban.
- Berikan gangguan keseimbangan
- Latihan keseimbangan dlm kursi roda, kursi, toilet, moibil dll.
12) Sitting tolerance
- Gunakan abdominal binder dan tubegrip (pressure gradient
stocking)
- Gunakan reclined wheelchair dan elevasi tungkai
- Gunakan wheel chair cushion
- Toleran posisi vertikal 7-8 jam
13) Transfer
- Dipraktekan transfer ke bed, toilet, kmr mandi, mobil, dan
kelantai.
- Termasuk penempatan wheelchair, penguncian roda, pelepasan
side arm rest, mendorong maju, me rem dll.
- Penempatan tungkai
- Penggunaan alat transfer
14) Maximizing mobility
- Kembangkan kemampuan mobilitas di rumah, masyarakat,
kantor, rekreasi
- Pastikan pasien dpt menolong diri sendiri
- Ajarkan famili dpt melakukan perawatan luka, pernafasan, ROM,
mobilitas tempat tidur, transfer, pressure relief, dll
- Ajarkan pasien penggunaan dan pemeliharaan alat, spt wheel
chair, brace, alat latihan, perlengkapan mandi-toilet dll
15) Keseimbangan berdiri diantara paralel bar
16) Bangkit berdiri di paralel bar dengan bantuan ft
17) Berjalan di paralel bar (KAFO,RGO)
18) Ambulation
- Ajarkan praktek jln dgn alat bantu jln, brace, alat lain dgn gait
tepat.

238
- Bangkit berdiri, memutar, duduk diatas kursi dll
- Latihan jatuh aman
- Jalan dgn medan bervariasi
- Meningkatkan endurance
- Ajarkan pasien problem solving.
19) Ketrampilan kursi roda
- Ajarkan menggunakan wheelchair dalam-luar ruangan
- Latihan jatuh dan aman dgn kursi roda
- Memutar
- Membuka pintu
20) Persiapan jalan dgn brace
21) Memasang brace
- KAFO (Knee ankle foot orthosis)
- RGO (reciprocating gait orthosis)
22) Jalan dg forearm crutch
- Swing to / Swing trough
- Climbing stars
23) Bangkit berdiri dr kursi roda dg forearm crutch
- Forward method
- Backward method
24) Pressure relief
- Mengajarkan pasien memelihara kulit, bebas decubitus dan
trauma lain.
- Ajarkan berguling untuk hindari luka tekan diatas bed.
- Ajarkan ischial relief method dlm duduk dikursi roda

F. Prognosis
Prognosis pada kasus SCI bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan
dari kasus yang dialami klien. Selalu ada harapan untuk memulihkan
beberapa fungsi dengan cidera saraf tulang belakang.

G. Sarana dan Prasarana


1) Sarana : bed therapy, pararel bar, kursi roda

239
2) Prasarana : ruang fisioterapi

H. Refrensi
Fenderson, Claudia B. Pemeriksaan Neuromuskular. 2009. Penerbit :
Erlangga

240
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

22. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)


 ICF :
 ICD : G12.2

A. Masalah Kesehatan
Gangguan degenerative progressif pada neuron motorik dalam
medulla spinalis dan nervus kranialis. ALS umumnya tidak mengenai
system saraf sensorik atau otonom. Penelitian terkini menunjukkan
bahwa sebagian kecil persentase pasien dengan ALS menglami
gangguan kognitif . Penyebab penyakit tidak diketahui secara pasti
(idiopatik)

B. Anamnesis
- Data diri pasien (Identitas diri pasien, keluhan utma, hobi dan
kebiasaan, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit
penyerta, riwayat perjalanan penyakit)

C. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


1) Periksa tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Respiration rate, Heart
Rate dan Suhu tubuh. Pada Respiration rate dapat dipengaruhi juga
oleh kelemahan otot pernafasan.

241
2) Periksa kapasitas aerobic dan daya tahan
- Pertimbangan : Fungsi pernafasan memburuk pada pasien ALS
tahap akhir
3) Periksa karakteristik antropometrik (berat badan, tinggi badan, IMT)
- Temuan potensial : pasien dengan ALS tahap akhir dapat mengalami
penurunan berat badan dan kehilangan massa otot akibat defisiensi
nutrisi yang disebabkan oleh kesulitan makan atau menelan
4) Pemeriksaan kesiagaan, atensi, kognisi
- Lakukan Mini-Mental State Exam untuk menilai kognisi, memori
jangka pendek & jangka panjang, serta komunikasi.
5) Alat bantu dan adaptif
- Pertimbangan : Pasien mungkin membutuhkan alat bantu untuk
bergerak pada tahap pertengahan awal & kursi roda pada tahap
akhir.
6) Integritas Nervus Kranialis dan Perifer
Penilaian
- Semua nervus kranialis, terutama VII – XII
- Kekuatan otot untuk menentukan integritas saraf motorik perifer
7) Temuan Potensial
- Hilangnya gag reflex pada tahap lanjut (IX)
- Disfagia – kesulitan mengunyah atau menelan (IX)
- Disartria (bicara pelo) akibat kelemahan otot lidah, bibir, rahang,
laring, atau faring (VII, IX & XII)
- Sialorea – produksi saliva berlebih, keluarnya saliva secara
spontan, atau kesulitan menelan saliva (VII & IX)
- Gejala keterlibatan saraf motorik perifer, seperti fatique,
kelemahan, kekakuan,kedutan, atau kram otot.
8) Fungsi Motorik
Penilaian
- Nilailah kualitas gerak dengan mengamati pasien ALS saat
melakukan ADL
- Nilailah kemampuan pembelajaran motorik dengan mengamati
pasien ALS saat melakukan tugas-tugas motorik baru (seperti

242
menggunakan alat bantu atau mengadopsi strategi baru untuk
keamanan)
Temuan potensial
- Fasikulasi (spasme otot, kram, atau kedutan terutama pada
tangan & kaki)
- Kesulitan mempelajari tugas motorik baru akibat keterbatasan
fungsi kognitif
9) Kinerja Otot
Penilaian
- Nilailah kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah serta otot
leher
Temuan Potensial
- Kelemahan otot mulai dari distal ke proximal (60% pasien
dengan ALS memperlihatkan pola kelemahan otot ini sebagai
tanda awal penyakit)
- Kesulitan dalam gerak motorik halus, seperti memegang dan
menggengam benda, mengancingkan baju, menulis.
- Kelemahan otot ekstensor cervical yang menyebabkan kepala
terasa berat setelah membaca atau menulis

10) Postur
- Pasien dengan ALS dapat mengalami deviasi postural
akibat kelemahan atau perubahan tonus otot
11) ROM
Penilaian
- Nilai ROM aktif dan pasif
Temuan Potensial
- Penurunan ROM aktif akibat kelemahan
- Kontraktur sendi akibat imobilitas

D. Penegakan Diagnosis
1) Activity limitation
- Deviasi cara berjalan, seperti kecepatan yang melambat,
kesulitan mengangkat kaki dari lantai atau menyeret kaki

243
- Gangguan keseimbangan
2) Body Function & Structure
- Mudah fatique
- Penurunan ROM
- Kontraktur sendi
3) Participation Restriction
- Beribadah
- Rekreasi
E. Rencana Penatalaksanaan
Disesuaikan dengan fase
kelemahan
- Sifat intervensi adalah pemeliharaan kondisi umum
- Perbaikan sistem pernafasan
- Fase spastik
- Koordinasi
- Latihan passive  fleksibility
- Pemeliharaan kebugaran
- Fase flaccid
- Strengthening
- Koordinasi
- Stimulasi electric

F. Prognosis
- Fungsional
- Stability

 Kondisi pasien dapat terus menurun karena penyakit ini


bersifat degenerative progressif.

G. Sarana dan Prasarana


1) Sarana : bed therapy, pararel bar, walker, kursi roda
2) Prasarana : Ruang therapy

H. Refrensi

244
Fenderson, Claudia B. Pemeriksanaan Neuromuskular. 2009. Penerbit :
Erlangga

245
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
CEDERA NERVUS ULNARIS
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

23. Cedera Nervus Ulnaris


 ICF :
 ICD : S54.0

A. Masalah Kesehatan

1) Cidera Nervus Ulnaris (C7-8, Th1) setinggi pergelangan tangan


dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk : melakukan fleksi jari ke
5, abduksi dan adduksi jari-jari, ekstensi sendi interfalangeal distal &
proximal jari keempat & kelima, sensasi raba halus, nyeri dan suhu
pada setengah bagian ulnar telapak tangan dan punggung tangan, sisi
dorsal & palmar jari ke 5 & setengah sisi ulnar jari ke 4.

2) Cidera nervus ulnaris siku ( ulnaris nerve injury, UNI) siku dapat
menyebabkan kelemaha fleksor pergelangan tangan & gangguan
deviasi ulnar selain gangguan fungsional yang telah disebutkan
sebelumnya.

B. Anamnesis
1) Tanyakan riwayat cidera siku atau pergelangan tangan.
2) Cek tanda-tanda vital (TD, HR ,RR, suhu tubuh)

C. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan penunjang lainnya


1) Integritas Nervus Kranialis dan Perifer

246
Penilaian
- Ikuti pola persarafan perifer untuk menilai integritas saraf perifer.
- Fokus pada kekuatan & sensasi otot tangan

- Lakukan test fleksi siku (pasien melakukan fleksi penuh


pada siku dengan pergelangan tangan ekstensi dan bahu
abduksi dan rotasi eksternal, tahan posisi tersebut selama
3-5 menit)

Temuan Potensial
- Parasthesia atau rasa baal di setengah ulnar kedua telapak dan
punggung tangan, kedua sisi palmar dan dorsal jari ke 5, dan
setengah ulnar jari ke4.

- Melemahnya : fleksor pergelangan tangan, fleksor distal jari ke


5, ekstensor jari ke 4 dan ke 5 (sendi interfalangeal proximal
dan distal), abductor & adductor jari.

- Menghilangnya deviasi ulnar pergelangan tangan

- Test fleksi siku positif (merasa kesemutan atau parasthesia di


sepanjang distribusi nervus ulnaris lengan bawah dan tangan)
mengindikasikan kompresi pada terowongan cubiti (nervus
ulnaris)

2) Ergonomika & Biomekanika

Penilaian

- Nilailah fungsi tangan dalam memegang alat untuk bekerja &


ADL

Temuan Potensial

Pasien dengan UNI mungkin mengalami :

- Kesulitan memegang alat akibat kelemahan otot pergelangan


tangan atau jari.

- Memperlihatkan postur yang menyebaban kompresi pada sisi

247
medial siku.

- Menggunakan tangan dalam posisi yang tidak lazim untuk


memaNIP. 19680306 200212 2 002ulasi mouse computer,
keyboard atau alat yang menggunakan tangan.

3) Kinerja Otot

Pertimbangan

- Nervus ulnaris mempersarafi otot fleksor carpi ulnaris, fleksor


digitorum profundus (jari ke 4 dan ke 5), palmaris brevis,
interossei, dua lumbrikal medial & hipotenar

Penilaian

- Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

- Deviasi ulnar dan radial

- Fleksi, abduksi, dan adduksi jari

Temuan potensial

- Melemahnya : fleksi pergelangan tangan, fleksi sendi


interfalangeal distal jari ke 5, ekstensi jari ke 4 & ke 5,
abduksi dan adduksi jari.

- Hilangnya deviasi ulnar pergelangan tangan

- Atrofi otot hypotenar

4) Nyeri

Penilaian

- Nilailah dengan Ransford Pain Drawing

- Tinel‘s test

Temuan potensial

- Parasthesia atau rasa baal pada setengah dari ke 2 ulnar


telapak tangan & punggung tangan, sisi palmar & dorsal jari ke

248
5 & sisi ulnar jari ke 4.

- Tinel sign (+) pada atau dibawah siku disepanjang jalur nervus
ulnaris.

- Test fleksi siku positif

5) ROM

Temuan Potensial

- Saat menekuk sendi MCP, pasien dengan UNI mungkin tetap


menahan sendi MCP jari ke 4 & ke 5 tetap lurus & kedua sendi
interfalangeal distal dan proximal dalam keadaan fleksi
(benediction hand deformity)

D. Penegakkan Diagnosis
1) Activity Limitation :

- Menggenggam

- Menulis

- Kesulitan memegang alat akibat kelemahan otot pergelangan


tangan atau jari.

- Memasak

- Mengerjakan pekerjaan rumah

2) Body Function & Structure :

- Atrofi otot hypotenar

- Hilangnya deviasi ulnar pergelangan tangan

3) Participation Restriction :

- Keterbatasan dalam olahraga, bekerja, dan rekreasi

4) Diagnosa Fisioterapi : Gangguan fungsional akibat cidera pada


nervus ulnaris.

E. Rencana Penatalaksanaan

249
- Mengembalikan kekuatan otot

- Mengurangi nyeri

F. Prognosis

Pada kondisi lesi nervus medianus, tahap kerusakan neuropraxia


kemungkinan akan sembuh, sedangkan axonotmesis dan neuronotmesis
harus mendapat pengobatan sedini mungkin, sehingga dengan demikian
prognosa dapat dikatakan baik.

G. Sarana dan Prasarana

- Sarana : TENS, NMES, bed therapy, grip ball.


- Prasarana : Ruang therapy

H. Refrensi

http://adeputrasuma.blogspot.co.id/2013/07/lesi-nervus-medianus_2.html

Fenderson, Claudia B. Pemeriksanaan Neuromuskular. 2009. Penerbit :


Erlangga

https://aepnurulhidayat.wordpress.com/2015/11/22/icd-10-bab-xix-
cedera- keracunan-dan-akibat-lain-tertentu-penyebab-eksternal-s00-t98-
translate-by-aep- nurul-hidayah/

250
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
CEDERA NERVUS RADIALIS
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

24. Cedera Nervus Radialis


 ICF :
 ICD : S54.1

A. Masalah Kesehatan
1) Kompresi nervus radialis (C5-8, Th1) yang berada didalam alur spiral
humerus merupakan penyebab yang paling sering dari cidera nervus
radialis (radial nerve injury, RNI)
2) RNI lengan bawah dapat menyebabkan masalah menggenggam,
ekstensi jari & abduksi ibu jari, selain itu terjadi gangguan sensorik pada
2/3 radial punggung tangan, aspek dorsum & setengah lateral ibu jari,
1/3 proximal dorsum jari ke 2 & ke 3, serta setengah radial dari jari ke 4.

B. Anamnesis
- Cek tanda-tanda vital (TT,TD,HR, dan suhu)
- Tanakan riwayat fraktur

C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


1) Integritas nervus kranialis dan perifer
Temuan Potensial
- Nervus kranialis intak
- Rasa baal pada :

251
o 2/3 sisi radius dorsum tangan
o Aspek dorsum & setengah lateral ibu jari
o 1/3 proximal dorsum jari ke 2 & ke 3
o Setengah radial dari 1/3 proximal dorsum jari ke 4.
- Kelemahan otot-otot pergelangan tangan & jari, abductor ibu jari,
supinator lengan bawah & ekstensor siku
2) Kinerja otot
Penilaian
- Focus pada pergelangan tangan (ekstensor carpi radialis longus &
brevis) & ekstensor jari
- Nilailah supinator lengan bawah & ekstensor siku
Temuan potensial
- Pergelangan tangan terkulai
- Kelemahan atau ketidakmampuan menggenggam
- Kelemahan atau paralisis pergelangan tangan & ekstensor jari,
abductor ibu jari, supinator lengan bawah & ekstensor siku.
3) Alat ortotik, protektif, dan suportif
Pertimbangan
- Pasien dengan RNI mungkin membutuhkan bidai
tangan/pergelangan tangan untuk mengatasi masalah
pergelangan tangan terkulai

D. Penegakan Diagnosis
1) Activity Limitation :
- Menggenggam
- Menulis
- Memasak
- Mengerjakan pekerjaan rumah
2) Body Function & Structure :
- Tangan terkulai
- Parasthesia
- Paralisis pergelangan tangan
3) Participation Restriction :

252
- Tidak dapat bekerja
- Kesulitan untuk melakukan aktivitas secara mandiri.
4) Diagnosa Fisioterapi : Gangguan fungsional akibat paralisis pada
pergelangan tangan.

E. Rencana Penatalaksanaan
1) Strengthening otot-otot yang mengalami kelemahan
2) Mengurangi baal
3) Mengembalikan fungsi tangan ke fungsi normal

F. Prognosis
- Dapat disembuhkan

G. Sarana & Prasarana


1) Sarana : bidai tangan, TENS, NMES, grip ball
2) Prasarana : Ruang therapy

H. Refrensi
Eliastam, Michael,dkk. Penuntun Kedaruratan Medis. Penerbit buku
kedokteran, EGC.
Fenderson, Claudia B. Pemeriksanaan Neuromuskular. 2009. Penerbit :
Erlangga

253
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
NEURALGIA TRIGEMINAL
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

25. Neuralgia Trigeminal


 ICF :

 ICD : G50.0, G44.847

A. Masalah Kesehatan
1) Pengertian
- Gangguan rasa sakit yang memengaruhi saraf trigeminal. Kondisi
ini paling umum dialami oleh perempuan yang berusia 50 tahun ke
atas dibandingkan pada pria dengan rentang usia yang sama. Saraf
trigeminal adalah saraf yang mengantarkan sensasi dari wajah
menuju otak, sekaligus mengontrol sebagian fungsi motorik wajah,
seperti mengunyah dan menggigit.

- Kondisi ini umumnya berdampak kepada satu sisi wajah saja. Pada
sebagian besar kasus, Kedua sisi wajah dapat terkena, namun
sangat jarang dan terjadi tidak dalam waktu yang bersamaan.

2) Penyebab
- Terganggunya fungsi saraf trigeminal. Tekanan pembuluh darah
terhadap saraf trigeminal pada area di bagian bawah otak adalah
penyebab yang umumnya mendasari kondisi ini. Tekanan tersebut
menimbulkan gangguan fungsi pada saraf trigerminal.

254
- Pada beberapa kasus bisa disebabkan oleh kelainan pada otak
akibat luka atau cedera, efek dari prosedur pembedahan, stroke,
tumor yang menekan saraf trigeminal, atau trauma yang dialami
oleh wajah. Trigeminal neuralgia juga terkait dengan kelainan yang
menyebabkan rusaknya selaput pelindung saraf bernama mielin,
seperti pada penyakit multiple sclerosis. Selain itu, kondisi ini pun
dapat timbul seiring proses penuaan.

- Trigeminal neuralgia mengakibatkan penderita menjadi lebih


sensitif terhadap rangsangan kecil sehingga merasakan sakit
yang berlebihan.

Beberapa pemicunya adalah menyentuh wajah, berbicara,


tersenyum, berdandan atau mengenakan riasan wajah, bercukur,
makan, minum, menyikat gigi, mencuci muka, bahkan terkena
hembusan angin sekalipun.

3) Gejala

- Rasa nyeri dapat terasa serupa dengan tersengat setrum, kejang


atau keram, atau rasa terbakar yang terus menerus dengan
intensitas rasa sakit yang lebih rendah. Penderita dapat
merasakan sakit pada satu titik di area wajah atau seperti
menyebar ke seluruh wajah, namun sakit jarang dirasakan pada
kedua sisi wajah. Kondisi ini dapat dengan mudah terpicu oleh
kegiatan lain, seperti menyikat gigi bahkan berbicara.

- Area yang biasanya merasakan sakit akibat kondisi ini adalah


pipi, rahang, bibir, gusi, gigi, rahang, dan pada kasus yang jarang
dapat mengenai area mata dan dahi. Serangan rasa nyeri
semacam ini secara tiba-tiba dapat berlangsung dalam hitungan
detik hingga beberapa menit dengan jeda tanpa rasa nyeri yang
menyelingi tiap episode serangan. Serangan rasa sakit yang
dibarengi rasa panas atau perih dapat berlangsung dan terjadi
lebih sering serta lama. Kondisi ini dapat berlangsung hingga
beberapa hari, minggu, bulan, atau lebih lama lagi. Adakalanya

255
penderita trigeminal neuralgia tidak merasakan sakit selama
beberapa waktu, walau masih memiliki kondisi ini.

B. Anamnesis
1) Lokasi nyeri untuk menentukan cabang n.trigemius yang terkena
2) Menentukan waktu dimulainya neuralgia trigeminus dan mekanisme
pemicunya.

3) Menentukan interval bebas nyeri.


4) Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respon terhadap
pengobatan.
5) Menanyakan riwayat penyakit herpes

C. Pemeriksaan Sederhana dan Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan Fisik

- Menilai sensasi pada ke-3 cabang n.trigeminus bilateral


(termasuk reflex kornea)

- Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi


pterygoideus (membuka mulut, deviasi dagu)

2) Pemeriksaan Penunjang

- CT-Scan kepala atau MRI dilakukan untuk mencari etiologi


primer di daerah posterior atau sudut serebro-pontin.

D. Penegakan Diagnosis

1) Activity limitation :

- Mencuci wajah

- Makan

- Berdandan

- Menyikat gigi

2) Body Function & Structure :

- Adanya gangguan sensasi pada bagian yang dipersarafi n.

256
trigeminus.

- Penurunan fungsi mengunyah

3) Participation Restriction :

- Melakukan komunikasi

- Rekreasi

4) Diagnosa Ft : Gangguan fungsional akibat adana gangguan sensasi


pada daerah yang dipersyarafi n. trigeminus

E. Rencana Penatalaksanaan
1) Ada dua cara penanganan kasus ini, yaitu dengan cara
pembedahan atau diberikan obat-obatan yang dilakukan oleh dokter.

2) Pada fisioterapi dapat diberikan modalitas ES untuk mem-blok nyeri

F. Prognosis

1) Dapat disembuhkan

G. Sarana dan Prasarana

1) Sarana : ES, bed therapy

2) Prasarana : Ruang Therapy

H. Refrensi

http://physio-upik.blogspot.co.id/2011/07/trigeminal-neuralgia.html

http://karyatulisilmiah.com/trigeminal-neuralgia-referat/

http://www.alodokter.com/trigeminal-neuralgia

https://id.wikipedia.org/wiki/Neuralgia_trigeminal

257
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
SPINOCEREBELLAR DEGENERATION DISEASE (ATAXIA)
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

26. Spinocerebellar Degeneration Disease (Ataxia)


 ICF :
 ICD : R27.0

A. Masalah Kesehatan
Penyakit yang menyerang otak kecil (cerebellum) dan sumsum tulang
belakang dan menyebabkan gangguan pada syaraf motorik. Penderita
akan kehilangan kendali terhadap syaraf-syaraf motorik secara bertahap
dan semakin lama kondisi akan semakin parah. Pada tahap akhir
pasien hanya bisa terbaring dan menggantungkan hidupnya pada orang
lain.

B. Anamnesis
 Apakah pasien merasa lunglai saat berjalan, sering terjatuh?
 Apakah pasien mengalami kesulitan mengukur jarak (mengambil barang
dalam jarak dekat)?

C. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang sederhana


 Pemeriksaan Fisik
- Test keseimbangan berjalan
- One leg standing test
- Romberg Test
- Test berjalan tandem

258
 Pemeriksaan Penunjang
- CT-Scan dan MRI kepala
D. Penegakkan Diagnosis
 Activity Limitation
- Kesulitan makan (menelan)
- Pergerakan terhambat
- Tidak dapat menggapai barang dalam jarak dekat
 Body Function & Structure
- Gangguan pada otak kecil dan sumsum tulang belakang
- Atrofi otot pada pasien di tahap akhir.
- Ditemukan adanya gangguan pernafasan pada pasien tahap
akhir
 Participation Restriction
- Tidak dapat bekerja
- Tidak dapat melakukan rekreasi
 Diagnosa Ft : Gangguan fungsional yang disebabkan karena
gangguan keseimbangan akibat penyakit di otak kecil dan sumsum
tulang belakang.

E. Rencana Penatalaksanaan
 Non Medikamentosa

- Latihan berjalan, menggenggam, keterampilan menggunakan


kursi roda dapat diberikan selama pasien belum memasuki
tahap akhir
- Breathing exercise
- Terapi wicara

 Apabila pasien sudah memasuki tahap akhir, maka perlu mengedukasi


rolling kepada keluarga untuk mencegah dekubitus akibat tirah baring
lama.

 Medikamentosa
- Melalui obat-obatan yang diberikan oleh dokter

F. Prognosis

259
 Tidak dapat disembuhkan karena penyakit ini bersifat degenerative.
Obat dan terapi yang diberikan hanya berfungsi untuk memperlambat
prosesnya.

G. Sarana & Prasarana

 Sarana : bed therapy, kursi roda, pararel bar, alat suction

 Prasarana : ruang therapy

H. Refrensi

https://en.wikipedia.org/wiki/Ataxia

https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_degeneratif_syaraf

260
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
PARKINSON
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

27. Parkinson
 ICF :
 ICD : G20,F02.3

A. Masalah kesehatan
 Pengertian
Kondisi degenerative yang progressif. Umumnya ditandai dengan
tremor, bradikynesia, cogwheel rigidity dan abnormalitas postur. Ada 2
(dua) klasifikasi pada Parkinson, yaitu Parkinson primer/idiopatik dan
Parkinson sekunder/simtomatik. Parkinson simtomatik disebabkan
karena : pasca ensefalitas virus, pasca infeksi lain seperti sifilis
meningovaskuler dan tuberculosis, latrogenik atau terinduksi obat,
toxic, misalkan intoksikasi karbon monoksida, perdarahan karena
trauma belakang (Irfan,2010)
 Kasus, populasi :
- Biasanya dimulai pada usia 50-60 tahun
- Laki-laki > Perempuan

B. Anamnesis
 Kapan pertama kali memperhatikan adanya kesulitan berjalan/tremor
dan sebagainya? Ditemukan oleh pasien sendiri atau orang lain?
 Pernahkah pasien jatuh? Pernahkah pasien mengalami kesulitan

261
membalikkan badan di tempat tidur?
 Apakah pasien tidak mampu melakukan hal-hal yang ingin mereka
lakukan?
 Apa akibat fungsional dari gangguan yang dialami oleh
pasien? (Sumber : At a glance page 178.
books.google.co.id)

C. Hasil pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang sederhana


 Pemeriksaan fisik
- Periksa wajah, postur, dan cara jalan pasien.
- Berapa jauh pasien dapat berjalan? Bisakah dia berbalik?
Bisakah dia bangkit dari kursi? Bisakah dia naik tangga?
- Adakah tremor? Jika ya,dimana? Apakah tremor itu meningkat atau
menurun saat bergerak?
- Adakah rigiditas (pada ekstremitas, batang tubuh)?
- Adakah bradikinesia? Bisakah pasien melakukan gerakan
bergantian dengan cepat?
(Sumber : At a glance page 178. books.google.co.id)

D. Penegakan diagnosis
 Activity Limitation :
- Kesulitan berjalan dan rolling ditempat tidur
 Body Structure & Function :
- Rigiditas pada batang tubuh
- Resting tremor
 Participation Restriction :
- Mengganggu saat beraktivitas karena pasien tidak dapat beralan
jauh.
 Diagnosa Fisioterapi :
- Pasien kesulitan saat berjalan jauh karena adanya rigiditas dan
tremor.

E. Rencana Penatalaksanaan
 Pelihara ROM

262
- Static stretch : tight fleksor, adductor, internal rotator
 Meningkatkan Kualitas Gerak Voluntary
- Menurunan rigiditas dengan gerak rotasi trunk dan rocking
- Mulai gerak dengan rhythmic initiation
- Stretch otot ekstensor
- Istirahat dengan rhythmic movement
 Memelihara dan meningkatkan ekspansi dada
- Pelihara rotasi trunk
- Latihan deep breathing
 Memelihara dan meningkatkan postural dan postural reaction
- Postural Correction
- Equilibrium training
 Meningkatkan functional mobility
- Mengajarkan rotasi trunk aktif ; mengajarkan mengawali gerak
fungsional
- Penekanan pada rolling dan sitting up di bed, bangkit,
berdiri, dan berjalan
- Latihan berjalan ritmis dengan music dan aba-aba, rotasi trunk, dan
ayunan lengan

- Praktikan : Memulai, berhenti, dan mengubah arah


- Latihan keterampilan gerak, khususnya gerak oral-fasial

F. Prognosis
Parkinson memang bukan penyakit yang fatal, namun penyakit ini
bersifat degenerative yang berarti jika tidak mendapat penanganan
kondisi pasien dapat terus menurun. Penyakit ini apabila diketahui dan
mendapat penanganan sesegera mungkin maka akan dapat
memperlambat proses penyebaran penyakitnya.

G. Sarana Prasarana
 Sarana : bed terapi, pararel bar, walker
 Prasarana : Ruang fisioterapi

263
H. Refrensi
Gleade, Jonathan. At a glance, Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.
Penerbit : EMS, Jakarta

264
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
ALZHEIMER
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

28. Alzheimer
 ICF :
 ICD : G30, F00

A. Masalah Kesehatan
1) Pengertian
- Jenis demensia paling umum yang awalnya ditandai oleh
melemahnya daya ingat, hingga gangguan otak dalam
melakukan perencanaan, penalaran, persepsi, dan berbahasa.
- Pada tahap yang sudah parah, penderita mengalami halusinasi,
masalah dalam berbicara dan berbahasa, serta tidak mampu
melakukan aktivitas tanpa dibantu orang lain.
2) Penyebab
- Hipertensi yang mencapai usia 40 tahun keatas
- Peningkatnya produksi protein dan khususnya penumpukan
protein beta-amyloid di dalam otak yang menyebabkan
kematian sel saraf.
- Pertambahan usia
- Riwayat kesehatan keluarga

B. Anamnesis

265
o Anamnesis kasus Alzheimer meliputi identitas pasien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, dan pengkajian psikososiospiritual.
C. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunang Sederhana
1) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
Klien dengan penyakit Alzheimer umumna mengalami penurunan
kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergic dan proses
senilisme. Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardia,
hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan.

- Breathing
Gangguan fungsi pernafasan berkaitan dengan hipoventilasi,
inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.
o Inspeksi : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan
untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
dan penggunaan otot bantu nafas
o Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
o Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
o Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi,
stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien dengan inaktivitas.
- Blood
o Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian
obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh
system pernafasan otonom.
- Brain
o Pengkajian brain merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya. Inspeksi
umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan
tingkah laku.
2) Mini mental test exam

266
3) Pemeriksaan spesifik : CT-Scan dan MRI kepala

D. Penegakan diagnosis
1) Activity limitation :
- Kesulitan untuk mengingat
- Halusinasi
- Kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan
- Disorientasi waktu, tempat, orang
2) Body Function & Structure
- Sesak nafas dapat ditemukan pada tahap akhir
- Penumpukan protein amyloid-beta di otak
3) Participation Restriction
 Tidak dapat berjalan jauh karena dikhawatirkan lupa jalan pulang.
4) Diagnosa Ft : gangguan fungsional akibat perubahan structure
di otak dan didapat penumpukan protein amyloid-beta.

E. Rencana Penatalaksanaan
1) Melakukan evaluasi kepada pasien dengan menanakan hal-hal yang
sederhana seperti nama, hari, tanggal.

F. Prognosis
1) Pasien umumnya meninggal karena radang paru atau
pneumonia karena keterbatasan melakukan aktivitas.

G. Sarana & Prasarana


1) Sarana : kartu angka, kartu huruf, spidol
2) Prasarana : ruang therapy

H. Refrensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Alzheimer
http://www.alodokter.com/penyakit-alzheimer?
gclid=Cj0KEQjw6uO-

267
BRDbzujwtuzAzfkBEiQAAnhJ0GImOE5xEngyHiBhGsxXHJXfwxqawYHA
WN YAEH7q8TUaAsKk8P8HAQ
Muttaqin, arif. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
persarafan.
Penerbit : salemba medika

268
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
CERVICAL ROOT SYNDROME
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

29. Cervical Root Syndrome


 ICF :
 ICD : G54,M54.1

A. Masalah Kesehatan
1) Suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar
saraf servikal oleh penonjolan discus invertebralis, gejalanya adalah
nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah,
parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot.

B. Anamnesis
1) Apakah ada nyeri kaku pada leher?
2) Apakah ada nyeri menjalar (reffered pain)?

C. Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang sederhana


1) Pemeriksaan khusus :
- Test provokasi spurling
- Test distraksi kepala
- Tindakan valsava
2) Pemeriksaan penunjang : ct-scan

269
D. Penegakkan diagnosis
1) Activity limitation
- Sakit saat menunduk
2) Body function & structure
- Rasa baal
- Nyeri kaku pada leher
- Nyeri menjalar
- Spasme otot
3) Participation Restriction
- Kesulitan untuk bekerja
4) Diagnosa Fisioterapi : Gangguan fungsional akibat iritasi akar
saraf cervical oleh penonjolan discus intervertebralis.

E. Rencana Penatalaksanaan
1) Traksi
2) Cervical collar
3) Thermotherapy
4) Latihan
5) Menghindari bekerja dengan kepala terlalu turun atau satu posisi
dalam waktu yang lama, pegangan dan posisi yang sering berulang.
6) Saran
Untuk mencapai kondisi pemulihan pasien sehingga bisa secepatnya
kembali bekerja adalah kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan
lingkungan kerja yang baik. Untuk mencegah terjadinya nyeri tengkuk
ada beberapa nasehat yang bermanfaat:
- Sikap tubuh yang baik dimana tubuh tegak, dada
terangkat, bahu santai, dagu masuk, leher merasa kuat,
longgar dan santai.
- Tidur dengan bantal atau bantal Urethane.
- Memelihara sendi otot yang fleksibel dan kuat dengan
latihan yang benar.
- Pencegahan nyeri cervical ulangan yaitu dengan
memperhatikan posisi saat duduk, mengendarai kendaraan, dan

270
posisi leher yang berkaitan dengan berbagai pekerjaan atau
aktivitas sehari-hari.

F. Prognosis
- Penyakit ini dapat disembuhkan tanpa operasi jika belum mencapai
tahap yang parah. Jika sudah parah maka operasi menjadi jalan
terakhir.

G. Sarana dan Prasarana


1) Sarana : MWD, Traction, traction bed
2) Prasarana : ruang therapy

H. Refrensi
http://doktersehat.com/cervical-root-syndrome-mengancam-para-
manusia- modern/
https://bimaariotejo.wordpress.com/2009/05/31/cervical-root-syndrome/

271
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
MENINGITIS
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

30. Meningitis
 ICF :
 ICD : G00-G03

A. Masalah kesehatan
1) Pengertian
- Adalah radang pada membran yang menyelubungi otak dan sumsum
tulang belakang, yang secara kesatuan disebut meningen. Radang
dapat disebabkan oleh infeksi oleh virus, bakteri,
atau juga mikroorganismelain, dan
walaupun jarang dapat disebabkan oleh obat tertentu. Meningitis
dapat menyebabkan kematian karena radang yang terjadi di otak dan
sumsum tulang belakang; sehingga kondisi ini diklasifikasikan
sebagaikedaruratan medis.
2) Epidemiologi
- Meskipun meningitis adalah suatu penyakit yang harus dilaporkan di
banyak negara, insidens sebenarnya masih belum diketahui. Meningitis
bakterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di
negara-negara Barat. Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa
meningitis virus lebih sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan
lebih sering terjadi pada musim panas.

271
B. Anamnesis
1) Apakah pasien mengalami nyeri kepala? Jika ya, kapan mulai
merasakannya? Nyeri kepala seperti apa? Apakah mulainya
mendadak (seperti petir) atau bertahap?
2) Adakah gejala penyerta: fotofobia, kaku
leher, mual, muntah, demam,mengantuk, atau
bingung?
3) Pernahkan pasien mengalami nyeri kepala sebelumnya?
4) Adakah tanda neurologis : diplopia, kelemahan fokal, atau gejala
sensoris?
5) Gejala penyakit lain : mual, muntah,demam, menggigil?
6) Riwayat keluarga : adakah keluarga yang pernah mengalami
meningitis?

C. Peneriksaan Sederhana dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan fisik :
- TTV
- KU pasien (Compos mentis, som nolen,dll)
- Adakah ruam, khususnya akibat septicemia meningokokal, kaku
leher, atau fotofobia?
- Adakah tanda kernig?
- Adakah kelainan pada pemeriksaan fisik neurologis?
- Fundi : normal atau edema?
- Pemeriksaan hidung, tenggorokan, telinga,mulut
 Peneriksaan penunjang : punksi lumbal
 Penegakkan diagnosis
1) Activity limitation
-Tidak dapat melakukan pekerjaan berat
2) Body function & structure
-Inflamasi membran
3) Participation restriction
-Tidak dapat bekerja
-Tidak dapat rekreasi

272
4) Diagnosa Fisioterapi : gangguan fungsional akibat peradangan
selaput membrane

D. Rencana penatalaksanaan
1) Umum
2) Terapi kausal : kombinasi obat anti tuberkulosaI
- INH
- Pyrazinamida
- Rifampisin
- Etambutol
3) Kortikosteroid
4) Konsultasi : bedah syaraf
5) Jenis pelayanan : rawat inap
6) Tenaga standar : dokter spesialis saraf, dokter umum, perawat
7) Lama perawatan : ± 3 minggu, tergantung respon obat

E. Prognosis
1) Sembuh lambat dan umumnya meninggalkan sekuele neurologis.

F. Sarana & prasarana


1) Obat-obatan dan tenaga kesehatan

G. Refrensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Meningitis
Gleade, Jonathan. At a glance, Anamnesis dan Pemeriksaan fisik. Penerbit
: EMS, Jakarta

273
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
MIOPATI
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

31. Miopati
 ICF :
 ICD : 359

A. Masalah kesehatan
1) Suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot
(merupakan perubahan patologik primer) tanpa adanya denervasi pada
pemeriksaan klinik, histologik atau neurofisiologi.

B. Anamnesis
1) Kelelahan, kelemahan, atrofi, dan lembeknya otot skelet
2) Kedutan otot, kram otot, nyeri, dan pegal pada otot-otot
3) Dapat disertai gejala sistemik atau gejala lain

C. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


1) Pemeriksaan Fisik :
- Pemeriksaan sistem motoris meliputi bentuk otot, tonus otot,
kekuatan otot dan cara berdiri / berjalan
- Pemeriksaan refleks tendon
2) Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan laboratorium : Kadar enzim creatinin kinase (CK),
lactic

274
dehydorogenose (LDH), SGOT & SGPT, Kadar kalium plasma
- Pemeriksaan EMG
- Pemeriksaan biopsi otot

D. Penegakan Diagnosis
1) Activity limitation :
- Tidak dapat melakukan aktivitas berat
2) Body function & Structure :
- Spasme otot
- Muscle cramp
- Kelemahan otot
- Nyeri otot
3) Participation Restriction :
- Bekerja
- bersosialisasi
4) Diagnosa Ft :gangguan ADL akibat atrofi otot.

E. Rencana Penatalaksanaan
1) Pencegahan : “genetic counseling”
2) Pengobatan :
- Sesuai kausa
- bedah
- Terapi suportif : Pemberian prednisone
o Distrofi muskuler : 1 mg / kgBB / hr selama 6 bulan
o Poliomisitis : 1 mg / kgBB / hr selama 3 bulan
o Dapat diberikan "continuosly" atau "alternating"
- Obat sitostatika misalnya
metotreksat, siklofosfamid,
azatioprin, klorambusil.
- Penggantian plasma
3) Penyulit : Disfagia, pneumonia aspirasi, penyakit akan
memburuk secara bertahap sampai timbulnya komplikasi
kardiopulmonal.

275
4) Konsultasi :
- Bagian PA
- Bagian Bedah
5) Jenis pelayanan :Rawat jalan
6) Tenaga standar : Dokter spesialis saraf
7) Lama perawatan :Bervariasi sesuai dengan jenis miopati dan
komplikasi / penyulit yang terjadi.

F. Prognosis
- Umumnya kurang baik untuk distrofi muskuler.

G. Sarana & Prasarana


- Pengobatan dan spesialis saraf

H. Refrensi
http://www.kerjanya.net/faq/5703-miopati.html
http://kamuskesehatan.com/arti/miopati/
http://haliktampan.blogspot.co.id/2009/03/miopati.
html

276
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
ISCHIALGIA
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

32. Ischialgia
 ICF :
 ICD : A35

A. Masalah Kesehatan
Ischialgia merupakan salah satu manisfestasi dari nyeri punggung bawah
yang dikarenakan karena adanya penjebitan nerves ischiadicus. Ischialgia
adalah nyeri yang menjalar kebawah sepanjang perjalanan akar saraf
ischiadikus. Ischialgia itu sendiri adalah Sebuah gejala yaitu bahwa pasien
merasakan nyeri pada tungkai yang menjalar dari akar saraf kea rah distal
perjalanan nervus ischiadikus sampai tungkai bawah (Cailliet,1994 cit
Kurniawati 2010).

B. Anamnesis
- Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan
dahulu, Riwayat kesehatan keluarga. Yang harus diperhatiakan dalam
anamnesa antara lain:
o Lokasi nyeri, sudah berapa lama, mula nyeri, jenis nyeri
(menyayat, menekan, dll), penjalaran nyeri, intensitas nyeri,
pinggang terfiksir, faktor pencetus, dan faktor yang
memperberat rasa nyeri.
o Kegiatan yang menimbulkan peninggian tekanan didalam

277
subarachnoid seperti batuk, bersin dan mengedan
memprivakasi terasanya ischialgia diskogenik
o Faktor trauma hampir selalu ditemukan kecuali pada proses
neoplasma atau infeksi

C. Pemeriksaan Fisik & Pemeriksaan Penunjang Sederhana


 Pemeriksaan fisik dan spesifik test
- Straight leg test, Laseque, Patrick.
- Inspeksi : Perhatikan keadan tulang belakang, misalnya skoliosis,
hiperlordosis atau lordosis lumbal yang mendatar.
- Palpasi : Nyeri tekan pada tulang belakang atau pada otot-otot di
samping tulang belakang.
- Perkusi : Rasa nyeri bila prosesus diketok.
 Pemeriksaan penunjang
- Foto rontgen lumbosakral
- Elektromielografi
- Myelografi
- CT scan
- MRI
 Penegakan Diagnosis
o Activity Limitation :
- Sakit saat duduk
- Nyeri menjalar sampai ke tungkai
- Sakit saat jalan
o Body function & Structure :
- Kontraktur hamstring
- Spasme otot
- Terjepitnya n.ischiadicus
o Participation Restriction :
- Bekerja
- Berekreasi
 Diangnosa Ft : Gangguan fungsional pinggang bawah dan tungkai
akibat ischialgia

278
D. Rencana Penatalaksanan
 Jangka Panjang
- Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional
berjalan pasien.
 Jangka Pendek :
- Mengurangi nyeri
- Mengurangi spasme m.piriformis dan gastrok
- Mengurangi kontraktur pada m. Hamstring
- Melepaskan penjepitan nervus ishiadicus
 Tindakan
- Metodogi Fisioterapi :
o MWD
o Exercise terapi
 Edukasi
- Untuk tidak mengangkat barang dalam keadaan berdiri
- Dianjurkan pasien memakai korset
- Dalam keadaan berdiri disarankan agar satu kaki pasien di
sanggah dengan bangku.

E. Prognosis
Dengan penanganan yang teratur kesembuhan pada penderita nyeri
punggung bawah diperkirakan 70% dalam 1 bulan, 90% dalam 3-6 bulan dan
4% sembuh setelah lebih dari 6 bulan (Cailliet, 1981).

F. Sarana & Prasarana

 Sarana : MWD, bed therapy


 Prasarana : Ruang therapy

G. Refrensi
Anggriani W. 2010. Penatalaksanaan Fisioterapi pada ischialgia
dextra. Surakarta : Universitas Muhammadiah Surakarta

279
http://waryanaaji.blogspot.co.id/2015/09/kti-fisioterapi-
ischialgia.html
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan
ischialgia.html#.V9u-yvl97Mw
http://fisioq.blogspot.co.id/2012/02/penatalaksanaan-fisioterapi-
pada.html

280
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
MOYA MOYA SYNDROME
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

33. Moya Moya Syndrome


 ICF
 ICD : I167.5

A. Masalah Kesehatan
 Definisi
Penyakit pada otak dengan simtoma paraklinis berupa stenosis
progresif pada bagian terminal pembuluh karotid internal dan
cabang-cabang pembuluh arteriolnya
 Epidemiologi
Penyakit Moyamoya umumnya menyerang anak-anak, tetapi
juga dapat terjadi pada orang dewasa usia 20-40 tahun.
 Gejala
Anak-anak yang menderita penyakit ini biasanya mengalami stroke
tidak permanen. Salah satu penandanya adalah umur dan
hipertensi (tekanan darah tinggi). Penyakit Moyamoya cenderung
terjadi secara genetik. Kemungkinan hasil dari warisan kelainan
genetik. Sedangkan pada penderita dewasa, mereka sering
pembuluh darah di dalam otaknya pecah.

B. Anamnesis

281
 Apakah ada riwayat demam?
 Apakah pernah mengalami guncangan pada kepala? (shaken baby
syndrome)

C. Pemeriksaan fisik & Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan fisik yang ditemukan sesuai dengan gejala dan lokasi
gangguan saraf yang ada. Untuk menunjang diagnosis dan meyakinkan
diagnosis moyamoya (karena mirip dengan stroke), diperlukan
pemeriksaan penunjang beripa laboratorium yaitu memeriksa faktor
pembekuan darah seperti protein C, protein S, antihrombin III,
homosistein, faktor V Leiden, laju endap darah, fungsi tiroid dan
autoantibodi tiroid. Selain laboratorium, diperlukan pemeriksaan radiologis
berupa angiografi untuk melihat anatomi dari pembuluh darah, misalnya
dengan teknik MRA (Magnetic resonance angiography), CT angiography,
Single-photon emission computerized tomography (SPECT) scan.

D. Penegakan Diagnosis
 Activity limitation :
- Gangguan berbicara
- Disfasia
 Body function & structure :
- Kelemahan di salah satu sisi tubuh
- Perubahan pola jalan
 Participation restriction:
- Bersekolah
- Bermain
 Diagnosa Ft : gangguan fungsional akibat stenosis pembuluh darah otak

E. Rencana penatalaksanaan
Moyamoya dapat dibantu dengan terapi obat-obatan, yang lebih bertujuan
untuk mencegah komplikasi. Misalnya jika terjadi perdarahan otak, maka
berisiko terjadinya hipertensi sehingga diberikan terapi hipertensi tersebut.

282
Jika dinilai dapat dilakukan bedah untuk dilakukan koreksi pembuluh
darah (revaskularisasi) untuk diupayakan mengembalikan aluran darah
seperti semula. Beberapa prosedur yang dapat dilakukan adalah:
 Prosedur revaskularisasi langsung. Di sini dokter bedah melekatkan
arteri kulit kepala langsung ke arteri otak untuk meningkatkan alran
darah otak secara cepat. Ini tidak cocok bagi pasie anak, karena
pembuluh darahnya masih terlalu kecil untuk dilekatkan.
 Prosedut revaskularisasi tak langsung. Beberapa pilihan:
Encephaloduroarteriosynangiosis (EDAS): dokter akan memisahkan
sebuah arteri kulit kepala beberapa inchi, kemudian membuat
bukaan sementara pada tulang tengorak di antara arteri dan
kemudian melekatkan arteri kulit kepala tersebut di permukaan otak
sehingga memungkinkan pembuluh darah tumbuh ke arah otak.
 Encephaloduroarteriomyosynangiosis (EDAMS atau EMS): dokter
akan memisahkan sebuah otot di daerah dahi dan menaruhnya di
permukaan otak untuk membantu mengembalikan aliran darah.

F. Prognosis
- Kejadian kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan dengan
kejadian mirip stroke perdarahan dengan persentase 10% pada
dewasa dan 4,3% pada kanak-kanak. Sekitar 50% kasus
mengalami gangguan kognitif.

G. Sarana & Prasarana

H. Refrensi
https://www.tanyadok.com/artikel-kesehatan/penyakit-moyamoya
http://emedicine.medscape.com/article/1180952-overview#showall
http://health.detik.com/read/2010/05/14/112515/1356890/770/moy
amoya https://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Moyamoya

283
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
MIGRAIN KOMPLIKATA
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

34. Migrain Komplikata


 ICF
 ICD : G43.9

A. Masalah Kesehatan
- Suatu kondisi nyeri kepala dimana terjadi defisit neurologis yang timbul
akan menetap karena terjadi infark serebri. Oleh sebab itu
vasokonstriktor (ergotamin ) tidak boleh diberikan agar tidak
memperberat infark tersebut

B. Anamnesis
 Keluhan :
Suatu serangan migren dapat menyebabkan sebagian atau seluruh
tanda dan gejala, sebagai berikut:
- Nyeri moderat sampai berat, kebanyakan penderita migren
merasakan nyeri hanya pada satu sisi kepala, namun sebagian
merasakan nyeri pada kedua sisi kepala.
- Sakit kepala berdenyut atau serasa ditusuk-tusuk.
- Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik.
- Rasa nyerinya sedemikian rupa sehingga tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari.

284
- Mual dengan atau tanpa muntah.
- Fotofobia atau fonofobia.
- Sakit kepalanya mereda secara bertahap pada siang hari dan
setelah bangun tidur, kebanyakan pasien melaporkan merasa lelah
dan lemah setelah serangan.
- Sekitar 60 % penderita melaporkan gejala prodormal, seringkali
terjadi beberapa jam atau beberapa hari sebelum onset dimulai.
Pasien melaporkan perubahan mood dan tingkah laku dan bisa
juga gejala psikologis, neurologis atau otonom.
 Faktor Predisposisi :
- Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
- Puasa dan terlambat makan
- Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.
- Cahaya kilat atau berkelip.
- Banyak tidur atau kurang tidur
- Faktor herediter
- Faktor kepribadian

C. Pemeriksaan fisik & Pemeriksaan penunjang


1) Pemeriksaan fisik
- Pada pemeriksaan fisik, tanda vital harus normal, pemeriksaan
neurologis normal. Temuantemuan yang abnormal menunjukkan
sebab-sebab sekunder, yang memerlukan pendekatan diagnostik
dan terapi yang berbeda.
2) Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, pemeriksaan ini
dilakukan jika ditemukan hal-hal, sebagai berikut:
o Kelainan-kelainan struktural, metabolik dan penyebab lain
yang dapat menyerupai gejala migren
o Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit penyerta yang
dapat menyebabkan komplikasi
o Menentukan dasar pengobatan dan untuk

285
menyingkirkan kontraindikasi obat-obatan yang diberikan.
- Pencitraan (dilakukan di rumah sakit rujukan).
- Neuroimaging diindikasikan pada hal-hal, sebagai berikut:
o Sakit kepala yang pertama atau yang terparah seumur
hidup penderita.
o Perubahan pada frekuensi keparahan atau gambaran klinis
pada migren .
o Pemeriksaan neurologis yang abnormal.
o Sakit kepala yang progresif atau persisten.
o Gejala-gejala neurologis yang tidak memenuhi kriteria
migren dengan aura atau halhal lain yang memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
o Defisit neurologis yang persisten.
o Hemikrania yang selalu pada sisi yang sama dan berkaitan
dengan gejala-gejala neurologis yang kontralateral.
o Respon yang tidak adekuat terhadap terapi rutin.
o Gejala klinis yang tidak biasa.

D. Penegakan Diagnosis
1) Activity limitation
- Mengemudi
- Membaca
2) Body function and structure
- Pandangan kabur
- Berkeringat berlebih
3) Participation restriction
- Bersekolah
- Bekerja
4) Diagnosa ft : gangguan fungsional akibat terjadinya deficit neurologis.

E. Rencana penatalaksanaan
1) Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.

286
2) Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin.
3) Perubahan pola hidup dapat mengurangi jumlah dan tingkat
keparahan migren, baik pada pasien yang menggunakan obat-obat
preventif atau tidak.
4) Menghindari pemicu, jika makanan tertentu menyebabkan sakit
kepala, hindarilah dan makan makanan yang lain. Jika ada aroma
tertentu yang dapat memicu maka harus dihindari. Secara umum
pola tidur yang reguler dan pola makan yang reguler dapat cukup
membantu.
5) Berolahraga secara teratur, olahraga aerobik secara teratur
mengurangi tekanan dan dapat mencegah migren.
6) Mengurangi efek estrogen, pada wanita dengan migren dimana
estrogen menjadi pemicunya atau menyebabkan gejala menjadi
lebih parah, atau orang dengan riwayat keluarga memiliki tekanan
darah tinggi atau stroke sebaiknya mengurangi obat-obatan yang
mengandung estrogen.

7) Berhenti merokok, merokok dapat memicu sakit kepala atau


membuat sakit kepala menjadi lebih parah (dimasukkan di
konseling).
8) Penggunaan headache diary untuk mencatat frekuensi sakit kepala.
9) Pendekatan terapi untuk migren melibatkan pengobatan akut
(abortif) dan preventif (profilaksis).
Rujukan : jika migraine terus berlanjut dan tidak hilang dengan pengobatan
Edukasi : menghindaripemicu, olahraga teratur, mengurangi rokok

F. Prognosis
1) Dapat sembuh

G. Sarana & Prasarana


1) Alat pemeriksaan neurologis dan obat antimigren

H. Refrensi

287
http://dokterdarian.blogspot.co.id/2015/03/m
igren.html
http://wikimed.blogbeken.com/migren

288
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
NEUROBLASTOMA
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

35. Neuroblastoma
 ICF :
 ICD : C74.9

A. Masalah Kesehatan
1) Tumor yang paling sering muncul pada anak berusia kurang dari 5
tahun. Tumor ini kebanyakan ditemukan berada di sekitar kelenjar
adrenal. Pada kasus yang langka, tumor ini bisa dideteksi lewat USG
saat bayi masih berada di kandungan.
2) Tumor ini bisa muncul di beberapa bagian tubuh, jika di perut maka
akan dalam bentuk massa di perut. Tumor ini juga bisa menyebabkan
nyeri pada tulang jika tumornya sudah menyebar.
3) Bila terdapat di tulang belakang dapat menekan saraf tulang
belakang dan mengakibatkan kelumpuhan yang cepat. Tumor di
daerah perut akan teraba bisa sudah besar. Penyebaran pada tulang
dapat menyebabkan patah tulang tanpa sebab, tanpa nyeri sehingga
penderitanya pincang mendadak.

B. Anamnesis
1) Apakah pasien merasa tidak enak badan selama beberapa bulan
terakhir?
2) Apakah ada rasa lelah berlebih?

289
C. Pemeriksaan fisik & Pemeriksaan penunjang
1) Cek TTV
2) MRI & CT-Scan kepala

D. Penegakan Diagnosis
1) Dasar dalam mendiagnosis kanker otak yakni gejala pada penderita.
Hasil tes juga termasuk dan juga pemeriksaan fisik. Gejala tumor yang
lain, yang mungkin saja dialami oleh pasien tumor otak yakni kesulitan
berjalan, kesulitan berbicara, muntah-muntah, sulit berkonsentrasi,
menjadi ceroboh, kelelahan, sering mengantuk.

E. Rencana penatalaksanaan
1) Pemberian terapi dan obat-obatan.

F. Prognosis
Jika ditemukan sejak dini, peluang kesembuhan kanker pada anak cukup
besar. Di Amerika Serikat, untuk neuroblastoma angka kelangsungan
hidup sampai 5 tahun mencapai 87 persen pada berusia kurang dari
setahun.

G. Sarana & Prasarana

H. Refrensi
https://en.wikipedia.org/wiki/Neuroblastoma
http://doktersehat.com/neuroblastoma-jenis-kanker-yang-rawan-
dialami-anak- anak/

290
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
ASPERGER SYNDROME
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

36. Asperger Syndrome


 ICF :
 ICD : F84.5

A. Masalah Kesehatan
 gangguan neurobiologis (neuro transmitter) dan gangguan autis yang
dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa.
 Kondisi ini termasuk dalam gangguan spektrum autisme (ASD). Spektrum
autisme merupakan gangguan perkembangan yang memiliki berbagai
jenis dengan karakteristik serupa.

B. Anamnesis
 Riwayat natal, prenatal, post natal
 Riwayat social

C. Pemeriksaan fisik & Pemeriksaan penunjang


 tidak ada tes untuk sindrom Asperger, dokter mungkin menggunakan
berbagai tes, seperti sinar-X dan tes darah untuk menentukan apakah
ada gangguan fisik sehingga timbul gejala tersebut.

D. Penegakan Diagnosis

291
 Orangtua dari anak-anak dengan SA dapat menelusuri perbedaan-
perbedaan perkembangan anak-anaknya sejak usia 30 bulan, meskipun
diagnosis baru ditegakkan pada usia rata-rata 11 tahun. Didefinisikan,
bahwa anak-anak dengan SA yang perkembangan bahasa dan
kemampuan menolong dirinya sendiri sesuai dengan jadwal (normal),
maka gejala- gejala awalnya tak akan muncul (kabur) dan kondisi ini
mungkin tidak akan terdiagnosa hingga usia akhir anak-anak atau
bahkan lebih tua. Ketidakmampuan dalam interaksi sosial kadang-
kadang bukan bukti hingga sang anak mencapai usia dimana sifat-sifat
ini menjadi penting; ketidakmampuann bersosialisasi seringkali menjadi
pertanda awal, ketika anak-anak berjumpa dengan teman-temanya di
daycare atau preschool. Diagnosa umumnya terjadi pada usia 4 hingga
11 tahun, dan sebuah studi menganjurkan agar diagnosa tidak dilakukan
sebelum usia 4 tahun.

E. Rencana penatalaksanaan
 Terapi perilaku kognitif.
 Pelatihan ketrampilan sosial.
 Terapi wicara dan aktivitas bisa membantu anak dengan sindrom
Asperger.
 Tidak ada obat untuk menyembuhkan sindrom Asperger. Obat umumnya
digunakan untuk mengurangi depresi dan kecemasan.
 Terapi fisik untuk membantu dalam kontrol gerakan anggota tubuh.

F. Prognosis
Tidak dapat kembali norml, tetapi terapi ang diberikan mampu
mengurangi geala yang ada.

G. Sarana & Prasarana


 Sarana : bed therapy, kursi,meja
 Prasarana : ruang therapy

292
H. Refrensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Asperger
https://klinikautis.com/2011/10/23/sindrom-asperger-deteksi-dini-
dan- penanganannya/
https://www.docdoc.com/id/info/condition/sindrom-
asperger http://doktersehat.com/sindrom-asperger-
bukan-autis/
http://www.kompasiana.com/theeadomo/sindrom-
asperger_552f9cac6ea834d97b8b45d5

293
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
MYASTHENIA GRAFIS
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

37. Myasthenia Grafis


 ICF :
 ICD : G70.0

A. Masalah Kesehatan
Penyakit kelainan system imun dimana system imun justru berbalik
menyerang persambungan antara saraf dan otot (neuromuscular junction)
saat penderitanya beraktivitas. Hal ini menyebabkan kelumpuhan otot
seketika, namun demikian saat beristirahat otot akan kembali pulih.

B. Anamnesis

C. Pemeriksaan fisik & Pemeriksaan penunjang


 Test elektrocardiostic : meliputi RNS (Repetitive Nerve Stimulation) &
single giber elegtromiografi (SFEMG)
 Test darah : mendeteksi keberadaan antibody pada reseptor aseltikolin
 CT Cheset : 15% pasien memiliki thymoma

D. Penegakan Diagnosis
 Untuk mendiagnosis myasthenia gravis, dokter akan menanyakan
gejala dan memeriksa kondisi fisik Anda. Demikian pula dengan riwayat

294
kesehatan Anda.
 Proses ini umumnya membutuhkan waktu yang lama karena gejala
pelemahan otot terlalu umum dan mirip dengan penyakit-penyakit lain,
misalnya multiple sclerosis atau hipertiroidisme. Karena itu, diagnosis
myasthenia gravis bisa sulit untuk dipastikan.

E. Rencana
penatalaksanaan
Pengobatan dengan :
 Mestinon : untuk memperbaiki neuromuscular junction
 Imuran : untuk menekan reaksi tidak normal dari system imun
 Immunoglobulin
 Plasmapheresis
 Thymectomy

F. Prognosis
 Jika terlambat ditangani gejala kelemahan otot yang awalnya muncul
di mata bisa semakin meluas. Otot pernapasan juga akan
kehilangan

 kekuatannya sehingga seseorang menjadi sulit bernapas dan hal ini


yang seringkali berakhir fatal.

G. Sarana & Prasarana


 Pemberian obat-obatan

H. Refrensi
http://www.pasiensehat.com/2013/11/mengenal-penyakit-aneh-
myasthenia- gravis.html
http://www.pasiensehat.com/2014/11/fakta-myasthenia-
gravis.html https://en.wikipedia.org/wiki/Myasthenia_gravis
http://health.detik.com/read/2015/03/16/113144/2859607/763/ken
ali-mg- penyakit-saraf-langka-yang-sering-dikira-penyakit-mata

295
http://www.alodokter.com/myasthenia-gravis

296
STANDARD PROCEDUR OPERATING (SPO)
NEROMA AKUSTIK
BAGIAN FISIOTERAPI NEUROLOGI RSUD PROV SULAWESI BARAT

NO. DOKUMENTASI NO. REVISI HALAMAN

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH DIREKTUR

dr. Hj. Indahwati Nursyamsi, M.Kes


NIP. 19680306 200212 2 002.

38. Neroma Akustik


 ICF :
 ICD : C72.4

A. Masalah Kesehatan
 Tumor Saraf Pendengaran (Neroma
Akustik, Neurinoma
Akustik, Schwannoma Vestibuler, Tumor Saraf VIII) adalah suatu tumor
jinak yang berasal dari sel Schwann (sel yang membungkus saraf). 7%
dari tumor yang tumbuh di dalam tulang tengkorak adalah tumor saraf
pendengaran.
 Gejala awalnya adalah tuli, tinnitus (telinga berdenging), pusing dan
ketidakseimbangan tubuh. Gejala lainnya bisa timbul setelah tumor
tumbuh lebih besar dan menekan bagian otak lainnya, yaitu saraf wajah
(saraf trigeminal yang menghubungkan mata, mulut dan rahang).

B. Anamnesis : -
C. Pemeriksaan fisik & Pemeriksaan penunjang
 Klinis. Pemeriksaan klinis dimulai dari anamnesa tentang riwayat dan
perjalanan penyakit penderita serta pemeriksaan fungsi saraf otak secara

297
menyeluruh (nervus kranialis mulai nervus kranialis I sampai XII)
 Otologis. Pemeriksaan otologi dilakukan melalui berbagai test fungsi
pendengaranRadiologi.
 Rangkaian pemeriksaan radilogis meliputi: a) foto polos (rontgen plain
photo), b) CT-Scan dan c) MRI.
 Penegakan Diagnosis
 Diagnosis dini ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan MRI dan tes
pendengaran (termasukABSR/auditory brain stem response yang menilai
perjalanan gelombang saraf ke otak).

D. Rencana penatalaksanaan

 Untuk menghindari kerusakan pada saraf wajah, tumor yang kecil diangkat
melalui pembedahan mikro. Tumor yang lebih besar diangkat melalui
pembedahan yang lebih luas.

E. Prognosis

 Pengobatan konservatif
 Operasi
 Radiasi

F. Sarana & Prasarana : -


G. Refrensi
https://efkaunair78.wordpress.com/2009/08/02/tumor-saraf-
pendengaran/ http://www.spesialis.info/?penyebab-tumor-saraf-
pendengaran,1201

298

Anda mungkin juga menyukai