Disusun Oleh :
Kelompok 4
Hermansyah, M.Kep
3. Perkembangan Fisik
1. Tinggi dan berat badan
Laju pertumbuhan selama tahun sekolah awal lebih lambat dari pada setelah
lahir tetapi, meningkat secara terus menerus. Pada anak tertentu mungkin tidak
mengikuti pola secara tepat. Anak usia sekolah lebih langsing dari pada anak usia
prasekolah, sebagai akibat perubahan distribusi dan kekebalan lemak (Edelmen dan
Mandle, 1994) Sekolah memberi peluang pada anak untuk membandingkan dirinya
dengan kelompok besar anak anak dengan usia yang sama. Pemeriksaan fisik yang
biasanya diperlukan selama kelas 1 merupakan kesempatan yang baik perawat
untuk mendiskusikan dengan anak dan orang tua tentang pengaruh genetic, nutrisi,
dan olah raga terhadap tinggi dan berat badan. Anak laki laki sedikit labih tinggi
dan lebih berat dari pada anak perempuan selama tahun pertama sekolah. Kira kira
2 tahun sebelum pubertas. Anak mengalami peningkatan pertumbuhan yang cepat.
2. Fungsi kardiovaskular
Fungsi kardiovaskular baik dan stabil selama tahun usia sekolah. Denyut
jantung rata- rata 70 – 90 denyut/menit, tekanan darah normal 110 / 70 mm Hg dan
frekuensi pernafasan stabil 19 – 21, Pertumbuhan paru minimal dan pernafasan
menjadi lebih lambat, lebih dalam, dan lebih teratur. Akan tetapi pada akhir periode
ini jantung 6 kali ukurannya saat lahir dan umumnya sudah mencapai ukuran
dewasa.
3. Fungsi neuromuscular
Anak usia sekolah menjadi labih lentur karena koordinasi otot besar
meningkat dan kekuatannya dua kali lipat. Banyak anak berlatih ketrampilan
motorik kasar yaitu berlari, melompat, menyeimbangkan gerak tubuh, dan
menangkap selama bermain. Menghasilkan peningkatan ketrampilan
neuromuscular. Perbedaan individual dalam kecepatan pencapaian penguasaan
ketrampilan dasar mulai terlihat. Perbedaan individual dalam ketrampilan motorik
terbentuk dalam partisipasi anak dalam aktivitas yang membutuhkan pergerakan
otot yang terkoordinasi dan kemampuan motorik halus.
Ketrampilan motorik halus terlambat tertinggal oleh ketrampilan motorik
kasar tetapi berkembang kira- kira dalam kecepatan yang sama, saat kontrol jari dan
pergelangan tangan tercapai, anak menjadi pandai melakukan aktivitas.
Ketrampilan meningkatkan motorik halus pada anak dalam pertengahan masa
kanak – kanak membuat mereka menjadi sangat mandiri dalam merawat kebutuhan
personal lain. Mereka mengembangkan keinginan personal yang kuat dalam proses
kebutuhan ini akan terpenuhi. Penyaklit dan hospitalisasi mengancam pengendalian
anak dalam area ini. Maka sangat penting mengizinkan mereka untuk berpartisipasi
dalam perawatan dan mempertimbangkan kemandirian sebanyak mungkin.
4. Nutrisi
Periode usia sekolah merupakan salah satu masalah nutrisi secara relative.
Jika terjadi defisiensi biasany defisiensi zat besi, vitamin A, atau kalsium. Anak
usia sekolah dapat belajar banyak hal tentang piramida makanan dan diet yang
seimbang dengan membantu menyiapkan makanan. Perawat harus menganjurkan
orang tua untuk menyediakan makanan dalam jumlah yang adekuat bagi anak untuk
mendukung pertumbuhan dan aktivitas.
4. Perkembangan Kognitif
Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk
berfikir dengan cara yang logis. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi di dominasi
oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas.
Sekitar 7 tahun, anak memasuki tahap piaget ketiga yaitu perkembangan kognitif,
yang di kenal sebagai operasional konkret, ketika merewka mampu mengunakan
symbol secara operasional (aktivitas mental) dalam pemikiran bukan kerja Mereka
mulai menggunakan proses pemikiran yang logis dengan materi konkret. Periode
ini di tandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan yaitu mengklasifikasikan,
menyusun, dan mengasosiasikan. Pada akhir masa ini anak sudah memiliki
kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.
1) Perkembangan bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian
ini tercakup semua semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan
perasaan di nyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan
menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambing, gambar atau lukisan, dengan
bahasa, semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar,
ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama.
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu
sebagai berikut :
a. Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (orang-
orang suara / bicara sudah berfungsi ) untuk berkata kata.
b. Proses belajar yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara
lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi/ meniru ucapan
atau kata-kata yang di dengarnya.
Perkembagan bahasa sangat cepat selama masa kanak-kanak tengah dan
pencapaian berbahasa tidak lagi sesuai dengan usianya. Rata-rata anak usia 6
tahun memiliki kosakata sekitar 3000 kata yang cepat berkembang dengan
meluasnya pergaulan dengan teman sebaya dan orang dewasa serta
kemampuannya membaca. Anak meningkatkan penggunaan berbahasa dan
mengembangkan pengetahuan strukturalnya. Mereka menjadi lebih menyadari
aturan sintaksis, aturan merangkai kta menjadi kalimat.
5. Perkembangan Psikososial
Selama masa ini anak berjuang untuk mendapatkan kompetensi dan
ketrampilan yang penting bagi mereka yang berfungsi sama sepertu dewasa. Anak
usia sekolah yang mendapatkan keberthasilan positif merasa adanya perasaan
berharga. Anak-anak yang menghadapi kegagalan dapat merasakan mediokritas
(biasa saja ) / perasaan tidak berharga yang dapat mengakibatkan menarik diri dari
sekolah dan teman sebaya.
1) Perkembangan moral
Kebutuhan kode moral dan aturan social menjadi lebih nyata sesuai kemampuan
kognitif dan pengalaman social anak sekolah, mereka memandang aturan
sebagai prinsip dasar kehidupan, bukan hanya perintah dari yang memiliki
otoritas. Anak mulai mengenal konsep moral pertama kali dari lingkungan
keluarga. Usaha untuk menanamkan konsep moral sejak dini merupakan hal
yang seharusnya, karena informasi yang di terima anak mengenai benar salah,
baik buruk, akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya.
2) Hubungan sebaya
Anak usia sekolah menyukai sebaya ssejenis dari pada sebaya lain jenis.
Identitas jender yang kuat dapat di lihat pada ikatan yang kuat dengan teman
sejenis yang di pertahankan oleh anak biasa di sebut “geng“. Umumnya anak
laki-laki dan perempuan memandang jenis kelamin yang berbeda secara
negative. Pengaruh sebaya menjadi lebih berbeda selama tahap perkembangan
ini. Konformitas terlihat pada perilaku, gaya berpakaian, dan pola berbicara yang
di dorong dan dipengaruhi adanya kontak dengan sebaya. Identitas kelompok
meningkat, seiring perubahan anak sekolah menuju adolesens.
3) Identitas seksual
Freud menggambarkan usia sekolah sebagai periode laten karena ia merasa pada
periode ini anak memiliki sedikit ketertarikan dalam seksualitasnya. Sekarang ini
banyak peneliti percaya bahwa anak usia sekolah memiliki ketertarikan yang
besar pada seksualitasnya
4) Konsep diri dan kesehatan
Selama usia sekolah identitas dan konsep diri menjadi lebih kuat dan lebih
individual. Persepsi sehat sakit berdasarkan pada fakta yang mudah diobservasi
seperti adanya atau tidak adanya penyakit dan keadekuatan tidur atau makan.
Kemampuan fungsional standar untuk kesehatan personal dan kesehatan yang
lain dinilai.
6. Tugas Perkembangan Orangtua Dengan Anak Usia Sekolah
Ketika anak memasuki usia sekolah, orangtua sebenarnya merasa bahwa
tahapan ini lebih berkurang kadar sibuknya, karena pekerjaan rumah sudah dapat
berjalan secara rutin. Anak secara umum merasa puas mengenai hubungannya
dengan orangtua dan mulai terlibat dalam aktivitas rumah tangga.
1) Mensupport perkembangan anak
Mendukung perkembangan Anak dilakukan dengan cara membiarkan
anak untuk pergi dan bergabung dengan dunia di luar rumahnya. Semakin lama,
akan semakin sedikit waktu anak tersebut berada di rumahnya. Sejak pagi hingga
siang anak harus bersekolah, kemudian setelah itu tidak jarang anak mengikuti
kegiatan olahraga atau klub-klub tertentu bersama dengan grupnya, sehingga
anak pulang ke rumah dalam keadaan lelah pada malam hari untuk beristirahat.
Belum lagi ajakan temannya untuk menginap di rumahnya, berlibur bersama,
ikut camp, mengunjungi kerabat pada hari libur, dsb. Semua kegiatan tersebut di
atas sangat baik untuk perkembangan anak dalam hal kemandirian, memperluas
pengalaman dan untuk perkembangan kepribadiannya.
Ketika anak mulai bergabung dengan teman sebaya mereka, orientasi
mereka mulai berkembang kearah peernya. Maka orangtua harus mendukung
hubungan ini, karena penelitian membuktikan bahwa anak dengan dukungan
yang sangat baik dari anggota keluarganya akan memgang teguh norma, nilai
dan identifikasi terhadap keluarganya bahkan ketika mereka sedang berinteraksi
dengan orang lain (Bowerman&Kinch, 1959). Seorang ibu yang memiliki
hubungan pertemanan yang hangat akan lebih mudah untuk membiarkan
anaknya bergabung dengan dunia luar. Anak pada usia ini sering menjadikan
orang yang lebih tua sebagai figur otoritas. Anak akan sering berkata “…tapi
kata bu guru begini…” pada orangtuanya. Hal ini mengindikasikan bahwa anak
sudah mulai keluar dari aturan rumahnya. Anak menemukan model baru, sikap
baru, dan pandangan baru melebihi yang didapat di keluarganya. Orangtua yang
dapat berempati terhadap minat anak dan dapat lebih melonggarkan aturannya
pada anak akan lebih mudahuntuk tidak terlalu mengikat anak tersebut pada
masa remajanya.
Orangtua yang menanamkan minat selain dari urusan anaknya akan lebih
mudah untuk membiarkan anaknya bergabung dengan aktivitas luar rumahnya
dibandingkan orangtua yang memusatkan hidupnya hanya untuk anak mereka.
Pada masa ini, suami dan istri lebih sering bekerja bersama dalam sebuah proyek
disbanding ketika usia anaknya masih preschool ataupun remaja.(Feldman,
1961). Beberapa aktivitas bersama yang dilakukan dengan anak-anak juga,
seperti piknik keluarga mungkin dapat mengembangkan minat dari suami dan
istri untuk meneruskan hubungannya sebagai sebuah pasangan.
2) Mempertahankan hubungan pernikahan
Beberapa studi, termasuk data dari National Opinion Research Centre
mengindikasikan bahwaefek dari kehadiran anak pada sebuah pernikahan dapat
membawa efek yang negatif. Hal ini ditemukan pada semua ras, agama, level
pendidikan, dan status pekerjaan (Davis, 1978). Sebanyak 6 survey nasional
sejak tahun 1973 sampai 1978 menemukan bahwa kehadiran anak cenderung
mengurangi kebahagiaan orangtua, dalam hal:
a. Ikut campur dalam hubungan pernikahan (marital companionship)
b. Mengurangi spontanitas hubungan seksual antara suami dan istri
c. Meningkatkan potensi kecemburuan dan kompetensi untuk memperoleh
afeksi, waktu dan perhatian,
d. Menjaga pasangan yang tidak bahagia dari perceraian, setidaknya untuk
beberapa saat (Glenn&Mc Lanchan,1982).
Permasalahan pernikahan pada keluarga dengan anak usia sekolah biasanya
lebih sering terjadi dibandingkan momen lainnya. Biasanya mereka mengalami 4
kali problem lebih sering. Potensi problem terbesar bisanya mengenai
pengaturan anak di rumah, sehingga mengurangi ekspresi afeksi dari pasangan
suami-istri, dan dijadikan nomor kedua (Swensen&Moore, 1979). Ekspresi cinta
dari pasangan mulai berkurang selama perjalanan pernikahan. Hal ini biasanya
terjadi pada pasangan yang menerapkan peran gender tradisional dalam
berhubungan, dimana hubungan keduanya kemudian hanya menjadi sebuah
kebiasaan yang didasarkan pada kebutuhan, perasaan, dan harapan dari satu
pihak ke pihak lainnya. Model pernikahan seperti ini lebih baik menggunakan
metode diskusi daripada menghindar dalam penyelesaian konfliknya, dan yang
lebih pentingberusaha untuk mengekspresikan cintanya secara spontan
(Swensen,Eskew,&Kohlhepp, 1981). Menjaga hubungan pernikahan pada saat
usia anak memasuki usia sekolah sangatlah penting, tidak hanya untuk
kepentingan suami dan istri saja, tetapi juga demi kepentingan anak kelak.
Arlina. 2012. Keluarga Anak Usia Sekolah. Diakses pada tanggal 12 September 2012
dihttp:/www.scribd
Agustiansyah, Tri A. 2009. Asuhan Keperawatan keluarga Pasangan Baru Menikah dengan Masalah
KB. Dimuat dalam http://ners86.wordpress.com/2009/03/30/asuhan-keperawatan- keluarga/
Friedman, M., Marilyn. 1998. Family Nursing : Research, Theory & Practice. USE : Appleton
And Lange.com/tika_arlina/d/50136705-Keluarga-Anak-Usia-Sekolah
2012. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Stroke. Diakses pada tanggal 12 September 2012
di http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan- keluarga -dengan-stroke.html