Anda di halaman 1dari 20

Makalah Keperawatan Keluarga

Askep Keluarga dengan Masalah Anak Usia Sekolah

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Dina Anggraini P0 5120218061


Dinda Rupita P0 5120218062
Enny Febina Sari P0 5120218068
Murdani Furyanti P0 5120218072
Dosen Pembimbing :

Hermansyah, M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PRODI DIII JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan individu tersendiri yang bertumbuh dan berkembang secara unik
dan tidak dapat diulang setelah usianya bertambah.Anak adalah seseorang yang belum
mencapai usia 21 tahun dan belum pernah kawin (menikah) (UU No. 4 tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak). Menurut Hurlock (1980) saat ini yang disebut anak
bukan lagi yang berumur 21 tahun tetapi berumur 18 tahun, dan masa dewasa dini
dimulai umur 18 tahun.
Kelompok-kelompok usia anak terdiri dari 3 kelompok yaitu :
1. Usia prasekolah : 2 – 5 tahun
2. Usia sekolah : 6 – 12 tahun
3. Usia remaja : 13 - 18 tahun
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan pada
anak usia sekolah.
b. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada keluarga dengan anak usia
sekolah.
c. Agar mahasiswa mampu mengangkat diagnosa keperawan pada keluarga dengan
anak usia sekolah.
d. Agar mahasiswa mampu melakukan intervensi pada keluarga dan anak usia
sekolah.
e. Agar mahasiswa mampu melaksanakan implementasi pada keluarga dan anak usia
sekolah.
f. Agar mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada keluarga dan anak usia sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Anak usia sekolah disebut sebagai masa akhir anak-anak sejak usia 6 tahun dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Label yang digunakan oleh orang tua
a. Usia yang menyulitkan karena anak tidak mau lagi menuruti perintah dan lebih
dipengaruhi oleh teman sebaya dari pada orang tua ataupun anggota keluarga
lainnya.
b. Usia tidak rapi karena anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam
penampilan.
c. Usia bertengkar karena banyak terjadi pertengkaran antar keluarga dan membuat
suasana rumah yang tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga.
2. Label yang digunakan pendidik/guru
a. Usia sekolah dasar : anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang
dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa
dan mempelajari perbagai ketrampilan penting tertentu baik kurikuler maupu
ekstrakurikuler
b. Periode kritis dalam berprestasi : anak membentuk kebiasaan untuk mencapai
sukses, tidak sukses, atau sangat sukses yang cenderung menetap sampai
dewasa.
3. Label yang digunakan oleh ahli psikologi
a. Usia berkelompok : perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh
teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok.
b. Usia penyesuaian diri : anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui
oleh kelompok dalam penampilan, berbicara dan berperilaku.
c. Usia kreatif :suatu masa yang akan menentukan apakah anak akan menjadi
konformis (pencipta karya baru) atau tidak.
d. Usia bermain : suatu masa yang mempunyai keinginan bermain yang sangat
besar karena adanya minat dan kegiatan untuk bermain.
2. Kelompok Anak
a. Usia prasekolah : 2 – 5 tahun
b. Usia sekolah : 6 – 12 tahun
c. Usia remaja : 13 - 18 tahun
Kelompok teman sebaya mempengaruhi perilaku anak. Perkembangan fisik, kognitif
dan sosial meningkat. Anak meningkatkan kemampuan komunikasi.
a) Anak usia 6-7 tahun :
 membaca seperti mesin
 mengulangi tiga angka mengurut ke belakang
 membaca waktu untuk seperempat jam
 anak wanita bermain dengan wanita
 anak laki-laki bermain dengan laki-laki
 cemas terhadap kegagalan
 kadang malu atau sedih
 peningkatan minat pada bidang spiritual
b) Anak usia 8-9 tahun:
 kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat
 menggunakan alat-alat seperti palu
 peralatan rumah tangga
 keterampilan lebih individual
 ingin terlibat dalam segala sesuatu
 menyukai kelompok dan mode
 mencari teman secara aktif
c) Anak usia 10-12 tahun:
 pertambahan tinggi badan lambat
 pertambahan berat badan cepat
 perubahan tubuh yang berhubungan dengan pubertas mungkin tampak
 mampu melakukan aktivitas seperti mencuci dan menjemur pakaian sendiri,
memasak, menggergaji, mengecat, menggambar, senang menulis surat atau
catatan tertentu
 membaca untuk kesenangan atau tujuan tertentu
 teman sebaya dan orang tua penting
 mulai tertarik dengan lawan jenis
 sangat tertarik pada bacaan, ilmu pengetahuan

3. Perkembangan Fisik
1. Tinggi dan berat badan
Laju pertumbuhan selama tahun sekolah awal lebih lambat dari pada setelah
lahir tetapi, meningkat secara terus menerus. Pada anak tertentu mungkin tidak
mengikuti pola secara tepat. Anak usia sekolah lebih langsing dari pada anak usia
prasekolah, sebagai akibat perubahan distribusi dan kekebalan lemak (Edelmen dan
Mandle, 1994) Sekolah memberi peluang pada anak untuk membandingkan dirinya
dengan kelompok besar anak anak dengan usia yang sama. Pemeriksaan fisik yang
biasanya diperlukan selama kelas 1 merupakan kesempatan yang baik perawat
untuk mendiskusikan dengan anak dan orang tua tentang pengaruh genetic, nutrisi,
dan olah raga terhadap tinggi dan berat badan. Anak laki laki sedikit labih tinggi
dan lebih berat dari pada anak perempuan selama tahun pertama sekolah. Kira kira
2 tahun sebelum pubertas. Anak mengalami peningkatan pertumbuhan yang cepat.
2. Fungsi kardiovaskular
Fungsi kardiovaskular baik dan stabil selama tahun usia sekolah. Denyut
jantung rata- rata 70 – 90 denyut/menit, tekanan darah normal 110 / 70 mm Hg dan
frekuensi pernafasan stabil 19 – 21, Pertumbuhan paru minimal dan pernafasan
menjadi lebih lambat, lebih dalam, dan lebih teratur. Akan tetapi pada akhir periode
ini jantung 6 kali ukurannya saat lahir dan umumnya sudah mencapai ukuran
dewasa.
3. Fungsi neuromuscular
Anak usia sekolah menjadi labih lentur karena koordinasi otot besar
meningkat dan kekuatannya dua kali lipat. Banyak anak berlatih ketrampilan
motorik kasar yaitu berlari, melompat, menyeimbangkan gerak tubuh, dan
menangkap selama bermain. Menghasilkan peningkatan ketrampilan
neuromuscular. Perbedaan individual dalam kecepatan pencapaian penguasaan
ketrampilan dasar mulai terlihat. Perbedaan individual dalam ketrampilan motorik
terbentuk dalam partisipasi anak dalam aktivitas yang membutuhkan pergerakan
otot yang terkoordinasi dan kemampuan motorik halus.
Ketrampilan motorik halus terlambat tertinggal oleh ketrampilan motorik
kasar tetapi berkembang kira- kira dalam kecepatan yang sama, saat kontrol jari dan
pergelangan tangan tercapai, anak menjadi pandai melakukan aktivitas.
Ketrampilan meningkatkan motorik halus pada anak dalam pertengahan masa
kanak – kanak membuat mereka menjadi sangat mandiri dalam merawat kebutuhan
personal lain. Mereka mengembangkan keinginan personal yang kuat dalam proses
kebutuhan ini akan terpenuhi. Penyaklit dan hospitalisasi mengancam pengendalian
anak dalam area ini. Maka sangat penting mengizinkan mereka untuk berpartisipasi
dalam perawatan dan mempertimbangkan kemandirian sebanyak mungkin.
4. Nutrisi
Periode usia sekolah merupakan salah satu masalah nutrisi secara relative.
Jika terjadi defisiensi biasany defisiensi zat besi, vitamin A, atau kalsium. Anak
usia sekolah dapat belajar banyak hal tentang piramida makanan dan diet yang
seimbang dengan membantu menyiapkan makanan. Perawat harus menganjurkan
orang tua untuk menyediakan makanan dalam jumlah yang adekuat bagi anak untuk
mendukung pertumbuhan dan aktivitas.
4. Perkembangan Kognitif
Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk
berfikir dengan cara yang logis. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi di dominasi
oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas.
Sekitar 7 tahun, anak memasuki tahap piaget ketiga yaitu perkembangan kognitif,
yang di kenal sebagai operasional konkret, ketika merewka mampu mengunakan
symbol secara operasional (aktivitas mental) dalam pemikiran bukan kerja Mereka
mulai menggunakan proses pemikiran yang logis dengan materi konkret. Periode
ini di tandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan yaitu mengklasifikasikan,
menyusun, dan mengasosiasikan. Pada akhir masa ini anak sudah memiliki
kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.
1) Perkembangan bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian
ini tercakup semua semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan
perasaan di nyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan
menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambing, gambar atau lukisan, dengan
bahasa, semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar,
ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama.
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu
sebagai berikut :
a. Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (orang-
orang suara / bicara sudah berfungsi ) untuk berkata kata.
b. Proses belajar yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara
lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi/ meniru ucapan
atau kata-kata yang di dengarnya.
Perkembagan bahasa sangat cepat selama masa kanak-kanak tengah dan
pencapaian berbahasa tidak lagi sesuai dengan usianya. Rata-rata anak usia 6
tahun memiliki kosakata sekitar 3000 kata yang cepat berkembang dengan
meluasnya pergaulan dengan teman sebaya dan orang dewasa serta
kemampuannya membaca. Anak meningkatkan penggunaan berbahasa dan
mengembangkan pengetahuan strukturalnya. Mereka menjadi lebih menyadari
aturan sintaksis, aturan merangkai kta menjadi kalimat.

5. Perkembangan Psikososial
Selama masa ini anak berjuang untuk mendapatkan kompetensi dan
ketrampilan yang penting bagi mereka yang berfungsi sama sepertu dewasa. Anak
usia sekolah yang mendapatkan keberthasilan positif merasa adanya perasaan
berharga. Anak-anak yang menghadapi kegagalan dapat merasakan mediokritas
(biasa saja ) / perasaan tidak berharga yang dapat mengakibatkan menarik diri dari
sekolah dan teman sebaya.
1) Perkembangan moral
Kebutuhan kode moral dan aturan social menjadi lebih nyata sesuai kemampuan
kognitif dan pengalaman social anak sekolah, mereka memandang aturan
sebagai prinsip dasar kehidupan, bukan hanya perintah dari yang memiliki
otoritas. Anak mulai mengenal konsep moral pertama kali dari lingkungan
keluarga. Usaha untuk menanamkan konsep moral sejak dini merupakan hal
yang seharusnya, karena informasi yang di terima anak mengenai benar salah,
baik buruk, akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya.
2) Hubungan sebaya
Anak usia sekolah menyukai sebaya ssejenis dari pada sebaya lain jenis.
Identitas jender yang kuat dapat di lihat pada ikatan yang kuat dengan teman
sejenis yang di pertahankan oleh anak biasa di sebut “geng“. Umumnya anak
laki-laki dan perempuan memandang jenis kelamin yang berbeda secara
negative. Pengaruh sebaya menjadi lebih berbeda selama tahap perkembangan
ini. Konformitas terlihat pada perilaku, gaya berpakaian, dan pola berbicara yang
di dorong dan dipengaruhi adanya kontak dengan sebaya. Identitas kelompok
meningkat, seiring perubahan anak sekolah menuju adolesens.
3) Identitas seksual
Freud menggambarkan usia sekolah sebagai periode laten karena ia merasa pada
periode ini anak memiliki sedikit ketertarikan dalam seksualitasnya. Sekarang ini
banyak peneliti percaya bahwa anak usia sekolah memiliki ketertarikan yang
besar pada seksualitasnya
4) Konsep diri dan kesehatan
Selama usia sekolah identitas dan konsep diri menjadi lebih kuat dan lebih
individual. Persepsi sehat sakit berdasarkan pada fakta yang mudah diobservasi
seperti adanya atau tidak adanya penyakit dan keadekuatan tidur atau makan.
Kemampuan fungsional standar untuk kesehatan personal dan kesehatan yang
lain dinilai.
6. Tugas Perkembangan Orangtua Dengan Anak Usia Sekolah
Ketika anak memasuki usia sekolah, orangtua sebenarnya merasa bahwa
tahapan ini lebih berkurang kadar sibuknya, karena pekerjaan rumah sudah dapat
berjalan secara rutin. Anak secara umum merasa puas mengenai hubungannya
dengan orangtua dan mulai terlibat dalam aktivitas rumah tangga.
1) Mensupport perkembangan anak
Mendukung perkembangan Anak dilakukan dengan cara membiarkan
anak untuk pergi dan bergabung dengan dunia di luar rumahnya. Semakin lama,
akan semakin sedikit waktu anak tersebut berada di rumahnya. Sejak pagi hingga
siang anak harus bersekolah, kemudian setelah itu tidak jarang anak mengikuti
kegiatan olahraga atau klub-klub tertentu bersama dengan grupnya, sehingga
anak pulang ke rumah dalam keadaan lelah pada malam hari untuk beristirahat.
Belum lagi ajakan temannya untuk menginap di rumahnya, berlibur bersama,
ikut camp, mengunjungi kerabat pada hari libur, dsb. Semua kegiatan tersebut di
atas sangat baik untuk perkembangan anak dalam hal kemandirian, memperluas
pengalaman dan untuk perkembangan kepribadiannya.
Ketika anak mulai bergabung dengan teman sebaya mereka, orientasi
mereka mulai berkembang kearah peernya. Maka orangtua harus mendukung
hubungan ini, karena penelitian membuktikan bahwa anak dengan dukungan
yang sangat baik dari anggota keluarganya akan memgang teguh norma, nilai
dan identifikasi terhadap keluarganya bahkan ketika mereka sedang berinteraksi
dengan orang lain (Bowerman&Kinch, 1959). Seorang ibu yang memiliki
hubungan pertemanan yang hangat akan lebih mudah untuk membiarkan
anaknya bergabung dengan dunia luar. Anak pada usia ini sering menjadikan
orang yang lebih tua sebagai figur otoritas. Anak akan sering berkata “…tapi
kata bu guru begini…” pada orangtuanya. Hal ini mengindikasikan bahwa anak
sudah mulai keluar dari aturan rumahnya. Anak menemukan model baru, sikap
baru, dan pandangan baru melebihi yang didapat di keluarganya. Orangtua yang
dapat berempati terhadap minat anak dan dapat lebih melonggarkan aturannya
pada anak akan lebih mudahuntuk tidak terlalu mengikat anak tersebut pada
masa remajanya.
Orangtua yang menanamkan minat selain dari urusan anaknya akan lebih
mudah untuk membiarkan anaknya bergabung dengan aktivitas luar rumahnya
dibandingkan orangtua yang memusatkan hidupnya hanya untuk anak mereka.
Pada masa ini, suami dan istri lebih sering bekerja bersama dalam sebuah proyek
disbanding ketika usia anaknya masih preschool ataupun remaja.(Feldman,
1961). Beberapa aktivitas bersama yang dilakukan dengan anak-anak juga,
seperti piknik keluarga mungkin dapat mengembangkan minat dari suami dan
istri untuk meneruskan hubungannya sebagai sebuah pasangan.
2) Mempertahankan hubungan pernikahan
Beberapa studi, termasuk data dari National Opinion Research Centre
mengindikasikan bahwaefek dari kehadiran anak pada sebuah pernikahan dapat
membawa efek yang negatif. Hal ini ditemukan pada semua ras, agama, level
pendidikan, dan status pekerjaan (Davis, 1978). Sebanyak 6 survey nasional
sejak tahun 1973 sampai 1978 menemukan bahwa kehadiran anak cenderung
mengurangi kebahagiaan orangtua, dalam hal:
a. Ikut campur dalam hubungan pernikahan (marital companionship)
b. Mengurangi spontanitas hubungan seksual antara suami dan istri
c. Meningkatkan potensi kecemburuan dan kompetensi untuk memperoleh
afeksi, waktu dan perhatian,
d. Menjaga pasangan yang tidak bahagia dari perceraian, setidaknya untuk
beberapa saat (Glenn&Mc Lanchan,1982).
Permasalahan pernikahan pada keluarga dengan anak usia sekolah biasanya
lebih sering terjadi dibandingkan momen lainnya. Biasanya mereka mengalami 4
kali problem lebih sering. Potensi problem terbesar bisanya mengenai
pengaturan anak di rumah, sehingga mengurangi ekspresi afeksi dari pasangan
suami-istri, dan dijadikan nomor kedua (Swensen&Moore, 1979). Ekspresi cinta
dari pasangan mulai berkurang selama perjalanan pernikahan. Hal ini biasanya
terjadi pada pasangan yang menerapkan peran gender tradisional dalam
berhubungan, dimana hubungan keduanya kemudian hanya menjadi sebuah
kebiasaan yang didasarkan pada kebutuhan, perasaan, dan harapan dari satu
pihak ke pihak lainnya. Model pernikahan seperti ini lebih baik menggunakan
metode diskusi daripada menghindar dalam penyelesaian konfliknya, dan yang
lebih pentingberusaha untuk mengekspresikan cintanya secara spontan
(Swensen,Eskew,&Kohlhepp, 1981). Menjaga hubungan pernikahan pada saat
usia anak memasuki usia sekolah sangatlah penting, tidak hanya untuk
kepentingan suami dan istri saja, tetapi juga demi kepentingan anak kelak.

7. Tugas Perkembangan Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah


1. Menyediakan Tempat Tinggal yang Cocok dan Memperhatikan Kesehatan
Anak. Keluarga dengan anak usia sekolah mencari tempat tinggal yang sesuai
dengan kemampuan mereka. Mereka lebih menyukai rumah yang dapat
diperluas dan memungkinkan penggunaan energi secara efisien yang dekat
dengan sekolah dan job security. Hauenstein dalam penelitiannya membagi
populasi menjadi dua macam yaitu :
a. High stress neighborhoods à ditandai dengan crowded, susunan, keluarga
mengalami kesulitan membuat suatu pertemuan
b. Low stress neighborhoods à kebanyakan adalah keluarga-keluarga yang
stabil, jalan-jalan yang aman.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa tak seorangpun yang ingin tinggal di
area yang tinggi tingkat kriminal yang sangat membahayakan anak-anak dan
juga orang dewasa. Yang sering tinggal di area seperti ini biasanya adalah
keluarga yang tidak bekerja (pengangguran) dan punya masala-masalah dalam
perkawinan. Dapat dilihat bahwa menyediakan tempat tinggal yang sesuai
adalah suatu tugas yang berat dan memberi tantangan terutama dalam situasi
ekonomi yang sulit seperti sekarang. Keluarga dengan young children
kebanyakan menginginkan mempunyai rumah sendiri. Akan tetapi, biaya untuk
memiliki rumah sendiri selalu meningkat dari waktu ke waktu. Adanya biaya
pindah keluarga rata-rata meningkat begitu cepat, banyak keluarga yang tetap
berada di tempat tinggalnya tanpa mencoba untuk meningkatkan keadaan
tempat tinggal mereka. Pada waktu biaya untuk tempat tinggal semakin tinggi,
beberapa keluarga muda mampu membeli sebuah rumah tanpa bantuan dari
kerabatnya. Hal itu tidak aneh karena biasanya keluarga muda paling banyak
menerima dukungan dari extended family.
Menjaga kesehatan anak usia sekolah memerlukan suntikan untuk mencegah
adanya penyakit menular dan peduli pada anak yang sakit atau pemulihan dari
kecelakaan. Banyak sistem sekolah yang mengharuskan bukti imunisasi anak
sebelum menerima mereka ke sekolah tiap tahun. Dipteria, tetanus, pertusis,
polio, campak, gondok dan rubella (MMR) adalah imunisasi yang biasanya
diperlukan bagi anak dari TK sampai SMA. Oleh karena itu, adalah tanggung
jawab keluarga untuk menemui dokter keluarga atau melalui Departemen
Kesehatan Negara atau klinik.
a. Kesehatan gigi pada anak dan orang dewasa juga merupakan tanggung
jawab keluarga. Pemberian fluoride secara rutin besar pengaruhnya dalam
mengurangi kerusakan gigi pada anak. Oleh karena itu, keluarga diharapkan
untuk memeriksakan dan merapikan gigi anak pada dokter gigi serta
menggosok gigi secara teratur setelah makan yang sering memerlukan
monitor dan modeling dari orang tua.
b. Kecelakaan merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak usia
sekolah. Hasil penelitian bahwa anak laki-laki dua kali lebih banyak
mengalami kecelakaan dibandingkan anak perempuan dan biasanya
kematian paling tinggi adalah karena kecelakan kendaraan motor. Selain itu,
kecelakaan juga menyebabkan kerusakan permanen, kelumpuhan serta
kehilangan waktu untuk sekolah.
c. Child abuse merupakan suatu masalah yang terdapat pada beberapa
keluarga. Mendisiplinkan anak dengan cara memukul mungkin adalah
sesuatu yang normal dalam beberapa keluarga dan cukup banyak persentase
orang tua yang mengaku menendang, menggigit, memukul dengan tangan
atau benda dan mengancam menggunakan pisau atau senjata. Hasil
penelitian bahwa 10 dari seribu anak tidak menerima cinta dan dukungan
tetapi sering menerima pukulan dari orang tua mereka. Orang dewasa yang
mengalami abuse pada waktu anak-anak lebih cenderung menjadi child
abuser terhadap anak mereka sendiri. Physical abuse biasanya terjadi pada
keluarga miskin tetapi kebanyakan keluarga kaya menggunakan abuse
sebagai “accident”. Banyak keluarga ekonomi bawah yang stress dan
melampiaskan rasa frustasi pada anak mereka. Child abuse sering juga
dipicu oleh respon anak yang membantah, menantang atau mengabaikan
orang tua sehingga orang tua frustasi dan kehilangan kontrol dan
menggunakan metode disiplin yang lebih keras dan meningkat menjadi
abuse. Parents anonymous merupakan organisasi nasional yang siap
membantu mengatasi kekerasan dengan melakukan pertemuan secara teratur
dan menggunakan sarana telepon untuk orang tua yang membutuhkan
bantuan.
d. Incest merupakan masalah kesehatan mental utama yang terjadi pada semua
kelas sosek serta etnis dan ras, biasanya saat anak berusia 6-12 tahun. Anak
yang menjadi korban incest biasanya takut untuk menceritakannya pada
siapapun, yang bisa jadi petunjuk adalah penarikan diri yang tidak jelas,
kecemasan, mimpi buruk atau keluhan fisik khususnya masalah urine atau
pelvic yang sakit. Bantuan untuk korban incest dan keluarganya dapat
ditemukan di tempat layanan perlindungan anak, pusat krisis perkosaan atau
woman’s centers. Untuk mencegah incest dapat dilakukan dengan
pemberian pendidikan seks di rumah dan di sekolah.
e. Health care cost (biaya kesehatan) cenderung meningkat, tetapi banyak
keluarga yang mempunyai asuransi kesehatan untuk membantu membiayai
biaya rumah sakit dan membayar dokter. Sebanyak 83 % dari pekerja di
Amerika bekerja pada perusahaan yang memiliki asuransi kesehatan.
2. Keuangan Keluarga dengan Anak Usia Sekolah
Pengeluaran keluarga yang paling besar biasanya adalah untuk makan,
kemudian untuk rumah, transport, dan kebutuhan rumah tangga. Keempat item
utama tersebut kira-kira membutuhkan 65,1 % dari semua uang yang
dihabiskan tiap individu dalam sebuah keluarga. Belum lagi untuk biaya
pengobatan, pakaian, rekreasi, dan yang lainnya. Ibu sering bekerja untuk
membantu keuangan keluarga dan anak-anak. Kebanyakan ibu bekerja pada
pekerjaan apapun menginginkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan
yang mereka miliki. Penghasilan mereka biasanya tidak sebesar penghasilan
suaminya, tetapi mereka dapat membantu menyediakan segala sesuatu yang
dibutuhan keluarga. Pekerjaan part time mungkin adalah pekerjaan yang baik
untuk ibu ketika anakberada di sekolah atau ketika ayah mereka dapat
menemani anak-anak.
a. Split shifts memungkinkan banyak ibu yang bekerja sementara suami berada
di rumah. Kesuksesan ibu bekerjatergantung pada pendidikan dan training,
pengalaman kerja sebelumnya, dukungan suami, usia anak, kesehatan serta
dukungan bantuan dari kerabat dekat dan orang lain. Pekerjaan ibu biasanya
harus disesuaikan secara efektif terhadap situasi yang terjadi dalam keluarga
seperti ketika anak sakit, mendapat kecelakaan atau situasi gawat lain yang
menimpa keluarga.
b. Dual career families merupakan keluarga dimana kedua suami dan istri
yang mempunyai karir dengan posisi yang penting, yang meminta
serangkaian perkembangan dan keahlian serta memerlukan kompetensi dan
komitmen yang tinggi. Ketika salah satu dari mereka mempunyai
kesempatan mengambangkan karir di tempat lain, solusi tradisional untuk
istri adalah mendukung karir suaminya, mengorbankan dirinya dengan
tinggal di rumah, mengakhiri pekerjaannya atau memulai lagi semuanya di
lokasi yang baru nanti.
c. Commuting merupakan jalan keluar yang diambil oleh pasangan yang
keduanya mempunyai karir dimana salah dari mereka tinggal si rumah
sedangkan yang lain pulang pergi kerja selama seminggu, kembali ke
keluarga untuk weekends dan liburan. Keuntungan yang besar adalah
perkembangan yang profesional dengan memisahkan pekerjaan dan waktu
untuk keluarga sehingga tidak akan ada pengaruh negatif pada perembangan
anak atau dalam masalah perkawinan. Ini mungkin terjadi ketika ada kerja
sama yang aktif dan kepercayaan antara suami istri, komunikasi yang
terbuka dalam keluarga, keteguhan hati untuk mengatasi masalah, fleksibel,
dan komitmen yang kuat untuk keluarga dan pekerjaan. (Farris 1978).
Mengkombinasikan antara peran dalam bekerja dan keluarga perlu menjaga
keseimbangan antara keduanya. Baik bu rumah tangga sepenuhnya atau istri
yang bekerja ditemukansama-sama puas secara dengan kehidupannya
Anak memberikan ketertarikan pada ibu ketika mereka terlibat dalam
pekerjaan ibu, mengunjungi tempat kerja ibu, bertemu dengan teman kerja
ibu dan melihat apa yang ibu kerjakan. Anak yang bekerja di samping orang
tuanya dalam tugas-tugas rumah tangga sehari-hari merasa bahwa mereka
penting ketika dipercaya untuk memulai mempersiapkan makan malam dan
melakukan tugas rumah tangga yang lain sementara menunggu orang tuanya
pulang ke rumah.
3. Pemberian Tanggung Jawab Dalam Memelihara Rumah
Dalam keluarga modern, dapur bukan lagi wilayah eksklusif ibu, tetapi juga
bagi ayah dan anak yang lebih tua.
a. Partisipasi anak
Partisipasi anak dalam menjaga rumahdapat dipertimbangkan, tergantung
bagaimana keluarganya, usia dan jenis kelamin anak, dan apakah ibu
mereka bekerja atau tidak. Anak laki-laki dan perempuan dapat saling
membantu untuk memasak dan membersihkan rumah. Seperti perempuan,
laki-laki pun dapat melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci piring,
mengurus pekarangan, mobil dan hewan peliharaan. Ibu yang bekerja full
time, partisipasi anak dalam mengurus rumah sangat tinggi, tapi ibu yang
bekerja part-time, partisipasi anak rendah.
b. Bantuan dari suami
Studi dari 1212 pasangan di Philadelphia, menemukan bahwa pasangan
kulit hitam menyukai pembagian kerja dalam rumah tangga daripada
pasangan kulit putih (Ericksen, Yancey, & Ericksen 1979). Terdapat 2
istilah yang harus dibedakan. Pertama Role-sharing, bahwa tanggungjawab
tugas dilaksanakan oleh pasangan suami istri. Suami menganggap
mengerjakan segala tugas tanpa harus ada nasihat atau pengingat dari istri.
Istilah kedua yaitu task sharing, bahwa pembagian tugas tanpa mengubah
asumsi dasar tentang peran-peran dari pasangan yang menikah. Task
sharing, suami membantu istrinya jika hanya seorang istri membutuhkan
pertolongan suaminya. Studi di Middletown 1978 menemumukan
perbedaanantara keluarga business class & working class. 45 persen
keluarga yang menganggap istri memiliki tanggung jawab penuh terhadap
tugas rumah tangga, istri yang mengurus rumah tangga lebih banyak
daripada suami sekitar 40 persen pasangan, 7 persen pasangan suami istri
saling berbagi tugas, laki-laki yang lebih banyak mengurus rumah tangga
sekitar 3 persen dan beberapa lagi masih termasuk dalam studi keluarga.
Lewis (1972) menyatakan bahwa istri lebih aktif dalam membuat keputusan
ketika anak di rumah. Interaksi dengan ayah juga sangat penting, karena
dapat membantu anak bersikap disekolah seperti halnya hubungan dengan
peers, orangtua, dan saudara kandung (Feldman & Feldman, 1975).
Hubungan antara suami-istri dapat ditingkatkan dengan saling berbagi
tugas dalam menjaga anak dan rumah tangga.
4. Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses dimana individu dibantu untuk:
a. diterima dalam anggota suatu kelompok
b. mengembangkan sense-nya sebagai social being
c. berinteraksi dengan orang lain dalam variasi peran, posisi, dan status
d. antisipasi terhadap harapan dan reaksi dari orang lain
e. persiapan untuk peran masa depan yang mereka harapkan
Sosialisasi bermanfaat untuk tiap anggota keluarga dalam mengembangkan
skills, attitude dan potensi seseorang di masyarakat. Sosialisasi berlangsung
terus menerus dalam kehidupan sebagai suatu peran baru di setiap situasi baru
atau kelompok yang individu tersebut baru memasukinya. Anak-anak usia
sekolah lebih mengembangkan hubungan dengan orang lain daripada dengan
keluarganya sendiri. Rasa kedekatan dengan relatives of the family dapat
dicapai dengan cara saling mengunjungi, menulis surat, liburan bersama, reuni
keluarga, dll. Anak-anak usia sekolah dapat berkunjung ke keluarganya yang
lain di saat anak tersebut sudah bisa menjaga dirinya, siap menghadapi
tantangan dan tertarik dengan situasi yang baru. Anak usia sekolah senang
berteman dengan berbagai jenis orang. Saat anak tersebut berhadapan dengan
teman yang berbeda tipe, mereka belajar mengatasi situasi saat ini dan yang
akan datang. “undesirable friends” menurut orangtua
a. anak mengganggu teman mainnya yang lain jenis
b. teman lain suka menyerang
c. bermain bersama tapi tidak sesuai aturan
Keterlibatan keluarga dalam masyarakat berfungsi saat orang tua mempercayai
anaknya untuk mandiri. Anak yang dari latar belakang beda ras, etnik, dan
kelas sosial dapat memiliki pengalaman lebih banyak daripada anak yang
hanya berhubungan dengan “orang-orang satu jenis” dengannya, karena dapat
menghilangkan komponen pendidikan mereka dalam hidup bermasyarakat.
Orangtua sebaiknya ikut aktif dalam pertemuan orangtua-guru dan kegiatan
lain yang ditekuni oleh anaknya.

5. Komunikasi Di Dalam Keluarga dan Anak Usia Sekolah


Keluarga adalah sebuah sarana komunikasi untuk anak usia sekolah
Kebanyakan anak senang menceritakan pengalaman mereka, banyak bertanya,
dan mengekspresikan sesuatu. Studi longitudinal mengindikasikan masalah
awal seperti destructiveness, temper tantrums dan overactivity menurun secara
cepat di usia sekolah. Komunikasi orangtua-anak didukung saat anak merasa
bebas menanyakanatau berbicara hal personal tentang masalah pubertas yang
dialami dan tentang peer mereka.
Diskusi tentang sex education:
a. apa yang terjadi di dalam tubuh
b. perbedaan antara 2 sex
c. perbedaan yang dirasakan antar teman sejenis saat beranjak dewasa
d. bagaimana menerima dan dapat nyaman dengan situasi menstruasi pada
perempuan dan seminal emissions pada laki-laki
e. bagaimana cara mengatasi jerawat dan tanda lain yang menunjukkan
meningkatnya fungsi glandular
f. kematangan tubuh apa yang terjadi pada saat sekarang dengan yang akan
datang
Orang tua yang dapat menjawab pertanyaan dan terbuka dengan anaknya akan
menjaga komunikasi yang baik. Penerimaan orangtua terhadap perasaan real
mereka sama baiknya pada anak dapat memunculkan ekspresi yang sehat dari
emosi seperti fear(takut), anxiety (cemas), resentment, anger(marah), dan
cemburu.
Siblings
Beberapa keuntungan memiliki siblings:
a. kakak dapat menjadi teladan bagi adiknya
b. seorang sibling mengidentifikasi dengan yang lain pada satu area
c. perbedaan antara sibling dapat mengembangkan sense
d. sibling dapat menjadi feedbacker
e. dapat saling tukar barang
f. jembatan untuk mengerti antara dunianya dan dunia orang dewasa
Sibling coalition dimana anak dikontrol secara kuat diawalnya sebagai
mekanisme bagi anak agar terikat bersama yang mungkin ikatan sepanjang
hidup antar siblings. Anak yang pertama lahir dapat memiliki orangtua yang
seutuhnya dan terus berlanjut menjadi anak yang unik dalam keluarga. Anak
yang paling akhir, oleh orangtuanya cenderung diberikan banyak toleransi.
Anak tengah merasa bahwa orangtuanya lebih banyak menghukum daripada
memberi dukungan padanya dibandingkan anak tertua dan anak terakhir.
Dalam studi tentang selfesteem anak tengah memiliki tingkat yang rendah
selfesteem-nya dibandingkan anak pertama dan terakhir. Fungsi dari rumah
dapat juga melayani emosi-emosi yang dikondisikan kembali oleh anggota
keluarga pada saat ia berada di luar seperti sekolah dibandingkan ia harus
meluapkan emosi di luar rumah yang akan mengganggu ketenangan di sekitar
rumah. Dengan adanya komunikasi maka cinta akan mengalir dalam keluarga
tersebut menggantikan rasa marah atau energi negatif lainnya dengan energi
yang positif.
8. Promosi Kesehatan Selama Periode Usia Sekolah
Periode usia sekolah merupakan periode klinis untuk penerimaan latihan
perilaku dan kesehatan menuju kehidupan dewasa yang sehat. Jika tingkat kognisi
meningkat pada periode ini, pendidikan kesehatan yang efektif harus
dikembangkan dengan tapat. Promosi praktek kesehatan yang baik merupakan
tanggung jawab perawat. Selama progam ini, perawat berfokus pada
pengembangan perilaku yang secara positif berpengaruh pada status kesehatan
anak. Perawat dapat berperan untuk memenuhi tujuan kebijakan nasional dengan
menigkatkan kebiasaan gaya hidup yang sehat termasuk nutrisi. Anak usia
sekolah harus berpartisipasi dalam progam pendidikan yang memungkinkan
mereka untuk merencanakan, memilih dan menyajikan makanan yang sehat.
Perawat juga mengikutsertakan orang tua tentang peningkatan kesehatan yang
tepatbagi anak usia sekolah. Orang tua perlu mengenali pentingnya kunjungan
pemeliharaan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Arlina. 2012. Keluarga Anak Usia Sekolah. Diakses pada tanggal 12 September 2012
dihttp:/www.scribd

Agustiansyah, Tri A. 2009. Asuhan Keperawatan keluarga  Pasangan Baru Menikah dengan Masalah
KB. Dimuat dalam http://ners86.wordpress.com/2009/03/30/asuhan-keperawatan- keluarga/

Friedman, M., Marilyn. 1998. Family Nursing : Research, Theory & Practice. USE : Appleton
And Lange.com/tika_arlina/d/50136705-Keluarga-Anak-Usia-Sekolah

2009. Konsep Keluarga. Diakses pada tanggal 12 September 2012 di


http://lensaprofesi.blogspot.com/2009/01/konsep-keluarga.html

2012. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Stroke. Diakses pada tanggal 12 September 2012
di http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan- keluarga -dengan-stroke.html

Anda mungkin juga menyukai