Anda di halaman 1dari 6

Manajemen Stress dan emosi

Introduction
Stres umumnya dianggap sebagai keadaan yang terjadi pada saat individu dipaksa untuk
melakukan suatu adaptasi, harus menguasai dan mengatasi situasi yang menimbulkan perubahan
dari status normal baik yang berubah memburuk maupun membaik. Ostell menerangkan bahwa
stres merupakan keadaan yang timbul karena individu mempersepsikan situasi sebagai
“masalah” dan bernilai tinggi, kemudian individu bereaksi dengan cara tertentu karena
mempersepsikannya melebihi sumber kemampuan untuk menanggulangi.

A. Stress
1. Pengertian Stress

Sarafino (Hardjana, 1993) mengatakan bahwa “stres sebagai suatu keadaan yang dihasilkan
ketika individu dan lingkungan (bertransaksi), baik nyata atau tidak nyata, antara tuntutan
situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu menyangkut kondisi biologis, psikologis,
atau psikososial”. Taylor (2003) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional
negatif disertai perubahan reaksi biokimia, fisiologis, kognitif, dan perilaku yang ditujukan
pada arah perubahan peristiwa penuh stres atau memberikan efek perubahan. Menurut Taylor
(2003), stressor merupakan peristiwa yang menyebabkan stres. Sebuah penelitian tentang
stresor telah membantu mendefinisikan beberapa kondisi yang lebih banyak memproduksi
stres daripada yang lainnya, tetapi jika hanya memfokuskan pada peristiwa penuh stres tidak
dapat secara penuh menjelaskan pengalaman stres. Karena tiaptiap pengalaman penuh stres
antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Individu juga bervariasi dalam merespon
stres. Menurut Taylor (2003), respon terhadap stres dimanifestasikan dan melibatkan
perubahan fisiologis, reaksi kognitif, reaksi emosional, dan respon perilaku. Respon-respon
stres ini menimbulkan kemungkinan dari variasi tanda-tanda terjadinya stres, yang mana
dapat diukur sebagai usaha untuk mengetahui secara langsung derajat stres seseorang.

Beberapa pengertian stress menurut para ahli :

 Selye (1982 dalam Ali Maskum, 2008) menyatakan definisi stres sebagai respon non
spesifik dari tubuh di setiap tuntutan.
 Robbins (2001) menyatakan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang menekan
keadaan psikis seseorang dalam mencapai sesuatu kesempatan di mana untuk mencapai
kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.
 Weinberg dan Gould (2003) mendefinisikan stres sebagai “a substantial imbalance
between demand (physical and psychological) and response capability, under condition
where failure to meet that demand has importance concequences”. Artinya, ada
ketidakseimbangan antara tuntutan (fisik dan psikis) dan kemampuan memenuhinya. Gagal
dalam memenuhi kebutuhan tersebut akan berdampak krusial.
2. Jenis – jenis Stress
- Stres Akut

Jenis stres yang pertama adalah stres akut. Stres akut adalah jenis stres yang paling
umum. Ini adalah reaksi langsung tubuh terhadap tantangan, peristiwa, atau
permintaan baru. Stres ini memicu respon kita melawan atau malah lari. Ketika
kita mengalami kejadian-kejadian seperti kecelakaan mobil yang nyaris terjadi,
pertengkaran dengan anggota keluarga, atau kesalahan besar di tempat kerja
meresap, maka tubuh kita akan menyalakan respon biologis ini. Namun, stres akut
tidak selalu negatif. Ketika menghadapi stres akut ini, kita seperti
mengendarai roller coaster. Episode stres akut yang terisolasi tidak boleh
memiliki efek kesehatan. Karena kenyataannya, jenis stres ini mungkin sebenarnya
sehat bagi kita, karena situasi penuh tekanan ini memberikan latihan tubuh dan
otak dalam mengembangkan respons terbaik terhadap situasi stres di masa depan.
Sedangkan untuk stres akut berat seperti stres yang diderita korban kejahatan atau
situasi yang mengancam jiwa, dapat menyebabkan masalah kesehatan mental,
seperti gangguan stres pascatrauma  atau gangguan stres akut.

- Stres akut episodik

Ketika stres akut sering terjadi, maka jenis stres ini disebut stres akut episodik.
Orang yang tampaknya selalu mengalami krisis cenderung mengalami stres akut
episodik. Mereka sering mudah marah dan cemas. Orang yang selalu pesimistis
atau cenderung melihat sisi negatif dari segala sesuatu, biasanya juga mengalami
stres akut episodik. Efek kesehatan negatif tetap ada pada orang dengan stres akut
episodik. Mungkin sulit bagi orang dengan jenis stres ini untuk mengubah gaya
hidup mereka, karena mereka menerima stres sebagai bagian dari kehidupan.

- Stres Kronis

Jika stres akut tidak terselesaikan, maka akan mulai meningkat atau berlangsung
lama. Dan stres tersebut akan berubah menjadi  stres kronis. Stres ini konstan dan
tidak hilang. Jenis stres ini dapat berasal dari hal-hal seperti:

 kemiskinan
 keluarga yang disfungsional
 pernikahan yang tidak bahagia
 pekerjaan yang buruk

Stres kronis dapat merusak kesehatan. Karena dapat berkontribusi pada beberapa
penyakit serius atau risiko kesehatan, seperti:

 penyakit jantung
 kanker
 penyakit paru-paru
 kecelakaan
 sirosis hati
 bunuh diri

3. Sumber – Sumber Stres

Davison dan Neale juga menyatakan stres dapat bersumber dari kondisi fisik dan
bayangan masa depan yang tak pasti (asing). Terdapat stres sistemik yang disebabkan
karena tubuh bereaksi terhadap invasi (misal; virus, panas, dan sebagainya) dengan reaksi
yang digeneralisasikan dan melibatkan beberapa tantangan bagi integritas tubuh secara
fisikal. Ada juga stres karena alasan murni psikologis seperti ketakutan dan kecemasan
ataupun karena sosial-budaya seperti kondisi tempat tinggal, konflik sosial, dan
keterasingan. Terdapat stres yang akut karena tuntutan adaptasi pada situasi dan kondisi
sesaat atau dalam waktu yang relatif pendek, ada pula stres yang kronis yang muncul
dalam bentuk penyesalan dan dendam yang tersimpan lama, juga perasaan putus asa dan
tak berdaya ketika merasa tidak memiliki ketrampilan atau kekuatan untuk mengatasi
tantangan hidup. Hal-hal tersebut potensial menimbulkan stres, artinya walaupun
seseorang menghadapi masalah yang sama tetapi tidak semua individu menerimanya
sebagai stresor. Dalam psikologi dijelaskan bahwa suatu situasi atau kondisi menjadi
stresor ataukah tidak tergantung pada kapasitas masing-masing individu. Efeknya
tergantung pada persepsi dan reaksi emosional individu dikarenakan adanya perbedaan
temperamen ataupun pengalaman. Pada kadar tertentu stres justru berdampak positif dan
diperlukan untuk kreativitas dan memperbaiki kinerja. Dalam perspektif klinis terdapat
dua komponen reaksi stres, yaitu: komponen psikologis (perilaku, sikap, pola pikir, emosi
dan perasaan stres) dan komponen fisiologis (somatik). Secara fisiologis stress berkaitan
dengan sistem limbik, meliputi talamus, hipotalamus, amigdala, dan hipokampus yang
berkaitan dengan aspek emosi dan ingatan. Amigdala merupakan bagian otak yang
penting karena berfungsi dalam pengaturan motivasi, respon emosi, dan reaksi penolakan
terhadap stimulus negatif (ketakutan dan ingatan-ingatan emosional yang tidak disadari
atau tidak diinginkan). Stres juga bersumber dari lingkungan organisasi dimana birokrasi
dapat menciptakan berbagai tekanantekanan (stresor) psikologis sehingga seseorang tidak
berdaya menghadapinya.

4. Dampak Stres

Stres memberi yang terjadi pada individu akan menyebabkan adanya tantada-tanda
tertentu yang dapat berakibat sehingga member dampak pada kehidupan sehari-hari bagi
mahasiswa dan menurut Braham (1990) gejala stress dapat berupa tandatanda:

1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar,
gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat
pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubahnya selera makan,
tekanan darah tinggi, serangan jantung, kehilangan energi.
2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitive, gelisah,
cemas, suasana hati mudah berubah, sedih, mudah menagis dan depresi, gugup,agresif
dan mudah bermusuhan, mudah menyerang, kelesuan mental.
3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk
berkonsentrasi, suka melamun berlebihan.
4. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, menurunnya kepercayaaan pada
orang lain, mudah mengingkari janji, senang mencari kesalahan orang lain, menutup diri,
mudah menyalahkan orang lain.

5. Cara – cara mengatasi Stres

Banyak cara yang dapat kita lakukan dalam mengatasi stress, dan setiap individu dapat
mengatasi stress dengan cara yang dimiliki oleh masing-masing sesuai dengan
kemampuan mereka. Adapu cara yang dapat dilakukan seperti:
1. Pelatihan efikasi diri dibuat berdasarkan prinsip belajar mengalami (experience
learning), yang prosesnya tidak hanya dilakukan dengan pemberian materi saja, tetapi
peserta juga diberi kesempatan untuk mengalami secara langsung perilaku-perilaku yang
dilatihkan dalam bentuk permainan yang bermakna.
2. Belajar mengalami (experience learning) di awali dengan mengalami tahap kegiatan,
mengungkap keluar berbagai materi dan observasi, memproses yaitu mendiskusikan pola
dan dinamika, menyimpulkan dan mengembangkan prinsip-prinsip dunia nyata dan
menerapkan yaitu merencanakan penggunaan hasil belajar secara efektif (Ancok, 2005).

B. Manajemen Stres

Respon koping individu sering terjadi secara spontan, yang mana, individu melakukan apapun
secara alami pada diri mereka dan apa yang telah dikerjakan sebelumnya. Tetapi seringkali
usaha-usaha itu tidak cukup. Stresor bisa jadi lebih kronis, atau lebih elusif sehingga
menyebabkan usaha individu itu sendiri tidak berhasil untuk menurunkan stres. Karena individu
dengan jelas kesulitan mengatur stres dengan dirinya sendiri, sehingga ahli psikologi kesehatan
mengembangkan teknik yang disebut manajemen stres yang dapat diajarkan (Taylor, 2003).
Manajemen stress adalah suatu program untuk melakukan pengontrolan atau pengaturan stres
dimana bertujuan untuk mengenal penyebab stress dan mengetahui teknik-teknik mengelola
stres, sehingga orang lebih baik dalam menguasai stress dalam kehidupan daripada dihimpit oleh
stress itu sendiri (Schafer, 2000: 18). Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya,
yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif (Margiati, 1999: 76). Memanajemen
stres berarti membuat perubahan dalam cara berfikir dan merasa, dalam cara berperilaku dan
sangat mungkin dalam lingkungan individu masing-masing (Margiati, 1999: 76). Manajemen
stres menurut Taylor (2003) meliputi 3 tahap , yaitu:

a. Tahap pertama, partisipan mempelajari apakah stres itu dan bagaimana mengidentifikasi
stresor dalam kehidupan mereka sendiri.

b. Tahap kedua, mereka memperoleh dan mempraktekan ketrampilan untuk mengatasi (koping)
stres.

c. Tahap terakhir, partisipan mempraktekkan teknik manajemen stres mereka yang ditargetkan
situasi penuh stres mereka dan memonitor efektivitas teknik itu. Dalam melakukan manajemen
stres terdapat beberapa cara yang digunakan untuk dapat mengelola stres. Berikut ini adalah
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengelola stres (dalam Wade dan Tavris, 2007: 302-
310).
a) Strategi Fisik Cara yang paling cepat untuk mengatasi tekanan fisiologis dari stres adalah
dengan menenangkan diri dan mengurangi rangsangan fisik tubuh melalui meditasi atau
relaksasi. Menurut Scheufele, relaksasi progresif adalah belajar untuk secara bergantian menekan
dan membuat otot-otot menjadi santai, juga menurunkan tekanan darah dan hormon stres (Wade
dan Tavris, 2007:302).

b) Strategi Emosional Merupakan suatu strategi yang berfokus pada emosi yang muncul akibat
masalah yang dihadapi, baik marah, cemas, atau duka cita (dalam Wade dan Tavris, 2007: 303).
Beberapa waktu setelah bencana atau tragedi adalah hal yang wajar bagi individu yang
mengalaminya untuk merasakan emosi-emosi tersebut. Pada tahap ini, orang sering kali butuh
untuk membicarakan kejadian tersebut secara terus-menerus agar dapat menerima, memahami,
dan memutuskan akan melakukan hal apa setelah kejadian tersebut selesai (dalam Wade dan
Tavris, 2007: 303). Emotion focused coping adalah sebuah strategi koping 6 stres yang lebih
menekankan pada usaha untuk menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi
masalah atau tekanan, mengalihkan perhatian dari masalah (dalam Tanti, 2007).

c) Strategi Kognitif Dalam strategi kognitif yang dapat dilakukan adalah menilai kembali suatu
masalah dengan positif (positive reappraisal problem). Strategi positive reappraisal yaitu
merupakan usaha kognitif untuk menganalisa dan merestrukturisasi masalah dalam sebuah cara
yang positif sambil terus melakukan penerimaan terhadap realitas situasi (dalam Solichatun,
2011). Menurut Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa appraisal merupakan reaksi
terhadap stres sangat tergantung pada bagaimana individu itu menafsirkan atau menilai (secara
sadar atau tidak sadar) arti dari peristiwa yang mengancam atau menantang dirinya. Masalah
dapat diubah menjadi tantangan dan kehilangan dapat diubah menjadi keuntungan yang tidak
terduga. Selain itu teknik lain yang dapat digunakan untuk mengubah kognitif adalah dnegan
affirmasi positif. Afirmasi adalah cara yang paling mudah dan sederhana untuk mempengaruhi
pikiran bawah sadar seseorang (Fyrzha, 2011). Afirmasi adalah sejumlah kalimat yang positif
disusun baik itu hanya sebatas pikiran, atau dituangkan kedalam tulisan, diucapkan dengan cara
berulang-ulang (Nazmy, 2012). Afirmasi ini berupa pernyataan pendek dan sederhana yang
disampaikan terus menerus dan berulang-ulang kepada diri sendiri. Pada saat melakukan
afirmasi, sesungguhnya seseorang sedang mempengaruhi keadaan pikiran bawah sadar. Afirmasi
harus bersifat positif dan diwujudkan dengan kata-kata yang singkat.

d) Strategi Sosial Dalam strategi sosial seorang individu untuk menurunkan stres dapat
melakukan hal berikut ini, seperti mencari kelompok dukungan. Kelompok dukugan (support
group) terutama sangat membantu, karena semua orang dalam kelompok pernah mengalami hal
yang sama dan memahami apa yang dirasakan. Kelompok dukungan dapat memperlihatkan
kepedulian dan kasih sayang. Mereka dapat membantu seseorang menilai suatu masalah dan
merencanakan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Mereka merupakan sumber
kelekatan dan hubungan yang dibutuhkan oleh setiap orang sepanjang hidup. Memiliki teman
adalah hal yang menyenangkan dan hal ini bahkan dapat meningkatkan kesehatan seseorang.
Daftar Pustaka
Agoes, dkk. 2003. Teori dan Manajemen Stress (Kontemporer dan Islam). Malang: Taroda.

Chomaria, Nurul. 2009. Tips Jitu & Praktis Mengusir Stres: Plus Cara mengelola dan
Mengatasi Tekanan Stress Menjadi Energi Positif. Jogjakarta: Diva Press.

Manktelow, James. 2007. Mengendalikan Stres. Jakarta: Erlangga.

Bahar, E. Stres dan Kesehatan. Makalah Seminar ”Hipertensi dan Stres serta
Penatalaksanaannya”. Mei 1995. RSUP. Palembang, 1995.

Davison, G.C. and Neale, J.M. Abnormal Psychology. Eighth Edition. New York: John
Wiley & Sons, Inc, 2001.

Monks, F. J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam


Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001.

Anda mungkin juga menyukai