NIM: 1910106062
Kelas: D4 anestesiologi 2B
Penulis : Eka Rahayu Utami, Fakultas Saintek, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang. Jalan Gajayana No 50 Malang.
Linkjurnal
:https://www.researchgate.net/publication/265579606_ANTIBIOTIKA_RE
SISTENSI_DAN_RASIONALITAS_TERAPI
Masalah resistensi bakteri terhadap antibiotika telah menjadi masalah internasional. Saat ini
sedang digalakkan kampanye dan sosialisasi pengobatan secara rasional yang meliputi
pengobatan tepat, dosis tepat, lama penggunaan yang tepat serta biaya yang tepat. Bakteri
menjadi resisten untuk dapat bertahan hidup setelah melalui beberapa proses tertentu. Banyak hal
yang bisa mendukung terjadinya resistensi.Pada akhirnya konsekuensi yang ditimbulkan sangat
merugikan baik dari segi kesehatan, ekonomi maupun kesehatan masyarakat.Terapi rasional,
regulasi pemerintah, juga edukasi masyarakat menjadi beberapa poin penting dalam stategi
penanganan masalah resistensi ini.
Tujuan:
Penelitian dalam jurnal bertujuan untuk Masalah resistensi bakteri terhadap antibiotika telah
menjadi masalah internasional
Penulis menggunakan teori utama oleh Paul Ehlrich pada 1910 yang pertama kali menemukan
antibiotika, Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali menemukan apa
yang disebut “magic bullet’, yang dirancang untuk menangani infeksi mikroba. Pada tahun 1910,
Ehrlich menemukan antibiotika pertama, Salvarsan yang digunakan untuk melawan syphilis.
Metode:
Jurnal ini menggunakan pendekatan kuantitatif pada penelitiannya. Seluruh data yang terkumpul
kemudian dianalisis dengan metode analisis regresi menggunakan metode stepwise.
Hasil:
Masalah antibiotika dan resistensinya menjadi perhatian seluruh dunia.WHO bahkan menetapkan
tema Antimicrobacterial Resistance and its Global Spread untuk memperingati Hari Kesehatan
Sedunia.Penanganan masalah ini memerlukan partisipasi dari banyak pihak.Dokter sebagai
klinisi, masyarakat luas sebagai pengguna, pemerintah sebagai pemegang regulasi, farmasi
sebagai distributor, bahkan calon tenaga kesehatan bisa berperan serta dalam menangani masalah
resistensi ini.
Linkjurnal : https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/view/13363
Kasus-kasus yang dikonfirmasi dari sindrom pernapasan Timur Tengah yang disebabkan oleh
coronavirus (MERS-CoV) tidak ditemukan sampai akhir Februari 2019 di Indonesia. Ancaman
penyebaran penyakit MERS-CoV di Indonesia masih cukup luas, terutama karena jumlah
perjalanan internasional dari Indonesia ke Arab Saudi untuk tujuan Haji dan Umrah, berlibur,
bekerja, atau menetap di Semenanjung Arab.
Tujuan:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan penilaian risiko formal (FRA) dan
risiko MERS-CoV di Indonesia pada tahun 2018, dengan memperhatikan ancaman, kerentanan,
dan kapasitas.
Metode:
Penelitian ini adalah penelitian observasi non-reaktif yang disajikan secara deskriptif
menggunakan metode kepustakaan dan wawancara mendalam dengan staf subdirektorat Penyakit
Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan Republik. Pengambilan keputusan untuk kategori
ancaman dan kategori kerentanan didasarkan pada indeks ancaman dan nilai kerentanan
tertinggi, sedangkan kategori kapasitas didasarkan pada nilai indeks kapasitas terendah.
Hasil:
Penelitian ini menunjukkan bahwa ada tiga sub-kategori ancaman dan dua sub-kategori
kerentanan yang memiliki skor indeks tinggi dan delapan sub-kategori kapasitas yang memiliki
skor rendah. Kesimpulan: Penerapan penilaian risiko untuk MERS-CoV dengan metode FRA
secara keseluruhan telah diupayakan secara maksimal. Namun, masih ada kekurangan dalam
hasil penelitian yang perlu ditingkatkan melalui intervensi lebih lanjut untuk mengurangi nilai
subkategori yang tinggi dalam indeks ancaman dan kerentanan dan untuk meningkatkan nilai
indeks kapasitas rendah.
3. contoh kasus beserta penyelesaiannya tentang materi antiprotozoal
Jawab:
Jika Seseorang terkena toksoplasmosis yang disebabkan Sporozoa, yaitu toxoplasma penyebab
toksoplasmosis,
Penyembuhanya: Obat yang diberikan biasanya adalah obat antiparasit yang secara khusus
bertujuan membunuh parasit tertentu.
Jawab:
Cacing kremi
Cacing ini merupakan jenis cacing gelang. Bentuknya sangat kecil, tidak berbahaya, tetapi sangat
umum menginfeksi orang dewasa, terlebih anak-anak. Cacing kremi tinggal di usus besar dan
rektum. Cara penularan ke manusia adalah ketika manusia menyentuh telur-telur tersebut lalu
tertelan. Saking kecilnya, telur cacing kremi mudah terbang dan terhirup oleh manusia.
Cacing pita
Selama ini banyak orang yang tahu bahwa cacing pita hanya menular melalui konsumsi daging
yang kurang matang. Namun, cacing pita juga bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui air
minum yang telah terkena kontaminasi telur atau larva cacing pita. Cacing pita ini terbilang
mengerikan karena bisa tumbuh di dalam tubuh manusia sampai berukuran 15 cm dan hidup
selama 30 tahun.
Cacing gelang
Cacing gelang merupakan salah satu penyebab cacingan pada orang dewasa, yang menular
melalui makanan yang sudah terkena kontaminasi telur cacing, lalu dimakan oleh manusia.
Cacing-cacing ini dapat berkembang biak hingga dalam jumlah banyak di dalam tubuh manusia.
Cacing pipih
Cacing ini hidup di darah, usus, atau jaringan tubuh manusia. Sebenarnya cacing pipih lebih
banyak menginfeksi hewan daripada manusia. Namun, jika Anda sering mengonsumsi sayuran
mentah, terutama selada air, Anda berisiko terinfeksi cacing ini. Telur cacing pipih juga bisa
masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum yang terkontaminsi telur cacing.
Cacing tambang
Telur cacing tambang bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui pori-pori kulit. Karenanya,
jika Anda berjalan tanpa alas kaki di atas tanah atau media yang menjadi habitat larva cacing
tambang, kesempatan cacing untuk masuk ke dalam tubuh Anda dengan menembus kulit sangat
besar.
Cacing trikinosis
Jenis cacing ini terdapat pada daging matang yang sudah dihinggapi larva cacing. Setelah masuk
ke dalam tubuh, larva berdiam di usus manusia dan tumbuh menjadi dewasa. Setelah itu larva
akan berkembang biak dan berpindah dari usus ke otot atau jaringan tubuh yang lain.