Ajub Ishak
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai, Gorontalo
(ajubiskak64@gmail.com)
Abstrak
Tulisan ini mengulas tentang pelaksanaan hukum Islam di Indonesia. Hukum Islam
ditegakkan dan sudah berlangsung serta diakui keberadaannya secara sah di
lingkungan masyarakat Islam Indonesia yang tentunya mempunyai kekuatan
memaksa dalam penerapan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat khususnya
umat Islam. Kanun hukum Islam bersumber dari wahyu untuk manusia, karenanya
kanun hukum Islam berbeda dengan fikih yang tidak ada paksaan untuk
pelaksanaannya meliputi aspek kehidupan manusia khususnya umat Islam. Di
Indonesia, kanun hukum Islam sudah diterapkan tetapi masih terbatas dalam ruang
lingkup perdata Islam. Yang lebih khusus lagi berkaitan dengan hukum keluarga
dan penerapannya dikhususkan kepada masyarakat Islam.
This paper explores the implementation of Islamic law in Indonesia. Islamic law has
been established and legally recognized in Indonesian Muslim society which
certainly has the power to force the application of Islamic law to the people,
especially Muslims. Canons of Islamic law derived from revelation to man;
therefore, it is different with the canons of Islamic jurisprudence that there is no
compulsion for the implementation involves aspects of human life, especially
Muslims. In Indonesia, the canons of Islamic law had been implemented but are still
limited in the scope of civil Islam. More specifically related to family law and its
implementation is particularly devoted to the Muslim community.
107
Ajub Ishak
A. Pendahuluan
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang penduduknya
sangat beragam dari segi etnik, budaya dan agama. Sedangkan mayo-
ritasnya adalah beragama Islam, sekitar 88 % dari lebih dua ratus juta
orang.1 Bila dilihat dari segi pluralitas jenis penduduknya, dapat
dikatakan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai sistem hukum
berbeda, berlaku sejak zaman primitif yang berasal dari kitab Suci,
kebiasaan atau adat istiadat, sampai dengan ketentuan yang diyakini
bersama untuk dipatuhi.
Ketika Indonesia masih dijajah oleh kolonial Belanda, jelaslah
kolonial Belanda sebagai penjajah, sudah tentu membawa sistem
hukum mereka ke Indonesia. Justru sangat mungkin para penjajah itu
akan memaksakan hukumnya kepada masyarakat Indonesia yang
mereka jajah.2
Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sudah pasti
ada nilai-nilai agama yang telah diyakini bersama, dijadikan sistem
kehidupan, aturan atau norma mereka dan mengetahui hubungan
antara sesama mereka, yang kemudian dianggap sebagai hukum yang
dikenal dengan hukum Islam.
Berbicara mengenai hukum Islam tetap disadari adanya
ketentuan normatif yang diperoleh dari sumber asalnya, yakni yang
disebut dengan syariah atau wahyu yang wujudnya berupa al-Quran
dan Sunnah/Hadis Nabi.3
Dapat disimpulkan bahwa pemeluk agama Islam harus
mempraktekkan ketentuan normatif tersebut. Dan ketentuan tersebut
dapat terwujud kalau dalam bentuk kanun atau Undang-Undang yang
mempunyai sifat memaksa dengan menggunakan alat negara. Tetapi
mengapa hukum Islam tersebut dalam prakteknya dikalangan umat
Islam di Indonesia, bahkan penerapannya belum secara keseluruhan,
atau masih sebagiannya saja.
1
A. Qadry Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi Antara Hukum
Islam Dan Hukum Umum, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), h. 109.
2
Ibid., h. 110.
3
Ibid., h. 184.
108
Kanunisasi Hukum Islam di Indonesia
4
“…Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa-apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang kafir”; “…Barang siapa yang
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang zalim”; “Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah. Barang siapa yang tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang fasik”.
5
H. Ichtijanto, S.A., Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam di
Indonesia, dalam Eddi Rusdiana, dkk, Hukum Islam di Indonesia, Perkembangan
dan Pembentukannya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991), h. 104
6
H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999), h. 70.
109
Ajub Ishak
7
H. Ichtijanto, S.A., Op. Cit., h. 104
8
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam Penerapan Syari’at
Islam dalam konteks Modernitas, (Bandung: Asy-Syaamil Press dan Grafika, 2001),
h. 193
9
Menurut N. Coulson; Kekuasaan, yang disebut siyasah, mempunyai
wewenang untuk menetapkan aturan bagi pelaksanaan hukum yang disebut qanun.
Lihat, Mark Cammark, Hukum Islam dalam Politik Hukum Orde Baru, dalam
Sudirman Tebba, (ed.) Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara,
Studi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya, (Bandung: Mizan, 1993), h.
35.
110
Kanunisasi Hukum Islam di Indonesia
10
A. Qadri Azizy, Op.Cit., h. 57-58
11
N. Noulson, Op.Cit., h. 35
12
Ibid., h.163
13
Subhi Mahmassani, Filsafat Hukum Dalam Islam, Diterjemahkan oleh
Ahmad Sudjono dari buku Falsafah Al-Tasyri’ Fi Al-Islâm, (Bandung: Al-Maarif,
1981), h. 22.
111
Ajub Ishak
14
A. Qadry Azizy, Op.Cit., h. 61-62
112
Kanunisasi Hukum Islam di Indonesia
113
Ajub Ishak
20
Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2000), h. 3
21
Ibid, h. 24-25.
22
Jawahir Thontowi, Islam, Politik dan Hukum; Esai-Esai Ilmiah Untuk
Pembaharuan, (Yogyakarta: Madyan Press, 2002), h. 28.
23
Ibid.
24
Terdapat kehendak dan usaha untuk menempatkan hukum, selain sebagai
pengendali masyarakat (social control) dan juga, sebagai suatu sarana rekayasa
masyarakat (as a tool of social engineering) Lihat: Cik Hasan Basri, (et.al.,)
Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999), h. 3
114
Kanunisasi Hukum Islam di Indonesia
blue print atau cetak biru Tuhan yang selain sebagai kontrol juga
sekaligus sebagai social engineering terha-dap keberadaan suatu
komunitas masyarakat. Sementara yang kedua, hukum lebih
merupakan produk sejarah yang dalam batas-batas tertentu diletakkan
sebagai justifikasi terhadap tuntutan perubahan sosial, budaya dan
politik.25
Dengan demikian tersebut, sebenarnya sudah cukup kuat
landasan bagi umat Islam Indonesia untuk melaksanakan syari’at
Islam di bumi Indonesia, baik dalam bidang muamalah, bahkan
hukum pidana sekalipun.26
Penerapan syari’at Islam di Indonesia juga memiliki akar
historis yang kuat, sebab kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara telah
melaksanakan hukum Islam. Hukum Islam telah hidup di bumi
Nusantara, sebelum kedatangan penjajah Kristen Belanda. Karena itu,
sejak zaman VOC, Belanda sebenarnya telah menga-kui hukum Islam
di Indonesia.27
Apabila melihat sejarah, bahwa syari’at Islam sudah memang
diterapkan, bahkan di masa penjajahan sekalipun syari’at Islam telah
mendapat pengakuan berlakunya. Walaupun masih dalam batas-batas
tertentu bila tidak bertentangan atau sejalan dengan hukum adat,
apalagi di era reformasi sekarang ini.
Era reformasi memang dimanfaatkan oleh berbagai kalangan
kaum muslimin Indonesia untuk menggelorakan pene-rapan syari’at
Islam di Indonesia. Kaum muslimin di sejumlah daerah, seperti D.I.
Aceh, Sulawesi Selatan, Maluku, Tasikmalaya, Garut dan sebagainya,
sedang dan terus berbenah untuk memperjuangkan tegaknya hukum
Allah di daerah masing-masing. Undang-Undang Nomor 22 tentang
otonomi daerah biasanya dijadikan sebagai pintu masuk untuk
menerapkan syari’at Islam tersebut. 28
Karena itu, menurut Ismail Sunny; tidaklah berlebihan kalau
dikatakan bahwa pada masa kolonial Belanda hukum Islam
25
Ahmad Rafiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta:
Gama media, 2001), h. 98-99.
26
Adhian Husaini, Rajam Dalam Arus Budaya Syahwat, Penerapan Hukum
Rajam di Indonesia dalam Tinjauan Syariat Islam, Hukum Posititf dan Politik
Global, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h.147
27
Ibid, h. 148
28
Ibid, h. xi
115
Ajub Ishak
29
Sudirman Tebba, Sosiologi Hukum Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2002),
h. 88, yang dikutip dari, Ismail Sunny, Islam as a System of Law in Indonesia,
dalam In Memoriam Prof. Dr. Hazairin; Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia,
(Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1976), h. 19.
30
H. Ichtijanto, S.A., Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam Di
Indonesia, dalam Eddi Rusdiana, SH., dkk, Hukum Islam Di Indonesia,
Perkembangan dan Pembentukannya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991), h.
100
31
Teori ini menyatakan bahwa hukum yang berlaku bagi rakyat jajahan
(pribumi) adalah hukum adat. Hukum Islam menjadi hukum kalau telah diterima
oleh masyarakat sebagai hukum adat. Lihat H. Ichtijanto, S.A., H., Dalam Eddi
Rusdiana, SH., dkk, Hukum Islam … h. 101., lihat pula Ahmad Rofiq, Op.Cit., h.
62. Lihat Pula, H. Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar
Hukum Islam dalam tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h.
112.
32
Teori yang mengatakan bahwa hukum yang berlaku bagi rakyat pribumi
adalah hukum agamanya. Lihat Ibid, h. 101., lihat pula Ahmad Rofiq, M.A. Op.Cit.,
h. 55. Lihat Pula, H. Suparman Usman, Op.Cit., h. 111.
33
Teori receptie exit maksudnya adalah bahwa teori receptie harus keluar
dari teori hukum nasional Indonesia karena bertentangan dengan UUD 1945 serta
bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah Rasul. Lihat Op.Cit., h. 102. Lihat pula,
H. Suparman Usman, Op.Cit., h. 113-117.
34
Teori ini menyatakan bahwa hukum yang berlaku bagi rakyat adalah
hukum agamanya; hukum adat hanya berlaku kalau tidak bertentangan dengan
hukum agama. Lihat Ibid, h. 102., lihat pula Ahmad Rofiq, Op.Cit., h. 69. Lihat
pula, H. Suparman Usman, Op.Cit., h. 118.
116
Kanunisasi Hukum Islam di Indonesia
D. Kesimpulan
Hukum Islam yang mempunyai ketentuan yang sifatnya
normatif, yang diperoleh dari Al-Quran sebagai sumber asal dan
utama. Al-Quran sebagai kumpulan aturan-aturan Ilahi, seharus-nya –
untuk tidak dikatakan wajib – untuk diamalkan dan dilaksa-nakan oleh
manusia khususnya umat Islam. Karena kandungan hukumnya selaras
dengan aktifitas hidup dan kehidupan manusia baik itu ibadah maupun
muamalah.
Kanun hukum Islam yang bersumber dari wahyu (al-Quran)
untuk manusia, pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk aturan-
aturan atau perundang-undangan. Aturan tersebut ketika diterapkan
mempunyai kekuatan hukum untuk memaksa dengan menggunakan
alat negara. Karena kanun hukum Islam berbeda dengan fiqh yang
tidak ada paksaan untuk melaksanakan atau mengamalkan aturan-
aturan yang ada dalam fiqh. Hukum Islam yang sudah menjadi kanun
penerapannya meliputi berbagai aspek kehidupan manusia khususnya
umat Islam.
Di Indonesia kanun hukum Islam sudah diterapkan tetapi
masih terbatas pada ruang lingkup al-akhwal al-syakhsiyah (hukum
keluarga), yaitu yang berkenaan dengan perkawinan, kewarisan,
hibah, wasiat, dan wakaf, yang dipelajari melalui Hukum Perdata
Islam di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari terbitnya UU tentang
Perkawinan, UU tentang Peradilan Agama dan PP tentang
Perwakafan. Kesemuanya itu dihimpun dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) yang merupakan yurisprudensi hukum Islam di
Indonesia.
Di sisi lain kanun hukum Islam di Indonesia masih perlu
ditingkatkan – untuk tidak dikatakan harus di tambah – dengan
perlunya aturan-aturan hukum pidana (jinayah). Karena penerapan
hukum pidana tersebut sudah dilakukan oleh sebagian kecil umat
Islam, khususnya dalam kasus-kasus tertentu seperti zina dan
pencurian, sebagaimana yang pernah terjadi di Ambon dengan
dirajamnya seorang pelaku zina.
117
Ajub Ishak
DAFTAR PUSTAKA
118