Abstrak
A. Pendahuluan.
Islam sendiri memang telah berkembang pesat saat Nabi Muhammad s.a.w
menyebarkan agama Islam di jazirah arab. Seiring dengan perkembangannya ini pula
adanya keinginan untuk perluasan agama Islam secara besar-besaran yang dimulai
yang pada saat itupula kerajaan-kerajaan Islam telah memulai era perdagangan yang
membuat mereka mudah untuk menyelusuri daerah untuk menyampaikan ajaran
Islam. Perkembangan ini pula telah nampak saat muslim ingin menduduki dataran
Eropa. Dimana saat itu pintu masuk dataran Eropa ialah melewati jalur timur
tepatnya di Konstatinopel (Romawi Timur), adanya hasrat serta semangat juang oleh
kaum muslim yang disampaikan oleh Rasulullah Saw, bahwa Konstatinopel akan
ditaklukan. Sehingga nantinya membuat kaum muslim berkembang pesat didataran
1
Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas Sejarah Asia Barat, oleh Mahasiswa
Rivaldi Apryanto (14407144001), Program Studi Ilmu Sejarah, Jurusan Pendidikan
Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta 2014.
2
Felix Y. Siauw, Muhammad Al-Fatih 1453, Jakarta, 2012. Halaman 5-8.
3
Ibid, Halaman 59-65.
4
Churyha El Khadiri, Peradaban Islam yang Terlupakan: Tiga kota saksi sejarah
kejayaan (Cordoba, Konstatinopel dan Vienna), Yogyakarta, 2015. Halaman 119-120.
Saat itu Kaisar Bizantium berusaha merencanakan berbagai strategi dan tipu
dayanya agar bisa menyelamatkan kota Konstatinopel yang waktu itu diserang oleh
pasukan Utsmani. Maka dari itu ia mengajukan berbagai tawaran kepada Sultan agar
menarik pasukannya. Sebagai gantinya Kaisar akan membayar sejumlah uang atau
menyatakan tunduk dan taat kepada Sultan6. Akan tetapi Sultan Al-Fatih menolak
tawarannya ini, sebaliknya ia meminta kota Konstatinopel diserahkan kepadanya
secara damai. Apabila dituruti maka tidak akan ada seorang pun penduduk kota
maupun gerejanya yang akan mendapatkan gangguan. Sultan pun mengirimkan surat
kepada Kaisar Bizatium yang berisi:
5
Ibid, Halaman 121-122.
6
Felix Siauw, Op Cit 64-67.
Dari tawaran Muhammad Al-Fatih ini tentu ditolak oleh sang Kaisar karena
Kaisar tidak mau kehilangan negeri yang telah ia bangun sejak ratusan tahun yang
menjadi kebanggan umat Kristen ini. Karena perundingan ini tidak menemui jalan
keluar, maka Muhammad Al-Fatih melanjutkan misinya sampai tuntas. Kali ini tidak
ada tawaran lagi bagi Sultan dalam mewujudkan impian kaum Muslim. Penolakan
yang dilakukan Konstatin ini membuat Sultan memerintahkan kepada wazirnya
untuk memulai persiapan pernyerangan abis-abisan atas kota Konstatinopel.7
7
Roger Crowley, 1453: Detik-Detik Jatuhnya Konstatinopel ke Tangan Muslim (The
Holy War for Contantinople and the Clash of Islam and The West, Penerj: Ridwan
Muzir), Tanggerang Selatan, 2015. Halaman 76-81.
8
Ibid, Halaman 129-135.
“Hanya ada dua pilihan untukmu, menguasai kapal – kapal itu atau
menengelamkannya. Jika tidak, maka janganlah kaum kembali kepada kami
dalam keadaan hidup”.9
9
Abu Fatah, Grania, Panglima Surga, Jakarta, 2008. Halaman 397.
10
Felix Siauw, Op Cit, Halaman 182-183.
Ash Shalabi, Ali Muhammad, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Jakarta
11
Sultan Al-Fatih sendiri melakukan pengepungan baik melalui daratan, laut dan
meluncurkan ribuan anak panah melalui udara. Pengepungan Konstatinopel oleh
Sultan Muhammad Al-Fatih dimulai tanggal 6 April 1453 Masehi. Secara perlahan,
kota-kota dan desa-desa yang berdekatan dengan Konstantinopel berhasil ditaklukan.
Sultan dan pasukannya berkemah sekitar 5 mil diluar tembok kota dan menancapkan
panji-panji Turki di gerbang kota St. Romanus. Sebelum melancarkan penyerangan
pada tanggal 27 Mei 1453 ini Sultan Al-Fatih mengingatkan kepada seluruh
pasukannya untuk lebih meningatkan kepada seluruh pasukannya untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah s.w.t, melaksanakan sholat dan memohon doa sepaya
mendapatkan keberhasilan dalam penaklukan Konstatinopel ini. Sementara pada
tanggal 28 Mei 1453 setelah persiapan telah matang dan siap tempur meriam-meriam
mulai menembakkan pelurunya. Sultan Muhammad Al-Fatih tiada hentinya
mengawasi pasukannya dengan selalu memberi semangat untuk tetap ikhlas dalam
berjihad. Sultan dalam salah satu pidatonya mengatakan:
Adanya rasa takut dan duka oleh orang Kristen ini, membuat para pangeran
dan raja-raja mengadakan pertemuan dan terus-menerus menyeru orang-orang
16
Ash Shalabi, Ali Muhammad, Op Cit, Halaman 130-131.
17
Churyha El Khadiri, Peradaban Islam yang Terlupakan: Tiga kota saksi sejarah
kejayaan (Cordoba, Konstatinopel dan Vienna), Yogyakarta, 2015. Halaman 112-113.
18
Ibid, Halaman 114-115.
Sultan Muhammad Al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, pada bulan
Rabiul Awal tahun 886/1481 Masehi, pada saat itu kondisi beliau tidak sehat. Di
tengah perjalanan sakit yang ia derita kian parah dan semakin berat ia rasakan.
Sehingga dokter pun didatangkan untuk mengobatinya, akan tetapi dokter dan obat
tidak lagi bermanfaat bagi sang Sultan. Ia pun wafat ditengah pasukannya pada hari
Kamis, tanggal 4 Rabiul Awal 886/ 3 Mei 1481 Masehi. Sultan meninggal diusia 52
tahun dan memerintah selama 31 tahun. Ada yang mengatakan bahwa wafatnya sang
Sultan ini diracuni oleh dokter pribadinya Ya’qub Basya, Allahu a’lam. Tidak
adapula keterangan yang bisa dijadikan sandaran kemana sang Sultan hendak
membawa pasukannya ini.20 Ada yang mengatakan beliau ingin hendak menuju Itali
untuk menaklukan Roma ada juga yang mengatakan menuju Perancis atau Spanyol.
19
Ibid, Halaman 116-117.
20
Ibid, Halaman 136-137.
Akhir dari penaklukan oleh Muhammad Al-Fatih ini kemudian di teruskan oleh
penerus-penerus Dinasti Turki Ustmani, yang pada akhirnya juga mengalami
kemunduran dan keruntuhan kerajaan Turki Ustmani di Konstatinopel berawal sejak
wafatnya Sultan Sulaiman al-Qanuni (1566 Masehi). Pada masa itu kerajaan
mengfokuskan pada peperangan dari pada kemakmuran rakyatnya. Pemerintah yang
tidak lagi memberikan perharian penuh pada masyarakat Konstantinopel. Perpecahan
antara Islam – Kristen dan Sekte Kristen satu dengan lainnya menambah bibit
kehancuran peradaban Islam di kota ini.22 Selain itu kemunduran Turki Utsmani ini
juga disebabkan karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan Sulaiman
meninggal diantaranya perebutan kekuasaan antara putera beliau sendiri. Para
pengganti Sulaiman sebagaian besat orang yang lemah dan mempunyai sifat serta
kepribadian yang buruk. Juga karena melemahnya semangat perjuangan prajurit
Ustmani yang mengakibatkan kekalahan dalam menghadapi beberapa peperangan
22
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Ed.1-2, Jakarta,
2009. Halaman 190-191.
G. Kesimpulan.
H. Daftar Pustaka
Sumber Buku: