Anda di halaman 1dari 9

Nama : Tesya Regina Putri

Nim : 18063065

Matkul : Pedagogi Kejuruan

Guru yang baik, beretika, dan professional

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Guru adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yaitu, kompetensi
pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. (bunyi Pasal 28 PP No. 19 Tahun 2005, tentang
Standar Nasional Pendidikan).

Penguasaan empat kompetensi tersebut mutlak harus dimiliki setiap guru untuk menjadi tenaga
pendidik yang profesional seperti yang disyaratkan Undang-Undang Guru dan Dosen.
Kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
ditampilkan dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru
dalam menjalankan profesinya.

Tanpa bermaksud mengabaikan salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang guru,
kompetensi kepribadian kiranya harus mendapatkan perhatian yang lebih. Sebab, kompetensi ini
akan berkaitan dengan idealisme dan kemampuan untuk dapat memahami dirinya sendiri dalam
kapasitas sebagai pendidik.

Mengacu kepada standar nasional pendidikan, kompetensi kepribadian guru meliputi, (1)
Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, yang indikatornya bertindak sesuai dengan norma
hukum, norma sosial. Bangga sebagai pendidik, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai
dengan norma. (2) Memiliki kepribadian yang dewasa, dengan ciri-ciri, menampilkan
kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik yang memiliki etos kerja. (3) Memiliki
kepribadian yang arif, yang ditunjukkan dengan tindakan yang bermanfaat bagi peserta didik,
sekolah dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. (4)
Memiliki kepribadian yang berwibawa, yaitu perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta
didik dan memiliki perilaku yang disegani. (5) Memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan,
dengan menampilkan tindakan yang sesuai dengan norma religius (iman dan takwa, jujur, ikhlas,
suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
Esensi kompetensi kepribadian guru semuanya bermuara ke dalam intern pribadi guru.
Kompetensi pedagogik, profesional dan sosial yang dimiliki seorang guru dalam melaksanakan
pembelajaran, pada akhirnya akan lebih banyak ditentukan oleh kompetensi kepribadian yang
dimilikinya. Tampilan kepribadian guru akan lebih banyak memengaruhi minat dan antusiasme
anak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pribadi guru yang santun, respek terhadap siswa,
jujur, ikhlas dan dapat diteladani, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan
dalam pembelajaran apa pun jenis mata pelajarannya.

Oleh karena itu, dalam beberapa kasus tidak jarang seorang guru yang mempunyai kemampuan
mumpuni secara pedagogis dan profesional dalam mata pelajaran yang diajarkannya, tetapi
implementasinya dalam pembelajaran kurang optimal. Hal ini boleh jadi disebabkan tidak
terbangunnya jembatan hati antara pribadi guru yang bersangkutan sebagai pendidik dan
siswanya, baik di kelas maupun di luar kelas.

Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru
secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama
membawa kepentingan dan salng membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling
membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari
suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak
didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan dengan cara-cara yang tidak
benar.

Untuk itulah makalah ini disusun sebagai bahan kajian bagi guru atau pendidik agar dapat
berperilaku dan bersikap profesional dalam menjalankan tugas mulia ini, sehingga tugas pokok
fungsi guru akan terwujud nyata.

2. Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah bagaimana guru yang profesional
beretika dan berkepribadian yang luhur.

3. Tujuan Penulisan Makalah

Makalah ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pemahaman kepribadian dalam mewujudkan
guru profesional yang beretika luhur, agar dapat terwujud kompetensi guru yang sesuai dengan
tujuan undang-undang sistem pendidikan nasional.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Etika
Secara etimologis etika berasal dari kata Yunani, yaitu ethikos. Kata Yunani ethos dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arti, namun dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat
kebiasaan. Kata etika ini telah dipakai oleh filsuf Yunani besar Arirtoteles (384-322 SM) sudah
dipakai untuk menunjukan sifat moral. Maka kata etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Depdikbud, 1988) etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti :

1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak);

2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Secara terminologi etika diartikan sebagai, “That study or discipline which concerns itself with
judgements of approval and disapproval, judgments as to the rightness or wrongness, goodness
or badness, virtue or vice, desirability or wisdom of actions, dispositions, ends, objects, or states
of affairs (Meta-Encyclopedia of Philosophy, 2007).”—Studi atau disiplin yang menyangkut
dengan penilaian akan diijinkan atau tidak diijinkan, penilaian mengenai kebenaran dan
kesalahan, kebaikan dan keburukan, sifat baik dan sifat buruk, sifat disenangi atau kebijakan
perbuatan, watak, tujuan, objek, atau keadaan.

Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan dan terwujudnya dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi
maupun sebagai kelompok

Etika hanya membicarakan segala perbuatan yang berkaitan dengan manusia. Karenanya ruang
lingkup etika hanya berkutat pada manusia. Dengan demikian, etika juga berurusan kepada
persoalan manusia sebagai manusia.

2. Standar etika

Guru yang beretika luhur dapat diukur dari berbagai jajaran norma antara lain; norma moral,
norma religius, norma hukum, norma kesopanan, dan norma adat istiadat. Oleh karena itu guru
harus siap mengorbakan kebebasannya. Yang dimaksud kebebasan disini adalah berbuat
sekehendak hatinya terlepas dari aturan-aturan yang berlaku di dalam kehidupannya sebagai
makhluk sosial dan individu. Idealnya guru profesional harus sudah teruji dalam segi rela
berkorban khususnya demi kepentingan anak didiknya, dan umumnya untuk kepentingan
masyarakat luas lainnya.

3. Indikator etika
Etika berbeda dengan norma hukum. Sekalipun sudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan.
Norma hukum tidak menjangkau wilayah etika, tetapi sebaliknya etika dapat menjangkau
wilayah norma hukum.

Seorang guru tidak hanya harus taat pada norma hukum yang ada sanksinya secara jelas, tetapi
juga harus taat pada etika yang walaupun tidak ada sanksinya yang tertera jelas seperti norma
hukum. Disinilah pentingnya guru yang profesional juga dituntut untuk memiliki etika yang
luhur. Maka indikatornya adalah segala bentuk hasil rasa, cipta dan karsa apapun sifatnya dari
seorang guru harus memiliki citraan yang positip di mata orang lain, apalagi dihadapan murid-
muridnya.

4. Alat ukur etika

Secara rasional ukura etika seorang guru dilihat dari kenyataan dia berperilaku dan bukan
bersifat sesuatu yag abstrak. Hal itu dapat diamati dan diukur mulai dari lingkup terkecil sampai
pada lingkup yang besar, mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sosial masyarakat dan
lingkungan dimana dia bekerja.

Pertama, guru adalah bagian dari lingkungan keluarga, berarti dia harus mampu pula menjadi
contoh atau teladan bagi anggota keluarga lainnya.

Kedua, guru adalah bagian dari lingkungan sosial masyarakat, berarti dia harus mampu pula
menjadi contoh atau teladan bagi sekelompok masyarakat lainnya yang bermukim bersamanya.

Ketiga, guru adalah bagian dari sebuah lembaga atau institusi dimana dia bekerja, sehinga diapun
harus mampu menjadi pendidik dan bukan sekedar pengajar disebuah lembaga yang khusus
membidangi dunia pendidikan khususnya dan pengetahuan umumnya. Maka dalam hal ini dia
sangat berperan mutlak untuk membentuk generasi muda penerus bangsa yang beretika dan
berkepibadian yang luhur.

2.2 Guru yang baik

Untuk mencapai kriteria guru yang baik, tidaklah semudah membalik sebuah telapak tangan.
Harus diupayakan semaksimal mungkin. Secara umum, guru itu harus memenuhi dua kategori,
yaitu guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkan, memiliki
kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik dari mulai perencanaan, implementasi sampai
evaluasi dan memiliki loyalitas keguruan yaitu loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak
semata di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas.

Gilbert H. Hunt dalam bukunya Effective Teaching menyatakan bahwa “guru yang baik itu harus
memenuhi tujuh kriteria” (Hunt, 1999:15-16) yaitu :
1. Sifat. Guru yang baik harus memiliki sifat-sifat antusias, stimulatif, mendorong siswa untuk
maju, hangat, berorientasi pada tugas dan bekerja keras, toleran, sopan, bijaksana dan bisa
dipercaya, fleksibel dan mudah menyesuaikan diri, demokratis, penuh harapan bagi murid, tidak
semata-mata mencari reputasi pribadi, mampu mengatasi stereotipe murid, bertanggung jawab
terhadap kegiatan belajar murid, mampu menyampaikan perasaannya dan memiliki pendengaran
yang baik.

2. Pengetahuan. Guru yang baik memiliki pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran
yang diampunya dan terus mengikuti kemajuan dalam bidang ilmunya itu.

3. Apa yang disampaikan. Guru yang baik juga memberi jaminan bahwa materi yang
disampaikannya mencakup semua unit bahasan yang diharapkan siswa secara maksimal.

4. Bagaimana mengajar. Guru yang baik menjelaskan berbagai informasi secara jelas dan terang,
memberi layanan yang variatif, menciptakan dan memelihara momentum, mendorong siswa
untuk berpartisipasi, memonitor dan bahkan sering mendatangi siswa, menghindari kesukaran
yang kompleks dengan menyederhanakan sajian informasi, melibatkan murid dalam tutorial atau
pengajaran sebaya.

5. Harapan. Guru yang baik mampu memberi harapan pada murid-murid nya, membuat murid
akuntabel dan mendorong pertisipasi orang tua dalam memajukan kemampuan akademik
muridnya.

6. Reaksi guru terhadap murid. Guru yang baik biasa menerima berbagai masukan, resiko dan
tantangan, selalu memberikan dukungan pada muridnya, bijaksana terhadap kritik murid,
menyesuaikan dengan kemajuan-kemajuan murid.

7.Managemen. Guru yang baik juga harus mampu menunjukkan keahlian dalam perencanaan,
mengorganisasi kelas, mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara efisien
dan konsisten.

Sementara itu dengan mengadaptasi teori Peter G. Beidler dalam buku Inspiring Teaching yang
diedit oleh John K. Roth, terdapat 10 kriteria guru yang baik (Beidler, 1999:3-10) yaitu :

1. Seorang guru yang baik harus benar-benar berkeinginan untuk menjadi guru yang baik, harus
mencoba dan terus mencoba.

2. Seorang guru yang baik berani mengambil resiko. Mereka berani menyusun tujuan yang
sangat muluk, lalu mereka berjuang untuk mencapainya.

3. Seorang guru yang baik memiliki sikap positif. Tidak boleh sinis dengan pekerjaannya.
Mereka harus bangga dengan profesinya sebagai guru.
4. Seorang guru yang baik selalu tidak punya waktu yang cukup. Selalu mempersiapkan kelas
dengan sempurna. Guru yang baik hampir tidak punya waktu untuk bersantai. Waktunya habis
untuk memberikan pelayanan terbaik bagi murid-muridnya.

5. Guru yang baik berpikir bahwa mengajar adalah sebuah tugas menjadi orang tua murid yaitu
bahwa guru punya tanggung jawab terhadap murid sama dengan tanggung jawab orang tua
terhadap putra-putranya sendiri dalam batas-batas kompetensi keguruan yakni guru punya
otoritas untuk mengarahkan muridnya sesuai basis kemampuannya.

6. Guru yang baik harus selalu mencoba membuat muridnya percaya diri, karena tidak semua
murid memiliki rasa percaya diri yang seimbang dengan profesinya.

7. Guru yang baik juga selalu membuat posisi tidak seimbang antara murid dengan dirinya,
yakni dia selalu menciptakan jarak antara kemampuannya dengan kemampuan muridnya,
sehingga mereka senantiasa sadar bahwa perjalanan menggapai kompetensinya masih panjang
dan membuat mereka terus berusaha untuk menutupi berbagai kelemahannya dengan melakukan
berbagai kegiatan dan menambah pengalaman keilmuan.

8. Seorang guru yang baik selalu mencoba memotivasi murid-muridnya untuk hidup mandiri,
lebih independen.

9. Seorang guru yang baik tidak percaya penuh dengan terhadap evaluasi yang diberikan
muridnya, karena evaluasi mereka terhadap gurunya tidak bisa obyektif. Walaupun pernyataan-
pernyataan mereka itu penting sebagai informasi. Namun tidak sepenuhnya harus dijadikan
patokan untuk mengukur kinerja keguruan.

10. Seorang guru yang baik senantiasa aspiratif mendengarkan dengan bijak permintaan-
permintaan murid-muridnya, kritik, serta berbagai saran yang mereka sampaikan.

Dari uraian panjang lebar di atas, Dr. Dede Rosyada M.A menyimpulkan bahwa untuk menjadi
guru yang baik harus mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk profesi keguruan yaitu :
antusias, stimulatif, mendorong murid untuk maju, banyak berorientasi pada tugas dan pekerja
keras, toleran, sopan, dan bijaksana, bisa dipercaya, fleksibel dan mudah menyesuaikan diri,
demokratis, penuh harapan bagi siswa, bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar murid,
mampu menyampaikan perasaannya dan memiliki pendengaran yang baik juga memiliki
kemampuan memadai dalam bidang ilmu yang akan diajarkannya. Menguasai ilmu-ilmu
bagaimana memintarkan pembelajaran murid, terus mengembangkan pengalaman dan
ketrampilan strategi pembelajaran sh mampu memberikan layanan pada murid secara optimal.
Dan juga guru harus mampu membuat persiapan mengajar dengan baik, mampu mengevaluasi
untuk mengukur tingkat keberhasilan murid-muridnya.

2.3. Ranah nilai etika dan kepribadian terhadap kompetensi sosial personal guru
Etika dan kepribadian yang luhur akan melahirkan 2 nilai yaitu; nilai memberi (value of giving)
dan nilai nurani (value of being). Adapun dari dua nilai itu akan melahirkan dua kekuatan yang
berbeda.

Nilai memberi memiliki kekuatan untuk bersifat; 1) setia, dapat dipercaya, 2) hormat, 3) cinta
kasih sayang, 4) peka, tidak egois, 5) Ramah, baik hati, dan 6) adil, murah hati.

Sedangkan nilai nurani melahirkan sosok yang memiliki; 1) kejujuran, 2) keberania, 3) sifat cinta
damai, 4) potensi diri, 5) disiplin, tahu batas, dan 6) kemurnian, kesucian.

Semakin luas nilai yang dimiliki seorang guru semakin luas pula tingkat etika dan
kepribadiannya. Korelasi antara nilai memberi dan nurani sangat erat.

Kejujuran seseorang akan melahirkan kesetiaan dan dapat dipercaya; Keberanian juga akan
melahirkan rasa hormat; Rasa cinta damai akan mudah mewujudkan rasa cinta, kasih sayang.

Nilai etika dan kepribadian seseorang akan semakin stabil, jika semakin banyak nilai-nilai yang
dipahami dan dilakukan.

Nilai-nilai memberi dan nilai nurani besar perannya terhadap kompetensi sosial personal guru.
Ukuran nilai kompetensi sosial personal guru diperkaya oleh value of giving dan value of being.

2.4. Profesionalisme guru, etika dan kepribadian

Profesionalisme menjadi taruhan ketika mengahadapi tuntutan-tuntutan pembelajaran demokratis


karena tuntutan tersebut merefleksikan suatu kebutuhan yang semakin kompleks yang berasal
dari siswa; tidak sekedar kemampua guru mengauasi pelajaran semata tetapi juga kemampua
lainnya yang bersifat psikis, strategis dan produktif. Tuntutan demikian ini hanya bisa dijawab
oleh guru yang professional.

Istilah professional berasal dari profession, yang mengandung arti sama dengan occupation atau
pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.
Ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan professionalisme yaitu okupasi, profesi dan
amatif. Terkadang membedakan antar para professional, amatir dan delitan. Maka para
professional adalah para ahli di dalam bidangnya yang telah memperoelh pendidikan atau
pelatihan yang khusus untuk pekerjaan itu.

Untuk memahami profesi, kita harus mengenali melaui Ciri-cirnya. Adapun ciri-ciri dari suatu
profesi adalah:

– memiliki suatu keahlian khusus

– memiliki teori-teori yang baku secara universal

– mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri sendiri


– dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi yang aplikatif

– memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya

– mempunyai kode etik

– mempunyai klien yang jelas

– mempunyai organisasi profesi yang kuat

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan, maka dapat diberikan beberapa kesimpulan:

a. Etika dan kepribadian Profesi pengajar berkaitan dengan baik dan buruk perilaku pengajar
baik itu dilingkungan institusi pendidikan ataupun dalam kehidupannya sehari – hari.

b. Dalam menentukan baik-buruk ini perlu disusun Kode Etik dan kepribadian, yang berfungsi
juga sebagai salah satu ciri profesional sehingga akan lebih mementingkan interaksi sosial dari
pada kepentingan individu.

c. Pekerjaan yang dapat dikatakan profesional sangat tergantung dari pandangan individu yang
menjalaninya, dan kebanggaan profesional hanya dapat diciptakan oleh mereka yang berkaitan
langsung.

d. Semakin peka etika dan kepribadian seorang guru lebih mudah memiliki rasa sosial terhadap
obyek ataupun lingkungan sekitarnya. Inilah segi keprofesionalisme akan tumbuh dan
berkembang baik.

3.2. Saran

Untuk mendapatkan suatu wujud peningkatan profesional guru yang sangat diperlukan pada saat
ini, maka sudah selayaknya paradikma guru sebagai pentransfer ilmu dikembangkan lebih luas
menjadi tidak hanya mentransfer ilmu saja tetapi juga sebagai pendidik yang profesional dengan
beretika dan berkepribadian yang ideal. Sehingga untuk mawujudkan manusia yang beriman dan
bertawa benar-benar dapt terwujud melalui dunia pendidikan.

Pemahaman etika dan kepribadian dalam profesi pengajar adalah sebagai upaya sebagai
penunjang profesionalisme yang mana sangat memilikii arti pentinnya peran Guru dalam proses
pendidikan menjadi sesuatu yang urgen karena terkait dengan tanggung jawab moral sebagai
pendidik yang tentu dituntut profesionalismenya.

Anda mungkin juga menyukai