TRAUMA KAPITIS
TIK
1. DAPAT MELAKUKAN PEMERIKSAAN FISIK
PADA PENDERITA TRAUMA KAPITIS.
2. DAPAT MENGENALI KEADAAN2 YANG HARUS
DIKENALI PADA PENDERITA TRAUMA KAPITIS.
3. DAPAT MENGENALI KEADAAN2 YANG HARUS
DIKENALI PADA SECONDARY SURVEY
PENDERITA TRAUMA KAPITIS.
4. DAPAT MELAKUKAN RESUSITASI DAN
PENATALAKSANAAN PENDERITA TRAUMA
KAPITIS.
PENDAHULUAN
• Di USA kejadian cedera kepala setiap tahunnya
diperkirakan mencapai 500.000 kasus.
• Dari jumlah tsb, 10% penderita meninggal sebelum tiba
di RS. 80% dari penderita yg sampai di RS
dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan, 10%
cedera kepala sedang dan 10% sisanya adalah cedera
kepala berat.
• Lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat
kecacatan akibat cedera kepala setiap tahunnya.
• Cedera susunan saraf pusat merupakan penyebab lebih
dari 40% kematian dalam dunia militer.
• Fokus utama dalam penanganan penderita dengan
kecurigaan cedera kepala berat adalah untuk mencegah
cedera otak sekunder.
• Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan
mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk
perfusi otak merupakan langkah penting untuk
menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder, yang
pada akhirnya akan meningkatkan tingkat kesembuhan
penderita.
• Sebagai tindakan selanjutnya yg penting setelah primary
survey adalah identifikasi adanya lesi masa yang
memerlukan tindakan pembedahan, dan yg terbaik
adalah pemeriksaan dengan CT Scan kepala.
• Namun demikian tindakan pemeriksaan CT Scan kepala
tidak berarti transfer penderita menjadi tertunda.
• Sistem triase bagi penderita cedera kepala
tergantung pada beratnya cedera dan
tersedianya fasilitas yang ada di tempat
pertolongan pertama.
• Pada kondisi dimana tidak terdapat fasilitas
bedah saraf, diharapkan sudah ada
kesepakatan rujukan dengan rumah sakit yang
memiliki fasilitas bedah saraf.
• Ahli bedah saraf harus dilibatkan seawall
mungkin, terutama bila penderita mengalami
koma atau dicurigai mengalami cedera otak.
• Untuk rujukan penderita cedera otak, perlu
dicantumkan informasi penting berikut ini :
1. Umur penderita, waktu dan mekanisme cedera.
2. Status respiratorik dan kardivasculer (terutama
tekanan darah).
3. Hasil pemeriksaan neurologis, meliputi nilai GCS
terutama nilai respon motorik, serta ukuran pupil
dan reflex cahaya.
4. Adanya cedera penyerta serta jenis cedera
penyerta.
5. Hasil pemeriksaan diagnostic seperti
pemeriksaan CT Scan (bila memungkinkan).
• JANGAN MENUNDA
TRANSFER PENDERITA
HANYA KARENA UNTUK
MEMPEROLEH HASIL CT
SCAN ATAU PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK LAINNYA.
DEFENISI
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala,
tulang tengkorak, dan otak, paling sering
terjadi dan merupakan penyakit neurologik
yg serius diantara penyakit neurology dan
merupakan proporsi epidemiologi sebagai
hasil kecelakaan jalan raya
(Brunner and Suddart, 2001)
Cedera kepala adalah suatu bentuk trauma
yang dapat merubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan aktifitas fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan pekerjaan
atau suatu gangguan traumatic yg dapat
menimbulkan perubahan fungsi otak
(Black. M, 1997 dalam kumpulan materi kuliah FIK UI 2004)
ANATOMI
A. Kulit kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yg disebut sebagai
SCALP yaitu :
1) Kulit
2) Jaringan penyambung
3) Galea aponeurotika
4) Jaringan penunjang longgar
5) Perikranium jaringan penunjang longgar memisahkan
galea aponeurotika dari perikranium dan merupakan
tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal).
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah shg bila
terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan
menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada
bayi dan anak2.
B. Tulang Tengkorak
• Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis
kranii. Kalvaria khususnya di region temporal adalah
tipis, namun disini dilapis oleh otot temporalis.
• Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi.
• Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu:
1) Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis
2) Fosa media adalah tempat lobus temporalis
3) Fosa posterior adalah ruang bagi bagian bawah
batang otak dan serebelum.
C. Meningen
• Selaput meningen menutupi
seluruh permukaan otak dan
terdiri dari 3 lapisan yaitu;
1) Dura meter
2) Arakhnoid
3) Pia meter.
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium.Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana
sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan
sinus sigmoideus.Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningeal terletak antara dura mater dan permukaan
dalam dari kranium (ruang epidural).Adanya fraktur dari tulang
kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan
menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang
tipis dan tembus pandang.Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah
dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari
dura mater oleh ruang potensial, disebut
spatium subdural dan dari pia mater oleh
spatium subarakhnoid yang terisi oleh
liquor serebrospinalis. Perdarahan sub
arakhnoid umumnya disebabkan akibat
cedera kepala.
Pia mater melekat erat pada permukaan
korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat
membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling
dalam.Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan
epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk
kedalam substansi otak juga diliputi oleh
pia mater.
D. Otak
• Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum dan
batang otak.
• Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang
dipisahkan oleh falks serebri, yaitu lipatan dura meter
dari sisi inferior sinus sagitalis superior.
• Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia
yg bekerja dengan tanpa tangan kanan, dan juga pada
lebih dari 85% orang kidal.
• Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering
disebut sebagai hemisfer dominan.
• Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi
motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat
ekspresi bicara.
• Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan
orientasi ruang.
• Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Pada
semua orang yang bekerja dengan tangan kanan dan
sebagian besar orang kidal, lobus temporal kiri
bertanggungjawab dalam kemampuan penerimaan
rangsang dan integrasi bicara.
• Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses
penglihatan.
• Batang oatak terdiri dari mesensefalon (midbrain), pons
dan medulla oblongata.
• Mesensefalon dan pons bagian atas berisi system
aktivasi reticular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan.
• Pada medulla oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik, yang terus memanjang
sampai medulla spinalis dibawahnya.
• Lesi yang kecil saja pada batang otak
sudah dapat menyebabkan defesit
neurologis yang berat.
• Serebelum bertanggungjawab dalam
fungsi koordinasi dan keseimbangan,
terletak dalam fosa posterior,
berhubungan dengan medulla spinalis,
batang otak dan juga hemisfer serebri.
E. Cairan Serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus
khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20
ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III,
akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS
akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui
granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat
menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada
kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150
ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
F. Tentorium
• Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi
ruang supratentorial (fosa kranii anterior dan fosa kranii
posterior).
• Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri dengan
batang otak dan berjalan melalui celah lebar tentorium
serebeli yang disebut insisura tentorial.
• Nervus III berjalan disepanjang tepi tentorium, dansaraf ini
dapat tertekan bila terjadi herniasi lobus temporal, yg
umumnya diakibatkan oleh adanya massa supratentorial
atau edema otak.
• Serabut2 parasimpatik yg berfungsi melakukan konstriksi
pupil mata berjalan pada sepanjang permukaan N III.
• Paralisis serabut2 ini yg disebabkan oleh penekanan N III
akan mengakibatkan dilatasi pupil oleh karena tidak
adanya hambatan aktivitas serabut simpatik
• Bagian otak yg sering mengalami herniasi melalui insisura
tentorial adalah sisi medial lobus temporal yang disebut
Unkus.
• Herniasi unkus juga menyebabkan penekanan traktus
kortikospinal (piramidalis) yg berjalan pada otak tengah.
• Traktus piramidalis atau traktus motorik menyilang garis
tengah menuju sisi berlawanan pada level foramen
magnum, sehingga penekanan pada traktus ini
menyebabkan paresis otot2 sisi tubuh kontralateral.
• Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral
dikenal sebagai sindrom klasik herniasi unkus.
• Kadang2 lesi massa yg terjadi akan menekan dan
mendorong otak tengah kesisi berlawanan pada tepi
tentorium serebeli dan mengakibatkan hemiplegia dan
dilatasi pupil pada sisi yg sama dengan hematoma
intrakranialnya.
FISIOLOGI
A. Tekanan Intrakranial
Berbagai proses patologis yg mengenai otak dapat
menyebabkan kenaikan tekanan intracranial (TIK).
Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan
menyebabkan atau memperberat iskemia.
TIK normal pada keadaan istirahat sebesar 10
mmHg.
TIK lebih tinggi dari 20 mmHg, terutama bila
menetap berhubungan langsung dengan hasil akhir
yang buruk.
B. Doktrin Monro-Kellie
• Adalah suatu konsep sederhana yg dapat menerangkan
pengertian dinamika TIK.
• Konsep utamanya adalah bahwa volume intracranial
harus selalu konstan. Hal ini jelas karena rongga
cranium pada dasarnya merupakan rongga yg rigid,
tidak mungkin mekar.
• Segera setelah trauma, massa seperti gumpalan darah
dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam
batas normal saat pengaliran CSS dan darah
intravascular mencpai titik dekompensasi, TIK secara
cepat akan meningkat.
Monro-Kellie Doctrine
Volume-Pressure Curve
C. Aliran Darah Ke Otak
• ADO normal ke dalam otak pada orang dewasa antara
50-55 mL per 100 gr jaringan otak/menit.
• Pada anak, ADO bias lebih besar bergantung pada
usianya. Pada usia 1 tahun ADO hamper sebesar
dewasa, tapi pada usia 5 tahun ADO bias mencapai 90
mL/100 gr/menit, dan secara gradual akan menurun
sebesar ADO dewasa saat mencapai pertengahan
sampai akhir masa remaja.
• Cedera otak berat sampai koma dapat menurunkan 50%
dari ADO dalam 6-12 jam pertama sejak trauma.
• ADO biasanya akan meningkat dalam 2-3 hari
berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO
tetap dibawah normal sampai beberapa hari atau
minggu setelah trauma.
• Terdapat bukti bahwa ADO yg rendah tidak dapat
mencukupi kebutuhan metabolism otak segera setelah
trauma, sehingga akan mengakibatkan iskemia otak
fokal taupun menyeluruh.
• Sebagai tambahan, untuk mempertahankan ADO tetap
konstan, pembuluh darah prekapiler akan memiliki
kemampuan untuk berkonstriksi taupun dilatasi.
• Pembuluh darah ini juga mampu berkonstriksi ataupun
dilatasi sebagai respon terhadap perubahan kadar PO2
atau PCO2 darah.
• Cedera otak berat dapat mengganggu kedua
mekanisme autoregulasi tersebut.
• Konsekuensinya, penurunan ADO karena trauma akan
mengakibatkan iskemia dan infark otak.
• Iskemia yg terjadi dapat dengan mudah diperberat dengan
adanya hipotensi, hipoksia, atau hipokapnia karena
hiperventilasi yg agresif.
• Oleh karena itu, semua tindakan ditujukan untuk
meningkatkan aliran darah dan perfusi otak dengan cara
menurunkan TIK, mempertahankan tekanan arteri rata2
(MAP) dan mengembalikan oksigenisasi dan normakapnia.
• Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK)
pada level 60-70 mmHg sangat direkomendasikan untuk
meningkatkan ADO.
• Sekali mekanisme kompensasi terlewati dan terdapat
peningkatan eksponensial TIK, perfusi otak akan terganggu,
terutama pada penderita yg mengalami hipotensi.
• Oleh karena itu, adanya hematoma intracranial harus
segera dievakuasi dan tekanan darah sistemik yang
adekuat harus dipertahankan.
Normal 90 10 80
Cushing’s
100 20 80
Response
Hypotension 50 20 30
Caution
CPP ≠ Cerebral Blood Flow
Patofisiologi :
• Trauma Cedera otak Aliran
darah ke otak menurun Gangguan
oksigenisasi Kekurangan suplai O2
Kekurangan suplai glukosa
Gangguan metabolisme Odema
Iskemia Nekrosis & perdarahan
Kematian
Manifestasi Klinis
- Gangg kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil,
- Awitan tiba-tiba deficit neurologist, & perub
tanda-tanda vital
- Mgkn ada gangguan p’lihatan dan p’dengaran,
disfungsi sensori, kejang otot, sakit kepala,
vertigo, gangguan p’gerakan, kejang
- Syok mungkin menunjukkan cedera multi system
KLASIFIKASI
• Cedera kepala diklasifikasikan dalam
berbagai aspek.
• Secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasar :
1. Mekanisme
2. Beratnya
3. Morfologi
KLASIFIKASI CEDERA OTAK
MEKANISME Tumpul o Kecepatan tinggi (tabrakan mobil)
o Kecepatan rendah (jatuh, dipulul)
Tembus Luka tembak
Cedera tembus lain
BERATNYA Ringan GCS 14-15
Sedang GCS 9-13
Berat GCS 3-8
MORFOLOGI Fraktur tengkorak
Kalvaria Garis vs bintang
Depresi/non depresi
Terbuka/tertutup
Dasar tengkorak Dengan/tanpa kebocoran CSS
Dengan /tanpa paresis N VII
Lesi intracranial
Fokal Epidural
Subdural
Intraserebra
Difus Konkusi
Konkusi Multiple
Hipoksia/iskemik
A. Mekanisme Cedera Kepala
• Cedera otak dibagi atas cedera
tumpul dan cedera tembus.
• Cedera tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh atau pukulan benda
tumpul.
• Cedera tembus disebabkan oleh luka
tembak ataupun tusukan.
B. Beratnya Cedera
• GCS digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera otak.
• Penderita yang mampu membuka kedua matanya
secara spontan, mematuhi perintah dan berorientasi
mempunyai nilai GCS sebesar 15, sementara pada
penderita yg keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan
tidak membuka mata sama sekali nilai GCSnya minimal
atau sama dengan 3.
• Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan
sebagai koma atau cedera otak berat.
• Dalam Penilaian GCS, jika terdapat asimetri ekstremitas
kanan/kiri maka yg dipergunakan adalah respon motorik
pada yg terbaik.
• Dalam hal ini, respon motorik pada kedus sisinya harus
dicatat.
C. Morfologi
1. Fraktur Kranium
Fraktur cranium dapat terjadi pada atap
atau dasar tengkorak, dapat berbentuk
garis/linear atau bintang/steleta dan dapat
pula terbuka atau tertutp. Fraktur dasar
tengkorak biasanya memerlukan
pemeriksaan CT Scan dengan teknik
“bone window” untuk memperjelas garis
frakturnya.
Linear Fracture
Diastasis Fracture
Depressed Fracture
Depressed Fracture
Depressed Fracture
Depressed Fracture
Depressed Fracture
• Adanya tanda2 klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih
rinci.
• Tanda2 tersebut antara lain ekimosis periorbital
(Raccoon eyes sign), ekimosis retroaurikuler (Battle
sign), kebocoran CSS (Rinorrhea, Otorrhea), paresis
nervus fasialis dan kehilangan pendengaran, yg dapat
timbul segera atau beberapa hari setelah trauma.
• Umumnya prognosis pemulihan paresis nervus fasialis
lebih baik pada keadaan paresis yg terjadi beberapa
waktu kemudian, sementara prognosis pemulihan N III
buruk.
• Fraktur dasar tengkorak yg menyilang kanalis karotikus
dapat merusak arteri karotis dan dianjurkan untuk
dilakukan arteriografi.
Raccon`s eyes (brill
haematoma
Rhinorrhea
• Sirkulasi
Gejala
• Perubahan tekanan darah atau normal
(hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardi yg disertai dgn bradikardi,
aritmia)
• Intregritas Ego
Tanda
• Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
depresi, dan impulsive
Gejala
• Perubahan tingkah laku, atau kepribadian (tenang atau
dramatis)
• Eliminasi
Gejala
• Incontinebsia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi
• Makanan/Cairan
Gejala
• Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda
• Muntah mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk,
air liur keluar, disfagia)
• Neurosensori
Gejala
• Kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinnitus,
kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstremitas
• Perubahan dalam p’lihatan, kehilangan
ketajamannya, diplopia, kehilangan sbgn lapangan
pandang, fotofobia
• Gangguan p’ecapan & penciuman
Tanda
• Perubahan status mental (orietasi, kewaspadaan,
perhatian, kosentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori)
• Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri),
deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti
• Kehilangan penginderaan seperti pengecapan,
pengelihatan, dan penciuman
• Wajah tidak simetri, genggaman lemah, tidak
seimbang, refleks tendon dalam tidak ada
atau lemah
• Apraksia, hemiparese, quadriplegia
• Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang
• Sangat sensitive thdp sentuhan dan gerakan
• Kehilangan sensasi sebagian tubuh
• Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
• Nyeri/kenyamanan
Gejala
• Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi
yang berbeda, biasanya lama
Tanda
• Wajah menyeringai, respon menarik pada
rangsangan nyeri hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih
• Pernafasan
Tanda
• Perubahan pola nafas (apnea,yang diselingi
oleh hiperventilasi). Nafas berbunyi, stridor,
tersedak
• Ronki, mengi positif (kemingkinan aspirasi)
• Keamanan
Gejala
• Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda
• Fraktur/dislokasi, gangguan pengelihatan
• Kulit : laserasi, exoriasi, abrasi, perubahan
warna seperti Raccoon Eye, tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya
trauma). Adanya aliran cairan dari telinga dan
hidung
• Gangguan kognitif
• Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,
kekuatan secara umum mengalami paralysis
• Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
• Interaksi social
Tanda
• Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa
arti, bicara berulang-ulang, disartria, anomia
• Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala
• Pengguna alcohol, obat-obatan lain
• DRG menunjukkan rerata lama rawat 12 hari
• Rencana pulang: Membutuhkan bantuan pada
perawatan diri, ambulasi, transportasi,
menyiapkan makan, belanja, perawatan,
pengobatan, tugas-tugas rumah tangga,
perubahan tata ruang atau penempatan
fasilitas lainnya dalam rumah
Prioritas dalam keperawatan
• Memaksimalkan perfusi atau fungsi
cerebral
• Mencegah/meminimalkan komplikasi
• Mengoptimalkan fungsi otak /
m’embalikan pada keadaan sebelum
trauma
• Menyokong proses koping dan pemulihan
keluarga
• M’berikan informasi mengenai proses /
prognosis penyakit, rencana tindakan,
dan sumberdaya yang ada
Diagnosa Keperawatan
• Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d
p’hentian aliran darah oleh sol (hemoragi,
hematom); edema cerebral (respon umum atau
local) cedera, perubahan metabolic, dosis layak
obat/alcohol; penurunan tekanan darah
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia
jantung)
• Resti tak efektifnya pola nafas b.d kerusakan
nerovaskuler (cidera pada pusat pernapasan
otak), Kerusakan persepsi atau kognitif,
Obstruksi trakeobronkial
• Perubahan persepsi sensori b.d perubahan
persepsi sensorik, transmisi dan/atau integrasi
(trauma atau defisit neurologis)
Intervensi:
• Mandiri
1. Tentukan factor-faktor yg berhub dgn kead ttt yg
menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak
dan potensial peningkatan TIK
2. Pantau/catat status neurologist secara teratur dan
bandingkan dengan nilai standar (misal GCS)
3. Pantau TD, catat adanya hipertensi sistolik dan tekanan
nadi yg semakin berat; observasi thdp hipertensi pd
pasien yg m’alami trauma multiple
4. Pantau frekuensi jantung; catat adanya bradikardi,
takikardi, atau bentuk disritmia lainnya
5. Pantau pernafasan meliputi pola nafas dan iramanya,
seperti adanya periode apnea stlh hiperventilasi yang
disebut cheynestokes
6. Evaluasi keadaan pupil catat ukuran, ketajaman,
kesamaan ant kanan dan kiri, reaksinya thdp cahaya
7. Kaji perubahan pada pengelihatan
seperti adanya p’lihatan yg kabur,
ganda, lapang pandang menyempit dan
kelainan persepsi
8. Kaji letak/gerakan mata, catat apakah
pd posisi tengah atau ada deviasi pd
salah satu sisi atau ke bawah
9. Catat ada/tidaknya refleks-refleks
tertentu seperti batuk, dan Babinski
10.Pantau Suhu dan atur suhu lingkungan
11.Cek intake output cairan, ukur BB
sesuai indikasi, catat turgor kulit dan
keadaan membrane mukosa
12.Pertahankan kepala, leher pd posisi
tengah& hindari p’gunaan bantal besar
13. Berikan wkt istirahat dan jeda antara tindakan
14. Batasi stimulasi eksternal, lingkungan tenang
15. Bantu pasien untuk m’hindari/m’batasi batuk,
muntah p’luaran feses yg dipaksakan
16. Hindari/batasi penggunaan restrain
17. Anjurkan orang t’dekat (keluarga ) untuk
berbicara dengan pasien
18. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat,
peningkatan keluhan, dan tingkah laku yang
tidak sesuai lainnya
19. Palpasi kemungkinan distensi kandung kemih,
pertahankan drainase kateter, pantau adanya
konstipasi
21. Observasi aktifitas kejang dan lindungi pasien
dari cedera
22. Kaji adanya peningkatan rigiditas, regangan,
meningkatnya kegelisahan, peka rangsang,
serangan
Rasionalisasi
• Menentukan tindakan yg tepat untuk pasien seperti perlunya
perawatan di ruang intensif, pemantauan TIK atau
pembedahan
• M’kaji adanya kecenderungan tk kesadaran dan peningkatan
TIK b’manfaat dlm menentukan lokasi, perluasan, dan
perkembangan kerusakan SSP
• Menunjukkan p’kembangan tk kesadaran. Kerusakan yg luas
pd kortek cerebral mungkin akan berespon lambat thdp
perintah, tetap tertidur ketika tdk ada perintah, m’alami
disorientasi dan stupor. Kerusakan pd batang otak, pons dan
medulla ditandai dgn adanya respon yg tidak sesuai thdp
rangsang.
• Gerakan abnormal menandakan kerusakan cerebral
menyebar. Tdk adanya gerakan menandakan kerusakan pd
jalan morotik pd hemisfer otak yg b’lawanan (kontralateral)
• Autoregulasi m’pertahankan aliran darah otak yg konstan pd
saat fluktuasi tekanan darah sistemik Kehilangan hal ini dpt
m’ikuti kerusakan vaskularisasi cerebral local tau difus.
Peningkatan systole diikuti nadi yg m’besar merupakan tanda
TIK meningkat jika diikuti penurunan kesadaran.
Hipovolemia/hipetensi (yg berhub dgn trauma multiple) dpt
juga m’akibatkan kerusakan, iskemia cerebral
• Perubahan ritme (bradikardi tersering terjadi)
dan disritmia mencerminkan adanya
depresi/trauma batang otak pada pasien yang
tidak mempunyai kelainan jantung
sebelumnya
• Nafas tidak teratur dapat menunjukan lokasi
gangguan cerebral /peningkatan TIK dan
memerlukan intervensi yang lebih lanjut tmsk
kemungkinan dukungan nafas buatan
• Refleks pupil yang diatur syaraf okulomotor
(III) menunjukkan batang otak masih
berfungsi baik. Ukuran/kesamaan
menunjukkan keseimbangan saraf simpatis
dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya
mencerminkan fungsi yang t’kombinasi dari
syaraf cranial II dan III
• Gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan
oleh kerusakan mikroskopis otak, mempunyai
konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan
mempengaruhi pilihan intervensi
• Posisi gerakan mata membantu menemukan
area otak yang terlibat. Tanda awal dari
peningkatan TIK adalah kegagalan abduksi pada
mata, mengindikasikan penekanan/trauma N V
• Penurunan refleks menandakan adanya
kurusakan pada tingkat otak tengah atau batang
otak dan sangat b’pengaruh langsung terhadap
keamanan pasien.
• Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan
adanya kerusakan pada daerah pons dan
medulla. Tidak adanya refleks batuk atau gag
refleks menunjukkan adanya kerusakan pada
medulla. Babinski positif menandakan kerusakan
jalur pyramidal otak
• Demam mengindikasikan kerusakan
hypothalamus, peningkatan metabolisme dan
konsumsi oksigen yg terjadi dpt meningkatkan
TIK
• Cairan total tubuh terintegrasi dengan perfusi
jaringan. Iskemia/trauma cerebral dapat
menyebabkan DI dan SIADH yang dapat
menyebabkan hipotermi dan vasodilator p.
darah dan meningkatkan TIK
• Posisi miring dapat menekan Vena jugularis
dan menghambat aliran balik vena
• Aktifitas terus menerus dapat meningkatkan
TIK
• Untuk mencegah peningkatan TIK dari
diproduksinya adrenalin
• Dapat meningkatkan tekanan intrathorak dan
intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK
• Respon nonverbal menandakan peningkatan
TIK, juga nyeri yang tidak teratasi
menstimulasi peningkatan TIK
• Memicu respon SSo dapat meningkatkan TIK
• Kejang terjadi karena iritasi serebral,
hipoksia atau peningkatan TIK . Kejang dapat
meningkatkan TIK selanjutnya dan merusak
jaringan cerebral
• Merupakan indikasi dari iritasi meningeal
berhubngan dengan durameter dan atau
perkembangan infeksi selama periode akut
atau penyebuhan trauma kepala
• Untuk mencegah peningkatan TIK dari
diproduksinya adrenalin
• Dapat meningkatkan tekanan intrathorak dan
intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK
• Respon melawan restrain akan meningkatkan
TIK. Hati-hati untuk mencegah trauma saja
• Ungkapan keluarga untuk relaksasi pada pasien
penurunan kesadaran