Npm : 217.C.0046
RANGKUMAN WEBINAR
Tanda gejala
1. Demam, Lelah, Batuk kering
2. badan terasa sakit/pegal, hidung tersumbat,
3. pilek,
4. sakit tenggorokan dan atau diare
5. Sebagian sesak nafas,
6. pneumonia dan ARDS
Gambaran umum :
SARS-COV-2 adalah virus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada
manusia dan menyebabkan coronavirus dease 2019 (COVID-19)
5% membutuhkan perawatan
Kasus berat dan kematian meningkat pada orang yang dengan kondisi penyerta :
Penyakit jantung, DM, paru kronis, hipertensi, kanker, usia >60 tahun, kasus anak 10%
dengan kematian 6%, sedangkan dewasa 4%.
STUNTING
Stunting adalah :gagal tumbuh anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih
pendek untuk usianya. (kekurangan gizi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
kehidupan. Setelah lahir, tetapi baru Nampak setelah anak berusia 2 tahun)
Cara mengukur panjang badan/ tinggi badan yang benar pastikan setiap
posyandu/desa/puskesmas tersedia alat antrophometri standar perintah mendes, pemendes 19/2019
dana desa, untuk stunting, belialat pengukur yang standar, tiap desa atau posyandu semampunya.
datanyaada di eppbgm
>2thBerdiri
1. Ukur panjang atau tinggi badan anak posisi berbaring jika usia <2 tahun Posisi berdiri
jika usia ≥2tahun
2. Plot pada grafik pertumbuhan PB/TB Usia,gender PB/U < -2 Zscore disebut stunted
PB/U < -3 Zscore disebut severely stunted
Ukur Baduta
Temukan
1. Tidak naik BB 2x
2. Gizi burk
3. Gizi kurang
4. Prematur ,32-37 mg
5. BBLR ,1500-2500 gram
6. Alergi ASI,TBC
7. Gagguan metabosme
I. Tangani oleh ukm rujuk keukp dan bila berat rujuk rs
II. Diagnose fktp/pkm no 79 dari 144 diagnosa (kmk.514 th 2015 pnpkfktp)
III. Rujukke rs pmk.64/2016.gg gizi ringan (e 4.1.0 ringan.e. 4.1.1 sedangdan e 4.1.2
berat)
IV. pmk. 29/2019, tata laksana gangguan gizi (penyakit)
Stunting selalu melalui keadaan sebagai berikut dimulai dengan BB tidak naik dalam 3x
penimbangan berat badan (risiko gagal tumbuh).
2. Hari Posyandu
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima tahun)akibat
dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi
terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi
stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek
(severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U)
menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth
ReferenceStudy) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi
(stunted) dan kurang dari –3SD (severely stunted).(Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden, 2017) .
Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 juta) anak balita mengalami stunting Indonesia
adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar. Balita/baduta (bayi dibawah usia
dua tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal,
menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko
pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stuntingakan dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan,dan memperlebar
ketimpangan. (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013).
Pencegahan Stunting pada usia sekolah dengan melaksanakan program school feeding
sebagai salah satu sistem proteksi sosial nasional mendukung perkembangan anak dan
pada prakteknya dapat mendukung produk agricultur local (WFP,2013) program school
feedingmemberikan dampak positif pada energy intake dan status mikronutrien anak
sekolah selain itu juga meningkatkan akses pendidikan dan menurunkan morbiditas.
Apabila program ini dikombinasikan dengan fortifikasi makanan dan program
pemberantasan kecacingan, maka program ini akan menguatkan status kesehatan anak-
anak dan menurunkan kasus zat gizi mikro (Jomaa,et.al,.2011).
7. Penyebab stunting
Kejadian stuntingpada anak merupakan suatu proses komulaif menurut beberapa
penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan.
Proses terjadinya stuntingpada anak dan peluang peningkatan stuntingterjadi dalam 2 tahun
pertama kehidupan.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stuntingpada anak. Faktor
penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung.
Penyebab langsung dari kejadian stuntingadalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi
sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersediaan
pangan, faktor budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (UNICEF, 2008;
Bappenas, 2013).
a. Faktor langsung
1. Asupan gizi balita
2. Penyakit infeksi
b. Factor tidak langsung
1. Ketersediaan pangan
2. Status gizi ibu saat hamil
a. Pengukuran LILA
b. Kadar Hemoglobin
c. Kenaikan berat badan ibu saat hamil
8. Penanggulangan
Intervensi pada Penanggulangan Stunting
Intervensi efektif dibutuhkan untuk mengurangi stunting, defisiensi mikronutrien, dan
kematian anak . Jika diterapkan pada skala yang cukup maka akan mengurangi (semua
kematian anak) sekitar seperempat dalam jangka pendek. Dari intervensi yang tersedia,
konseling tentang pemberian ASI dan fortifikasi atau suplementasi vitamin A dan seng
memiliki potensi terbesar untuk mengurangi beban morbiditas dan mortalitas anak.
Peningkatan makanan pendamping ASI melalui strategi seperti penyuluhan tentang gizi dan
konseling gizi, suplemen makanan di daerah rawan pangan secara substansial dapat
mengurangi stunting dan beban terkait penyakit. Intervensi untuk gizi ibu (suplemen folat
besi, beberapa mikronutrien, kalsium, dan energi dan protein yang seimbang) dapat
mengurangi risiko berat badan lahir rendah sebesar 16%. Direkomendasikan pemberian
mikronutrien untuk anak-anak seperti suplementasi vitamin A (dalam periode neonatal
danakhir masa kanak-kanak), suplemen zinc, suplemen zatbesi untuk anak-anak di daerah
malaria tidak endemik, dan promosi garam beryodium. Untuk intervensi pengurangan
stunting jangka panjang, harus dilengkapi dengan perbaikan dalam faktor-faktor penentu gizi,
seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, beban penyakit, dan kurangnya pemberdayaan
perempuan (Bhutta, 2008).