LP DMfix
LP DMfix
OLEH:
TINGKAT 2.2
DIII KEPERAWATAN
b. DM Tipe II
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Arora (2009: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal
yaitu:
a. Postprandial
b. Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dL
mengindikasikan diabetes.
c. Hemoglobin glikosila
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari
terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
d. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan
akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
e. Tes glukosa darah dengan finger stick
Yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah
strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini
digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
7. Penatalaksanaan Medis
Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB - 100) - 10%, sehingga
didapatkan :
1) Berat badan kurang ≤ 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90 - 110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110 - 120% dari BB Ideal
4) Gemuk ≥ 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10 - 30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan
komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2 - 3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. (Iwan S, 2010)
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan
S, 2010).
c. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid
kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena risiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon
juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT
27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S,
2010).
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan)
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.
Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal
tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d. Penyuluhan
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan
pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya,
yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian
keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian
integral dari asuhan keperawatan diabetes.
5) Pola nutrisi
Mengkaji frekuensi makan dan pola makan klien, berat badan klien, tinggi
badan, jenis makanan yang dikonsumsi klien setiap hari, makanan yang
disukai klien, makanan yang tidak disukai klien, makanan pantangan,
nafsu makan klien serta perubahan berat badan klien selama 3 bulan
terakhir.
6) Pola eleminasi
Mengkaji frekuensi, warna, konsistensi, dan bau buang air besar dan buang
air kecil klien dan apakah ada penggunaan alat bantu dalam eliminasi.
7) Pola tidur dan istirahat
Mengkaji waktu tidur klien, lama tidur klien, dan apakah klien memiliki
kebiasaan penghantar tidur serta kebiasaan saat tidur.
8) Pola aktivitas dan latihan
Mengkaji kegiatan harian klien, pekerjaan, apakah klien rutin olahraga,
serta kegiatan klien di waktu luang.
9) Kesulitan/keluhan dalam hal ini
Apakah klien memiliki kesulitan dalam megerakan tubuh serta kesulitan
dalam mandi dan buang kecil/besar sendiri, mudah merasa lelah, dan
apakah pasien sesak nafas setelah mengadakan aktivitas.
10) Pola kerja
Mengkaji jenis pekerjaan klien, jumlah jam kerja, jadwal kerja dan lain –
lain.
2. Riwayat keluarga
Termasuk umur dan kesehatan anggota keluarga terdekat, penyakit keturunan,
adanya kelainan kongenital dan jenisnya, keturunan dari orang tua, pekerjaan dan
pendidikan orang tua, dan hubungan keluarga. Pada keadaan ini status kesehatan
keluarga perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien.
3. Riwayat lingkungan
Mengkaji keadaan lingkungan klien tinggal mengenai kebersihan, bahaya atau
adanya polusi.
4. Aspek psikososial
a. Pola pikir dan persepsi
Apakah klien menggunakan alat bantu seperti alat bantu pendengaran atau
kaca mata serta kesulitan yang dialami klien seperti sering pusing,
menurunnya sensitifitas terhadap panas dingin dan apakah klien mengalami
kesulitan dalam membaca/menulis.
b. Persepsi diri
Yaitu mengkaji mengenai hal yang dipikirkan klien saat ini, harapan setelah
menjalani perawatan, serta perubahan yang dirasakan setelah sakit.
c. Suasana hati
Mengkaji bagaimana suasana hati klien untuk mengetahui keadaan psikologis
klien.
d. Hubungan/Komunikasi
Mengkaji bagaimana biacara klien apakah jelas atau tidak, apakah klien
mampu mengekspresikannya dan bahasa utama dan daerah klien. Mengkaji
tempat tinggal klien, kehidupan keluarga klien serta kesulitan dalam keluarga
seperti hubungan klien dengan orang tua, sanak keluarga, suami/ istri.
e. Kebiasaan seksual
Mengkaji apakah klien memiliki gangguan hubungan seksual yang disebabkan
oleh kondisi tertentu. Serta bagaimana pemahaman terhadap fungsi seksual.
f. Pertahanan koping
Mengkaji bagaimana klien mengambil dalam sebuah keputusan apakah
dibantu oleh orang lain atau sendiri, mengkaji hal yang disukai tentang diri
sendiri klien, yang ingin dirubah dari sendiri dan hal yang dilakukan klien
ketika sedang stress.
g. Sistem nilai – kepercayaan
Mengkaji kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan klien, serta
kegiatan agama atau kepercayaan yang ingin dilakukan klien selama berada di
rumah sakit.
5. Pengkajian Fisik
a. Vital Sigh
Mengkaji tekanan darah, nadi, suhu, serta pernafasan klien.
b. Kesadaran
Mengkaji kesadaran klien GCS, eye, motorik, verbal klien
c. Keadaan umum
Mengkaji sakit/nyeri klien, status gizi, sikap, personal hygiene, serta orientasi
wkatu/tempat/orang.
d. Pemeriksaan fisik Head To Toe
Pemerikaan fisik mulai dari kepala, ramut, mata, hidung, telinga, mulut dan
gigi, leher, thorax, abdomen, genetalia, kulit dan ekstremitas serta data
pemeriksaan fisik neurologis.
6. Data penunjang
Mengkaji apakah klien memiliki data penunjang seperti hasil lab, rongen dll. Serta
apakah klien memiliki program terapi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
b. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis diabetes melitus
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemi
d. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis
e. Gangguan Integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
f. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan glukosa
darah
Bluechek, Gloria M., dkk. 2016. NIC (Nursing Intervention Classification). Singapura:
Mocomedia
Kusuma, Hardhi, dkk. 2015. NANDA NIC-NOC JILID 1. Jogjakarta: Mediaction
Moorhead, Sue, dkk. 2016. NOC (Nursing Outcome Classification). Singapura: Mocomedia
NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta:
PPNI