Anda di halaman 1dari 31

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN


TEKNIK AUDIO VIDEO

BAB I
DASAR-DASAR KELISTRIKAN, ELEKTRONIKA
DAN DIGITAL

Dr. Sri Waluyanti

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT


JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016
BAB I
DASAR-DASAR KELISTRIKAN, ELEKTRONIKA DAN DIGITAL

Kompetensi Dasar
Memahami Dasar-dasar Kelistrikan, Elektronika dan Teknik Digital

Kompetensi Mata Pelajaran/ Keahlian:


A. Komponen Elektronika
1. Konduktor
2. Resistor
3. Kapasitor
4. Induktor
B. Menerapkan Dasar-dasar Kelistrikan
1. Menerapkan Hukum Kirchoff I dan aplikasi sebagai pembagi tegangan.
2. Menerapkan Hukum Kirchoff II dan aplikasi sebagai pembagi arus.
3. Menghitung nilai reaktansi kapasitif dan induktif rangkaian AC.
4. Menghitung nilai impedansi dari rangkan R, L dan C seri.
5. Menghitung besar resonansi rangkaian R, L dan C seri.
C. Menerapkan Dasar-dasar elektronika
1. Menjelaskan elektron valensi dan ikatan kovalen
2. Menjelaskan pembentukan bahan tipe N dan tipe P.
3. Menguji kondisi dioda dengan ohmmeter.
4. Menganalisis tegangan DC dari penyearah setengah gelombang dan
gelombang penuh.
5. Menguji kondisi transistor dengan ohmmeter.
6. Merancang penguat satu
tingkat. D. Dasar-dasar digital
1. Melakukan konsversi bilangan desimal ke biner, oktal, hexadesimal dan
sebaliknya.
2. Melakukan konversi biner, ke oktal, hexadesimal dan sebaliknya.
3. Mampu menganalisis keluaran rangkaian gerbang dasar.
4. Merancang rangkaian digital menggunakan prinsip Sum of product dan Product
Of Sum.
5. Menerapkan rangkaian counter dengan modulo tertentu.

A. Konduktor dan Komponen Elektronika


1. Konduktor
Berdasarkan kemampuan sifat bahan dalam menghantarkan arus listrik dapat
diklasifikasi ke dalam 3 kategori (1) konduktor, (2) semikonduktor, dan (3) isolator.
Bahan yang mudah menghantarkan arus listrik dikategorikan sebagai penghantar atau
konduktor, sedangkan bahan yang sulit ditembus untuk menghantarkan arus listrik
diskategorikan sebagai isolator dan bahan yang mempunyai sifat diantara keduanya

1
dikategorikan sebagai bahan semi konduktor. Ketiga bahan konduktor, semikonduktor
dan isolator secara integratif dalam sistem kelistrikan dimanfaatkan secara optimal.
Konduktor yang baik adalah yang memiliki tahanan jenis yang kecil. Pada
umumnya logam bersifat konduktif. Emas, perak, tembaga, alumunium, zink, besi
berturut-turut memiliki tahanan jenis semakin besar. Jadi sebagai penghantar emas
adalah sangat baik, tetapi karena sangat mahal harganya, maka secara ekonomis
tembaga dan alumunium paling banyak digunakan (id.wikipedia.org). Arus yang
mengalir dalam suatu penghantar selalu mengalami hambatan dari penghantar itu
sendiri. Besar hambatan tersebut tergantung dari bahannya. Besar hambatan tiap
C
meternya dengan luas penampang 1mm2 pada temperatur 200 dinamakan hambatan
jenis. Besarnya hambatan jenis suatu bahan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
R= ρl/A
dimana :
R : Hambatan dalam penghantar, satuanya ohm (Ω)
ρ : hambatan jenis bahan, dalam satuan ohm.mm2/m
l : panjang penghantar, satuannya meter (m)
A : luas penampang kawat penghantar, satuanya mm2
Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai penghantar listrik anatara lain: (1)
alumunium, (2) tembaga, (3) baja, (4) wolfram, (5) molibdenum, (6) platina, (7) air
raksa, (8) timah hitam.
2. Isolator
Bahan isolator digunakan untuk memisahkan bagian-bagian yang bertegangan. Dalam
penerapannya perlu mempertimbangkan sifat kelistrikanya serta sifat termal, sifat
mekanis, dan sifat kimia. Sifat kelistrikan mencakup resistivitas, permitivitas, dan
kerugian dielektrik. Penyekat membutuhkan bahan yang mempunyai resistivitas yang
besar agar arus yang bocor sekecil mungkin. Untuk pemakaian pada tempat-tempat
yang lembab dipilih isolasi higroskopis karena resistivitasnya akan turun. Resistivitas
juga akan turun jika tegangan yang diberikan naik. Sifat isolator antara lain: (1)
mengisolir arus listrik, (2) resistansi tinggi, (3) mempunyai susunan atom dengan energi
ionisasai yang besar sehingga elektron sulit berpindah dari jalur valensi ke jalur
konduksi. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai isolator antara lain: (1) bahan

2
tambang seperti asbes, mika; (2) bahan berserat seperti benang, kain, kertas, kayu; (3)
gelas dan keramik; (4) plastik; (5) karet, ebonit; dan (6) bahan yang dipadatkan.
3. Resistor
Komponen elektronika dapat diklasifikasi sebagai komponen aktif dan pasif. Komponen
aktif adalah komponen yang dapat bekerja sesuai dengan fungsinya jika diberi tegangan
kerja. Sedangkan komponen pasif adalah komponen yang dapat bekerja tanpa
mempersyaratkan tegangan kerja. Komponen yang diklasifikasikan sebagai komponen
pasif antara lain resistor, kapasitor, induktor, tansformator, saklar.
Resistor merupakan komponen yang banyak digunakan dalam rangkaian
elektronik tujuannya untuk memenuhi nilai arus dan tegangan dalam rangkaian. Nilai
resistor sangat bervariasi tergantung standar yang digunakan E3, E6, E12, E24, E48, E96
semakin besar nilai serinya semakin banyak variasi nilainya. Stdnar nilai E 3 terdiri nilai
dasar 1,2; 2,2 dan 4,7. Untuk E6 terdiri nilai dasar 1,0; 1,5; 2,1; 3,3; 4,7; 6,8. Sedangkan
untuk seri E12 terdiri dari nilai dasar nilai dasar 1,0; 1,2; 1,5; 1,8; 2,2; 2,7; 3,3; 3,9; 4,7;
5,6; 6,8 dan 8,2. Standar E24 terdiri dari nilai dasar 1,0; 1,1; 1,2; 1,3; 1,5; 1,6; 1,8; 2,0;
2,2; 2,4; 2,7; 3,0; 3,3; 3,6; 3,9; 4,3; 4,7; 5,1; 5,6; 6,2; 6,8; 7,5; 8,2; 9,1. Tampak bahwa
semakin tinggi seri yang digunakan variasi nilai dasarnya semakin banyak.
a. Sistem Penunjukkan Nilai Resistor
Ada dua cara penunjukkan nilai resisor yaitu dengan penunjukkan langsung dan dengan
kode warna. Pembacaan nilai resistor dengan gelang warna banyaknya gelang bervariasi
dari 4 sampai 6 contoh ditunjukkan dalam gambar berikut ini. Pembacaan warnanya
tergantung jumlah gelang yang digunakan. Adapun nilai warna-warnanya ditabulasikan
dalam tabel berikut. Contoh:
1) resistor dengan 4 Gelang warna terdiri dari coklat merah kuning dan emas,
nilainya adalah 12X 10 KΩ ± 5% = 120 KΩ ± 5%,
2) resistor Standar E 48 dengan 5 gelang warna terdiri dari merah, ungu,
kuning, oranye dan coklat, nilainya adalah 274X1KΩ ± 1% = 274 KΩ ± 1%;
3) resistor dengan 6 gelang warna terdiri dari biru oranye kuning coklat ungu dan
merah, nilainya adalah 634X1Ω ± 1% = 634 Ω ± 1% dengan tegangan kerja
-6
dengan koefisien temperatur ±50*10 K.

3
Tabel 1. Kode warna resistor
Warna digit Pengali Tol Koef temp
Emas X0,01Ω ± 5%
Perak X0,1 Ω ±10%
Hitam 0 X1 Ω
Coklat 1 X10 Ω ± 1% ±100*10-6/K
Merah 2 X100 Ω ± 2% ±50*10-6/K
Oranye 3 X1KΩ ±15*10-6/K
Kuning 4 X10 KΩ ±25*10-6/K
Hijau 5 X100 KΩ ± 0,5%
Biru 6 X1MΩ ±0.25% ±10*10-6/K
Ungu 7 X10MΩ ±0.1% ±5*10-6/K
Abu-abu 8 X100MΩ
Putih 9 X1G Ω ±1*10-6/K

Gambar 1. Gelang Warna Resistor

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan resistor selain nilai adalah rating
daya. Rating daya merupakan ukuran kemampuan resistor dalam menghandel daya =
2 2
I XR = V /R. Umumnya resistor yang digunakan dalam rangkaian elektronik
mempunyai rating daya ½ W atau ¼ W. Terdapat resistor yang lebih kecil (1/8 W dan
1/16 W) dan lebih tinggi (1 W, 2 W, 5 W dsb).
b. Rangkaian Resistor Seri
Dua buah resistor dihubung seri dapat digantikan dengan sebuah resistor
sebagai resistor pengganti (Rp).

R1
Rp
R2 Rp = R1 + R2
=

Gambar 2. Resistor Seri

c. Rangkaian R paralel
Dua buah resistor terhubung paralel dapat digantikan dengan dengan sebuah resistor
pengganti Rp dengan perhitungan berikut ini.

1/Rp = 1/R1 + 1/R2


Rp R1 R2 = Rp = (R1 X R2)/(R1+R2)

Gambar 3. Resistor Paralel

4
4. Kapasitor
Kapasitor adalah komponen umum dari sirkuit elektronik, digunakan hampir sesering
i C resistor. Perbedaan dasar antara keduanya
i = C (du/dt)
+ adalah fakta bahwa resistansi
u -
kapasitor (disebut reaktansi) tergantung pada frekuensi yang dilewatkan Pada tegangan
DC tidak terjadi pembalikan polaritas sehingga kapasitor tidak dapat mengosongkan
muatan sehingga mempunyai tahanan tak terhingga. Sebaliknya pada tegangan AC
setelah pengisian terjadi pembalikan polaritas sehingga kapasitor melakukan
pengosongan dan ketika terjadi pembalikan polaritas kembali posisi awal kapasitor
kembali melakukan pengisian. Sehingga besarnya reaktansi kapasitor pada tegangan
AC bervariasi tergantung besarnya frekuensi yang digunakan. Simbol kapasitor dan
hubungan reaktansi kapasitip dan frekuensi ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Kapasitor digunakan dalam rangkaian untuk tujuan yang berbeda-beda. Umumnya


sebagai komponen filter, osilator, power suplay, penguat dsb. Karakteristik dasar
kapasitas kapasitor , semakin tinggi kapasitasnya, semakin besar muatan listrik yang
dapat dipertahankan. Kapasitas diukur dalam Farad (F). Satu Farad dipesentasikan
cukup tinggi, umumnya dalam ukuran yang sangat kecil nilainya seperti microfarad
(µF), nanofarad (nF) dan pikofarad (pF). Hubungan antara satuan adalah:
6 9 12
1F=10 µF=10 nF=10 pF, 1µF=1000nF dan 1nF=1000pF. Notasi ini penting untuk
diingat, karena banyak rangkaian yang menandai berbeda untuk kapasitor yang sama
nilainya. Misal 1500pF sama dengan 1,5 nF, 100 nF = 0,1 µF. Macam-macam bentuk
kapasitor ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.

Gambar 4. Jenis-jenis kapasitor

5
Umumnya kapasitor ditandai dengan sejumlah angka yang menunjukkan besarnya
kapasitansi, tegangan kerja, toleransi dan koefisien temperatur tercetak dalam bodinya.
Ukuran kapasitor tidak pernah menjadi indikasi nilai kapasitansi, karena dielektrik dan
jumlah lapisan yang digunakan produsen bervariasi. Nilai sebuah kapasitor dapat
ditandai sebagai 4n7/40V, berarti kapasitor 4.700 pF dan tegangan kerja maksimal
40V, semakin besar tegangan kerjanya bentuk fisik semakin besar dan harganya
semakin mahal.
Kadang nilai kapasitor ditunjukkan dengan kode warna seperti resistor,
menggunakan sistem 4 gelang. Dua warna pertama (A dan B) merupakan dua digit
pertama, warna ketiga (C) adalah warna pengali sedangkan gelang keempat (D) adalah
toleransi, dan warna kelima (E) tegangan kerja. Kapasitor keramik disk (gambar 5a.)
dan kapasitor tubular (gambar 5b.) tegangan kerja tidak ditentukan, karena ini
digunakan dalam rangkaian dengan tegangan DC rendah. Jika kapasitor tubular
memiliki lima band warna di atasnya, warna pertama merupakan suhu koefisien,
sementara empat lainnya sama dengan cara pembacaan di atas.

Gambar 5 Kode Warna Kapasitor

Tabel 2. Kode Warna Kapasitor

Warna Digit Pengali Toleransi Tegangan


Hitam 0 x 1 pF ±20%
Coklat 1 x 10 pF ±1%
Merah 2 x 100 pF ±2% 250V
Jingga 3 x 1 nF ±2.5%
Kuning 4 x 10 nF 400V
Hijau 5 x 100 nF ±5%
Biru 6 x 1 µF
Ungu 7 x 10 µF
Abu-abu 8 x 100 µF
Putih 9 x 1000 µF ±10%
5. Induktor
Kebanyakan komponen induktor dalam rangkaian elektronika dijumpai pada rangkaian
osilator, radio penerima, pemancar dan perangkat sejenis yang mengandung rangkaian
osilasi. Dalam perangkat amatir kumparan dapat dibuat dengan menggulung kawat
tembaga pada gulungan kardus, PVC sebanyak satu atau lebih gulungan. Kumparan

6
buatan pabrik dibuat dalam berbagai kemasan dan ukuran, tetapi fitur umum untuk
semua badan terisolasi dengan putaran kawat tembaga. Pada dasarnya setiap kumparan
mempunyai induktansi. Induktansi diukur dalam Henry (H), tetapi lebih umum
millihenry (mH) dan microhenry (μH). Induktansi satu Henry nilainya cukup tinggi.
6
Hubungan Henry millihenry dan mikrohenry adalah 1H = 1000mH = 10 µH.
Induktansi kumparan dinotasikan XL dan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan
XL = 2 π fL

Dimana : f = frekuensi dalam Hertz (Hz)


L = induktansi dalam satuan henry (H).
Misal
Induktor dengan induktansi 0,6 mH bekerja pada frekuensi 684 KHz, maka besarnya
-3
induktansi XL = 2X3,14X648.000X0,6 10 = 2.577 Ω.
Untuk induktor dengan nilai induktansi sama, bekerja pada frekluensi tiga kali
lipat besar reaktansi induktifnya akan lipat tiga kali. Sebagaimana tampak pada formula
di atas, reaktansi induktif induktor berbanding lurus dengan frekuensi, jadi induktor
seperti kapasitor dapat digunalan dalam rangkaian penyaring frekuensi tertentu.
Terhadap tegangan DC impedansi kumparan sama dengan nol.
Induktor sederhana berupa kumparan lapisan tunggal inti udara. Ini dibuat pada
solasi silinder (PVC, cardboard), ditunjukkan dalam gambar 6. Gambar 6a. terdapat
ruang kosong antar kumparan, dalam prakteknya secara umum adanya hembusan angin
pada kawat menyebabkan tak ada ruang antar kumparan. Untuk mencegah lilitan
kumparan lepas ujungnya dimasukkan dalam lubang kecil seperti ditunjukkan dalam
gambar.

Gambar 6. Single-layer coil

7
Gambar 6. menunjukkan bagaimana kumparan dibuat. Jika kumparan memerlukan 120
putaran dengan putaran ke 30 ditap, terdapat dua kumparan dengan 30 putaran dan L2
dengan 90 putaran. Bila ujung pertama dan awal putaran kedua disolder diperoleh
tapping. Kumparan berlapis-lapis ditunjukkan pada gambar 7a. Bagian dalam bekas
plastik memiliki sekrup, sehingga inti feromagnetik dalam bentuk sebuah sekrup kecil
dapat dimasukkan. Menyekrup menggerakkan inti sepanjang sumbu dan ketengah
kumparan untuk menambah induktansi. Dengan cara ini, dapat diperoleh perubahan
nilai induktansi yang halus.

Gambar 7 a. Multi-layered coil with core, b. Coupled coils


Gambar 7b. menunjukkan transformator frekuensi tinggi. Terdapat dua kumparan
dihubungkan dengan magnet induksi pada bodi. Ketika diinginkan kumparan dengan
nilai induktansi yang tepat, masing-masing kumparan dilengkapi inti feromagnetik yang
dapat disesuaikan sepanjang sumbu kumparan. Pada frekuensi yang sangat tingi (di atas
50 MHz) induktansi kumparan kecil, sehingga hanya diperlukan beberapa belitan.
Kumparan dibuat dari kawat tembaga tebal (mendekati 0,5 mm) tanpa bodi kumparan,
sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 8a. Induktansi dapat di atur dikencangkan
secara pisik atau diubah secara bersama-sama.

Gambar 8 a. High frequency coil, b. Inter-frequency transformer


8
Gambar 8b. menunjukkan casing logam yang berisi dua kumparan dengan skema
rangkaian di sebelah kanan. Sambungan paralel kumparan pertama dan kapasitor C
membentuk rangkaian osilasi. Kumparan kedua digunakan untuk mentransfer
sinyal ke tahap berikutnya. Ini digunakan di radio penerima dan perangkat
sejenisnya perangkat. Casing logam berfungsi sebagai layar untuk mencegah sinyal
eksternal mempengaruhi kumparan. Casing menjadi efektif, harus dibumikan.
B. Dasar-dasar Kelistrikan
1. Rangkaian Sumber Tegangan Searah
a. Hukum Ohm
R1 I Hubungan anatara nilai resistor, tegangan dan arus dinyatakan dalam
hukum ohm yaitu: besar tegangan pada sebuah resistor sama dengan
V R2
besar arus yang mengalir dalam resistor tersebut kali besarnya nilai
resistansinya. Jadi bila besar tegangan sumber V, nilai resistansi R
dan arus yang mengalir I maka V= IR dan I = V/R.
b. Hukum Kirchoff I
Hukum Kirchoff I Jumlah arus dalam percabangan nol, jumlah arus masuk sama dengan
jumlah arus keluar, jadi I = I1 + I2 atau I – I1 –I2 =0
Hukum Kirchoof I ini dapat diimplementasikan dalam
I I1 I2
perhitungan pembagian arus. Misal arus yang mengalir dalam
V R1 R2 R3
rangkaian adalah I, Rtot = R1R2 / (R1+R2)
Maka V = I Rtot = I (R1R2)/(R1+R2)
I1 = V/R1 = {I (R1R2)/(R1+R2)} X R1
I1 = {R2/(R1+R2)} I
Dengan cara yang sama diperoleh
I2 = {R1/(R1 + R2)} I
c. Hukum Kirchoff II
Hukum Kirchoff II terkait dengan tegangan jatuh pada suatu resistor, dinyatakan jumlah aljabar dari
tegangan pada suatu lintasan tertutup sama dengan nol. Dari gambar di

bawah ini V= ∑ IR atau V – IR1 – IR2 = 0


R1 Hukum Kirchoff II dapat diaplikasikan pada perhitungan
I
V R2 tegangan jatuh pada suatu resistor dalam hubungan seri.

9
Misal menghitung VR1 dalam rangkaian seri disamping ini. Besar arus yang mengalir
pada R seri adalah sama besarnya.
V = IR1 + IR2
V=VR1+VR2
VR1 = IR1 I = V/Rtot = V/ (R1+R2) Maka

VR1 = {R1/(R1+R2)} X V Volt.

d. Theorema Thevenin
Dalam rangkaian aktif linier dua kutub dapat digantikan dengan suatu sumber tegangan
Thevenin VTh yang terhubung seri dengan resistor RTh. Besar tegangan thevenin adalah
sama dengan tegangan rangkaian terbuka dan resistor Thevenin sama dengan resistor
yang terukur pada rangkaian, ketika tegangan sumber dihubung sigkat.

I
I
R1 RTh
RL
V R2 RL = VTh

Gambar 10. Tegangan Thevenin

VTh dihitung pada saat beban terbuka sehingga RL dianggap tidak ada maka VR2 = VTH
= {R2/(R1+R2)} X V sedangkan RTh dihitung dari titik keluaran (RL) dengan tegangan
sumber terhubung singkat maka RTH = R1 R2 / (R1+R2).
Contoh
Tegangan sumber 12 Volt dan R1=R2 = 1KΩ, RL = 100Ω berapakah arus yang mengalir
pada RL ?.
Penyelesaian:
1) VTh = (R2/(R1+R2) X V = {(1K Ω)/(1K Ω+ 1 KΩ)} X 12 = 6 Volt.
2) RTh = (R1//R2) = (R1XR2)/(R1+R2) = (1KΩX 1 KΩ)/(2KΩ) = 500 Ω.
3) Arus yang mengalir pada RL = VTh / (RTh+ RL) = 6 Volt/(100+500) Ω = 10 mA.

e. Theorema Norton
Setiap rangkaian aktif linier terminal dua kutub dapat digantikan dengan sumber arus I N
yang terhubung paralel dengan resistor RN. Sumber arus Norton IN sama dengan arus

10
rangkaian dalam rangkaian hubung singkat dan resistor norton RN sama dengan resistor yang
terukur pada rangkaian dalam keadaan tegangan sumber dihubung singkat.
R1 I
I

RL
V R2 = IN RN RL

Gambar 11. Sumber Arus Norton

RN = R1//R2 = R1R2/(R1+R2)
IN = V/RN

Contoh
V = 12 Volt
R1= R2 = 1KΩ dan RL = 100 Ω. Berapakan aruas yang mengalir pada RL ?.
Penyelesaian
Untuk menentukan arus Norton IN tahanan beban (RL) dilepas dan keluaran dihubung
singkat sehingga:
IN = V/R1 = 12 V/1 KΩ = 12 mA.
RN = R1//R2 = 500 Ω, kemudian RL dipasang kembali
Maka IRL = {RN/(RN+RL)} IN pembagi arus aplikasi hukum Kirchoff I
IRL = {(500)/(500+100)} X 12 mA = 10 mA.

2. Rangkaian Sumber Tegangan AC


a. Rangkaian RLC seri
Impedansi merupakan hambatan rangkaian dalam tegangan AC sama L
R
dengan resistansi pada tegangan DC. Pada tegangan AC kapasitor
Es
mempunyai reaktansi kapasitip sebesar, XC=1/(2 π fC) dan induktor C

mempunyai reaktansi induktif sebesar XL = 2 π fL. Namun keduanya


mempunyai arah phasor yang berlawanan arah. Impedansi Gambar 12. RLC Seri

rangkaian RLC seri dalam rangkaian AC adalah Z=


2 2
√R +(XL-XC) .
Misal
Rangkaian RLC seri terdiri dari R= 100 Ω, induktor L = 100 mH dan kapasitor 47µF
bila dihubungkan dengan sinyal AC frekuensi 1 KHz berapakah besar impedansinya?.
Penyelesaian
-3
XL = 2 π f L = 2 X 3,14 X 1000 X 100X 10 = 628 Ω
-6 6
XC = 1/ (2 π f C) = 1/ (2X3,14X1000X47X10 ) = 10 /( 295160) = 3,38 Ω Z
2 2 2 2
= √R +(XL-XC) = √(100) + (628-3,38) = √10000 + 390150,1444

11
= √400150,1444 = 632,57 Ω.
b. Metode admitansi
Admitansi dari suatu rangkaian diartikan sebagai kebalikan dari impedansi; yaitu
perbandingan harga fasor arus dengan fasor tegangan dengan simbol Y dalam satuan
Mho atau Siemen. Impedansi disimbolkan dengan Z, maka admitansi 1/Z= Y dengan
demikian:
Y = Amper / volt = mho.
2 2 2
Z =R +X besar konduktansi G
2 2
G = R/(R +X ) dan besarnya susceptansi adalah
2 2
B = X / (G +X ) besar admitansi
2 2
Y = √G +B
Z = 1/Y
Contoh penggunaan metode admitansi pada rangkaian R, L, C paralel dan setiap L
dan C mengandung resistansi sehingga bisa digambarkan berikut ini.
Konduktansi total (G) = G1 + G2 +G3
R1 L1
Susceptansi total = -B1 - B2 + B3
R2 L2 2 2
Admitansi total = √G +B
R3 C Contoh
Rangkaian paralel terdiri dari resistor 10 Ω,
induktor 20 mH dan kapasitor 47 µF
dioperasikan pada frekuensi 100 HZ,
berapa besar impedansi rangkaian ?.

Gambar 13. RLC Paralel

Penyelesaian
-3
XL = 2 π f L = 2 X 3,14 X 100 X 20 X 10 = 6,28 X 2 = 12,56 Ω.
-6 6
XC = 1/ (2 π fC) = 1/(2X3,14X100X47X10 )= 10 /(628X47) = 33,9 Ω.
G = 1/R = 1/(10) = 0,1s
BL = 1/XL = 1/12,56 = - J 0,079 s
BC = 1/XC = 1/33,9 = J 0,0295s.
Y=G-BL+BC
Y = 0,1 – J 0,079 + J 0,0295
Y = 0,1 – J 0,0495
2 2
Y = √(0,1) +(0,0495) = √0,0025= 0,05
Z = 1/Y = 1/0,05 = 20 Ω.
12
c. Resonansi RLC Seri
Resonansi dapat didefinisikan sebagai keadaan dari rangkaian sebuah rangkaian yang
mengandung komponen tahanan (R), induktor (L) dan kapasitor (C) pada keadaan arus
dan tegangan satu fasa sehingga rangkaian hanya mengandung harga tahanan (R) saja.
Ada 2 macam rangkaian resonator yaitu seri dan paralel.
Rangkaian resonansi seri terdiri dari komponen R, L dan C yang terhubung seri,
mempunyai impedansi sebesar
Z= R+j (XL-XC).
Resonansi terjadi jika impedansi Z nyata atau minimum, yaitu nilai reaktansi induktif
sama besarnya dengan reaktansi kapasitif, sehingga XL = XC.
XL=XC
R L C
2 π fr L = 1/ (2 π fr L)
2
(2 π fr ) = 1/(LC)
(2 π fr ) = √1/(LC) jadi
Gambar 14. Resonator RLC Seri
fr = 1/(2π√LC)
Contoh
Rangkaian resonator seri yang terdiri R= 33 Ω, induktor L= 50 mH dan kapasitor
C=47µF hitung berapa frekuensi resonansinya?. Penyelesaian

Resonansi terjadi ketika reaktansi induktif sama besarnya dengan reaktansi kapasitif,
fr dihitung dengan persamaan: fr = 1/(2π√ LC) maka untuk besaran-besaran di atas fr
= 1/(2X3,14X√(50mHX47µF) = 1/0,000693 = 1443 Hz.

d. Resonator R LC paralel
Resonansi paralel komponen RLC dihubungkan seperti gambar berikut. Besar admitansi
Y = G + j (BC – BL)
Resonansi terjadi jika besarnya susceptansi kapasitip
R L C
sama dengan besarnya susceptansi induktip.
BC=BL
Gambar 15 Resonator Paralel 2πfrC = 1/(2πfrL)
2
(2πfr) = 1/LC
2πfr = 1/√LC
Jadi fr = 1/(2π√LC) Hz.

13
C. Dasar-dasar Elektronika
1. Bahan Semikonduktor
a. Susunan Atom
Atom merupakan materi yang terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi.Menurut model
atom Thomson, menyatakan atom terdiri dari muatan-muatan listrik positif dinamakan
proton menyebar merata di seluruh bagian atom, dan muatan-muatan negatif disebut
elektron tersebar di antara proton-proton sedemikian rupa sehingga atom bermuatan
netral.Sedangkan teori atom yang digunakan sebagai dasar penjelasan bahan
semikonduktor adalah model atom Niels Bohr. Model atom Niels Bohr menyatakan
bahwa:

elektron-elektron bermuatan negatif mengorbit pada kulit atom dalam
lintasan tertentu mengelilingi inti atom yang bermuatan positif.

Ketika elektron meloncat dari satu orbit ke orbit lainnya selalu disertai dengan
pemancaran atau penyerapan sejumlah energi elektromagnetik hν. Frekuensi ν
ditentukan oleh perbedaan tingkatan energi tingkat dengan hubungan Planck:

∆E = perbedaan eneri dalam satuan Ev (elektron


volt) h = konstanta Planck
ν = frekuensi radio elektromagnitik yang dilepaskan

n=
Elektron valensi Elektron valensi

n= ∆E= hν
n=

Elektron valensi Elektron valensi

Gambar 16. Susunan Elektron


Energi foton yang dipancarkan atau diserap pada saat elektron berpindah pada
tingkatan orbit luar merupakan selisih dua tingkat energi

dimana nf adalah tingkat energi final, dan ni adalah tingkat energi awal.

14
Karena energi dari foton adalah : maka panjang gelombang foton yang

dilepaskan adalah .
Bahan yang berpindah memancarkan energi foton dikenal sebagai bahan direct gap
digunakan dalam pembuatan LED (Light Emiting Dioda), sedangkan bahan yang ketika
berpindah orbit menyerap energi digunakan pada pembuatan komponen aktif seperti
dioda, trasistor, FET.
Jumlah elektron setiap orbit berbeda-beda tergantung pada tingkat energi atau kulit
2
atom, dirumuskan 2n . Maka jika silikon (Si) mempunyai nomor atom 14 elektron akan
2 2
mengorbit pada kulit n1= 2*(1 ) = 2 ; pada kulit n2 = 2*(2 ) = 8 sehingga jumlah
elektron pada kulit terluar = 14 – 2 – 8 = 4. Bahan yang mempunyai jumlah elektron
terluar 4 dikatakan sebagai bahan semikonduktor valensi 4. Artinya bahan tersebut
dapat menerima elektron dari luar sebanyak 4 untuk membentuk ikatan valensi.
b. Ikatan Kovalen
Ketika elektron sejenis berdekatan maka elektron terluar akan saling membuat ikatan
bersama yang dinamakan ikatan kovalen. Bahan yang mempunyai atom sama saling
mempbuat ikatan kovalen bersifat seperti isolator.
Ikatan elektron valensi Untuk mengadakan mobilitas elektron membutuhkan
energi ionisasi yaitu energi untuk melepaskan elektron
Si
dari ikatan inti. Setiap atom dalam kristal Si masing-

Si Si Si
masing elektron terluarnya membentuk ikatan kovalen
sehingga mempunyai tahanan tinggi bersifat isolator.
Si Elektron yang berada diorbit dalam mempunyai ikatan
kuat dengan inti disebut
sebagai elektron inti. Si
Kelebihan 1 elektron

Gambar 17. Bahan Si murni


Si
Bahan Tipe N Si P
Bila dalam kristal silikon diberi donor bahan
Si

Gambar 18. Bahan tipe N


bervalensi 5 seperti Fosfor atau Arsen maka empat dari 5 elektron valensi akan mengadakan
ikatan kovalen. Sedang satu elektron akan

mengorbit di luar sebagai elektron bebas.


15
Bahan jenis ini disebut sebagai bahan tipe N
kelebihan elektron bermuatan mayoritas Si

elektron.
S
Bahan tipe P i B Si

Bila kristal silikon (Si) diberi bahan pengotor


Si
jenis aseptor bervalensi 3 seperti Boron, maka
Hole kekurangan elektron
ketiga elektron akan membentuk ikatan kovalen.
Gambar 19.Bahan tipe
Ada satu kekosongan elektron yang tidak dapat
membentuk ikatan kovalen. Tempat kekosongan
elektron disebut hole bermuatan positip. Kristal silikon ekstrinsik (sudah diberi
pengotor lawan dari intrinsik atau murni) yang demikian ini disebut bahan tipe P
pembawa mayoritasnya hole.
2. Komponen Aktif
a. Dioda PN Junction
Bila dua buah bahan tipe P dan tipe N disambungkan maka akan terbentuk dioda PN
Junction yang biasa kita kenal sebagai dioda. Prinsip kerja dioda PN Junction dapat
dijelaskan sebagai berikut. Ada dua arus aliran pembawa muatan dalam dioda yaitu (1)
aliran diffusi dan (2) drift. Aliran arus diffusi yaitu arus yang ditimbulkan karena adanya
aliran pembawa muatan karena perbedaan konsentrasi pembawa muatan, dari
konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi lebih rendah. Sedangkan arus drift yaitu arus
yang ditimbulkan oleh aliran pembawa muatan karena adanya medan listrik. Ketika

Vjunction
bahan tipe P dan N disambungkan tanpa tegangan catu, akan terjadi aliran elektron dari bahan tipe N ke bahan tipe P dan sebaliknya aliran hole dari bahan tipe P menuju bahan tipe N.

Ԑ +
Anoda

Katoda

Bahan Tipe Bahan Tipe Bahan Tipe P Bahan Tipe simbol


Gambar 20. Dioda PN Junction

Akibat dari aliran diffusi ini bahan tipe P dibagian sambungan hole berkurang
menjadi muatan negatip sebaliknya pada bagian tipe N kehilangan elektron menjadi
muatan positip. Perbedaan muatan ini menimbulkan beda tegangan yang disebut

16
tegangan barier atau tegangan junction. Adanya beda tegangan junction
menimbulkan medan listrik, mendorong aliran pembawa muatan elektron dari bahan
tipe N ke tipe P dan hole dari bahan tipe P ke tipe N (berlawanan arah dengan arus
diffusi). Jika aliran pembawa muatan karena medan listrik (drift) sama besarnya
dengan aliran pembawa muatan diffusi pada saat itulah dicapai keseimbangan. Pada
saat seimbang terdapat daerah kekosongan pembawa muatan di daerah sambungan
(barier) dengan beda tegangan sebesar Vjunction untuk Silikon sebesar 0,6 – 0,7 Volt.
Untuk bahan tertentu seperti GAs energi ionisasi yaitu energi yang diperlukan untuk
elektron melepaskan dari ikatan inti menjadi elektron bebas, pada saat rekombinasi
bergabung kembali elektron dengan hole atau sebaliknya energi ionisasi dilepaskan
kembali kedalam bentuk cahaya dengan panjang gelombang λ = hc/E. E adalah
energi gap dari bahan yang digunakan, maka dengan memilih bahan dengan energi
gap tertentu dapat diperoleh cahaya yang diinginkan. Semakin banyak elektron yang
berekombinasi semakin kuat cahaya yang ditimbulkan. Dengan memasang bahan
reflektor didaerah sambungan, cahaya ini dapat dikeluarkan sehingga terbentuklah
LED (Light Emitting Diode).

Pengujian Dioda dengan ohmmeter Bias mundur/reverse


Bias maju
Anoda Katoda Katoda Anoda
0

Merah kutub positip batere Merah kutub positip batere

1) Dioda Penyearah Setengah Gelombang


Dioda dapat mengalirkan arus jika tegangan anoda lebih positip dari katoda dan
lebih besar dari tegangan junction. Multimeter dalam posisi ohmeter mampu
membuat dioda on (bekerja). Oleh karena itu kondisi dioda dapat dicek melalui
pengukuran tahanannya. Dioda dalam kondisi baik jika pada saat dibias maju
(anoda positip katoda negatip) tahanan dalam dioda rendah dan sebaliknya pada
saat dibias mundur (anoda negatip katoda positip) tahanan dalam dioda
tinggi.Rangkaian pengetesan dioda sederhana ditunjukkan di bawah ini, dioda
dalam kondisi baik jika ketika saklar on LED menyala.

17
Amplitudo
A Vdc = Vm/π dan
Idc = Vdc/RL
RL
Vm = Vm/(πRL)
B t
Gambar 21. Penyearah Setengah Gelombang
Misal
Tegangan pada ujung-ujung AB diukur dengan voltmeter menunjukkan 12 Volt,
RL = 100 Ω berapakah tegangan dan arus DC pada ujung-ujung RL?.
Penyelesaian:
Pengukuran dengan voltmeter menunjukkan harga efektif (Veff), hubungan dengan
Vmaks (Vp) adalah Vmaks = Veff X √2
Vdc = Vmaks/ π
Vmaks = Veff X √2 = 12 X 1,414 = 16,968 Vmaks.
Vdc = 16,968/π = 5,4 Volt.
Idc = 5,4 V/100 = 54 mA.

2) Penyearah gelombang penuh


Amplitudo

A - D2
D1 Vm
RL
D4 D3

B + t
Gambar 22. Penyearah Gelombang Penuh

Dioda bekerja secara berpsangan dan bergantian. Pada saat tegangan masukan titik
B lebih positip dari titik A maka arus mengalir dari D1 on, RL dan ke titik A
melalui D3 on. Sebaliknya jika titik A lebih positip dari titik B arus mengalir ke RL
melalui D2, RL dan kembali ke titik B melalui D4. Dengan demikian arus mengalir
pada RL sepanjang sikklus tegangan masukan seperti ditunjukkan pada gambar di
atas.
Vdc = 2Vm/ π dan Idc = 2Vm/( πRL)
Contoh
Tegangan pada ujung-ujung AB diukur dengan voltmeter sebesar 9 Volt, RL=
470Ω. berapakah besar tegangan dan arus DC pada RL?.
Penyelesaian
Vm = Veff X√2 = 9 X 1,414 = 12,726 Volt.
Vdc = 2Vm/π = 2X12,726 / 3,14 = 8,1 Volt
Idc = Vdc/RL = 8,1V/470 Ω = 17,2 mA.

18
b. Transistor
Transistor dibangun terdiri dari 2 bahan tipe N dan 1 P atau sebaliknya 2 bahan tipe P
dan 1 bahan tipe N. Transistor mempunyai 3 buah elektronika (1) emitor berfungsi
untuk mengemisikan pembawa muatan oleh karena itu mempunyai konsentrasi
pembawa muatan tertinggi dengan luasan diantara base dan kolektor (2) base berfungsi
mengatur aliran pembawa muatan dari emitor ke kolektor dibangun dengan luasan
paling sempit agar hanya sedikit pembawa muatan yang berekombinasi di base dan (3)
kolektor berfungsi untuk mengumpulkan pembawa muatan yang diemisikan oleh
emitor. Oleh karena itu kolektor dibangun dengan luasan diffusi terbesar dengan
konsentrasi pembawa muatan terendah, agar dapat menangkap pembawa muatan yang
diemisikan emitor sebanyak-banyaknya.

Kolektor Kolektor
Emitor base Kolektor

N++ P N Base Base

Emitor Emitor

Simbol transistor NPN Simbol transistor PNP

VBB VCC
Gambar 23. Susunan dan Simbol Transistor
Cara kerja transistor dapat dijelaskan sebagai berikut. Junction base-emitor dibias maju
sehingga pembawa muatan yang diemisikan emitor dengan mudah dapat melewati
junction menuju ke base. Junction base-kolektor dibias mundur supaya tidak terjadi
aliran diffusi hole dari base ke kolektor. Tegangan bias mundur cukup tinggi sehingga
elektron-elektron tertarik ke kutup positip, tegangan deplesi besar dan kuat medan listrik
yang ditimbulkan mampu menarik elektron-elektron yang diemisikan oleh emitor
menyeberangi junction base-kolektor berkumpul di kolektor.
1) Pengujian transistor
Kondisi baik tidaknya transistor dapat dites menggunakan multimeter seperti pengujian
dioda. Pada prinsipnya ketika sambungan PN yang terbentuk diberi bias maju resistansi
rendah dan bias maju resistansi tinggi. Pada saat emitor dari transistor NPN
dihubungkan colok meter bertegangan negatip dan base positip maka meter menunjuk
atau resistansi rendah dan sebaliknya resistansi tinggi. Pada saat base dihubungkan
colok meter bertegangan positip dan base colok meter bertegangan negatip meter
menunjukkan resistansi rendah dan sebaliknya.
19
2) Aplikasi Transistor
Transistor sebagai saklar, saklar yang baik pada saat off beda tegangan ujung-ujungnya
tinggi dan pada saat on beda tegangan ujung-ujungnya rendah maka transistor
dikerjakan pada titik cut off dan saturasi. Pada saat diberi masukan menghantar ke titik
saturasi dan pada saat tanpa masukan transistor off.
Transistor akan off dikendalikan dengan pulsa masukan V. Pada loop input
V=IBRB+VBE+IERE
IE = IB + IC dan IC = β IB sehingga

L IE = (1+ β) IB.
Transistor IC
Maka V = IB RB + VBE + (1+ β) IB RE
Vcc V–VBE=IBRB+βIBRE=IB(RB+βRE)
RB IB IB = (V-VBE)/(RB+RE)
IE
RE

Gambar 24. Transistor Sebagai Saklar


Pada loop output diperoleh hubungan VCC = IC RL + VCE + IE RE. Jika IB diabaikan maka
IC = IE dan VCE = VCC – IC (RL + RE) ...................... (2).
Transisor bekerja pada titik saturasi ditandai dengan V BE = 0,8 Volt dan VCE mendekati
nol biasanya diambil sama dengan 0,2 Volt. Sedangkan pada titik cut off V CE mendekati
VCC dan IC = 0.
Contoh
Misal Transistor mempunyai β = hfe = 100, V CC = 12 Volt, tahanan dalam lampu
diabaikan, RB=1KΩ dan RE = 100 Ω. Pada tegangan masukan berapakah mampu
memfungsikan transistor sebagai saklar On sehingga lampu menyala ?.
Penyelesaian
Transistor on bekerja pada daerah kerja saturasi VCE = 0,2 Volt, VBE = 0,8 Volt. Pada
saat saturasi dengan mengabaikan IB sehingga IC = IE = (VCC – VCE)/RE = (12-0,2)/100 =
118 mA. Maka IB = IE / (hfe + 1) = 118mA / 101 = 1,7 mA
Dari loop input diperoleh persamaan VBsat = (IBX RB) + VBEsat = (1,7 mA X 1KΩ) + 0,8
VBsat = 1,7 V + 0,8 V = 2,5 Volt.

3) Transistor bekerja sebagai penguat


Transistor selain difungsikan sebagai saklar dapat difungsikan sebagai penguat. Penguat
yang paling banyak digunakan adalah penguat klas A, bentuk gelombang keluaran sama
dengan bentuk gelombang masukan.

20
Gelombang
(IC) Output
RB RC Ib3
Ib2

ICQ
VCC Ib1

RE Ib0
CE
(VCE)
VCEQ
Input

Gambar 25. Penguat Transistor Common Emitor Satu Tingkat


Merancang penguat common emitor satu tingkat gambar di atas dioperasika pada
klas A dengan VCC = 12 Volt, VBE = 0,7 Volt, hfe = β = 100 dan R C = 470 Ω. Transistor
klas A dicirikan dengan VCEQ = ½ VCC dan ICQ = ½ ICmaks. Karena ada kapasitor
bypass maka RE di abaikan, sehingga ICmaks = VCC/RC dan VCEQ = VCC-ICQ RC. VCEQ = ½
VCC = ½ X 12 Volt = 6 Volt
VCEQ = VCC – ICQ RC maka ICQ = (VCC-VCEQ)/RC = 6/470 Ω = 12,7 mA
IB = (IC/ β) = 127 μA
IB = (VCC – VBE)/RB maka RB = (12 – 0,7)/127 μA = 92 K Ω.
4) Macam-macam Kelas Penguat Transistor
Penguat transistor diklasifikasi ke dalam beberapa kelas, klasifikasi didasarkan
hubungan masukan dan keluaran. Kelas B jika bentuk gelombang keluaran setengah dari
bentuk gelombang masukan. Kelas AB jika bentuk gelombang keluaran lebih dari
setengah kurang dari gelombang penuh. Contoh letak titik kerja penguat pada masing-
masing kelas penguat ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

(IC)
ICQ Ib3
Ib

Ib1
Ib0
VCEQ VCE

Penguat Klas B

21
Kelas AB

Gambar 26. Bentuk Gelombang Penguat Klas B dan AB

D. Digital dasar
1. Konversi Bilangan
a. Konversi Bilangan Biner
Sistem digital menggunakan bilangan dasar diskrit biner berbasis 2 dengan simbol nol
(0) dan satu (1). Konversi bilangan desimal ke biner dapat dilakukan dengan membagi 2
bilangan desimal dan sisanya diurutkan menjadi simbol 0 dan 1. Contoh konversikan
bilangan desimal (berbasis 10) 45 kedalam bilangan berbasis 2. Soal tersebut dapat
dituliskan ..
(45)10 = ( ... )2
45 /2 = 22 sisa 1
22/2 = 11 sasa 0
11/2 = 5 sisa 1
5/2 = 2 sisa 1
2/2 = 1 sisa 0
1
Penulisan berurutan dari bawah ke atas = (101101)2
Jadi (45)10 = (101101)2.
Untuk mengecek kebenarannya dapat dilakukan melalui konversi biner ke desimal.
Karena bilangan bilangan biner berbasis dua maka
5 4 3 2 1 0
(11101)2 = (1X 2 ) + (0X 1 ) + (1X2 )+(1X2 ) + (0X2 ) + (1X2 ) = 16 +
8+6+1 45= 32+0+8+4+1 =45.

22
b. Konversi Biner ke Bilangan Oktal
Bilangan Oktal merupakan bilangan berbasis delapan. Untuk konversi bilangan biner ke
bilangan oktal caranya, kelompokkan bilangan biner tiga-tiga kemudian baca nilainya.
Tuliskan hasil pembacaan berurutan sesuai urutan pengelompokkan. Contoh ..
(101101)2 = (..... )8
(101 101)2 = (55)8.
1 0
Cek kebenaran hasil (55)8 = (5X8 ) + (5X8 ) = (45)10 --- telah dihitung sebelumnya dan
benar.
c. Konversi Biner ke Hexadesimal
Bilangan Hexadesimal merupakan bilangan berbasis 16. Untuk konversi bilangan biner
ke hexadesimal caranya, kelompokkan bilangan biner empat-empat kemudian baca
nilainya. Tuliskan hasil pembacaan berurutan sesuai urutan pengelompokkan. Simbol
bilangan yang digunakan adalah 0 sampai 0-9 ditambah A=10, B= 11, C=12, D = 13,
E=14 dan F=15. Contoh ..
(101101)2 = (..... )16
(10 1101)2 = (2B)16
1 0
Cek kebenaran hasil (2D)16 = (2X16 ) + (DX16 ) = (32+ 13)10 = (45)10.
2. Gerbang dasar
Sistem dalam rangkaian digital pada dasarnya adalah kombinasi dari gerbang-
gerbang dasar. Gerbang-gerbang dasar terdiri dari gerbang NOT, AND, OR dan
pengkombinasiannya meliputi NAND, NOR, EX-OR dan EX-NOR. Masing-masing
mempunyai karaketristik berikut ini.
a. NOT
Terdiri dari satu masukan dan keluaran. Kondisi keluaran merupakan invers dari kondisi
masukan. Jadi bila masukan berlogik tinggi (1) keluaran berlogik rendah (0) dan
sebaliknya.

A A
Gambar 27. Simbol Gerbang NOT
Simbol

23
b. Gerbang AND
Gerbang AND terdiri dari 2 masukan dan satu keluaran. Keluaran berlogik 1 jika dan
hanya jika kedua masukan berlogik 1 selebihnya keluaran berlogik rendah. Gerbang
AND dikombinasi dengan gerbang NOT menghasilkan gerbang NAND keluaran
berkebalikan dengan AND. Keluaran berlogik 1 hanya jika salah satu atau kedua
inputnya berlogik 0. Simbol dan tabel kebenaran keduanya ditunjukkan tabel di bawah
ini.
A A B X Y
X
Simbol AND 0 0 0 1
B 0 1 0 1
1 0 0 1
A Y 1 1 1 0
Simbol NAND
B
Gambar 28. Simbol dan tabel Kebenaran AND dan NAND
c. Gerbang OR
Terdiri dari 2 masukan dan satu keluaran. Keluaran berlogik 0 jika dan hanya jika kedua
masukan berlogik 0 selebihnya keluaran berlogik 1. Kombinasi gerbang OR dan NOT
menghasilkan gerbang NOR yang memerikan keluaran logik satu jika semua masukan
berlogik 0. Simbol dan tabel kebenaran keduanya ditunjukkan di bawah ini. Simbol dan
tabel kebenaranya ditunjukkan pada gambar dan tabel di bawah ini.
A
X
Simbol A B X Y
B 0 0 0 1
A Y 0 1 1 0
Simbol 1 0 1 0
B 1 1 1 0

Gambar 29. Simbol dan Tabel Kebenaran Gerbang OR dan NOR

3. Teorema Boolean
Teorema Boolean adalah teorema variabel tunggal X sebagai satu-satunya variabel
sehingga harus mengecek untuk kasus-kasus X=0 dan X=1.
1. X*0=0
2. X*1=X
3. X*X=X
4. X*X=0
5. X+0=X
24
6. X+1=1
7. X+X=X
8. X+X=1. Teorema
multivariabel
9. X+Y = Y+X
10. XY=YX
11. X+(Y+Z)=(X+Y)+Z=X+Y+Z
12. X (YZ) = (XY)Z = XYZ
13. X (Y+Z)
14. X+YZ=X
15. X+XY=X+Y.

(16) (X+Y) = X Y
(17) (XY)=X+Y
Teorema (9) dan (10) disebut hukum komtatif. Sedangkan (11) dan (12) disebut hukum
asosiatif. Persamaan (13) hukum distributif bahwa suatu ekspresi dapt dijabarkan
dengan menganalisis term persis seperti aljabar biasa.
Contoh: Sederhanakan persamaan ini dan ekspresikan dalam rangkaian logika
X=ABC+ABC= B(AC+AC)
X = ACD + ABCD = CD (A + AB) disederhanakan dengan rumus 15
X=CD(A+B)=ACD+CDB.
X = (A+C) (B+D) gunakan teorema DeMorgan (17)
X = (A C) + (BD) = (AC) + (BD)
4. Desain Rangkaian Logika
a. Ekspresi Sum Of Product (SOP)
1) Menurunkan persamaan melalui tabel kebenaran
A B C X
0 0 0 0
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 1 ABC
1 0 0 0
1 0 1 1 ABC
1 1 0 1 ABC
1 1 1 1 ABC
25
X=ABC+ABC+ABC+ABC
2) Menyederhanakan persamaan
X = ABC+ABC+ABC+ABC+ABC+ABC= BC( A + A) + AC(B+B) + AB(C+C)=
X=BC+AC+AB
3) Membuat rangkaian logika
Berdasarkan persamaan di atas diperlukan 3 buah AND dengan masing-masing dua
masukan dan 1 gerbang OR dengan tiga masukan, tiga buah masukan A, B dan C.
B
C

A
C X

A
B
Gambar 30. Rangkaian SOP
b. Ekspresi Product Of Sum (POS)
1) Menurunkan persamaan dari tabel kebenaran yang disusun berdasarkan kebutuhan
kondisi atau keinginan.

AB C X X
0 0 0 0 1 ABC
0 0 1 0 1 ABC
0 1 0 0 1 ABC
0 1 1 1 0
1 0 0 0 1 ABC
1 0 1 1 0
1 1 0 1 0
1 1 1 1 0

X= ABC+ABC+ABC+ABC
2) Menyederhanakan persamaan
X= ABC+ABC+ABC+ABC
= ABC + ABC + ABC + ABC + ABC + ABC
= AB(C+C)+AC(B+B)+BC(A+A)
= AB+AC+BC

X = AB + AC + BC = (A+B) (A+C) (B+C)


X = (A+B) (A+C) (B+C)
26
3) Membuat rangkaian logika
Berdasarkan hasil penyederhanakan, rangkain membutuhkan tiga buah gerbang OR
dan sebuah gerbang AND tiga buah masukan A, B, dan C.
A
B X = (A+B) (A+C) (B+C)
A
C
B
C

Gambar 31. Rangkaian POS


5. Rangkaian Counter
Counter asinkron, counter jenis ini setiap keluaran Flip-Flop berfungsi sebagai
masukan sinyal Clock untuk Flip Flop (FF) berikutnya.FF A memberikan respon
terhadap pulsa-pulsa jam, sedangkan pada FFB harus menunggu perubahan keluaran
dari FF A, demikian juga pada FF C harus menunggu perubahan keluaran FF B dan
seterusnya. FF JK dioperasikan toggle kedua masukan dalam logik tinggi sehingga
ketika mendapat masukan logik satu keluaran berubah keadaan.

D J C J B J A J
Clk Clk Clk Clk

D K C K B K A K

Gambar 32. Rangkaian Counter

Hubungan pulsa masukan dan keluaran counter, pada pulsa ke enam belas terjadi
recycles semua keluaran dalam kondisi logik 0.
Mod Number
Counter gambar di atas mempunyai 16 kedudukan yang berbeda-beda dari 0000 hinga
1111. Jadi counter ini merupakan Modulo – 16 riple counter. Hal yang perlu diingat
bahwa Mod number selalu sama dengan jumlah keadaan yang dilewati counter dalam
N
satu cycle lengkap sebelum recycle, kembali pada keadaan awal. Mod number = 2 , N
adalah jumlah FF yang digunakan.
Merubah Mod Number
Prosedur umum untuk merekonstruksi ripple counter tertentu menjadi Mod-X counter
dapat dilakukan dengan langkah-langkah di bawah ini.

 N
Menghitung jumlah terkecil dari FF sehingga 2 ≥ X, dihubungkan sebagai
ripple counter.
27
 Menghubungkan gerbang NAND ke masukan-masukan DC clear dari semua
FF.
 Masukan-masukan gerbang NAND diambil dari output-output normal dari FF yang
akan berada dalam keadaan logik tinggi pada saat dikehendaki untuk mereset
counter kembali ke nol.
Contoh: buatlah ripple counter dengan mod number 10.

Penyelesaian
4 3
1. Untuk menghitung hingga sepuluh dibutuhkan FF sebanyak 2 >10 > 2 , jadi FF
yang diperlukan adalah 4 buah.
2. Menambahkan gerbang NAND untuk mereset keluaran counter pada pulsa yang
kesepuluh.
3. Menghubungkan masukan gerbang NAND dengan keluaran counter yang berlogik
tinggi pada saat pulsa kesepuluh yaitu D dan B.

D J C J B J A J
Clk Clk Clk Clk
D K C K B K A K
DC clear DC clear DC clear DC clear

Gambar 33. Rangkaian Counter Modulo 10.

28

Anda mungkin juga menyukai