Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

A. Komunikasi Pada Lansia


a. Komunikasi
Komunikasi merupakan proses tercapainya kesamaan pengertian antara
individu yang betindak sebagai sumber (perawat atau pemberi asuhan) dan
individu yang bertindak sebagai penerima asuhan (lansia). Kemampuan perawat
dalam berkomunikasi meliputi kemampuan berbicara, mendengar, melihat, dan
kemampuan kognitif. (Wahyudi Nugroho, Haji. 2009 hal 11).
Komunikasi menurut KBBI ialah pengiriman dan penerimaan pesan atau
berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.
( http://kbbi.web.id/komunikasi.html)

b. Lansia  
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan
waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang
menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO)
menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang
berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Kelompok lanjut
usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan
Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak
distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan
lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi
tiga kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
4
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia
lanjut menjadi empat macam meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun.
2) Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun.
3) Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.
4)  Usaia tua (veryold) kelompk usia di atas 90 tahun.

c. Komunikasi Pada Lansia


Komunikasi pada lansia adalah komunikasi yang diaplikasikan dalam
asuhan keperawatan lansia. Komunikasi pada lansia adalah proses penyampaian
pesan atau gagasan dari perawat atau pemberi asuhan kepada lansia dan diperoleh
tanggapan dari lansia sehingga diperoleh kesepakatan bersama tentang isi pesan
komunikasi. Tercapainya komunikasi berupa pesan yang di sampaikan oleh
komunikator sama dengan pesan yang diterima oleh komunikan (lansia).
Komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh
pada sikap, hubungan yang makin baik.
Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi,
lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan keterampilan
komunikasi yang tepat. Disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta
memperhatikan waktu yang tepat.

B. Prinsip-prinsip Komunikasi Pada Lansia


a. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
b. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
c. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).
d. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
e.  Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan telinga
yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.
f. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
g.  Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.
h. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua,
kegiatan rohani.
i. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan.
5
j. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
k.  Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau
keahlian. (Ebersole dan Hass dalam Brunner Dan Sidarth, 1996)

C. Komunikasi Teraupetik Pada Lansia


Indrawati (2003), mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan pasien Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang
ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam
membina hubungan intim terapeutik
a. Prinsip-prinsip komunikasi teraupetik pada lansia
1) Empati, pelayanan kesehatan harus memandang seorang lansia yang sakit
dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami
oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar,
tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas
kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses
fisiologi dan patologik dari penderita lansia.
2) “Yang harus” dan “jangan”, yaitu keharusan untuk mengerjakan yang baik
untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan
bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere (yang terpenting jangan
membuat seseorang menderita). Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi
baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesic (kalau
perlu dengan devirat morfin) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan,
seperti: “yang harus kakek lakukan adalah...” dan bukan kata “ kakek
jangan…”.
3)  Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Hak tersebut
mempunyai batasan, akan tetapi dibidang geriatrik hal tersebut berdasar pada
keadaan, apakah penderita dapat membuat keputusan    secara  mendiri/bebas.
4) Keadilan, yaitu prinsip pelayanan geriatrik harus memberikan perlakuan yang
sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang
penderita secara wajar dan tidak mengadakan perbedaan atas dasar
karakteristik yang tidak relevan.

6
5) Menjaga tingkat kebisingan minimum. Usahakan lingkungan tidak rebut,
sehingga akan memudahkan pelaksanaan komter pada lansia.
6) Menjadi pendengar yang setia. Maksudnya sediakanlah waktu beberapa menit
untuk mendengarkan keluhan dari klien.
7)  Menjamin alat bantu berfungsi dengan baik. Ceklah alat bantu komunikasi
yang digunakan oleh lansia sebelum memulai kegiatan. Yakinkan bahwa
kacamata bersih dan pas.
8) Jangan berbicara dengan kasar (keras). Lansia sangat sensitif, ucapan yang
kasar akan membuatnya menghentikan komunikasi. Usahakan selalu
menanyakan respon kepada klien tentang apa yang sedang ia rasakan.
9) Gunakan kalimat pendek dan sederhana. Hindari penggunaan kata-kata medis,
karena akan mempersulit klien. Berbicaralah pada tingkat pemahaman klien
sehingga klien mengerti tentang pesan yang ingin disampaikan oleh perawat  .
10) Beri kesempatan klien untuk mengenang. Luangkan waktu untuk pasien agar
ia bisa mengingat hal-hal yang menjadi keluhannya.

b. Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik Maupun Mental


1.) Lansia dengan Gangguan Pendengaran :
a) Berdiri dekat menghadap klien.
b) Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.
c) Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara.
d) Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai.
e) Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan diarahkan langsung
pada klien.
f) Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.
g) Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara.
h) Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata – kata yeng
berbeda.
i) Membatasi kegaduhan lingkungan.
j) Gunakan tekanan suara yang sesuai.
k) Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan.
l) Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat bertanya.
m) Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.

7
2.) Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) :
Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran,
tetapi ditambah dengan beberapa teknik, yaitu :
a) Menulis pesan jika klien dapat membaca.
b) Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.
c) Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.
d) Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan,
contoh: body language.
e) Sempatkanlah waktu bersama klien.
3.) Lansia dengan gangguan penglihatan :
a) Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.
b) Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
c) Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat.
d) Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara.
e) Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu,
membacakan.
f) Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan
apa yang sedang saudara kerjakan.
g) Jelaskan jalan – jalan apa bisa dilalui oleh klien.
h) Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.
4.) Lansia dengan Afasia
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera atau
penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan
menulis dengan baik, demikian juga bercakap – cakap, mendengar, berhitung,
menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana penyebab
afasia pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak
(Brunner dan Siddart, 2001). Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :
a) Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b) Sabar dan meluangkan waktu.
c) Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap
tubuh, gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk
menjawab keinginannya.
d) Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.

8
e) Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan keras.
f) Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.
g) Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa
aman.
5.) Lansia dengan penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif
primer atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT) merupakan penyakit
neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba – tiba dan
ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku
dan efek (Brunner dan Siddart, 2001). Keadaan yang terjadi pada pasien yang
menderita Alzheimer diantaranya terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan
ingatan bahkan klien dapat kehilangan kemampuannya mengenal wajah,
tempat, dan objek yang sudah dikenalnya serta kehilangan suasana
kekeluargaannya. Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat
menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Kemampuan
berbicara buruk sampai pembentukan suku kata yang tidak masuk akal.
Perawatan diri memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting. Teknik
komunikasi yang digunakan adalah :
a) Selalu berkomunikasi dari depan lansia.
b) Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
c) Bertatap muka.
d) Minimalkan gerakan tangan.
e) Menghargai dan pertahankan jarak.
f) Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak.
g) Pertahankan kontak mata dengan senyum.
h) Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
i) Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
j) Mengangguklah dantersenyum bila memahami perkataannya.
6.) Lansia yang menunjukkan kemarahan :
a) Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
b) Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif.
c) Gunakan pertanyaan terbuka.
9
d) Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
e) Puji dan dukung setiap usaha dari klien.
7.) Lansia yang mengalami kecemasan :
a) Dengarkan apa yang dibicarakan klien.
b) Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi.
c) Identifikasi bersama klien sumber – sumber yang menyebabkan
ketegangan atau kecemasan.
d) Libatkan staf dan anggota keluarga.
8.) Lansia yang mengalami kecemasan :
a) Kemukakan kenyataan perlahan lahan.
b) Jangan menyokong penolakan klien.
c) Bantu klien mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya.
d) Libatkan keluarga
9.) Lansia yang mengalami depresi :
a) Lakukan kontak sesering mungkin.
b) Beri perhatian terus – menerus.
c) Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
d) Gunakan pertanyaan terbuka.
e) Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian.

D. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Pada Lansia


a. Lingkungan, seperti pencahayaan, suasana dan lain-lain.
b.  Kesehatan, seperti penglihatan, pendengaran dan fungsi neurologis.
c. Suara dan sikap perawat.
d. Kemampuan dan kesiapan perawat.
e. Emosi dan tingkat sensitifitas pasien.
f. Sedikit bertanya dan banyak menunggu.
g. Usia (ageism) lansia.

10
E. Teknik Komunikasi Pada Lansia
a. Teknik Umum untuk Lansia
1) Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan
Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat
kepada pasien dan memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok
manusia yang unik. Untuk menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi
pasien secara formal dan menyapa dengan“Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien
sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan nama pertamanya,
dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti
“manisku”, “sayangku”, ‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata
dengan duduk di kursi dan langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal
ini, anda menunjukkan perhatian sejati dan aktif mendengarkan, serta
membantu pasien untuk mendengar dan memahami anda secara lebih baik.
Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan menyampaikan
rasa turut prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).
2) Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami
Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan
adalah kunci komunikasi efektif antara pasien lanjut usia dan dokter
(Adelman et al., 2000 ; Ory et al., 2003). Membiarkan pasien lanjut usia untuk
berbicara beberapa menit tentang masalahnya tanpa interupsi akan
memberikan lebih banyak informasi daripada riwayat pendukung yang
terstruktur cepat. Merasa sedang diburu-buru akan menyebabkan mereka
merasa bahwa mereka sedang  tidak didengarkan atau dipahami (Adelman et
al., 2000). Penelitian menunjukkan bahwa pasien lanjut usia dan dokter sering
tidak sepaham tentang tujuan dan masalah medis yang dihadapi. Komunikasi
yang buruk dapat mengganggu pertukaran informasi serta menurunkan
kepuasan pasien
Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa
berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana.
Karena pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu
untuk ditanya sesuai kewenangan dokter, khususnya penting untuk sering
merangkum dan memancing pertanyaan (Adelmanet al., 2000;Robinson et al.,
2006).
3) Menghindari Ageism
11
Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi
dengan pasien lanjut usia adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah
yang pertama disampaikan oleh Robert Butler, direktur pertama the National
Institute on Aging, adalah systematic stereotyping dan diskriminasi terhadap
seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler, 1969). Ageism adalah hal
yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan dalam tindakan
seperti meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat
merendahkan, hanya memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif,
menawarkan sedikit pengobatan untuk masalah kesehatan mental,
menggunakan panggilan yang bernada menghina, menghabiskan lebih sedikit
masalah psikososial, dan membuat stereotype orang tua (Ory et al., 2003).
Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia
sebagai satu pribadi dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan
ini memungkinkan anda untuk menemui setiap pasien lanjut usia sebagai
individu yang unik dengan pengalaman seumur hidup yang berharga bukan
orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk
tidak mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja
dijumpai “orang berjiwa muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa
tua” dengan usia 60 tahun. Setiap pasien dan setiap masalah harus
diperlakukan dengan unik.
4) Mengenal Budaya
Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian
mengaplikasikannya dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga
merupakan hal penting dalam mempengaruhi persepsi pasien terhadap baik
dan berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan dokter.

b. Teknik Khusus untuk Lansia


1) Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara
dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk
menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
12
2) Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui
adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya
menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan
mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu pikirkan saat ini, ‘apa
yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu
permintaan bantuan dari klien.
3) Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan di luar materi yang diinginkan, maka perawat hendaknya
mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak
relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
4) Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun
psikis secara bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil
perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia,
mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika lansia
mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia
sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di
harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan
kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materil maupun
moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien
karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas
kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari
misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu
bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat
membantu’.

13
5) Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali
perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima
dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya
sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa
yang saya sampaikan tadi…?.
6) Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan
perubahan ini bila tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan
perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak
terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

F. Hambatan Komunikasi Pada Lansia


a. Gangguan neurology sering menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi
dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
b. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut
membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
c. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
d. Perbedaan budaya (bahasa) hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan
saling percaya.
e. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak
orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
f. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya
fokus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak
enak, dan lain-lain.
g. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu
banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara,
perbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes
h. Pasien dengan defisit sensorik. Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran
dan penglihatan yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam
14
berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia
lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yang mempengaruhi
komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari
60% (Chia et al., 2006). Penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran
yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara
berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang
berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika
anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien
akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake
the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)”. Gangguan visual yang
berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata menguning,
yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek
seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai
jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan
ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi
ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun
melaporkan penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya
hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell, 2004). Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang terganggu (Chia et
al., 2006).
i. Pasien dengan Demensia. Amerika Serikat pada tahun 2017 diprediksi memiliki
lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita
beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan meningkat dua kali
lipat pada 30 tahun yang akan datang. Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap
untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien tersebut datang
berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal
lain. (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap orang
yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver). Penilaian dan
pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila
melibatkan caregiver.
j. Pasien yang ditemani oleh Caregiver. Karakteristik utama kunjungan poliklinik
geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan seorang anggota keluarga
15
atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan
geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai
peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar
kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai
prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut
usia. Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-
hari, tugas rumah tangga, pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk
pasien lanjut usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi antara dokter
dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka
sendiri.
k. Agresif. Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-
prilaku di bawah ini:
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara).
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri sendiri
5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun
tindakan
l. Non asertif. Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
1) Menarik diri bila di ajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan
orang lain.

16
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia.
a. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
b.  Pertahankan kontak mata dengan pasien
c. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif
d. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
e.  Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan
kalimat yang sederhana.
f. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
g. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
h. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
i. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
j. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan
yang cukup saat berinteraksi.
k. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
l. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi. (adelman, et al 2000)

17

Anda mungkin juga menyukai