PEMBAHASAN
b. Lansia
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan
waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang
menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO)
menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang
berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Kelompok lanjut
usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan
Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak
distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan
lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi
tiga kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
4
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia
lanjut menjadi empat macam meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun.
2) Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun.
3) Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.
4) Usaia tua (veryold) kelompk usia di atas 90 tahun.
6
5) Menjaga tingkat kebisingan minimum. Usahakan lingkungan tidak rebut,
sehingga akan memudahkan pelaksanaan komter pada lansia.
6) Menjadi pendengar yang setia. Maksudnya sediakanlah waktu beberapa menit
untuk mendengarkan keluhan dari klien.
7) Menjamin alat bantu berfungsi dengan baik. Ceklah alat bantu komunikasi
yang digunakan oleh lansia sebelum memulai kegiatan. Yakinkan bahwa
kacamata bersih dan pas.
8) Jangan berbicara dengan kasar (keras). Lansia sangat sensitif, ucapan yang
kasar akan membuatnya menghentikan komunikasi. Usahakan selalu
menanyakan respon kepada klien tentang apa yang sedang ia rasakan.
9) Gunakan kalimat pendek dan sederhana. Hindari penggunaan kata-kata medis,
karena akan mempersulit klien. Berbicaralah pada tingkat pemahaman klien
sehingga klien mengerti tentang pesan yang ingin disampaikan oleh perawat .
10) Beri kesempatan klien untuk mengenang. Luangkan waktu untuk pasien agar
ia bisa mengingat hal-hal yang menjadi keluhannya.
7
2.) Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) :
Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran,
tetapi ditambah dengan beberapa teknik, yaitu :
a) Menulis pesan jika klien dapat membaca.
b) Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.
c) Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.
d) Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan,
contoh: body language.
e) Sempatkanlah waktu bersama klien.
3.) Lansia dengan gangguan penglihatan :
a) Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.
b) Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
c) Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat.
d) Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara.
e) Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu,
membacakan.
f) Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan
apa yang sedang saudara kerjakan.
g) Jelaskan jalan – jalan apa bisa dilalui oleh klien.
h) Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.
4.) Lansia dengan Afasia
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera atau
penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan
menulis dengan baik, demikian juga bercakap – cakap, mendengar, berhitung,
menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana penyebab
afasia pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak
(Brunner dan Siddart, 2001). Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :
a) Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b) Sabar dan meluangkan waktu.
c) Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap
tubuh, gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk
menjawab keinginannya.
d) Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.
8
e) Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan keras.
f) Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.
g) Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa
aman.
5.) Lansia dengan penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif
primer atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT) merupakan penyakit
neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba – tiba dan
ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku
dan efek (Brunner dan Siddart, 2001). Keadaan yang terjadi pada pasien yang
menderita Alzheimer diantaranya terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan
ingatan bahkan klien dapat kehilangan kemampuannya mengenal wajah,
tempat, dan objek yang sudah dikenalnya serta kehilangan suasana
kekeluargaannya. Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat
menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Kemampuan
berbicara buruk sampai pembentukan suku kata yang tidak masuk akal.
Perawatan diri memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting. Teknik
komunikasi yang digunakan adalah :
a) Selalu berkomunikasi dari depan lansia.
b) Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
c) Bertatap muka.
d) Minimalkan gerakan tangan.
e) Menghargai dan pertahankan jarak.
f) Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak.
g) Pertahankan kontak mata dengan senyum.
h) Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
i) Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
j) Mengangguklah dantersenyum bila memahami perkataannya.
6.) Lansia yang menunjukkan kemarahan :
a) Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
b) Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif.
c) Gunakan pertanyaan terbuka.
9
d) Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
e) Puji dan dukung setiap usaha dari klien.
7.) Lansia yang mengalami kecemasan :
a) Dengarkan apa yang dibicarakan klien.
b) Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi.
c) Identifikasi bersama klien sumber – sumber yang menyebabkan
ketegangan atau kecemasan.
d) Libatkan staf dan anggota keluarga.
8.) Lansia yang mengalami kecemasan :
a) Kemukakan kenyataan perlahan lahan.
b) Jangan menyokong penolakan klien.
c) Bantu klien mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya.
d) Libatkan keluarga
9.) Lansia yang mengalami depresi :
a) Lakukan kontak sesering mungkin.
b) Beri perhatian terus – menerus.
c) Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
d) Gunakan pertanyaan terbuka.
e) Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian.
10
E. Teknik Komunikasi Pada Lansia
a. Teknik Umum untuk Lansia
1) Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan
Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat
kepada pasien dan memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok
manusia yang unik. Untuk menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi
pasien secara formal dan menyapa dengan“Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien
sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan nama pertamanya,
dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti
“manisku”, “sayangku”, ‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata
dengan duduk di kursi dan langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal
ini, anda menunjukkan perhatian sejati dan aktif mendengarkan, serta
membantu pasien untuk mendengar dan memahami anda secara lebih baik.
Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan menyampaikan
rasa turut prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).
2) Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami
Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan
adalah kunci komunikasi efektif antara pasien lanjut usia dan dokter
(Adelman et al., 2000 ; Ory et al., 2003). Membiarkan pasien lanjut usia untuk
berbicara beberapa menit tentang masalahnya tanpa interupsi akan
memberikan lebih banyak informasi daripada riwayat pendukung yang
terstruktur cepat. Merasa sedang diburu-buru akan menyebabkan mereka
merasa bahwa mereka sedang tidak didengarkan atau dipahami (Adelman et
al., 2000). Penelitian menunjukkan bahwa pasien lanjut usia dan dokter sering
tidak sepaham tentang tujuan dan masalah medis yang dihadapi. Komunikasi
yang buruk dapat mengganggu pertukaran informasi serta menurunkan
kepuasan pasien
Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa
berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana.
Karena pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu
untuk ditanya sesuai kewenangan dokter, khususnya penting untuk sering
merangkum dan memancing pertanyaan (Adelmanet al., 2000;Robinson et al.,
2006).
3) Menghindari Ageism
11
Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi
dengan pasien lanjut usia adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah
yang pertama disampaikan oleh Robert Butler, direktur pertama the National
Institute on Aging, adalah systematic stereotyping dan diskriminasi terhadap
seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler, 1969). Ageism adalah hal
yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan dalam tindakan
seperti meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat
merendahkan, hanya memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif,
menawarkan sedikit pengobatan untuk masalah kesehatan mental,
menggunakan panggilan yang bernada menghina, menghabiskan lebih sedikit
masalah psikososial, dan membuat stereotype orang tua (Ory et al., 2003).
Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia
sebagai satu pribadi dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan
ini memungkinkan anda untuk menemui setiap pasien lanjut usia sebagai
individu yang unik dengan pengalaman seumur hidup yang berharga bukan
orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk
tidak mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja
dijumpai “orang berjiwa muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa
tua” dengan usia 60 tahun. Setiap pasien dan setiap masalah harus
diperlakukan dengan unik.
4) Mengenal Budaya
Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian
mengaplikasikannya dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga
merupakan hal penting dalam mempengaruhi persepsi pasien terhadap baik
dan berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan dokter.
13
5) Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali
perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima
dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya
sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa
yang saya sampaikan tadi…?.
6) Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan
perubahan ini bila tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan
perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak
terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
16
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia.
a. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
b. Pertahankan kontak mata dengan pasien
c. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif
d. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
e. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan
kalimat yang sederhana.
f. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
g. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
h. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
i. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
j. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan
yang cukup saat berinteraksi.
k. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
l. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi. (adelman, et al 2000)
17