Anda di halaman 1dari 147

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.M DENGAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN DASAR AKTIVITAS PADA GANGGUAN SISTEM
NEUROLOGI : PASCA STROKE DIPANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
BUDI MULIA 2 CENGKARENG
TANGGAL 02 – 04 APRIL 2018

DISUSUN OLEH :
DINDA ANGRAENI PUTRI
2015750013

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2018
2
3
4

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan nikmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis senantiasa
dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Tn. M dengan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Aktivitas pada Gangguan Sistem
Neurologi : Pasca Stroke di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng
pada tanggal 02 – 04 April 2018 “ dengan waktu yang telah ditentukan.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan D III Keperawatan di Institusi Program Studi D III
Keperawatan Falkutas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Dalam proses penyelesaian dan penyusun Karya Tulis Ilmiah ini, penulis
mendapatkan pengarahan, bimbingan, bantuan, serta do’a dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah SWT telah memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini dengan tepat waktu dan tanpa adanya halangan dan
kekurangan.
2. Dr. Muhammad Hadi, SKM., M.Kep selaku Dekan Falkutas Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
3. Ns. Titin Sutini, M.kep., Sp.Kep.An selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan Falkutas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
4. Ns. Lily Herlinah, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku dosen pembimbing dan penguji I
yang telah memberikan waktu dan dukungan serta memberikan kritik dan
sarannya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
5. Ns. Nurhayati, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku penguji II dan dosen dalam
memberikan materi selama perkuliahan dan sekaligus sebagai penguji dalam
sidang.
5

6. Ns. Nuraenah M.Kep selaku wali akademik yang telah memberikan motivasi dan
memberikan ilmu selama perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Seluruh Dosen Institusi beserta staff Program Studi D III Keperawatan Falkutas
Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan
iii
bekal ilmunya selama penulis mengikuti perkuliahan.
8. Kepala Panti dan staff di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng
yang telah memberikan kesempatan untuk penulis dalam melakukan pembuatan
Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Kedua orang tua tercinta, kakak dan adik terima kasih atas do’a, perhatian serta
keluarga besar penulis yang selalu sabar menghadapi tingkah penulis dan selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis saat penulis mulai jenuh dan
lelah serta selalu memberikan dukungan kepada penulis.
10. Teman seperjuangan Karya Tulis Ilmiah yang telah membantu mengingatkan,
memotivasi, memberi semangat, dan bekerja sama dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah.
11. Teman teman seperjuangan angkatan 33 Program Studi D III Keperawatan
Falkutas Ilmu Keperawatan yang telah menorehkan kisah selama 3 tahun penulis
menempuh pendidikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurnaan, oleh karena itu, penulis
menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga karya
tulis ilmiah ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa
keperawatan pada khususnya dalam melakukan asuhan keperawatan pada lansia
dengan gangguan system neurologi : pasca stroke.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta , 21 Mei 2018

Penulis
6

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ...........................................................................iii
DAFTAR ISI ...........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ..............................................................................1
B. Tujuan penulisan ..........................................................................5
1. Tujuan Umum ..............................................................................5
2. Tujuan Khusus .............................................................................6
C. Lingkup Masalah .........................................................................6
D. Metode Penulisan ....................................................................... 6
E. Sistematika Penulisan ................................................................. 6

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Konsep Dasar Proses Penuaan ................................................... 9
B. Konsep Dasar Stroke .................................................................. 32
C. Konsep Kebutuhan Dasar pada Manusia ................................... 47
D. Konsep Proses Keperawatan Lansia dengan
stroke......................................................................................... 51

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian Keperawatan ......................................................... 81
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................ 95
C. Perencanaan Keperawatan ....................................................... 101
D. Implementasi Keperawatan ...................................................... 107
E. Evaluasi Keperawatan .............................................................. 113

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan ........................................................... 116
B. Diagnosa Keperawatan .............................................................. 118
C. Intervensi Keperawatan ............................................................. 119
D. Implementasi Keperawatan ....................................................... 120
E. Evaluasi Keperawatan ................................................................ 121

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 123
B. Saran ........................................................................................... 124

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan merupakan hal yang saling


berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
memberikan konstribusi positif terhadap kesehatan terlebih kesejahteraan
yang dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup. Akibatnya jumlah
penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih
cepat. Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya
pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam mencapai masa tua yang
sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif. (Maryam, 2008)

Menurut Pusat Data informasi kementrian kesehatan RI (2013) UHH di


Indonesia tahun 2010-2015 berada pada usia 70,7 tahun, angka ini diprediksi
akan meningkat pada tahun 2015-2020 menjadi 71,7 tahun. Saat ini jumlah
lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia
lebih dari 60 tahun), dan pada tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1,2
milyar ada 901.000.000 orang berusia 60 tahun atau lebih 12% dari jumlah
populasi lanjut usia terbesar dimana pada tahun 2015 berjumlah 508 juta.
Menurut Biro Pusat Statistik pada tahun 2015 di Indonesia, terdapat
24.446.290 jiwa penduduk lanjut usia atau setara dengan 10,0% dari seluruh
penduduk di Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk diperkirakan pada
tahun 2020-2025, indonesia akan menduduki peringkat negara dengan
struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India dan Amerika
serikat, dengan umur harapan hidup diatas 70 tahun. (Nugroho, 2008)
8

Berdasarkan BPS, Susenas (2014), prevelensi lansia dari tahun ke tahun


mengalami peningkatan terdapat empat provinsi dengan proporsi lansia
terbesar yaitu Yogyakarta 13,05 %, Jawa Tengah 11,11 %, Jawa Timur 10,96
% dan Bali 10,05 %. Sementara itu terdapat tiga provinsi dengan proporsi
terkecil yaitu Papua 2,43 %, Papua Barat 3,62 %, dan Kepulauan Riau 3,75
%.
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia. Menjadi tua
tidak berlangsung secara tiba-tiba, namun melalui tahapan tumbuh kembang
mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, sampai lanjut usia. Semua orang akan
mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap. Menurut
Undang-undang Pasal ayat 1 ayat (2), (3), (4), No. 13 Tahun 1998 tentang
kesehatan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun. (Maryam, 2008)

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap
ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat,
dan figur tubuh yang tidak proporsional. Kemunduran lain yang terjadi adalah
kemampuan-kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi
terhadap waktu, ruang, tempat, sertam tidak mudah menerima hal/ide baru.
(Nugroho,2008)
9

lanjut usia rentan terhadap penyakit dan kematian. Perubahan akibat proses
menua mengakibatkan menurunnya fungsi sistem neurologi pada lanjut usia,
sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan
penurunan persepsi sensori dan respons motorik pada susunan saraf pusat dan
penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat
pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan
tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif, berbagai penyakit yang
sering menghinggapi kaum lanjut usia salah satu penyakit yang diderita lansia
pada sistem neurologi yaitu stroke. (Azizah, 2008)

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Darmojo (2009), stroke


didefinisikan sebagai suatu manifestasikan klinik gangguan peredaran darah
otak yang menyebabkan defisit neurologik. Berdasarkan keadaan patologis
stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke non haemoragik (iskemik)
dan stroke haemoragik. Kondisi yang menjadi penyebab stroke pada lansia
adalah menurunya sistem neurologi karena usia yang semakin bertambah
mengakibatkan disfungsi serta kematian sel-sel dan jaringan di otak sehingga
otak tidak mendapatkan pasokan darah yang adekuat. Tanda dan gejala yang
biasanya muncul pada lansia yang mengalami stroke yaitu kelumpuhan wajah
atau anggota badan sebelah (hemiparise) yang timbul secara mendadak, bicara
pelo (ksatria) dan penurunan kesadaran (latergi, stupor atau koma). Lansia
yang mengalami stroke mengakibatkan terganggunya kebutuhan dasar seperti,
gangguan aktivitas atau mobilitas fisik disebabkan kelemahan atau
kelumpuhan anggota gerak dan juga mengganggu kemampuan melakukan
perawatan sehari-hari, seperti ketidakmampuan makan karena kelemahan
pada nervus fagus dan ketidakmampuan mandi, toileting. Gangguan
komunikasi disebabkan adanya gangguan pada sirkulasi serebral diotak
biasanya ditandai dengan bicara pelo dan bicara tidak jelas, pada gangguan
10

eliminasi terjadi karena menurunnya saraf yang mengontrol spincter urinarius


berkurang sehingga klien dengan stroke tidak dapat mengontrol untuk buang
air. (Kushariyadi, 2010)

Di seluruh bagian dunia pada tahun 2010 di Amerika Serikat, stroke berada
di urutan ketiga teratas sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung
dan kanker. Kasus penderita stroke di negara tersebut mencapai 700 ribu
orang per tahun. Insidens pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi
55-64 tahun. Berdasarkan Rikesdas 2013, prevalensi stroke di Indonesia tahun
2013 meningkat dibandingkan tahun 2007 yaitu dari 0,83% menjadi 1,2%. Di
Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
jantung dan kanker. Bahkan menurut survei Kementrian Kesehatan RI tahun
2004, stroke merupakan pembunuh nomor satu di Rumah Sakit Pemerintah di
seluruh Indonesia. Stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia
untuk kategori penyakit tidak menular (PTM), data kematian akibat PTM
59,5% pada tahun 2007 (Yastroki, 2010).

Dari uraian prevalensi diatas terlihat kasus stroke pada lansia terus meningkat.
Ini dikarenakan kecenderungan stroke pada orang lanjut usia terjadi
sebenarnya karena gaya hidup orang lanjut usia pada saat masih muda.
Perawat perlu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif. Cara
yang paling penting untuk menurunkan morbiditas, imobilitas dan disabilitas
yang berhubungan dengan stroke adalah untuk mengurangi insidensi stroke
yang pertama kali dan terjadinya stroke berulang. Dari aspek promotif
memberikan pendidikan kesehatan merupakan suatu komponen yang sangat
penting. Pendidikan kesehatan ditunjukan kearah gaya hidup sehat, seperti
mengurangi merokok yang berisiko tinggi terhadap terjadinya penyakit
kardiovaskular, diet rendah lemak, garam, gula serta memberikan pendidikan
kesehatan tentang pentingnya perawatan diri. Aspek preventif dengan cara
memonitor tanda-tanda vital secara rutin, latihan secara teratur seperti senam
11

stroke yang menjadi suatu komponen penting dari jadwal lansia.


Menganjurkan menjaga personal hygiene dapat juga berperan sebagai
pencegahan untuk mencegah terjadinya gangguan perawatan diri. Aspek
kuratif yaitu dengan berkolaborasi pemberian obat-obatan seperti
antihipertensi, antikoagulan serta antikonvulsan dan membantu dalam
pemenuhan kebutuhan perawatan diri sehari-hari. Aspek rehabilitatif yaitu
dengan melakukan latihan –latihan fisik tertentu, seperti fisioterapi manual
seperti melakukan Range Of Motion (ROM) ekstremitas secara berkelanjutan.
(Stanley, 2012)

Berdasarkan uraian di atas dalam mewujudkan peran perawat untuk


meningkat mutu derajat kesehatan penulis tertarik untuk mempelajari lebih
dalam mengenai pemenuhan kebutuhan dasar pada lansia dan, dengan
masalah sistem neurologi: stroke. Maka penulis mengambil judul karya tulis
ilmiah “Asuhan Keperawatan Lansia TN.M dengan Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Aktivitas Pada Gangguan Sistem Neurologi: Stroke di panti sosial
tresna werdha budi mulia 2 cengkareng.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tersusunnya karya ilmiah yang menguraikan / mendeskripsikan
pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia
dengan pemenuhan kebutuhan dasar aktivitas pada gangguan sistem
neurologi: pasca stroke.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan gangguan
sistem neurologi: pasca stroke.
b. Mampu menganalisa data untuk menentukan masalah keperawatan
pada lansia dengan gangguan sistem neurologi: pasca stroke
12

c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada lansia dengan


gangguan sistem neurologi: pasca stroke
d. Mampu melaksanaan tindakan keperawatan pada lansia dengan
gangguan sistem neurologi: pasca stroke
e. Mampu melakukan evaluasi pada lansia dengan gangguan sistem
neurologi: pasca stroke
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori
dan kasus sistem neurologi: pasca stroke
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan
penghambat serta dapat mencari solusinya.
h. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan asuhan keperawatan.

C. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis hanya membahas asuhan
keperawatan pada lansia TN.M dengan pemenuhan kebutuhan dasar aktivitas
pada gangguan sistem neurologi: pasca stroke

D. Metode Penulisan
Metode dalam karya tulis ini menggunakan metode deskripsi dan studi
kepustakaan dan deskriptif .
1. Metode Deskriptif
Suatu metode penulisan ilmiah dengan menguraikan asuhan keperawatan
yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.
2. Studi Kepustakaan
Mempelajari berbagai literatur yang berkaitan dengan judul karya tulis
ilmiah ini seperti buku, jurnal, dan media internet.

E. Sistematika Penulisan
Penulisan karya tulis ini disusun secara sistematika yang terdiri dari :
13

1. BAB I : PENDAHULUAN
Membahas tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan seperti tujuan
umum dan tujuan khusus, ruang lingkup, metode penulisan, serta
sistematika penulisan.

2. BAB II : TINJAUAN TEORITIS


Membahas tentang konsep dasar stroke terdiri dari pengertian,
patofisiologi yang mencakup etimologi, proses, faktor resiko, manifestasi
klinik dan komplikasi, penatalaksanaan terapi dan tindakan medis.
Membahas asuhan keperawatan gerontik yang terdiri dari konsep
gerontologi dan konsep proses keperawatan gerontik. Dimana konsep
gerontologi terdiri dari pengertian, tujuan, batasan lanjut usia, teori
menua, perubahanyang terjadi pada lansia dan tahap perkembangan lansia.
Di dalam tahap proses keperawatan gerontik terdiri dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pada lansia dengan
pasca stroke.

3. BAB III : TINJAUAN KASUS


Membahas tentang uraian kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pada lansia dengan stroke yang
penulis kelola.

4. BAB IV : PEMBAHASAN
Membahas tentang kesenjangan yang terjadi antara teori dan kasus yang
dikelola oleh penulis mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Selain itu akan dibahas juga faktor pendukung
dan penghambat dari asuhan keperawatan yang diberikan.
14

5. BAB V : PENUTUP
Membahas tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi tentang
asuhan keperawatan gerontik Tn.M dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar aktivitas pada gangguan sistem neurologi: pasca stroke
dan permasalahan yang timbul. Saran berisi tentang masukan dari penulis
yang berkaitan dengan asuhan keperawatan lansia pada klien dengan
stroke yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta
kualitas perawatan yang baru dilakukan.
15

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
I. Konsep Dasar Proses Penuaan
a. Pengertian

Menurut Depkes RI (2001), Penuaan adalah suatu proses alami yang


tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan
berkesinambungan. Selanjunya akan menyebabkan perubahan
anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh, sehingga akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan
(Maryam, 2008)

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu tertentu, tetapi dimulai sejak pemulaan
kehidupan (Kushariyadi, 2010)

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia


(lansia) apabila usianya 65 tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stress lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh
kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penuaan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual.

Gerontology adalah ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah


yang mungkin terjadi pada lanjut usia. Keperawatan gerontik atau
keperawatan gerontology adalah praktik perawatan yang berkaitan

9
16

dengan penyakit pada proses menua yang dapat menjalankan perannya


pada tiap tatanan pelayanan (dirumah sakit, rumah dan panti) dengan
menggunakan pengetahuan, keahlian dan keterampilan merawat untuk
meningkatkan fungsi optimal para lansia secara komprehensif. Tujuan
keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,
mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi
kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik
keperawatan gerontik (Maryam, 2008)

b. Tujuan gerontik
1) Mempertahankan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga
terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan.
2) Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas fisik sesuai
kemampuan dan aktivitas mental yang mendukung.
3) Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan
menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai
kelainan tertentu.
4) Memelihara kemandirian secara maksimal dengan mencari upaya
semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita penyakit
atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang
maksimal tanpa perlu suatu pertolongan.
5) Tetap memberikan bantuan moral dan perhatian sampai akhir
hayatnya agar kematiannya berlangsung dengan tenang (Maryam,
2008)

c. Batasan Lanjut Usia

WHO (1999) dalam Azizah 2011, menggolongkan lanjut usia


berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia
pertengahan (middle age) antara usia 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly)
berusia antara 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun,
17

dan usia sangat tua (Very old) diatas 90 tahun. Menurut Prof. Dr.
Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia di kelompokkan menjadi usia
dewasa muda (eldery adulthood) 18 atau 25 – 29 tahun, usia dewasa
penuh (middle years) atau maturitas 25 – 60 tahun atau 65 tahun, lanjut
usia (genatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang di bagi lagi
dengan 70 -75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old), lebih dari 80
(very old). Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat
dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang
bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari
dan menerima nafkah dari orang lain. UU No.13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia
60 tahun keatas (Azizah, 2011).

d. Teori-Teori Proses Menua


Teori penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu teori
penuaan secara biologis dan teori penuaan psikososial.

1) Teori Biologis

Teori Biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bawha


proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan
fungsi tubuh selama masa hidup. Teori ini lebih menekankan pada
perubahan kondisi tingkat struktular sel/organ tubuh, termasuk
didalamnya adalah pengaruh agen patologis.

a) Teori Genetik

Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Setiap spesies mempunyai di dalam nuclei(inti sel)
suatu jam yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini
akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak
berputar, jadi menurut konsep ini bila jam berhenti akan meninggal
18

dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit


akhir yang katasterfal.

b) Teori Non Genetik


1) Teori menurunan sistem imun tubuh (Auto Immune Theory)

Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan


sistem imun tubuh mengenai dirinya sendiri (self recognition). Jika
miutasi yang rusak membran sel, akan menyebabkan sistem imun tidak
mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah yang mendasari
penigkatan penyakit auto imun pada lanjut usia.

2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (Free Radical Theory)

Radikal bebas dianggap sebagi penyebab penting terjadinya kerusakan


fungsi sel radikan bebas yang terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal
bebas yang terdapat lingkungan seperti : asap kendaraan bermotor, asap
rokok, jat pengawet makanan, radiasi, sinar ultraviolet yang
mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses
menua.

3) Teori menua akibat metabolisme

Bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat


pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan
kalori menyebabkan kegemukan dan memperpendek umur.

4) Teori Rantai Silang

Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein,


karbohidrat, asam nukleat (molekul kolagen) beraksi dengan zat kimia
dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan
19

pada membran plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang


kaku, kurang elastis dan kehilangan fungsi pada proses menua.

2) Teori Psikologis

a) Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)

Seorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya


setelah menua. Sense Of Integrity yang dibangun dimasa mudanya
tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut
usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan cara hidup
dari usia lanjut. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usai.

b) Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam
memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan
masalah di masyarakat. Keluarga dan hubungan interpersonal. Pada
teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimilikinya.

c) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan


kemunduran individu dengan individu lainnya. Teori ini menyatakan
bahwa dengan bertembahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut
20

usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering


terjadi kehilangan ganda(triple loss), yakni :

1. Kehilangan peran (loss of role)


2. Hambatan kontak sosial (restriction of contacts and
relationship)
3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social moes
and values) (Azizah, 2011)
e. Tugas Perkembangan Lanjut Usia
Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus.
Tugas perkembangan lansia meliputi :
1) Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan.
Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring
terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi.
Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah
normal. Bagaimana meningkatkan kesehatan dan
mencegah penyakit dengan pola hidup sehat.
2) Menyesuaikan terhadap masa pada pensiun dan penurunan
pendapatan.
Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh
karena itu mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat
perubahan karena hilangnya peran bekerja. Bagaimanapun, karena
pensiunan ini biasanya diantisipasi, seseorang dapat berencana ke
depan untuk berpartisipasi dalam konsultasi atau aktivitas sukarela,
mencari minta dan hobi baru, dan melanjutkan pendidikannya.
Meskipun kebanyakan lansia diatas garis kemiskinan, sumber
financial secara jelas mempengaruhi permasalahan dalam pensiun.

Sekarang ini orang yang pensiun akan mempunyai


ketergantungan sosial, financial, selain juga kehilangan prestise,
21

kewibawaan, peranan-peranan sosial, dan sebagainya, yang akan


merupakan stress bagi orang-orang tua tadi. Untuk menghadapi
masa pensiun, dengan stress yang sekecil mungkin timbul suatu
pemikiran dalam rangka masa persiapan pensiun tadi, yaitu
mengadakan pensiun bertahap apa yang disebut “stepwise
employment plan”. Ini dikerjakan secara bertahap mengurangi jam
dinas sambil memberikan persiapan-persiapan pengaturan kearah
macam pekerjaan yang akan dijalankan seusai pensiun. Hal ini
dapat membantu lansia untuk beradaptasi dan menyesuaikan
terhadap masa pensiun relative lebih mudah.

3) Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

Mayoritas lansia dihadapkan dengan kematian pasangan, teman dan


kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi bagi
lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang
meninggalkannya sangat berarti bagi dirinya. Dengan membantu lansia
melalui proses berduka, dan dapat membantu mereka menyesuaikan
diri terhadap kehilangan.

4) Menerima diri sendiri sebagai lansia

Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri


selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampiuannya
sebagai koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta
cucunya untuk memanggil mereka “nenek” atau menolak meminta
bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka poada
resiko yang besar.

5) Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup

Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya, kerusakan


fisik dapat mengharuskan pindah kerumah yang lebih kecil untuk
seorang diri. Beberapa masalah kesehatan lain mungkin mengharuskan
22

lansia untuk tinggal dengan keluarga atau temannya. Perubahan


rencana kehidupan bagi lansia mungkin membutuhkan periode
penyesuaian yang lama selama lansia memerlukan bantuan dan
dukungan professional perawatan kesehatan dan keluarga.

6) Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa


Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan
anak-anaknya yang telah dewasa. Masalah keterbalikan peran,
ketergantungan, konflik, perasaan bersalah, dan kehilangan
memerlukan pengenalan resolusi.
7) Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
Lansia harus belajar menerima aktivitas dan minta baru untuk
mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya
aktif secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relative
mudah untuk bertemu orang baru dan mendapat minat baru. Akan
tetapi, seorang yang introvert dengan sosialisasi terbatas., mungkin
menemui kesuliltan bertemu orang baru selama pensiun. (Azizah,
2011).
f. Perubahan Yang Terjadi Pada Usia Lanjut
1) Perubahan fisik dan fungsi

a) Sel

(1) Jumlah sel menurun/lebnih sedikit

(2) Ukuran sel lebih besar

(3) Jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang

(4) Proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah, dan hati


menurun

(5) Jumlah sel otak menurun


23

(6) Mekanisme perbaikan sel terganggu

(7) Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%

(8) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar

b) Sistem Neurologi

(1) Kehilangan dan poenyusutan neuron

(2) Penurunan intelektual

(3) Penurunan dopamine dan beberapa enzim dalam otak pada


lansia berperan terhadap terjadinya perubahan neurologis
fungsional.

(4) Defisit fungsional mobilisasi

c) Sistem Persyarafan

(1) Menurunnya hubungan persyarafan

(2) Berat otak menurun 10-20% (sel satraf otak setiap orang
berkurang setiap harinya)

(3) Respon dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya


terhadap stress

(4) Saraf panca indra mengecil

(5) Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf


penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitive terhadap
perubahan suhu dan rendahnya ketahanan terhadap dingin

(6) Kurang sensitive terhadap sentuhan

(7) Deficit memori

d) Sistem Pendengaran
24

(1) Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran


pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada
yang tingg, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,
50% terjadi pada usia diatas 65 tahun

(2) Membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan


otosklerosis

(3) Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena


meningkatnya keratin

(4) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lansia yang


mengalami ketegangan/stress

(5) Rinirtus (bising yang mendengungkan, bernada tinggi


atau rendah, bisa terus-menerus atau intermiten

(6) Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti


bergoyang atau berputar)

e) Sistem Penglihatan

(1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap


sinar menghilang.

(2) Kornea lebih berbentuk sferis (bola)

(3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi


katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan

(4) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi


terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap

(5) Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan


manifestasi presbiopi, seseorang sulit melihat dekat yang
dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa
25

(6) Lapang pandang menurun, luas pandangan menurun

(7) Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru


atau hijau pada skala.

f) Sistem Kardiovaskular

(1) Katup jantung menebal dan menjadi kaku

(2) Elastisitas dinding aorta menurun

(3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%


setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini
menyebabkan kontraksi dan volume menurun (frekuensi
denyut jantung maksimal = 200 – umur)

(4) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun)

(5) Kehilangan elastisitas pemburuh darah, efektivitas


pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang,
perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
(mengakibatkan pusing mendadak)

(6) Kinerja jantung lebih rentan terhdap kondisi dehidrasi


dan pendarahan

(7) Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh


darah perifer meningkat. Sistole normal ± 170 mmHg
diastole ± 95 mmHg.

g) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh


26

Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja


sebagai suatu termosfat, yaitu menetapkam suatu suhu
tertentu. Kemunduran terjadi berbagai faktor yang
memengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain:

(1) Temperature tubuh menurun (hipotermia) secara


fisiologis ± 35º C ini akibat metabolisme yang menurun

(2) Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan
dapat pula menggigil, pucat dan gelisah.

(3) Keterbatasan reflex menggigil dan tidak dapat


memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
penurunan aktivtas otot.

h) Sistem Pernapasan

(1) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi,


kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku.

(2) Aktivitas silia menurun.

(3) Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu


meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan
maksimum menurun dengan kedalaman bernapas menurun.

(4) Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan


jumlah berkurang.

(5) Berkurangnya elastisitas bronkus.

(6) Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.

(7) Karbon dioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran


gas terganggu.

(8) Reflex dan kemampuan untuk batuk berkurang.


27

(9) Sensitivitas terhadap hipoksia dan hipoerkarbia


menurun.

(10) Serig terjadi emfisema senilis.

(11) Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot


pernapasanm menurun seiring pertambahan usia.

i) Sistem Pencernaan

(1) Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disesase


yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun. Penyebab lain
meliputi kesehatan gigi dan gizi yang buruk.

(2) Indera pengecap menurun, adanya iritasi selaput lender


yang kronis, atrofi indra pengecap (± 80%), hilangnya
sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa manis dan
asin, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin,
asam dan pahit.

(3) Eso fagus melebar.

(4) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam


lambung menurun, mobilitas dan waktu pengosongan lambung
menurun.

(5) Peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi.

(6) Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu,


terutama karbohidrat).

(7) Hati semakin mengecil dan tempoat menyimpanan menurun,


aliran darah berkurang.

j) Sistem Reproduksi
28

Wanita

(1) Vagina mengalami kontraktur dan mengecil.

(2) Ovaria menciut, uterus mengalami atrofi.

(3) Atrofi payudara.

(4) Atrofi vulva.

(5) Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus,


sekresi berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi
perubahan warna.

Pria

(1) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun


ada penurunan secara berangsur-angsur.

(2) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun,


asal kondisi kesehatannya baik, yaitu :

(a) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut


usia.

(b) Hubungan seksual secara teratur membantu


mempertahankan kemampuan seksual.

(c) Tidak perlu cemas karena prosesnya lamiah.

(d) Sebanyak ± 75 % pria usia di atas 65 tahun mengalami


pembesaran prostat.

k) Sistem Genitourinaria

Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme


tubuh, melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring
oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang di sebut nefron
29

(tepatnya di glomerulus). Mengecilkan nefron akibat atrofi,


aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi
tubulus berkurang. Akibatnya kemampuan mengonsentrasi
urine menurun, berat jenis urine menurun, proteinuria
(biasanya +1), BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat
sampai 21 mg %, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meingkat.

Keseimbang elektrolit dan asam lebih mudah terganggu bila


dibandingkan dengan usia muda. Renal Plasma Flow (RPF)
dan Glumerular Filtration Rate (GFR) atau klirens kreatinin
menurun secara linier sejak usia 30 tahun. Jumlah darah yang
difiltrasi oleh ginjal berkurang.

Vesika urinaria otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun


sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni
meningkat. Pada pria lanjut usia, vesika urinaria sulit
dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine
meningkat.

Pembesaran prostat. Kurang lebih 75 % dialami oleh pria


usia di atas 65 tahun.

Vagina seseorang yang semakin menua, kebutuhan seksual


masih ada. Tidak ada batasan umur tertentu kapan fungsi
seksual seseorang berhenti. Frekuensi hubungan seksual
cenderung menurun secara bertahap setiap tahun, tetapi
kapasitas untuk melakukan dan menikamatinya berjalan terus
sampai tua.

l) Sistem Endokrin

Kelenjer Endokrin adalah kelenjer buntu dalam tubuh


manusia yang memproduksi hormon. Hormon pertumbuhan
30

berperan sangat penting dalam pertumbuhan, pematangan,


pemeliharaan dan metabolisme organ tubuh. Yang termasuk
hormon kelamin adalah :

(1) Estrogen, progesteron dan testoterone yang memelihara


alat reproduksi dan gairah seks. Hormon ini mengalami
penurunan.

(2) Kelenjer Prankeas (yang memproduksi insulin dan sangat


penting dalam pengaturan gula darah).

(3) Kelenjer adrenal/anak ginjal yang memproduksi


adrenalin. Kelenjer yang berkaitan dengan hormon
pria/wanita. Salah satu kelenjer endokrin dalam tubuh yang
mengatur agar arus darah ke organ tertentu berjalan dengan
baik, dengan jalan mengatur vasokontriksi pembuluh darah.
Kegiatan kelenjer anak ginjal ini berkurang pada lanjut usia.

(4) Produksi hampir semua hormon menurun.

(5) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.

(6) Hipofosis: pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah


dan hanya didalam pembuluh darah, berkurangnya produksi.
ACTH, TSH, FSH dan LH.

(7) Aktivitas tiroid, BMR (Basal Metabolic Rate) dan daya


pertukaran zat menurun.

(8) Produksi aldosteron menurun.

(9) Sekresi hormone kelamin menurun.

m) Sistem Integumen

(1) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan


lemak.
31

(2) Permukaan kulit cenderung kusam, kasar dan bersisik


(Karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan
ukuran dan bentuk sel epidemis).

(3) Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis


yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak
bintik-bintik atau noda coklat.

(4) Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, timbulnya


kerut-kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis.

(5) Respons terhadap trauma menurun.

(6) Mekanisme proteksi kulit menurun :

(a) Produksi serum menurun

(b) Produksi vitamin D menurun

(c) Pigmentasi kulit terganggu

(7) Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu.

(8) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

(9) Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan


vaskularisasi.

(10) Pertumbuhan kuku lebih lammbat.

(11) Kuku jari menjadi keras dan rapuh.

(12) Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

(13) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti


tanduk.

(14) Jumlah dan fungsi kelenjer keringat berkurang.

n) Sistem Muskuloskeletal
32

(1) Tulang kehilangan dentitas (cairan) dan semakin rapuh.

(2) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami


demineralisasi.

(3) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama


vertebra, pergelangan dan paha. Insiden osteoporosis dan
fraktur meningkat pada area tulang tersebut.

(4) Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang


penyangga rusak dan aus.

(5) Kifosis.

(6) Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari peregelangan


terbatas.

(7) Gangguan jalan-berjalan.

(8) Kekakuan jaringan penghubung.

(9) Diskusi intervertebralis menipis dan menjadi pendek


(tingginya berkurang).

(10) Persendian membesar dan menjadi kaku.

(11) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

(12) Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga


gerakan menjadi lambat, otot kram, dan menjadi tremor
(perubahan pada otot cukup rumit dan sulit dipahami).

(13) Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril


digunakan oleh lemak, kalogen dan jaringan perut).

(14) Aliran darah ke otak berkurang sejalan dengan proses


menua.
33

(15) Otot polos tidak begitu berpengaruh.

2) Perubahan Mental

a) Di bidang mental atau psikis pada lanjut usia, perubahan


dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga,
bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu.

b) Yang perlu dimenegerti adalah sikap umum yang


ditemukan pada hampir setiap usia lanjut. Yaknik keinginan
berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin dihemat.

c) Mengharapkan tetap di beri peranan dalam masyarakat.

d) Ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap


berwibawa.

e) Jika meningalpun, mereka ingin meninggal secara


terhormat dan masuk surga.

f) Kenangan (memori)

Kenangan jangka panjang, beberapa jam sampai beberapa


hari yang lalu dan mencakup beberapa perubahan.
Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit),
kenangan buruk (bisa kearah demensia)

g) Intelegentia Quotion (IQ), IQ tidak berubah dengan


informasi matematika dan perkataan verbal. Penampilan,
persepsi dan keteramilan, psikomotor berkurang. Terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan faktor
waktu (Nugroho, 2008)

3) Perubahan Psikososial

Perubahan yang diamali oleh lansia antara lain :


34

a) Pensiun

Pensiun sering dikatakan secara salah dengan kepasifan atau


persaingan. Dalam kenyataannya pensiun adalah tahap
kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan
perubahan peran yang menyebabkan stress psikososial.

Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan


identitas dikaitkan dengan peran dalam pekerjaan.
Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan membuat
seseorang lansia pensiunan merasakan kekosongan, Orang
tersebut secara tiba-tiba dapat merasakan begitu banyak
waktu luang yang ada dirumah disertai dengan sedikitnya
hal-hal yang dapat dijalani. Meskipun bahwa pekerjaan yang
pensiun karena lasan kesehatan, masalah-masalah yang
berputar disekitar pensiun berkaitan erat dengan
pertimbangan atas jabatan dan keadaan keuangan.

Menurut Budi Darmojo dan Martono (2004), bila seorang


pensiun (puma tugas), ia akan mengalami kehilangan-
kehilangan antara lain :

(1) Kehilangan Financial (besar penghasilan semua)

Pada umumnya, dimana pun pemasukan uang pada seorang


yang pensiun akan menurun, kecuali pada orang yang sangat
kaya dengan tabungan yang melimpah.

2) Kehilangan Status

Terutama ini terjadi bila sebelumnya orang tersebut


mempunyai jabatan dan posisi yang cukup tinggi, lengkap
dengan fasilitasnya.

3) Kehilangan Teman atau Kenalan


35

Mereka akan jarang sekali bertemu dan berkomunikasi


dengan teman sejawat yang sebelumnya tiap hari
dijumpainya, hubungan sosialnya pun akan hilang atau
berkurang.

4) Kehilangan Kegiatan atau Pekerjaan

Kehilangan kegiatan atau pekerjaan yang teratur dilakukan


setiap hari, ini berarti bahwa rutinitas yang bertahun-tahun
telah dikerjakan akan hilang.

b) Perubahan Aspek Kepribadian

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia


mengalami penurunan fungsin kognitif dan psikomotor.
Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan prilaku lansia menjadi makin
lambat. Sementara fungsi psokomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak
seperti geraka, tindakan, koordinasi yang berakibat lansia
menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia


mengalami perubahan kepribadian. Menurut Kuntjoro
(2002), kepribadian lanjut usia dibedakan menjadi 5 tipe
kepribadian yaitu tipe kepribadian konstruktif (construction
personality), mandiri (independent personality), tipe
kepribadian tergantung (dependent personality),
bermusuhan (hostile personality), tipe kepribadian
defensive, dan tipe kepribadian kritik dari (self hate
personality).
36

c) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran,


penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul
gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia,
misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga
sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya
dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan
aktivitas selama yang bersangkutan masih sanggup, agar
tidak merasa terasing atau terasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus
muncul prilaku agresif seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila bertemu orang lain
sehingga prilakunya seperti anak kecil.

d) Perubahan Minat

Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat.


Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat
terhadap penampilan makin berkurang. Ketiga minat
terhadap uang makin meningkat, terakhir kebutuhan
terhadap kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung
menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi tinggi pada diri
lansia untuk selalu menjadi kebugaran fisiknya agar tetap
sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk
melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
37

Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock


mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap
orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan
tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya.
Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau
tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh
perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya.
Perubahan yang diminati oleh para lanjut usia adalah
perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan
kesehatan, ekonomi atau pendapatan dan peran sosial.

4) Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam


kehidupannya. Lansia makin teratur dalam kehidupan
keagamaannya. Hal ini dapat dilihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari. Spiritualitas pada lansia bersifat
universal, intrinsik dan merupakan proses individual yang
berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran
siklus kehilangan terdapat pada kehidupan lansia,
keseimbangan hidup tersebut dipertahankan sebagian oleh
efek positif harapan dari kehilangan tersebut. Lansia yang
telah mempelajari cara menghadapi perubahan hidup
melalui mekanisme keimanan akhirnya di hadapkan pada
tantangan akhir yaitu kematiaan. Harapan memungkinkan
individu dengan keimanan spriritual atau religius untuk
bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai
kematian.

Satu hal pada lansia yang dapat diketahui sedikit berbeda


dari orang lebih muda yaitu sikap mereka terhadap
kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia cenderung
38

tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian.


Pada tahan perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar
akan kematian (Sense of Awareness of Mortality).

2. Konsep Dasar Stroke

a. pengertian

Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan


perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai
darah ke bagian dari otak (Black Hawks, 2009).

Menurut WHO dalam Tarwoto dkk 2008 stroke merupakan sindrom


klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global
yang berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat mengakibatkan
kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam tanpa
penyebab lain kecuali gangguan pembuluh darah otak.

Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat atau
tiba-tiba dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai
darah keotak.

Stroke atau Cerebral Vascular Accident (CVA) adalah gangguan


dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan vaskular
insuffiency,trombosis, emboli atau perdarahan (Widagdo, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa stroke adalah penyakit yang terjadi pada
sistem persyarafan dimana aliran darah dan oksigen ke otak terhambat.

b. klasifikasi

berdasarkan kelainan patologis klasifikasi stroke dibagi menjadi dua :

1) Stroke Hemoragik
39

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin


perdarahan subaraknoid, pecahnya pembuluh darah otak
pada area otak tertentu, perdarahan otak di bagi 2 yaitu:
a) Perdarahan intra serebral
Perdarahan intra serebral adalah perdarahan
dari salah satu arteriotak ke dalam jaringan
otak. Lesi ini menyebabkan gejala yang terlihat
mirip dengan stroke iskemik. Diagnosis
perdarahan intraserebral bergantung pada
neuroimaging yang dapat dibedakan dengan
stroke iskemik.

b) Perdarahan ekstra serebral (subrachnoid)


Perdarahan subrachnoid dicirikan oleh
perdarahan arteri diruang antara dua meningen
yaitu diameter dan arachionea. Gejala yang
terlihat jelas penderita tiba-tiba mengalami
sakit kepala yang sangat parah dan biasanya
terjadi kehilangan kesadaran. Gejala yang
menyerupai stroke dapat sering terjadi tetapi
jarang. Diagnosis dapat dilakukan dengan
neuroimaging dan lumbal puncture.
2) Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak,
Penyumbatan)
Disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis
dari arteri otak atau yang memberi vaskularisasi pada
otak atau suatu embolus dari pembuluh darah di luar
otak yang tersangkut diaretri otak.
a) Stroke akibat trombosis serebri
40

Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan


dengan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang
makin lama makin menebal, sehingga aliran
darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran
darah ini menyebabkan iskemik.
b) Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah
yang terjadi pada prosesoklusi satu atau lebih
pembuluh darah lokal.
Emboli serebri selain oklusi trombotik pada
tempat arteriosklerosis arteri serebral, infak
iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang
ditimbul dari lesiatheromatus yang terletak
pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-
gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus
yang lebih besar dan di bawa ketempat-tempat
lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai
arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan
menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal
akan berhenti, mengakibatkan infak jaringan
otak distal.
c) Hipoperfusi sistemik pengurangan perfusi
sistemik dapat mengakibatkan kondisi iskemik
karena kegagalan pompa jantung atau proses
perdarahan atau hipovolemik. Berkurangnya
aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung (Laode,
2012).
41

c. Etiologi

penyebab stroke pada lansia disebabkan karena menurunya fungsi


pembuluh darah pada sistem neurologi akibat usia yang semakin
bertambah. Aliran darah ketak bisa menurun dengan beberapa cara.
Pecahnya arteriosklerotik kecil yang menyebabkan melemahnya
pembuluh darah. Perdarahan lazimnya besar, tunggal dan merupakan
bencana. Perdarahan akibat dari aneurisma kongenital, arterivenosa, atau
kelainan vaskular lainnya, trauma, aneurisma mycotic, infak otak (infak
hemoragik), primer atau metastasis tumor otak, antikoagulasi berlebihan,
dyscrasia darah, perdarahan atau gangguan vaskulitik jarang terjadi.
Iskemik terjadi ketika suplai darah kebagian dari otak terganggu atau
tersumbat total. Kemampuan bertahan yang utama pada jaringan otak
yang iskemik bergantung pada lama waktu kerusakan ditambah dengan
tingkatan gangguan dari metabolisme otak. Iskemia biasanya terjadi
karena trombosis atau emboli. Stroke yang terjadi karena trombosis lebih
sering terjadi dibandingkan karena embolik (Black, 2014)

d. patofisiologi

infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.


Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatan sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ketak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
aterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat
aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagi


emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan
42

otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema
dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang
lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak faal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septic infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral,
jika aneurisma pecah atau rupture.

Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture ateriosklerotik dan


hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan
penyakit serebral vaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral,


perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4 sampai 6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10
menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah


lebih dari 60cc maka resik kematian sebesar 93% pada oerdarahan dalam
dan 71% pada perdarahan. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebral
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian
sebesar 75%, namun volume darah 5 cc yang terdapat dipons sudah
berakibat fatal (Muttaqin, 2008).
43

e. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala stroke tergantung pada luas dan lokasi yang
dipengaruhi, arteri serebral yang tersumbat oleh trombus atau embolus
dapat memperlihatkan tanda dan gejala sebagai berikut :

1) Peringatan dini atau Awal


Beberapa jenis stroke mempunyai tanda-tanda peringatan dini yang
dikenal dengan sebutan serangan iskemik jangka pendek atau Transient
Ischemic Attack (TIA). Manifestasi dari iskemik stroke yang akan terjadi
termasuk hemiparesis transien (tidak permanen). Kehilangan kemampuan
berbicara dan kehilangan sensori setengah/hemisensori. Manifestasi-
manifestasi dari stroke karena trombosis berkembang dalam hitungan
menit kentungan jam sampai hari. Serangan yang lambat terjadi karena
ukuran trombus terus meningkat. Pertama-tama terjadi sumbatan
sebagian dipembuluh darah yang terkena kemudian menjadi total.
Kebalikan dari stroke trombotik, yaitu manifestasi dari stroke emboli
terjadi tiba-tiba dan tanpa peringatan awal.
Stroke Hemoragik juga terjadi sangat cepat, dengan manifestasi
berkembang hanya dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
Manifestasi yang paling sering terjadi termasuk sakit kepala yang berasal
dari bagian belakang leher, vertigo, atau kehilangan kesadaran arena
hipotensi (sinkope), parastesia, paralisis sementara, epistaksis, dan
perdarahan pada retina.
2) Gangguan khusus setelah stroke
Manifestasi stroke dapat berhubungan dengan penyebabnya dan bagian
otak yang bagian perfusinya terganggu. Arteri serebral bagian tengah
adalah bagian yang paling terkena stroke iskemi. Gangguan yang terjadi
pada klien juga bermacam-macam, bergantung pada apakah bagian otak
yang terkena adalah bagian dominan atau non dominan. Tingkatan
44

penurunan fungsi dapat juga bervariasi dari hanya gangguan yang kecil
sampai kehilangan fungsi tubuh yang serius.
a) Hemiparesis dan hemiplagia
Hemiparesis (kelemahan) atau hemiplegia (paralisis) dari satu bagian
dari tubuh bisa terjadi setelah stroke. Penurunan kemampuan ini
biasanya disebabkan oleh stroke arteri serebral anterior atau media
sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak yang mengontrol
gerakan (saraf motorik) dari korteks bagian depan. Hemiplegia
menyeluruh bisa terjadi pada setengah bagian dari wajah dan lidah,
juga pada lengan dan tungkai pada sisi bagian tubuh yang sama.
Infark yang terjadi pada bagian otak sebelah kanan akan
menyebabkan hemiplegia bagian kiri tubuh (Sinistra) dan sebaliknya
karena jaringan saraf berjalan bersilangan dalam jalur piramid dari
otak ke saraf spinal.
b) Afasia
Afasia adalah penurunan kemampua berkomunikasi. Afasia bisa
melibatkan beberapa atau seluruh aspek dari komunikasi termasuk
berbicara, membaca, menulis, dan memahami pembicaraan. Pusat
primer bahasa biasanya terletak di bagian kiri belahan otak dan
dipengaruhi oleh stroke di bagian kiri tengah arteri serebral. Beberapa
tipe afasia yang berbeda bisa terjadi. Afasia wernick (sensori atau
penerima) memengaruhi pemahaman berbicara sebagai hasil dari
infark pada globus temporal pada otak. Afasia broca (ekspresi atau
motorik) memengaruhi produksi bicara sebagai hasil dari infark pada
globus frontal pada otak. Cabang dari arteri serebral tengah yang
menyuplai kedua area tersebut. Afasia global memengaruhi baik
komprehensif berbicara dan produksi bicara.
c) Disatria
Disatria adalah kondisi artikulasi yang diucapkan tidak sempurna
yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Ini adalah hal yang
45

penting untuk membedakan antara disatria dan afasia. Klien dengan


disatria paham dengan bahasa yang diucapkan seseorang tetapi
mengalami kesulitan dalam melafalkan kata dan tidak jelas dalam
pengucapannya. Tidak ada bukti bahwa terdapat gangguan dalam
kemampuan struktur atau pembentukan kalimat.
Klien dengan disatria dapat memahami bahasa verbal dan dapat
membaca dan menulis (kecuali terdapat kelumpuhan tangan yang
dominan, tidak memiliki tangan, atau cedera tangan) hal ini bisa
mengakibatkan kelemahan atau kelumpuhan pada otot bibir, lidah,
dan laring, atau karena kehilangan sensasi. Selain gangguan
berbicara, klien dengan disatria sering juga mengalami gangguan
dalam mengunyah dan menelan karena kontrol otot yang menurun.
d) Disfagia
Menelan adalah proses yang kompleks karena membutuhkan
beberapa fungsi dari saraf kranial (SK). Mulut harus terbuka (SK V),
lidah harus tertutup (SK VII), dan lidah harus bergerak (SK XII).
Mulut harus bisa merasakan jumlah dan kualitas gumpalan makanan
yang ditelan (SK dan VII) dan harus bisa mengirimkan pesan kepusat
menelan (SK V dan IX). Selama aktivitas menelan, lidah
menyegerakan gumpalan makanan ke arah orofaring. Faring akan
terangkat dan glotis menutup. Gerakan otot faringal akan mengirim
makanan dari faring ke esofagus. Kemudian dengan gerakan
peristaltik mendorong makanan ke dalam perut. Stroke yang terjadi di
daerah vertebrobasiral mengakibatkan terjadinya disfagia.
e) Apraksia
Apraksia adalah kondisi yang memengaruhi integritas motorik
kompleks. Hal ini bisa betakibat terjadinya stroke dibeberapa bagian
otak.klien dengan apraksia mungkin bisa merasakan atau
mengonseptualisasikan isi pesan yang dikirim keotot. Namun, pola
46

atau skema motorik penting untuk mengantarkan pesan impuls tidak


dapat diperbaiki.
Oleh sebab itu, akurasi dari “instruksi” dari otak tidak sampai
kebagian tangan dan kaki. Sehingga gerakan yang diinginkan tidak
akan terjadi. Apraksia memiliki rentang dari gangguan yang sangat
sederhana sampai yang kompleks. Sebagai contoh, klien mungkin
memliki tingkat kesulitan menulis yang lebih rendah dibandingkan
berbicara dan sebaliknya.
f) Perubahan penglihatan
Penglihatan merupakan proses yang kompleks dan di kontrol oleh
beberapa bagian dalam otak. Stroke pada globus periferal atau
temporal bisa menggnggu jaringan penglihatan dari saluran optik ke
korteks oksipital dan menganggu ketajaman penglihatan. Persepsi
kedalaman dan penglihatan pada garis horizontaldan vertikal bisa
juga terganggu. Pada klien dengan hemiplegia, dapat menyebabkan
masalah pada penampilan motorik dalam cara berjalan dan berdiri.
Klien mungkin merasakan atau tidak merasakan kesulitan dalam hal
resepsi, tetap hal tersebut bisa menyebabkan mereka rentan
kecelakaan dan perilaku mereka akan tampak aneh. Gangguan
penglihatan akan memengaruhi kemampuan klien kutuk mempelajari
kembali keterampilan motorik. Infrak yang mempengaruhi
kemampuan klien untuk mempelajari kembali keterampilan motorik.
Infrak yang memengaruhi fungsi SK, III, IV, dan VI bisa
menghasilkan kelumpuhan pada saraf cranial dan memngakibtkan
diplopia.
g) Hemianopia homonimus
Hemianopia homonimus adalah kehilangan penglihatan pada
setengah bagian yang sama dari lapang pandang dari setiap mata jadi,
klien hanya bisa melihat setengah dari penglihatan normal.
Contohnya, klien mungkin bisa melihat dengan jelas pada garis
47

tengah pada satu bagian mata tapi tidak dapat melihat bagian tersebut
pada mata yang lain. Klien dengan hemianopia homonimus idap dap
melihat melewati garis tengah tanpa memutar kepala ke sisi bagian
tersebut.
h) Sindrom Homer
Sindrom Homer adalah paralisis pada saraf simpatik ke mata yang
menyebabkan tenggelamnya bola mata, ptosis bagian atas kelopak
mata, bagian bawah kelopak mata sedikit terangkat, pupil mengecil,
dan air mata kurang.
i) Agnosia
Agnosia adalah gangguan pada kemampuan mengenali benda melalui
indra. Tipe yang paling denting terjadi adalah agnosia pada indra
penglihatan dan pendengaran. Agnosia bisa terjadi karena sumbatan
pada arteri serebral tengah atau posterior yang menyuplai globus
temporal atau oksipital.
j) Negleksi unilateral
Negleksi unilateral adalah ketidakmampuan seseorang untuk
merespon stimulus pada bagian kontralateral dari bagian infark
serebral. Klien dengan cedera pada lobus temporoparietal, lobus
parietal interior, lobus frontal lateral,girus singulatum, thalamus, dan
stratum sebagai akibat dari sumbatan pada arteri serebral bagian
tengah berisiko mengalami negleksi. Oleh karena dominasi dari
belahan otak bagian kanan dalam mengarahkan perhatian, negleksi
paling sering terlihat pada klien dengan kerusakan pada belahan otak
bagian kanan.
Manifestasi klinis dari kondisi ini termasuk kegagalan dalam (1)
memberikan perhatian pada satu sisi bagian tubuh, (2) melaporkan
atau merespon stimulus pada satu sisi bagian tubuh, (3) menggunakan
salah satu ekstremitas , dan (4) mengarahkan kepala atau mata karah
satu sisi. Pada klien dengan negleksi unilateral biasanya disertai
48

dengan rasa tidak percaya keberadaan atau kepemilikan akan benda


tersebut. Sebagai contoh, klien dengan negleksi unilateral biasanya
diserta dengan rasa tidak percaya pada posisi alat gerak tubuh atau
tidak percaya keberadaan atau kepemilikan alat benda tersebut.
Sebagai contoh, klien dengan negleksi unilateral mungkin tidak
percaya bahwa lengannya atau mungkin menyangkal bahwa anggota
gerak tubuhnya lumpuh padahal hal tersebut Bener terjadi.
k) Penurunan sensorik
Beberapa tipe dari perubahan sensoris dapat terjadi karena stroke
pada jalur sensoris dari lobus parietal yang disuplao oleh arteri
serebral anterior atau bagian tengah. Penurunan itu terjadi pada
bagian sisi kontralateral tubuh dan biasanya disertai dengan
hemiplagia atau hemiparesis. Kondisi hemiparesis (kehilangan
sensasi pada bagian satu sisi tubuh) biasanya tidak lengkap dan
mungkin tidak dirasakan oleh klien. Sensasi pada permukaan seperti
nyeri, sentuhan, tekanan, dan suhu bisa berpengaruh dalam tingkat
yang berbeda-beda. Parastesia bisa digambarkan sebagai rasa nyeri
terbakar yang persisten; perasaan keberatan, kebas, kesemutan, atau
rasa tertusuk; atau rasa sensasi yang meningkat. Gangguan pada
propriosepsi (kemampuan untuk menerima hubungan antara bagian
tubuh dengan lingkungan luar) dan gangguan rasa bagian postural
bisa terjadi dengan kondisi penurunan rasa pada sendi otot. Hal ini
bisa berdampak sangat serius pada kemampuan klien untuk bergerak
karena kurangnya kontrol keseimbangan dan gerakan yang tidak
sesuai. Klien berisiko tinggi jatuh karena kecenderungan kesalahan
posisi kaki pada saat berjalan.
l) Perubahan perilaku
Berbagai macam dari bagian-bagian otak yang membantu kontrol
perilaku dan emosi. Korteks serebral berfungsi untuk menerjemahkan
stimulus. Bahkan temporal dan limbik memodifikasi atau mengontrol
49

respons emosional terhadap stimulus. Hipotalamus dan kelenjar


hipofisis mengoordinasi korek motorik dan area bicara. Otak dapat
dikatakan sebagai pengontrol emosi. Ketika otak tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, reaksi dan respons emosi menghambat fungsi
kontrol tersebut.

Perubahan perilaku stroke adalah hal yang sering terjadi. Orang


dengan stroke pada bagian belahan otak serebral kiri, atau dominan,
biasanya lambat, waspada, dan tidak teratur. Orang dengan stroke
pada belahan otak bagian serebral kanan, atau mendominan, biasanya
impulsif, estimasi terlalu tinggi pada kemampuan mereka, dan
memiliki penurunan rentang perhatian yang akan meningkatkan
terjadinya resik cedera. Infak pada lobus frontal yang terjadi dari
stroke pada arteri serebral anterior atau media dapat mengarah pada
gangguan dalam ingatan, penilaian, pemikiran abstrak, pemahaman,
kemampuan menahan diri, dan emosi.

m) Inkontenensia
Stroke bisa menyebabkan disfungsi pada sistem pencernaan dan
perkemihan. Salah satu tipe neurologi perkemihan adalah tidak dapat
menahan kandung kemih, kadang terjadi setelah stroke. Saraf
mengirim pesan kondisi kandung kemih yang penuh ketak, tapi otak
tidak mengartikan pesan ini dengan benar dan tidak meneruskan
pesan untuk tidak mengeluarkan urine ke kandung kemih. Hal ini
mengakibatkan kondisi sering berkemih, merasa sangat ingin buang
air kecil, dan inkontenensia. Terkadang klien dengan tipe neurologi
pada pencernaan mengalami kesulitan dalam buang air besar.

Penyebab lain dari inkontenesia bisa karena kehilangan ingatan


sementara, tidak ada perhatian, faktor-faktor emosional,
50

ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan pada mobilitas fisik, dan


infeksi. Durasi serta tingkat keparahan disfungsi tersebut bergantung
pada luas dan lokasi infark (Black, 2014).
f. Faktor Resiko
1) Hipertensi
Merupakan faktor resik utama. Hipertensi kronis dan tidak
terkendali akan memicu kekakuan dinding pembuluh darah kecil
yang dikenal dengan mikroangiopati. Hipertensi juga akan
memacu munculnya timbunan plak (plak atherosklerotik) pada
pembuluh darah besar. Timbunan plak akan menyempitkan
lumen/diameter pembuluh darah dan terlepas. Plak yang tidak
stabil akan mudah ruptur/pecah dan terlepas. Plak yang terlepas
meningkatkan resik tersubatnya pembuluh darah otak yang lebih
kecil.
2) Diabetes Mellitus
Pada penyakit DM akan mengalami penyakit vaskuler, sehingga
terjadi mikrovaskularisasi dan terjadi arteriosklerosis, terjadi
arteriosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian
menyebabkan iskemia, iskemia menyebabkan perfusi otak
menurun dan pada akhirnya terjadi stroke.
3) Merokok
Merokok memacu peningkatan kekentalan darah, pengerasan
dinding pembuluh darah dan penimbunan plak di dinding
pembuluh darah.
4) Displidemia
Profil lemak seseorang ditemukan oleh kadar kolesterol darah,
kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida dan Lp(a). Kolesterol
dibentuk didalam tubuh, yang terdiri dari dua bagian utama yaitu
kolesterol LDL dan kolesterol HDL. Kolesterol LDL disebut
kolesterol jahat yang membawa kolesterol dari hati ke dalam sel.
51

Jumlah kolesterol LDL yang tinggi akan menyebabkan


penimbunan kolesterol di dalam sel. Hal ini akan memacu
timbulnya proses atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh
darah arteri). Proses atherosclerosis akan menimbulkan
komplikasi pada organ jantung, otak dan ginjal.

Kolestrol HDL sering disebut kolesterol baik yang membawa


kolesterol dari sel kehati. Kadar HDL yang rendah secara
konsisten dihubungkan dengan peningkatan resik penyakit
jantung koroner dan stroke. Kadar HDL yang rendah memacu
munculnya proses atherogenik (pembentukan plak di dinding
pembuluh darah arteri).
5) Penyakit Kardiovaskuler
Misalnya simbolisme serebral berasal dari jantung seperti
penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongesif, MCI, hipertrofi
vertikal kiri. Pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan CO2,
sehingga perfusi darah ke otak menurun, maka otak akan
kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke. Pada
arteriosklerosis elastisitas pembuluh darah menurun, sehingga
perfusi ke otak menurun juga pada akhirnya terjadi stroke.
6) Obesitas
Pada obesitas kadar kolesterol tinggi. Selain itu dapat mengalami
hipertensi karena terjadi gangguan pembuluh darah. Keadaan ini
berkontribusi pada stroke.
7) Riwayat kesehatan keluarga adanya stroke.
8) Umur (insiden meningkat sejalan dengan meningkatnya umur).
9) Stres emosional
(Pinzon, 2010).
52

g. Komplikasi
1) Kenaikan tekanan darah.
Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi dalam
upaya mengejar kekurangan pasokan darah ditempat lesi. Oleh
karena itu, kecuali bila menunjukan nilai yang sangat tinggi
(sistole >220 atau diastole >130) tekanan darah tidak perlu
diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48jam, pada
penderita hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu
diturunkan segera.
2) Kadar gula darah
Penderita stroke sering kali merupakan penderita diabetes melitus,
sehingga kadar gula darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi sering
kali terjadi kenaikan gula darah penderita sebagai reaksi
kompensasi, atau akibat mekanisme stres.
3) Gangguan jantung
Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini
memerlukan perhatian khusus, karena sering kali memperburuk
keadaan stroke bahkan sering merupakan penyebab kematian.
4) Gangguan respirasi
Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan dipusat nafas.
5) Infeksi dan sepsis
Merupakan komplikasi stroke yang serius.
6) Gangguan ginjal dan hati.
7) Perdarahan saluran makanan bagian atas.
8) Kelainan cairan elektrolit asam dan basa. (Darmoji, 2009)
h. Penatalaksanaan dan terapi
Penanganan stroke berupa terapi sportif untuk mengurangi dan
mencegah kerusakan serebral lebih lanjut. Tindakan penanganan
meliputi :
53

1) Penatalaksanaan tekanan intrakranial melalui pemantauan,


hiperventilasi (untuk menurunkan tekanan parsial karbon dioksida
arterial PaCO3), pemberian diuretik osmotic (manitol untuk
mengurangi edema serebri), dan kortikostreoid (deksametason)
untuk mengurangi inflamasi serta edema serebri.
2) Pembeian preparat pelunak feses agar pasien tidak mengejan pada
saat defekasi yang akan meningkatkan tekanan intrakranial.
3) Pemberian antikonvulsan untuk mengatasi atau mencegah
serangan kejang.
4) Pembedahan pada infark serebrum yang luas untuk mengangkat
jaringan infark dan mengurangi tekanan (dekompresi) pada
jaringan otak yang masih hidup.
5) Perbaikan aneurisma untuk mencegah perdarahan selanjutnya.
6) Angioplasti transluminal perkutaneus atau pemasangan slent untuk
membuka pembuluh darah yang tersumbat.

Pada stroke iskemik :

a. Terapi trombolitik (tapa, alteplase [Activase]) dalam tiga jam


pertama sesudah gejala. Terapi ini bertujuan melarutkan bekuan,
menghilangkan oklusi dan memulihkan aliran darah sehingga
kerusakn otak dapat dikurangi.
b. Terapi antikoagulan (heparin, warfarin) untuk mempertahankan
atensi pembuluh darah dan mencegah pembentukan bekuan lebih
lanjut pada kasus-kasus stenosis karotis derajat tinggi atau pada
penyakit kardiovaskular yang baru terdiagnosis.

Pada stroke hemoragik :

a. Pemberian obat analgetik; seperti asetaminofen, untuk mengurangi


keluhan sakit kepala yang menyertai stroke hemoragik. (Kowalak,
2012)
54

3. Konsep Kebutuhan Dasar Pada Manusia

Teori hierarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan Abraham


Maslow dalam Potter dan Perry (1997) dapat dikembangkan untuk
menjelaskan kebutuhan dasar manusia, dapat di gambarkan sesuai dengan
gambar piramida, sebagai berikut :

Aktualisasi
Diri
Kebutuhan
Penghargaan

Kebutuhan Sosial

Kebutuhan Rasa Aman dan


Perlindungan

Kebutuhan Fisiologis

Teori tersebut dapat dikembangkan untuk menjelaskan kebutuhan dasar


manusia :

a. Kebutuhan fisiologis, merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu


kebutuhan fisiologi seperti oksigen, cairan (minum), nutrisi
(makan), keimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal,
istirahat dan tidur, serta kebutuhan seksual.
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindingan dibagi menjadi di
perlindungan fisik dan perlindungan psikologis. Perlinduingan fisik
meliputi perlindungan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup.
Ancaman tersebut dapat berupa penyakit, kecelakaan, bahaya dari
lingkungan dan sebagainya. Perlindungan psikologis, yaitu
perlindungan atas ancaman dari pengalaman yang baru asing.
55

Misalnya, kekhawatiran yang dialami seseorang ketika masuk


sekolah pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk
berinteraksi dengan orang lain dan sebaginya.
c. Kebutuhan rasa cinta serta memiliki dan dimiliki, antara lain
memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan
keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh sekolompok sosial dan
sebagainya.
d. Kebutuhan akan harga diri ataupun perasaan dihargai oleh orang
lain. Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan
kekuatan, meraih prestasi, percaya diri dan kemerdekaan diri.
Selain itu orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi dalam
hierarki maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang
lain/lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.

Masalah kebutuhan yang muncul pada kasus lansia dengan stroke yang
mencakup pada kebutuhan dasar adalah sebagai berikut :

1. Konsep Dasar Mobilisasi


a. Definisi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak bebas


merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.
Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas rekreasi),
mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan
konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal.

b. Jenis-Jenis Mobilisasi
56

1) Mobilisasi Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak


secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
2) Mobilisasi Sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jalan dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya.

Gangguan mobilisasi dialami klien dengan stroke dapat terjadi akibat


kelemahan fisik yang diakibatkan karena kerusakan di otak semingga
mengakibatkan hemiparesis (kelemahan). Klien mengalami gangguan
atau kesulitan saat berjalan karena mengalami gangguan pada kekuatan
otot dan keseimbangan tubih dan anggota gerak.

2. Konsep Dasar Komunikasi


a. Definisi

Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua
orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi
merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan komunikasi, manusia dapat saling
berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari.

b. Jenis-Jenis Komunikasi
1) Komunikasi Verbal

Komunikasi yang dilakukan dengan kata-kata dan tatap muka


menggunakan bahasa.

2) Komunikasi Non-Verbal

Komunikasi tanpa menggunakan kata-kata, menggunakan kode atau


tulisan.
57

Gangguan atau hambatan komunikasi pada klien dengan stroke merupakan


sesuatu yang menghalangi kelancaran peralihan pesan atau informasi dari
sumber kepada penerimanya. Gangguan yang terjadi pada otak dibagian lobus
parietal yang mengakibatkan afasia sehingga klien mengalami defisit bahasa
dan komunikasi.

3. Konsep Dasar Perawatan Diri (Personal Hygiene)


a. Definisi

Personal Hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan


kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawaran
diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan
kebersihan untuk dirinya.

b. Jenis-Jenis Perawatan Diri


1) Kurang perawatan diri : Mandi/kebersihan. Kurang perawatan diri (mandi)
adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
mandi/kebersihan diri.
2) Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian /berhias. Kurang perawatan
diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai
pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3) Kurang perawatan diri : makan. Kurang perawatan diri (makan) adalah
gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
4) Kurang perawatan diri : toileting. Kurang perawatan diri (toileting) adalah
gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
toileting sendiri (Mubarak, 2008).

Gangguan perawatan diri (personal hygiene) pasien dengan stroke diakibatkan


karena penurunan kekuatan otot yang kelemahan anggota gerak sehingga
terhambat dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
58

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA


DENGAN STROKE
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah sebuah proses untuk mengenal dan mengidentifikasi
faktor-faktor (baik positif dan negatif) pada lanjut usia, serta untuk
mengembangkan strategi promosi kesehatan.
Pengkajian keperawatan pada lansia merupakan proses kompleks dan
menantang yang harus mempertimbangkan kebutuhan lansia melalui
pengkajian-pengkajian untuk menjamin pendekatan lansia spesifik.
Pengkajian keperawatan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
diagnostik.
1) Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, dan pengkajian psikososial.
a) Identitas klien
Meliputi nama; umur(kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam Masuk Rumah
Sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
b) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pel, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan tingkat kesadaran.
c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
59

kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak


yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan koma.
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obatan adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat
ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e) Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke
dari generasi terdahulu.
f) Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk
60

memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,


kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme
koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, ras ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan Citra tubuh ).
Adanya perubahan hubungan dan peran klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
menunjukan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam
pola penangan stres, klien biasanya mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam
pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang
melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang
tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.

2) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
61

dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah


dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan
bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-
tanda vital : tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
b) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi seret dan kemampuan batuk yang menurun
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskukltasi tidak didapatkan bunyi
napas tambahan.
c) B2 (Blood)
Pengkajian sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg)
d) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi
otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
62

1) Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadran klien merupakan


parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
2) Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental,
fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
a) Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien
stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
b) Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami Bram famage yaitu keuslitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c) Kemampuan bahasa. Penurunan kemampuan bahasa tergantung
daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didaptkan disfagia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dan girus frontalis inferior
(area Broca) didapatkan disfadia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar. Disatria (kesulitan bicara), ditunjukan dengan bicara
63

yang sulut dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang


bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakann yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat klien mengambil sisir dan berusaha
menyisir rambutnya.
d) Lobus frontal. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal
kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih
tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam
lapangan perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa,
dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi
masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka, depresi umur
terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien
terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga
umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil,
bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e) Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah
kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap
sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri, mengalami
hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah
frustrasi.
3) Pengkajian saraf cranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
cranial I-XII
a) Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
64

area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.


Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.
d) Saraf V, pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigemius, peurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpanan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus Internusa dan eksternus.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan keuslitan
membuka mulut.
h) Saraf XI tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat devisa pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
4) Pengkajian sistem motorik. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas
(UMN) dan mengakibatkan kehilangan Control volunter terhadap
gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan
pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak
a) Inspeksi umum. Didapatkan hemilplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c) Tonus otot. Didapatkan meningkatkan.
65

d) Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat


kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.
e) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan
karena hemiparese dan hemiplagia.
5) Pengkajian refleks. Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan
refleks profunda dan pemeriksaan refleks patologis.
a) Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal.
b) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
Gerakan involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tik, dan
distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang
umum terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu
tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal
kortikal yang peka.
6) Pengkajian sistem sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi
terdapat ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi.
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan konteks visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendaptkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
kebagian tubuh.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual,taktil, dan
auditorium.
66

e) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontenensia urine sementara
karena konduksi, ketidakmampuan kandungan kemih karena kerusakan
Control motorik dan postural. Kadang Control sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten dengan tekbik steril. Inkontenensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f) B5 (Bowel)
Didaptkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontenensia Ali yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
g) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motorik atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemilplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
67

Adanya keulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori


atau paralise/hemiplegic, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat (Muttaqin, 2008)

3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b) Lumbal fungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c) CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hipertensi fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
d) MRI (magnetis Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
f) EEG
68

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.

g) Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah rutin
2) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemik.
3) Gula darah dapat mencapai 250mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Muttaqin, 2008)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang dibuat oleh
perawat profesional yang singkat, gas dan tentang respons klien terhadap
masalah kesehatan atau penyakit tertentu yang aktual dan potensial yang
ditetapkan berdasarkan analis dan interpretasi data hasil pengkajian.
Diagnosa keperawatan pada klien dengan stroke, meliputi :
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparise pada
ekstremitas kanan
3) Gangguan komunikasi verbal/nonverbal berhubungan dengan
gangguan sirkulasi, gangguan neuromuskuler, kelemahan umum,
kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca.
4) Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori, transmisi, integrasi, stres psikologik.
69

5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan defisit neuromuskuler,


menurunya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol otot,
gangguan kognitif.
6) Gangguan eliminasi bowel : konstipasi, diare, berhubungan dengan
menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi, perubahan
peristaltik, immobilisasi.
7) Gangguan eliminasi urine : inkontinensia fungsional berhubungan
dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan komunikasi
8) Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
penurunan ketajaman penglihatan (Tarwoto, 2007)
70

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk mengulangi
masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Gangguan perfusi Setelah dilakukan a. Kaji status neurologik, a. Menentukan perubahan
jaringan serebral tindakan keperawatan faktor yang defisit neurologik lebih
berhubungan selama .........x 24 jam berhubungan dengan lanjut.
dengan gangguan diharapkan klien dapat : keadaan atau penyebab
aliran darah, a. Mempertahanka penurunan perfusi
oklusi, perdarahan, n tingkat serebral dan potensi
vasospasme kesadaran, terjadinya peningkatan
serebral, edema fungsi kognitif, tekanan intrakranial.
serebral ditandai sensori dan b. Kaji tingkat kesadaran b. Tingkat kesadaran
dengan : motorik. dengan GCS. merupakan indikator terbaik
Penurunan b. Tanda-tanda adanya perubahan
kesadaran, vital stabil, neurologi.
71

penurunan nilai peningkatan TIK c. Kaji pupil, ukuran, c. Mengetahui fungsi N.II dan
GCS, perubahan tidak ada. respons terhadap N. III.
tanda vital, nyeri c. Gangguan lebih cahaya, gerakan mata.
kepala, kehilangan lanjut tidak
d. Kaji refleks kornea dan
memori, terjadi. d. Menurunya refleks kornea
refleks Gag.
perubahan respons d. Memperlihatkan dan refleks Gag indikasi
motorik atau penurunan tanda kerusakan pada batang otak.
sensorik, hasil Ct dan gejala e. Gangguan motorik dan
e. Evaluasi keadaan
Scan, MRI adanya kerusakan sensorik dapat terjadi akibat
motorik dan sensorik.
edema serebri, jaringan. edema otak
perdarahan. f. Adanya perubahan tanda
f. Monitor tanda-tanda
vital seperti respirasi
vital.
menunjukkan kerusakan
pada batang otak.
g. Bradikardi dapat
g. Hitung irama denyut
diakibatkan adanya
nadi, auskultasi adanya
gangguan otak, mumur
murmur.
dapat terjadi pada gangguan
jantung.
72

h. Pertahankan klien h. Istirahat yang cukup dan


bedrest, batasi lingkungan yang tenang
pengunjung, atur waktu mencegah perdarahan
istirahat dan aktivitas. kembali.
i. Pertahankan kepala i. Memfasilitasi drainase vena
tempat tidur 30-40 dari otak.
derajat dengan posisi
leher tidak menekuk.
j. Anjurkan klien untuk j. Dapat meningkatkan
tidak menekuk tekanan intrakranial.
lututnya/fleksi, batuk,
bersin, feses yang keras
atau mengedan.
k. Pertahankan suhu k. Suhu tubuh yang meningkat
normal. akan meningkatkan aliran
darah ke otak sehingga.
l. Monitor kejang dan l. Kejang dapat terjadi akibat
berikan obat anti iritasi serebral dan keadaan
kejang. kejang memerlukan banyak
73

oksigen.
m. Menurunkan hipoksia yang
m. berikan oksigen sesuai dapat menyebabkan
indikasi. vasodilatasi serebral dan
tekanan meningkat atau
terbentuknya edema.
n. Karbondioksida
n. Monitor AGD, PaCO2 menimbulkan vasodilatasi,
antara 35-45 mmHg adekuatnya oksigenase
dan PaO2 >80 mmHg. sangat penting dalam
mempetahankan
metabolisme otak.
o. Meningkatkan atau
o. Berikan obat sesuai memperbaiki aliran darah
indikasi dan monitor dan mencegah pembekuan,
efek samping : mencegah lisis atau
- Antikoagulan: perdarahan, menanggulangi
heparin hipertensi.
- Antifibrolitik :
74

amicar
- Antihipertensi
- Steroid,
Dexametason
- Fenitolin,
fenobarbital
- Pelunak feses
p. Pantau pemeriksaan p. Menentukan tindakan lebih
laboratorium sesuai lanjut, dengan mengetahui
indikasi. hasil laboratorium.

2. Hambatan Setelah dilakukan a. Kaji kemampuan klien a. Mengidentifikasi kekuatan


mobilitas fisik tindakan keperawatan dalam mobilisasi, otot, kelemahan motorik.
berhubungan selama .........x 24 jam kemampuan motorik.
dengan hemiparise diharapkan klien dapat :
pada ekstremitas a. Mempertahan b. Kaji luasnya kerusakan b. Mengetahui kerusakan yang
kanan di tandai keutuhan tubuh secara teratur. menghambat mobilisasi.
dengan klien secara optimal c. Latihan ROM
mengatakan tidak seperti tidak c. Ajarkan klien untuk meningkatkan massa otot,
75

mampu adanya melakukan ROM kekuatan otot, perbaikan


menyegerakan kontraktur, minimal 4x perhati bila fungsi jantung dan
tangan dan kaki footdrop. mungkin. pernapasan.
sebelah, klien b. Mempertahanka d. Anjurkan pasien d. Mencegah kontraktur fleksi
tidak mampu n bagaimana merubah bahu, edema, dan fleksi
memenuhi kekuatan/fungsi posisi. Bila klien pada pergelangan.
kebutuhan ADL, tubuh secara ditempat tidur, lakukan
adanya optimal. tindakan untuk
hemiplegia/hemipa c. Mendemontrasik meluruskan postur
rese, tonus otot an tubuh.
kurang, kekuatan teknik/perilaku - Gunakan papan
otot kurang, melakukan kaki.
atropin dan aktivitas. - Ubah posisi sendi
kontraktur. d. Mempertahanka bahu tiap 2-4 jam.
n integritas kulit. - Sanggah tangan dan
e. Kebutuhan ADL pergelangan pada
terpenuhi. kelurusan alamiah.
e. Observasi daerah yang
tertekan, termasuki e. Daerah yang tertekan
76

warna, edema atau mudah sekali terjadi trauma.


tanda lain gangguan
sirkulasi.
f. Inspeksi kulit terutama
pada daerah terkenan, f. Membantu mencegah
beri bantalan lunak. kerusakan kulit .
g. Lakukan massege pada
daerah tertekan g. Membantu memperlancar
h. Anjurkan klien untuk sirkulasi darah.
membantu pergerakan h. Membantu pergerakan pada
dan latihan dengan ekstremitas yang lemah
menggunakan yang melatih.
ekstremitas yang tidak
sakit untuk menyokong
yang lemah.
i. Kolaborasi :
konsultasikan dengan i. Memenuhi kebutuhan
ahli fisioterapi mobilisasi, koordinasi dan
kolaborasi pemberian kekuatan ekstremitas serta
77

obat relaksasi otot, menghilangkan spatisitas


antipasmodik sesuai ekstremitas yang terganggu.
dengan indikasi.

3. Gangguan Setelah dilakukan a. Kaji kemampuan a. Mengidentifikasi


komunikasi tindakan keperawatan komunikasi adanya masalah komunikasi
verbal/non verbal selama .........x 24 jam gangguan bahasa dan karena gangguan bicara
berhubungan diharapkan klien dapat : bicara. atau gangguan bahasa.
dengan gangguan a. Mampu b. Pertahankan kontak b. Klien dapat
sirkulasi, menggunakan mata dengan klien saat memperhatikan ekspresi
gangguan metode berkomunikasi. dan gerakan bibir lawan
neuromuskuler, komunikasi yang bicara sehingga dapat
kelemahan umum, efektif baik mudah
kerusakan pada verbal maupun menginterprestasi.
area wernick, non verbal. c. Ciptakan lingkungan c. Membantu menciptakan
kerusakan pada b. Mampu penerimaan dan privasi komunikasi yang efektif.
area broca ditandai mengkomunikasi : jangan terburu-buru.
dengan klien tidak kebutuhan dasar. Bicara dengan perlahan
mampu c. Mampu dan intonasi normal.
78

berkomunikasi, mengekspresikan Kurangi bising


disartria, aphasia, diri dan lingkungan. Jangan
kelemahan otot memahami orang paksa pasien untuk
wajah, kelemahan lain. berkomunikasi.
otot lidah, hasil Ct d. Gunakan kata-kata d. Memudahkan klien
Scan adanya infark sederhana secara penerimaan klien
pada area bicara. bertahap dan dengan
bahasa tubuh.

e. Ajarkan tehnik untuk e. Dengan membaiknya


memperbaiki bicara : bicara, percaya diri akan
instruksikan klien meningkat dan
untuk bicara lambat meningkatkan motivasi
dan dalam kalimat untuk memperbaiki
pendek. Pada awal bicara.
pertanyaan gunakan
pertanyaan dengan
jawaban “ya” atau
“tidak”. Dorong klien
79

terhadap perilaku non


verbal. f. Menunjukkan adanya
f. Berikan respons respons dan rasa empati
terhadap non verbal. terhadap gangguan
bicara klien.
g. Penanganan lebih lanjut
g. Konsul dengan terapis dengan teknik khusus.
wicara.
4. Gangguan persepsi Setelah dilakukan a. Kaji kemampuan a. Mengantisipasi defisit
berhubungan tindakan keperawatan persepsi klien dan dan upaya
dengan gangguan selama .........x 24 jam penerimaan sensorik. perawatannya.
penerimaan diharapkan klien dapat : b. Ciptakan lingkungan b. Menurunkan resik
sensori, transmisi, a. Mempertahanka yang sederhana dan cidera.
integrasi, stres n tingkat pindahkan alat-alat
psikologik ditandai kesadaran dan yang berbahaya.
dengan diplopia, fungsi persepsi. c. Tempatkan barang c. Menghindari
pandangan kabur, b. Mendemonstrasi pada tempat semula. kebingungan.
aphasia sensorik, kan tingkah laku d. Orientasikan klien pada d. Menghindari kesalahan
penurunan tingkat untuk lingkungan, staf dan persepsi terhadap
80

kesadaran, mengkompensasi prosedur tindakan. realitas.


disorientasi, kekurangan. e. Bantu klien dalam e. Memenuhi kebutuhan
perubahan pola aktivitas dan mobilisasi sehari-hari dan
komunikasi. untuk mencegah injuri. mencegah injuri.

5. Defisit perawatan Setelah dilakukan a. Kaji kemampuan klien a. Membantu


diri berhubungan tindakan keperawatan dalam melakukan merencanakan intervensi
dengan defisit selama .........x 24 jam ADL.
neuromuskuler, diharapkan klien dapat : b. Menumbuhkan
menurunnya a. Mendemontrasik b. Anjurkan klien untuk kemandirian dalam
kekuatan otot dan an perubahan melakukan sendiri perawatan.
daya tahan, dalam merawat perawatan dirinya jika
c. Meningkatkan harga diri
kehilangan kontrol diri : mandi, bab, mampu.
klien.
otot, gangguan bak, c. Berikan umpan balik
kognitif ditandai berpakaian,maka positif atas usaha klien
d. Perawat konsisten dalam
dengan adanya n.
memberi asuhan
penurunan b. Menampilkan d. Pertahankan dukungan,
keperawatan.
kesadaran, aktivitas sikap tegas, beri cukup
kelemahan fisik perawatan secara waktu untuk
81

(hemiparese), mandiri. menyelesaikan tugas


atropin otot, pada klien. e. Memenuhi kebutuhan
kontraktur otot, e. Bantu klien dalam ADL dan melatih
ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan kemandirian.
melakukan ADL ADL klien jika klien
sendiri. tidak mampu.
f. Mengembangkan
f. Kolaborasi ahli rencana terapi.
fisioterapi.
6. Gangguan Setelah dilakukan a. Kaji pola buang air a. Menentukan perubahan
eliminasi bowel: tindakan keperawatan besar pada klien. eliminasi bowel.
konstipasi, diare, selama ... x 24 jam b. Kaji status nutrisi dan b. Diet tinggi serat
berhubungan diharapkan klien dapat : berikan diet tinggi meningkatkan residu dan
dengan a. Klien serat. merangsang buang air besar.
menurunnya menyatakan c. Membantu melunakkan
kontrol volunter, secara verbal c. Berikan minum ekstra. feses.
kerusakan kebutuhan –
komunikasi, kebutuhan d. Peristaltik yang lambat
d. Lakukan pemeriksaan
perubahan defekasi. menimbulkan konstipasi.
peristaltik usus
82

peristaltik, b. Pola buang air e. Lakukan mobilisasi dan e. Merangsang peristaltik usus
immobilisasi besar normal, aktivitas sesuai
ditandai dengan feses lunak. kemampuan klien.
klien mengatakan
tidak bisa bab atau
lebih dari 3 kali
sehari, feses
keras/encer, intake
makanan normal,
bising usus lambat
atau cepat,
keadaan
immobilisasi,
penurunan
kesadaran.
7. Gangguan Setelah dilakukan a. Kaji kembali tipe a. Menentukan rencana lebih
eliminasi urine: tindakan keperawatan inkontenensia dan lanjut.
inkontenensia selama ... x 24 jam polanya.
fungsional diharapkan klien dapat : b. Buat jadwal untuk b. Melatih buang air kecil
83

berhubungan a. Berkomunikasi buang air kecil. secara teratur.


dengan sebelum buang c. Palpasi bladder c. Obstruksi saluran kemih
menurunnya air kecil. terhadap adanya kemungkinan dapat terjadi.
sensasi, disfungsi b. Pola buang air distensi.
kognitif, kerusakan kecil normal. d. Berikan minum yang d. Mencegah batu saluran
komunikasi c. Kulit bersih dan cukup 1500 – 2000 ml kemih.
ditandai dengan kering. jika tidak ada
klien mengatakan d. Terhindar dari kontraindikasi.
tidak mampu infeksi saluran e. Monitor hasil urinalisis e. Mengetahui secara dini
mengontrol bak, kemih. dan karakteristik urine. infeksi saluran kemih.
inkontenensia,
bladder penuh, f. Jaga privasi klien saat f. Memberikan rasa nyaman.
asistensi bladder. buang air kecil.
g. Hindari klien minum g. Menghindari buang air kecil
sebelum tidur. saat tidur.
8. Resiko jatuh Setelah dilakukan a. Kaji kemampuan klien a. Mengetahui sejauh mana
berhubungan tindakan keperawatan dalam berdiri dan kemampuan klien dalam
dengan penurunan selama ... x 24 jam berjalan. berjalan dan berdiri.
kekuatan otot, diharapkan klien dapat : b. Berikan pencahayaan b. Pencahayaan yang cukup
84

penurunan a. Tidak ada yang cukup. membuat saat mobilisasi


ketajaman kejadian jatuh. lebih aman.
penglihatan b. Klien c. Anjurkan klien untuk c. Menghindari jatuh karna
ditandai dengan menunjukkan menggunakan alat lantai licin.
klien mengatakan tingkat bantu saat
bagian ekstremitas keamanan mobilisasi(saat
lemah, kekakuan c. Gerakan berjalan).
sendi, penglihatan terkoordinasi: d. Lakukan program d. Mengajarkan rentang gerak
buram dan tidak kemampuan otot latihan fisik ROM. sendi untuk menghindari.
jelas, ruangan untuk bekerja Kekakuaan saat berjalan dan
tidak cukup secara volunter berdiri.
pencahayaan. untuk melakukan e. Bantu klien dalam e. Menghindari resik cidera
gerakan yang pergerakan sendi, lebih lanjut.
bertujuan. batasan – batasan
d. Pengendalian sendi.
resiko:
pencahayaan
yang memadai.
e. Lingkungan
85

sekitar yang
aman.
86

4. Pelaksanaan Keperawatan

Tahap pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan


dengan melaksanakan berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan
dalam rencana tindakan. Pelaksanaan keperawatan pada stroke, meliputi:

1) Meningkatkan mobilitas dan mencegah deformitas.


2) Menetapkan program olahraga.
3) Mempersiapkan untuk ambulasi.
4) Meningkatkan perawatan diri.
5) Menangani kesulitan persepsi sensori.
6) Membantu pemberian nutrisi.
7) Mendapatkan kontrol defekasi dan berkemih.
8) Meningkatkan proses pikir.
9) Meningkatkan komunikasi.
10) Menghindari cedera dan fraktur.
(Tarwoto, 2007).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengan cara


melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dan rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Hasil yang diharapkan untuk pasien stroke menurut Tarwoto, 2007
meliputi:

1) Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi persepsi, fungsi kognitif,


sensorik dan motorik.
2) Mempertahankan keutuhan dan kekuatan/fungsi tubuh secara optimal.
3) Mempertahankan teknik/perilaku melakukan aktivitas.
4) Mencapai mobilitas yang lebih baik.
5) Mencapai perawatan diri, melakukan perawatan hygiene, menggunakan
perlengkapan adaptif.
87

6) Mendemonstrasikan teknik untuk mengompensasi perubahan resepsi


sensori, seperti menolehkan kepala untuk melihat orang atau benda.
7) Mencapai eliminasi usus (defekasi) dan eliminasi urine (berkemih) yang
normal.
8) Berpartisipasi dalam program peningkatan kognitif.
9) Anggota keluarga mendemonstrasikan sikap positif dan mekanisme koping.
10) Mengembangkan pendekatan alternatif terhadap ekspresi seksual.
88

BAB III

TINJAUAN KASUS

Dalam bab ini penulis akan menyelesaikan sebuah laporan kasus asuhan keperawatan
lansia pada klien dengan gangguan sistem neurologi : pasca stroke di Panti Sosial
Trena Werdha (PSTW) Budi Mulia 2 Cengkareng. Proses pelaksanaan asuhan
keperawatan selama tiga hari dimulai pada tanggal 2 – 4 april 2018. Dalam
melengkapi data ini penulis mengadakan wawancara dengan klien, tim kesehatan
(perawat) di klinik yang terdapat di PSTW Budi Mulia 2 Cengkareng, memperoleh
data – data catatan medis, catatan keperawatan serta didapatkan hasil observasi
langsung.

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien dilakukan pada tanggal 2- 4 april 2018 di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.
1. Riwayat Kesehatan
a. Identitas klien
Nama : Tn. M
Alamat : Jalan.Teluk.Gong Rt009/012
Tempat/tanggal lahir : Kebumen Desember 1947
Suku/Agama : Jawa tengah/Islam
Status perkawinan : Duda, Cerai Mati
Orang yang dapat dihubungi : Tidak ada
b. Riwayat keluarga
Klien menikah dengan istrinya Ny.S, kemudian dari pernikahan
tersebut memiliki 3 orang anak, 1 laki-laki, 2 perempuan. Anak
pertama klien bernama Tn. T berusia 30 tahun. Anak kedua bernama
Ny. S berusia 25 tahun. Anak ketiga bernama Ny.M. sekarang ketiga
anak klien tinggal di teluk gong.
89

c. Riwayat Pekerjaan
Status pekerjaan saat ini,81klien tidak bekerja, Sebelumnya klien
bekerja sebagai karyawan swasta. Sebelum putus dari pekerjaan dan
sebelum istri klien meninggal dunia, penghasilan didapat dari
pekerjaan klien sehari-hari. Sekarang pendapatan didapatkan dari
ketiga anaknya namun penghasilan anak – anak digunakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga anak – anak yang sudah menikah,
sebagian digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari klien.
d. Riwayat Lingkungan Tempat Tinggal
Sebelum tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2
Cengkareng, klien tinggal di Kebumen dan kemudian pindah ke
Jakarta .
e. Riwayat Rekreasi
Kegiatan yang dilakukan klien sebelum tinggal di panti biasanya jalan-
jalan. Hobi dari klien adalah bermain bola dan bulu tangkis. Semenjak
tinggal di panti klien selalu mengikuti jadwal yang sudah di sediakan
oleh petugas panti. Keadaan panti menurut klien menyenangkan. Klien
merasa senang di Panti.
f. Status Kesehatan
1) Status Kesehatan saat ini
Kesehatan klien saat ini anggota gerak bagian kanan yang tidak
dapat digunakan dan tidak dapat digerakkan, tangan bagian kanan
lemah tidak bisa digunakan untuk kegiatan sehari – hari. Apabila
ingin mengangkat tangan kanan harus dibantu dengan tangan kiri,
klien mengatakan mengalami stroke ± 5 tahun ini. Ektermitas
bawah klien pada bagian kanan lemah bila berjalan sedikit diseret.
2) Riwayat Kesehatan masa lalu
90

Sebelum menderita stroke, klien pernah menderita penyakit


rematik dan hipertensi, setelah itu klien menderita stroke sejak 5
tahun yang lalu, klien saat muda selalu merokok setiap hari dan
hobi mengkonsumsi kopi.
3) Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan istrinya Ny.S terkena penyakit hipertensi, dan
orang tua klien meninggal karena menderita hipertensi.
g. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
1) Nutrisi
Dalam panti, klien makan 3x dalam sehari. Selalu menghabiskan
makanan yang di sediakan oleh petugas panti dan selalu makan
apapun makanan yang diberikan, namun klien kesulitan untuk
mengunyah karena banyak gigi yang sudah ompong. Klien juga
makan selalu Berantakan. Gaya hidup klien tidak teratur untuk
berolahraga dan mengkonsumsi kopi.
2) Personal hygiene
Klien mandi 1x sehari saat pagi hari, sore hari klien jarang mandi,
saat sabun masih ada klien mandi menggunakan sabun, namun
sudah 2 hari ini air mati sehingga klien jarang mandi. Rambut
klien pendek. Kuku jari tangan dan kuku jari kaki panjang, hitam
dan kotor.
3) Aktivitas dan Istirahat
Aktivitas klien terhambat karena kelemahan dan keterbatasan
anggota gerak badan kanan. Klien melakukan aktivitas secara
mandiri namun secara terbatas dan pelan – pelan. Klien tidak
menggunakan alat bantu, berjalan dengan perlahan dan
berpegangan pada dinding. Pola tidur klien 7 jam selama sehari,
namun klien terkadang sehabis makan siang tidur 1-2 jam. Klien
mengatakan buang air kecil pada saat malam hari hanya 1-2 kali
saja.
91

4) Eliminasi
Pola eliminasi klien dalam sehari terkadang buang air besar 1 kali
saja, terkadang tidak sama sekali dalam sehari. Pola buang air kecil
klien tidak menentu ± 5 x salam sehari, warna kuning jernih.
5) Oksigenasi
Klien bernafas secara spontan. Pola nafas reguler, frekuensi nafas
18x/menit, tidak batuk dan tidak ada alergi.
6) Spiritual
Klien beragama islam dan jarang beribadah. Dan klien jarang
mengikuti kegiatan pengajian di Panti.

b. Tinjauan Sistem

1) Kondisi dari sistem tubuh yang ada


Pada sistem neurologi klien terganggu
2) Masalah/gangguan pada sistem tubuh
Gangguan mobilitas fisik, personal hygiene dan resik jatuh
3) Penggunaan protes (tiruan)
Klien tidak menggunakan alat bantu tiruan apapun
2. Pengkajian psikologi
a. Proses pikir (lupa, bingung, pikun, curiga)
Saat ditanya atau dilakukan pengkajian wawancara klien tidak mampu
menyebutkan waktu dan tanggal. Klien mampu menceritakan kembali
kejadian di masa muda. Klien menceritakan kejadian yang baru saja
terjadi, dan menceritakan tentang kejadian saat klien masih berjuang
membela tanah air, klien juga bercerita tentang bagaimana pertama
kali bertemu istrinya, dan bercerita tentang anak-anaknya.
b. Gangguan perasaan (depresi, wajah tanpa depresi, kelelahan, acuh tak
acuh, mudah tersinggung)
92

Saat dilakukan pengkajian pada klien nampak kooperatif pada


perawat, cukup terbuka dengan masalah yang di hadapi. Klien tidak
mengalami gangguan perasaan, ekspresi klien sesuai dengan apa yang
disampaikan.
c. Komunikasi (penggunaan protes, kesulitan berkomunikasi, putus asa,
dll)
Klien tidak ada kesulitan saat berkomunikasi.
d. Orientasi (tempat, waktu, dll)
Orientasi klien terganggu pada orientasi waktu dan tanggal. Klien
hanya dapat menyebutkan hari dan tahun pada saat pengkajian dan
menyebutkan tempat yang saat ini ditempati di kamar wisma jeruk di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Jakarta – Barat.
e. Sikap klien terhadap lansia
Klien mengatakan senang di panti, klien bersosialisasi dengan anggota
panti yang lain dengan baik. Klien memandang dirinya orang tua yang
sakit-sakitan dan dirinya hidup sendirian. Klien hanya ingin berbuat
baik sesuai dengan perintah Tuhan Nya.
f. Mekanisme koping klien terhadap masalah yang ada
Apabila ada masalah yang dihadapi klien tidak bercerita kepada
siapapun, hanya berdoa pada Tuhan dan klien tidak ingin bermasalah
dan tidak ingin menimbulkan masalah, hanya ingin menjadi orang baik
dan berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri ketika ada masalah.
3. Pengkajian Sosial Ekonomi
a. Latar belakang klien
Klien dahulu bekerja sebagai karyawan swasta. Semenjak istrinya
meninggal tidak bekerja lagi. Sebelum tinggal di panti, klien tinggal
sendiri mengontrak.

Frekuensi hubungan sehari-hari


1) Dengan keluarga
93

Dalam hubungan keluarga klien sebelumnya tinggal di panti.


Hubungan klien dengan anak – anaknya kurang komunikasi karena
anak- anaknya sudah berumah tangga semua. Kemudian klien
tidak memiliki siapapun lagi sudah sejak lama tinggal di panti.
2) Dengan masyarakat
Hubungan klien dengan masyarakat yang tinggal di panti cukup
baik, tidak ada masalah dengan orang lain di panti. Terkadang
bersosialisasi dengan orang sekamar.
3) Aktivitas klien di panti
Setiap ada kegiatan di panti, klien tidak mengikuti karena
keterbatasan mobilitas fisik.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien :
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum klien baik, kesadaran composmentis, mobilisasi secara
mandiri namun sangat perlahan-lahan, tanda-tanda vital : TD 130/80
mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,0 c, frekuensi nafas 18x/menit, TB
160 cm dan BB 55 kg.
b. Sistem penglihatan posisi mata simetris, konjungtiva anemia tidak ada
benjolan, pupil isokor, fungsi penglihatan klien sedikit buram namun
masih jelas melihat dekat dan jauh, klien dapat menyegerakan kedua
bola mata ke bawah ke atas ke samping kiri dan kanan.
c. Sistem pendengaran
Normal, bentuk simetris, tidak ada lesi, pendengaran sedikit melemah,
tidak ada cairan yang keluar, tidak ada peradangan.
d. Sistem pernafasan
Nafas secara spontan, jalan nafas bersih, tidak menggunakan otot
bantu.
e. Sistem wicara
Klien berbicara dengan jelas dan mudah dimengerti dan dipahami.
94

f. Sistem kardiovaskular
Denyut nadi kuat, nadi 80 x/menit, tekanan darah 130/80 mmHg, tidak
dapat asistensi vena jugularis, tidak ada edema, pengisian kapiler refiil
< 2 detik. Irama jantung teratur, gerakan dada simetris, tidak ada
kelainan bunyi jantung dan tidak ada nyeri dada, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis.
g. Sistem saraf pusat
Kesadaran klien composmentis, GCS E:4 V:5 M:6, tidak ada
peningkatan TIK, kelemahan pada bagian ekstremitas kanan atas dan
bawah.
h. Sistem pencernaan
Tidak ada asistensi abdomen, teraba lembek, bising usus 8 x/menit,
gigi caries, tidak ada stomatitis.
i. Sistem muskuloskeletal
Kesulitan pergerakan karena kelemahan pada anggota gerak bagian
kanan, berjalan harus dengan pelan – pelan.
Kekuatan otot 2222 5555
2222 5555
j. Sistem integumen
Turgor kulit elastis, sakral hangat, bagian ekstremitas tampak bekas
luka berwarna terdapat hitam-hitam.
k. Pemeriksaan 12 saraf kranial :
1) Nervus I : penciuman normal, mampu mencium bau
kopi, minyak kayu putih dan balsem.
2) Nervus II : normal, mampu mencocokan pakaian sesuai
dengan yang seharusnya namun memerlukan bantuan saat
memakainya.
95

3) Nervus III, IV, VI : tidak ada masalah penglihatan, masih dapat


menyebutkan angka yang diperagakan dengan jari tangan dalam
jarak dengan maupun jauh, dan dapat menyebutkan benda-benda
yang ditunjuk.
4) Nervus V : tidak ada masalah, klien masih mampu
mengunyah.
5) Nervus VII : tidak ada masalah, area wajah klien masih
normal tidak ada kelainan.
6) Nervus VIII : tidak ada masalah, klien masih mampu
mendengar.
7) Nervus IX dan X : tidak ada masalah, masih mampu menelan
dengan baik dan mampu membuka mulut dengan lebar.
8) Nervus XI : tidak ada masalah
9) Nervus XII : pengecapan klien tidak ada masalah, masih
mampu merasakan rasa makanan.
5. Informasi penunjang
a. Diagnosa Medis : Pasca stroke
b. Laboratorium : Tidak ada
c. Terapi Medis : Fisioterapi
6. Data Fokus
Data Subjektif Data objektif
Klien mengatakan : - Keadaan umum baik,
- Tangan kanan tidak dapat composmentis.
digerakan dan sakit saat - Kesulitan berjalan, berjalan
diangkat. berpegangan pada dinding.
- Memiliki penyakit stroke ± - Makan sedikit Berantakan
5tahun yang lalu. dan kesulitan apabila
- Kesulitan berjalan dan mengambil air minum.
apabila jalan harus pelan – - GCS = 15
pelan dan berpegangan. - Tanda – tanda vital :
96

- Aktivitas dilakukan secara TD 130/80 mmHg


mandiri namun dengan RR 18x/menit
sangat perlahan. Suhu tubuh 36,0 c
- Makan makanan yang Nadi 80 x/menit
disediakan oleh panti. - Mata simetris, sclera
- Kaki gatal dan sulit untuk anikterik.
digunakan berjalan. - Tangan kanan tidak bisa
- Tangan kanan lemah dan digerakkan.
tidak bisa digunakan - Makan 3x/hari
- Ingin dapat berjalan secara - Luka pada kaki karena
normal dan gatal hilang. digaruk – garuk
- Luka gatal-gatal dan apabila - Kulit kaki tampak kering
gatal digaruk-garuk. - Bak dan bab dapat
dilakukan secara mandiri.
- Saat melepas baju dibantu
ringan dan memakai celana.
Namun kesulitan bila
memakai baju.
- Kuku tangan dan kuku kaki
kotor dan panjang, hitam.
- Bb 55 kg, Tb160 cm.
- Kekuatan otot
2222 5555
2222 5555
- Bising usus 8 x/menit.
- Terdapat lesi pada kaki.
97

7. Analisa Data
No. Data Masalah Etiologi
1. Data Subjektif : Hambatan Hemiparise
a. Klien mengatakan mobilitas pada
tangan kanan tidak fisik ekstremitas
dapat digerakkan, saat kanan
diangkat sakit.
b. Klien mengatakan
memiliki penyakit
stroke sejak ± 5 tahun.
c. Klien mengatakan
kesulitan berjalan dan
apabila berjalan harus
pelan-pelan dan
berpegangan.
d. Klien mengatakan
aktivitas dilakukan
secara mandiri namun
dengan sangat
perlahan.
e. Klien mengatakan
tangan kanan lemah
dan tidak bisa
digunakan.
Data objektif :
a. Keadaan umum baik,
composmentis.
b. Kesulitan berjalan,
saat berjalan
berpegangan pada
98

dinding.
c. Makan sedikit
Berantakan dan
kesulitan apabila
mengambil makan.
d. TD : 130/80 mmHg
S : 36,0 c
N : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
e. Mata simetris, sclera
anikterik
f. Tangan kanan
pergerakan terbatas/
lemah.
g. Sulit untuk digerakan
pada tangan kanan,
dan kaki kanan
mengalami kelemahan
otot.
h. Kekuatan otot
2222 5555
2222 5555

Data subjektif :
a. Klien mengatakan
kesulitan dalam Defisit
menggunting kuku perawatan Gangguan
2. kaki dan kuku jari diri muskuloskeletal
99

tangan terutama jari kelemahan fisik


tangan kanan.
b. Klien mengatakan
tidak memiliki
gunting kuku.
c. Klien mengatakan
kaki gatal dan sulit
untuk digerakan.
d. Klien mengatakan
memiliki luka gatal
dikaki
e. Klien mengatakan
apabila gatal digaruk.

Data objektif :
a. Klien memiliki
kelemahan pada
bagian kanan
tangan dan kaki.
b. Kuku tangan dan
kaki terlihat
panjang dan
hitam.
c. Kesulitan untuk
makan, apabila
makan
Berantakan.
d. Klien tampak
kesulitan apabila
memakai dan
100

melepas baju.
e. Klien BAK dan
BAB
membersihkan
dengan tangan
kanan.
f. Melakukan
hal/aktivitas
hanya
menggunakan satu
tangan.

Data subjektif :
a. Klien mengatakan
memiliki penyakit
stroke ± 5 tahun yang
lalu. Resiko
b. Klien mengatakan jatuh Penurunan
3. kaki kanan lemah dan kekuatan otot
terasa sulit untuk
dibawa berjalan
c. Klien mengatakan
kesulitan berjalan dan
apabila berjalan harus
pelan-pelan dan
berpegangan.

Data objektif :
a. Klien terdapat
kelemahan
101

ekstremitas disebelah
kanan
b. Tonus otot melemah
pada ektermitas
disebelah kiri
c. Klien tampak berjalan
dengan perlahan dan
terkadang
berpegangan.
d. Kekuatan otot
2222 5555
2222 5555
e. Klien tampak
berpegangan saat
berjalan pelan-pelan
f. Klien berjalan
menggunakan kaki
kiri dengan dominan.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada Tn.M sesuai data yang
didapatkan meliputi :
No Diagnosa keperawatan Tanggal Tanggal
ditemukan teratasi
1. Hambatan mobilitas fisik 02 april 2018 04 april 2018
berhubungan dengan
Hemiparise pada ekstremitas
kanan di tandai dengan :
102

Ds :
- Klien mengatakan
tangan kanan tidak
dapat digerakkan, saat
diangkat sakit.
- Klien mengatakan
memiliki penyakit
stroke sejak ± 5 tahun.
- Klien mengatakan
kesulitan berjalan dan
apabila berjalan harus
pelan-pelan dan
berpegangan.
- Klien mengatakan
aktivitas dilakukan
secara mandiri namun
dengan sangat
perlahan.
- Klien mengatakan
tangan kanan lemah
dan tidak bisa
digunakan.
Do :
- Keadaan umum baik,
composmentis.
- Kesulitan berjalan, saat
berjalan berpegangan
pada dinding.
- Makan sedikit
Berantakan dan
103

kesulitan apabila
mengambil makan.
- TD : 130/80 mmHg
o S : 36,0 c
o N : 80 x/menit
o RR : 18 x/menit
- Mata simetris, sclera
anikterik
- Tangan kanan
pergerakan terbatas/
lemah.
- Sulit untuk digerakan
pada tangan kanan, dan
kaki kanan mengalami
kelemahan otot.
- Kekuatan otot
2222 5555
2222 5555

Defisit perawatan diri


berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal (kelemahan
fisik) di tandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan
2. kesulitan dalam 02 april 2018 04 april 2018
menggunting kuku kaki
dan kuku jari tangan
terutama jari tangan
kanan.
104

- Klien mengatakan tidak


memiliki gunting kuku.
- Klien mengatakan kaki
gatal dan sulit untuk
digerakan.
- Klien mengatakan
memiliki luka gatal
dikaki
- Klien mengatakan
apabila gatal digaruk
Do :
- Klien memiliki
kelemahan pada
bagian kanan
tangan dan kaki.
- Kuku tangan dan
kaki terlihat
panjang dan hitam.
- Kesulitan untuk
makan, apabila
makan Berantakan.
- Klien tampak
kesulitan apabila
memakai dan
melepas baju.
- Klien BAK dan
BAB
membersihkan
dengan tangan
kanan.
105

- Melakukan
hal/aktivitas hanya
menggunakan satu
tangan.

Resiko jatuh berhubungan


dengan penurunan kekuatan
otot, di tandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan
memiliki penyakit
stroke ± 5 tahun yang
lalu.
- Klien mengatakan kaki
kanan lemah dan terasa
sulit untuk dibawa
berjalan
- Klien mengatakan
3. kesulitan berjalan dan 02 april 2018 04 april 2018
apabila berjalan harus
pelan-pelan dan
berpegangan.
Do :
- Klien terdapat
kelemahan ekstremitas
disebelah kanan
- Tonus otot melemah
pada ektermitas
disebelah kiri
- Klien tampak berjalan
106

dengan perlahan dan


terkadang berpegangan.
- Kekuatan otot
2222 5555
2222 5555
- Klien tampak
berpegangan saat
berjalan pelan-pelan
- Klien berjalan
menggunakan kaki kiri
dengan dominan.
107

C. Perencanaan keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan, kriteria hasil, rencana tindakan dan
rasional sebagai berikut :

NO. Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


1. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan klien a. Untuk
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 dalam mobilisasi. mengetahui
Hemiparise pada ekstremitas jam diharapkan hambatan sejauh mana
kanan. mobilitas fisik dapat teratasi mobilitas yang
dengan kriteria hasil sebagai b. Kaji luasnya kerusakan dapat dilakukan.
berikut : secara teratur.
a. Mempertahankan b. Untuk
atau meningkatkan mengetahui
kekuatan dan fungsi luasnya
yang terkena c. Lakukan latihan kerusakan dan
b. Peningkatan dalam tentang gerak aktif dan hambatan
aktivitas fisik pasif pada ekstremitas mobilisasi.
c. Tidak ada (ROM). c. Meningkatkan
komplikasi, tidak d. Anjurkan pasien sirkulasi,
adanya kontraktur. bagaimana merubah membantu
d. Memperagakan posisi dan berikan mencegah
teknik atau gerakan bantuan jika kontraktur.
yang memungkinkan diperlukan. d. Pergerakan agar
dalam peningkatan e. Anjurkan klien untuk mengurangi
aktivitas. membantu pergerakan hambatan
e. Peningkatan dan latihan dengan mobilisasi.
108

mobilisasi. menggunakan
ekstremitas yang tidak
sakit untuk menyokong e. Untuk latihan
yang lemah. aktif dan respons
f. Kolaborasi dengan baik ektermitas
fisioterapi secara aktif yang tidak sakit.
latihan dan ambulasi
klien.

f. Untuk memenuhi
kebutuhan
mobilisasi,
koordinasi dan
kekuatan pada
ekstremitas.
2. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Untuk
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 klien dalam mengetahui
gangguan muskuloskeletal, jam diharapkan defisit melakukan sejauh mana
kelemahan fisik perawatan diri dapat teratasi pemenuhan kemampuan yang
dengan kriteria hasil sebagai kebutuhan sehari- dapat dilakukan
berikut : hari. klien dalam
a. Melakukan aktivitas pemenuhan
perawatan diri secara kebutuhan sehari-
109

mandiri. hari.
b. Peningkatan b. Bantu dalam b. Memberikan
kemandirian dalam personal hygiene kenyamanan pada
memenuhi (skin Care, nail klien dan
kebutuhan sehari- Care). membantu dalam
hari. perawatan diri
c. berikan bantuan serta mengurangi
sesuai kebutuhan. meluasnya lesi
d. Adanya perubahan apabila digaruk.
pola perilaku dalam c. Hindari apa yang
memenuhi tidak dapat c. Mencegah resiko
kebutuhan dilakukan klien. jatuh dan
keperawatan diri . mencegah
menurunnya
harga diri klien
akibat
d. Motivasi klien ketidakmampuan
untuk menjaga melakukan hal –
kebersihan diri. hal sulit
110

e. Memberikan isyarat d. Menghindari


dan pengawasan bertambahanya
yang ketat. defisit.

e. Untuk mencegah
resik dan
membantu
pemenuhan
kebutuhan.
3. Resiko berhubungan Setelah dilakukan tindakan
jatuh a. Kaji kemampuan klien a. Untuk
keperawatan selama 3 x 24
dengan pemenuhan kekuatan dalam berdiri dan mengetahui
jam diharapkan resiko jatuh
otot tidak terjadi dengan kriteria berjalan. sejauh mana
hasil sebagai berikut :
kemampuan
a. Klien tidak
klien.
mengalami jatuh.
b. Berikan pencahayaan
b. Menunjukkan
yang cukup. b. Menghidari jatuh
keselamatan pribadi
karena kurangnya
c. Tidak ada cidera
pencahayaan dan
fisik.
111

menurunnya
fungsi
c. Anjurkan klien untuk penglihatan.
menggunakan alat
bantu saat mobilisasi c. Agar
(saat berjalan). memudahkan
d. Lakukan program untuk mobilisasi.
latihan fisik ROM.

e. Bantu klien dalam d. Menstimulasi


pergerakan sendi, pergerakan.
batasan – batasan sendi.
f. Anjurkan klien untuk e. Membantu dalam
selalu memakai sendal mobilisasi.
ketika berjalan.

f. Menghindari
jatuh karena
memakai senda
112

dapat mencegah
klien jatuh.
113

D. Implementasi Keperawatan

Dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke


sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat, maka penulis
melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari yang dimulai dari tanggal 2
april – 4 april 2018 di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.

No. Hari/Tgl/jam Tindakan keperawatan Paraf


Dx
dx. 1 Senin/02 april a. Mengkaji kemampuan klien dalam mobilisasi Dinda.A
2018/ 10.00 WIB Ds : klien mengatakan kesulitan untuk berjalan dan
tangan kanan dan kaki kanan lemah.
Do : klien tampak kesulitan melakukan pergerakan
kekuatan otot 2222 5555
2222 5555
10.15 b. Mengkaji luasnya kerusakan awal secara teratur Dinda.A
Ds : klien mengatakan bagian atau anggota tubuh
yang tidak bisa digunakan dan digerakkan pada
sebelah kanan.
Do : kelemahan tampak pada ekstremitas atas dan
bawah bagian kanan.
13.00 c. Melakukan latihan rentang gerak aktif pasif dan Dinda.A
range of motion
Ds : klien mengatakan tangan dan kaki kanan bila
digerakkan menggunakan bantuan yang sehat
Do : klien dibantu pergerakan sedikit demi sedikit

Kekuatan otot
2222 5555
2222 5555
114

13.00 d. Menganjurkan klien bagaimana merubah posisi dan Dinda.A


memberikan bantuan bila diperlukan
Ds : klien mengatakan bila ingin merubah posisi
secara perlahan dan berpegangan
Do : klien tampak menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas seperti cara bangun dan cara
13.10 berjalan. Dinda.A
e. Menganjurkan klien untuk membantu pergerakan
dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang
tidak sakit untuk menyokong yang lemah
Ds : klien mengatakan bila menyegerakan tangan
kanan harus dibantu tangan kiri
Do : klien melakukan apa yang telah dianjurkan

Dx.2 Senin/02 april a. Mengkaji kemampuan klien dalam melakukan Dinda.A


2018/ 09.00 pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Ds : klien mengatakan bila BAK dan BAB
dilakukan sendiri, makan dan mandi bisa sendiri
namun tidak bisa memotong kuku sendiri
Do : klien tampak makan sendiri namun
Berantakan, kuku kaki dan tangan tampak panjang
dan hitam.
11.05 b. Membantu dalam personal hygiene (nail Care, skin Dinda.A
115

Care)
Ds : -
Do : memotong kuku tangan, kuku kaki
memberikan Oliver Oil pada kulit kaki.
11.15 c. Memotivasi klien untuk menjaga kebersihan diri Dinda.A
Ds : klien mengatakan sebelum makan mencuci
tangan, mandi sehari 2x
Do : klien tampak melakukan apa yang
diinformasikan
Dx.3 Senin /02 april a. Mengkaji kemampuan klien dalam berdiri dan Dinda.A
2018/ 10.00 berjalan
Ds : klien mengatakan ketika bangun dan berjalan
secara perlahan.
Do : klien tampak perlahan dan kesulitan bangun.
10.15 b. Memberikan pencahayaan yang cukup Dinda.A
Ds : -
Do : menyalakan lampu kamar klien
11.00 c. Menganjurkan klien untuk menggunakan alat bantu Dinda.A
saat mobilisasi (berjalan)
Ds : klien mengatakan hanya ingin berpegangan
pada dinding
Do : klien tampak perpegangan pada dinding
13.00 d. Menganjurkan klien untuk selalu memakai alas Dinda.A
kaki ketika berjalan
Ds : klien mengatakan bila berjalan sekarang sudah
menggunakan alat kaki
Do : klien tampak menggunakan sandal
Dx. Selasa/03 april a. Mengkaji kemampuan klien dalam mobilisasi Dinda.A
1 2018/09.35 Ds : Kien mengatakn mampu berjalan tanpa
116

berpegangan namun perlahan


Do : klien tampak melakukan mobilisasi pelan-
pelan dan sudah mulai menyegerakan anggota
badan dan ekstremitas
11.00 b. Melakukan latihan rentang gerak aktif pasif dan Dinda.A
range of motion
Ds : klien mengatakan latihan hanya mengangkat
angkat tangan dan menggerakkan kaki kanan.
Do : klien dibantu dalam pergerakkan sendi – sendi
dan pergerakan.
11.00 c. Menganjurkan klien untuk membantu pergerakan Dinda.A
dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang
tidak sakit untuk menyokong yang lemah
Ds : klien mengatakan tangan kiri sudah jarang
membantu tangan kanan dalam pergerakan
Do : klien tampak mengangkat tangan kanan tanpa
bantuan
Dx. Selasa/03 april a. Memotivasi klien untuk menjaga kebersihan Dinda.A
2 2018/ 09.00 diri
Ds : klien mengatakan mandi dan
membersihkan diri setiap hari
Do : klien tampak menjaga kebersihan diri

Dx. Selasa/03 april a. Mengkaji kemampuan klien dalam berdiri dan Dinda.A
3 2018/ 09.35 berjalan
Ds : klien mengatakan bila berdiri dan bangun
secara perlahan.
Do : klien tampak mampu bangun, berdiri dan
berjalan secara mandiri
117

b. Menganjurkan klien untuk selalu memakai alas


11.30 kaki ketika berjalan Dinda.A
Ds : klien mengatakan selalu memakai alas kaki
apabila berjalan keluar
Do : klien tampak memakai alas kaki ketika
berjalan
Dx. Rabu/04 april a. Mengkaji kemampuan klien dalam mobilisasi Dinda.A
1 2018/09.00 Ds : klien mengatakan mampu berjalan dan
bangun, mampu mengerakan kaki dan tangan kanan
Do : klien tampak mampu mengerakan ekstremitas
13.30 b. Melakukan latihan rentang gerak aktif pasif dan Dinda.A
range of motion
Ds : klien mengatakan bisa ROM, namun jarang
melakukan latihan.
Do : tidak ada keinginan untuk mandiri dalam
melakukan ROM dan harus diperintah

Dx.2 Rabu/04 april a. Mengkaji kemampuan klien dalam melakukan Dinda.A


2018/09.00 pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Ds : klien mengatakan mampu melakukan
kebutuhan sehari-hari secara mandiri
Do : klien tampak melakukan perawatan dan
pemenuhan kebutuhan sendiri
b. Membantu dalam personal hygiene (nail Care, skin
13.00 Care) Dinda.A
118

Ds : klien mengatakan sudah mandi


Do : klien tampak mengganti baju, membantu nal
Care, membersihkan kaki dengan mengelap kaki
klien.

Dx.3 Rabu/04 april a. Mengkaji kemampuan klien dalam berdiri dan Dinda.A
2018/09.00 berjalan
Ds : klien mengatakan mampu berdiri dan
berjalan secara perlahan
Do : klien tampak bangun dan berjalan secara
mandiri dan berpegangan.
13.40 b. Menganjurkan klien untuk selalu memakai alas Dinda.A
kaki ketika berjalan
Ds : klien mengatakan memakai alas kaki jika
berjalan
Do : klien tampak memakai alas kaki
119

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang sudah dilakukan penulis setelah tindakan keperawatan selama 3 hari
yang mulai dari tanggal 02 april – 04 april 2018 dapat dilihat dari catatan
perkembangan sebagai berikut :

Hari/Tanggal No.Dx Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


Rabu / 04 Dx.1 15.00 S : klien mengatakan mampu berjalan Dinda.A
april 2018 dan bangun, menggerarakan kaki dan
tangan kanan.
Klien mengatakan sulit melatih gerak
dan jarang melakukan ROM.
Klien mengatakan dapat merubah
posisi klien mengatakan mampu
mengangkat tangan yang lemah secara
mandiri dengan perlahan.
O : klien tampak mampu
menyegerakan ekstremitas, adanya
peningkatan pergerakan mobilisasi.
Klien tampak tidak ada keinginan dan
kesadaran untuk latihan ROM
Kekuatan otot 2222 5555
2222 5555
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
Modifikasi rencana keperawatan
Motivasi klien untuk latihan gerak
aktif dan pasif, pergerakan sendi, ROM

Rabu / 04 Dx.2 15.30 S : Klien mengatakan mampu Dinda.A


april 2018 melakukan kebutuhan sehari-hari
120

secara mandiri. Klien mengatakan


sudah mandi. Klien mengatakan
menjaga kebersihan diri dengan baik
O : klien mengatakan melakukan
perawatan dan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari . klien tampak melakukan
aktivitas secara mandiri. Adanya
perubahan yang baik dalam
pemenuhan kebutuhan sehari – hari.
Membantu menggunting kuku nail
Care dan skin Care kuku kaki dan kuku
tangan sudah dipotong. Klien mampu
melakukan aktivitas sesuai
kemampuan.
A : masalah teratasi
P :pertahankan intervensi keperawatan
Motivasi untuk tetap menjaga personal
hygiene dan kebersihan diri serta
perawatan kebutuhan sehari –hari

Rabu / 04 Dx.3 16.00 S : klien mengatakan bila berdiri Dinda.A


april 2018 bangun dengan perlahan. Klien
mengatakan melakukan pergerakkan
dengan bertahap. Klien mengatakan
selalu memakai alas kaki untuk
menghindari lantai licin.
O : klien tampak bangun berdiri secara
perlahan. Klien melakukan pergerakan
sendi ekstremitas atas dan bawah.
121

Klien tampak memakai alas kaki ketika


berjalan.
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
keperawanan
Motivasi klien untuk selalu memakai
alas kaki saat berjalan
Anjurkan klien untuk selalu berhati –
hati saat Melakukan aktivitas
Anjurkan klien memakai alat bantu
saat berjalan.
122

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis mencoba membahas kesenjangan antara tinjauan


teoritis dengan tinjauan kasus tentang asuhan keperawatan lansia pada Tn. M
dengan gangguan sistem neurologi: pasca stroke yang ada di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng, dengan mengikuti tahap – tahap proses
keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.

A. Pengkajian Keperawatan

Dalam tahap pengkajian penulis didukung adanya format pengkajian yang


telah disediakan dari institusi, sehingga mempermudah dalam proses
pengkajian serta lansia yang kooperatif, interaksi dengan tim kesehatan
dipanti, cukup baik. Dibantu dengan format pengkajian secara komprehensif,
sehingga data tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan masalah
keperawatan yang ditemukan pada klien.

Pengumpulan data pengkajian, penulis melakukan wawancara dengan klien,


pemeriksaan fisik, observasi langsung, melihat catatan keperawatan serta hasil
– hasil penunjang lainnya. Hasil pengkajian yang dilakukan penulis didaptkan
penyebab stroke pada Tn. M karena gaya hidup klien yang mengkonsumsi
kopi hitam setiap hari, dan tingginya kadar kolesterol. Sesuai dengan konsep
penyebab stroke pada tinjauan teoritis.

Manifestasi yang muncul pada klien masuk dalam point manifestasi klinis
sesuai tinjauan teoritis gangguan khusus setelah pasca stroke yaitu mengalami
kelemahan pada anggota gerak atau ekstremitas bagian kanan yang disebut
dengan hemiparise dextra. Sebenarnya banyak yang dipaparkan dalam
tinjauan teoritis mengenai manifestasi klinis klien dengan pasca stroke.

116
123

Namun yang sesuai dengan kondisi klien hanyalah pada kelemahan fisik
(hemiparise). Manifestasi lain tidak ditemukan pada Tn. M, penulis
mempresepsikan yaitu dikarenakan bagian otak yang mengalami lesi atau
infark didaerah otak yang mengontrol gerakan (saraf motorik) dari korteks
bagian depan. Sehingga tidak muncul tanda seperti afasia, disatria, disfagia,
apraksia dan lain – lain yang dijelaskan pada tinjauan teoritis.

Menurut tinjauan teori pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien


stroke adalah pemeriksaan angigrafi serebral, lumbal fungsi, CT Scan, MRI,
USG Doppler, EEG dan pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah rutin,
pemeriksaan kimia darah, gula darah, pemeriksaan darah lengkap). Penulis
kesulitan dalam mendapatkan data penunjang yang spesifik mengenai pasca
stroke yang dialami Tn. M karena tidak adanya rekam medis klien, yang ada
hanya catatan awal masuk klien ke panti. Tidak adanya hasil CT Scan, MRI,
lumbal fungsi ataupun data penunjang lainnya. Sehingga penulis melakukan
pemeriksaan kadar kolesterol dan kadar gula darah pada klien untuk
mendapatkan data penunjang.

Dalam kebutuhan dasar terdapat teori hierarki kebutuhan dasar menulis yang
ditemukan oleh maslow yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman nyaman, rasa
cinta dicintai, harga diri dan aktualisasi diri, namun gangguan kebutuhan
dasar yang terjadi pada lanjut usia dengan pasca stroke penulis mendapat
beberapa kebutuhan yang terganggu yaitu gangguan kebutuhan mobilisasi,
defisit perawatan diri dan resiko jatuh. Dan sesuai data yang didapatkan pada
Tn. M, gangguan kebutuhan dasar yang terganggu yaitu gangguan dalam
mobilisasi dan defisit perawatan diri karena terjadinya kelemahan ekstremitas
sehingga menghambat dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari.

Perubahan yang terjadi pada lansia seperti perubahan fisik, mental, spiritual,
psikososial pada Tn. M didapatkan sesuai dengan tinjauan teoritis yaitu
menurunya sistem neurologi dan sistem muskuloskeletal. Namun pada
perubahan psikologis Tn. M tidak sesuai dengan tinjauan teoritis dimana
124

Tn.M masih dapat bersosialisasi mendapatkan teman dan berkenalan dengan


orang – orang yang tinggal dipanti.

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan proses pengkajian dan data yang sudah terkumpul
dikelompokkan sesuai dengan masalahnya, maka penulis merumuskan
diagnosa keperawatan berdasarkan data – data tersebut. Diagnosa yang ada
pada teori yaitu:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Hemiparise pada
estermitas kanan.
3. Gangguan komunikasi verbal/nonverbal berhubungan dengan gangguan
sirkulasi, gangguan neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada
area wernick, kerusakan pada area broca.
4. Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori,
transmisi, integrasi, stres psikologik.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan defisit neuromuskuler,
menurunya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol otot,
gangguan kognitif.
6. Gangguan eliminasi bowel : konstipasi, diare, berhubungan dengan
menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi, perubahan
peristaltik, immobilisasi.
7. Gangguan eliminasi urine : inkontinensia fungsional berhubungan dengan
menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan komunikasi
8. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penurunan
ketajaman penglihatan (Tarwoto, 2007)
125

Diagnosa yang didapatkan penulisan pada kasus Tn. M yang terjadi pada
tinajauan teoritis yaitu:
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparise pada
ekstremitas kanan: terjadi karena klien mengatakan tangan kanan tidak
dapat digerakkan, saat diangkat sakit dan kesulitan apabila berjalan,
klien tampak melakukan aktivitas secara perlahan, kesulitan dalam
berjalan dan hemiparise dextra. Kekuatan otot
2222 5555
2222 5555
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
(kelemahan fisik): terjadi karena klien mengatakan kesulitan dalam
menggunting kuku kaki dan kuku jari tangan terutama karena
kesulitan menggunting jari tangan kiri kelemahan tangan kanan, klien
tampak memiliki kelemahan pada bagian tangan kanan dan kaki
kanan, kuku tangan dan kuku kaki tampak panjang dan hitam.
3. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot: terjadi
karena klien mengatakan kaki kanan lemah dan terasa sulit untuk
dibawa berjalan, klien mengatakan kesulitan berjalan dan apabila
berjalan harus pelan – pelan, klien tampak kesulitan dalam berjalan,
saat berjalan berpeganggan dinding dan kelemahan ektermitas bagian
atas dan bawah sebelah kanan.

C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan pada tinjauan kasus tidak jauh berbeda dengan yang ada pada
tinjauan teoritis yaitu diawali dengan menyusun urutan tindakan sesuai
prioritas, menentukan tujuan, kriteria hasil dan membuat rencana tindakan
yang akan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan.
Pada tinjauan teoritis untuk diagnosa prioritas yang muncul yaitu gangguan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi,
perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral, namun pada tinjauan kasus
126

sesuai dengan data – data yang didapatkan penulis dari hasil pengkajian
diagnosa prioritas yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan fisik, parestesia, paralisis, pada kasus Tn. M sesuai dengan teori
yang ada dan sesuai dengan rencana keperawatan yang dibuat, penulis
merencanakan tujuan selama tiga hari diharapkan mobilisasi pasien kembali
efektif.
Pada diagnosa defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
muncul karena klien tidak dapat memenuhi semua kebutuhan sehari – hari
dikarenakan adanya kelemahan pada ekstremitas bagian kanan. Penulis
merencanakan tindakan keperawatan sesuai rencana tindakan yang ada selama
tiga hari agar diharapkan kebutuhan sehari – hari klien dapat terpenuhi dengan
bantuan minimal.
Pada diagnosa ketiga, penulis mendapatkan data bahwa klien kesulitan
berjalan dan berdiri karena adanya penurunan kekuatan otot akibat kelemahan
ekstremitas kanan sehingga sesuai data penulis menegakkan resiko jatuh
berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, penurunan kekuatan otot.
Penulis merencanakan tindakan keperawatan selama tiga hari diharapkan
tidak terjadi resiko jatuh. Untuk kriteria hasil prinsipnya sesuai dengan yang
telah ada pada tinjauan teoritis.
Sesuai dengan rencana tindakan keperawatan pada kasus yang telah dibuat
mengacu pada tinjauan teoritis yang ada, diagnosa yang telah didapatkan telah
dibuat rencana tindakan, kriteria hasil, tujuan yang dilakukan selama tiga hari.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan ini, penulis melaksankan tindakan sesuai rencana
tindakan yang telah ditetapkan dan ditentukan. Pelaksaan dilakukan dengan
memperhatikan keadaan atau kondisi pasien dan sarana yang tersedia
diruangan. Pelaksaanan keperawatan dilakukan oleh penulis selama 3 hari
dimulai hari tanggal 02 april – 4 april 2018. Semua alat yang mendukung
pelaksaan tindakan keperawatan disediakan oleh penulis untuk memberikan
127

asuhan keperawatan. Untuk pelaksaan tindakan keperawatan range of motion


atau (ROM) sendiri juga dilakukan oleh penulis sebagai mahasiswa perawat
dan alat peraga seperti lembar balik telah disiapkan sendiri oleh penulis. Tidak
ada ahli fisioterapi dan perawat panti yang melakukan secara rutin kepada
klien Tn. M sehingga penulis melakukan ROM secara mandiri selama proses
perawatan. Pelaksaan perawatan pada Tn. M dilakukan sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan yang telah dibuat. Klien masih dapat berubah posisi
secara perlahan pelaksaan yang sering dilakukan yaitu dalam membantu
perawatan diri klien seperti memotong kuku, memberikan Oil untuk kulit
klien,m melakukan rentang gerak sendi atau range of motion (ROM) baik
secara aktif maupun pasif.

Dalam pelaksaan kegiatan ada faktor yang mendukung dan menghambat.


Faktor yang mendukung antara lain klien dapat kooperatif dilakukan tindakan
keperawatan oleh perawat dalam mengatasi masalah sesuai diagnosa yang
ada. Sedangkan faktor yang menghambat diantaranya kurang tersedia alat
dalam melakukan intervensi perawatan seperti alat tripod untuk mengatasi
diagnosa resiko jatuh.

E. Evaluasi Keperawatan
Tahap Evaluasi adalah tahap kelima dimana dilakukan pengukuran
keberhasilan dari suatu tindakan asuhan keperawatan yang telah dilakukan
oleh penulis dari tanggal 2 – 4 april 2018. Adapun dalam evaluasi penulis
menggunakan SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa untuk dapat mengetahui
apakah masalah teratasi, teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah
baru dan Planning tindak lanjut yang akan dilakukan). Evaluasi yang penulis
lakukan selama tiga hari berturut – turut. Adapun hasil dari evaluasi tersebut
adalah dua diagnosa teratasi dan satu tidak teratasi.
128

Masalah yang teratasi adalah :


1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskoleskeletal,
kelemahan fisik. Diagnosa ini dapat teratasi selama 3 hari yaitu tanggal 4
april 2018. Karena klien mengatakan “ klien mengatakan mampu
melakukan kebutuhan sehari – hari secara mandiri, klien mengatakan
sudah mandi, klien mengatakan menjaga kebersihan diri dengan baik”.
Kuku tampak bersih sudah dipotong rapi.
2. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Diagnosa ini
tidak terjadi selama 3 hari yaitu 4 april 2018. Karena klien mengatakan
berdiri dan bangun secara perlahan, saat melakukan aktivitas secara
perlahan” menggunakan alas kaki ( sendal ) ketika berjalan, serta
pencahayaan cukup pada ruangan kamar klien.

Sedangkan masalah yang teratasi sebagian adalah :

1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparise pada ektermitas


kanan. Diagnosa ini dapat teratasi sebagian karena klien jarang melakukan
gerakan ROM, dan bila diperintah baru melakukan, dan klien mengatakan
kesulitan bila melakukan gerakan gerakan tersebut. Hasil kekuatan otot
tidak ada perubahan, masih sesuai dengan hasil pengkajian sebelumnya.
129

BAB V
PENUTUP

Pada bab ini, setelah penulis melakukan asuhan keperawatan lansia pada Tn. M
dengan gangguan neurologi pasca stroke selama 3 hari dari tanggal 2-4 april 2018 di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng, penulis mengambil
kesimpulan, yaitu:

A. Kesimpulan

Pada pengkajian pemeriksaan diagnostik atau data penunjang yang dilakukan pada
klien Tn. M yaitu tidak adanya hasil labolatorium untuk CT Scan, MRI dan lainnya.
Hanya dilakukan pemeriksaan gula darah dan kolesterol untuk data penunjang.
penatalaksaan terapi farmakoligi dan non-farmakologi, klien tidak mendapatkan obat-
obatan dan tidak mendapatkan terapi fisioterapi. Dalam kebutuhan dasar menurut
maslow tidak ada yang terganggu, namun terdapat gangguan dalam pemenuhan
perawatan diri (defisit personal hygiene).

Diagnosa yang muncul pada kasus klien Tn. M tidak sesuai dengan diagnosa prioritas
yang
1 ada di tinjauan teoritis. Diagnosa yang muncul pada kasus klien Tn. M yang ada
yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparise pada ekstremitas
kanan, defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
(kelemahan fisik), dan resiko jatoh berhubungan dengan penuruan kekuatan otot.

Rencana keperawatan yang diterapkan untuk Tn. M dibuat berdasarkan tinjauan


teoritis. Yang menjadi prioritas dalam tinjauan teoritis adalah gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi, perdarahan,
edema serebral, namun dari data yang didapatkan diagnosa klien yang menjadi
130

prioritas adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparise pada


ekstremitas kanan.

Pelaksanaan keperawatan pada Tn. M dilakukan sesuai dengan rencana tindakan


keperawatan yang telah dibuat, ada beberapa rencana tindakan yang tidak dilakukan
karena memandang pada kondisi Tn. M dan kondisi dipanti. Pelaksanaan yang tidak
dapat dilakukan kekurangan alat medis seperti tripod dan tidak ada ahli fisioterapi
dan perawat panti yang melakukan secara rutin kepada Tn. M sehingga penulis
melakukan ROM secara mandiri selama proses perawatan.

1
Tahap evaluasi Masalah yang dapat teratasi yaitu masalah defisit perawatan diri
3
berhubungan dengan gangguan musculoskeletal (kelemahan fisik), dan resiko jatuh
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Sedangkan masalah yang teratasi
sebagian yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparise pada
ekstremitas kanan.

B. Saran

Berdasarakan kesimpulan dari seluruh proses asuhan keperawatan seperti yang tertera
diatas, maka penulis ingin menyampaikan saran-saran untuk memperbaiki serta
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan lansia pada klien dengan
gangguan sistem neurologi ; pasca stroke, yaitu :

1. Untuk tim kesehatan


Hendaknya meningkatkan dokumentasi keperawatan secara lebih rinci
dengan hasil tindakan yang telah dilakukan beserta respons klien.

2. Untuk Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng


menambah tim kesehatan pada setiap wisma, menyediakan alat-alat
lebih lengkap seperti tripod dan menyediakan ruangan khusus untuk
fisioterapi bagi lansia beserta tim fisioterapinya, melakukan supervisi
pada petugas kesehatan yang berada dipanti.
131

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: Graha


Ilmu

Black, M. J. & Hawk H. J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


Klinik untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8. Buku 3. Singapore:Elsiever

Darmojo, Boedi. (2009). Geriatrik Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi 2.


Buku 2. Jakarta: Salemba Medika

Kementrian Kesehatan RI. (2013). Buletin Jendela Data dan Informasi


Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Kowalak, Jennifer. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.


Jakarta: Salemba Medika

La Ode, Sarif. (2012). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha


Medika

Maryam, R. Siti. Dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.


Jakarta: Salemba Medika

Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta:EGC

Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi revisi jilid 3.
Jogjakarta: Mediaction Jogja

Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2008). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan. Edisi: 4. Jakarta: EGC
132

Stanley, Mickey. (2012). Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Alih bahasa:
Nety Juniarti. Jakarta: EGC

Smeltzer, Susan C. (2013). Handbook For Brunner & Suddarth’s Textbook of


Medical Surgical Nursing. 12 Ed. Alih bahasa: Yulianti, dkk. Jakarta: EGC

Tarwoto. Wartonah. Suryati, Eros Siti. (2008). Keperawatan Medikal Bedah


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto

Tamher, S. Noorkasiami. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan


Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Widagdo, Wahyu. Dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Trans Info Media
133

Satuan Acara Penyuluhan

Range Of Motion ( ROM )

A. Rencana Pelaksanaan
1. Hari/Tanggal : Senin, 2 april 2018
2. Pelaksana : Dinda Angraeni Putri
3. Tempat : PSTW Budi Mulia 2 Cengkareng
4. Waktu : 13.00 – 14.00 WIB
5. Topik : Latihan gerakan sendi atau ROM
6. Sasaran perencanaan : Tn.M

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti rencana kesehatan Tn.M dapat berlatih secara aktif dan
melakukannya secara rutin.
2. Tujuan khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 1 x 25 menit, diharapkan Tn.M
dapat mengerti dan menjelaskan kembali tentang:
a. Pengertian latihan pergerakan otot sendi atau range of motion pada
penderita stroke.
b. Tujuan latihan latihan pergerakan otot sendi atau range of motion pada
penderita stroke.
c. Jenis latihan pergerakan otot sendi atau range of motion pada
penderita stroke.
d. Gerakan – gerakan latihan pergerakan otot sendi atau range of motion
pada penderita stroke.
134

C. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Peragaan dan praktek

D. Media
1. Format prosedur
2. Lembar balik

E. Materi
Terlampir ( tinjauan teori )

F. Pelaksanaan
No Kegiatan Materi Waktu
1. Pembukaan a. Mengucapkan salam. 3 menit
b. Memperkenalkan
diri.
c. Menyampaikan
maksud dan tujuan.
2. Penyampaian a. Pengertian latihan 5 menit
materi pergerakan otot
sendi atau range of
motion pada
penderita stroke.
b. Tujuan latihan
pergerakan otot
sendi atau range of
motion pada
penderita stroke.
c. Jenis latihan
135

pergerakan otot
sendi atau range of
motion pada
penderita stroke.
3. Evaluasi a. Mempraktekan 15 menit
gerakan – gerakan
latihan pergerakan
otot sendi atau range
of motion pada
penderita stroke.
b. Diskusi tanya jawab.
c. Klien
mendemonstrasikan
ulang gerakan –
gerakan latihan
pergerakan otot
sendi atau range of
motion pada
penderita stroke.
4. Penutup a. Ringkasan 2 menit
kesimpulan.
b. Mengucapkan salam.

G. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Lembar balik sudah disiapkan
b. Format prosedur sudah disiapkan
c. Kontrak dengan klien sudah dilakukan
136

2. Evaluasi proses
a. Tn.M mengerti tentang pengertian, tujuan, jenisnya dan gerakan –
gerakan latihan pergerakan otot sendi atau range of motion pada
penderita stroke.
b. Tn.M dapat melakukan gerakan – gerakan otot sendi atau ROM secara
aktif maupun pasif.
c. Waktu latihan sesuai dengan yang telah disepakati.
3. Evaluasi hasil
a. Tujuan umum dan tujuan khusus satuan acara perencanaan range of
motion pada klien dengan stroke dapat terlaksana.
137

Tinjauan Teori

A. Definisi
Range Of Motion (ROM) adalah gerakan dalam keadaan normal dapat
dilakukan oleh sendi yang bersangkutan, latihan gerakan sendi yang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien
menggerakkan masing – masing persendiannya sesuai gerakan normal baik
secara aktif maupun pasif.
Latihan range of motion adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
masa otot dan tonus otot ( Potter & Perry, 2008).

B. Tujuan
1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
2. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan.
3. Mencegah kekakuan pada sendi.
4. Merangsang sirkulasi darah.
5. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.

C. Jenis Range Of Motion


ROM dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. ROM AKTIF
ROM AKTIF yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien)
dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan
membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Kekuatan otot
75%.
138

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot – ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan pada
ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari
kaki oleh klien sendiri secara aktif.

2. ROM PASIF
ROM PASIF yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari
orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan
persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif).
Kekuatan otot 50%.
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot – otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif.
Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh
atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu
melaksanakannya secara mandiri.

D. Gerakan – gerakan Range Of Motion


Menurut Potter & Perry, (2008), ROM terdiri dari gerakan pada persendian
sebagai berikut:

1. Leher, Spina, Servikal


Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakkan dagu menempel ke Rentang 45°
dada.
Ekstensi Mengembalikan kepala ke posisi Rentang 45°
tegak.
Hiperektensi Menekuk kepala ke belakang sejauh Rentang 40 - 45°
mungkin.
Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh mungkin Rentang 40 - 45°
139

kearah setiap bahu.


Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin Rentang 180°
dalam gerakan sirkuler.

2. Bahu
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menaikan lengan dari posisi di Rentang 180°
samping tubuh ke depan ke posisi di
atas kepala.
Ekstensi Mengembalikan lengan preposisi di Rentang 180°
samping tubuh.
Hiperektensi Mengerakan lengan ke belakang Rentang 40 - 60°
tubuh, aku tetap lurus.
Abduksi Menaikkan lengan ke posisi samping Rentang 180°
di atas kepala dengan telapak tangan
jauh dari kepala.
Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan Rentang 320°
menyilang tubuh sejauh mungkin.
Rotasi dalam Dengan siku fleksi, memutar bahu Rentang 90°
dengan menyegerakan lengan sampai
ibu jari menghadap ke dalam dan ke
belakang.
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menyegerakan Rentang 90°
lengan sampai ibu jari ke atas dan
samping kepala.
Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan lingkaran Rentang 360°
penuh.

3. Siku
140

Gerakan Penjelasan Rentang


Fleksi Mengerakan siku Rentang 150°
sehingga lengan bahu
bergerak ke depan
sendi bahu dan tangan
sejajar bahu.
Ekstensi Meluruskan siku Rentang 150°
dengan menurunkan
tangan.

4. Lengan bawah
Gerakan Penjelasan Rentang
Supinasi Memutar lengan bawah Rentang 70 – 90°
dan tangan sehingga
telapak tangan
menghadap ke atas.
Pronasi Memutar lengan bawah Rentang 70 – 90°
sehingga telapak
tangan menghadap ke
bawah.

5. Pergelangan tangan
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menyegerakan telapak tangan ke sisi Rentang 80 – 90°
bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi Mengerakan jari – jari tangan sehingga Rentang 80 –
jari- jari, tangan, lengan bawah berada 90°
dalam arah yang sama.
Hiperektensi Membawa permukaan tangan dorsal Rentang 89 – 90°
141

ke belakang sejauh mungkin


Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring Rentang 30°
ke ibu jari.
Adduksi Menekuk pergelangan tangan miring Rentang 30 – 50°
ke arah lima jari.

6. Jari – jari tangan


Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Membuat genggaman Rentang 90°
Ekstensi Meluruskan jari – jari tangan Rentang 90°
Hiperektensi Menyegerakan jari – jari tangan ke Rentang 30 – 60°
belakang sejauh mungkin.
Abduksi Meregangkan jari – jari tangan yang Rentang 30°
satu dengan yang lain
Adduksi Merapatkan kembali jari – jari tangan Rentang 30°

7. Ibu jari
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan ibu jari menyilang Rentang 90°
permukaan telapak tangan.
Ekstensi Mengerakan ibu jari lurus menjauh Rentang 90°
dari tangan.
Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping. Rentang 30°
Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan tangan. Rentang 30°
Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari – -
jari tangan pada tangan yang sama.
142

8. Pinggul
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan tungkai ke depan dan ke Rentang 90 –
atas. 120°
Ekstensi Mengerakan kembali ke samping Rentang 90 –
tungkai yang lain. 120°
Hiperektensi Mengerakan tungkai ke belakang Rentang 30 – 50°
tubuh.
Abduksi Mengerakan tungkai ke samping Rentang 30 – 50°
menjauhi tubuh.
Adduksi Mengerakan tungkai kembali ke posisi Rentang 30 – 50°
media dan melebihi jika mungkin .
Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai ke arah Rentang 90°
tungkai lain.
Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai ke arah Rentang 90°
tungkai lain.
Sirkumduksi Mengerakan tungkai melingkar. -

9. Lutut
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan tumit karah Rentang 120 – 130°
belakang paha.
Ekstensi Mengembalikan tungkai Rentang 120 – 130°
kelantai.

10. Mata kaki


Gerakan Penjelasan Rentang
Dorsalfleksi Mengerakan kaki Rentang 20 – 30°
sehingga jari – jari kaki
143

menekuk ke atas.
Plantarfleksi Mengerakan kaki Rentang 45 – 50°
sehingga jari – jari kaki
menekuk kak bawah.

11. Kaki
Gerakan Penjelasan Rentang
Inversi Memutar telapak kaki Rentang 10°
ke samping dalam.
Eversi Memutar telapak kaki Rentang 10°
ke samping luar.

12. Jari – jari kaki


Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menekuk jari – jari kaki ke bawah. Rentang 30 – 60°
Ekstensi Meluruskan jari – jari kaki. Rentang 30 – 60°
Abduksi Mengerakan jari – jari kaki satu Rentang 15°
dengan yang lain.
Adduksi Merapatkan kembali bersama – sama. Rentang 15°
144

Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. DATA DIRI

- Nama : Dinda Angraeni Putri


- Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 14 maret 1997
- Jenis kelamin : Perempuan
- Agama : Islam
- Status : Belum menikah
- Alamat asal : Jl. F. Gg. J No : 15 RT/RW :003/02
Kelurahan: Rawabadak Utara, Kecamatan:
Koja

Kode pos : 14230 Jakarta Utara

- Email : dindaangraeni14@gmail.com
145

B. Riwayat Pendidikan

1. Pendidikan Umum

- TK NURUL DAKWAH 2002 – 2003


- SDN RBU 22 PT 2003 – 2009
- SMP TANJUNG PRIOK 2009 – 2012
- SMAN 114 JAKARTA UTARA 2012 – 2015
- Diploma 3 Falkutas Ilmu Keperawatan dalam proses
Universitas Muhammadiyah Jakarta

2. Pendidikan Tambahan

- Pelatihan Darul Arqom Dasar Tahun 2015


- Pelatihan Kepemimpinan Tingkat Prodi D III Keperawatan Tahun
2015
- Pelatihan Basic Trauma & Cardiac Life Support Tahun 2017
- Pelatihan Kegawat Daruratan 2016
- Course National English Center Tahun 2015 – 2018
146
147

Anda mungkin juga menyukai