Disusun Oleh :
Kelompok 9
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Budaya
Anti Korupsi dengan judul “DAMPAK KORUPSI BAGI KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT DAN BERNEGARA ”.
Dalam menyusun makalah ini, kami banyak menemui kesulitan dan hambatan
sehingga kami tidak terlepas dari segala bantuan, arahan, dorongan semangat dari berbagai
pihak.Dan akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini.Oleh karena itu kami ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
berbagai pihak yang telah membantu kami yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Segala kemampuan dan daya serta upaya telah kami usahakan semaksimal mungkin,
namun kami menyadari bahwa kami selaku penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, jika terjadi suatu kejanggalan itu datang nya dari kami dan
jika terdapat kebaikan itu datang nya dari allah selaku sang pencipta.
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Penulis berharap semoga hasil makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua, Aamiin.
Kelompok 9
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan...................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................2
Bab II Pembahasan..................................................................................................3
A. Pengertian Korupsi...............................................................................................3
B. Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi.................................................................3
C. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Korupsi Di Indonesia................................3
D. Dampak korupsi...................................................................................................4
E. Cara pemberantasan korupsi................................................................................8
Bab III Penutup........................................................................................................10
A. Kesimpulan .........................................................................................................10
B. Saran.....................................................................................................................10
Daftar Pustaka..........................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap
lestari sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang
datang silih berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila
disederhanakan penyebab korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang
faktor eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar.
Faktor internal terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu,
aspek sikap atau perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga
yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku korup.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara
menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia sudah merupakan patologi social
(penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil
keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah
terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh
kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain
sebagainya di luar batas kewajaran. Oleh karena itu, kita harus membangkitkan dorongan
yang lebih kuat dalam diri kita masing – masing untuk membasmi korupsi. Meskipun
pemerintah sudah membentuk sebuah organisasi yang bertujuan besar untuk membebaskan
Negara ini dari kasus korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) namun
kenyataanya korupsi masih meraja lela di negeri kita.
B. Rumusan Masalah
1
4. Apa dampak dari korupsi?
5. Bagaimana cara pemberantasan korupsi?
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau
orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dis-honest
(ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28Tahun 1999 tentang
Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
disebutkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana korupsi. Dalam prakteknya,
korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa
ada catatan atau administrasinya. Balas jasa yang diberikan oleh pejabat, disadari atau tidak,
adalah kelonggaran aturan yang semestinya diterapkan secara ketat. Kompromi dalam
pelaksanaan kegiatan yang berkaitann dengan jabatan tertentu dalam jajaran birokrasi di
Indonesia inilah yang dirasakan sudah sangat mengkhawatirkan.
B. Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan
adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh
beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional. Kelompok mahasiswa sering menanggapi
permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah
“penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah
untuk bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan
reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para
pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap
masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan,
persamaan dan kesejahteraan yang merata.
C. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-
upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
3
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas
korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martil” bagi para
pelaku tindak KKN. Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
D. Dampak korupsi
Ada beberapa dampak buruk yang akan diterima oleh kaum miskin akibat korupsi,
diantaranya. Pertama, Membuat mereka (kaum miskin) cenderung menerima pelayanan sosial
lebih sedikit. Instansi akan lebih mudah ketika melayani para pejabat dan konglemerat
dengan harapan akan memiliki gengsi sendiri dan imbalan materi tentunya, peristiwa seperti
ini masih sering kita temui ditengah–tengah masyarakat. Kedua, Investasi dalam prasarana
cenderung mengabaikan proyek–proyek yang menolong kaum miskin, yang sering terjadi
biasanya para penguasa akan membangun prasarana yang mercusuar namun minim
manfaatnya untuk masyarakat, atau kalau toh ada biasanya momen menjelang kampanye
dengan niat mendapatkan simpatik dan dukungan dari masyarakat. Ketiga, orang yang miskin
dapat terkena pajak yang regresif, hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki wawasan dan
pengetahuan tentang soal pajak sehingga gampang dikelabuhi oleh oknum. Keempat, kaum
miskin akan menghadapi kesulitan dalam menjual hasil pertanian karena terhambat dengan
tingginya biaya baik yang legal maupun yang tidak legal, sudah menjadi rahasia umum ketika
seseorang harus berurusan dengan instansi pemerintah maka dia menyediakan uang, hal ini
dilakukan agar proses dokumentasi tidak menjadi berbelit–belit bahkan ada sebuah pepatah
“kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah”.
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat
miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan
Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan,
4
pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan
harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan
BBM tersebut harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi biaya pendidikan
semakin mahal, dan pengangguran bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah
menyetor 2 kali kepada para koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya
kepada negara lewat pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas.
Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut
telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui
kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk kepentingan para
koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya negara
meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan
sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin.
Birokrasi, baik sipil maupun militer, memang merupakan kelompok yang paling
rawan terhadap korupsi. Sebab, di tangan mereka terdapat kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan, yang menjadi kebutuhan semua warga negara. Oleh karena itu, Transparency
International, lembaga internasional yang bergerak dalam upaya anti korupsi, secara
sederhana mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik untuk
kepentingan pribadi.
Lebih jauh lagi, TI membagi kegiatan korupsi di sektor publik ini dalam dua jenis,
yaitu korupsi administratif dan korupsi politik. Secara administratif, korupsi bisa dilakukan
‘sesuai dengan hukum’, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang
dilakukan, serta korupsi yang ‘bertentangan dengan hukum’ yaitu meminta imbalan uang
untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.
Pada kasus Indonesia, jenis korupsi pertama terwujud antara lain dalam bentuk uang pelicin
dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi,
Akta Lahir atau Paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal seharusnya, tanpa uang pelicin
surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat. Sementara jenis korupsi yang kedua,
muncul antara lain dalam bentuk ‘uang damai’ dalam kasus pelanggaran lalu lintas, agar si
pelanggar terhindar dari jerat hukum.
Sementara pada birokrasi militer, peluang korupsi, baik uang maupun kekuasaan,
muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan di tubuh angkatan
5
bersenjata serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum militer
yang seringkali berlindung di balik institusi militer.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indria
Samego mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi:
6
Dalam data Indeks Persepsi Korupsi Transparansi Internasional 2012, India
menempati peringkat ke-94 dengan skor 36, di bawah Thailand, Maroko, dan Zambia.
Meskipun India adalah negara demokrasi, korupsi tetap jadi penyakit yang terus melanda.
Sebaliknya, di Singapura, penyelenggaraan pemerintahan yang bersih telah menjadi praktik
yang lama berlangsung. Padahal, Singapura bukanlah tergolong negara demokrasi. Skor
indeks persepsi korupsi Singapura adalah 87, menempati peringkat ke-5, di atas Swiss,
Kanada, dan Belanda. Dalam kasus India dan Singapura, demokrasi tak tampak berkorelasi
dengan berkurangnya korupsi.
Di negara-negara demokrasi baru, demokrasi juga seperti tak berpengaruh terhadap
pengurangan korupsi. Sebagai contoh, Indonesia telah menjadi negara demokrasi sejak tahun
1998. Menurut Freedom House, lembaga pemeringkat demokrasi dunia, Indonesia sudah
tergolong negara bebas sepenuhnya (demokrasi) sejak 2004. Namun, Indeks Persepsi Korupsi
2012 menempatkan Indonesia di peringkat ke-118 dengan skor 32. Artinya, masyarakat
merasakan bahwa korupsi masih merajalela di negeri ini.
Mengapa di sejumlah negara, terutama negara-negara demokrasi baru, demokrasi
tampak tidak menihilkan korupsi? Jawabannya terkait dengan kualitas demokrasi di suatu
negara.
Ada dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi: prosedur dan substansi.
Negara-negara demokrasi baru seperti Indonesia umumnya masih tergolong ke dalam
demokrasi prosedural. Yang sudah berjalan adalah aspek-aspek yang terkait dengan
pemilihan umum.
Hal ini tidak cukup menjamin berlangsungnya demokrasi yang dapat meminimalkan korupsi.
Para aktor yang korup dalam demokrasi prosedural dapat memanipulasi pemilihan umum
yang justru membuat mereka menjadi pemegang tampuk kekuasaan.
7
ditingkat legislatif terjadi sebuah tindak pidana korupsi baik dari segi waktu maupun
keuangan. Dimana legislatif hanya memakan gaji semu yang diperoleh mereka ketika
melakukan rapat. Sehingga apa yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan itu
hanya melindungi kaum pejabat saja dan mengabaikan masyarakat.
Menyikapi hal seperti itu pada tahun 1999 dinyatakan undang-undang yang dianggap
lebih baik, yaitu UU No.31 tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU No. 20 tahun 2001
sebagai pengganti UU No. 3 tahun 1971. kemudian pada tanggal 27 Desember telah
dikeluarkan UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu sebuah
lembaga negara independen yang berperan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal ini berarti dengan dikeluarkannya undang-undang dianggap lebih sempurna, maka
diharapkan aparat penegak hukum dapat menegakkan atau menjalankan hukum tersebut
dengan sempurna. Akan tetapi yang terjadi pada kenyataannya adalah budaya suap telah
menggerogoti kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan penegakkan hukum sebagai
pelaksanaan produk hukum di Indonesia. Secara tegas terjadi ketidaksesuaian antara undang-
undang yang dibuat dengan aparat penegak hukum, hal ini dikarenakan sebagai kekuatan
politik yang melindungi pejabat-pejabat negara. Sejak dikeluarkannya undang-undang tahun
1960, gagalnya pemberantasan korupsi disebabkan karena pejabat atau penyelenggara negara
terlalu turut campur dalam pemberantasan urusan penegakkan hukum yang mempengaruhi
dan mengatur proses jalannya peradilan.
Dengan hal yang demikian berarti penegakan hukum tindak pidana di Indonesia telah
terjadi feodalisme hukum secara sistematis oleh pejabat-pejabat negara. Sampai sekarang ini
banyak penegak hukum dibuat tidak berdaya untuk mengadili pejabat tinggi yang melakukan
korupsi. Dalam domenlogos, pejabat tinggi yang korup mendapat dan menikmati privilege
karena mendapat perlakuan yang istimewa, dan pada domenteknologos, hukum pidana
korupsi tidak diterapkan adanya pretrial sehingga banyak koruptor yang diseret ke pengadilan
dibebaskan dengan alasan tidak cukup bukti.
Korupsi merupakan penyakit moral, oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan
secara sungguh-sungguh dan sistematis dengan menerapkan strategi yang komprehensif.
Presiden melalui inpres no 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi
menyatakan langkah-langkah efektif dalam memberantas korupsi adalah sebagai :
8
1. Membersihkan kantor keprisidenan kantor wapres sekretariat negara serta yayasan-
yayasan.
2. Mengawasi pengadaan barang disemua departemen.
3. Mencegah penyimpanan proyek rekonstruksi Aceh.
4. Mencegah penyimpangan dalam pembangunan infrastruktur ke depan.
5. Menyelidiki penyimpangan di lembaga negara seperti departemen dan BUMN.
6. Memburu terpidana korupsi yang kabur ke luar negeri.
7. Meningkatkan intensitas pemberantasan penebangan liar.
8. Meneliti pembayar pajak dan cukai.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pemberantasan korupsi adalah :
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindakan memperkaya diri yang secara langsung merugikan
negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek.
Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan
uang Negara untuk kepentingannya.
Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan
pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak
adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi,
rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Dampak korupsi dapat terjadi di
berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara. Oleh
karena itu, korupsi adalah musuh bersama yang harus dibasmi bukan dilestarikan, karna
korupsi bukan budaya.
B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat
memilih manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar
kita tidak te rjerumus oleh hal-hal korupsi. Karena korupsi bisa berawal dari hal-hal kecil
yang dianggap sepele.
10
11
DAFTAR PUSTAKA
http://makalainet.blogspot.com/2013/10/korupsi.html
http://korupsidampakdalambeebagaiaspek.blogspot.co.id/2016/04/makalah-dampak-tindakan-
korupsi.html
http://muh-arsyad92.blogspot.co.id/2013/06/makalah-penanganan-korupsi-di-indonesia.html
https://www.slideshare.net/ARY_SETIADI/masalah-korupsi-di-indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/komisi-pemberantas-korupsi
http://forester-untad.blogspot.co.id/2014/05/makalah-dampak-tindakan-korupsi.html
iii