Kemerdekaan Indonesia
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan
kegagalan . Belanda mendapat kecaman keras dari dunia Internasional. Belanda dan
Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah secara
diplomasi :
Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Renville
Pada 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB meloloskan resolusi yang mengecam
serangan militer Belanda terhadap tentara Republik Indonesia dan menuntut dipulihkannya
Pemerintah Republik.
Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua
pihak. Menyusul perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli yang secara efektif ditetapkan oleh
resolusi Dewan Keamanan. Muhammad Roem mengatakan bahwa RI yang para
pemimpinnya masih diasingkan di Bangka bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar
untuk mempercepat penyerahan kedaulatan. Pemerintah Indonesia yang telah diasingkan
selama 6 bulan kembali ke ibukota sementara di Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Demi
memastikan kesamaan posisi perundingan antara Delegasi Republik dan Federal dalam paruh
kedua Juli 1949 dan sejak 31 Juli - 2 Agustus Konferensi Inter Indonesia diselenggarakan di
Yogyakarta antara semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang akan dibentuk.
Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk konstitusinya. Menyusul
diskusi pendahuluan yang disponsori oleh komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta ditetapkan
bahwa Konferensi Meja Bundar akan diselenggarakan di Den Haag.
Perjanjian Linggarjati
Adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat.
Yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan
ini ditandatangani di Istana Merdeka, Jakarta pada 15 November 1946. Dan ditandatangani
secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.
Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan status
Quo di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda seperti
contohnya peristiwa 10 November selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab
untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Oleh sebab itu Sir Archibald Clark
Kerr, Diplomat Inggris mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge
Veluwe, tetapi perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui
kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui
Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Perjanjian Renville
Dua tahun setelah Indonesia merdeka, Belanda masih tidak mau mengakui kedaulatan
Indonesia. Oleh karena itu diadakan perjanjian Renville yang diusulkan oleh PBB dan KTN
pada 8 Desember 1947.
Delegasi Indonesia :
1. Perdana Menteri Amir Syarifuddin (Ketua)
2. Johannes Leismena (Wakil)
3. Moh. Roem
4. Ali Sastroamijoyo
5. H.Agus Salim
6. Dr.Coatik len
7. Nasrun
8. Ir.Juanda
Delegasi Belanda :
1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera sebagai bagian
wilayah RI
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa
Barat dan Jawa Timur
Perjanjian Roem Royen
Perjanjian antara Indonesia dengan Belanda, ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des
Indes, Jakarta .
Pemimpin delegasi : Mohammad Roem dan Herman Van Royen
Tujuan : Menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum
Konferensi Meja Bundar di Den Haag
Dihadiri : Bung Hatta ( Bangka) dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Yogyakarta) untuk
mempertegas sikap Sri Sultan Hamengkubuwono IX terhadap pemerintahan RI
di Yogyakarta.
Konferensi Meja Bundar
Hasil :
1. Piagam kedaulatan, charta persatuan, kesepakatan ekonomi, serta kesepakatan
terkait sosial dan militer
2. Penarikan mundur tentara Belanda dalam waktu sesingkat-singkatnya
3. Republik Indonesia Serikat memberikan status bangsa paling disukai pada Belanda
4. Tidak akan ada diskriminasi terhadap warga negara dan perusahaan Belanda
5. Republik bersedia mengambil alih kesepakatan dagang yang sebelumnya
dirundingkan oleh Hindia Belanda
Sejarah politik kenegaraan kita pernah melalui beberapa fase dan perubahan sebelum
tiba pada bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Proses Terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS)
Proses terbentuknya RIS dan fase pemerintahan RIS yang berlangsung singkat pada
1950 menjadi salah satu babak penting dalam perjuangan memenangkan revolusi
kemerdekaan RI
RIS 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950
Pada sepanjang 8 bulan ini Negara RI yang dibentuk sehari setelah proklamasi
kemerdekaan mengalami perubahan bentuk sebagai konsekuensi berubahnya
konstitusi negara Dari Negara Kesatuan menjadi Negara Federal
Motif Negara Federal pada saat itu memecah belah bangsa Indonesia
Perubahan bentuk negara ini lahir dari perkumpulan diplomasi yang liar untuk
mempertahankan kemerdekaan dan keberadaan RI terutama ketika perang sejak
proklamasi kemerdekaan tak kunjung bisa memaksa Belanda mengakui kemerdekaan
Indonesia
Belanda tidak berhasil menghancurkan TNI sebagai kekuatan revolusi. Namun TNI
tidak berhasil mempertahankan negara secara utuh
Sebelum proklamasi kemerdekaan wacana tentang negara federal pernah mengemuka
dalam rapat-rapat BPUPKI. Namun kalah dengan pendapat yang menghendaki bentuk
negara kesatuan.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Belanda yang tidak mau kehilangan kekuasaannya
di Indonesia kembali menghidupkan gagasan federalisme.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus Johannes Van Mook.
Pada 1946 ditugaskan kembali ke Indonesia memulai upayanya membentuk negara
federal dengan menggelar Konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada Juli 1946
Untuk memuluskan rencana pembentukan negara federal , Van Mook menginisiasi
pertemuan lanjutan di Pangkal Pinang, Pulau Bangka.
Belanda menerima tawaran Inggris untuk berunding dengan pemerintahan Indonesia.
Setelah menyetujui kesepakatan gencatan senjata sebulan sebelumnya.
Perundingan Linggarjati
Pada Desember 1946, Belanda dan RI berunding di Linggarjati dengan penengah
Inggris. Hasil perundingan :
1. Pengakuan secara de facto wilayah RI atas Jawa,Sumatera, dan Madura
2. Pembentukan RIS
Meski tidak memuaskan banyak pihak, Perundingan ini menjadi pembuka upaya
pemecahan masalah hubungan Belanda dan Indonesia lewat jalur diplomasi
Tan Malaka tidak setuju hasil Linggarjati karena Proklamasi 17 Agustus dari Sabang
sampai Merauke.
Soekarno menambah jumlah anggota parlemen (KNIP) dan pro republik dengan
tujuan Meratifikasi hasil perundingan
Guna mempersiapkan pembentukan RIS pada 3-5 Januari 1948. Van Mook menggelar
Konferensi untuk membentuk pemerintahan federal sementara tanpa melibatkan RI.
15 Juli 1948 BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) / Permusyawaratan Federal
Terdiri dari : sejumlah negara bagian dan daerah otonom di luar kekuasaan RI
Mengeluarkan resolusi terkait pembentukan pemerintahan federal sementara
dengan niat mengikutsertakan RI
Agresi Militer II
Terjadi pada 19 Desember 1948
Menangkap para pemimpin RI
Namun diluar dugaan Belanda, Agresi Militer itu merugikan langkah diplomatik
mereka.
Agresi Militer II dikecam banyak negara. Pada 28 Januari 1949 Dewan Keamanan
PBB mengeluarkan resolusi :
1. Mendesak penghentian peperangan
2. Pemulihan kekuasaan RI di Yogyakarta
Rotterdam hancur akibat Jerman, Amerika membantu perekonomian Belanda untuk
memulihkan infrastruktur . Namun Belanda ingin menggunakan sebagian uang untuk
membiayai perang melawan Indonesia . Amerika tidak setuju.
Oleh karena itu, Belanda merumuskan langkah-langkah penyerahan kedaulatan
kepada RIS yang akan dibahas di KMB
Belanda tetap menginginkan negara federal dan pemerintah Belanda sudah
mengasingkan Bung Karno dan Bung Hatta ke Bangka.
Pada perjanjian Roem Royen , Bung Hatta didatangkan dari pengasingannya dan
Sultan Yogya didatangkan dari Keraton Yogya
Bung Hatta setuju melaksanakan Perjanjian Renville.
Sultan Yogyakarta mengatakan bahwa Yogyakarta tidak akan menjadi negara sendiri
karena merupakan bagian dari Indonesia. Dari sinilah kesepakatan diadakan KMB
Perundingan Inter Indonesia/Pra KMB
Wakil-wakil RI mengadakan 2 kali perundingan Inter Indonesia dengan wakil-
wakil BFO
22 Juli 1949 (Yogyakarta) Perundingan pertama
1 Agustus 1949 (Jakarta) Perundingan kedua
Hasil :
1. Sepakat pembentukan Negara RIS
2. Menyetujui sejumlah kesepakatan dalam bidang politik, ekonomi dan
keuangan yang akan diberlakukan dalam Negara RIS
Agustus 1949 Bung Hatta secara resmi diangkat sebagai Ketua Delegasi
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Digelar : Den Haag, Belanda
Pada 23 Agustus 1949 berakhir pada 2 November 1949
Diikuti tiga pihak : Belanda, BFO dan RI
Dengan disetujui hasil hasil KMB terbentuklah Negara RIS
Hasil :
1. Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia per 27 Desember 1949
2. Dibentuk pemerintah Uni Indonesia – Belanda
3. Indonesia menjadi Negara RIS
4. Indonesia wajib membayar utang Pemerintah Hindia Belanda sebesar 4,3
Miliar Gulden