Anda di halaman 1dari 29

TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID

UJI PIROGEN
DOSEN :Amelia Febriani, S.Farm, M.Si.Apt

Penyusun:
Tyas Moro Widowati 16334002
Peggy Elvira Septiani 16334003
Mohammad Ghani Setiawan 16334015
Villya Sukmaningsih 16334019
Vera Maulida 16334026

PROGRAM STUDI FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Uji Pirogen” ini dengan tepat waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Teknologi Sediaan Semi Solid dan Liquid

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami
maksud penulis. Oleh karena itu penulis berharap akan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari segenap pembaca guna sempurnanya makalah ini.

Demikianlah, semoga makalah yang telah dibuat ini dapat bermanfaat bagi saya
khususnya dan bagi pembaca umumnya. Terimakasih.

Jakarta, Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................1


1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................2
1.3 TUJUAN ...........................................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI........................................................................................................3

2.1 PIROGEN...........................................................................................................................3
2.2 DEPIROGENASI...............................................................................................................3
2.3 TEKNIK DETERMINASI ENDOTOKSIN......................................................................5
2.4 SUMBER SUMBER PIROGEN........................................................................................7
2.5 PENCEGAHAN TERHADAP PIROGEN........................................................................9
2.6 UJI UJI PIROGEN...........................................................................................................10

BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................21

BAB IV KESIMPULAN..............................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam merupakan regulasi panas pada suatu tingkat suhu yang lebih tinggi dan
berhubungan dengan peningkatan tolak ukur hipotalamus (Ernst Mutschler, 1991).
Demam paling sering dijumpai di Indonesia, diperkirakan angka kejadian jauh lebih
tinggi, mengingat banyaknya kejadian infeksi (Soeroso, 1989). Demam berhubungan
dengan banyak penyebab baik patologis maupun nonpatologis namun menyertai hampir
semua infeksi, terjadi dalam waktu singkat, meskipun dalam beberapa kasus dapat
berlangsung lebih lama. Bahan-bahan bakteri dan virus dapat menyebabkan demam yang
disebut demam pirogen eksogen (Ernst Mutschler, 1991); (Braunwald, et al., 2005). Suhu
tubuh normal berkisar antara 35,9-37,3ºC dengan variasi berbeda (Houssay, 1955).
Sejak zaman purbakala, demam telah dikenal sebagai tanda utama penyakit,tetapi
pengertian tentang patofisiologi demam tergolong relatif masih baru. Substansiyang dapat
menimbulkan demam disebut pirogen. Ada dua macam pirogen, yaitu pirogen endogen
yang dibentuk oleh sel-sel tubuh sebagai respons terhadap stimulusdari luar (misal:
toksin), dan pirogen eksogen yang berasal dari luar tubuh.
Pada1948, dr. Paul Beeson menemukan bahwa demam timbul karena adanya produk
sel peradangan hospes yang merupakan pirogen endogen. Belakangan ini, terbukti bahwa
fagosit mononuklear merupakan sumber utama pirogen endogen dan bahwa bermacam-
macam produk sel mononuklear dapat menjadi mediator timbulnyademam.Dewasa ini
diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik denganinterleukin-1. Di dalam
hipotalamus zat ini merangsang penglepasan asam arakidonatserta mengakibatkan
peningkatan sintesis Prostaglandin E2 yang langsung dapatmenyebabkan suatu pireks.
Dalam tekhnologi sediaan steril, keberadaan pirogen di dalam sediaan sangatlah
diharamkan karena akan membahayakan kesehatan pasien. Untuk itu perlu dipelajari hal-
hal yang berkaitan dengan pirogen agar kita memahami berbahanya pirogen bagi
kesehatan.
Pada makalah ini akan di bahas mengenai pirogen dan hal-hal penting untuk
mengetahui keberadaannya serta cara-cara menghindari dan cara-cara menghilangkan
pirogen.

1
1.2 Rumusan masalah
1. Apa saja sumber-sumber pirogen ?
2. Bagaimana cara-cara pencegahan pirogen ?
3. Apa saja uji-uji untuk mengetahui adanya pirogen ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami apa saja sumber-sumber pirogen
2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana cara-cara pencegahan
pirogen
3. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami apa saja uji-uji untuk mengetahui adanya
pirogen

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pirogen
Pirogen adalah racun (toksin) yang menimbulkan demam bila diberikan secara
intravena dalam jumlah tertentu (Goeswin Agus, 2009). Ada dua kelas utama pirogen,
yaitu endogenus dan eksogenus. Pirogen endogen merupakan senyawa yang diproduksi
oleh tubuh setelah seseorang mengkonsumsi pirogen eksogen. Respon ini merupakan
mediator utama dari proses demam. Senyawa pirogenik yang paling poten adalah yang
diproduksi oleh bakteri gram negatif (endotoksin), akan tetapi gram positif dan fungi juga
menghasilkan pirogen dengan potensi yang lebih rendah. Selain pirogen beberapa
senyawa lain juga diketahui menyebabkan reaksi piretik ini, yaitu steroid, virus, bahan
kimia dan obat tertentu. Akan tetapi, yang paling menjadi perhatian industri farmasi
adalah, eksogenus pirogen yang paling penting, yaitu endotoksin.
Endotoksin, disebut juga LPS, merupakan komponen utama dari membran terluar
bakteri gram negatif. Endotoksin tersusun dari polisakarida hidrofilik, yang terikat secara
kovalen dengan kandungan lipid yang hidrofobik (Lipid A). LPS dari sebagian besar
spesies bakteri tersusun dari tiga bagian yang berbeda, yaitu: bagian antigen-O,
oligosakarida inti (core oligosacharida) dan Lipid A.

Lipid A merupakan bagian yang paling konservatif, dan merupakan bagian yang
menjadi penyebab aktifitas biologi endotoksin, misalnya toksisitas endotoksin. Bagian
hidrofobik dari endotoksin tersebut tersusun secara heksagonal, sehingga secara struktur
lebih rigid (kuat) dibandingkan dari molekul lain. Bagian oligosakarida inti memiliki
struktur konservatif dengan bagian dalam berupa 3-deoxy-D-manno-2-octulosonic acid
(KDO)-heptose region, terdapat lima tipe inti yang berbeda, sedangkan spesies salmonella
memiliki hanya satu tipe. Antigen-O secara umum tersusun dari sekuens oligosakarida
yang identik (masing-masing terdiri dari 3-8 monosakarida), yang spesifik sesuai
jenisnya.

Molar mass dari monomer endotoksin bervariasi dari 10-20 KD, bervariasi
tergantung pada ikatan oligosakaridanya, akan tetapi ada juga yang mencapai 70 KD.
Telah diketahui bahwa endotoksin membentuk berbagai agregat supra-molekular di
larutan yang mengandung air, yang disebabkan oleh interaksi non-polar antara ikatan
lemak dan juga jembatan yang dihasilkan antara gugus fosfat oleh kation divalen.

3
Berbagai studi telah dilakukan yang menghasilkan bahwa pada larutan aquous,
endotoksin dapat self assemble menjadi berbagai bentuk, seperti lamela, kubik dan
heksagonal, dengan diameter hingga 0,1 mikrometer, dan memiliki stabilitas yang tinggi
tergantung pada sifat larutan (pH, ion, surfaktan).

Endotoksin dihasilkan pada jumlah besar pada saat sel mati dan selama
pertumbuhan dan pembelahan. Endotksin memiliki sifat haet-stable dan tidak dapat
dihancurkan dengan kondisi sterilisasi biasa, karena banyak pirogen tahan terhadap
proses autoklaf, dan dapat lolos filtrasi dengan ukuran pori-pori 0,2 mikrometer yang
biasa digunakan untuk sterilisasi akhir.

Endotoksin baru bisa diinaktivasi ketika diekspos pada suhu 2500C selama lebih
dari 30 menit, atau 1800C selama lebih dari 3 jam. Asam dan alkali dengan kekuatan
minimal 0,1 M dapat juga digunakan untuk menghancurkan endotoksin pada skala
laboratorium.

Level endotoksin maksimum untuk aplikasi intravena pada produk farmasi dan
biologi adalah 5 endotoksin unit (EU) per kg berat badan per jam yang dicantumkan pada
farmakope. Istilah EU menunjukan aktivitas biologis endotoksin. Sebagai contoh, 100 pg
standar endotoksin EC-5 dan 120 pg endotoksin dari Eschercia coli O111:B4 memiliki
aktivitas 1 EU. Untuk memenuhi persyaratan ini, merupakan tantangan bagi industri
farmasi.

2.2 Depirogenasi
Depirogenasi bahan, alat dan wadah pada produksi sediaan farmasi dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu inaktivasi (destruksi) atau removal.
1. Inaktivasi
Inaktivasi biasanya melibatkan beberapa reaksi kimia (contohnya oksidasi, alkilasi,
atau hidrolisis endotoksin). Metode tersebut tidak banyak digunakan untuk
depirogenasi bahan awal dan air. Bila menggunakan metode ini maka harus
memperhatikan bahan kimia yang digunakan untuk memastikan tidak adanya efek
samping. Inaktivasi dengan panas kering merupakan metode yang efektif untuk
inaktivasi pirogen pada alat-alat gelas dan minyak yang tahan panas, juga bubuk tahan
panas. Temperatur yang disarankan untuk insinerasi adalah 170-350 deg C. Suhu
yang paling umum digunakan adalah 2500C selama 30 menit (Remington: 45 menit).

4
Suhu lain bisa digunakan 6500C selama 1 menit atau 1800C selama 4 jam. Dengan
suhu yang lebih rendah membutuhkan waktu insinerasi selama 1 hingga 12 jam.
2. Removal
Removal pirogen secara fisik lebih menguntungkan dari pada penambahan bahan
kimia karena tidak ada bahan kimia yang ditambahkan pada bahan yang akan di
sterilisasi.

2.3 Teknik Determinasi Endotoksin


Untuk pengujian pirogen, digunakan kelinci, dimana hewan coba diukur
peningkatan suhu tubuhnya setelah diinjeksi IV larutan steril yang diuji. Digunakan
kelinci oleh karena respon fibrilnya mirip dengan manusia. Farmakope telah
mensyaratkan, apabila tidak dipersyaratkan untuk melakukan uji bakteri endotoksin,
maka uji ini harus dilakukan pada semua larutan parenteral dimana volume
konsumsinya untuk dosis tunggal adalah 15 ml atau lebih.
Kerugian dari rabbit test ini adalah biaya yang mahal dan waktu yang panjang
untuk pengujian; tidak dapat dikuantifikasi dan larutan parenteral tertentu (misalnya
yang mengan dung fosfat kalium disis tinggi) akan memberikan respon pirogen.

Uji untuk bakteri endotoksin, diketahui sebagai Limulus Amoebocyte Lysate


(LAL) test. Uji ini merupakan uji yang telah umum dilakukan di industri farmasi
dimana diperlukan hasil yang terkuantifikasi. Basis dari uji ini adalah lysate dari
amoebocyte yang berasal dari darah Horseshoe Crab (Limulus polyphemus), dengan
penambahan endotoksin, akan terjadi clotting atau gelasi, sehingga menimbulkan
turbiditas atau presipitasi.

Saat ini telah dikembangkan kit untuk uji LAL ini yang banyak digunakan di
industri. Uji ini telah banyak digunakan untuk uji air dan end-process-testing untuk
sediaan parenteral, radiofarmasi dan alat-alat kesehatan.

5
Rhodes dan Hoft mengemukakan alasan mengapa pengujian LAL lebih disukai
dibandingkan dengan pengujian pirogen pada kelinci untuk radiofarmasetikal:

1. Pengujian lebih sensitif


2. Pengujian lebih cepat
3. Memerlukan material uji dalam jumlah kecil
4. Keduanya, baik kontrol positif maupun kontrol negatif, dapat dilakukan untuk
setiap pengujian
5. Tidak menyebabkan kelinci mengandung bahan radio aktif sehingga lebih disukai
dari segi keamanan radiologi.
6. Lebih murah dan lebih mudah disimpan.

Akan tetapi terdapat beberapa kerugian dari metode LAL ini. Beberapa faktor
sangat mempengaruhi hasil uji, yaitu pH larutan uji, sumber reagen yang digunakan,
konsentrasi kation (kalsium atau magnesium) pada larutan uji, dan level agregasi dari
bakteri juga mempengaruhi hasil uji. Sedangkan keuntungan dari metode LAL adalah
waktu singkat untuk uji, relatif murah, mudah dilakukan, dan terkuantifikasi.

Uji pirogen dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan uji (sediaan parenteral)
bebas dari pirogen. Uji pirogen ini sangat penting, karena pirogen yang ada dalam
sediaan, jika disuntikan ke tubuh manusia dapat menimbulkan peningkatan suhu tubuh
atau demam. Selain itu pirogen memberikan efek vasokontriksi, dilatasi pupil, depresi
nafas, dan peningkatan tekanan darah. Mungkin reaksi yang muncul juga adalah nyeri
pada persendian dan punggung, sakit kepala, mual dan malaise, shok endotoksin,
kerusakan jaringan tubuh dan kematian. Akan sangat berbahaya untuk pasien dengan
kondisi sakit yang menerima LVP (Large Volume Parenteral) yang mengandung
endotoksin.

Salah satu metode uji pirogen adalah Rabbit Test. Digunakan kelinci sebagai
hewan coba. Hal ini dikarenakan kelinci memiliki respon fibriel yang mirip dengan
manusia. Pada uji pirogenitas, penyuntikan dilakukan pada pembuluh vena. Hal ini
bertujuan agar obat atau sediaan uji yang disuntikan, langsung terdistribusi ke dalam
aliran darah. Sehingga efek panas dari pirogen dapat langsung diamati.

6
Penyuntikan dilakukan pada vena auricularis, karena vena auricularis adalah
vena terbesar yang ada pada tubuh kelinci. Sehingga vena dapat dengan mudah dicari
dan dilihat. Sebelum dilakukan uji pirogen terhadap kelinci, perlu dilakukan
pengadaptasian terhadap kelinci, dengan tujuan untuk menghindari hasil yang positif
palsu, kelinci mengalami kenaikan suhu tubuh bukan disebabkan oleh sediaan uji,
melainkan kelinci stress dengan lingkungan yang baru karena sebelumnya tidak
diadaptasikan terlebih dahulu.

Uji pirogen dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu:


 Penentuan pirogen secara fisiko kimia. (kuantitatif pirogen)
1. Dengan fotokolorimetri. Reagen Tetrabrom phenolphthalein (TBP) dan
penambahan asam acetat 0,2 N, sehingga timbul warna.
2. Polarografi. Pirogen mempunyai panjang gelombang maksimum oksigen pada
polarografi.
3. Elektroforesis
4. Spektrofotmetri. Pirogen mempunyai absorbsi spektrum ultraviolet pada E
maksimum 265nm.
 Penentuan pirogen secara biologis. (kualitatif dari pirogen)
1. Pengujian pengukuran temperatur badan hewan percobaan. (Rabbit Test)
2. Perhitungan sel darah putih
3. Tes limulus (LAL test)

2.4 Sumber-sumber Pirogen


Pirogen dapat masuk dalam sediaan dalam arti berupa mikroorganisme hidup/mati.
Mungkin sumber terbesar dari berbagai kontaminasi adalah air yang digunakan pada
proses pembuatn. Walaupun destilasi yang tepat akan menyediakan air bebas pirogen,
kondisi penyimpanannya harus tidak dapat dimasuki oleh mikroorganisme dan
pertumbuhannya dicegah.
Sumber potensial yang lain dari kontaminasi adalah perlengkapan. Bahan-bahan
pirogenik melekat kuat pada gelas atau permukaan lain. Residu dari larutan dalam
peralatan yang digunakan sering terjadi menjadi kultur bakteriyang terkontaminasi
pirogenik. Walaupun peralatan yang sudah dicuci dibiarkan di udara dapat mengandung
nutrisi yang nyata untuk pertumbuhan mikroorganisme karena pengeringan tidak
menghancurkan pirogen, pirogen dapat tinggal dalam peralatan selama jangka panjang.

7
Pencucian yang baik akan menurunkan dan pemanasan kering akan mencegah
kontaminasi peralatan yang cocok untuk digunakan bahan terlarut dapat menjadi
sumber nitrogen. Bahan terlarut dapat mengkristal/mengendap dari larutan berair yang
mengandung kontaminasi pirogenik. Pada proses ini, pirogen dapat didihalangi melalui
lapisan partikel. Dalam beberapa kasus, bahan terlarut dapat dimurnikan dengan
rekristalisasi dan pencucian pengendapan atau cara lai untuk penghilangan pirogen.
Proses pembuatan harus diperhatikan sekali dansecepat mungkin untuk meminimalkan
kontaminasi. Tidak ada produk yang seharusnya disiapkan dengan proses yang lengkap
dalam satu hari kerja termasuk sterilisasi (RPS 18th : 1550).
Sumber-sumber pirogen adalah sebagai berikut :
1. Scoville’s : 196
Pada prinsipnya sumber pirogen adalah air destilat yang terlalu terkontaminasi
oleh bakteri yang tahan udara yang tumbuh dan menghasilkan endotoksin.
Sebagai tambahan, pirogen dapat dibawa ke destilat pada proses destilasi. Sumber
lain dari pirogen adalah air yang melekat pada permukaan dalam wadah atau botol
labu, yang dipakai dalam penyiapan larutan. Zat terlarut seperti dekstrosa dan
NaCl juga dapat dapat mengandung pirogen.
2. RPS 18th : 1550
Pirogen dapat masuk kedalam sediaan melalui beberapa cara berupa
mikroorganisme hidup atau mati. Mungkinsumber potensial terbesar dari berbagai
kontaminasi adalah air yang digunakan dalam proses. Walaupun destilasi yang
tepat akan menyediakan air bebas pirogen, kondisi penyimpanan harus tidak dapat
dimasuki oleh mikroorganisme dan pertumbuhannya dicegah. Sumber potensial
yang lain dari kontaminasi adalah perlengkapan. Bahan-bahan pirogen melekat
kuat pada gelas dan permukaan lain. Residu larutan dalam peralatan yang
digunakan sering menjadi media kultur bakteri dengan kontaminasi pirogenik.
Walaupun peralatan yang sudah dicuci dibiarkan basah dan dibiarkan diudara
dapat mengandung nutrisi yang nyata untuk pertumbuhan mikroorganisme karena
pengeringan tidak menghancurkan pirogen, pirogen dapat tinggal dalam peralatan
dalam jangka panjang. Pencucian akan mengurangi kontaminasi dan pemanasan
kering akan mencegah kontaminasi peralatan yang cocok untuk digunakan. Bahan
terlarut dapat menjadi sumber pirogen. Bahan terlarut dapat mengkristal atau
mengendap dari larutan berair yang mengandung kontaminasi pirogenik. Pada
proses ini, pirogen dapat dihalangi melalui lapisan partikel. Dalam beberapa

8
kasus, bahan terlarut dapat dimurnikan dengan rekristalisasi dan pencucian
pengendapan atau cara lain untuk penghilangan pirogen.
3. SDF : 46
Kebanyakan sumber utama dari pirogen adalah air yang digunakan untuk
membuat larutan. Walaupun air itu sendiri medium kultur yang buruk,
kontaminasi dapat terjadi melalui mikroorganisme yang membuat udara dan debu.
Seperti yang telah didiskusikan, inilah alasan satu-satunya digunakan dalam
sediaan adalah air untuk injeksi. Jika destilasi digunakan untuk menyiapkan air
untuk injeksi, masih perlu dirancang dan digunakan dengan lebih baik. Pirogen
dipindahkan dari air dengan destilasi, pirogen tidak menguap. Destilasi bebas
pirogen dikumpulkan dalam wadah steril dan bebas pirogen. Jika wadah tidak
bebas pirogen, pirogen dalam wadah akan dilarutkan dalam air, hal ini yang
menyebabkan pirogenik. Jika wadah tidak steril, mikroorganisme dapat tumbuh
dan memproduksi pirogen, menghasilkan larutan pirogenik. API, ketika
dikumpulkan dalam wadah bebas pirogen dan steril, harus digunakan kurang dari
24 jam untuk sediaan produk parenteral yang disterilakan pada perode ini. Jika air
untuk injeksi disimpan untuk waktu yang lebih panjang, air untuk injeksi dapat
disimpan dalam wadah bebas pirogen dan steril pada suhu 5o atau 30o, suyhu
dimana mikroorganisme tidak akan tumbuh, kemungkinan menghilangkan
pirogen. Pilihan lain adalah sterilisasi air untuk injeksi, dengan demikian
mempertahankan stabilitas sampai waktu penggunaaan.

2.5 Pencegahan Terhadap Pirogen


a. Scoville’s : 196-197
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah pemasukan dan
peningkatan pirogen dalam cairan parenteral. Hal paling penting adalah dengan
tepat merancang dan pengoperasian penyulingan, dicocokkan untuk mencegah
tetesan dari air mendidih kedalam destilat. Destilat harus dikumpulkan dalam
wadah yang telah dibilas dengan air destilat segar. Perlakuan untuk menghilagkan
tetesan-tetesan air yang terakumulasi yang dapat mengandung pirogen atau untuk
menghilangkan bahan pirogenik yang dapat mengering dan melekat pada bagian
dalam permukaan wadah.Usaha perlindungan menghindarkan kontaminasi destilat
oleh bakteri tahan udara harus dilatih. Air destilasi harus terlindung selama
penggumpalan dan harus digunakan sesegera mungkin setelah didestilasi untuk

9
mencegah perkembangbiakan bakteri yang mungkin ada. Larutan seharusnya
disaring, dikemas, disegel, dan disterilkan dengan secepat mungkin.
b. Scoville’s : 194
Jauh lebih baik mencegah pembentukan pirogen daripada mengusahakan
pemindahan atau penghancurannya. Namun, pirogen dapat dihilangkan dengan
adsorbsi pada penyaring asbestos aktif atau pada arang aktif. Kedua metode ini
digunakan, khususnya bila diperkirakan bahwa bahan kimia terkontaminasi
dengan pirogen. Metode penyaring asbes aktif terdiri dari sediaan larutan yang
dilewatkan melalui penyaring asbes kompresi dari serum seitz no 3 pirogen
diabsorbsi pada permukaan dari asbes dan oleh karena itu pirogen dihilangkan
dari larutan. Juga telah disebutkan bahwa pirogen dapat dihilangkan dengan
filtrasi melewati alat penyaring yang lain. Arang aktif juga menghilangkan
pirogen dari larutan dengan absorbsi. Larutan dikocok dengan 0,1 % arang aktif
serbuk halus selama 5-10 menit. Arang dibiarkan mengendap dan cairan
supernatan didekantasiatau arang dapat dihilangkan dengan penyaringan kertas
saring yang keras karena serbuk halus arang sulit dihilangkan dengan kertas
saring. Hudson menyarankan sistem penyaringan menggunakan kombinasi pasir
murni, kertas saring dan penyaring gelas sinter. Arang yang tergranulasi tidak
efektif menghilangkan pirogen.

2.6 Uji-Uji Pirogen


Untuk mendukung fakta bahwa larutan parenteral, perangkat serta untuk
administrasi mereka, bebas dari jumlah kontaminan berbahaya dari pyrogenic, Sampel
diambil dari setiap batch produksi dikenakan tes resmi untuk pirogen. Tes ini adalah tes
biologis menggunakan kelinci sebagai hewan uji, karena kelinci sangat sensitif terhadap
pirogen. (SDF, 1974 : 48)
Uji pirogen menggunakan kelinci sehat yang telah dijaga dalam keadaan
lingkunagan dan makanan yang tepat sebelum dilakukan uji. Temperature normal atau
temperature control diukur untuk tiap hewan yang akan digunakan. Temperatur ini
digunakan sebagai dasar penentuan setiap kenaikan temperature yang ditimbulakan
akibat dari penyuntikan larutan yang akan diuji. Kelinci-kelinci yang digunakan
temperaturnya tidak boleh berbeda lebih dari 1o, satu dengan yang lainnya, dan
temperature tubuh tersebut diperkirakan tidak akan meningkat. Ringkasan prosedur uji
tersebut adalah sebagai berikut : (Ansel, 1989: 419)

10
Jadikanlah alat suntik, jarum dan alat gelas bebas pirogen dengan cara memanaskan
pada temperature 250oC selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan cara lain yang
sesuai. Hangatkan produk yang akan diuji sampai temperature 37oC ± 2oC. (Ansel,
1989: 419)
Suntikkan produk yang akan diuji pada vena telinga setiap kelinci sebanyak 10 ml
per kg berat badan, selesaikan tiap suntikan dalam waktu 10 menit dihitung dari awal
pemberian. Catat temperature pada 1,2, dan 3 jam sesudah penyuntikan. Bila masing-
masing kelinci tidak ada ynag temperaturnya meningkat 0,6 oC atau lebih dari
temperature control masing-masing, dan jika hasil penjumlahan kenaikan temperature
dari 3 kelinci tidak lebih dari 1,4oC. Maka zat yang diuji memenuhi persyaratan bebas
pirogen. Jika kelinci-kelinci menunjukkan kenaikan temperature 0,6oC atau lebih atau
hasil penjumlahan kenaikan temperature 3 kelinci lebih dari 1,4oC, ulangi dengan
menggunakan 5 kelinci lain. Jika tidak lebih dari 3 dari 8 kelinci, masing-masing
menunjukkan kenaikan temperature 0,6oC atau lebih dan jumlah kenaikan temperature 8
kelinci tidak lebih dari 3,7oC, maka larutan memenuhi ppersyaratan bebas pirogen.
(Ansel. 1989: 419)
Baru-baru ini telah ditemui bahwa ekstrak sel darah ketam sepatu kuda (Limulus
polyphemus) mengandung system enzim dan protein yang menggumpal bila ada
liposakarida dalam jumlah kecil. Penemuan ini, merangsang perkembanga uji Limulus
amebocyte lysate (LAL) untuk mengetahui adanya pirogen dalam kerja penelitian dan
pengawasan selama proses berlangsung. Usulan-usulan untuk uji produk akhir obat
dengan LAL sedang dipertimbangkan oleh FDA. (Ansel, 1989: 419)
Uji LAL adalah metode spesifik untuk bakteri endotoksin, hanya untuk pirogen
yang signifikan pada kebanyakan pabrik farmasetikal dan peralatan medis. Test
didasarkan pada mekanisme primitive penggumpalan darah dari kepiting seperti Kuda
Amerika (Limuluspolyphemus). Berberapa enzim diletakkan pada sel darah amoeba
kepiting yang dipicuh oleh endotoksin perpanjangan koagulasi enzimatik yang di akhiri
dengan produksi di gel protenose. (Pharmaceutical Practice, 1990)
Test harus dihindarkan dari kontaminasi antimikroba sebelum dihindarkan, test ini
penting untuk memastikan bahwa tidak ada factor campuran dalam sediaan, peralatan
tidak menyerap endotoksin (seperti pada beberapa plastic) dan sensitifitas dari lisat
diketahui. (Pharmaceutical Practice, 1990)
Reagen test LAL disediakan dengan lyopilisasi sel di mubasit limulus. Volume
setara reagen LAL dan larutan test (0,1 mikron per masing-masing)dicampurkan dalam

11
gelas tube test elipirogenasi. Tube diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 1 jam, setelah
test wadah dibaca. Tube diambil dari incubator dan diubah. Bekuan oleh yang rusak
mengandung energy padatan merupakan factor dari test positif. Ketika digunakan pada
bagian ini bekuan gel uji awalnya, melewati test kegagalan dibatasi dan reagen sensitive
LAL. (Pharmaceutical Practice, 1990)
Test LAL tambahan test ini dapat digunakan dalam laboratorium farmaseutikal. Test
ini spesifik untuk endotoksin gram negative, dimana test pirogen kelinci sensitive untuk
semua pirogen endotoksin dan sumber lain disbanding gram negative. (Pharmaceutical
Practice, 1990).

1. Rabbit Pyrogen Test


Sejak awal mula dicantumkannya di USP pada tahun 1942, rabbit pyrogen test
secara esensial tetap tak berubah hingga sekarang. Oleh sebab itu, pada makalah ini
akan dibahas spesifikasi rabbit test yang tercantum pada edisi ke 22 dari USP dan
ulasan artikel yang ditulis oleh Peroneus pada tahun 1973. Mayoritas industri
parenteral bergantung pada LAL test untuk meyakinkan terbuatnya produk yang
bebas endotoksin. Untuk urusan biologis, beberapa negara seperti Kanada masih
membutuhkan pelaksanaan rabbit pyrogen test untuk produknya.
Uji pirogen dirancang untuk membatasi level yang masih dapat diterima dari
resiko reaksi demam yang dialami pasien saat administrasi sediaan dengan injeksi
dari produk. Tes ini melibatkan pengukuran kenaikan suhu dari kelinci setelah
pemberian injeksi intervena dari larutan uji dan dirancang untuk produk yang dapat
ditoleransi oleh kelinci uji pada dosis yang tidak melebihi 10ml per kg injeksi secara
intravena dalam periode waktu kurang dari 10 menit.Untuk produk yang
membutuhkan penyiapan dulu sebelumnya atau butuh administrasi dengan kondisi
khusus, ikuti aturan tambahan yang tercantum pada monografi masing-masing
sediaan, untuk senyawa antibiotik atau biologis, gunakan arahan yang tercantum
dalam federal regulation.
 Pemilihan Hewan
Tes pirogen dipilih menggunakan hewan kelinci karena kelinci dan manusia
memiliki respon fisiologis yang identik. Greisman dan Herrick membuktikan
bahwa pada kelinci dan manusia memiliki respon yang mirip pada nanogram
per kilogram untuk jumlah pirogenik endotoksin.

12
Bedasarkan USP, kelinci yang digunakan memiliki ketentuan sebagai
berikut:
• Kelinci sehat dan dewasa.
• Kelinci ditempatkan secara individual pada area dengan suhu seragam
(20-23°C)
• Sebelum menggunakan kelinci untuk pertama kalinya untuk tes pirogen,
kondisikan kelinci dengan tes menurut prosedur kecuali injeksi tidak
lebih dari tujuh hari sebelum digunakan
• Jangan menggunakan kelinci untuk pengujian pirogen lebih dari sekali
setiap 48 jam, atau sebelum 2 minggu setelah kenaikan maksimum dari
suhu 0,6°C saat sedang diuji pirogen
Beberapa strain kelinci dapat digunakan sebagai hewan uji untuk uji
pirogen. Faktor kunci dalam memilih kelinci adalah peternak hewan,
ketahanan kelinci terhadap penyakit, ukuran yang cukup untuk kemudahan
penanganan, telinga yang besar, dan laju kenaikan berat badan. Kelinci
albino adalah kelinci yang paling banyak digunakan, terutama strain dari
Selandia Baru dan Belgia.
Sangat penting bahwa kelinci koloni diperlakukan dengan hati-hati.
Tempat kelinci disimpan harus dikontrol suhu, kelembaban, pencahayaan,
dan kontaminasi potensial udara, dan makanannya. Setiap kelinci baru harus
dikarantina dan dipantau selama 1 sampai 2 minggu setelah diterima untuk
melihat adanya penyakit yang muncul. Bila kelinci sakit maka kelinci tidak
dapat disertakan dalam uji pirogen.
Kelinci harus dilatih untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan
lingkungan baru mereka di laboratorium pengujian pirogen. Metode yang
diterapkan telah ditinjau oleh Personeus. Kelinci harus terbiasa berada dalam
kandang mereka dan ditangani selama penyisipan termokopel ke rektal
kelinci dan injeksi produk uji.
Suhu basal tubuh kelinci berkisar antara 38,9°C dan 39,8°C (102,0–
103,6°F). Suhu awal diketahui dengan mengukur suhu rektal selama
konduktansi dengan tes palsu (mengikuti seluruh prosedur uji pirogen
menggunakan larutan natrium klorida bebas pirogen sebagai sampel yang
diinjeksi). Variasi suhu akan muncul dengan rentang yang dapat diterima
±0,2 ° C. jika lebih dari rentang, kelinci tidak dapat disertakan dalam uji

13
pirogen karena akan mempengaruhi kenaikan suhu akibat adanya pirogen.
Kisaran suhu normal kelinci bisa berubah-ubah. Oleh karena itu dibutuhkan
pemulihan kembali suhu tubuh kelinci ke suhu normal sebelum diinjeksi
Kelinci dapat menjadi toleran terhadap aktivitas pirogenik setelah
suntikan berulang. Oleh karenanya kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu
tubuhnya 0,6°C atau lebih selama tes pirogen tidak dapat digunakan lagi
sebagai hewan uji pirogen selama minimal 2 minggu. Hal ini dilakukan untuk
menormalkan kembali kelinci setelah terkena efek pirogen.

 Prosedur Rabbit Test (USP)


Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam uji pirogen
menggunakan kelinci berdasarkan USP:
a. Ruang
Uji dilakukan di area terpisah yang ditujukan untuk uji pirogen dan di
bawah kondisi lingkungan yang mirip dengan lingkungan dimana hewan
disimpan dan bebas dari gangguan yang membuat hewan stress. Fasilitas
yang digunakan memiliki dua ruangan dasar. Ruangan pertama digunakan
untuk kelinci uji antara, dan ruang yang lain digunakan untuk pengujian
pyrogen yang sebenarnya. Kelinci dalam restraining boxes dipindahkan
dengan gerobak (cart/wagon) dari ruang penahanan ke ruang uji. Kedua
ruangan harus memiliki pintu pemisah yang ditutup selama periode
pengujian pyrogen. Kondisi lingkungan di kedua ruangan harus identik.
b. Makanan dan minuman
Makanan ditahan terhadap kelinci selama periode pengujian. Akses air
diperbolehkan sepanjang waktu, tetapi dilarang selama pengujian.
c. Suhu
Jika pengukuran suhu rektal dimasukkan selama periode pengujian, maka
kelinci diberikan dalam kondisi cahaya yang pas agar kelinci dalam sikap
istirahat alami. Tidak lebih dari 30 menit sebelum injeksi dosis uji, suhu
kontrol dari masing-masing kelinci ditentukan. Suhu kontrol menjadi
dasar untuk menentukan kenaikan suhu yg dihasilkan dari injeksi larutan
uji. Kriteria kelinci yang digunakan adalah yg memiliki perbedaan suhu
kontrol tidak lebih dari 1° satu sama lain, dan tidak menggunakan kelinci
yg suhunya melebihi 39,8°.

14
d. Larutan uji
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, injeksikan ke
dalam masing-masing vena telinga dari tiga ekor kelinci sebanyak 10ml
dari larutan uji per kilogram berat badan, setiap suntikan dalam waktu
10menit setelah pemberian dimulai.
e. Pengujian alat
Untuk pengujian pirogen pada perangkat atau alat injeksi, lakukan
pencucian dan pembilasan permukaan yang bersentuhan dengan
parenterally-administered material atau dengan tempat suntikan atau
jaringan internal pasien. Sebagai contoh, 40ml salin steril dan bebas
pirogen, TS pada laju alir sekitar 10ml per menit dilewatkan melalui
setiap tabung dari 10 alat infus. Pastikan bahwa semua larutan uji
terlindungi dari kontaminasi. Lakukan injeksi setelah pemanasan larutan
uji pada suhu 37 ±2° C. catat suhu pada 1 dan 3 jam, serta interval
10menit antara injeksi setelahnya.
f. Kandang
Kelinci berada dalam suatu fasilitas dengan suhu terkontrol, sebagai
contoh pada 70° ± 5°F. kandang yang digunakan haruslah kandang
individual yang dirancang untuk menjaga kebersihan. Kandang didesain
harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh AAALAC.
g. Kebisingan
Kebisingan merupakan masalah besar dalam menjaga dan penggunaan
kelinci untuk pengujian pyrogen. Ruangan yang digunakan untuk
pengujian harus bebas kebisingan dan bebas dari aktivitas apapun.
Apapun yang menyebabkan kegembiraan pada kelinci (excitement)
berpotensi menyebabkan peningkatan suhu tubuh sebesar 0,2-1,0°C yang
tidak kembali normal dalam waktu 60-90 menit.

Uji pirogen menggunakan kelinci berlangsung selama 4-6 jam, oleh


karena itu kelinci uji harus berada dalam restraining box agar tidak bergerak
lincah, namun sebisa mungkin kelinci tetap nyaman. Kelinci ditahan di
bagian leher dan kepala untuk memungkinkan injeksi dosis uji ke dalam vena
telinga tanpa kelinci aktif menggerakkan kepalanya, namun kelinci tetap bisa
menggerakkan kaki dan punggungnya.

15
Gambar 7. Restraining boxes untuk kelinci.

Yang dibutuhkan untuk uji pirogen adalah:


a) Thermocouple
Thermocouple ini akan dimasukkan ke dalam rektum kelinci
dengan kedalaman tidak kurang dari 7,5 cm untuk mengukur suhu
pengujian. Setelah periode aklimatisasi (pengadaptasian) 30-45
menit, dicatat pembacaan pada suhu kontrol. Dalam 30 menit
perekaman suhu kontrol, dosis uji diadministrasikan ke kelinci.

Gambar 8. Pemasangan thermocouple pada restraining box kelinci.

b) Jarum suntik steril

16
Jarum berukuran 20-23 Gauge dibutuhkan untuk administrasi
dosis. Ukuran tepatnya jarum tergantung pada volume dosis. Pada
USP tertera bahwa dosisnya yaitu 10 ml/kg berat badan, kecuali
dinyatakan lain pada monografi obat. Misalnya, untuk injeksi
Phytonadione, dosis untuk tes pirogen adalah 2 ml/kg; sementara
untuk injeksi protamin sulfat, dosisnya hanya 0,5 ml/kg
(mengandung 10 mg/ml).
c) Larutan uji
Larutan uji harus dihangatkan pada suhu 37oC sebelum
diinjeksikan.
d) Alkohol 70%
Alkohol 70% diusapkan pada vena telinga kelinci sebelum obat
diinjeksikan, untuk membasmi kuman dan memperjelas vena.
 Prosedur uji pirogen menggunakan kelinci adalah sebagai berikut:
1. Pilih dan timbang kelinci yang sehat, sudah dilatih, dan suhu tubuhnya
stabil.
2. Atur kelinci pada restraining box dan pasang thermocouple pada rektum
kelinci sesuai kondisi yang dibutuhkan.
3. Tahan telinga kelinci di antara jari-jari tangan kiri dan arahkan telinga ke
bawah, tekan dengan ibu jari.
4. Posisikan perlahan jarum dengan ujung miring ke atas dekat ujung vena
telinga.
5. Secara perlahan injeksikan sejumlah kecil sampel untuk mengetahui
apakah jarum benar-benar berada di dalam vena. Jika tidak, gelembung
akan terbentuk atau akan terasa tekanan balik. Tarik jarum sedikit dan
tusuk kembali di tempat yang sesuai.
6. Usahakan menekan plunger jarum suntik dengan stabil, dan selesaikan
injeksi dalam waktu 10 menit.
7. Tarik kembali jarum dan tekan tempat injeksi dengan ibu jari untuk
menghindari perdarahan dan timbul bekas luka.

17
Gambar 9. Injeksi pada Pembuluh Vena Telinga Kelinci
8. Catat suhu di bagian rektal saat 1, 2, dan 3 jam setelah injeksi.
9. Cek keadaan kelinci dan peralatan secara berkala. Kadang-kadang, kelinci
bisa saja mengalami perdarahan dubur, iritasi, atau merasa tidak nyaman di
bagian kaki atau punggung; atau kawat thermocouple dapat rusak atau
perekam panas elektronik dapat tidak berfungsi. Jika hal ini terjadi,
penanganan segera harus dilakukan.

 Keterbatasan Uji Pirogen Kelinci USP


Pada USP, uji pirogen kelinci memiliki beberapa keterbatasan,dimana yang
ditetapkan kesempatan untuk uji Limulus Amebocyte Lysate sebagai
alternative yang mungkin untuk prosedur uji pirogen resmi.

Gangguan dari Uji Pirogen Kelinci


Banyak produk parenteral yang diberikan tidak dapat diuji untuk pirogen
dengan uji kelinci karena gangguan yang mereka buat pada respon kelinci
terhadap pirogen jika mereka muncul dalam produk tersebut. Setiap produk
memiliki efek samping menurunkan suhu badan, seperti prostaglandin dan
agen kemoterapi kanker, akan mengganggu respon kelinci. Beberapa produk
secara inheren toksik untuk kelinci dan harus diencerkan dengan konsentrasi
jauh di bawah dosis farmakologis efektif obat.

18
Tabel 3. Contoh Obat yang tidak Dapat diuji dengan Uji Pirogen USP

Meskipun sebagian besar keterbatasan dan kekacauan saat ini dari uji LAL,
tidak bisa dilupakan bahwa uji pirogen kelinci USP selama beberapa dekade
telah dianggap sebagai test yang cukup sensitif untuk pirogen dan telah
membantu untuk menghilangkan kontaminasi pirogenik dari obat-obat yang
telah dipasarkan, walaupun sebagian besar pabrik farmasetik dan peralatan
farmasi saat ini menggunakan uji LAL untuk tes pirogen.

2. Model In Vivo
Sebuah metode pengujian (model in vivo) yang menggunakan hewan hidup
sebagai modelnya tentunya memberikan sejumlah permasalahan yang diberikan oleh
system biologi. Variabilitas pada system biologi menimbulkan masalah besar. Tidak
ada dua kelinci yang akan memiliki suhu tubuh yang sama atau respon yang identic
pada sampel pirogen yang sama. Kelinci sangat sensitif dan rentan terhadap
lingkungannya. Hal Ini diartikan menjadi sebuah proposisi mahal dalam hal fasilitas,
kontrol lingkungan, dan penyesuaian hewan.
Pengujian pirogen kelinci tidak hanya mahal, tetapi juga melelahkan. Beberapa
jam dihabiskan dalam melakukan uji pirogen, termasuk sejumlah besar perlakuan
awal dalam penyiapan hewan. Kelinci harus diberi makan dan minum dengan benar,
kandang dibersihkan untuk mencegah penyakit, dan waktu yang dihabiskan dalam
penyesuaian hewan untuk beradaptasi dengan kondisi fasilitas pengujian pirogen dan
uji itu sendiri.

19
3. LAL (Limulus Amebocyte Lysate)
 Kelebihan :
1) Penanganan praktis
2) Pelaksanaan dan persiapan cepat
3) Personil dan ruangan lebih kecil
4) Sensitifitas terhadap endotoksin mencapai 0,01 — 0,04 ng/ml atau lebih kecil
 Kelemahan :
1) LAL mendeteksi endotoksin dan tidak mampu mendeteksi pirogen eksogen
lain
2) LAL tidak dapat digunakan untuk memeriksa beberapa sediaan secara
langsung, seperti Sediaan yang tidak dapat dinetralkan menjadi pH 6—7, dan
Sediaan yang mengandung zat penghambat pembentukan gel ( Ca2+,
tetrasiklin, kloramfenikol, dll)

20
BAB III

PEMBAHASAN

Sumber-sumber pirogen menurut beberapa ahli :


1. Menurut Scoville’s : 196 , piroen adalah air yang terkontamnasi oleh bakteri yang
tahan udara dan tumbuh dan menghasilkan endotoksin . zat seperti dextrose dan nacl
dapat mengandung zat pirogen.
2. RPS 18th : 1550
Sumber potensial terbesar dari berbagai kontaminasi adalah air yang digunakan dalam
proses. Kondisi penyimpanan harus tidak dapat dimasuki oleh mikroorganisme dan
pertumbuhannya dicegah. Sumber potensial yang lain adalah perlengkapan. Bahan-
bahan pirogen melekat kuat pada gelas dan permukaan lain. Residu larutan dalam
peralatan yang digunakan sering menjadi media kultur bakteri dengan kontaminasi
pirogenik.
3. SDF : 46
Kebanyakan sumber utama dari pirogen adalah air yang digunakan untuk membuat
larutan. Walaupun air itu sendiri medium kultur yang buruk, kontaminasi dapat terjadi
melalui mikroorganisme yang membuat udara dan debu. Jika destilasi digunakan
untuk menyiapkan air untuk injeksi, masih perlu dirancang dan digunakan dengan
lebih baik. Pirogen dipindahkan dari air dengan destilasi, pirogen tidak menguap.

Pencegahan Terhadap Pirogen

a. Scoville’s : 196-197
merancang dan pengoperasian penyulingan dapat mencegah zat pirogen masuk
kedalam sediaan steril , dicocokkan untuk mencegah tetesan dari air mendidih
kedalam destilat. Destilat harus dikumpulkan dalam wadah yang telah dibilas dengan
air destilat segar. Perlakuan untuk menghilagkan tetesan-tetesan air yang terakumulasi
yang dapat mengandung pirogen atau untuk menghilangkan bahan pirogenik yang
dapat mengering dan melekat pada bagian dalam permukaan wadah.Usaha
perlindungan menghindarkan kontaminasi destilat oleh bakteri tahan udara harus
dilatih. Air destilasi harus terlindung selama penggumpalan dan harus digunakan
sesegera mungkin setelah didestilasi untuk mencegah perkembangbiakan bakteri yang

21
mungkin ada. Larutan seharusnya disaring, dikemas, disegel, dan disterilkan dengan
secepat mungkin.
b. Scoville’s : 194
Jauh lebih baik mencegah pembentukan pirogen daripada mengusahakan pemindahan
atau penghancurannya. Namun, pirogen dapat dihilangkan dengan adsorbsi pada
penyaring asbestos aktif atau pada arang aktif. Kedua metode ini digunakan,
khususnya bila diperkirakan bahwa bahan kimia terkontaminasi dengan pirogen.
Metode penyaring asbes aktif terdiri dari sediaan larutan yang dilewatkan melalui
penyaring asbes kompresi dari serum seitz no 3 pirogen diabsorbsi pada permukaan
dari asbes dan oleh karena itu pirogen dihilangkan dari larutan. Juga telah disebutkan
bahwa pirogen dapat dihilangkan dengan filtrasi melewati alat penyaring yang lain.
Arang aktif juga menghilangkan pirogen dari larutan dengan absorbsi. Larutan
dikocok dengan 0,1 % arang aktif serbuk halus selama 5-10 menit. Arang dibiarkan
mengendap dan cairan supernatan didekantasiatau arang dapat dihilangkan dengan
penyaringan kertas saring yang keras karena serbuk halus arang sulit dihilangkan
dengan kertas saring. Hudson menyarankan sistem penyaringan menggunakan
kombinasi pasir murni, kertas saring dan penyaring gelas sinter. Arang yang
tergranulasi tidak efektif menghilangkan pirogen.

Macam macam tes pirogen


a. Rabbit Test
• Merupakan injeksi intravena ke tubuh kelinci di bawah kondisi tertentu ,
mencatat kenaikan suhu badan kelinci sebagai respon terhadap substansi
pirogenik dalam sediaan yang disuntikkan ke tubuh kelinci. Dipantau dan dicatat
temperatur 3 kelinci dalam jangka waktu tertentu
• Bahan dan alat yang dibutuhkan
1) Kelinci yang sudah dewasa dan sehat, serta memiliki spesies , umur, berat
badan dan jenis kelamin yang sama.
2) Syringe bebas pirogen
3) Gelas bebas pirogen
4) Thermometer yang sensitive terhadap perubahan suhu
• Prosedur
1) Kelinci dipuasakan 30 menit sebelum di injeksi

22
2) Tentukan suhu control kelinci masing masing berbeda , tidak boleh lebih
dari 1oC
3) Suntikkan 10 mL larutan uji / kg BB, ke pembuluh vena kelinci yang ada di
telinga
4) Catat Suhu Tubuh kelinci pada interval waktu 30 menit, 1 jam, dan 3 jam
setelah pemberian larutan uji

b. Model In Vivo
Sebuah metode pengujian (model in vivo) yang menggunakan hewan hidup
sebagai modelnya tentunya memberikan sejumlah permasalahan yang diberikan oleh
system biologi. Variabilitas pada system biologi menimbulkan masalah besar. Tidak
ada dua kelinci yang akan memiliki suhu tubuh yang sama atau respon yang identic
pada sampel pirogen yang sama. Kelinci sangat sensitif dan rentan terhadap
lingkungannya. Hal Ini diartikan menjadi sebuah proposisi mahal dalam hal fasilitas,
kontrol lingkungan, dan penyesuaian hewan.
Pengujian pirogen kelinci tidak hanya mahal, tetapi juga melelahkan. Beberapa
jam dihabiskan dalam melakukan uji pirogen, termasuk sejumlah besar perlakuan
awal dalam penyiapan hewan. Kelinci harus diberi makan dan minum dengan benar,
kandang dibersihkan untuk mencegah penyakit, dan waktu yang dihabiskan dalam
penyesuaian hewan untuk beradaptasi dengan kondisi fasilitas pengujian pirogen dan
uji itu sendiri.
c. LAL Test
Kegunaan untuk mengetahui keberadaan endotoksin
• Bahan dan alat yang dibutuhkan
1. LAL reagen water
2. Stop Reagen
3. NaOH
4. asam hidroklorat
5. tabung endotoksin
6. pipet ukur otomatis
7. stopwatch
8. vortex
9. spektrofotometer
10. microplate reader

23
• Cara Pengujian
d. Test Tube Method
1) Sampel diletakan keddalam tube bebas endotoksin (37°C)
2) Pada menit ke 0 tambahkan 50ɥl LALR
3) Pada menit ke 10 tambahkan 100ɥl reaen kromogenik
4) Pada menit ke 16 tambahkan 100ɥlstop reagen
5) Baca absrobansi pada 405-410 nm
e. Microplate Methode
1) Letakan sampel kedalam micoplate (37°C)
2) Pada menit ke 0 tambahkan 50ɥl LALR
3) Pada menit ke 10 tambahkan 100ɥl reaen kromogenik
4) Pada menit ke 16 tambahkan 100ɥlstop reagen
5) Baca absrobansi pada 405-410 nm

24
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

a. Pirogen adalah senyawa yang jika masuk ke dalam aliran darah akan mempengaruhi suhu
tubuh dan biasanya akan menimbulkan demam (Sudjadi, 2008).

b. Depirogenasi
Depirogenasi bahan, alat dan wadah pada produksi sediaan farmasi dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu inaktivasi (destruksi) atau removal.

c. Sumber sumber pirogen


1) alat-alat produksi,
2) pelarut yang digunakan
3) raw material
4) kemasan yang digunakan

d. Test pirogen
1) Rabbit test
2) LAL
3) In Vitro Pyrogen Test

25
DAFTAR PUSTAKA

 Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Penerbit UI


Press.
 Aulton, Michael. 1990.Pharmaceutical Practice. London : Oritic Livingston.
 Ganong, W.F. 2002. Pengaturan Sentral Fungsi Visera. Dalam :Widjajakusumah
M.D., Editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC.
 Gennaro,A.R,et al.1990. Remingons Pharmaceutical Science 18th Edition.
Pensylvania:Marck publishing company.
 Nelwan, R.H.H., 2006. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata M., dan Setiati, S., Editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid Ketiga. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen
Ilmu Penyakit Dalam.
 Sudjadi.2008.Bioteknologi kesehatan. Yogyakarta: penerbit kanisius(anggota IKAPI).
 Suwandi. 1988. Uji Pirogenitas dengan Kelinci dan Limulus Amebocyt Lysate.
Cermin Dunia Kedokteran no.52.
 Turco, Salvatore dan Robert E. 1974. Sterile Dosage Forms. London : Published in
Great Britain by Henry Kimpton Publishers.
 Walter F., PhD. Boron. 2003. Medical Physiology: A Cellular And Molecular
Approaoch. Elsevier/Saunders. p. 1300. ISBN 1-4160-2328-3.

26

Anda mungkin juga menyukai