PENDAHULUAN
Tujuan dari praktikum ini agar mahasiswa dapat mengenal alat atau mesin yang
digunakan dalam perbengkelan pertanian, agar mahasiswa dapat mengetahui
fungsi dari alat atau mesin yang digunakan dalam perbengkelan pertanian, agar
mahasiswa dapat membagi alat-alat perbengkelan berdasarkan penggolongannya,
dan agar mahasiswa dapat menginventarisasi dapat alat atau mesin perbengkelan
pertanian. Kegunaan dari praktikum ini kita dapat mengetahui golongan dari alat-
alat bengkel dan menginventarisasi peralatan bengkel pertanian.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Agar kondisi setiap alat yang ada di dalam bengkel selalu terjaga, selain
diberlakukanya sebuah peraturan maka perlu juga diadakan menejemen
pemeliharaan bengkel proyek. Menurut Santosa (2017), pemanfaatan dan
penggunaan bengkel agar terawat, terpelihara dengan baik, perlu dilakukan
tindakan sebagai berikut :
A. Pemeliharaan Terencana (Planned Maintenance)
Pemeliharaan terencana adalah porses pemeliharaan yang diatur dan
diorganisasikan untuk mengantisipasi perubahanyang terjadi terhadap peralatan di
waktu yang akan datang. Dalam pemeliharaan terencana terdapat unsur
pengendalian dan unsur pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya. Pemeliharaan terencana merupakan bagian dari sistem manajemen
pemeliharaan yang terdiri atas pemeliharaan preventif, pemeliharaan prediktif,
dan pemeliharaan korektif. Tujuannya untuk mencegah dan mengurangi
kemungkinan suatu komponen tidak memenuhi kondisi normal. Pekerjaan yang
dilakukan dalam
pemeliharaan preventif adalah: mengecek, melihat, menyetel, mengkalibrasi
melumasi, dan pekerjaan lain yang bukan penggantian suku cadang berat.
B. Pemelihataan Tak Terencana
Pemeliharaan tak terencana adalah jenis pemeliharaan yang dilakukan secara
tiba-tiba karena suatu alat atau peralatan akan segera digunakan. Seringkali terjadi
bahwa peralatan baru digunakan sampai rusak tanpa ada perawatan yang berarti,
baru kemudian dilakukan perbaikan apabila akan digunakan. Dalam manajemen
sistem pemeliharaan, cara tersebut dikenal dengan pemeliharaan tak terencana
atau darurat (emergency maintenance). Pada umumnya metode yang digunakan
dalam penerapan pemeliharaan adalah metode darurat dan tak terencana.
C. Peralatan Yang Perlu Pemeliharaan
Sebelum sistem pemeliharaan terencana diterapkan, harus diketahui peralatan apa
saja yang sudah ada dan berapa jumlahnya. Untuk itu, pekerjaan dapat dimulai
dengan suatu daftar inventaris yang lengkap untuk menjawab pertanyaan di atas.
Hal tersebut merupakan persyaratan utama dan layak dijadikan sebagai tugas
pertama untuk menyusun system pemeliharaan yang baik. Daftar inventaris yang
akurat dan rinci dari segi teknis akan sangat berguna untuk sistem pemeliharaan
terencana. Selanjutnya daftar inventaris peralatan tersebut dikelompokkan
menjadi sejumlah kelompok yang sesuai dengan jenisnya. Sebagai contoh:
kelompok alat-alat tangan, alat-alat khusus (special service tool/SST), alat-alat
ukur dan sebagainya
D. Lokasi Penyimpanan Alat
Penempatan tiap peralatan harus jelas sesuai dengan pengelompokannya sehingga
memudahkan dalam pencarian alat tersebut. Apabila terjadi pemindahan alat
hendaknya bersifat sementara dan setelah selesai digunakan dapat dikembalikan
pada tempat semula.
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu
dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident)
atau nyaris celaka (near-miss). Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai
suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Menurut Undang-Undang Pokok
Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu
kondisi kesehatan pekerja yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial,
dengan usaha pencegahan maksimal mungkin dan pengobatan terhadap penyakit
atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja
maupun penyakit umum (Wicaksono dan Singgih, 2011).
Adanya kemungkinan kecelakaan yang terjadi pada proyek konstruksi akan
menjadi salah satu penyebab terganggunya atau terhentinya aktivitas pekerjaan.
Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan
kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah
pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan selain menjadi hambatan
langsung, juga merugikan secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan
peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada
lingkungan kerja, dan lain-lain. Tujuan keselamatan kerja adalah untuk
melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
masyarakat, menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja,
dan sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien Hal
senada juga diamanatkan oleh UU No. 1 tahun 1970 Pasal 3 (Hargiyarto, 2011).
Salah satu masalah yang hampir setiap hari terjadi di tempat kerja adalah
kecelakaan yang menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan, seperti kerusakan
peralatan, cedera tubuh, kecacatan bahkan kematian. Kemungkinan terjadinya
kecelakaan akibat kurang terjaganya keselamatan kerja lebih tinggi daripada yang
lainnya, dua dari tiga kecelakaan terjadi akibat orang jatuh, terpeleset, tergelincir,
tertimpa balok, 205 dan kejatuhan benda di tempat kerja. Saat kecelakaan kerja
terjadi akan mengakibatkan efek kerugian, karena itu sebisa mungkin dan sedini
mungkin, kecelakaan atau potensi kecelakaan kerja harus dicegah atau
dihilangkan, setidak-tidaknya dikurangi dampaknya. Penyebab kecelakaan di
tempat kerja meliputi kelelahan, kondisi tempat kerja dan pekerjaan yang tidak
aman, kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan (Hargiyarto, 2011).
Ada dua penyebab kecelakaan kerja ada dua hal, yaitu faktor perorangan dan
faktor pekerjaaan, kesalahan manusia dan kondisi yang tidak aman, faktor
alat/mesin, faktor manusia dan faktor lingkungan, tidak mengetahui tata cara yang
aman, tidak memenuhi persyaratan kerja dan tidak ingin mematuhi peraturan dan
persyaratan kerja. Adapun risiko bahaya yang mengancam tenaga kerja di tempat
kerja terdiri dari bahaya fisik (kebisingan, penerangan, tata udara), bahaya biologi,
bahaya kimia dan bahan berbahaya lainnya serta risiko psikologis. Dalam
manajemen bahaya (hazard management) dikenal lima prinsip pengendalian
bahaya yang bisa digunakan secara bertingkat/ bersama-sama untuk mengurangi
atau menghilangkan tingkat bahaya. Kelima prinsip tersebut adalah penggantian,
juga dikenal sebagai (engineering control) pemisahan melalui pemisahan fisik,
pemisahan waktu, dan pemisahan jarak, ventilasi, pengendalian, serta
perlengkapan pada erlindungan personel (Hargiyarto, 2011).
Definisi lain “Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan
mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan
lingkungannya serta cara–cara melakukan pekerjaan. Kinerja suatu karyawan
adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu yang secara terencana pada waktu dan
tempat dari karyawan serta kepada organisasi yang bersangkutan. Pemanfaatan
bengkel perlu ada tindakan pengelolaan dan perawatan secara benar. Ketepatan
waktu menyangkut kesesuaian penyelesaian pekerjaan dengan waktu yang
direncanakan untuk melakukan sesuatu (Wicaksono dan Singgih, 2011).
3. METODE
Praktikum Pengenalan dan Inventarisasi alat-alat bengkel ini dilakukan pada hari
Kamis, 27 Februari 2020 pada pukul 13.00 WITA sampai selesai, bertempat di
Laboratorium Perbengkelan Pertanian, Prodi Keteknikan Pertanian, Departemen
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu semua peralatan yang ada
di dalam bengkel, sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
alat tulis menulis.
4.1 Hasil
5. PENUTUP
Kesimpulan
Astuti M., 2017, Buku Panduan Praktek Lapangan, Institut Pertanian Stiper,
Yogyakarta.
Hargiyanto P., 2011, “Analisis Kondisi Dan Pengendalian Bahaya Di Bengkel /
Laboratorium Sekolah Menengah Kejuruan”, Jurnal Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan, Vol. 20, No.2, Hh. 203-205.
Mulyanto E., 2016, “Pengelolaan Bengkel Teknik Mekatronika”, Tesis, Vol. 2,
No. 1, Hh. 2-4.
Santosa P. S., 2017, “Pengelolaan Laboratorium Di Perguruan Tinggi”, Bahari
Jogja, Vol. 14, No. 25, Hh. 1-6.
Wicaksono I. K., dan Singgih M., 2011, “Manajemen Risiko K3 (Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja) Pada Proyek Pembangunan Apartemen Puncak
Permai Surabaya”, Prosing Seminar Nasional Teknologi XIII, Vol. 1, No.
1, Hh. 1-3.
LAMPIRAN