Anda di halaman 1dari 25

Tinjauan Pustaka

Trichiasis

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik


Senior pada Bagian/SMF Imu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin/RSUDZA Banda Aceh

Disusun oleh :

Asti Sauna Mentari

Pembimbing :
dr. Jamhur, Sp.M

BAGIAN/SMF IMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menciptakan
manusia dengan akal, budi, serta berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tinjauan pustaka yang berjudul “Trichiasis”. Shalawat beriring salam
kami sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan
panutan bagi umatnya.
Adapun tinjauan pustaka ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalankan
kepaniteraan klinik senior pada bagian/SMF Imu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala, RSUDZA Banda Aceh. Kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Jamhur, Sp.M yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan
tugas ini.
Kami menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran
dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan kami terima dengan tangan
terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, Juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi 5
Anatomi 7
Fisiologi 11
Insidensi 11
Etiologi & Patomekanisme......................................................................................12
Gambaran Klinis...................................................................................17
Diagnosis 17
Komplikasi 19
Penatalaksanaan.......................................................................................................19
2
Prognosis 22

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................23

DAFTAR
GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Bulu Mata dengan Trikiasis..........................................................................5
Gambar 2 Trakomatous Trikiasis..................................................................................6
Gambar 3 Gross Anatomi Palpebra...............................................................................7
Gambar 4 Struktur palpebra superior............................................................................9
Gambar 5 Tarsus dan septum orbita..............................................................................9
Gambar 6 Palpebra superior: tampak trakoma dengan jaringan sikatrik.......................13
Gambar 7 Palpebra superior : Trakomaatous trikiasis..................................................13
Gambar 8 Blefaritis ulseratif. Tampak krusta dan eritema pada margo palpebra.........14
Gambar 9 Tampak madarosis pada bagian lateral palpebra inferior.............................14
Gambar 10 Hodeolum eksterna palpebra superior........................................................14
Gambar 11 Konjungtivitis membranous.......................................................................15
Gambar 12 Sikatriasial pemphigoid.............................................................................16
Gambar 13 Sikatrikal entropion...................................................................................16
Gambar 14 Distikiasis..................................................................................................17
Gambar 15 Trikiasis pada palpebra inferior.................................................................18
Gambar 16 Trikiasis dengan vaskularisasi kornea........................................................19
Gambar 17 Elektrolisis.................................................................................................20
Gambar 18 Cryotherapy...............................................................................................21
Gambar 19 Teknik modifikasi Ketssey’s.....................................................................21

3
4
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Trikiasis adalah suatu keadaan dimana bulu mata tumbuh mengarah pada
bola mata yang akan menggosok kornea atau konjungtiva. Bulu mata dapat
tumbuh dalam posisi yang abnormal sementara palpebra tetap pada posisi normal.
Pertumbuhan bulu mata ke arah bola mata yang disertai dengan keadaan
melipatnya margo palpebra ke arah dalam (entropion) disebut pseudotrikiasis.1,3, 5,7

Gambar 1. Bulu mata dengan trikiasis2

Trikiasis merupakan suatu kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke arah
bola mata. Trikiasis dapat timbul akibat proses sikatrik apapun. Di negara-negara
berkembang, trakoma merupakan penyebab penting dan trikiasis merupakan penyebab
kebutaan terkait dengan trakoma. Walaupun tidak ada data pasti tentang angka kejadian
gangguan penglihatan ataupun kebutaan akibat trikiasis terkait dengan kasus trakoma di
Indonesia, namun dengan berhasilnya Program Kesehatan Masyarakat dalam
mengontrol infeksi trakoma dan defisiensi vitamin A maka secara tidak langsung terjadi
penurunan kebutaan karena penyakit tersebut.1,2,3,4
Gambar 2. Trakomatous trikiasis
Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata serta mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata depan kornea. Palpebra merupakan alat
menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar
dan pengeringan bola mata. Palpebra juga menyediakan elemen kimia penting pada
lapisan air mata prekorneal, dan membantu mendistribusikan lapisan ini ke seluruh
permukaan bola mata. Selama fase mengedip, kelopak mata mendorong air mata ke
kantus medial dan masuk ke dalam sistem drainase pungtum lakrimal. Bulu mata yang
ada di sepanjang tepi kelopak mata membersihkan partikel-partikel dari depan mata, dan
pergerakan konstan serta refleks kelopak mata mencegah kornea dari trauma ataupun
cahaya yang menyilaukan.1,2,3
Komplikasi trikiasis yang perlu diwaspadai adalah terjadinya ulkus kornea. Pada
ulkus kornea yang progresif, dapat terjadi infiltrasi sel radang dan limfosit sehingga
akhirnya terbentuk jaringan parut atau sikatrik sehingga memberikan kekeruhan pada
kornea. Terapi dapat berupa epilasi bulu mata yang mengalami trikiasis. Rekurensi
dapat diatasi dengan krioterapi atau elektrolisis.1
B. ANATOMI

Gambar 3. Gross Anatomi Palpebra2

Palpebra terdiri dari bagian orbita dan bagian tarsal yang dipisahkan oleh sulcus
palpebra. Palpebra superior dan inferior bertemu pada kantus lateral dan medial. Ketika
mata terbuka, palpebra superior menutupi 1/6 bagian ornea dan palpebra inferior hanya
menutupi bola mata sampai batas limbus saja. Ruang elips antara kedua palpebra yang
dibuka disebut fissura palpebra. Normalnya fissura palpebra berukuran 10-11 mm
vertikal dan 28-30 horizontal. Margo palpebra terbagi menjadi dua bagian yang
dipisahkan oleh punctum lacrimalis, di medial disebut bagian lacrimalis dan dilateral
disebut bagian siliaris. Bagian lacrimalis berbentuk bulat dan tidak ditumbuhi bulu mata
serta tidak memiliki kelenjar. Bagian siliaris, terdiri dari margo anterior, margo
posterior, dan lamellae yang memisahkan kedua bagian tersebut.2

Dari anterior ke posterior, secara berurutan palpebra terdiri dari beberapa lapisan,
yaitu2 :
1. Kulit
Kulit merupakan lapisan anterior dengan jaringan subkutaneous. Palpebra memiliki
kulit yang tipis ± 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan. Kulit disini sangat halus
dan mempunyai rambut vellus halus dengan kelenjar sebaseanya, juga terdapat
sejumlah kelenjar keringat.
2. Jaringan areolar subkutis
Dibawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang dapat meluas pada edema
masif atau dapat berisi darah
3. Lapisan otot lurik
Terdiri dari M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan
bawah, dan terletak dibawah kulit kelopak. Otot ini meliputi tiga bagian : mata,
palpebra, dan lacrimal. Otot ini berfungsi dalam proses menutup mata dan
dipersarafi oleh cabang zygomaticum dari N. Fasialis. Itulah sebabnya, pada
paralisis N. Fasialis dapat terjadi Lagopthalmus yang dapat berkomplikasi menjadi
keratitis.
Selain itu, pada palpebra superior juga terdapat M. Levator Palpebra superior.
Otot ini terletak pada apex bola mata dan berinsersi pada tiga bagian yaitu pada
kulit palpebra, permukaan anterior tarsus, dan pada fornix konjungtiva superior.
Otot ini berfungsi untuk mengangkat palpebra (membuka mata) dan dipersarafi
oleh cabang N. Oculomotius.
4. Jaringan areolar submuskular
Jaringan areolar submuskular adalah suatu jaringan ikat longgar. Saraf dan
pembuluh darah terdapat pada bagian ini. Sehingga, untuk kepentingan anestesi
palpebra, obat di injeksikan pada bagian ini.
5. Jaringan fibrous
Jaringan fibrous ini terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Tarsus
Tarsus merupakan jaringan ikat fibrous panjangnya ± 25 mm, yang dihubungkan
pada tepian orbita oleh tendo-tendo kanthus medialis dan lateralis. Didalamnya
terdapat kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas) yang membentuk “oily
layer” dari air mata.

b. Septum orbita
Septum orbita merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan. Septum merupakan sawar penting
antara palpebra dan orbita.
6. Lapisan otot polos
Terdiri dari M. Muller yang terletak jauh ke dalam septum orbita pada kedua
palpebra. Pada palpebra superior, otot ini berasal dari serat M. levator palpebra
superior dan pada palpebra inferior berasal dari perpanjangan M. Rectus inferior;
berinsersi pada tepi tarsus.
7. Konjungtiva
Bagian konjungtiva yang melapisi paalpebra disebut konjungtiva palpebra. Terdiri
dari tiga bagian : marginal, tarsal dan orbital. Konjungtiva tarsal melalui forniks
menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai
sel Goblet yang dapat menghasilkan musin.

Gambar 4. Struktur palpebra superior2

Gambar 5 . Tarsus dan septum orbita2


Margo Palpebra

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, margo palpebra bagian siliaris, terdiri
dari margo anterior, margo posterior, dan lamellae yang memisahkan bagian tersebut.
Lamellae palpebra dibagi menjadi dua oleh garis kelabu (grey line) menjadi lamellae
anterior dan lamellae posterior. Grey line merupakan perbatasan antara kulit dengan
konjungtiva tarsal. Pemisahan kelopak mata pada prosedur operasi dilakukan pada garis
ini.2,3
a) Lamellae anterior

1. Bulu mata
Bulu mata tumbuh dari tepian palpebra dan arah pertumbuhannya menjauhi tarsus.
2. Glandula Zeis
Kelenjar ini adalah modifikasi kelenjar sebasea yang bermuara ke dalam folikel rambut
pada dasar bulu mata.
3. Glandula Moll
Kelenjar ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris
dekat bulu mata atau pada folikel rambut pada dasar bulu mata.

b) Lamellae posterior
Lamellae palpebra posterior atau tarsus berkontak dengan bola mata, dan pada bagian
ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar meibom. Kelenjar meibom memproduksi
sekret (sebasea) yang berfungsi sebagai lapisan lapisan film air mata.
Vaskularisasi
Pasokan darah ke palpebra datang dari arteri lakrimalis dan oftalmika melalui
cabang-cabang palpebra lateral dan medial. Anastomosis antara arteri palpebra lateralis
dan medialis membentuk arcade tarsal yang terletak di dalam jaringan areolar
submuskular. Drainase vena dari plexus post trasal palpebra mengalir ke dalam vena
oftalmika dan plexus pre tarsal mengalir ke dalam vena subkutaneus.
Pembuluh limfe dari segmen lateral palpebra berjalan ke dalam nodus pre-auricular dan
parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan isinya ke dalam
limfonodus submandibular.2
Innervasi
Persarafan motorik palpebra berasal dari cabang N. Fasialis (mempersarafi M.
Orbicularis oculi), N. Oculomotor ( mempersarafi M. Levator palpebra superior), dan
serabut saraf simpatis (mempersarafi M. Muller). Persarafan sensoris palpebra berasal
dari cabang pertama dan kedua dari N. Trigeminus (N.V). Nervus lakrimalis,
supraorbitalis, supratrokhlearis, infratrokhlearis dan nasalis eksterna kecil adalah
cabang-cabang dari divisi oftalmika (pertama) dari N. Trigeminus. Nervus infraorbitalis,
zigomaticofacialis, zigomaticotemporalis merupakan cabang-cabang dari divisi
maksilaris (kedua) N. Trigeminus.2

C. FISIOLOGI

1. Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior


Pelpebra merupakan jaringan yang mudah digerakkan yang terletak di depan
bola mata. Palpebra berfungsi untuk melindungi bola mata terhadap trauma,
trauma sinar dan pengeringan bola mata. 1,2,3
2. Mensekresi lapisan lemak dari lapisan air mata
Pada palpebra terdapat glandula meibom atau glandula tarsal pada stroma
tarsal tersusun secara vertikal. Terdapat sekitaar 30-40 kelenjar pada
palpebra superior dan sekitar 20-30 pada palpebra inferior. Kelenjar ini
adalah modifikasi dari kelenjar sebasea. Duktus glandula meibom ini
terdapat pada margo palpebra dan berfungsi untuk mensekresikan lipid untuk
membentuk lapisan terluar film air mata di depan kornea. Saat palpebra
menutup, film air mata akan tersebar ke konjungtiva dan kornea.2
3. Berperan dalam sistem drainase lakrimal
Ketika mata menutup oleh kerja M.orbicularis oculi, sakkus lakrimalis
melebar dan tekanan negatif mengisap air mata masuk ke dalam sakkus
lakrimalis. Ketika mata terbuka, terjadi tekanan positif pada sakkus
lakrimalis, hal inilah yang menyebabkan air mata bergerak turun menuju
duktus nasolakrimalis. Proses ini disebut pompa lakrimal (lacrimal pump).3

D. INSIDENSI
Trikiasis termasuk kelainan pada palpebra yang jarang berdiri sendiri.
Biasanya terjadi bersama penyakit lain seperti trakoma, sikatrisial pemfigoid,
entropion, dan trauma lainnya yang mengenai palpebra. Trakoma merupakan
penyebab terpenting terjadinya trikiasis. Terdapat ± 50 negara yang termasuk
negara endemik trakoma. Negara-negara tersebut tersebar di benua afrika, timur
tengah, asia tenggara, india, dan amerika selatan. Laporan terbaru WHO pada
tahun 2013 menyebutkan bahwa terdapat ± 40 juta orang menderita trakoma, 8.2
juta orang diantaranya menderita trikiasis dan 1.3 juta orang menderita kebutaan
sebagai komplikasinya.8
Di Indonesia sendiri, walaupun tidak ada data pasti tentang angka kejadian
gangguan penglihatan ataupun kebutaan akibat trikiasis terkait dengan kasus
trakoma, namun dengan berhasilnya Program Kesehatan Masyarakat dalam
mengontrol infeksi trakoma dan defisiensi vitamin A maka secara tidak langsung
terjadi penurunan angka kebutaan karena penyakit tersebut.4

E. ETIOLOGI DAN PATOMEKANISME

Trikiasis sering kali berasal dari inflamasi atau jaringan sikatrik palpebra
yang terbentuk setelah menjalani operasi palpebra, trauma, kalazion, atau
blepharitis ulseratif. Kelainan ini juga dihubungkan dengan penyakit sikatrik
kronik seperti sikatrisial pemphigoid, penyakit infeksi seperti trakoma serta
sindrom steven johnson. Proses inflamasi tersebut akan menyebabkan
terbentuknya jaringan parut atau sikatrik. Sikatrik yang terbentuk pada bagian
lamella posterior palpebra, menyebabkan posisi silia mata tumbuh mengarah ke
bola mata. Berikut ini adalah beberapa penyakit yang sering menjadi penyebab
trikiasis2,3,9 :
1. Trakoma
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
tetapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak.1 Infeksi
Chlamydia trachomatis ini menyebabkan reaksi inflamasi yang predominan
limfositik dan infiltrat monosit dengan plasma sel dan makrofag dalam folikel.
Infeksi konjungtiva yang rekuren menyebabkan inflamasi yang kronik dan
menyebabkan terbentuknya suatu jaringan parut pada konjungtiva tarsus superior
sehingga mengakibatkan perubahan bentuk pada tarsus yang selanjutnya dapat
mengubah bentuk palpebra superior berupa membaliknya bulu mata ke arah bola
mata (trikiasis) atau seluruh tepian palpebra (entropion) sehingga bulu mata terus-
menerus menggesek kornea.1,2,4
Gambar 6. Palpebra superior: tampak trakoma dengan jaringan sikatrik2

Gambar 7. Palpebra superior : Trakomaatous trikiasis2

2. Blefaritis ulseratif
Merupakan peradangan margo palpebra dengan tukak akibat infeksi
staphylococcus. Pada blefaritis olseratif terdapat krusta berwarna kekuningan,
serta skuama yang kering dan keras, yang bila keduanya diangkat akan terlihat
ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah disekitar bulu mata. Penyakit ini sangat
infeksius. Ulserasi berjalan lanjut dan lebih dalam sehingga merusak follikel
rambut mengakibatkan rontok (madarosis), dan apabila ulkus telah menyembuh
akan membentuk jaringan parut atau sikatrik. Sikatrik ini akan menimbulkan
tarikan sehingga menyebabkan bulu mata tumbuh mengarah ke bola mata
(trikiasis).2
Gambar 8. Blefaritis ulseratif. Tampak krusta dan eritema pada margo palpebra3

Gambar 9. Tampak madarosis pada bagian lateral palpebra inferior3


3. Hordeolum eksterna
Hordeolum eksterna adalah inflamasi supuratif akut yang terjadi pada
glandula Zeis atau Moll.2

Gambar 10. Hodeolum eksterna palpebra superior2


Dapat disebabkan oleh kebiasaan menggaruk mata dan hidung, blafaritis
kronik dan diabetes mellitus. Dapat juga disebabkan oleh infeksi Staphylococcus
aureus. Hordeolum eksterna terbagi menjadi dua stadium yaitu stadium sellulitis
dan stadium abses. Pada stadium selulitis hanya didapatkan tanda-tanda inflamasi
seperti gambaran edema yang berbatas tegas, kemerahan dan teraba keras.
Sedangkan pada stadium abses, telah tampak gambaran pus pada margo palpebra
yang dapat mempengaruhi bulu mata.2
4. Konjungtivitis membranous
Konjungtivitis membranous adalah suatu penyakit inflamasi yang terjadi
pada konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi Corynebacterium diphtheriae,
ditandai dengan terbentuknya membran pada konjungtiva.2

Gambar 11. Konjungtivitis membranous2

Saat ini, penyakit ini sudah sangat jarang dijumpai oleh karena
menurunnya angka kejadian difteri. Hal ini disebabkan karena immunisasi difteri
berjalan sangat efektif. Corynebacterium diphtheriae menyebabkan inflamasi
hebat pada konjungtiva dan menyebbkan deposisi eksudat fibrin pada permukaan
dan bagian yang lebih dalam pada konjungtiva sehingga akhirnya
terbentukmembran. Membran biasanya terbentuk pada konjungtiva palpebra.
Pengelupasan membran dihubungkan dengan adanya nekrosis koagulatif.
Akhirnya penyembuhan berlangsung dengan terbentuknya jaringan granulasi.
Penyakit ini terbagi menjadi tiga stadium yaitu stadium infiltrasi, supurasi, dan
sikatrisasi. Pada stadium sikatrisasi, permukaan konjungtiva yang telah tertutup
oleh jaringan granulasi mengalami epitelisasi. Penyembuhan luka terjadi melalui
pembentukan jaringan parut atau sikatrik yang dapat menyebabkan terjadinya
trikiasis dan xerosis konjungtiva.2
5. Sikatrisial pemphigoid
Sikatrik Okuler Pemphigoid (SOP) atau mucous membrane pemphigoid
adalah kelainan autoimun kronik yang ditandai dengan adanya bullae pada
konjungtiva. SOP merupakan kelainan yang bersifat bilateral, mengenai kedua
mata dan lebih sering ditemukan pada wanita lanjut usia. Gejalanya dapat berupa
rasa nyeri dan sensai benda asing pada mata disertai kotoran mata. Salah satu
tanda SOP adalah simblefaron, yaitu adhesi antara konjungtiva palpebra dan
konjungtiva bulbi. Hal ini menunjukkan terjadinya proses pembentukan sikatrik
subepitelial yang progresif. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya trikiasis
apabila terbentuk sikatrik yang tebal. Trikiasis ini dapat menyebabkan keratinisasi
pada permukaan kornea dan konjungtiva.10

Gambar 12 . Sikatriasial pemphigoid11


6. Entropion
Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau
margo palpebra kearah dalam. Hal ini menyebabkan 'trichiasis' dimana bulu mata
yang biasanya mengarah keluar kini menggosok pada permukaan mata.2,3
Entropion bisa ditemukan pada semua lapisan umur namun entropion
khususnya entropion involusional lebih sering ditemukan pada orangtua.
Entropion lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini mungkin
disebabkan lempeng tarsal pada wanita rata-rata lebih kecil dibandingkan pada
pria. Entropion involusional biasanya ditemukan lebih sering pada palpebra
inferior sedangkan entropion sikatrik lebih sering pada palpebra superior dan
paling sering didahului oleh trakhoma.2,3

Gambar 13. Sikatrikal entropion2


7. Distikiasis
Distikiasis adalah terdapatnya pertumbuhan bulu mata abnormal atau
terdapatnya duplikasi bulu mata daerah tempat keluarnya saluran meibom.
Berbentuk lebih halus, tipis dan pendek dibanding bulu mata normal.1

Gambar 14. Distikiasis3

Dapat tumbuh ke dalam sehingga mengakibatkan bulu mata menusuk ke


jaringan bola mata atau trikiasis. Bersifat kongenital dominan. Biasanya disertai
kelainan kongenital lainnya.1

F. GAMBARAN KLINIS
Pada trikiasis, posisi tepi palpebra dapat normal, atau jika tidak, dapat
dihubungkan dengan entropion. Bulu mata yang melengkung ke dalam
menyebabkan pasien mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi permukaan bola
mata kronik. Abrasi kornea, injeksi konjungtiva, fotofobia, dan lakrimasi
merupakan gambaran yang sering ditemukan. Pada kasus yang lebih berat dapat
ditemukan ulkus kornea.1,2,3,9

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat penyakit sebelumnya yang


pernah diderita oleh pasien. Misalnya12 :
a. Apakah pasien pernah menderita infeksi mata berat atau pernah
berada di negara endemik trakoma seperti di Afrika dan negara-
negara timur tengah?
b. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit autoimmune seperti
pemphigoid sikatrik?
c. Apakah ada riwayat mengalami sindrom steven johnson sebelumnya?
d. Apakah ada riwayat trauma pada mata?
e. Apakah pasien pernah menjalani operasi mata sebelumnya?

Pasien dengan trikiasis dapat mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi
permukaan bola mata kronik. Apabila lebih berat hingga menimbulkan
ulkus kornea , maka akan timbul keluhan mata merah, sakit pada mata,
fotofobia, dan penglihatan menurun.1,2,3
2. Pemeriksaan fisis
a. Inspeksi

Pada pemeriksaan inspeksi dengan menggunakan slit lamp didapatkan


satu atau lebih silia tumbuh ke arah kornea atau konjungtiva bulbi.
Refleks blefarospasme, kongestif konjungtiva, dan fotofobia dapat
terjadi apabila kornea telah mengalami abrasi. Tanda dan gejala
penyakit penyerta seperti trakoma, blefaritis, dan lain-lain, dapat
ditemukan.1,2

Gambar 15. Trikiasis pada palpebra inferior9


b. Eversi kelopak mata

Eversi kelopak dilakukan dengan mata pasien melihat jauh ke bawah.


Pasien diminta jangan mencoba memejamkan mata. Tarsus ditarik ke
arah orbita. Pada konjungtiva dapat dicari adanya folikel, perdarahan,
sikatriks dan kemungkinan benda asing.
c. Fluoresein
Fluoresin adalah bahan yang berwarna jingga merah yang bila disinari
gelombang biru akan memberikan gelombang hijau.
Kertas fluoresein yang dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologik
diletakkan pada sakus konjungtiva inferior. Penderita diminta untuk
menutup matanya selama 20 detik, beberapa saat kemudia kertas ini
diangkat. Dilakukan irigasi konjungtiva dengan garam fisiologik.
Dilihat permukaan kornea bila terlihat warna hijau dengan sinar biru
berarti ada kerusakan epitel kornea. Defek kornea terlihat berwarna
hijau karena pada bagian defek tersebut bersifat basa. Pada keadaan
ini disebut uji fluoresein positif. Pemeriksaan ini dipakai untuk
melihat terdapatnya defek epitel kornea akibat gesekan dari silia bulu
mata yang mengalami trikiasis.1

H. KOMPLIKASI
1. Keratitis
Suatu kondisi dimana kornea meradang. Masuknya bulu mata dan tepi
kelopak ke kornea dapat menimbulkan iritasi dan rasa sakit. Bila ini berlanjut
terus dapat mengakibatkan terjadinya ulserasi kornea, kemudian sembuh dengan
sikatrik kornea.1,2
Jaringan parut yang terbentuk dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
Komplikasi lebih lanjut dapat menyebabkan ulkus kornea menetap.1,2
2. Vaskularisasi kornea

Gambar 16. Trikiasis dengan vaskularisasi kornea 2

I. PENATALAKSANAAN

Jika hanya sedikit bulu mata yang terlibat, epilasi mekanik dapat
menangani sementara. Pertumbuhan baru biasanya dalam tiga hingga empat
minggu. Penanganan permanen merusak folikel bulu mata yang terlibat. Hal ini
dilakukan dengan elektrolisis atau cryotherapy.2,3,5,6,7

Gambar 17. Elektrolisis. Sebuah jarum di insersikan ke dalam folikel rambut dengan
bantuan slit lamp atau dengan mikroskop.13

Kekurangan metode elektrolisis yaitu sulitnya menempatkan jarum tepat


pada folikel rambut yang akan dirusak sehingga berisiko untuk menyebabkan
kerusakan mukosa dan struktur sekitarnya yang akhirnya akan menyebabkan
terbentuknya sikatrik yang lebih luas dan trikiasis yang lebih hebat.2,7
Jika melibatkan area tepi palpebra yang lebih luas, dapat dilakukan bedah
beku atau cryotherapy yaitu suatu teknik pengrusakan folikel rambut dengan
menggunakan suhu yang sangat dingin (nitrogen oksida). Folikel silia bulu mata
sensitif terhadap dingin dan dapat rusak pada temperatur -20ᵒC hingga -30ᵒC.
Ablasi laser dari folikel bulu mata juga dilaporkan bermanfaat. Pada kebanyakan
kasus, penatalaksanan ulang penting selama beberapa sesi untuk mengeliminasi
seluruh bulu mata yang terlibat. Jika entropion ditemukan, tepi palpebra sebaiknya
dikoreksi sebagai tambahan untuk menghilangkan bulu mata yang terlibat. Bila
hampir semua bulu mata mengalami trikiasis, maka koreksi bedah ddapat
dianjurkan. Prosedur bedah yang dilakukan sama dengan prosedur yang dilakukan
pada entropion sikatrik, salah satunya yaitu dengan teknik modifikasi Ketssey’s .
2,3,5,-7,9
Gambar 18. Cryotherapy11
Pada teknis modifikasi ketssey’s (Transposition of tarsoconjunctival
wedge), sebuah insisi horizontal dibuat sepanjang sulkus subtarsalis, (2-3 mm
diatas margo palpebra) termasuk konjungtiva dan tarsal plate. Bagian terbawah
dari tarsal plate di tempel pada margo kelopak mata. Penjahitan matras dilakukan
setelah pemotongan bagian atas dari tarsal plate dan jahitan tersebut timbul pada
kulit 1 mm di atas margo kelopak mata.2

Gambar 19. Teknik modifikasi


Ketssey’s2
Terapi medikamentosa dengan menggunakan kloramphenikol ointment
dapat membantu mencegah terjadinya kerusakan kornea. Pada trachomatous
trichiasis, dapat pula digunakan doxycycline sebagai terapi untuk mencegah
terjadinya proses sikatrisasi yang lebih luas sehingga secara tidak langsung
mencegah terjadinya trikiasis.8

J. PROGNOSIS

Trikiasis pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Keefektifan


pengobatannya tergantung pada penyebab utama dan tingkat keparahan
penyakitnya.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2013
2. G, James. Trichiasis. Merk Manual Home Health Handbook. 2012
3. Vaughan dan Asbury., Riordan, Paul-Eva., Whitcher, JP. 2009. Oftalmologi
Umum Edisi 17. Jakarta : EGC.
4. Standring, Susan dan Neil R. Borley. 2008. Gray's Anatomy: the Anatomical Basis
of Clinical Practice (40th ed.). Edinburgh: Churchill Livingstone/Elsevier. p. 703.
5. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System.American Academy of
Ophtalmology.
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Fetal growth and development. In:
Cunnigham FG, Leveno KL, Bloom SL, et al, eds. Williams Obstetrics. 23rd ed.
New York, NY: McGraw-Hill; 2010:chap 4
7. Manners, Ruth. 2011. Information factsheet : ingrowing eyelashes (trichiasis &
distichiasis).UK:UNS
8. Robert H Graham, MD. Trichiasis. Department of Ophthalmology, Mayo Clinic,
Scottsdale, Arizona
9. The Eye M. D. association. 2014. Trichiasis. American Academy of
Ophtalmology.
10. Delaney MR, Rogers PA. A simplified cryotherapy technique for trichiasis and
distichiasis. Aust J Ophthalmology 1984; 12(2): 163-6.
11. Elder MJ. Anatomy and physiology of eyelash follicles: relevance to lash ablation
procedures. Ophthalmology Plastic Reconstruction Surgery. 1997; 13(1): 21-5.
12. Dutton JJ, Tawfik HA, DeBaker CM, Lipham WJ. Direct internal eyelash bulb
extirpation for trichiasis. Ophthalmology Plastic Reconstruction Surgery 2000;
16(2): 142-5.

Anda mungkin juga menyukai