TUGAS 1
REVIEW JURNAL MENGENAI PENGOLAHAN CITRA/COMPUTER VISION
Disusun Oleh :
Kelompok 1 / Ilmu Komputer / 2018
Rama Dana Eri Saputra 1815025078 (PC)
Rahmat 1815025086 (PC)
Rahmat Hidayat 1815025091 (PC)
Siti Khusnul Khotimah 1815025093 (CV)
Nukrasi 1815025102 (PC)
Dosen Pengampu :
Anindita Septiarini, M. Cs
NIP. 198209012009122003
ABSTRAK
Pengolahan citra digital (Digital Image Processing) adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang
teknik-teknik mengolah citra. Citra yang dimaksud pada penelitian ini adalah gambar statis yang berasal
sensor vision berupa webcam. Secara matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dengan intensitas
cahaya pada bidang dua dimensi. Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus
dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah
matriks dua dimensi f(x,y) yang terdiri dari M kolom dan N baris. Pada pengolahan warna gambar, ada
bermacam-macam model salah satunya adalah model rgb atau normalisai RGB. Model pengolahan ini
merupakan pengolahan warna dengan menghitung prosentase warna RGB dalam sebuah citra. Dengan
menggunakan model ini, sebuah obyek dengan warna tertentu dapat dideteksi dan terbebas dari
pengaruh perubahan intensitas cahaya dari luar. Kelemahan dari pengolahan warna model ini adalah
tidak dapat membedakan warna hitam dan putih, karena memiliki prosentase nilai RGB yang sama yaitu
33%. Guna melihat pengaruh pendeteksian obyek terhadap perubahan intensitas cahaya maka nilai
brightness diubah- ubah. Berdasarkan hasil tersebut pada saat nilai brightness antara 1 – 80 obyek target
yang diinginkan masih dapat dideteksi.
1. Pendahuluan.
Pengolahan citra digital (Digital Image Processing) adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang
teknik-teknik mengolah citra. Citra yang dimaksud disini adalah gambar diam (foto) maupun gambar
bergerak (yang berasal dari webcam). Sedangkan digital disini mempunyai maksud bahwa pengolahan
citra/gambar dilakukan secara digital menggunakan komputer [1].
Secara matematis, citra merupakan fungsi kontinyu (continue) dengan intensitas cahaya pada bidang dua
dimensi. Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus dipresentasikan secara numerik
dengan nilai-nilai diskrit. Repersentasi dari fungsi kontinyu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi
citra.
Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks dua dimensi f(x,y) yang terdiri dari M kolom dan N
baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (pixel = picture element) atau elemen
terkecil dari sebuah citra.
f (0, M 1)
f (0,0) f (0,1) ..
.
f (x, y) f (1,0) f (1,1) f (1, M 1)
(1)
...
f (N 1,0) f (N 1,1) .. f (N 1, M 1)
.
Suatu citra ƒ(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
0 ≤ x ≤ M-1
0 ≤ y ≤ N-1
0 ≤ ƒ(x,y) ≤ G-1
dimana : M = jumlah piksel baris (row) pada array citra
N = jumlah piksel kolom (column) pada array citra
G = nilai skala keabuan (graylevel)
Besarnya nilai M, N dan G pada umumnya merupakan perpangkatan dari dua.
M = 2 m ; N = 2 n; G = 2 k (2)
dimana nilai m, n dan k adalah bilangan bulat positif. Interval (0,G) disebut skala keabuan (grayscale).
Besar G tergantung pada proses digitalisasinya. Biasanya keabuan 0 (nol) menyatakan intensitas hitam dan
1 (satu) menyatakan intensitas putih. Untuk citra 8 bit, nilai G sama dengan 28 = 256 warna (derajat
keabuan).
Obyek tertentu dapat dideteksi dengan menggunakan pengolahan citra digital ini. Salah satu metode yang
digunakan adalah berdasarkan segmentasi warna. Normalisasi RGB adalah salah satu metode segmentasi
warna yang memiliki kelebihan yaitu mudah, proses cepat dan efektif pada obyek trafiic sign [4], maupun
aplikasi untuk face detection [5][6].
(x, y) , IB (x, y) = nilai piksel Blue titik (x, y) sedangkan IBW (x, y) = nilai piksel black
1. Binary Image.
Setiap piksel hanya terdiri dari warna hitam atau putih, karena hanya ada dua warna untuk
setiap piksel, maka hanya perlu 1 bit per piksel (0 dan 1) atau apabila dalam 8 bit ( 0 dan
255), sehingga sangat efisien dalam hal penyimpanan. Gambar yang direpresentasikan
dengan biner sangat cocok untuk teks (dicetak atau tulisan tangan), sidik jari (finger print),
atau gambar arsitektur.
Binary image merupakan hasil pengolahan dari black and white image, dengan
menggunakan fungsi sebagai berikut :
0
I (x, y)
IBW (x, y) T (4)
Bin
255 IBW (x, y) T
, sehingga : r+ g + b = 1 (7)
Dengan demikian berdasarkan persamaan 7 maka cukup hanya menggunakan r dan g saja, karena nilai b
bisa didapatkan dengan menggunakan b = 1 – r – g.
Langkah awal untuk membuat segmentasi warna dengan normalisasi RGB ini adalah mengurai data RGB
sebanding dengan ukuran pikselnya. Data RGB yang diperoleh kemudian dihitung dengan menggunakan
persamaan 6.
For i = 0 To ImgColor.Height - 1
For j = 0 To ImgColor.Width - 1
BlueData = ImgColor.Data(i, j, 0)
GreenData = ImgColor.Data(i, j, 1)
RedData = ImgColor.Data(i, j, 2)
If (r < 0.6 And r > 0.5) And (g < 0.33 And g > 0.28) Then
ImgGray.Data(i, j, 0) = 255
area1 = area1 + 1
Else
Berdasarkan pengukuran bahwa warna orange ini terletak antara r = 0,5 - 0.6. Apabila nilai tersebut
digunakan sebagai nilai threshold, dimana jika diluar nilai itu piksel diberi nilai 0 dan diantara nilai
threshold diberi nilai = 255 maka obyek bola akan tampak berwarna putih.
Gambar 6: Hasil pendeteksian bola menggunakan normalisasi RGB.
Setelah bola berwarna putih sedangkan semua background berwana hitam, maka luas lingkaran dapat
diketahui dimana satuannya adalah piksel. Berdasarkan luas lingkaran ini maka parameter untuk jari-jari
dan keliling dapat dicari dengan menggunakan persamaan yang terdapat dalam lingkaran.
TextBox11.Text = area1
jari2 = Math.Sqrt(area1 / Math.PI)
TextBox12.Text = jari2
keliling = 2 * (Math.PI) * jari2
TextBox13.Text = keliling
ImageBox3.Image = ImgGray
Guna mengetahui pengaruh hasil normalisasi RGB ini terdapat intensitas cahaya, maka digunakan simulasi
nilai brightness antara -100 sampai 100. Hasil perubahan ini akan dibandingkan dengan segmentasi warna
yang lain yaitu HSV. Dengan membandingkan luas lingkaran antara dua model tersebut maka akan
diketahui prosentase error dari luas yang dihitung.
6. Penutup.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Model normalisasi RGB ini sangat mudah untuk diaplikasikan khususnya untuk mendeteksi obyek
dengan warna-warna tertentu.
2. Berdasarkan persamaan 6, warna putih dan hitam sulit dibedakan karena memiliki nilai r,g,b yang
sama untuk kedua warna.
3. Pada saat nilai brightness 0 hasil yang dicapai untuk pengenalan obyek berupa bola adalah
maksimal.
6.2 Rekomendasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penerapan normalisasi RGB ini sangat meungkin apabila
diaplikasikan pada embedded system mengingat perhitungan yang dilakukan tidak terlalu banyak.
Mengingat memory yang terdapat pada embedded system tidak teralu besar maka disarankan menggunakan
citra digital dengan ukuran piksel kecil. Kedepannya akan dikembangkan untuk mendeteksi warna biru dan
kuning sebagai representasi gawang. Model HSV akan digunakan juga dapat diketahui dari kedua model
ini yang dapat secara maksimal untuk mendeteksi bola dan gawang.
Daftar Pustaka
[1] Sutoyo. T, Mulyanto. Edy, Suhartono. Vincent, Dwi Nurhayati Oky, Wijanarto, “ Teori Pengolahan
Citra Digital ”, Andi Yogyakarta dan UDINUS Semarang, 2009.
[2] Purnomo Mauridhi Hery, Muntasa Arif, “ Konsep Pengolahan Citra Digital dan Ektraksi Fitur “,
Graha Ilmu Yogyakarta, 2010.
[3] Jähne Bernd, Haußecker Horst, “Computer Vision and Applications “, San Diego, California,
Academic Press, 2000.
[4] Aryuanto, Somawirata Komang, Limpraptono. F. Yudi, “A New Color Segmentation Method Based
on Normalized RGB Chromaticity DiagramI” , ISSN 2085 – 973, Seminar on Intelligent Technology
and Its Applications, 2009.
[5] KONG Wan-zeng, ZHU Shan-an, “Multi-face detection based on downsampling and modified
subtractive clustering for color images“,Journal of Zhejiang University SCIENCE A, ISSN 1009- 3095
(Print); ISSN 1862-1775 (Online), Received Jan. 9, 2006; revision accepted Aug. 2, 2006
[6] Dimitrova Desislava, Popov Antony, “Finding face features in color images using fuzzy hit-or-miss
transform “, 9th WSEAS International Conference on FUZZY SYSTEM (FS’08) which was held in
Sofia, Bulgaria, 2008
[7] McAndrew Alasdair, (2004), An Introduction to Digital Image Processing with Matlab. Notes for
SCM2511 Image Processing 1, School of Computer Science and Mathematics Victoria University of
Technology.
[8] Jähne Bernd, Haußecker Horst, “Computer Vision and Applications “, San Diego, California,
Academic Press, 2000.
Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan Nasional, ” Panduan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI 2011)”, 2011.
NO 2
Judul Pengolah Citra Digital untuk Identifikasi Uang Kertas
Penulis Siti Munawaroh dan Felix Andreas Sutanto
Tahun 2010
Link https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fti1/article/view/109
Tujuan Penelitian Untuk pengolahan perbaikan citra, segmentasi dan pencocokan
sehingga bisa mendukung proses analisis citra yang diaplikasikan
pada uang kertas.
Subjek Penelitian Uang kertas dengan nominal yang berbeda-beda.
Metode yang Digunakan Menghitung rata-rata warna merah, hijau dan biru pada sebagian
gambar kemudian membandingkan antara gambar pola dengan
gambar query.
Proses matching untuk mendapatkan gambar pola yang memiliki
jarak terdekat dengan gambar query. Gambar yang memiliki jarak
terdekat adalah gambar yang sama atau yang paling mirip.
Hasil Penelitian Dari hasil percobaan masih sampai 86% dari 15 uang kertas yang
teranalisis dan ada beberapa yang tidak dikenal. Ini dikarenakan
kurangnya tingkat toleransi sehingga mempengaruhi proses
matching.
Kelebihan Yang ada pada jurnal jelas dan padat dijelaskan dari jenis uang
kertas, citra kontras, brightness adaption, segmentasi, cropping,
matching, dll. Sehingga bisa meyakinkan pembaca dalam
penelitian tersebut.
Kekurangan Informasi percobaan pada proses matching kurang memadai dan
data yang disajikan hanya satu percobaan. Seharusnya percobaan
tersebut bisa dilakukan berulang kali untuk memastikan hasil dari
uji coba program tersebut.
Pengolah Citra Digital untuk Identifikasi Uang Kertas
Abstrak
Pada masa sekarang semua orang, baik di Indonesia ataupun diseluruh dunia pasti
membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, dengan kata lain peran uang
sangat penting. Dengan uang setiap orang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada waktu seseorang membeli barang atau yang lainnya, yang membutuhkan transaksi
uang tunai, kadang-kadang sering terjadi kekeliruan karena hampir samanya warna uang yang
akan dibayarkan. Hal ini tentu akan merugikan orang pada waktu melakukan pembayaran suatu
barang
Kekeliruan juga bisa saja terjadi di mana saja, seperti misalnya pada waktu terjadi
pembayaran tunai yang menggunakan uang kertas, atau juga transaksi-transaksi lain yang
membutuhkan identifikasi uang kertas secara cepat dan akurat, meskipun uang itu dikirim atau
diterima pada waktu transaksi masih dalam keadaaan acak atau tidak dikelompokkan terlebih
dahulu.
Pada idetifikasi uang kertas ini nanti yang akan dilakukan adalah tahap-tahap pengolahan
seperti perbaikan citra (enhancement), segmentasi dan pencocokan. Dengan adanya identifikasi
uang kertas ini, diharapkan komputer dapat mengenali uang kertas, meskipun uang tersebut tidak
dikelompok-kelompokkan atau acak.
penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank lain yang kualitasnya lebih baik. Pada
Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas umumnya, operasi-operasi pada pengolahan itra
adalah uang dalam bentuk lembaran yang diterapkan pada citra bila [Jain, 1989]:
terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya a. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu
(yang menyerupai kertas). dilakukan untuk meningkatkan kualitas
Uang kertas mempunyai nilai karena penampakan atau menonjolkan beberapa
nominalnya. Oleh karena itu, uang kertas hanya aspek informasi yang terkandung di dalam
memiliki dua macam nilai, yaitu nilai nominal citra,
dan nilai tukar. Ada 2(dua) macam uang kertas : b. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan,
dicocokkan, atau diukur,
Uang Kertas Negara (sudah tidak
diedarkan lagi), yaitu uang kertas yang c. Sebagian citra perlu digabung dengan
dikeluarkan oleh pemerintah dan alat bagian citra yang lain.
pembayaran yang sah dengan jumlah yang Agar dapat diolah dengan mesin
terbatas dan ditandatangani mentri (computer) digital, maka suatu citra harus
keuangan. direpresentasikan secara numeric dengan nilai-
Uang Kertas Bank, yaitu uang yang nilai diskrit. Reprresentasi citra dari fungsi malar
dikeluarkan oleh bank sentral. Gambar uang (continue) menjadi nilai-nilai diskrit disebut
digitalisasi. Citra yang dihasilkan inilah yang
kertas Indonesia ditunjukkan pada gambar 1.
disebut Citra Digital. Pada umumnya citra
digital berbentuk empat persegi panjang, dan
dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x
lebar [Munir, 2004].
Akuisisi Citra
Tahap akuisisi citra adalah tahap yang
diawali dengan menangkap / mengambil gambar
uang dengan menggunakan scanner.
Preprocessing
Tahapan preprocessing meliputi beberapa
tahapan yaitu : perbaikan cittra (enhancement),
segmentasi, cropping, pencocokan ( matching).
1. Peregangan kontras
Gambar 1. Uang Kertas Kontras menyatakan sebaran terang
(lightness) dan gelap (darkness) di dalam sebuah
Indonesia Pengolahan Citra Digital
gambar. Citra dapat dikelompokkan ke dalam
Secara harfiah, citra (image ) adalah tiga kategori kontras [Munir, 2004]: citra
gambar pada bidang dwimatra atau dua dimensi kontras-rendah (low contrast), citra kontras-
[Munir, 2004]. Ditinjau dari sudut pandang bagus (good contrast atau normal contrast), dan
matematis, citra merupakan fungsi malar citra kontras-tinggi (high contrast).
(continue) dari intensitas cahaya pada bidang Citra kontras-rendah dicirikan dengan
dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, sebagian besar komposisi citranya adalah terang
objek memantulkan kembali sebagian dari atau sebagian besar gelap. Dari histogramnya
berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini terlihat sebagian besar derajat kebauannya
ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata terkelompok (clustered) bersama atau hanya
pada manumur, kamera, pemindai (scanner), dan menempati sebagian kecil dari rentang nilai-nilai
sebagainya, sehingga bayanagan objek yang keabuan yang mungkin. Jika pengelompokan
disebut citra tersebut terekam. nilai -nilai pixel berada di bagian kiri (yang
Pada pengolahan citra, dimaksudkan agar berisi nilai keabuan yang rendah), citranya
citra yang mengalami gangguan lebih mudah cenderung gelap. Jika pengelompokan nilai-nilai
pixel berada di bagian kanan ( yang berisi nilai
diinterpretasikan (baik oleh manumur maupun
mesin) dengan cara memanipulasi menjadi citra
Pengolah Citra Digital Untuk Identifikasi Uang Kertas 35
Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume XV, No.1, Januari 2010 : 34-40 ISSN : 0854-9524
keabuan yang tinggi), citranya cenderung terang. dari kelompok pixel, dan imax adalah nilai
Tetapi mungkin saja suatu citra tergolong keabuan tertinggi dari kelompok pixel.
kontras-rendah meskipun tidak terlalu terang
Gambar peregangan kontras ditunjukkan
atau tidak terlalu gelap bila semua
pengelompokan nilai keabuab yang relative pada gambar 2.
seragam. r
Citra kontras-tinggi, seperti halnya citra
kontras bagus, memiliki jangkauan nilai keabuan
yang lebar, tetapi terdapat area yang lebar yang rmax
didominasi oleh warna terang. Gambar dengan
langit terang dan latar depan yang gelap adalah
contoh citra kontras-tinggi. Pada histogramnya
terlihat dua puncak, satu pada area nilai keabuan
yang rendah dan satu lagi pada area nilai
keabuan yang tinggi. rmin
Citra dengan kontras-rendah dapat
diperbaiki kualitasnya dengan operasi
peregangan kontras. Melalui operasi ini, nilai- 0 S
nilai keabuan pixel akan merentang dari 0
sampai 255 (citra 8-bit), dengan kata lain Gambar 2. Peregangan kontras
seluruh nilai keabuan pixel terpakai secara
merata. 2. Penyesuaian kecerahan gambar
(brightness adaption)
Algoritma peregangan kontras adalah
sebagai berikut : Untuk membuat citra lebih terang atau
lebih gelap, kita melakukan perubahan intensitas
a. Cari batas bawah pengelompokan pixel citra, yang dalam hal ini disebut sebagai
dengan cara memindai (scan) histogram dari penyesuaian kecerahan gambar (brightness
nilai keabuan terkecil ke nilai keabuan adaptation). (Gonzalez and Woods,1992).
terbesar (0 sampai 255) untuk menemukan
pixel pertama yang melebihi nilai ambang Kecerahan gambar dapt diperbaiki dengan
pertama yang dispesifikasikan. menambahkan atau mengurangkan sebuah
konstanta kepada (atau dari) setiap pixel di
b. Cari batas pengelompokan pixel dengan cara dalam citra. Akibat dari operasi ini, histogram
memindai histogram dari nilai keabuan citra mengalami pergesera.
tertinggi ke nilai keabuan terendah (255
sampai 0) untuk menemukan pixel pertama Secara matematis operasi ini ditulis
yang lebih kecil dari nilai ambang kedua sebagai berikut :
yang dispesifikasikan. f 'x, y f x, y b
c. Pixel-pixel yang berada di antara nilai
ambang pertama di-set sama dengan 0, Jika b positif, kecerahan gambar
sedangkan pixel-pixel yang berada di atas bertambah, sebaliknya jika b negative kecerahan
nilai ambang kedua di-set sama dengan 255. gambar berkurang.
d. Pixel yang berada di antara nilai ambang Segmentasi
pertama dan nilai ambang kedua dipetakan Segmentasi adalah pemisahan daerah
(diskalakan) untuk memenuhi rentang nilai- bagian depan/objek(foreground) pada citra dari
nilai keabuan yang, lengkap (0 sampai 255) bagian belakang (background).
dengan persamaan :
Cropping
s = r rmax x 255
r Cropping adalah memotong satu
min r
max
bagian dari citra sehingga diperoleh citra
dalam hal ini, i adalah nilai keabuan dalam
citra semula, g adalah nilai keabuan yang yang berukuran lebih kecil. Operasi ini pada
baru, I min adalah nilai keabuan terendah dasarnya adalah operasi translasi, yaitu
36 Pengolah Citra Digital Untuk Identifikasi Uang Kertas
Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume XV, No.1, Januari 2010 : 34-40 ISSN : 0854-9524
menggeser koordinat titik citra. Rumus yang Warna merah (R), hijau (G), dan biru (B)
digunakan untuk operasi ini adalah : merupakan warna pokok dalam pengelolaan
gambar. Jika warna-warna pokok tersebut
x' x xL untuk x xL sampai xR y'
digabungkan, maka akan menghasilkan warna
y yr untuk y yT sampai yB lain. Penggabungan warna tersebut bergantung
xL, yT dan xR, yB masing-masing adalah pada warna pokok dimana tiap-tiap warna
memiliki nilai 256 (8 bit).
koordinat titik pojok kiri atas dan pojok kanan Masing-masing R, G, dan B didiskritkan
bawah bagian citra yang hendak di – crop [Ir. dalam skala 256, sehingga RGB akan memiliki
Balza Achmad, M.Sc.E dan Kartika Firdausy, indeks antara 0 sampai 255. Contohnya
S.T.,M.T.,2005]. H(255,255,255) adalah warna putih, sedangkan
H (0,0,0) adalah warna hitam. Gambar 3.
Pencocokan / Matching
merupakan percampuran warna dasar RGB.
Metode pencocokan digunakan
erhitungan menurut Munir [2004], yaitu :
n
di ri 2
d i1
rms C
Dengan di dan ri adalah kedua ciri yang
dibandingkan, dan C adalah banyaknya ciri yang Gambar 3. Pencampuran Warna Dasar RGB
terlibat. Jika drms threshold, maka kedua ciri Color histrogram merupakan hubungan
dikatakan identik. dari intensitas tiga macam warna. Dimana setiap
gambar mempunyai distribusi warna tertentu.
Permasalahan Distribusi warna ini dimodelkan dengan color
Masalah yang akan dibahas dalam histogram. Color histogram dihitung dengan
penelitian ini meliputi : cara mendiskretkan warna dalam gambar, dan
menghitung jumlah dari tiap-tiap pixel pada
1. Menganalisa masalah seperti kekeliruan yang
gambar.
bisa terjadi pada waktu transaksi, dan uang
dalam keadaaan acak. Untuk mengidentifikasi gambar uang
2. Membuat database yang nantinya digunakan digunakan metode sebagai berikut:
untuk mengidentifikasi uang kertas. 1. Menghitung rata-rata warna merah, hijau
dan biru pada sebagian gambar kemudian
3. Mencocokkan uang kertas yang ada dengan
membandingkan antara gambar pola dengan
uang yang ada didatabase. gambar query.
ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 2. Proses matching untuk mendapatkan gambar
Ciri merupakan suatu tanda yang khas, pola yang memiliki jarak terdekat dengan
yang membedakan antara satu dengan yang lain. gambar query. Gambar yang memiliki jarak
Tidak berbeda dengan sebuah gambar, gambar terdekat adalah gambar yang sama atau yang
juga memiliki ciri yang dapat membedakannya paling mirip.
dengan gambar yang lain. Masing-masing ciri 1. Akuisisi Citra dan Perbaikan Citra
gambar didapatkan dari proses ekstraksi ciri.
Ciri – ciri dasar dari gambar dapat berupa Hal pertama yang dilakukan adalah
warna, bentuk dan teksture. mengambil gambar uang yang akan dijadikan
Ciri warna suatu gambar dapat dinyatakan pola dan query. Pengambilan gambar dilakukan
dalam bentuk histogram dari gambar tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
yang dituliskan dengan H(r,g,b), dimana
H(r,g,b) adalah jumlah munculnya pasangan a. Gambar diambil dengan scanner canon
warna r (red), g (green) dan b (blue) tertentu. (CanoScan Lide 20).
b. Tipe gambar jpg dengan ukuran 720 x 360 PictureBox dengan ukuran tertentu (96 x 163
pixel. pixel). Gambar proses segmentasi pada uang
c. Resolusi gambar 1200 dpi. kertas ditunjukkan gambar 5.
Hasil ekstraksi ciri disimpan dalam database Adapun struktur program terdiri dari dua bagian
dengan field sebagai berikut: a. Input Data Pola : digunakan untuk
Tabel 1. Hasil ekstraksi ciri yang disimpan mengekstraksi ciri dan menyimpan data
Field Type Keterangan gambar yang digunakan sebagai pola yang
uang text Untuk menyimpan jenis uang ditunjukkan pada gambar 7.
r number Untuk menyimpan rata-rata
warna merah
g number Untuk menyimpan rata-rata
warna hijau
b number Untuk menyimpan rata-rata
warna biru
4. Matching
Matching adalah proses mencocokkan
data antara gambar query dengan data pola yang
telah tersimpan dalam database. Sebelumnya,
gambar query juga dilakukan ekstraksi ciri yang
sama seperti pada gambar pola. Sehingga
gambar query akan memberikan nilai rata-rata
warna merah, hijau dan biru untuk dibandingkan
dengan database.
Untuk proses matching, diberikan
toleransi 10. Sehingga data gambar yang Gambar 7. Form Input Data Pola
memiliki nilai x – 10 ≥ x ≤ x + 10 akan dianggap
gambar yang paling mirip. Jika tidak ditemukan b. Matching : digunakan untuk mengekstraksi
data yang sesuai, maka akan dianggap tidak ada ciri gambar query dan pencarian data dari
yang mirip. Gambar 6 merupakan gambar proses database yag sesuai dengan hasil ekstraksi
matching.. ciri gambar query yang ditunjukkan pada
Gambar
gambar 8.
Ekstraksi Database
Template
Gambar
Ekstraksi Matchin
Query
g
Hasil
Gambar. 6. Proses Matching
IMPLEMENTASI SISTEM
Implementasi program menggunakan Gambar 8. Form Matching
Visual Basic 6.0 dan database Microsoft Access
Percobaan yang dilakukan pada penelitian
2003. Database menggunakan satu tabel dengan
ini menggunakan 15 gambar. Enam gambar
struktur sebagai berikut: digunakan sebagai gambar pola, sisanya
digunakan untuk gambar query yang digunakan
Tabel 2. Struktur Database untuk proses matching.
No Field Tipe Deskripsi
Untuk menyimpan jenis Data gambar pola dapat diberikan sebagai
1 Uang Text uang berikut:
2 r Number Untuk menyimpan nilai
merah
Untuk menyimpan nilai
3 g Number hijau
4 b Number Untuk menyimpan nilai biru
Tabel 3. RGB dari Data gambar uang 3. Besarnya tingkat toleransi akan
Nama File Jenis R G B mempengaruhi proses matching.
Uang
1000p11 1000 139.30 142.43 135.21 DAFTAR PUSTAKA
5000p11 5000 157.94 148.60 105.79
10000p11 10000 150.10 69.37 129.23 Rinaldi Munir, “Pengolahan Citra Digital
20000p11 20000 137.20 156.60 153.95 dengan Pendekatan Algoritmik”,
50000p11 50000 119.24 125.76 168.14 Informatika Bandung, 2004
100000p11 100000 157.94 148.60 105.79
http://id.wikipedia.org/wiki/Jenis-jenis_uang
Percobaan identifikasi gambar dilakukan pada http://id.wikipedia.org/wiki/Uang
15 gambar. Dimana 9 gambar adalah gambar
yang berbeda dengan gambar yang digunakan http://images.google.co.id/images?q=jenis+uang
untuk pola. Diantara gambar tersebut ada 1 &oe=utf-8&rls=org.mozilla:en-
gambar uang yang terkena noda, yaitu US:official&client=firefox-
1000s21.jpg. Gambar tersebut seharusnya akan a&um=1&ie=UTF-8&ei=Ef3wSo-
menjadi gambar yang tidak dikenali. Data fDtGfkQXM9e2GBw&sa=X&oi=image_r
percobaan matching adalah sebagai berikut: esult_group&ct=title&resnum=4&ved=0C
B0QsAQwAw
Tabel 4. hasil dari uji coba program http://www.e-
No Nama File Jenis Hasil Kebenaran dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=7&fna
Uang me=eko203_07.htm
1 1000p11 1000 1000 Benar
2 1000s11 1000 1000 Benar Adi Kurniadi, 2000, “Pemrograman Microsoft
3 1000s21 1000 Uang Benar Visual Basic 6.0”, Elexmedia
tidak Komputindo, Jakarta
dikenal
4 5000p11 5000 5000 Benar Wahana Komputer Semarang, 2002, “Panduan
5 5000s11 5000 5000 Benar Praktis Pemrograman Visual Basic 6.0
6 5000s21 5000 5000 Benar Tingkat Lanjut”, Andi Yogyakarta
7 10000p11 10000 10000 Benar Gonzalez, R.C. and Woods, R. E., 1992, Digital
8 10000s11 10000 Uang Salah
tidak Image Processing, Addison Wesley
dikenal Publishing Company, USA.
9 10000s21 10000 10000 Benar Jain, A.K., 1989, Fundamentals of Digital Image
10 20000p11 20000 20000 Benar Processing, Prentice-Hall International.
11 20000s11 20000 1000 Salah
12 50000p11 50000 50000 Benar
13 50000s11 50000 50000 Benar
14 100000p11 100000 100000 Benar
15 100000s11 100000 100000 Benar
KESIMPULAN
Abstract
Computer based recognition system is processing to generate information the flowers into the
computer. Those is using reabilty and intelligency system to conduct it . In this study, handphone camera
that has used the data acquisition of the flower image. Then, Its conduted image pre-processing
(grayscale and cropping) and used feature extraction (color histogram and order 1 statistics) also
distance classification (Manhattan and Euclidean). This research has provided of 2 steps it selected
standard pattern and testing. To conduct reference of standard pattern its provide of 9 model are the
alamanda flower, the kamboja flower, the kenanga flower, the lidah mertua flower, the white lili flower,
the sun flower, the rose flower, the jasmine flower, and the shoes flower. In addtion, the system is used of
25 model. So that provide are 225 models for system testing. The result this identification system has
shown high accuracy level of 85% by Manhattan distance method with histogram feature extraction also
the lowest accuracy rate of 77% using Eucludean classification method with the 1st orde of statistics
feature extraction
Abstrak
Sistem pengenalan jenis bunga berbasis komputer merupakan proses memasukkan informasi
berupa citra jenis bunga ke dalam komputer. Perlu adanya sistem yang handal dan cerdas untuk
melaksanakan tugas tersebut. Pada penelitian ini kamera handphone dimanfaatkan untuk akuisisi data
citra jenis bunga. Selanjutnya dilakukan pre-processing (grayscale dan cropping) terhadap citra,
untuk ektraksi ciri (histogram warna citra dan statistik orde 1), dan pengklasifikasi jarak (manhattan
dan Euclidean). Pada penelitian ini dilakukan melalui 2 tahap yaitu penentuan pola standar dan
pengujian. Data yang digunakan sebagai pola standar referensi sebanyak 9 sampel untuk masing-
masing jenis bunga yaitu bunga alamanda, bunga kamboja, bunga kenanga, bunga lidah mertua, bunga
lili putih, bunga matahari, bunga mawar, bunga melati, bunga sepatu. Sedangkan untuk pengujian uji
kerja sistem menggunakan 25 sampel untuk setiap masing-masing jenis bunga jadi total citra uji 225
sampel. Hasil pengujian sistem identifikasi citra jenis bunga menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi
sebesar 85% dengan menggunakan metode jarak manhattan dengan ektraksi ciri histogram, dan
paling rendah tingkat akurasinya adalah 77%, menggunakan metode klasifikasi Euclidean dengan
ektraksi ciri statistik orde 1.
1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi pengolahan citra (image processing) sekarang ini menyediakan
kemungkinan manusia untuk membuat suatu sistem yang dapat mengenali suatu citra digital.
Pengolahan citra merupakan salah satu jenis teknologi untuk menyelesaikan masalah mengenai
pemrosesan gambar. Dalam pengolahan citra, gambar diolah sedemikian rupa sehingga gambar
tersebut dapat digunakan untuk aplikasi lebih lanjut.
Bunga merupakan modifikasi suatu tunas (batang dan daun) yang bentuk, warna, dan
susunannya disesuaikan dengan kepentingan tumbuhan. Oleh karena itu, bunga ini berfungsi sebagai
tempat berlangsungnya penyerbukan dan pembuahan yang akhirnya dapat dihasilkan alat-alat
perkembangbiakan. Mengingat pentingnya bunga bagi tumbuhan maka pada bunga terdapat sifat-
sifat yang merupakan penyesuaian untuk melaksanakan fungsinya sebagai penghasil alat
perkembangbiakan, pada umumnya bunga mempunyai warna menarik, berbau harum, bentuknya
bermacam-macam, dan biasanya mengandung madu.Teknologi komputer saat ini terus mengalami
perkembangan yang sangat pesat tarutama yang berbasis teknologi multimedia atau digital.
Teknologi komputer yang mampu menghasilkan informasi dengan tampilan yang lebih
menarik. Sistem pengenalan bunga menggunakan citra digital sebagai input yang akan diproses dan
diidentifikasi bukanlah perkara mudah. Bunga mempunyai jenis yang sangat bervariasi. Ekstraksi
ciri bertujuan untuk menajamkan perbedaan-perbedaan pola, sehingga akan mudah dalam pemisahan
kategori kelas pada proseklasifikasi. Terdapat bermacam-macam fitur dalam melakukan ekstraksi
ciri yaitu amplitude, histrogram, matriks coocurence, gradient, deteksi tepi, spectrum fourier,
wavelet, fractal dan lain-lain.
Banyak metode yang dapat digunakan dalam melakukan proses identifikasi klasifikasi
terhadap citra bunga yaitu metode manhattan, euclidean, minkowsk i, city blok distance, chebysev,
one minus correlation coeficient dan lain-lain. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan
metode manhattan dan euclidean karena dari kajian terdahulu belum ada yang menggunakan
campuran kedua metode tersebut. Untuk mendukung penelitian ini, bany ak aplikasi komputer yang
dapat digunakan untuk pengolahan citra digital yaitu MATLAB, Visual Basic, pemrograman
DELPHI. Pada penelitian ini penulis akan menggunakan aplikasi MATLAB (matrix laboratory)
dengan menggunakan fasilitas GUI (graphic user interface) untuk mendukung dalam pengolahan citra
digital. Citra dapat disimpan di dalam berkas (file) dalam berbagai format yaitu: bmp, .jpg, .png, .gif
dan lain sebagainya. Pada penelitian kali ini, citra yang dimasukkan menggunakan citra dengan
format JPG (.jpg) dan citra selanjutnya akan dikonversi dari format rgb (red green blue) ke bentuk
aras keabuan grey level sehingga memudahkan dalam melakukan identifikasi citra [1].
2. Metode Penelitian
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Bunga
Bunga merupakan modifikasi suatu tunas (batang dan daun) yang bentuk, warna, dan
susunannya disesuaikan dengan kepentingan tumbuhan. Oleh karena itu, bunga ini berfungsi sebagai
tempat berlangsungnya penyerbukan dan pembuahan yang akhirnya dapat dihasilkan alat-alat
perkembangbiakan. Mengingat pentingnya bunga bagi tumbuhan maka pada bunga terdapat sifat-
sifat yang merupakan penyesuaian untuk melaksanakan fungsinya sebagai penghasil alat
perkembangbiakan, pada umumnya bunga mempunyai warna menarik, berbau harum, bentuknya
bermacam-macam dan biasanya mengandung madu. Pada penelitian kali ini penulis akan
menggunakan obyek berbagai jenis bunga (alamanda, kamboja, kenanga, lidah mertua, lili putih,
matahari, mawar, melati, sepatu).
(2)
(3)
Citra skala keabuan memberi kemungkinan warna yang lebih banyak dari pada citra biner,
karena ada nilai-nilai diantara nilai minimum (biasanya=0) dan nilai maksimumnya. Banyaknya
kemungkinan nilai dan nilai maksimumnya bergantung pada jumlah bit yang digunakan. Pada citra
grayscale ini, format citra disebut skala keabuan karena pada umumnya warna yang dipakai adalah
warna hitam sebagai warna minimal dan warna putih sebagai warna minimalnya, sehingga warna
antaranya adalah abu-abu [4].
2.1.7. Cropping
Cropping adalah proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada area citra. Untuk
memotong bagian dari citra digunakan dua koordinat, yaitu koordinat awal yang merupakan awal
koordinat bagi citra hasil pemotongan dan koordinat akhir yang merupakan titik koordinat akhir dari
citra hasil pemotongan. Sehingga akan membentuk bangun segi empat yang mana tiap-tiap piksel
yang ada pada area koordinat tertentu akan disimpan dalam citra yang baru.
2.1.7. Histogram
Histogram adalah fungsi transformasi intensitas didasarkan pada informasi yang diektrak dari citra
berupa histogram. Histogram memegang peran yang sangat penting dalam pengolahan citra seperti
enhanement, compression, segmentation dan description [6].
2.1.9. Klasifikasi
Menurut kamus besar bahasa indonesia klasifikasi adalah penyusunan bersistem dalam
kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan. Sedangkan pengertian secara
umum klasifikasi adalah suatu kegiatan yang mengelompokkan benda yang memiliki beberapa ciri
yang sama dan memisahkan benda yang tidak sama [8].
Proses pengenalan
(pengambilan keputusan) Pengklasifikasiaan:
Jenis bunga - Manhattan
- Euclidean
Prapengolahan
Masukan
- RGB
pengambilan
citra - Grayscale
- Cropping
Ektraksi Ciri
Klasifikasi
- Histogram
- Manhattan
- Statistik Orde 1
- Euclidean
Keterangan dari blok diagram pengenalan jenis bunga pada gambar 2 diatas adalah Input
pengambilan citra jenis bunga menggunakan kamera smartphone. Pre-Procesing mengolah citra dari
RGB menjadi grayscale dan cropping. Ektraksi ciri tahap memilih histogram dan statistik orde 1.
Selanjutnya klasifikasi jarak memilih manhattan dan euclidan. Setelah melalui proses ektraksi ciri
dan klasifikasi jarak kemudian didapatkan hasil identifikasi jenis bunga.
Sistem pengenalan citra jenis bunga telah dirancang menggunakan GUI agar memudahkan
bagian penggunaan. Pengujian sistem dilakukan dengan menjalankan program utama.
Gambar 4. Tampilan pengujian ektraksi ciri histogram dengan metode jarak euclidean
Pada Gambar 4 proses pengujian pengambilan 9 citra jenis bunga dilakukan dengan
memasukkan citra bunga yang telah disimpan didalam database komputer. Proses memasukkan citra
bunga ini dilakukan dengan menekan tombol “Ambil Gambar” yang hasilnya ditampilkan pada axesl.
3.3. Hasil Perbandingan Sistem
Hasil perhitungan akurasi citra jenis bunga terlihat pada Tabel 1
Pada Tabel 1 merupakan Hasil penelitian atau pengujian, dapat diketahui bahwa system
identifkasi citra jenis bunga menunjukkan tingkat akurasi yang paling tinggi adalah 85 % dengan
menggunakan metode klasifikasi jarak histogram manhattan dan ektraksi ciri histogram. Dan hasil
pengujian sitem identifikasi citra jenis bunga menunjukkan tingkat akurasi yang terendah tingkat
akurasinya adalah 77 % dengan menggunakan metode klasifikasi jarak orde 1 euclidean. Namun
untuk lebih meningkatkan uji kerja sistem masih perlu dilakukan untuk mendapatkan akurasi yang
maksimal, misalnya mencoba meningkatkan kualitas citra uji dan mencoba menggunakan teknik-
teknik lain pada tahap proses awal, ektraksi ciri maupun pengklasifikasinya.
4. Kesimpulan
Dalam pengambilan citra, cahaya ruangan dapat mempengaruhi kualitas hasil citra itu, Dalam
penelitian ini ektraksi ciri yang lebih akurat dengan menggunakan ektraksi ciri histogram manhattan
yaitu ektraksi ciri dari segi warna citra, Dalam sistem pengenalan bunga, metode klasifikasi jarak
manhattan dan euclidean yang lebih akurat dalam mengklasifikasi citra jenis bunga adalah metode
manhattan, hasil pengujian dapat diketahui bahwa sistem identifikasi citra jenis bunga menunjukkan
tingkat akurasi yang tertinggi adalah 85% dengan menggunakan metode jarak manhattan dengan
ektraksi ciri histogram. Sedangkan tingkat akurasi yang paling rendah adalah 77% dengan
menggunakan metode jarak euclidean dengan ektraksi ciri statistik orde 1.
Referensi
[1] Marzuki Khalid, et. al, Design of an intelligent wood species recognition system,
International Journal of Simulation, Systems, Science and Technology (IJSSST). 2008.
b h
Segiempatbh
2 2
bh b h
Segitiga
2 3 3
Lingkaran d 2 d d
4 2 2
Rumus Perhitungan
Sapi Merupakan Hewan Ternak yang digolongkan sebagai hewan
yang dapat memenuhi konsumsi daging masyarakat. Daging yang
dihasilkan sapi merupakan bahan makanan yang dapat dikonsumsi
oleh manusia.
Rumus Schrool:
(LD 22) 2
BeratBadan (3)
100
Rumus Modifikasi/Lambourne:
PBLD 2
BeratBadan (4)
10840
Abstrak
Harga sapi umumnya ditentukan melalui tawar menawar antara penjual dan pembeli serta interaksi
antara permintaan dan penawaran bukan didasarkan pada bobot sapi yang akan dijual. Sebagian besar
perhitungan dilakukan secara kasar maupun kira-kira. Ukuran lingkar dada dan panjang badan sapi
diperlukan untuk menghitung bobot sapi dengan menggunakan rumus Schrool maupun rumus
Modifikasi/Lambourne. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan nilai lingkar
dada dan panjang badan perlu dilakukan pengukuran secara manual, serta hal tersebut tidak mudah
untuk dilakukan dikarenakan sapi yang sulit dikondisikan. Oleh sebab itu, diperlukan alat yang bisa
mengukur secara mudah. Penelitian kali ini merupakan tahap kedua untuk menghitung dan
menentukan bobot dari sapi dari proses akuisisi citra. Oleh karena itu, pada tahapan kedua ini hanya
difokuskan kepada pemilihan rumus penentuan bobot sapi dan usulan algoritma untuk menentukan
bobot dari gambar hasil akuisisi citra. Hasil analisis bobot sapi menggunakan rumus Schoorl dan
rumus Modifikasi/Lambourne memiliki nilai deviasi bobot badan sebesar 16,87% dan 10,58%. Hasil
analisis dan perhitungan citra tidak berbeda secara signifikan dengan nilai MAE ( Mean Absolute
Error) sebesar 8,15% untuk panjang badan dan 4,10% untuk lingkar dada. Aplikasi pengolahan citra
digital yang telah dibangun mampu mengetahu berat badan/bobot sapi dengan MAE (Mean Absolute
Error) sebesar 8,97% terhadap rumus Modifikasi/Lambourne.
Kata kunci: Harga Sapi, Bobot Sapi, Lingkar Dada, Panjang Badan, Akuisisi Citra, Algoritma
Pengolahan Citra Digital, Rumus Schrool, Rumus Modifikasi/Lambourne.
Abstract
The price determination of cows is generally agreed through bargaining and interacting with demand
and supply to establish the general level of the price but it is not based on the weight of the cow itself.
The tool that the most commonly used is by rough calculation or approximation. There were formulas
to measure the weight, but it required chest circumference and the length of the body information. The
values ware obtained manually using the measuring tool, but the reality is inconvenient to do, because
of the difficulty conditioning the cows. Therefore, it required a tool that can calculate easily. This
article represented the second stages of the research to determine the weight of cows from the image
acquisition. Consequently, at this second stage has been focused on the selection of the cow weighting
formula and the proposed algorithm to determine the weight from the result of images that had been
processed in the early stages. The result of cow weighting analysis using Schoorl formula and
Modification/Lambourne formula had the value of body weight deviation of 16.87% and 10.58. The
results of image calculation did not differ significantly with MAE (Mean Absolute Error) equal to
8,15% and 4,10% for body length and chest circumference, respectively. Digital image processing
application that has been built was able to know the weight of cow with MAE (Mean Absolute Error)
equal to 8,97% towards Modification/Lambourne formula.
Keywords: Cow Prices, Cow Weight, Chest Circumference, Body Length, Image Acquisition, Digital
Image Processing Algorithm, Schoorl Formula, Modification/Lambourne Formula
menghitung MSE (Mean Square Error) dan PSNR
PENDAHULUAN (Peak Signal to Noise Ratio) pada masing-masing
percobaan deteksi tepi. Hasil deteksi tepi terbaik
Populasi sapi di Indonesia sebesar 15,4 juta ekor, dari penelitian yang pertama telah menghasilkan
termasuk sapi potong dan sapi perah. Pertumbuhan citra yang merupakan tahap preprocessing. Hasil
populasi sapi dari tahun 2003 sampai tahun 2011 dari penelitian tadi berupa citra hasil
mencapai 5,33% per tahun atau dengan nilai rata-rata
preprocessing yang akan digunakan pada
pertambahan 655,5 ribu ekor setiap tahunnya
penelitian kali ini.
(Kementan-BPS, 2011). Ternak Sapi mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi di masyarakat. Harga sapi
umumnya ditentukan melalui interaksi antara d. METODE PENELITIAN
penawaran dan permintaan barang serta tawar menawar
antara pembeli dan penjual bukan didasarkan pada 2.1. Titik Berat
bobot sapi yang dijual. Titik berat adalah titik dimana berat
Bobot sapi dapat dihitung dengan rumus keseluruhan benda terpusat pada titik tersebut.
Schoorl dan rumus Modifikasi/Lambourne yang Untuk benda dengan bentuk homogen yang
membutuhkan variabel panjang badan dan simetris titik beratnya dapat dihitung
lingkar dada untuk perhitungannya. Untuk menggunkana persamaan pada Tabel 1.
mendapatkan bobot badan diperlukan nilai Tabel 1. Titik berat dari benda homogen yang simetris
lingkar dada dan panjang badan (Pradana, Bentuk Area x y
Hidayat, & Darana, 2016) yang diukur secara
manual (Paputungan et al., 2013). Namun, b h
Segiempatbh
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa 2 2
untuk mendapatkan nilai lingkar dada dan
panjang badan perlu dilakukan pengukuran
secara manual, serta hal tersebut tidak mudah bh b h
Segitiga
untuk dilakukan dikarenakan sapi yang sulit 2 3 3
dikondisikan. Di lapangan sendiri, belum
adanya alat untuk menghitung lingkar dada,
panjang badan dan bobot sapi secara praktis dan d d d
Lingkaran 2
akurat. Diawali dari permasalahan ini, 4 2 2
memunculkan ide untuk membuat alat yang
bisa mengukur secara akurat dan mudah. Untuk benda homogen tetapi tidak simetris
Pengolahan Citra Digital merupakan kita
pemrosesan gambar atau citra dengan dapat menggunakan rumus (1) dan (2), x
menggunakan perangkat komputer untuk dengan
membuat citra yang memiliki kualitas lebih adalah koordinat titik berat dari sumbu x, dan y
baik (Munir, 2004). Citra digital adalah suatu
fungsi dua dimensi f(x,y), dengan f merupakan adalah koordinat titik berat dari sumbu y
fungsi amplitudo pada posisi (x,y) yang biasa (Rajput, 1988)
disebut dengan intensitas, dengan x maupun y a x a x ..... a x
1 1 2 2 n n
Keterangan Gambar :
a - b : Panjang Badan (Body Length)
c - d : Lingkar Dada (Chest Diameter)
Panjang Badan (PB), titik (a) ke titik (b), Gambar 2. Alur Penelitian
adalah panjang yang dihitung dari titik bahu ke
tulang duduk (pin bone). Proses akuisisi citra untuk mendapatkan
Lingkar Dada (LD), melingkar dari titik (c) data awal dilakukan dengan cara memotret
ke titik (d) dan kembali ke titik (c), adalah objek sapi dengan jarak 150 cm dari objek ke
panjang yang diukur melingkar pada posisi di kamera serta dengan jarak tinggi 75 cm dari
bagian belakang kaki depan dan belakang tanah ke kamera. Kamera yang digunakan
tonjolan pundak sapi di bagian atas. (Abidin, adalah kamera yang memiliki resolusi 8
2002). megapiksel. Proses akuisisi citra dapat dilihat
pada Gambar 3.
Rumus Schrool:
(LD 22) 2
BeratBadan (3)
100
Rumus Modifikasi/Lambourne:
PBLD 2
BeratBadan (4)
10840
n
untuk mendapatkan skala konversi unit piksel Hasil dari perhitungan didapatkan nilai R yaitu
ke unit centimeter yang nantinya akan 0,06 cm/px. Untuk gambar yang diambil dari
digunakan untuk menghitung panjang badan kamera dengan resolusi 8 Megapiksel
dan lingkar dada pada objek sapi. Proses ini (3264x2448) dengan jarak pengambilan gambar
menggunakan rumus (5) yang didapatkan dari antara objek dengan kamera 150 cm. Dengan
hasil perhitungan dengan cara menghitung nilai menggunakan nilai skala konversi R, nilai
perbandingan antara nilai panjang pada bidang Panjang nyata suatu objek (O) dalam cm dapat
proyeksi pengambilan citra di lapangan atau dihitung dari Panjang suatu objek (Ox) dalam
Panjang nyata objek (Pi) dengan nilai Panjang satuan piksel dari sebuah citra. Kita dapat
citra objek di monitor (Pxi). Untuk menghitung menggunakan rumus (6)
mendapatkan rumus (5) ini dilakukan percobaan
dengan cara mengambil citra objek contoh yang O=Ox*R. (6)
sudah diketahui panjangnya dengan jarak yang
4.3. Pengembangan Sistem
Pada tahap pengembangan sistem,
sistem dibuat menggunakan bahasa java
pada sistem operasi Android. Perangkat yang
digunakan adalah perangkat smartphone
Android yang memiliki kamera dengan
resolusi 8 Megapiksel.
4.4. Perbandingan Algoritma
Untuk menentukan panjang badan dan Pada tahap ini akan dijelaskan masing-masing
algoritma serta pengukuran kemampuan dari masing-
lingkar dada dari suatu gambar diperlukan
masing algoritma untuk menentukan panjang badan dan
adanya algoritma untuk melakukan perhitungan lingkar dada dari objek yang diteliti. Algoritma yang
tersebut. Sehingga peneliti mencoba diusulkan akan mencoba mencari panjang dan lingkar
mengembangkan enam buah algoritma untuk dada dari objek sapi pada data citra.
menghitung panjang badan dan lingkar dada Untuk masing-masing usulan algoritma
dari citra hasil gambar pada penelitian akan dijelaskan dalam bentuk flowchart
sebelumnya. Gambar 6.
Pada Gambar 6. dijelaskan perbedaan pada masing-masing algoritma yang digunakan, berikut
penjelasan langkah-langkah pada masing-masing algoritma.
a. READ Width
b. READ Height
c. X ← Width/2
d. Y ← Height/2
e.
f. P ← CalculateX(X,Y,Width)
g. L ←(CalculateY(X,Y,Height))x2
h. ConversionPixelToCm(P,L)
Gambar 7. merupakan simulasi alur kerja dari Algoritma A (Titik Tengah Gambar), yang dijelaskan
secara rinci sebagai berikut,
a. Titik tengah citra (X,Y) dihitung dengan cara membagi 2 panjang piksel citra (Width/2) dan
membagi 2 tinggi piksel citra (Height/2).
b. Panjang badan (P) dihitung dengan cara menarik ke arah kiri dan kanan dari titik tengah gambar
(X,Y) sampai menemukan titik garis tepi objek.
c. Lingkar dada (L) dihitung dengan cara menarik garis lurus ke atas dan kebawah dari titik tengah
gambar (X,Y) sampai menemukan titik garis Algoritma C (Titik Berat 10 Piksel)
tepi objek, setelah menemukan lalu dikalikan 2 untuk
mendapatkan nilai lingkar dada.
d. Mengonversi satuan dari piksel ke cm, untuk
mendapatkan nilai nyata.
Gambar 8. merupakan simulasi alur kerja Gambar 9. Alur Kerja Algoritma C (Titik Berat 10 Piksel)
dari Algoritma B (Titik Berat), yang dijelaskan
secara rinci sebagai berikut, 1. READ Width
2. READ Height
a. Titik tengah citra (X,Y) dihitung dengan 3. X ← Width/2
cara membagi 2 panjang piksel citra (Width/2) 4. Y ← Height/2
5.
dan membagi 2 tinggi piksel citra (Height/2). 6. P ← CalculateX(X,Y,Width)
7. L ← CalculateY(X,Y,Height)
b. Panjang objek (P) dihitung dengan cara 8.
menarik ke arah kiri dan kanan dari titik tengah 9. X’ ← P/2
10. Y’ ← L/2
gambar (X,Y) sampai menemukan titik garis 11.
tepi objek. 12. P’ ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Width)
13. L’ ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Height) x 2
c. Lebar objek (L) dihitung dengan cara 14. ConversionPixelToCm(P’,L’)
menarik garis lurus ke atas dan kebawah dari
titik tengah gambar (X,Y) sampai menemukan Gambar 9. merupakan simulasi alur kerja
titik garis tepi objek. dari Algoritma C (Titik Berat 10 Piksel), yang
d. Dengan menggunakan titik berat, objek dijelaskan secara rinci sebagai berikut,
dapat dimodelkan sebagai persegi panjang.
a. Titik tengah citra (X,Y) dihitung e. Panjang badan (P’) dihitung dengan cara
dengan cara membagi 2 panjang piksel citra menarik ke arah kiri dan kanan sebanyak 10
(Width/2) dan membagi 2 tinggi piksel citra piksel (5piksel keatas dan 5 piksel kebawah)
(Height/2). dari titik berat objek (X’,Y’) sampai
b. Panjang objek (P) dihitung dengan menemukan titik garis tepi objek. Kemudian
cara menarik ke arah kiri dan kanan dari titik dihitung rataan dari hasil yang didapatkan,
tengah gambar (X,Y) sampai menemukan didapatkanlah nilai panjang badan (P’).
titik garis tepi objek. f. Lingkar dada (L’) dihitung dengan cara menarik
c. Lebar objek (L) dihitung dengan cara garis lurus ke atas dan kebawah sebanyak 10 piksel
menarik garis lurus ke atas dan kebawah dari (5piksel kekiri dan 5 piksel kekanan) dari titik berat
titik tengah gambar (X,Y) sampai objek (X’,Y’) sampai menemukan titik garis tepi objek.
menemukan titik garis tepi objek. Kemudian dihitung rataan dari hasil yang didapatkan,
didapatkanlah nilai (L’), setelah itu lalu dikalikan 2
d. Dengan menggunakan titik berat, untuk mendapatkan nilai lingkar dada.
objek dapat dimodelkan sebagai persegi g. Mengonversi satuan dari piksel ke cm,
panjang. Dengan nilai panjang (P) dan lebar untuk mendapatkan nilai nyata
(L) didapatkan nilai titik berat (X’,Y’).
Algoritma D (Titik Berat Keliling Lingkaran) objek. Kemudian dihitung rataan dari hasil
yang
didapatkan, didapatkanlah nilai diameter
g. Setelah didapatkan nilai diameter (D), lingkar
dada sapi (L’) dimodelkan dalam bentuk lingkaran.
h. Lingkar dada (L’) dihitung dengan cara
mencari keliling dari lingkaran dengan diameter
(D) yang sudah ditentukan.
i. Mengonversi satuan dari piksel ke cm,
untuk mendapatkan nilai nyata.
4.5. Evaluasi
Pada tahap ini 10 data citra (Kode J sampai
Gambar 12. Alur Kerja Algoritma F
S) akan dievaluasi dan dihitung serta
(Titik Berat Keliling Elips 2) dibandingkan dengan nilai hasil oleh algoritma
yang diusulkan. Alasannya kenapa tidak
1. READ Width
2. READ Height menggunakan 19 data awal. Dikarenakan proses
3. X ← Width/2 akuisisi citra pada 9 data awal masih
4. Y ← Height/2
5. menggunakan batasan jarak antara kamera
6. P ← CalculateX(X,Y,Width) dengan objek yaitu 150 cm sampai 200 cm.
7. L ← CalculateY(X,Y,Height)
8. Setelah melakukan analisis ternyata variabel
9.
10.
X’ ← P/2
Y’ ← L/2
jarak sangat berpengaruh pada proses konversi
11. satuan. Sehingga data dari proses akuisisi yang
12.
13.
P’ ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Width)
D ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Height)
digunakan hanya 10 data citra (Kode J sampai
14. d ← D*2/5 S) yang diambil dari jarak pengambilan sebesar
15. L’ ← CircumElips(D,d)
16. ConversionPixelToCm(BodyLenght,ChestGirth) 150 cm.
Nilai yang dihasilkan oleh rumus
Gambar 12. merupakan simulasi alur kerja Modifikasi/Lambourne kemudian dibandingkan
dari Algoritma F (Titik Berat Keliling Elips 2), dengan nilai dari hasil algoritma usulan.
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut, Hasil lingkar dada dan panjang badan dari
a. Titik tengah citra (X,Y) dihitung dengan usulan algoritma dibandingkan dengan nilai
cara membagi 2 panjang piksel citra (Width/2) dari hasil rumus Modifikasi/Lambourne
dan membagi 2 tinggi piksel citra (Height/2). mendapatkan nilai MAE (Mean Absolute Error)
untuk setiap algoritma yang diusulkan. Hasil
perhitungan ditunjukkan oleh Gambar 13. dada hasil perhitungan citra tidak berbeda
semakin kecil nilai yang dihasilkan maka secara signifikan yaitu dengan faktor ketelitian
semakin bagus algoritma. secara statistis dengan MAE (Mean Absolute
Nilai perbandingan MAE (Mean Absolute Error) Error) sebesar 8,15% untuk panjang badan dan
pada bobot badan untuk setiap algoritma yang
diusulkan dibandingkan dengan nilai hasil bobot 4,10% untuk lingkar dada. Hasil analisis
badan pada rumus modifikasi/Lambourne. Hasil penentuan berat badan/bobot sapi dari hasil
perhitungan ditunjukkan oleh Gambar 14. Semakin perhitungan citra memiliki faktor ketelitian
kecil nilai yang dihasilkan maka semakin secara statistis dengan MAE (Mean Absolute
bagus algoritma. Error) sebesar 8,97% terhadap rumus
Modifikasi/Lambourn.
4. KESIMPULAN
Aplikasi pengolahan citra digital yang
dibagun dapat mengetahui bobot sapi dengan
menggunakan variabel panjang badan dan
lingkar dada.
Hasil penentuan bobot sapi
menggunakan rumus Schoorl dan rumus
Modifikasi/Lambourne memiliki nilai
deviasi bobot badan sebesar 16,87% untuk
rumus Schoorl dan nilai penyimpangan
bobot
badan sebesar 10,58 % untuk rumus
Modifikasi/Lambourne.
Nilai varian yang besar dari rumus
Schoorl dan rumus Modifikasi/Lambourne
menunjukkan bahwa masih diperlukan
adanya penelitian selanjutnya yang dapat
membuat rumus baru untuk menentukan
berat badan sapi secara lebih tepat dengan
nilai varian yang lebih kecil.
Dari hasil analisis dan evaluasi yang
telah dilakukan menunjukan bahwa
Algoritma F (Titik Berat Keliling Elips 2)
merupakan algoritma yang terbaik dalam
menghitung panjang badan, lingkar dada,
dan bobot badan.
Hasil analisis perbandingan algoritma
untuk menentukan panjang badan dan lingkar
DAFTAR PUSTAKA (ICCEREC).
doi:10.1109/ICCEREC.2016.7814955
ABIDIN, Z., 2002. Penggemukan Sapi Potong.
Jakarta: AgroMedia Pustaka. PURNOMO, M.H., MUNTASA, A., 2010.
Konsep Pengolahan Citra Digital dan
CHOLISSODIN, I., SOEBROTO, A.A., Hidayat,
Ekstraksi Fitur. Yogyakarta: Graha
N., 2015. Integrasi Metode fuzzy Additive Ilmu.
SVM(FASVM) Menggunakan Model
Warna YUV-CMY-HSV untuk Klasifikasi RAJPUT, R.K., 1988. A Textbook of Applied
Bibit Unggul Sapi Bali Melalui Citra Mechanics. India: Laxmi Publications
Digital, 2(2), p.110-115. Malang: Jurnal
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
(JTIIK).
ENSMINGER, M.E., OLENTINE, C.G., 1980.
Feeds and Nutrition Complete. West
Sierra Avenue Clovis California: The
Ensminger Publishing Company.
KEMENTAN – BPS, 2011. Rilis Hasil Akhir
PSPK2011. Kementerian Pertanian -
Badan Pusat Statistik.
LASFETO, D. B., SUSANTO, A., & AGUS,
A.,
2012. Aplikasi Pengolahan Citra untuk
Estimasi Bobot Badan Ternak Sapi.
Buletin
Peternakan, 32(3), p.167–176.
Yogyakarta:
Buletin Peternakan (Bulletin of Animal
Science).
doi:10.21059/buletinpeternak.v32i3.1254
MUNIR, R., 2004. Pengolahan Citra Digital
Dengan Menggunakan Pendekatan
Algoritmik. Bandung: Informatika.
MUSTAFID, A., ‘UYUN, S., 2017. Segmentasi
Citra Sapi Berbasis Deteksi Tepi
Menggunakan Algoritma Canny Edge
Detection. Jurnal Buana Informatika, 8(1),
, p.27-35. Yogyakarta: Fakultas Teknologi
Industri Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. doi:10.24002/jbi.v8i1.1074
PAPUTUNGAN, U., HAKIM, L., CIPTADI, G., &
LAPIAN, H. F. N., 2013. The Estimation
Accuracy of Live Weight from Metric Body
Measurements in Ongole Grade Cows. Journal of
the Indonesian Tropical Animal
Agriculture, 38(3), .
doi:10.14710/jitaa.38.3.149-155
PRADANA, Z., HIDAYAT, B. AND DARANA,
S.,
2016. Beef cattle weight determine by
using
digital image processing. 2016
International
Conference on Control, Electronics,
Renewable Energy and Communications
NO 5
Judul Identifikasi Kualitas Beras dengan Citra Digital
Penulis Arissa Aprilia Nurcahyani dan Ristu Saptono
Tahun 2015
Link https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/sji/article/view/4530
Tujuan Penelitian Mengefisienkan uji kualitas beras secara visual dengan melihat
dari keutuhan, kebersihan, dan putihnya beras.
Subjek Penelitian 30 data tekstual jenis beras IR64 dari kualitas yang baik hingga
kualitas buruk dari gudang beras di Kecamatan Gemolong,
Sragen untuk data training dan gambar beras yang akan
diakuisisi bersumber dari kios Pasar Gemolong yang diambil
dengan kamera smartphone 8 megapixel dengan mode manual
dengan rasio 1:1 berukuran 6 x 6 cm dengan latar belakang
berwarna hitam.
Metode yang Digunakan Decision tree dengan model ID3 (Iterative Dichotomiser Tree)
dan metode k-fold cross validation dengan k=5.
Hasil Penelitian 3 gambar beras yang sudah disegmentasi yang masing-masing
menunjukkan jumlah beras, nilai putih beras dan nilai utuh beras.
Kelebihan Pengujian kualitas lebih efisien dan akurat daripada pengujian
secara manual dengan mata manusia.
Kekurangan Subjek yang digunakan cenderung sedikit (hanya ada 30 butir
beras), jadi tak dapat diketahui keakuratannya dalam menguji
kualitas beras yang berkilo-kilo.
Identifikasi Kualitas Beras dengan Citra Digital
Arissa Aprilia Nurcahyani1, Ristu Saptono2
1,2
Program Studi Informatika, FMIPA, Universitas Sebelas Maret Email:
1
arissa@student.uns.ac.id,2ristu.saptono@staff.uns.ac.id
Abstrak
Beras merupakan makanan pokok yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Namun, harga beras di
pasaran justru semakin melonjak, sehingga banyak beredar beras yang memiliki kualitas kurang baik. Oleh karena itu
perlu adanya standar kualitas mutu dari pihak gudang beras saat mendistribusikan beras ke pasaran. Standar pengujian
kualitas dari pihak Bulog terdapat dua tahap, yaitu uji laboratorium dan uji visual. Namun, pengujian secara visual
selama ini masih dilakukan secara manual sehingga masih sering terjadi kesalahan karena terbatasnya penglihatan
manusia dan subjektivitas penguji. Oleh karena itu, sistem pengujian secara visual dengan citra digital dapat menjadi
solusi yang efektif untuk permasalahan tersebut. Proses pengujian dapat dilihat dari nilai putih, nilai bersih, dan nilai
utuh beras yang diakuisisi melalui pengolahan citra digital. Proses akuisisi nilai bersih dan putih dilakukan dengan
menganalisis nilai HSV (Hue, Saturation, Value), sedangkan nilai utuh dilakukan dengan menganalisis luas region area
objek. Sebelumnya, dilakukan training terhadap 30 data untuk mendapatkan decision tree dengan model ID3 (Iterative
Dichotomiser Tree). Data yang telah diakuisisi kemudian diklasifikasi ke dalam 3 kelas yaitu baik, kurang dan buruk
dengan menggunankan aturan dari decision tree yang dihasilkan pada proses training. Hasil pengujian dengan metode k-
fold cross validation dengan k=5 didapatkan akurasi sebesar 96.67%.
Kata Kunci: Pengolahan citra, Beras, Decision tree, ID3, Sistem pakar
1. PENDAHULUAN
Beras merupakan makanan pokok yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut
Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009-2013 konsumsi beras di Indonesia mencapai 85.514 per kapita/tahun
pada tahun 2013 [1]. Semakin bertambahnya penduduk di Indonesia, kebutuhan beras juga semakin
bertambah. Namun harga beras yang beredar di pasaran terus melonjak sehingga banyak pedagang yang
menjual beras dengan kualitas yang kurang baik. Sayangnya masih banyak konsumen yang belum tahu
bagaimana cara membedakan beras dengan kualitas yang baik atau kualitas rendah dan mereka tidak peduli
dengan beras yang mereka konsumsi. Oleh karena itu, diperlukan standar kualitas mutu yang harus ditetapkan
oleh pihak gudang distributor beras.
Proses pengujian yang di tetapkan dari pihak Bulog terdapat dua tahap, yaitu uji visual dan uji laboratorium.
Uji kualitas beras secara visual dapat dilihat dari keutuhan, kebersihan, dan putihnya beras [2]. Pengujian
beras secara visual selama ini masih menggunakan cara manual sehingga dikhawatirkan masih terjadi
kesalahan karena terbatasnya pengelihatan manusia. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sistem untuk
mengefisienkan pengujian beras secara visual.
Kualitas beras diidentifikasi dengan memanfaatkan pengolahan citra digital dan klasifikasi dengan decision
tree atau pohon keputusan model Iterative Dichotomiser Tree (ID3) untuk proses identifikasi. Beras yang
diuji adalah beras jenis IR64 yang beredar di pasaran. Proses pengujian kualitas beras dapat dilakukan dengan
menggunakan citra digital, agar dapat dilakukan lebih cepat dan mudah. Data dari gambar digital beras,
diakuisisi nilai putih, nilai bersih dan nilai utuhnya dengan pengolahan citra digital.
Sebelumnya, identifikasi kualitas beras sudah pernah dilakukan untuk menguji kualitas beras berdasarkan
keutuhan beras oleh Ajay, et al [3]. Penelitian dilakukan untuk mengklasifikasi beras yang utuh dengan beras
yang patah menggunakan metode morfologi citra. Hasilnya menunjukkan bahwa morfologi citra cukup
efisien untuk mengklasifikasi beras utuh dan beras patah. Penelitian lainnya mengenai klasifikasi kualitas
beras berdasarkan ciri fisik yaitu tekstur beras oleh Suminar [4] dengan ekstraksi ciri statistik menggunakan
K-Nearest Neighbour (KNN). Penelitian ini menghasilkan akurasi sebesar 84,167%. Penelitian lainnya oleh
Somantri, et al [5] mengenai identifikasi mutu fisik beras dengan pengolahan citra dan Jaringan Syaraf Tiruan
(JST). Warna beras dianalisis menggunakan model warna Red, Green, Blue (RGB) dan Hue, Saturation,
Intensity (HSI) sedangkan bentuk beras dianalisis secara geometris meliputi roundness, luas, keliling dan
panjangnya. Hasilnya menunjukkan bahwa pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan dapat mengidentifikasi
mutu fisik beras secara konsisten dan lebih akurat. Penelitian mengenai metode ID3 telah dilakukan oleh
Bhardwaj, et al [6] untuk menentukan keputusan untuk bermain kriket. Penelitian ini menunjukkan bahwa
algoritma pohon keputusan ID3 bekerja dengan baik pada masalah klasifikasi memiliki dataset dengan nilai-
nilai diskrit.
Data-data beras yang sebelumnya telah berhasil diakuisisi, kemudian diklasifikasi dengan pohon keputusan
ID3. Pohon keputusan yang dihasilkan dari proses training akan dibentuk aturan-aturan yang digunakan
untuk mengklasifikasi data beras yang telah diakuisisi ke dalam kualitas tertentu.
2. METODE
2.1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan bersumber dari gudang beras di Kecamatan Gemolong, Sragen untuk jenis beras IR64
dari kualitas yang baik hingga kualitas buruk. Data yang dikumpulkan sebanyak 30 data berupa data tekstual
yang digunakan sebagai data training untuk mendapatkan pohon keputusan.
Sedangkan data gambar beras yang akan diakuisisi bersumber dari kios Pasar Gemolong yang diambil dengan
kamera smartphone 8 megapixel dengan mode manual. Data gambar diambil dengan rasio 1:1 berukuran 6 x
6 cm dengan latar belakang berwarna hitam agar proses segmentasi atau pemisahan objek dengan latar
belakang lebih mudah seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Data gambar beras
Dimana S adalah himpunan kasus dari suatu atribut, dan pi adalah probabilitas
munculnya suatu kasus dari masing-masing i atribut. Kemudian menghitung
information gain, yaitu kriteria yang paling popular untuk pemilihan atribut.
Information gain diperoleh dari persamaan (2).
Dimana A adalah semua nilai yang mungkin dari suatu atribut. Setelah mendapatkan
informasi dari semua atribut yang dihitung, atribut dengan information gain tertinggi
dipilih sebagai atribut node awal. Proses ini terus berulang pada setiap cabang hingga
terbentuk sebuah pohon keputusan.
Data tekstual yang telah dikumpulkan sebelumnya kemudian dilatih dengan metode
ID3 hingga membentuk sebuah pohon keputusan. Berdasarkan pohon keputusan yang
dihasilkan, diambil rules atau aturan-aturan untuk menempatkan suatu data ke dalam
kelas tertentu.
Setelah dikonversi menjadi data citra grayscale, kemudian dilakukan konversi ke citra
biner dengan threshold nilai tengah dari nilai keabuan pada citra. Setelah didapatkan
citra biner dilakukan segmentasi dengan memisahkan pixel berwarna hitam sebagai
background dan putih sebagai objek. Untuk mempermudah analisa objek untuk tahap
selanjutnya, dilakukan pengambilan data letak koordinat setiap region objek yang
tersegmentasi.
= 5. Pada metode ini data dibagi menjadi k bagian secara acak, kemudian dilakukan k
kali eksperimen di mana masing-masing eksperimen menggunakan bagian data ke k
sebagai data testing dan memanfaatkan bagian lainnya sebagai data training.
Penghitungan akurasi hasil klasifikasi digunakan precision, recall, dan f-measure.
Precision (P) adalah jumlah klasifikasi yang bernilai benar dibagi dengan jumlah
seluruh hasil klasifikasi (baik positif maupun negatif). Recall (R) adalah jumlah hasil
klasifikasi yang bernilai benar dibagi dengan jumlah nilai benar yang seharusnya.
Sedangkan f-measure (F) adalah nilai akurasi matriks yang menghitung rasio dari hasil
yang benar dan berlaku sebagai nilai rata-rata harmonis dari precision dan recall.
Berdasarkan pohon keputusan di atas, dapat diambil rules untuk klasifikasi yaitu:
If bersih = bersih and putih = putih then baik
If bersih = bersih and putih = tidak putih and utuh = utuh then baik
If bersih = bersih and putih = tidak putih and utuh = tidak utuh then kurang
If bersih = tidak bersih and putih = putih then kurang
If bersih = tidak bersih and putih = tidak putih then buruk
Rules yang dihasilkan akan digunakan untuk mengklasifikasikan data ke dalam kelas-
kelas yang telah ditentukan.
a b c
Gambar 3. Proses segmentasi citra biner
1.1. Akuisisi Jumlah Beras
Berdasarkan hasil segmentasi, diperoleh objek dan background secara terpisah.
Penghitungan jumlah dilakukan dengan cara memberi label pada setiap koordinat
objek objek. Jumlah bulir beras ditentukan dari jumlah objek yang diberi label.
Gambar 4(a) merupakan pelabelan pada citra tersegmentasi sedangkan Gambar 4(b)
merupakan pelabelan pada citra asli sesuai dengan koordinat citra tersegmentasi.
Jumlah bulir beras pada Gambar 4 yang didapatkan berjumlah 30 butir.
a b
Gambar 4. Proses penghitungan jumlah beras
a b
Gambar 5. Proses pengambilan nilai putih
1.3. Akuisisi Nilai Bersih Beras
Proses akuisisi nilai putih beras, dilakukan dengan menganalisis nilai Hue untuk setiap
objek sesuai dengan koordinat masing-masing. Agar dapat dianalisis citra RGB
sebelumnya dikonversi menjadi citra HSV. Dari masing-masing objek, jika nilai
Saturation < 0.4 dan nilai Value > 0.55, maka objek diberi label “bersih”, jika tidak
maka diberi label “tidak”. Gambar 6(a) merupakan citra asli yang telah diberi label,
sedangkan Gambar 6(b) merupakan pelabelan hasil analisis nilai bersih pada citra
tersegmentasi. Jumlah beras yang terdeteksi bersih pada Gambar 6 adalah sebanyak 30
butir. Jadi prosentase nilai bersih pada Gambar 6 adalah 100%.
a b
Gambar 6. Proses pengambilan nilai bersih
a b
Gambar 7. Proses pengambilan nilai utuh
1.1. Identifikasi Kualitas Beras
Berdasarkan hasil akuisisi citra, kemudian dilakukan klasifikasi untuk
mengidentifikasi kualitas beras yang diuji. Klasifikasi dilakukan dengan menganalisa
data tekstual dari hasil akuisisi citra menggunakan rules yang didapatkan dari pohon
keputusan pada Gambar 2. Data citra yang diklasifikasi sejumlah dan sesuai dengan
data tekstual yang digunakan pada proses pelatihan.
Sebagai contoh, digunakan Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7 pada tahap akuisisi
citra sebelumnya, hasil identifikasi kualitas beras menggunakan klasifikasi ID3
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Contoh hasil klasifikasi
Nilai
Data Gambar Nilai Nilai Kelas Kesesuaian
Putih Bersih Utuh
Hasil identifikasi dari Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7 adalah beras berkualitas
baik. Dari 30 data yang diuji, hasil menunjukkan 29 data terklasifikasi sesuai dengan
pelatihan.
3. REFERENSI
[1] Kementrian Pertanian RI. 2013. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Bahan Makanan
di Indonesia, 2009-2013. http://www.pertanian
.go.id/Indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf, diakses 10 April 2015.
[2] Beras Indonesia. 2014. Produk dan Standar Mutu. http://www.beras
indonesia.com/kualitas_produk, disakses 15 Mei 2014.
[3] Ajay, G., Suneel, M., Kumar, K. K., dan Prasad, P. S. 2013. Quality Evaluation of Rice Using
Morphological Method. International Journal of Soft Computing and Engineering (IJSCE). Vol. 2(6):
35-37.
[4] Suminar, R., Hidayat, B., dan Atmaja, R. D. 2012. Klasifikasi Kualitas Beras Berdasarkan Ciri Fisik
Berbasis Pengolahan Citra Digital. Jurnal Telkom University.
[5] Somantri, A. S., Darmawati, E. dan Astika, I. W. 2013. Identifikasi Mutu Fisik Beras dengan
Menggunakan Teknologi Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal Pascapanen. Vol.
10(2): 95-103.
[6] Bhardwaj, R., dan Vatta, S. 2013. Implementation of ID3 Algorithm. International Journal of
Advanced Research. Vol. 3(6): 856-861.
[7] Aradeo, S. A., Ariyan, Z. dan Yuliana, A. 2011. Penerapan Decision Tree untuk Penentuan Pola Data
Penerimaan Mahasiswa Baru. Jurnal Penelitian Sitrotika. Vol. 7(1).
[8] Putranto, B. Y. B., Hapsari, W. dan Wijana, K. 2010. Segmentasi Warna Citra dengan Deteksi Warna
HSV untuk mendeteksi Objek. Jurnal Informatika. Vol. 6(2): 1-14.