Anda di halaman 1dari 55

\

TUGAS 1
REVIEW JURNAL MENGENAI PENGOLAHAN CITRA/COMPUTER VISION

Disusun Oleh :
Kelompok 1 / Ilmu Komputer / 2018
Rama Dana Eri Saputra 1815025078 (PC)
Rahmat 1815025086 (PC)
Rahmat Hidayat 1815025091 (PC)
Siti Khusnul Khotimah 1815025093 (CV)
Nukrasi 1815025102 (PC)

Dosen Pengampu :

Anindita Septiarini, M. Cs
NIP. 198209012009122003

JURUSAN ILMU KOMPUTER


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
NO 1
Judul Pengolahan Citra Digital Untuk Mendeteksi Obyek Menggunakan
Pengolahan warna model Normalisasi RGB
Penulis RD. Kusumanto dan Alan Novi Tompunu
Tahun 2011
Link https://publikasi.dinus.ac.id/index.php/semantik/article/view/153
Tujuan Penelitian Untuk pengolahan citra pada bidang 2 Dimensi dengan
membandingkan hasil normalisasi RGB dengan HSV
Subjek Penelitian Bola Pemilihan obyek ini dikarenakan mulai 2011 ini event
robosoccer dimana bola yang digunakan berwarna oranye
Metode yang Digunakan menggunakan program Visual Studio 2008 yang telah dilengkapi
dengan program EmguCV
- Program Simulasi
Langkah awal untuk membuat segmentasi warna dengan
normalisasi RGB ini adalah mengurai data RGB sebanding
dengan ukuran pikselnya. Data RGB yang diperoleh kemudian
dihitung dengan menggunakan persamaan 6 Berdasarkan
pengukuran bahwa warna orange ini terletak antara r = 0,5 - 0.6.
Apabila nilai tersebut digunakan sebagai nilai threshold, dimana
jika diluar nilai itu piksel diberi nilai 0 dan diantara nilai
threshold diberi nilai = 255 maka obyek bola akan tampak
berwarna putih.
- Hasil pendeteksian bola menggunakan normalisasi RGB
Setelah bola berwarna putih sedangkan semua background
berwana hitam, maka luas lingkaran dapat diketahui dimana
satuannya adalah piksel. Berdasarkan luas lingkaran ini maka
parameter untuk jari-jari dan keliling dapat dicari dengan
menggunakan persamaan yang terdapat dalam lingkaran. Guna
mengetahui pengaruh hasil normalisasi RGB ini terdapat
intensitas cahaya, maka digunakan simulasi nilai brightness
antara -100 sampai 100. Hasil perubahan ini akan dibandingkan
dengan segmentasi warna yang lain yaitu HSV. Dengan
membandingkan luas lingkaran antara dua model tersebut maka
akan diketahui prosentase error dari luas yang dihitung.
Hasil Penelitian Pada pengujian untuk menentukan klasifikasi warna dengan
menggunakan model segmentasi warna normalisasi RGB ini
menggunakan program Visual Studio 2008 yang telah dilengkapi
dengan program pendukung EmguCV. Obyek yang digunakan
adalah berupa bola. Pemilihan obyek ini dikarenakan mulai 2011
ini event robosoccer mulai dilombakan secara nasional, dimana
bola yang digunakan berwarna oranye.
Kelebihan Normalisasi RGB adalah salah satu metode segmentasi warna
yang memiliki kelebihan yaitu mudah, proses cepat dan efektif
pada obyek traffic sign, maupun aplikasi untuk face detection.
Kekurangan Pengolahan warna model ini adalah tidak dapat membedakan
warna hitam dan putih, karena memiliki prosentase nilai RGB
yang sama yaitu 33%. Guna melihat pengaruh pendeteksian
obyek terhadap perubahan intensitas cahaya maka nilai brightness
diubahubah. Berdasarkan hasil tersebut pada saat nilai brightness
antara 1 – 80 obyek target yang diinginkan masih dapat dideteksi.
PENGOLAHAN CITRA DIGITAL UNTUK MENDETEKSI OBYEK
MENGGUNAKAN PENGOLAHAN WARNA MODEL
NORMALISASI RGB
RD. Kusumanto, Alan Novi Tompunu
Jurusan Teknik Komputer, Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang 30139
Jl Srijaya Negara Bukit Besar, Palembang 30139

Handphone: 0812-7853505, 0812-3362210, Phone: +62-711-353414. Fax: +62-711-355918

Email : manto_6611@yahoo.co.id; alan_tompunu@mail.polisriwijaya.ac.id ;alan_polsri@yahoo.com

ABSTRAK

Pengolahan citra digital (Digital Image Processing) adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang
teknik-teknik mengolah citra. Citra yang dimaksud pada penelitian ini adalah gambar statis yang berasal
sensor vision berupa webcam. Secara matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dengan intensitas
cahaya pada bidang dua dimensi. Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus
dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah
matriks dua dimensi f(x,y) yang terdiri dari M kolom dan N baris. Pada pengolahan warna gambar, ada
bermacam-macam model salah satunya adalah model rgb atau normalisai RGB. Model pengolahan ini
merupakan pengolahan warna dengan menghitung prosentase warna RGB dalam sebuah citra. Dengan
menggunakan model ini, sebuah obyek dengan warna tertentu dapat dideteksi dan terbebas dari
pengaruh perubahan intensitas cahaya dari luar. Kelemahan dari pengolahan warna model ini adalah
tidak dapat membedakan warna hitam dan putih, karena memiliki prosentase nilai RGB yang sama yaitu
33%. Guna melihat pengaruh pendeteksian obyek terhadap perubahan intensitas cahaya maka nilai
brightness diubah- ubah. Berdasarkan hasil tersebut pada saat nilai brightness antara 1 – 80 obyek target
yang diinginkan masih dapat dideteksi.

Kata Kunci : Citra Digital, Deteksi Obyek, Normalisasi RGB

1. Pendahuluan.
Pengolahan citra digital (Digital Image Processing) adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang
teknik-teknik mengolah citra. Citra yang dimaksud disini adalah gambar diam (foto) maupun gambar
bergerak (yang berasal dari webcam). Sedangkan digital disini mempunyai maksud bahwa pengolahan
citra/gambar dilakukan secara digital menggunakan komputer [1].
Secara matematis, citra merupakan fungsi kontinyu (continue) dengan intensitas cahaya pada bidang dua
dimensi. Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus dipresentasikan secara numerik
dengan nilai-nilai diskrit. Repersentasi dari fungsi kontinyu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi
citra.
Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks dua dimensi f(x,y) yang terdiri dari M kolom dan N
baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (pixel = picture element) atau elemen
terkecil dari sebuah citra.

 f (0, M 1) 
 f (0,0) f (0,1) ..
. 
f (x, y)   f (1,0) f (1,1) f (1, M 1)
 (1)
   ...  

 
 f (N 1,0) f (N 1,1) .. f (N 1, M 1)
.

Suatu citra ƒ(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
0 ≤ x ≤ M-1
0 ≤ y ≤ N-1
0 ≤ ƒ(x,y) ≤ G-1
dimana : M = jumlah piksel baris (row) pada array citra
N = jumlah piksel kolom (column) pada array citra
G = nilai skala keabuan (graylevel)
Besarnya nilai M, N dan G pada umumnya merupakan perpangkatan dari dua.
M = 2 m ; N = 2 n; G = 2 k (2)

dimana nilai m, n dan k adalah bilangan bulat positif. Interval (0,G) disebut skala keabuan (grayscale).
Besar G tergantung pada proses digitalisasinya. Biasanya keabuan 0 (nol) menyatakan intensitas hitam dan
1 (satu) menyatakan intensitas putih. Untuk citra 8 bit, nilai G sama dengan 28 = 256 warna (derajat
keabuan).

Gambar 1: Representasi citra digital dalam 2 dimensi[3].

Obyek tertentu dapat dideteksi dengan menggunakan pengolahan citra digital ini. Salah satu metode yang
digunakan adalah berdasarkan segmentasi warna. Normalisasi RGB adalah salah satu metode segmentasi
warna yang memiliki kelebihan yaitu mudah, proses cepat dan efektif pada obyek trafiic sign [4], maupun
aplikasi untuk face detection [5][6].

2. Jenis Citra Digital.


Pada aplikasi pengolahan citra digital pada umumnya, citra digital dapat dibagi menjadi 3, color
image, balck and white image dan binary image.

1. Color Image atau RGB (Red, Green, Blue).


Pada color image ini masing-masing piksel memiliki warna tertentu, warna tersebut adalah
merah (Red), hijau (Green) dan biru (Blue). Jika masing-masing warna memiliki range 0 -
255, maka totalnya adalah 255 3 = 16.581.375 (16 K) variasi warna berbeda pada gambar,
dimana variasi warna ini cukup untuk gambar apapun. Karena jumlah bit yang diperlukan
untuk setiap pixel, gambar tersebut juga disebut gambar-bit warna. Color image ini terdiri dari
tiga matriks yang mewakili nilai-nilai merah, hijau dan biru untuk setiap pikselnya, seperti
yang ditunjukkan gambar 2.

Gambar 2: Color Image[7].


2. Black and White.
Citra digital black and white (grayscale) setiap pikselnya mempunyai warna gradasi mulai
dari putih sampai hitam. Rentang tersebut berarti bahwa setiap piksel dapat diwakili oleh 8
bit, atau 1 byte. Rentang warna pada black and white sangat cocok digunakan untuk
pengolahan file gambar. Salah satu bentuk fungsinya digunakan dalam kedokteran (X-ray).
Black and white sebenarnya merupakan hasil rata-rata dari color image, dengan demikian
maka persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :

IBW IR (x, y)  IG (x, y)  IB (x, y)


(x, y)  (3)
3
dimana IR (x, y) = nilai piksel Red titik (x, y) , IG (x, y) = nilai piksel Green titik

(x, y) , IB (x, y) = nilai piksel Blue titik (x, y) sedangkan IBW (x, y) = nilai piksel black

and white titik (x, y) .

Gambar 3: Black and White (Grayscale)[7]

1. Binary Image.
Setiap piksel hanya terdiri dari warna hitam atau putih, karena hanya ada dua warna untuk
setiap piksel, maka hanya perlu 1 bit per piksel (0 dan 1) atau apabila dalam 8 bit ( 0 dan
255), sehingga sangat efisien dalam hal penyimpanan. Gambar yang direpresentasikan
dengan biner sangat cocok untuk teks (dicetak atau tulisan tangan), sidik jari (finger print),
atau gambar arsitektur.
Binary image merupakan hasil pengolahan dari black and white image, dengan
menggunakan fungsi sebagai berikut :
0
I (x, y) 
IBW (x, y)  T (4)
Bin 
255 IBW (x, y)  T

dan dalam bentuk floating point

IBin 0 IBW (x, y)  T


(x, y)  (5)
 IBW (x, y)  T
1
dimana IBW (x, y) = nilai piksel Gray titik (x, y) IBin (x, y) = nilai piksel
,
Binary titik (x, y) , sedangkan T adalah nilai threshold.

Gambar 4: Binary Image[7]

3. Segmentasi warna normalisasi RGB.


Segmentasi warna, ada bermacam-macam model warna. Model RGB (Red Green Blue) merupakan model
yang banyak digunakan, salah satunya adalah monitor. Pada model ini untuk merepresentasikan gambar
menggunakan 3 buah komponen warna tersebut. Selain model RGB terdapat juga model normalisasi RGB
dimana model ini terdapat 3 komponen yaitu, r, g, b yang merepresentasikan prosentase dari sebuah piksel
pada citra digital [5][8]. Nilai-nilai tersebut mengikuti persamaan-persamaan dibawah ini :
R G B
r ,g ,B
(6)
RGB RGB RGB

, sehingga : r+ g + b = 1 (7)

Dengan demikian berdasarkan persamaan 7 maka cukup hanya menggunakan r dan g saja, karena nilai b
bisa didapatkan dengan menggunakan b = 1 – r – g.

4. Pengolahan citra menggunakan EmguCV.


EmguCV adalah cross platform yang terdapat dalam .NET untuk library pengolahan citra pada Intel
OpenCV. EmguCV ini mengikuti fungsi yang terdapat pada OpenCV yang diambil dari .NET oleh sebab
itu compatible dengan bahasa pemrograman C#, VB, VC++, IronPython dan sebagainya. Program ini
bersifat opensource sehingga sangat cocok apabila digunakan untuk penelitian, salah satunya adalah untuk
aplikasi computer vision.

5. Hasil dan pembahasan.


Pada pengujian untuk menentukan klasifikasi warna dengan menggunakan model segmentasi warna
normalisasi RGB ini menggunakan program Visual Studio 2008 yang telah dilengkapi dengan program
pendukung EmguCV. Obyek yang digunakan adalah berupa bola. Pemilihan obyek ini dikarenakan mulai
2011 ini event robosoccer mulai dilombakan secara nasional, dimana bola yang digunakan berwarna
orange [9].

Gambar 5: Program simulasi

Langkah awal untuk membuat segmentasi warna dengan normalisasi RGB ini adalah mengurai data RGB
sebanding dengan ukuran pikselnya. Data RGB yang diperoleh kemudian dihitung dengan menggunakan
persamaan 6.

For i = 0 To ImgColor.Height - 1
For j = 0 To ImgColor.Width - 1
BlueData = ImgColor.Data(i, j, 0)
GreenData = ImgColor.Data(i, j, 1)
RedData = ImgColor.Data(i, j, 2)

b = BlueData / (BlueData + GreenData + RedData)


g = GreenData / (BlueData + GreenData + RedData)
r = RedData / (BlueData + GreenData + RedData)

If (r < 0.6 And r > 0.5) And (g < 0.33 And g > 0.28) Then
ImgGray.Data(i, j, 0) = 255

area1 = area1 + 1
Else

Berdasarkan pengukuran bahwa warna orange ini terletak antara r = 0,5 - 0.6. Apabila nilai tersebut
digunakan sebagai nilai threshold, dimana jika diluar nilai itu piksel diberi nilai 0 dan diantara nilai
threshold diberi nilai = 255 maka obyek bola akan tampak berwarna putih.
Gambar 6: Hasil pendeteksian bola menggunakan normalisasi RGB.

Setelah bola berwarna putih sedangkan semua background berwana hitam, maka luas lingkaran dapat
diketahui dimana satuannya adalah piksel. Berdasarkan luas lingkaran ini maka parameter untuk jari-jari
dan keliling dapat dicari dengan menggunakan persamaan yang terdapat dalam lingkaran.

TextBox11.Text = area1
jari2 = Math.Sqrt(area1 / Math.PI)

TextBox12.Text = jari2
keliling = 2 * (Math.PI) * jari2
TextBox13.Text = keliling
ImageBox3.Image = ImgGray

Guna mengetahui pengaruh hasil normalisasi RGB ini terdapat intensitas cahaya, maka digunakan simulasi
nilai brightness antara -100 sampai 100. Hasil perubahan ini akan dibandingkan dengan segmentasi warna
yang lain yaitu HSV. Dengan membandingkan luas lingkaran antara dua model tersebut maka akan
diketahui prosentase error dari luas yang dihitung.

Gambar 6: Hasil perbandingan normalisasi RGB dengan HSV.


Tabel 1 : Hasil perbandingan luas akibat perubahan brightness
HSV Normasasi RGB
Luas Luas
Brightness Lingkaran Brightness Lingkaran error (piksel)
(piksel) (piksel)
-100 1837 -100 9 1828
-100 1837 -80 26 1811
-100 1837 -60 35 1802
-100 1837 -40 53 1784
-100 1837 -20 696 1141
-100 1837 0 1632 205
-100 1837 20 1525 312
-100 1837 40 615 1222
-100 1837 60 0 1837
-100 1837 80 0 1837
-100 1837 100 0 1837

6. Penutup.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Model normalisasi RGB ini sangat mudah untuk diaplikasikan khususnya untuk mendeteksi obyek
dengan warna-warna tertentu.
2. Berdasarkan persamaan 6, warna putih dan hitam sulit dibedakan karena memiliki nilai r,g,b yang
sama untuk kedua warna.
3. Pada saat nilai brightness 0 hasil yang dicapai untuk pengenalan obyek berupa bola adalah
maksimal.

6.2 Rekomendasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penerapan normalisasi RGB ini sangat meungkin apabila
diaplikasikan pada embedded system mengingat perhitungan yang dilakukan tidak terlalu banyak.
Mengingat memory yang terdapat pada embedded system tidak teralu besar maka disarankan menggunakan
citra digital dengan ukuran piksel kecil. Kedepannya akan dikembangkan untuk mendeteksi warna biru dan
kuning sebagai representasi gawang. Model HSV akan digunakan juga dapat diketahui dari kedua model
ini yang dapat secara maksimal untuk mendeteksi bola dan gawang.

Daftar Pustaka

[1] Sutoyo. T, Mulyanto. Edy, Suhartono. Vincent, Dwi Nurhayati Oky, Wijanarto, “ Teori Pengolahan
Citra Digital ”, Andi Yogyakarta dan UDINUS Semarang, 2009.
[2] Purnomo Mauridhi Hery, Muntasa Arif, “ Konsep Pengolahan Citra Digital dan Ektraksi Fitur “,
Graha Ilmu Yogyakarta, 2010.
[3] Jähne Bernd, Haußecker Horst, “Computer Vision and Applications “, San Diego, California,
Academic Press, 2000.
[4] Aryuanto, Somawirata Komang, Limpraptono. F. Yudi, “A New Color Segmentation Method Based
on Normalized RGB Chromaticity DiagramI” , ISSN 2085 – 973, Seminar on Intelligent Technology
and Its Applications, 2009.
[5] KONG Wan-zeng, ZHU Shan-an, “Multi-face detection based on downsampling and modified
subtractive clustering for color images“,Journal of Zhejiang University SCIENCE A, ISSN 1009- 3095
(Print); ISSN 1862-1775 (Online), Received Jan. 9, 2006; revision accepted Aug. 2, 2006
[6] Dimitrova Desislava, Popov Antony, “Finding face features in color images using fuzzy hit-or-miss
transform “, 9th WSEAS International Conference on FUZZY SYSTEM (FS’08) which was held in
Sofia, Bulgaria, 2008
[7] McAndrew Alasdair, (2004), An Introduction to Digital Image Processing with Matlab. Notes for
SCM2511 Image Processing 1, School of Computer Science and Mathematics Victoria University of
Technology.
[8] Jähne Bernd, Haußecker Horst, “Computer Vision and Applications “, San Diego, California,
Academic Press, 2000.
Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan Nasional, ” Panduan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI 2011)”, 2011.
NO 2
Judul Pengolah Citra Digital untuk Identifikasi Uang Kertas
Penulis Siti Munawaroh dan Felix Andreas Sutanto
Tahun 2010
Link https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fti1/article/view/109
Tujuan Penelitian Untuk pengolahan perbaikan citra, segmentasi dan pencocokan
sehingga bisa mendukung proses analisis citra yang diaplikasikan
pada uang kertas.
Subjek Penelitian Uang kertas dengan nominal yang berbeda-beda.
Metode yang Digunakan Menghitung rata-rata warna merah, hijau dan biru pada sebagian
gambar kemudian membandingkan antara gambar pola dengan
gambar query.
Proses matching untuk mendapatkan gambar pola yang memiliki
jarak terdekat dengan gambar query. Gambar yang memiliki jarak
terdekat adalah gambar yang sama atau yang paling mirip.
Hasil Penelitian Dari hasil percobaan masih sampai 86% dari 15 uang kertas yang
teranalisis dan ada beberapa yang tidak dikenal. Ini dikarenakan
kurangnya tingkat toleransi sehingga mempengaruhi proses
matching.
Kelebihan Yang ada pada jurnal jelas dan padat dijelaskan dari jenis uang
kertas, citra kontras, brightness adaption, segmentasi, cropping,
matching, dll. Sehingga bisa meyakinkan pembaca dalam
penelitian tersebut.
Kekurangan Informasi percobaan pada proses matching kurang memadai dan
data yang disajikan hanya satu percobaan. Seharusnya percobaan
tersebut bisa dilakukan berulang kali untuk memastikan hasil dari
uji coba program tersebut.
Pengolah Citra Digital untuk Identifikasi Uang Kertas

Siti Munawaroh, Felix Andreas Sutanto


Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Stikubank
email : munawaroh2806@gmail.com, felstly@gmail.com

Abstrak

Pada masa sekarang semua orang, baik di Indonesia ataupun diseluruh dunia pasti
membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, dengan kata lain peran uang
sangat penting. Dengan uang setiap orang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada waktu seseorang membeli barang atau yang lainnya, yang membutuhkan transaksi
uang tunai, kadang-kadang sering terjadi kekeliruan karena hampir samanya warna uang yang
akan dibayarkan. Hal ini tentu akan merugikan orang pada waktu melakukan pembayaran suatu
barang
Kekeliruan juga bisa saja terjadi di mana saja, seperti misalnya pada waktu terjadi
pembayaran tunai yang menggunakan uang kertas, atau juga transaksi-transaksi lain yang
membutuhkan identifikasi uang kertas secara cepat dan akurat, meskipun uang itu dikirim atau
diterima pada waktu transaksi masih dalam keadaaan acak atau tidak dikelompokkan terlebih
dahulu.
Pada idetifikasi uang kertas ini nanti yang akan dilakukan adalah tahap-tahap pengolahan
seperti perbaikan citra (enhancement), segmentasi dan pencocokan. Dengan adanya identifikasi
uang kertas ini, diharapkan komputer dapat mengenali uang kertas, meskipun uang tersebut tidak
dikelompok-kelompokkan atau acak.

Kata kunci : uang kertas, pengolahan citra, enhancement, segmentasi, pencocokan.

PENDAHULUAN waktu transaksi masih dalam keadaaan acak atau


tidak dikelompokkan terlebih dahulu.
Pada masa sekarang semua orang, baik di Pada idetifikasi uang kertas ini nanti yang
Indonesia ataupun diseluruh dunia pasti akan dilakukan adalah tahap-tahap seperti
membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan perbaikan citra, segmentasi dan pencocokan.
dalam hidupnya, dengan kata lain peran uang Dengan adanya identifikasi uang kertas ini,
sangat penting sekali. Dengan uang orang dapat diharapkan komputer dapat mengenali uang
memenuhi kebutuhan hidup, semua orang bisa kertas, meskipun uang tersebut tidak
membeli segala kebutuhan apabila mempunyai dikelompok-kelompokkan atau acak.
uang.
Untuk memperjelas permasalahan yang
Pada waktu membeli barang atau yang akan dibahas, sekaligus membatasi
lainnya, yang membutuhkan transaksi uang permasalahan yang akan diteliti, maka batasan–
tunai, kadang-kadang sering keliru karena
batasan masalah ditentukan sebagai berikut :
hampir samanya warna uang yang akan
bayarkan. Hal ini tentunya akan merugikan pada 1. Membuat database untuk mengidentifikasi
waktu melakukan pembayaran suatu barang uang kertas.
tersebut. 2. Identifikasi beberapa uang kertas yang
Kekeliruan juga bisa saja terjadi di mana dicocokkan dengan database yang ada.
saja, seperti tadi misalnya sudah disebutkan 3. Pembuatan program dengan menggunakan
adalah pada waktu terjadi pembayaran tunai
bahasa pemrograman Visual Basic.
yang menggunakan uang kertas, atau juga
transaksi-transaksi lain yang membutuhkan Uang kertas
identifikasi uang kertas secara cepat dan akurat, Uang kertas adalah uang yang terbuat dari
meskipun uang itu dikirim atau diterima pada kertas dengan gambar dan cap tertentu dan
merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut

34 Pengolah Citra Digital Untuk Identifikasi Uang Kertas


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume XV, No.1, Januari 2010 : 34-40 ISSN : 0854-9524

penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank lain yang kualitasnya lebih baik. Pada
Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas umumnya, operasi-operasi pada pengolahan itra
adalah uang dalam bentuk lembaran yang diterapkan pada citra bila [Jain, 1989]:
terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya a. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu
(yang menyerupai kertas). dilakukan untuk meningkatkan kualitas
Uang kertas mempunyai nilai karena penampakan atau menonjolkan beberapa
nominalnya. Oleh karena itu, uang kertas hanya aspek informasi yang terkandung di dalam
memiliki dua macam nilai, yaitu nilai nominal citra,
dan nilai tukar. Ada 2(dua) macam uang kertas : b. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan,
dicocokkan, atau diukur,
 Uang Kertas Negara (sudah tidak
diedarkan lagi), yaitu uang kertas yang c. Sebagian citra perlu digabung dengan
dikeluarkan oleh pemerintah dan alat bagian citra yang lain.
pembayaran yang sah dengan jumlah yang Agar dapat diolah dengan mesin
terbatas dan ditandatangani mentri (computer) digital, maka suatu citra harus
keuangan. direpresentasikan secara numeric dengan nilai-
 Uang Kertas Bank, yaitu uang yang nilai diskrit. Reprresentasi citra dari fungsi malar
dikeluarkan oleh bank sentral. Gambar uang (continue) menjadi nilai-nilai diskrit disebut
digitalisasi. Citra yang dihasilkan inilah yang
kertas Indonesia ditunjukkan pada gambar 1.
disebut Citra Digital. Pada umumnya citra
digital berbentuk empat persegi panjang, dan
dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x
lebar [Munir, 2004].
Akuisisi Citra
Tahap akuisisi citra adalah tahap yang
diawali dengan menangkap / mengambil gambar
uang dengan menggunakan scanner.
Preprocessing
Tahapan preprocessing meliputi beberapa
tahapan yaitu : perbaikan cittra (enhancement),
segmentasi, cropping, pencocokan ( matching).
1. Peregangan kontras
Gambar 1. Uang Kertas Kontras menyatakan sebaran terang
(lightness) dan gelap (darkness) di dalam sebuah
Indonesia Pengolahan Citra Digital
gambar. Citra dapat dikelompokkan ke dalam
Secara harfiah, citra (image ) adalah tiga kategori kontras [Munir, 2004]: citra
gambar pada bidang dwimatra atau dua dimensi kontras-rendah (low contrast), citra kontras-
[Munir, 2004]. Ditinjau dari sudut pandang bagus (good contrast atau normal contrast), dan
matematis, citra merupakan fungsi malar citra kontras-tinggi (high contrast).
(continue) dari intensitas cahaya pada bidang Citra kontras-rendah dicirikan dengan
dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, sebagian besar komposisi citranya adalah terang
objek memantulkan kembali sebagian dari atau sebagian besar gelap. Dari histogramnya
berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini terlihat sebagian besar derajat kebauannya
ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata terkelompok (clustered) bersama atau hanya
pada manumur, kamera, pemindai (scanner), dan menempati sebagian kecil dari rentang nilai-nilai
sebagainya, sehingga bayanagan objek yang keabuan yang mungkin. Jika pengelompokan
disebut citra tersebut terekam. nilai -nilai pixel berada di bagian kiri (yang
Pada pengolahan citra, dimaksudkan agar berisi nilai keabuan yang rendah), citranya
citra yang mengalami gangguan lebih mudah cenderung gelap. Jika pengelompokan nilai-nilai
pixel berada di bagian kanan ( yang berisi nilai
diinterpretasikan (baik oleh manumur maupun
mesin) dengan cara memanipulasi menjadi citra
Pengolah Citra Digital Untuk Identifikasi Uang Kertas 35
Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume XV, No.1, Januari 2010 : 34-40 ISSN : 0854-9524

keabuan yang tinggi), citranya cenderung terang. dari kelompok pixel, dan imax adalah nilai
Tetapi mungkin saja suatu citra tergolong keabuan tertinggi dari kelompok pixel.
kontras-rendah meskipun tidak terlalu terang
Gambar peregangan kontras ditunjukkan
atau tidak terlalu gelap bila semua
pengelompokan nilai keabuab yang relative pada gambar 2.
seragam. r
Citra kontras-tinggi, seperti halnya citra
kontras bagus, memiliki jangkauan nilai keabuan
yang lebar, tetapi terdapat area yang lebar yang rmax
didominasi oleh warna terang. Gambar dengan
langit terang dan latar depan yang gelap adalah
contoh citra kontras-tinggi. Pada histogramnya
terlihat dua puncak, satu pada area nilai keabuan
yang rendah dan satu lagi pada area nilai
keabuan yang tinggi. rmin
Citra dengan kontras-rendah dapat
diperbaiki kualitasnya dengan operasi
peregangan kontras. Melalui operasi ini, nilai- 0 S
nilai keabuan pixel akan merentang dari 0
sampai 255 (citra 8-bit), dengan kata lain Gambar 2. Peregangan kontras
seluruh nilai keabuan pixel terpakai secara
merata. 2. Penyesuaian kecerahan gambar
(brightness adaption)
Algoritma peregangan kontras adalah
sebagai berikut : Untuk membuat citra lebih terang atau
lebih gelap, kita melakukan perubahan intensitas
a. Cari batas bawah pengelompokan pixel citra, yang dalam hal ini disebut sebagai
dengan cara memindai (scan) histogram dari penyesuaian kecerahan gambar (brightness
nilai keabuan terkecil ke nilai keabuan adaptation). (Gonzalez and Woods,1992).
terbesar (0 sampai 255) untuk menemukan
pixel pertama yang melebihi nilai ambang Kecerahan gambar dapt diperbaiki dengan
pertama yang dispesifikasikan. menambahkan atau mengurangkan sebuah
konstanta kepada (atau dari) setiap pixel di
b. Cari batas pengelompokan pixel dengan cara dalam citra. Akibat dari operasi ini, histogram
memindai histogram dari nilai keabuan citra mengalami pergesera.
tertinggi ke nilai keabuan terendah (255
sampai 0) untuk menemukan pixel pertama Secara matematis operasi ini ditulis
yang lebih kecil dari nilai ambang kedua sebagai berikut :
yang dispesifikasikan. f 'x, y  f x, y b
c. Pixel-pixel yang berada di antara nilai
ambang pertama di-set sama dengan 0, Jika b positif, kecerahan gambar
sedangkan pixel-pixel yang berada di atas bertambah, sebaliknya jika b negative kecerahan
nilai ambang kedua di-set sama dengan 255. gambar berkurang.
d. Pixel yang berada di antara nilai ambang Segmentasi
pertama dan nilai ambang kedua dipetakan Segmentasi adalah pemisahan daerah
(diskalakan) untuk memenuhi rentang nilai- bagian depan/objek(foreground) pada citra dari
nilai keabuan yang, lengkap (0 sampai 255) bagian belakang (background).
dengan persamaan :
Cropping
s = r  rmax x 255
r Cropping adalah memotong satu
min  r
max
bagian dari citra sehingga diperoleh citra
dalam hal ini, i adalah nilai keabuan dalam
citra semula, g adalah nilai keabuan yang yang berukuran lebih kecil. Operasi ini pada
baru, I min adalah nilai keabuan terendah dasarnya adalah operasi translasi, yaitu
36 Pengolah Citra Digital Untuk Identifikasi Uang Kertas
Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume XV, No.1, Januari 2010 : 34-40 ISSN : 0854-9524

menggeser koordinat titik citra. Rumus yang Warna merah (R), hijau (G), dan biru (B)
digunakan untuk operasi ini adalah : merupakan warna pokok dalam pengelolaan
gambar. Jika warna-warna pokok tersebut
x'  x  xL untuk x  xL sampai xR y' 
digabungkan, maka akan menghasilkan warna
y  yr untuk y  yT sampai yB lain. Penggabungan warna tersebut bergantung
xL, yT  dan xR, yB  masing-masing adalah pada warna pokok dimana tiap-tiap warna
memiliki nilai 256 (8 bit).
koordinat titik pojok kiri atas dan pojok kanan Masing-masing R, G, dan B didiskritkan
bawah bagian citra yang hendak di – crop [Ir. dalam skala 256, sehingga RGB akan memiliki
Balza Achmad, M.Sc.E dan Kartika Firdausy, indeks antara 0 sampai 255. Contohnya
S.T.,M.T.,2005]. H(255,255,255) adalah warna putih, sedangkan
H (0,0,0) adalah warna hitam. Gambar 3.
Pencocokan / Matching
merupakan percampuran warna dasar RGB.
Metode pencocokan digunakan
erhitungan menurut Munir [2004], yaitu :
n

 di  ri 2
d i1
rms  C
Dengan di dan ri adalah kedua ciri yang
dibandingkan, dan C adalah banyaknya ciri yang Gambar 3. Pencampuran Warna Dasar RGB
terlibat. Jika drms  threshold, maka kedua ciri Color histrogram merupakan hubungan
dikatakan identik. dari intensitas tiga macam warna. Dimana setiap
gambar mempunyai distribusi warna tertentu.
Permasalahan Distribusi warna ini dimodelkan dengan color
Masalah yang akan dibahas dalam histogram. Color histogram dihitung dengan
penelitian ini meliputi : cara mendiskretkan warna dalam gambar, dan
menghitung jumlah dari tiap-tiap pixel pada
1. Menganalisa masalah seperti kekeliruan yang
gambar.
bisa terjadi pada waktu transaksi, dan uang
dalam keadaaan acak. Untuk mengidentifikasi gambar uang
2. Membuat database yang nantinya digunakan digunakan metode sebagai berikut:
untuk mengidentifikasi uang kertas. 1. Menghitung rata-rata warna merah, hijau
dan biru pada sebagian gambar kemudian
3. Mencocokkan uang kertas yang ada dengan
membandingkan antara gambar pola dengan
uang yang ada didatabase. gambar query.
ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 2. Proses matching untuk mendapatkan gambar
Ciri merupakan suatu tanda yang khas, pola yang memiliki jarak terdekat dengan
yang membedakan antara satu dengan yang lain. gambar query. Gambar yang memiliki jarak
Tidak berbeda dengan sebuah gambar, gambar terdekat adalah gambar yang sama atau yang
juga memiliki ciri yang dapat membedakannya paling mirip.
dengan gambar yang lain. Masing-masing ciri 1. Akuisisi Citra dan Perbaikan Citra
gambar didapatkan dari proses ekstraksi ciri.
Ciri – ciri dasar dari gambar dapat berupa Hal pertama yang dilakukan adalah
warna, bentuk dan teksture. mengambil gambar uang yang akan dijadikan
Ciri warna suatu gambar dapat dinyatakan pola dan query. Pengambilan gambar dilakukan
dalam bentuk histogram dari gambar tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
yang dituliskan dengan H(r,g,b), dimana
H(r,g,b) adalah jumlah munculnya pasangan a. Gambar diambil dengan scanner canon
warna r (red), g (green) dan b (blue) tertentu. (CanoScan Lide 20).

Pengolah Citra Digital Untuk Identifikasi Uang Kertas 37


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume XV, No.1, Januari 2010 : 34-40 ISSN : 0854-9524

b. Tipe gambar jpg dengan ukuran 720 x 360 PictureBox dengan ukuran tertentu (96 x 163
pixel. pixel). Gambar proses segmentasi pada uang
c. Resolusi gambar 1200 dpi. kertas ditunjukkan gambar 5.

d. Diambil pada posisi yang sama (gambar


berada pada pojok kiri atas). Background
gambar putih.
e. Gambar uang yang dijadikan obyek
penelitian adalah uang 1000, 5000, 10000,
20000, 50000 dan 100000. Gambar 5. Segmentasi - Pixel
f. Gambar uang yang diambil hanya satu sisi
saja, sehingga analisa gambar nantinya Extraction 3. Ekstraksi Ciri
hanya dilakukan pada satu sisi saja. Sisi
gambar yang dipilih adalah sisi yang tidak Proses ekstraksi ciri warna dengan
ada nomor serinya. Karena pada sisi tersebut menggunakan histogram warna dengan
terdapat perbedaan warna yang mencolok menghitung rata-rata warna merah, hijau dan
pada bagian pojok kiri atas. Bagian tersebut biru pada keseluruhan pixel gambar.
nantinya digunakan untuk segmentasi
gambar. Gambar posisi pengambilan gambar Grratr = ( ∑ Grtotr ) / N
ditunjukkan pada gambar 4. Grratg = ( ∑ Grtotg ) / N
Grratb = ( ∑ Grtotb ) / N
Grratr : Nilai rata-rata warna merah
Grtotr : Total warna merah
Grratg : Nilai rata-rata warna hijau
Grtotg : Total warna hijau
Grratb : Nilai rata-rata warna biru
Grtotb : Total warna biru
Gambar 4.Posisi Pengambilan Gambar N : Total Pixel
Untuk mempercepat proses perbaikan citra Algoritma program dengan Visual Basic dapat
digunakan software pengolah citra Adobe dituliskan sebagai barikut:
Photoshop. Adapun proses perbaikan citra For Y = 1 To Picture1.ScaleHeight
meliputi : For X = 1 To Picture1.ScaleWidth
p = GetPixel(Picture1.hdc, X, Y)
a. Mengatur kontras. r = p And &HFF
b. Mengatur kecerahan / brightness. g = (p \ &H100) And &HFF
b = (p \ &H10000) And
Pada percobaan ini, perbaikan citra &HFF grtotr = grtotr + r
dilakukan pada gambar uang yang sangat kumal grratr = Round(grtotr / (Picture1.ScaleHeight *
saja. Pengambilan gambar dengan scanner Picture1.ScaleWidth), 2)
secara umum telah memberikan hasil yang grtotg = grtotg + g
cukup baik. grratg = Round(grtotg / (Picture1.ScaleHeight
2. Segmentasi * Picture1.ScaleWidth), 2)
grtotb = grtotb + b
Segmentasi dilakukan melalui cropping. grratb = Round(grtotb / (Picture1.ScaleHeight
Dari gambar uang kertas yang ada, dapat * Picture1.ScaleWidth), 2)
diperoleh ciri yang cukup membedakan pada Next
pojok kiri atas. Oleh karena itu hanya sebagian Next
gambar tersebut yang akan diproses untuk Text1.Text = grratr
disimpan ke database maupun digunakan untuk Text2.Text = grratg
query. Text3.Text = grratb
Pada tahapan implementasi, untuk End Sub
mendapatkan obyek tersebut digunakan

38 Pengolah Citra Digital Untuk Identifikasi Uang Kertas


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume XV, No.1, Januari 2010 : 34-40 ISSN : 0854-9524

Hasil ekstraksi ciri disimpan dalam database Adapun struktur program terdiri dari dua bagian
dengan field sebagai berikut: a. Input Data Pola : digunakan untuk
Tabel 1. Hasil ekstraksi ciri yang disimpan mengekstraksi ciri dan menyimpan data
Field Type Keterangan gambar yang digunakan sebagai pola yang
uang text Untuk menyimpan jenis uang ditunjukkan pada gambar 7.
r number Untuk menyimpan rata-rata
warna merah
g number Untuk menyimpan rata-rata
warna hijau
b number Untuk menyimpan rata-rata
warna biru

4. Matching
Matching adalah proses mencocokkan
data antara gambar query dengan data pola yang
telah tersimpan dalam database. Sebelumnya,
gambar query juga dilakukan ekstraksi ciri yang
sama seperti pada gambar pola. Sehingga
gambar query akan memberikan nilai rata-rata
warna merah, hijau dan biru untuk dibandingkan
dengan database.
Untuk proses matching, diberikan
toleransi 10. Sehingga data gambar yang Gambar 7. Form Input Data Pola
memiliki nilai x – 10 ≥ x ≤ x + 10 akan dianggap
gambar yang paling mirip. Jika tidak ditemukan b. Matching : digunakan untuk mengekstraksi
data yang sesuai, maka akan dianggap tidak ada ciri gambar query dan pencarian data dari
yang mirip. Gambar 6 merupakan gambar proses database yag sesuai dengan hasil ekstraksi
matching.. ciri gambar query yang ditunjukkan pada
Gambar
gambar 8.

Ekstraksi Database
Template

Gambar

Ekstraksi Matchin
Query
g

Hasil
Gambar. 6. Proses Matching
IMPLEMENTASI SISTEM
Implementasi program menggunakan Gambar 8. Form Matching
Visual Basic 6.0 dan database Microsoft Access
Percobaan yang dilakukan pada penelitian
2003. Database menggunakan satu tabel dengan
ini menggunakan 15 gambar. Enam gambar
struktur sebagai berikut: digunakan sebagai gambar pola, sisanya
digunakan untuk gambar query yang digunakan
Tabel 2. Struktur Database untuk proses matching.
No Field Tipe Deskripsi
Untuk menyimpan jenis Data gambar pola dapat diberikan sebagai
1 Uang Text uang berikut:
2 r Number Untuk menyimpan nilai
merah
Untuk menyimpan nilai
3 g Number hijau
4 b Number Untuk menyimpan nilai biru
Tabel 3. RGB dari Data gambar uang 3. Besarnya tingkat toleransi akan
Nama File Jenis R G B mempengaruhi proses matching.
Uang
1000p11 1000 139.30 142.43 135.21 DAFTAR PUSTAKA
5000p11 5000 157.94 148.60 105.79
10000p11 10000 150.10 69.37 129.23 Rinaldi Munir, “Pengolahan Citra Digital
20000p11 20000 137.20 156.60 153.95 dengan Pendekatan Algoritmik”,
50000p11 50000 119.24 125.76 168.14 Informatika Bandung, 2004
100000p11 100000 157.94 148.60 105.79
http://id.wikipedia.org/wiki/Jenis-jenis_uang
Percobaan identifikasi gambar dilakukan pada http://id.wikipedia.org/wiki/Uang
15 gambar. Dimana 9 gambar adalah gambar
yang berbeda dengan gambar yang digunakan http://images.google.co.id/images?q=jenis+uang
untuk pola. Diantara gambar tersebut ada 1 &oe=utf-8&rls=org.mozilla:en-
gambar uang yang terkena noda, yaitu US:official&client=firefox-
1000s21.jpg. Gambar tersebut seharusnya akan a&um=1&ie=UTF-8&ei=Ef3wSo-
menjadi gambar yang tidak dikenali. Data fDtGfkQXM9e2GBw&sa=X&oi=image_r
percobaan matching adalah sebagai berikut: esult_group&ct=title&resnum=4&ved=0C
B0QsAQwAw
Tabel 4. hasil dari uji coba program http://www.e-
No Nama File Jenis Hasil Kebenaran dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=7&fna
Uang me=eko203_07.htm
1 1000p11 1000 1000 Benar
2 1000s11 1000 1000 Benar Adi Kurniadi, 2000, “Pemrograman Microsoft
3 1000s21 1000 Uang Benar Visual Basic 6.0”, Elexmedia
tidak Komputindo, Jakarta
dikenal
4 5000p11 5000 5000 Benar Wahana Komputer Semarang, 2002, “Panduan
5 5000s11 5000 5000 Benar Praktis Pemrograman Visual Basic 6.0
6 5000s21 5000 5000 Benar Tingkat Lanjut”, Andi Yogyakarta
7 10000p11 10000 10000 Benar Gonzalez, R.C. and Woods, R. E., 1992, Digital
8 10000s11 10000 Uang Salah
tidak Image Processing, Addison Wesley
dikenal Publishing Company, USA.
9 10000s21 10000 10000 Benar Jain, A.K., 1989, Fundamentals of Digital Image
10 20000p11 20000 20000 Benar Processing, Prentice-Hall International.
11 20000s11 20000 1000 Salah
12 50000p11 50000 50000 Benar
13 50000s11 50000 50000 Benar
14 100000p11 100000 100000 Benar
15 100000s11 100000 100000 Benar

Dari percobaan 15 gambar didapatkan


keakuratan sebesar 13 / 15 x 100% = 86%.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang sudah dilakukan


kesimpulan yang bisa diperoleh sebagai berikut:
1. Histogram warna dapat digunakan untuk
mengidentifikasi uang rupiah.
2. Proses perbaikan citra akan mendukung
proses analisa citra.
NO 3
Judul Sistem Pengenalan Bunga Berbasis Pengolahan Citra dan
Pengklasifikasi Jarak
Penulis Fitri Muwardi dan Abdul Fadlil
Tahun 2017
Link http://journal.uad.ac.id/index.php/JITEKI/article/download/7470/
4093
Tujuan Penelitian Membuat sistem identifikasi jenis bunga berbasis pengolahan
citra dan pengklasifikasi jarak.
Subjek Penelitian Data yang digunakan 9 jenis bunga, yaitu : bunga alamda,
kamboja, kenanga, lidah mertua, sepatu, mawar, melati, matahari,
lili putih yang berupa file citra yang berektensi JPG.
Metode yang Digunakan Metode jarak manhattan dengan ektraksi ciri histogram dan
metode klasifikasi Euclidean dengan ektraksi ciri statistik orde 1.
Hasil Penelitian Hasil penelitian system identifikasi citra jenis bunga
menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi sebesar 85% dengan
menggunakan metode jarak manhattan dengan ektraksi ciri
histogram, dan paling rendah tingkat akurasinya adalah 77%,
menggunakan metode klasifikasi Euclidean dengan ektraksi ciri
statistik orde 1.
Kelebihan Dengan menggunakan metode manhattan pengujian ektraksi ciri
akan lebih memiliki tingkat akurasi yang tinggi.
Kekurangan Cahaya ruangan akan sangat mempengaruhi kualitas hasil citra.
SISTEM PENGENALAN BUNGA BERBASIS PENGOLAHAN
CITRA DAN PENGKLASIFIKASI JARAK

Fitri Muwardi, Abdul Fadlil


Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Ahmad Dahlan
Kampus III, Jln. Prof. Dr. Soepomo, S.H. Umbulharjo, Yogyakarta 55161
e-mail: muwardi95@gmail.com, fadlil3@yahoo.com

Abstract

Computer based recognition system is processing to generate information the flowers into the
computer. Those is using reabilty and intelligency system to conduct it . In this study, handphone camera
that has used the data acquisition of the flower image. Then, Its conduted image pre-processing
(grayscale and cropping) and used feature extraction (color histogram and order 1 statistics) also
distance classification (Manhattan and Euclidean). This research has provided of 2 steps it selected
standard pattern and testing. To conduct reference of standard pattern its provide of 9 model are the
alamanda flower, the kamboja flower, the kenanga flower, the lidah mertua flower, the white lili flower,
the sun flower, the rose flower, the jasmine flower, and the shoes flower. In addtion, the system is used of
25 model. So that provide are 225 models for system testing. The result this identification system has
shown high accuracy level of 85% by Manhattan distance method with histogram feature extraction also
the lowest accuracy rate of 77% using Eucludean classification method with the 1st orde of statistics
feature extraction

Keywords: introduction of flowers; distance method; manhattan and euclidean.

Abstrak
Sistem pengenalan jenis bunga berbasis komputer merupakan proses memasukkan informasi
berupa citra jenis bunga ke dalam komputer. Perlu adanya sistem yang handal dan cerdas untuk
melaksanakan tugas tersebut. Pada penelitian ini kamera handphone dimanfaatkan untuk akuisisi data
citra jenis bunga. Selanjutnya dilakukan pre-processing (grayscale dan cropping) terhadap citra,
untuk ektraksi ciri (histogram warna citra dan statistik orde 1), dan pengklasifikasi jarak (manhattan
dan Euclidean). Pada penelitian ini dilakukan melalui 2 tahap yaitu penentuan pola standar dan
pengujian. Data yang digunakan sebagai pola standar referensi sebanyak 9 sampel untuk masing-
masing jenis bunga yaitu bunga alamanda, bunga kamboja, bunga kenanga, bunga lidah mertua, bunga
lili putih, bunga matahari, bunga mawar, bunga melati, bunga sepatu. Sedangkan untuk pengujian uji
kerja sistem menggunakan 25 sampel untuk setiap masing-masing jenis bunga jadi total citra uji 225
sampel. Hasil pengujian sistem identifikasi citra jenis bunga menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi
sebesar 85% dengan menggunakan metode jarak manhattan dengan ektraksi ciri histogram, dan
paling rendah tingkat akurasinya adalah 77%, menggunakan metode klasifikasi Euclidean dengan
ektraksi ciri statistik orde 1.

Kata Kunci: pengenalan bunga; metode jarak; manhattan dan euclidean.

1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi pengolahan citra (image processing) sekarang ini menyediakan
kemungkinan manusia untuk membuat suatu sistem yang dapat mengenali suatu citra digital.
Pengolahan citra merupakan salah satu jenis teknologi untuk menyelesaikan masalah mengenai
pemrosesan gambar. Dalam pengolahan citra, gambar diolah sedemikian rupa sehingga gambar
tersebut dapat digunakan untuk aplikasi lebih lanjut.
Bunga merupakan modifikasi suatu tunas (batang dan daun) yang bentuk, warna, dan
susunannya disesuaikan dengan kepentingan tumbuhan. Oleh karena itu, bunga ini berfungsi sebagai
tempat berlangsungnya penyerbukan dan pembuahan yang akhirnya dapat dihasilkan alat-alat
perkembangbiakan. Mengingat pentingnya bunga bagi tumbuhan maka pada bunga terdapat sifat-
sifat yang merupakan penyesuaian untuk melaksanakan fungsinya sebagai penghasil alat
perkembangbiakan, pada umumnya bunga mempunyai warna menarik, berbau harum, bentuknya
bermacam-macam, dan biasanya mengandung madu.Teknologi komputer saat ini terus mengalami
perkembangan yang sangat pesat tarutama yang berbasis teknologi multimedia atau digital.
Teknologi komputer yang mampu menghasilkan informasi dengan tampilan yang lebih
menarik. Sistem pengenalan bunga menggunakan citra digital sebagai input yang akan diproses dan
diidentifikasi bukanlah perkara mudah. Bunga mempunyai jenis yang sangat bervariasi. Ekstraksi
ciri bertujuan untuk menajamkan perbedaan-perbedaan pola, sehingga akan mudah dalam pemisahan
kategori kelas pada proseklasifikasi. Terdapat bermacam-macam fitur dalam melakukan ekstraksi
ciri yaitu amplitude, histrogram, matriks coocurence, gradient, deteksi tepi, spectrum fourier,
wavelet, fractal dan lain-lain.
Banyak metode yang dapat digunakan dalam melakukan proses identifikasi klasifikasi
terhadap citra bunga yaitu metode manhattan, euclidean, minkowsk i, city blok distance, chebysev,
one minus correlation coeficient dan lain-lain. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan
metode manhattan dan euclidean karena dari kajian terdahulu belum ada yang menggunakan
campuran kedua metode tersebut. Untuk mendukung penelitian ini, bany ak aplikasi komputer yang
dapat digunakan untuk pengolahan citra digital yaitu MATLAB, Visual Basic, pemrograman
DELPHI. Pada penelitian ini penulis akan menggunakan aplikasi MATLAB (matrix laboratory)
dengan menggunakan fasilitas GUI (graphic user interface) untuk mendukung dalam pengolahan citra
digital. Citra dapat disimpan di dalam berkas (file) dalam berbagai format yaitu: bmp, .jpg, .png, .gif
dan lain sebagainya. Pada penelitian kali ini, citra yang dimasukkan menggunakan citra dengan
format JPG (.jpg) dan citra selanjutnya akan dikonversi dari format rgb (red green blue) ke bentuk
aras keabuan grey level sehingga memudahkan dalam melakukan identifikasi citra [1].

2. Metode Penelitian
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Bunga
Bunga merupakan modifikasi suatu tunas (batang dan daun) yang bentuk, warna, dan
susunannya disesuaikan dengan kepentingan tumbuhan. Oleh karena itu, bunga ini berfungsi sebagai
tempat berlangsungnya penyerbukan dan pembuahan yang akhirnya dapat dihasilkan alat-alat
perkembangbiakan. Mengingat pentingnya bunga bagi tumbuhan maka pada bunga terdapat sifat-
sifat yang merupakan penyesuaian untuk melaksanakan fungsinya sebagai penghasil alat
perkembangbiakan, pada umumnya bunga mempunyai warna menarik, berbau harum, bentuknya
bermacam-macam dan biasanya mengandung madu. Pada penelitian kali ini penulis akan
menggunakan obyek berbagai jenis bunga (alamanda, kamboja, kenanga, lidah mertua, lili putih,
matahari, mawar, melati, sepatu).

2.1.2. Pengolah Citra


Pengolahan citra merupakan bidang yang bersifat multidisiplin, yang terdiri dari banyak
aspek, antara lain: fisika (optik, nuklir, gelombang, dll), elektronika, matematika, seni, fotografi, dan
teknologi komputer. Pengolahan citra (image processing) memiliki hubungan yang sangat erat
dengan disiplin ilmu yang jika sebuah disiplin ilmu dinyatakan dalam bentuk proses suatu input
menjadikan output, maka pengolahan citra memiliki input berpupa citra serta output berupa citra [2].

2.1.3. Model Warna RGB


RGB adalah suatu model warna yang terdiri atas 3 buah warna yaitu merah (red), hijau
(green), biru (blue) yang ditambahkan dengan berbagai cara untuk menghsilkan bermacam- macam
warna. Merubah citra RGB menjadi grayscale adalah salah satu contoh proses pengolahan citra
menggunakan operasi titik. Untuk mengubah citra RGB menjadi grayscaleI adalah dengan
menghitung rata-rata nilai intensitas RGB dari setiap piksel penyusun citra tersebut. Ilustrasi nilai
citra berwarna ditunjukkan dengan matrik beikut [3]:
(1)

(2)

(3)

Rumus matematis yang digunakan sebagai berikut:

dimana: = nilai citra grayscale (4)

= nilai elemen citra warna merah


= nilai elemen citra warna hijau
= nilai elemen citra warna biru

2.1.4 Citra Grayscale

Citra skala keabuan memberi kemungkinan warna yang lebih banyak dari pada citra biner,
karena ada nilai-nilai diantara nilai minimum (biasanya=0) dan nilai maksimumnya. Banyaknya
kemungkinan nilai dan nilai maksimumnya bergantung pada jumlah bit yang digunakan. Pada citra
grayscale ini, format citra disebut skala keabuan karena pada umumnya warna yang dipakai adalah
warna hitam sebagai warna minimal dan warna putih sebagai warna minimalnya, sehingga warna
antaranya adalah abu-abu [4].

2.1.7. Cropping

Cropping adalah proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada area citra. Untuk
memotong bagian dari citra digunakan dua koordinat, yaitu koordinat awal yang merupakan awal
koordinat bagi citra hasil pemotongan dan koordinat akhir yang merupakan titik koordinat akhir dari
citra hasil pemotongan. Sehingga akan membentuk bangun segi empat yang mana tiap-tiap piksel
yang ada pada area koordinat tertentu akan disimpan dalam citra yang baru.

2.1.6. Ektraksi Ciri


Ekstraksi ciri merupakan bagian penting dari nalisa citra. Citra adalah karakteristik untuk dari
suatu obyek. Analisis bentuk merupakan salah satu metode pemisah ciri. Karakteristik ciri yang baik
kurang lebih memenuhi persyaratan berikut [5].

2.1.7. Histogram
Histogram adalah fungsi transformasi intensitas didasarkan pada informasi yang diektrak dari citra
berupa histogram. Histogram memegang peran yang sangat penting dalam pengolahan citra seperti
enhanement, compression, segmentation dan description [6].

2.1.8. Statistik Orde 1


Orde 1 digunakan untuk membedakan tekstur ciri atau statistik atau obyek lainnya dapat
menggunakan ciri statistik orde 1 atau ciri statistik orde dua. Ciri statistik orde 1 didasarkan pada
karakteristik histogram citra. Ciri statistik orde 1 umumnya digunakan untuk membedakan tekstur
makrostruktur (perulangan pola lokal secara periodik). Ciri statistik orde 1 antara lain: mean,
variance, skewness, kurtosis dan entropy [7].

2.1.9. Klasifikasi
Menurut kamus besar bahasa indonesia klasifikasi adalah penyusunan bersistem dalam
kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan. Sedangkan pengertian secara
umum klasifikasi adalah suatu kegiatan yang mengelompokkan benda yang memiliki beberapa ciri
yang sama dan memisahkan benda yang tidak sama [8].

2.2. Alat dan Bahan Penelitian


2.2.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah perangkat lunak (software) dan perangkat keras
(hardware). Perangkat lunak yang dibutuhkan meliputi sistem operasi dan perangkat lunak aplikasi yang
lain, dan camera HP. Kebutuhan perangkat keras meliputi seperangkat komputer. Laptop lenovo core i3
tipe prosesor: Intel core i3 processor, processor onboard: Intel® core™ i3- 3110M processor (2.4 GHz,
cache 3MB), chipset: Intel® HM77, memori standar: 2 GB DDR3, kapasitas penyimpanan: 500 GB serial
ATA 5400 RPM, tipe grafis: NVIDIA geforce 705M 1GB, ukuran layar : 14″ WXGA LED, wireless network
protocol: IEEE 802.11b, IEEE 802.11g, IEEE 802.11n, kamera HP, kamera utama: 13 MP, 4160 X 3120 pixels,
kamera depan: 5 MP, aperture F/2.0, video record 1080p@30fps, 85̊ wide viewing angle

2.2.2. Bahan Penelitian


Subyek penelitian ini adalah membuat sistem identifikasi jenis bunga berbasis pengolahan citra
dan pengklasifikasi jarak menggunakan metode klasifikasi dan euclidean. data yang dipakai dalam
penelitian ini menggunakan 9 jenis data jenis bunga yaitu bunga alamda, kamboja, kenanga, lidah
mertua, sepatu, mawar, melati, matahari, lili putih yang berupa file citra yang berektensi JPG (Join
photographics Group). Identifikasi citra jenis bunga dilakukan dengan menggunakan citra yang
terpisah didalam file komputer. Jika sistem menangkap citra jenis bunga. Obyek yang telah
dilatihkan, maka sistem akan dalam mengidentifikasinya [9].

2.3. Perancangan Sistem


Pemrosesan awal adalah proses untuk mendapatkan informasi citra jenis bunga dengan
mengkonversi citra asli menjadi citra grayscale dan memisahkan citra dari background dengan cara
cropping.

2.3.1. Diagram Sistem Identifikasi Jenis Bunga


Diagram sistem identifikasi jenis bunga dapat dilihat pada Gambar 1.
Prapengolahan Ekstraksi ciri

Pengambilan Citra Statistik Orde 1


RGBgrayscale Croping
histogram

Proses pengenalan
(pengambilan keputusan) Pengklasifikasiaan:
Jenis bunga - Manhattan
- Euclidean

Gambar 1. Diagram sistem identifikasi jenis bunga


Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam sistem identifikasi citra jenis bunga adalah
gambaran untuk membagi tugas-tugas dalam beberapa bagian. Masing-masing bagian harus lengkap
tugasnya sebelum berpindah pada proses selanjutnya [9].

2.3.2. Diagram blok Sistem Pengenalan Bunga


Diagram yang ditunjukan pada Gambar 2 merupakan tahapan proses sistem penentuan
pengenalan jenis bunga menggunakan metode jarak.

Prapengolahan
Masukan
- RGB
pengambilan
citra - Grayscale

- Cropping

Ektraksi Ciri
Klasifikasi
- Histogram
- Manhattan
- Statistik Orde 1
- Euclidean

Hasil Identifikasi Jenis Bunga


Alamanda- Lidah Mertua- Mawar
Kamboja- Lili Putih- Melati

-Kenanga- Matahari - Sepatu

Gambar 2. Diagram blok sistem pengenalan bunga

Keterangan dari blok diagram pengenalan jenis bunga pada gambar 2 diatas adalah Input
pengambilan citra jenis bunga menggunakan kamera smartphone. Pre-Procesing mengolah citra dari
RGB menjadi grayscale dan cropping. Ektraksi ciri tahap memilih histogram dan statistik orde 1.
Selanjutnya klasifikasi jarak memilih manhattan dan euclidan. Setelah melalui proses ektraksi ciri
dan klasifikasi jarak kemudian didapatkan hasil identifikasi jenis bunga.

3. Hasil dan Pembahasan


Pada dasarnya sistem identifikasi jenis bunga dapat diuji setelah sistem tersebut dilatihkan
terlebih dahulu. Pengujian sistem dilakukan dengan cra memasukkan citra (image) baru yang belum
dikenali atau citra lain yang belum pernah dipakai pada citra pelatih (training). Pada sistem
pengenalan jenis bunga basis data (database) yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Data citra pelatihan digunakan untuk sistem belajar atau mengenal tentang citra yang diberikan agar
sistem mempunyai pengetahuan.
2. Data citra pengujian digunakan untuk mengetahui cara kerja sistem dalam mengidentifikasi citra jenis
bunga.

3.1. Hasil Pengujian Sistem Ektraksi Ciri Statistik Orde 1


Tampilan hasil pengujian sistem pengenalan bunga menggunakan ektraksi ciri statistik orde 1
dan histogram terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tampilan pengujian menggunakan statistik orde 1

Sistem pengenalan citra jenis bunga telah dirancang menggunakan GUI agar memudahkan
bagian penggunaan. Pengujian sistem dilakukan dengan menjalankan program utama.

3.2. Hasil Pengujian Ektraksi Ciri Histogram


Tampilan hasil pengujian sistem pengenalan bunga menggunakan ektraksi ciri statistik orde 1
dan histogram terlihat pada Gambar 4

Gambar 4. Tampilan pengujian ektraksi ciri histogram dengan metode jarak euclidean

Pada Gambar 4 proses pengujian pengambilan 9 citra jenis bunga dilakukan dengan
memasukkan citra bunga yang telah disimpan didalam database komputer. Proses memasukkan citra
bunga ini dilakukan dengan menekan tombol “Ambil Gambar” yang hasilnya ditampilkan pada axesl.
3.3. Hasil Perbandingan Sistem
Hasil perhitungan akurasi citra jenis bunga terlihat pada Tabel 1

Tabel 1. Hasil perhitungan akurasi


Metode Ektraksi ciri Akurasi (%)
Manhattan 80
Euclidean
Manhattan Statistik orde 1 77
Euclidean 85
Histogram 81

Pada Tabel 1 merupakan Hasil penelitian atau pengujian, dapat diketahui bahwa system
identifkasi citra jenis bunga menunjukkan tingkat akurasi yang paling tinggi adalah 85 % dengan
menggunakan metode klasifikasi jarak histogram manhattan dan ektraksi ciri histogram. Dan hasil
pengujian sitem identifikasi citra jenis bunga menunjukkan tingkat akurasi yang terendah tingkat
akurasinya adalah 77 % dengan menggunakan metode klasifikasi jarak orde 1 euclidean. Namun
untuk lebih meningkatkan uji kerja sistem masih perlu dilakukan untuk mendapatkan akurasi yang
maksimal, misalnya mencoba meningkatkan kualitas citra uji dan mencoba menggunakan teknik-
teknik lain pada tahap proses awal, ektraksi ciri maupun pengklasifikasinya.

4. Kesimpulan
Dalam pengambilan citra, cahaya ruangan dapat mempengaruhi kualitas hasil citra itu, Dalam
penelitian ini ektraksi ciri yang lebih akurat dengan menggunakan ektraksi ciri histogram manhattan
yaitu ektraksi ciri dari segi warna citra, Dalam sistem pengenalan bunga, metode klasifikasi jarak
manhattan dan euclidean yang lebih akurat dalam mengklasifikasi citra jenis bunga adalah metode
manhattan, hasil pengujian dapat diketahui bahwa sistem identifikasi citra jenis bunga menunjukkan
tingkat akurasi yang tertinggi adalah 85% dengan menggunakan metode jarak manhattan dengan
ektraksi ciri histogram. Sedangkan tingkat akurasi yang paling rendah adalah 77% dengan
menggunakan metode jarak euclidean dengan ektraksi ciri statistik orde 1.

Referensi
[1] Marzuki Khalid, et. al, Design of an intelligent wood species recognition system,
International Journal of Simulation, Systems, Science and Technology (IJSSST). 2008.

[2] Informatika. (2013). Operasi Cropping. Diperoleh dari: http://informatika.web.id/operasi-


cropping.html. (Diakses pada 29 Juli 2017).
[3] Agus Purwo Handoko, Yustina Retno Wahyu Utami, 2009. Pengenalan BuahBerdasarkan Karakteristik
Warna Citra. CSRID 1, 114-120
[4] Agus Prijono, Marvin Ch. Wijaya, 2007, Pengolahan Citra Digital MenggunakanMatlab, Cetakan
Pertama, Informatika, Bandung.
[5] Nugroho, H.W. (2011). Identifikasi Citra Kacang Menggunakan Metode Metrik Jarak Manhattan dan
Euclidean. Skripsi tidak dipublikasikan. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
[6] Sari, S.P. (2012). Sistem Identifikasi Citra Jenis Kunyit (Curcuma Domestica Val.)Menggunakan
Metode Klasifikasi Minkowski Distance Family. Skripsi tidak dipublikasikan. Yogyakarta: Universitas
Ahmad Dahlan.
[7] Shinta nur desmia sari, Sistem Identifikasi Citra Jahe (Zingiber officinale) Menggunakan metode jarak
Czekanowski Yogyakarta: Program Studi informatika UAD. 2013
[8] Fadlil, A.(2012).Sistem Pengenalan Citra jenis-jenis Tekstil. Spektrum industri. (volume 10,nNomor 1):
24
[9] Achmad, B. & Firdausy, K. (2005). Pengolahan Citra Digital menggunakan DELPHI.
Yogyakarta: Ardi Publishing.
[10] Fadllil, A.(2016). Petunjuk Praktikkum Teknik Pengenalan pola. Universitas Ahmad Dahlan.
Yogyakarta.
[11] Anggraeni, N.T. (2012). Sistem Identifikasi Citra Cabai(Campsium annum L) Menggunakan Metode
Klasifikasi Citi Block Distance. Sekripsi tidak dipublikasikan. Yogyakarta: Universit as Ahmad Dahlan.
Sugihartini, N.,Setianto, A.B., & Efiana, N.A. (2013). Formulasi Dan Teknologi Sediaan Padat.
Yogyakarta: Laboratorium Teknologi Farmasi Universitas Ahmad Dahlan
NO 4
Judul Sistem Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Bobot Sapi
Menggunakan Metode Titik Berat
Penulis Ahmad Mustafid dan Shofwatul Uyun
Tahun 2018
Link http://jtiik.ub.ac.id/index.php/jtiik/article/view/841
Tujuan Penelitian Untuk menentukan berat bobot sapi dengan menggunakan rumus
Schoorl dan rums Modifikasi/lamboume
Subjek Penelitian Penentuan bobot sapi yaitu dengan penentuan rumus, konversi
serta memakai algoritma
Metode yang Digunakan Titik Berat
Titik berat adalah titik dimana berat keseluruhan benda terpusat pada
titik tersebut. Untuk benda dengan bentuk homogen yang simetris titik
beratnya dapat dihitung menggunkana persamaan
Bentuk Area x y

b h
Segiempatbh
2 2

bh b h
Segitiga
2 3 3

Lingkaran  d 2 d d
4 2 2

Rumus Perhitungan
Sapi Merupakan Hewan Ternak yang digolongkan sebagai hewan
yang dapat memenuhi konsumsi daging masyarakat. Daging yang
dihasilkan sapi merupakan bahan makanan yang dapat dikonsumsi
oleh manusia.
Rumus Schrool:
(LD  22) 2
BeratBadan  (3)

100

Rumus Modifikasi/Lambourne:
PBLD 2
BeratBadan  (4)

10840

LD = Lingkar Dada (dalam cm)


PB = Panjang Badan (dalam cm)
Hasil Penelitian Nilai yang dihasilkan oleh rumus Modifikasi/Lambourne
kemudian dibandingkan dengan nilai dari hasil algoritma usulan.
Hasil lingkar dada dan panjang badan dari usulan algoritma
dibandingkan dengan nilai dari hasil rumus
Modifikasi/Lambourne mendapatkan nilai MAE (Mean Absolute
Error) untuk setiap algoritma yang diusulkan.
Kelebihan Nilai varian yang besar dari rumus Schoorl dan rumus
Modifikasi/Lambourne menunjukkan bahwa masih diperlukan
adanya penelitian selanjutnya yang dapat membuat rumus baru
untuk menentukan berat badan sapi secara lebih tepat dengan nilai
varian yang lebih kecil.
Kekurangan Hasil analisis perbandingan algoritma untuk menentukan panjang
badan dan lingkar dada hasil perhitungan citra tidak berbeda
secara signifikan yaitu dengan faktor ketelitian secara statistis
dengan MAE (Mean Absolute Error) sebesar 8,15% untuk
panjang badan dan 4,10% untuk lingkar dada. Hasil analisis
penentuan berat badan/bobot sapi dari hasil perhitungan citra
memiliki faktor ketelitian secara statistis dengan MAE (Mean
Absolute Error) sebesar 8,97% terhadap rumus
Modifikasi/Lambourne.
SISTEM PENGOLAHAN CITRA DIGITAL UNTUK MENENTUKAN BOBOT SAPI
MENGGUNAKAN METODE TITIK BERAT

Ahmad Mustafid1, Shofwatul 'Uyun2


Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga Jl. Marsda Adisucipto
Yogyakarta 55281 email: 1ahmad.mstfd@gmail.com; 2shofwatul.uyun@uin-suka.ac.id
(Naskah masuk: 05 Juni 2018, diterima untuk diterbitkan: 11 November 2018)

Abstrak

Harga sapi umumnya ditentukan melalui tawar menawar antara penjual dan pembeli serta interaksi
antara permintaan dan penawaran bukan didasarkan pada bobot sapi yang akan dijual. Sebagian besar
perhitungan dilakukan secara kasar maupun kira-kira. Ukuran lingkar dada dan panjang badan sapi
diperlukan untuk menghitung bobot sapi dengan menggunakan rumus Schrool maupun rumus
Modifikasi/Lambourne. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan nilai lingkar
dada dan panjang badan perlu dilakukan pengukuran secara manual, serta hal tersebut tidak mudah
untuk dilakukan dikarenakan sapi yang sulit dikondisikan. Oleh sebab itu, diperlukan alat yang bisa
mengukur secara mudah. Penelitian kali ini merupakan tahap kedua untuk menghitung dan
menentukan bobot dari sapi dari proses akuisisi citra. Oleh karena itu, pada tahapan kedua ini hanya
difokuskan kepada pemilihan rumus penentuan bobot sapi dan usulan algoritma untuk menentukan
bobot dari gambar hasil akuisisi citra. Hasil analisis bobot sapi menggunakan rumus Schoorl dan
rumus Modifikasi/Lambourne memiliki nilai deviasi bobot badan sebesar 16,87% dan 10,58%. Hasil
analisis dan perhitungan citra tidak berbeda secara signifikan dengan nilai MAE ( Mean Absolute
Error) sebesar 8,15% untuk panjang badan dan 4,10% untuk lingkar dada. Aplikasi pengolahan citra
digital yang telah dibangun mampu mengetahu berat badan/bobot sapi dengan MAE (Mean Absolute
Error) sebesar 8,97% terhadap rumus Modifikasi/Lambourne.

Kata kunci: Harga Sapi, Bobot Sapi, Lingkar Dada, Panjang Badan, Akuisisi Citra, Algoritma
Pengolahan Citra Digital, Rumus Schrool, Rumus Modifikasi/Lambourne.

DIGITAL IMAGE PROCESSING SYSTEM FOR DETERMINING THE WEIGHT COW


USING CENTER OF GRAVITY METHOD

Abstract

The price determination of cows is generally agreed through bargaining and interacting with demand
and supply to establish the general level of the price but it is not based on the weight of the cow itself.
The tool that the most commonly used is by rough calculation or approximation. There were formulas
to measure the weight, but it required chest circumference and the length of the body information. The
values ware obtained manually using the measuring tool, but the reality is inconvenient to do, because
of the difficulty conditioning the cows. Therefore, it required a tool that can calculate easily. This
article represented the second stages of the research to determine the weight of cows from the image
acquisition. Consequently, at this second stage has been focused on the selection of the cow weighting
formula and the proposed algorithm to determine the weight from the result of images that had been
processed in the early stages. The result of cow weighting analysis using Schoorl formula and
Modification/Lambourne formula had the value of body weight deviation of 16.87% and 10.58. The
results of image calculation did not differ significantly with MAE (Mean Absolute Error) equal to
8,15% and 4,10% for body length and chest circumference, respectively. Digital image processing
application that has been built was able to know the weight of cow with MAE (Mean Absolute Error)
equal to 8,97% towards Modification/Lambourne formula.

Keywords: Cow Prices, Cow Weight, Chest Circumference, Body Length, Image Acquisition, Digital
Image Processing Algorithm, Schoorl Formula, Modification/Lambourne Formula
menghitung MSE (Mean Square Error) dan PSNR
 PENDAHULUAN (Peak Signal to Noise Ratio) pada masing-masing
percobaan deteksi tepi. Hasil deteksi tepi terbaik
Populasi sapi di Indonesia sebesar 15,4 juta ekor, dari penelitian yang pertama telah menghasilkan
termasuk sapi potong dan sapi perah. Pertumbuhan citra yang merupakan tahap preprocessing. Hasil
populasi sapi dari tahun 2003 sampai tahun 2011 dari penelitian tadi berupa citra hasil
mencapai 5,33% per tahun atau dengan nilai rata-rata
preprocessing yang akan digunakan pada
pertambahan 655,5 ribu ekor setiap tahunnya
penelitian kali ini.
(Kementan-BPS, 2011). Ternak Sapi mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi di masyarakat. Harga sapi
umumnya ditentukan melalui interaksi antara d. METODE PENELITIAN
penawaran dan permintaan barang serta tawar menawar
antara pembeli dan penjual bukan didasarkan pada 2.1. Titik Berat
bobot sapi yang dijual. Titik berat adalah titik dimana berat
Bobot sapi dapat dihitung dengan rumus keseluruhan benda terpusat pada titik tersebut.
Schoorl dan rumus Modifikasi/Lambourne yang Untuk benda dengan bentuk homogen yang
membutuhkan variabel panjang badan dan simetris titik beratnya dapat dihitung
lingkar dada untuk perhitungannya. Untuk menggunkana persamaan pada Tabel 1.
mendapatkan bobot badan diperlukan nilai Tabel 1. Titik berat dari benda homogen yang simetris
lingkar dada dan panjang badan (Pradana, Bentuk Area x y
Hidayat, & Darana, 2016) yang diukur secara
manual (Paputungan et al., 2013). Namun, b h
Segiempatbh
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa 2 2
untuk mendapatkan nilai lingkar dada dan
panjang badan perlu dilakukan pengukuran
secara manual, serta hal tersebut tidak mudah bh b h
Segitiga
untuk dilakukan dikarenakan sapi yang sulit 2 3 3
dikondisikan. Di lapangan sendiri, belum
adanya alat untuk menghitung lingkar dada,
panjang badan dan bobot sapi secara praktis dan  d d d
Lingkaran 2
akurat. Diawali dari permasalahan ini, 4 2 2
memunculkan ide untuk membuat alat yang
bisa mengukur secara akurat dan mudah. Untuk benda homogen tetapi tidak simetris
Pengolahan Citra Digital merupakan kita
pemrosesan gambar atau citra dengan dapat menggunakan rumus (1) dan (2), x
menggunakan perangkat komputer untuk dengan
membuat citra yang memiliki kualitas lebih adalah koordinat titik berat dari sumbu x, dan y
baik (Munir, 2004). Citra digital adalah suatu
fungsi dua dimensi f(x,y), dengan f merupakan adalah koordinat titik berat dari sumbu y
fungsi amplitudo pada posisi (x,y) yang biasa (Rajput, 1988)
disebut dengan intensitas, dengan x maupun y a x  a x .....  a x
1 1 2 2 n n

adalah posisi koordinat citra. (Purnomo &


Muntasa, 2010) x
a  a .....  a
1 2 n (1)

Pada penelitian ini akan dibahas langkah ax


kedua dalam penentuan bobot sapi yaitu dengan x
penentuan rumus, konversi satuan serta usulan a
beberapa algoritma yang digunakan untuk
menentukan bobot sapi. Hasil dari masing-  a y  a y .....  a y
1 1 2 2 n n
y (2)

masing algoritma akan dievaluasi dan dihitung a1  a2 .....  an


tingkat akurasi dari masing-masing algoritma. ay

Terdapat beberapa penelitian yang serupa yang
menggunakan pengolahan citra dengan objek y a
Pada penelitian sebelumnya (Mustafid &
'Uyun, 2017), telah dibahas tentang segmentasi 2.2. Rumus Perhitungan
berbasis deteksi tepi terhadap citra sapi dengan Sapi Merupakan Hewan Ternak yang
menggunakan kombinasi antara algoritma digolongkan sebagai hewan yang dapat
Canny dengan operator Median Blur serta memenuhi konsumsi daging masyarakat.
Sharp, kemudian dilakukan ujicoba beberapa Daging yang dihasilkan sapi merupakan bahan
langkah dan cara untuk menghasilkan citra makanan yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
dengan deteksi tepi terbaik dengan cara
Hubungan Antara ukuran tubuh ternak penentuan bobot badan sapi potong ditunjukkan
sapi dengan badan terdapat persamaan yang seperti pada Gambar 1.
linear (Ensminger & Olentine, 1980). Cara
pengembangan sistem. Metode Penelitian
ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 1. Mengukur panjang badan dan lebar dada


(Determination of body lenght and chest diameter)

Keterangan Gambar :
a - b : Panjang Badan (Body Length)
c - d : Lingkar Dada (Chest Diameter)

Panjang Badan (PB), titik (a) ke titik (b), Gambar 2. Alur Penelitian
adalah panjang yang dihitung dari titik bahu ke
tulang duduk (pin bone). Proses akuisisi citra untuk mendapatkan
Lingkar Dada (LD), melingkar dari titik (c) data awal dilakukan dengan cara memotret
ke titik (d) dan kembali ke titik (c), adalah objek sapi dengan jarak 150 cm dari objek ke
panjang yang diukur melingkar pada posisi di kamera serta dengan jarak tinggi 75 cm dari
bagian belakang kaki depan dan belakang tanah ke kamera. Kamera yang digunakan
tonjolan pundak sapi di bagian atas. (Abidin, adalah kamera yang memiliki resolusi 8
2002). megapiksel. Proses akuisisi citra dapat dilihat
pada Gambar 3.
Rumus Schrool:
(LD  22) 2
BeratBadan  (3)

100

Rumus Modifikasi/Lambourne:
PBLD 2
BeratBadan  (4)

10840

LD = Lingkar Dada (dalam cm)


PB = Panjang Badan (dalam cm)

2.2. Alur Penelitian Gambar 3. Proses Akuisisi Citra

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan yaitu


Dalam penelitian ini terdapat 10 data citra
pertama citra sapi yang sudah diproses akan menjadi
inputan pada sistem yang akan dikembangkan. Pada
sapi yang dihasilkan dari penelitian
tahap pengembangan sistem dibutuhkan dua tahapan sebelumnya. Data citra merupakan data yang
yaitu tahap penentuan rumus berat badan badan yang sudah melalui tahap preprocessing.
nanti akan membandingan dua buah rumus untuk Citra awal berupa gambar dengan objek
penentuan berat badan dan tahap konversi satuan akan sapi seperti pada Gambar 4. dan hasil dari
menghasilkan hasil konversi satuan yang akan preprocessing yang telah dilakukan
digunakan pada tahap menghasilkan citra seperti pada Gambar 5.
Gambar 4. Citra Awal Gambar 5. Citra Hasil Preprocessing
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Schrool (3) dan rumus Modifikasi/Lambourne
(4). Rumus yang ada akan dibandingkan dengan
4.1. Perbandingan Rumus hasil pengukuran yang telah dilakukan secara
langsung terhadap 19 sapi. Tabel 2.
Pada tahap ini akan dibandingkan dua
menunjukkan perbandingan selisih bobot badan
rumus yang digunakan untuk menentukan bobot
dengan Rumus Schrool dan rumus
badan, rumus yang terbaik nantinya akan
Modifikasi/Lambourne terhadap bobot badan.
digunakan pada proses perhitungan penentuan
bobot badan berikutnya. Rumus yang
dibandingkan adalah rumus
Tabel 2. Tabel Perbandingan Rumus Schoorl dan Rumus Modifikasi/Lambourne
Bobot Badan
Bobot Bobot Badan Penyimpangan Rumus Penyimpangan
No. Kode Badan Rumus schoorl
Selisih modifikasi Selisih
(kg) (kg) % %
(kg) (kg) (kg)
1 A 344 408,04 64,04 18,62 406,49 62,49 18,17
2 B 355 392,04 37,04 10,43 342,91 12,09 3,41
3 C 345 408,04 63,04 18,27 358,67 13,67 3,96
4 D 168 262,44 94,44 56,21 215,17 47,17 28,08
5 E 483 501,76 18,76 3,88 519,46 36,46 7,55
6 F 315 345,96 30,96 9,83 347,37 32,37 10,27
7 G 308 349,69 41,69 13,54 331,52 23,52 7,64
8 H 376 342,25 33,75 8,98 343,14 32,86 8,74
9 I 348 361,00 13,00 3,74 322,86 25,14 7,22
10 J 370 424,36 54,36 14,69 421,64 51,64 13,96
11 K 203 237,16 34,16 16,83 180,03 22,97 11,32
12 L 330 320,41 9,59 2,91 329,71 0,29 0,09
13 M 333 357,21 24,21 7,27 424,51 91,51 27,48
14 N 439 384,16 54,84 12,49 508,32 69,32 15,79
15 O 260 324,00 64,00 24,62 251,02 8,98 3,45
16 P 149 234,09 85,09 57,11 161,48 12,48 8,37
17 Q 231 282,24 51,24 22,18 220,24 10,76 4,66
18 R 203 234,09 31,09 15,32 194,72 8,28 4,08
19 S 432 416,16 15,84 3,67 504,19 72,19 16,71
Total 5992 6585 821,10 320,57 6383 634,20 200,94
Rata-rata 315,4 346,6 43,22 16,87 335,97 33,38 10,58
sudah ditentukan kemudian membandingkan nilai
panjang objek nyata dengan panjang objek di citra,
Penyimpangan rumus Modifikasi/Lambourne (10,58%) didapatkanlah rumus
lebih kecil dibandingkan dengan penyimpangan rumus 5. dengan nilai R sebagai nilai skala konversi
Schoorl (16,87%). sehingga pada tahap selanjutnya
unit piksel ke unit centimeter pada penelitian
untuk menghitung bobot/berat badan sapi, digunakan
ini.
rumus Modifikasi/Lambourne dalam penentuan bobot n
Pi
badan. 
4.2. Konversi Satuan
Pxi
R i1
cm / px
Konversi Satuan merupakan proses kalibrasi
(5)

n
untuk mendapatkan skala konversi unit piksel Hasil dari perhitungan didapatkan nilai R yaitu
ke unit centimeter yang nantinya akan 0,06 cm/px. Untuk gambar yang diambil dari
digunakan untuk menghitung panjang badan kamera dengan resolusi 8 Megapiksel
dan lingkar dada pada objek sapi. Proses ini (3264x2448) dengan jarak pengambilan gambar
menggunakan rumus (5) yang didapatkan dari antara objek dengan kamera 150 cm. Dengan
hasil perhitungan dengan cara menghitung nilai menggunakan nilai skala konversi R, nilai
perbandingan antara nilai panjang pada bidang Panjang nyata suatu objek (O) dalam cm dapat
proyeksi pengambilan citra di lapangan atau dihitung dari Panjang suatu objek (Ox) dalam
Panjang nyata objek (Pi) dengan nilai Panjang satuan piksel dari sebuah citra. Kita dapat
citra objek di monitor (Pxi). Untuk menghitung menggunakan rumus (6)
mendapatkan rumus (5) ini dilakukan percobaan
dengan cara mengambil citra objek contoh yang O=Ox*R. (6)
sudah diketahui panjangnya dengan jarak yang
4.3. Pengembangan Sistem
Pada tahap pengembangan sistem,
sistem dibuat menggunakan bahasa java
pada sistem operasi Android. Perangkat yang
digunakan adalah perangkat smartphone
Android yang memiliki kamera dengan
resolusi 8 Megapiksel.
4.4. Perbandingan Algoritma
Untuk menentukan panjang badan dan Pada tahap ini akan dijelaskan masing-masing
algoritma serta pengukuran kemampuan dari masing-
lingkar dada dari suatu gambar diperlukan
masing algoritma untuk menentukan panjang badan dan
adanya algoritma untuk melakukan perhitungan lingkar dada dari objek yang diteliti. Algoritma yang
tersebut. Sehingga peneliti mencoba diusulkan akan mencoba mencari panjang dan lingkar
mengembangkan enam buah algoritma untuk dada dari objek sapi pada data citra.
menghitung panjang badan dan lingkar dada Untuk masing-masing usulan algoritma
dari citra hasil gambar pada penelitian akan dijelaskan dalam bentuk flowchart
sebelumnya. Gambar 6.

Gambar 6. Flowchart Perbandingan Algoritma

Pada Gambar 6. dijelaskan perbedaan pada masing-masing algoritma yang digunakan, berikut
penjelasan langkah-langkah pada masing-masing algoritma.

Algoritma A (Titik Tengah Gambar)

Gambar 7. Alur Kerja Algoritma A (Titik Tengah Gambar)

a. READ Width
b. READ Height
c. X ← Width/2
d. Y ← Height/2
e.
f. P ← CalculateX(X,Y,Width)
g. L ←(CalculateY(X,Y,Height))x2
h. ConversionPixelToCm(P,L)

Gambar 7. merupakan simulasi alur kerja dari Algoritma A (Titik Tengah Gambar), yang dijelaskan
secara rinci sebagai berikut,
a. Titik tengah citra (X,Y) dihitung dengan cara membagi 2 panjang piksel citra (Width/2) dan
membagi 2 tinggi piksel citra (Height/2).
b. Panjang badan (P) dihitung dengan cara menarik ke arah kiri dan kanan dari titik tengah gambar
(X,Y) sampai menemukan titik garis tepi objek.
c. Lingkar dada (L) dihitung dengan cara menarik garis lurus ke atas dan kebawah dari titik tengah
gambar (X,Y) sampai menemukan titik garis Algoritma C (Titik Berat 10 Piksel)
tepi objek, setelah menemukan lalu dikalikan 2 untuk
mendapatkan nilai lingkar dada.
d. Mengonversi satuan dari piksel ke cm, untuk
mendapatkan nilai nyata.

Algoritma B (Titik Berat)


Dengan nilai panjang objek (P) dan lebar objek (L)
didapatkan nilai titik berat (X’,Y’).
e. Panjang badan (P’) dihitung dengan cara
menarik ke arah kiri dan kanan dari titik berat
objek (X’,Y’) sampai menemukan titik garis tepi
objek.
f. Lingkar dada (L’) dihitung dengan cara
menarik garis lurus ke atas dan kebawah dari titik
berat objek (X’,Y’) sampai menemukan titik garis
tepi objek, setelah menemukan lalu dikalikan 2
untuk mendapatkan nilai lingkar dada.
Gambar 8. Alur Kerja Algoritma B (Titik Berat) f. Mengonversi satuan dari piksel ke
1. READ Width
cm, untuk mendapatkan nilai nyata.
2. READ Height
3. X ← Width/2
4. Y ← Height/2
5.
6. P ← CalculateX(X,Y,Width)
7. L ← CalculateY(X,Y,Height)
8.
9. X’ ← P/2
10. Y’ ← L/2
11.
12. P’ ← CalculateX(X’,Y’,Width)
13. L’ ←(CalculateY(X’,Y’,Height))x2
14. ConversionPixelToCm(P’,L’)

Gambar 8. merupakan simulasi alur kerja Gambar 9. Alur Kerja Algoritma C (Titik Berat 10 Piksel)
dari Algoritma B (Titik Berat), yang dijelaskan
secara rinci sebagai berikut, 1. READ Width
2. READ Height
a. Titik tengah citra (X,Y) dihitung dengan 3. X ← Width/2
cara membagi 2 panjang piksel citra (Width/2) 4. Y ← Height/2
5.
dan membagi 2 tinggi piksel citra (Height/2). 6. P ← CalculateX(X,Y,Width)
7. L ← CalculateY(X,Y,Height)
b. Panjang objek (P) dihitung dengan cara 8.
menarik ke arah kiri dan kanan dari titik tengah 9. X’ ← P/2
10. Y’ ← L/2
gambar (X,Y) sampai menemukan titik garis 11.
tepi objek. 12. P’ ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Width)
13. L’ ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Height) x 2
c. Lebar objek (L) dihitung dengan cara 14. ConversionPixelToCm(P’,L’)
menarik garis lurus ke atas dan kebawah dari
titik tengah gambar (X,Y) sampai menemukan Gambar 9. merupakan simulasi alur kerja
titik garis tepi objek. dari Algoritma C (Titik Berat 10 Piksel), yang
d. Dengan menggunakan titik berat, objek dijelaskan secara rinci sebagai berikut,
dapat dimodelkan sebagai persegi panjang.
a. Titik tengah citra (X,Y) dihitung e. Panjang badan (P’) dihitung dengan cara
dengan cara membagi 2 panjang piksel citra menarik ke arah kiri dan kanan sebanyak 10
(Width/2) dan membagi 2 tinggi piksel citra piksel (5piksel keatas dan 5 piksel kebawah)
(Height/2). dari titik berat objek (X’,Y’) sampai
b. Panjang objek (P) dihitung dengan menemukan titik garis tepi objek. Kemudian
cara menarik ke arah kiri dan kanan dari titik dihitung rataan dari hasil yang didapatkan,
tengah gambar (X,Y) sampai menemukan didapatkanlah nilai panjang badan (P’).
titik garis tepi objek. f. Lingkar dada (L’) dihitung dengan cara menarik
c. Lebar objek (L) dihitung dengan cara garis lurus ke atas dan kebawah sebanyak 10 piksel
menarik garis lurus ke atas dan kebawah dari (5piksel kekiri dan 5 piksel kekanan) dari titik berat
titik tengah gambar (X,Y) sampai objek (X’,Y’) sampai menemukan titik garis tepi objek.
menemukan titik garis tepi objek. Kemudian dihitung rataan dari hasil yang didapatkan,
didapatkanlah nilai (L’), setelah itu lalu dikalikan 2
d. Dengan menggunakan titik berat, untuk mendapatkan nilai lingkar dada.
objek dapat dimodelkan sebagai persegi g. Mengonversi satuan dari piksel ke cm,
panjang. Dengan nilai panjang (P) dan lebar untuk mendapatkan nilai nyata
(L) didapatkan nilai titik berat (X’,Y’).
Algoritma D (Titik Berat Keliling Lingkaran) objek. Kemudian dihitung rataan dari hasil
yang
didapatkan, didapatkanlah nilai diameter
g. Setelah didapatkan nilai diameter (D), lingkar
dada sapi (L’) dimodelkan dalam bentuk lingkaran.
h. Lingkar dada (L’) dihitung dengan cara
mencari keliling dari lingkaran dengan diameter
(D) yang sudah ditentukan.
i. Mengonversi satuan dari piksel ke cm,
untuk mendapatkan nilai nyata.

Algoritma E (Titik Berat Keliling Elips 1)


titik tengah gambar (X,Y) sampai
menemukan titik garis tepi objek.
d. Dengan menggunakan titik berat,
objek dapat dimodelkan sebagai persegi
panjang. Dengan nilai panjang (P) dan lebar
(L) didapatkan nilai titik berat (X’,Y’).
Gambar 10. Alur Kerja Algoritma D
(Titik Berat Keliling Lingkaran)
e. Panjang badan (P’) dihitung dengan
cara menarik ke arah kiri dan kanan
1. READ Width sebanyak 10 piksel (5piksel keatas dan 5
2. READ Height
3. X ← Width/2 piksel kebawah) dari titik berat objek
4. Y ← Height/2 (X’,Y’) sampai menemukan titik garis tepi
5.
6. P ← CalculateX(X,Y,Width) objek. Kemudian dihitung rataan dari hasil
7. L ← CalculateY(X,Y,Height) yang didapatkan, didapatkanlah nilai panjang
8.
9. X’ ← P/2 badan (P’).
11.
10. Y’ ← L/2
f. Diameter (D) dihitung dengan cara
12. P’ ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Width) menarik garis lurus ke atas dan kebawah
13. D ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Height)
14. L’ ← CircumCircle(D) sebanyak 10 piksel (5piksel kekiri dan 5
15. ConversionPixelToCm(P’,L’) piksel kekanan) dari titik berat objek (X’,Y’)
sampai menemukan titik garis tepi
Gambar 10. merupakan simulasi alur kerja Gambar 11. Alur Kerja Algoritma E
dari Algoritma D (Titik Berat Keliling (Titik Berat Keliling Elips 1)
Lingkaran), yang dijelaskan secara rinci sebagai 1. READ Width
berikut, 2. READ Height
3. X ← Width/2
a. Titik tengah citra (X,Y) dihitung dengan 4. Y ← Height/2
cara membagi 2 panjang piksel citra (Width/2) 5.
6. P ← CalculateX(X,Y,Width)
dan membagi 2 tinggi piksel citra (Height/2). 7. L ← CalculateY(X,Y,Height)
b. Panjang objek (P) dihitung dengan cara 8.
9. X’ ← P/2
menarik ke arah kiri dan kanan dari titik tengah 10. Y’ ← L/2
11.
gambar (X,Y) sampai menemukan titik garis 12. P’ ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Width)
tepi objek. 13. D ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Height)
14. d ← D*1/5
c. Lebar objek (L) dihitung dengan cara 15. L’ ← CircumElips(D,d)
menarik garis lurus ke atas dan kebawah dari 16. ConversionPixelToCm(BodyLenght,ChestGirth)
Gambar 11. merupakan simulasi alur kerja
dari Algoritma E (Titik Berat Keliling Elips 1),
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut,
a. Titik tengah citra (X,Y) dihitung dengan
cara membagi 2 panjang piksel citra (Width/2) dan
membagi 2 tinggi piksel citra (Height/2).
b. Panjang objek (P) dihitung dengan cara
menarik ke arah kiri dan kanan dari titik tengah
gambar (X,Y) sampai menemukan titik garis tepi
objek.
c. Lebar objek (L) dihitung dengan cara
menarik garis lurus ke atas dan kebawah dari titik
tengah gambar (X,Y) sampai menemukan titik
garis tepi objek.
d. Dengan menggunakan titik berat, objek
dapat dimodelkan sebagai persegi panjang.
Dengan nilai panjang (P) dan lebar (L) didapatkan
nilai titik berat (X’,Y’).
e. Panjang badan (P’) dihitung dengan cara b. Panjang objek (P) dihitung dengan cara
menarik ke arah kiri dan kanan sebanyak 10 menarik ke arah kiri dan kanan dari titik tengah
piksel (5piksel keatas dan 5 piksel kebawah) gambar (X,Y) sampai menemukan titik garis tepi
dari titik berat objek (X’,Y’) sampai objek.
menemukan titik garis tepi objek. Kemudian c. Lebar objek (L) dihitung dengan cara
dihitung rataan dari hasil yang didapatkan, menarik garis lurus ke atas dan kebawah dari
didapatkanlah nilai panjang badan (P’). titik tengah gambar (X,Y) sampai menemukan
f. Diameter (D) dihitung dengan cara titik garis tepi objek.
menarik garis lurus ke atas dan kebawah d. Dengan menggunakan titik berat, objek
sebanyak 10 piksel (5piksel kekiri dan 5 piksel dapat dimodelkan sebagai persegi panjang.
kekanan) dari titik berat objek (X’,Y’) sampai Dengan nilai panjang (P) dan lebar (L)
menemukan titik garis tepi objek. Kemudian didapatkan nilai titik berat (X’,Y’).
dihitung rataan dari hasil yang didapatkan, e. Menghitung panjang badan (P’) dengan
didapatkanlah nilai diameter cara menarik ke arah kiri dan kanan sebanyak
g. Setelah didapatkan nilai diameter (D), lingkar 10 piksel (5piksel keatas dan 5 piksel kebawah)
dada sapi (L’) dimodelkan dalam bentuk elips dengan dari titik berat objek (X’,Y’) sampai
perbandingan Diameter Mayor (D) : Diameter Minor menemukan titik garis tepi objek. Kemudian
(d) =5:1. dihitung rataan dari hasil yang didapatkan,
h. Lingkar dada (L’) dihitung dengan cara didapatkanlah nilai panjang badan (P’).
mencari keliling dari elips. f. Diameter (D) dihitung dengan cara
i. Mengonversi satuan dari piksel ke cm, menarik garis lurus ke atas dan kebawah
untuk mendapatkan nilai nyata. sebanyak 10 piksel (5piksel kekiri dan 5 piksel
kekanan) dari titik berat objek (X’,Y’) sampai
Algoritma F (Titik Berat Keliling Elips 2) menemukan titik garis tepi objek. Kemudian
dihitung rataan dari hasil yang didapatkan,
didapatkanlah nilai diameter
g. Setelah mendapatkan nilai diameter (D),
lingkar dada sapi (L’) dimodelkan dalam
bentuk elips dengan perbandingan Diameter
Mayor (D) : Diameter Minor (d) = 5 : 2.
h. Lingkar dada (L’) dihitung dengan cara
mencari keliling dari elips.
i. Mengonversi satuan dari piksel ke cm,
untuk mendapatkan nilai nyata.

4.5. Evaluasi
Pada tahap ini 10 data citra (Kode J sampai
Gambar 12. Alur Kerja Algoritma F
S) akan dievaluasi dan dihitung serta
(Titik Berat Keliling Elips 2) dibandingkan dengan nilai hasil oleh algoritma
yang diusulkan. Alasannya kenapa tidak
1. READ Width
2. READ Height menggunakan 19 data awal. Dikarenakan proses
3. X ← Width/2 akuisisi citra pada 9 data awal masih
4. Y ← Height/2
5. menggunakan batasan jarak antara kamera
6. P ← CalculateX(X,Y,Width) dengan objek yaitu 150 cm sampai 200 cm.
7. L ← CalculateY(X,Y,Height)
8. Setelah melakukan analisis ternyata variabel
9.
10.
X’ ← P/2
Y’ ← L/2
jarak sangat berpengaruh pada proses konversi
11. satuan. Sehingga data dari proses akuisisi yang
12.
13.
P’ ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Width)
D ← Calculate10Pixel(X’,Y’,Height)
digunakan hanya 10 data citra (Kode J sampai
14. d ← D*2/5 S) yang diambil dari jarak pengambilan sebesar
15. L’ ← CircumElips(D,d)
16. ConversionPixelToCm(BodyLenght,ChestGirth) 150 cm.
Nilai yang dihasilkan oleh rumus
Gambar 12. merupakan simulasi alur kerja Modifikasi/Lambourne kemudian dibandingkan
dari Algoritma F (Titik Berat Keliling Elips 2), dengan nilai dari hasil algoritma usulan.
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut, Hasil lingkar dada dan panjang badan dari
a. Titik tengah citra (X,Y) dihitung dengan usulan algoritma dibandingkan dengan nilai
cara membagi 2 panjang piksel citra (Width/2) dari hasil rumus Modifikasi/Lambourne
dan membagi 2 tinggi piksel citra (Height/2). mendapatkan nilai MAE (Mean Absolute Error)
untuk setiap algoritma yang diusulkan. Hasil
perhitungan ditunjukkan oleh Gambar 13. dada hasil perhitungan citra tidak berbeda
semakin kecil nilai yang dihasilkan maka secara signifikan yaitu dengan faktor ketelitian
semakin bagus algoritma. secara statistis dengan MAE (Mean Absolute
Nilai perbandingan MAE (Mean Absolute Error) Error) sebesar 8,15% untuk panjang badan dan
pada bobot badan untuk setiap algoritma yang
diusulkan dibandingkan dengan nilai hasil bobot 4,10% untuk lingkar dada. Hasil analisis
badan pada rumus modifikasi/Lambourne. Hasil penentuan berat badan/bobot sapi dari hasil
perhitungan ditunjukkan oleh Gambar 14. Semakin perhitungan citra memiliki faktor ketelitian
kecil nilai yang dihasilkan maka semakin secara statistis dengan MAE (Mean Absolute
bagus algoritma. Error) sebesar 8,97% terhadap rumus
Modifikasi/Lambourn.

Gambar 13. Diagram perbandingan MAE (Mean Absolute


Error) lingkar dada dan panjang badan

Gambar 14. Diagram perbandingan MAE (Mean Absolute


Error) Bobot badan

4. KESIMPULAN
Aplikasi pengolahan citra digital yang
dibagun dapat mengetahui bobot sapi dengan
menggunakan variabel panjang badan dan
lingkar dada.
Hasil penentuan bobot sapi
menggunakan rumus Schoorl dan rumus
Modifikasi/Lambourne memiliki nilai
deviasi bobot badan sebesar 16,87% untuk
rumus Schoorl dan nilai penyimpangan
bobot
badan sebesar 10,58 % untuk rumus
Modifikasi/Lambourne.
Nilai varian yang besar dari rumus
Schoorl dan rumus Modifikasi/Lambourne
menunjukkan bahwa masih diperlukan
adanya penelitian selanjutnya yang dapat
membuat rumus baru untuk menentukan
berat badan sapi secara lebih tepat dengan
nilai varian yang lebih kecil.
Dari hasil analisis dan evaluasi yang
telah dilakukan menunjukan bahwa
Algoritma F (Titik Berat Keliling Elips 2)
merupakan algoritma yang terbaik dalam
menghitung panjang badan, lingkar dada,
dan bobot badan.
Hasil analisis perbandingan algoritma
untuk menentukan panjang badan dan lingkar
DAFTAR PUSTAKA (ICCEREC).
doi:10.1109/ICCEREC.2016.7814955
ABIDIN, Z., 2002. Penggemukan Sapi Potong.
Jakarta: AgroMedia Pustaka. PURNOMO, M.H., MUNTASA, A., 2010.
Konsep Pengolahan Citra Digital dan
CHOLISSODIN, I., SOEBROTO, A.A., Hidayat,
Ekstraksi Fitur. Yogyakarta: Graha
N., 2015. Integrasi Metode fuzzy Additive Ilmu.
SVM(FASVM) Menggunakan Model
Warna YUV-CMY-HSV untuk Klasifikasi RAJPUT, R.K., 1988. A Textbook of Applied
Bibit Unggul Sapi Bali Melalui Citra Mechanics. India: Laxmi Publications
Digital, 2(2), p.110-115. Malang: Jurnal
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
(JTIIK).
ENSMINGER, M.E., OLENTINE, C.G., 1980.
Feeds and Nutrition Complete. West
Sierra Avenue Clovis California: The
Ensminger Publishing Company.
KEMENTAN – BPS, 2011. Rilis Hasil Akhir
PSPK2011. Kementerian Pertanian -
Badan Pusat Statistik.
LASFETO, D. B., SUSANTO, A., & AGUS,
A.,
2012. Aplikasi Pengolahan Citra untuk
Estimasi Bobot Badan Ternak Sapi.
Buletin
Peternakan, 32(3), p.167–176.
Yogyakarta:
Buletin Peternakan (Bulletin of Animal
Science).
doi:10.21059/buletinpeternak.v32i3.1254
MUNIR, R., 2004. Pengolahan Citra Digital
Dengan Menggunakan Pendekatan
Algoritmik. Bandung: Informatika.
MUSTAFID, A., ‘UYUN, S., 2017. Segmentasi
Citra Sapi Berbasis Deteksi Tepi
Menggunakan Algoritma Canny Edge
Detection. Jurnal Buana Informatika, 8(1),
, p.27-35. Yogyakarta: Fakultas Teknologi
Industri Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. doi:10.24002/jbi.v8i1.1074
PAPUTUNGAN, U., HAKIM, L., CIPTADI, G., &
LAPIAN, H. F. N., 2013. The Estimation
Accuracy of Live Weight from Metric Body
Measurements in Ongole Grade Cows. Journal of
the Indonesian Tropical Animal
Agriculture, 38(3), .
doi:10.14710/jitaa.38.3.149-155
PRADANA, Z., HIDAYAT, B. AND DARANA,
S.,
2016. Beef cattle weight determine by
using
digital image processing. 2016
International
Conference on Control, Electronics,
Renewable Energy and Communications
NO 5
Judul Identifikasi Kualitas Beras dengan Citra Digital
Penulis Arissa Aprilia Nurcahyani dan Ristu Saptono
Tahun 2015
Link https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/sji/article/view/4530
Tujuan Penelitian Mengefisienkan uji kualitas beras secara visual dengan melihat
dari keutuhan, kebersihan, dan putihnya beras.
Subjek Penelitian 30 data tekstual jenis beras IR64 dari kualitas yang baik hingga
kualitas buruk dari gudang beras di Kecamatan Gemolong,
Sragen untuk data training dan gambar beras yang akan
diakuisisi bersumber dari kios Pasar Gemolong yang diambil
dengan kamera smartphone 8 megapixel dengan mode manual
dengan rasio 1:1 berukuran 6 x 6 cm dengan latar belakang
berwarna hitam.
Metode yang Digunakan Decision tree dengan model ID3 (Iterative Dichotomiser Tree)
dan metode k-fold cross validation dengan k=5.
Hasil Penelitian 3 gambar beras yang sudah disegmentasi yang masing-masing
menunjukkan jumlah beras, nilai putih beras dan nilai utuh beras.
Kelebihan Pengujian kualitas lebih efisien dan akurat daripada pengujian
secara manual dengan mata manusia.
Kekurangan Subjek yang digunakan cenderung sedikit (hanya ada 30 butir
beras), jadi tak dapat diketahui keakuratannya dalam menguji
kualitas beras yang berkilo-kilo.
Identifikasi Kualitas Beras dengan Citra Digital
Arissa Aprilia Nurcahyani1, Ristu Saptono2
1,2
Program Studi Informatika, FMIPA, Universitas Sebelas Maret Email:
1
arissa@student.uns.ac.id,2ristu.saptono@staff.uns.ac.id

Abstrak

Beras merupakan makanan pokok yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Namun, harga beras di
pasaran justru semakin melonjak, sehingga banyak beredar beras yang memiliki kualitas kurang baik. Oleh karena itu
perlu adanya standar kualitas mutu dari pihak gudang beras saat mendistribusikan beras ke pasaran. Standar pengujian
kualitas dari pihak Bulog terdapat dua tahap, yaitu uji laboratorium dan uji visual. Namun, pengujian secara visual
selama ini masih dilakukan secara manual sehingga masih sering terjadi kesalahan karena terbatasnya penglihatan
manusia dan subjektivitas penguji. Oleh karena itu, sistem pengujian secara visual dengan citra digital dapat menjadi
solusi yang efektif untuk permasalahan tersebut. Proses pengujian dapat dilihat dari nilai putih, nilai bersih, dan nilai
utuh beras yang diakuisisi melalui pengolahan citra digital. Proses akuisisi nilai bersih dan putih dilakukan dengan
menganalisis nilai HSV (Hue, Saturation, Value), sedangkan nilai utuh dilakukan dengan menganalisis luas region area
objek. Sebelumnya, dilakukan training terhadap 30 data untuk mendapatkan decision tree dengan model ID3 (Iterative
Dichotomiser Tree). Data yang telah diakuisisi kemudian diklasifikasi ke dalam 3 kelas yaitu baik, kurang dan buruk
dengan menggunankan aturan dari decision tree yang dihasilkan pada proses training. Hasil pengujian dengan metode k-
fold cross validation dengan k=5 didapatkan akurasi sebesar 96.67%.

Kata Kunci: Pengolahan citra, Beras, Decision tree, ID3, Sistem pakar

1. PENDAHULUAN
Beras merupakan makanan pokok yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut
Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009-2013 konsumsi beras di Indonesia mencapai 85.514 per kapita/tahun
pada tahun 2013 [1]. Semakin bertambahnya penduduk di Indonesia, kebutuhan beras juga semakin
bertambah. Namun harga beras yang beredar di pasaran terus melonjak sehingga banyak pedagang yang
menjual beras dengan kualitas yang kurang baik. Sayangnya masih banyak konsumen yang belum tahu
bagaimana cara membedakan beras dengan kualitas yang baik atau kualitas rendah dan mereka tidak peduli
dengan beras yang mereka konsumsi. Oleh karena itu, diperlukan standar kualitas mutu yang harus ditetapkan
oleh pihak gudang distributor beras.
Proses pengujian yang di tetapkan dari pihak Bulog terdapat dua tahap, yaitu uji visual dan uji laboratorium.
Uji kualitas beras secara visual dapat dilihat dari keutuhan, kebersihan, dan putihnya beras [2]. Pengujian
beras secara visual selama ini masih menggunakan cara manual sehingga dikhawatirkan masih terjadi
kesalahan karena terbatasnya pengelihatan manusia. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sistem untuk
mengefisienkan pengujian beras secara visual.
Kualitas beras diidentifikasi dengan memanfaatkan pengolahan citra digital dan klasifikasi dengan decision
tree atau pohon keputusan model Iterative Dichotomiser Tree (ID3) untuk proses identifikasi. Beras yang
diuji adalah beras jenis IR64 yang beredar di pasaran. Proses pengujian kualitas beras dapat dilakukan dengan
menggunakan citra digital, agar dapat dilakukan lebih cepat dan mudah. Data dari gambar digital beras,
diakuisisi nilai putih, nilai bersih dan nilai utuhnya dengan pengolahan citra digital.
Sebelumnya, identifikasi kualitas beras sudah pernah dilakukan untuk menguji kualitas beras berdasarkan
keutuhan beras oleh Ajay, et al [3]. Penelitian dilakukan untuk mengklasifikasi beras yang utuh dengan beras
yang patah menggunakan metode morfologi citra. Hasilnya menunjukkan bahwa morfologi citra cukup
efisien untuk mengklasifikasi beras utuh dan beras patah. Penelitian lainnya mengenai klasifikasi kualitas
beras berdasarkan ciri fisik yaitu tekstur beras oleh Suminar [4] dengan ekstraksi ciri statistik menggunakan
K-Nearest Neighbour (KNN). Penelitian ini menghasilkan akurasi sebesar 84,167%. Penelitian lainnya oleh
Somantri, et al [5] mengenai identifikasi mutu fisik beras dengan pengolahan citra dan Jaringan Syaraf Tiruan
(JST). Warna beras dianalisis menggunakan model warna Red, Green, Blue (RGB) dan Hue, Saturation,
Intensity (HSI) sedangkan bentuk beras dianalisis secara geometris meliputi roundness, luas, keliling dan
panjangnya. Hasilnya menunjukkan bahwa pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan dapat mengidentifikasi
mutu fisik beras secara konsisten dan lebih akurat. Penelitian mengenai metode ID3 telah dilakukan oleh
Bhardwaj, et al [6] untuk menentukan keputusan untuk bermain kriket. Penelitian ini menunjukkan bahwa
algoritma pohon keputusan ID3 bekerja dengan baik pada masalah klasifikasi memiliki dataset dengan nilai-
nilai diskrit.
Data-data beras yang sebelumnya telah berhasil diakuisisi, kemudian diklasifikasi dengan pohon keputusan
ID3. Pohon keputusan yang dihasilkan dari proses training akan dibentuk aturan-aturan yang digunakan
untuk mengklasifikasi data beras yang telah diakuisisi ke dalam kualitas tertentu.

2. METODE
2.1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan bersumber dari gudang beras di Kecamatan Gemolong, Sragen untuk jenis beras IR64
dari kualitas yang baik hingga kualitas buruk. Data yang dikumpulkan sebanyak 30 data berupa data tekstual
yang digunakan sebagai data training untuk mendapatkan pohon keputusan.
Sedangkan data gambar beras yang akan diakuisisi bersumber dari kios Pasar Gemolong yang diambil dengan
kamera smartphone 8 megapixel dengan mode manual. Data gambar diambil dengan rasio 1:1 berukuran 6 x
6 cm dengan latar belakang berwarna hitam agar proses segmentasi atau pemisahan objek dengan latar
belakang lebih mudah seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Data gambar beras

2.2. Pelatihan Data


Tahap pelatihan dilakukan dengan metode Iterative Dichotomiser Tree (ID3) yaitu
sebuah metode yang digunakan untuk membangkitkan decision tree yang
mendapatkan informasi berdasarkan entropi yang merupakan sistem pengukuran
statistik [7]. Pertama-tama dilakukan pengukuran jumlah informasi yang ada pada
atribut yang disebut entropi. Rumus entropi dapat ditunjukkan pada persamaan (1).

Dimana S adalah himpunan kasus dari suatu atribut, dan pi adalah probabilitas
munculnya suatu kasus dari masing-masing i atribut. Kemudian menghitung
information gain, yaitu kriteria yang paling popular untuk pemilihan atribut.
Information gain diperoleh dari persamaan (2).

Dimana A adalah semua nilai yang mungkin dari suatu atribut. Setelah mendapatkan
informasi dari semua atribut yang dihitung, atribut dengan information gain tertinggi
dipilih sebagai atribut node awal. Proses ini terus berulang pada setiap cabang hingga
terbentuk sebuah pohon keputusan.
Data tekstual yang telah dikumpulkan sebelumnya kemudian dilatih dengan metode
ID3 hingga membentuk sebuah pohon keputusan. Berdasarkan pohon keputusan yang
dihasilkan, diambil rules atau aturan-aturan untuk menempatkan suatu data ke dalam
kelas tertentu.

2.3. Akuisisi Data Citra Digital


Data gambar digital beras yang telah dikumpulkan untuk tahap testing diproses
menjadi data tekstual. Data yang diakuisisi adalah jumlah beras, nilai putih, nilai
bersih, dan nilai utuh beras.
2.3.1. Segmentasi Citra Biner
Pertama dilakukan segmentasi citra biner. Tujuan segmentasi adalah mendapatkan
representasi sederhana dari suatu citra sehingga lebih mudah dalam pengolahannya
[8].
Segmentasi dilakukan dengan mengubah citra beras RGB (Red, Green, Blue) menjadi
citra grayscale terlebih dahulu. Perubahan citra RGB menjadi grayscale dilakukan
dengan persamaan berikut:

Setelah dikonversi menjadi data citra grayscale, kemudian dilakukan konversi ke citra
biner dengan threshold nilai tengah dari nilai keabuan pada citra. Setelah didapatkan
citra biner dilakukan segmentasi dengan memisahkan pixel berwarna hitam sebagai
background dan putih sebagai objek. Untuk mempermudah analisa objek untuk tahap
selanjutnya, dilakukan pengambilan data letak koordinat setiap region objek yang
tersegmentasi.

2.3.2. Akuisisi Jumlah Bulir Beras


Pada tahap ini dilakukan pengecekan jumlah bulir beras yang akan dideteksi. Hasil
segmentasi diberi label pada setiap region dengan labelling. Jumlah bulir beras
didapatkan dari jumlah objek yang diberi label.

2.3.3. Akuisisi Nilai Putih Beras


Pada proses akuisisi nilai putih beras, dilakukan analisis nilai Hue, Saturation, dan
Value. Citra awal RGB diubah ke dalam bentuk HSV untuk proses analisis. Masing-
masing nilai Hue, Saturation, dan Value diambil dan dianalisis sesuai batas ambang
yang ditentukan sesuai dengan standar dari gudang beras. Proses analisis dilakukan
pada setiap bulir beras sesuai dengan koordinat objek segmentasi. Setelah seluruh
objek dianalisis, dilakukan pelabelan nilai putih atau tidak putih. Kemudian dihitung
prosentase objek yang bernilai putih. Jika jumlah bulir beras yang putih kurang dari
75% dari seluruh gambar beras, maka beras dikategorikan tidak putih.

2.3.4. Akuisisi Nilai Bersih Beras


Pada proses akuisisi nilai bersih beras, proses yang dilakukan untuk mendapatkan nilai
bersih adalah menganalisis nilai Hue dengan batas ambang yang telah ditentukan
sesuai standar dari gudang beras. Citra awal RGB diubah ke dalam bentuk HSV untuk
proses analisis. Proses analisis dilakukan pada setiap bulir beras sesuai dengan
koordinat objek segmentasi. Setelah seluruh objek dianalisis, dilakukan pelabelan nilai
bersih atau tidak bersih. Kemudian dihitung prosentase objek yang bernilai bersih. Jika
jumlah bulir beras yang bersih kurang dari 75% dari seluruh gambar beras, maka beras
dikategorikan tidak bersih.

2.3.5. Akuisisi Nilai Utuh Beras


Pada proses akuisisi nilai keutuhan beras, dilakukan pengecekan luas daerah masing-
masing objek terlebih dahulu. Penghitungan luas dilakukan dengan menghitung
jumlah pixel di masing-masing region objek. Kemudian tiap objek diberi label nilai
utuh atau tidak utuh. Penentuan nilai utuh beras dilakukan dengan membandingkan
luas objek dengan standar luas beras yang ditentukan sesuai dengan standar dari
gudang beras. Jika jumlah bulir beras yang utuh kurang dari 75% dari seluruh gambar
beras, maka beras dikategorikan tidak utuh.

2.4. Identifikasi Kualitas Beras


Proses identifikasi dilakukan dengan mengklasifikasi data beras ke dalam aturan-
aturan berdasarkan pohon keputusan ID3 pada proses training data. Input yang
digunakan untuk proses klasifikasi yaitu nilai putih, nilai bersih dan nilai utuh dari
gambar beras yang telah diakuisisi sebelumnya. Output yang dihasilkan berupa hasil
klasifikasi dari gambar beras ke dalam 3 kelas yaitu baik, buruk, atau kurang.

2.5. Evaluasi Hasil Klasifikasi


Metode yang digunakan untuk pengujian adalah k-fold cross validation dengan nilai k

= 5. Pada metode ini data dibagi menjadi k bagian secara acak, kemudian dilakukan k
kali eksperimen di mana masing-masing eksperimen menggunakan bagian data ke k
sebagai data testing dan memanfaatkan bagian lainnya sebagai data training.
Penghitungan akurasi hasil klasifikasi digunakan precision, recall, dan f-measure.
Precision (P) adalah jumlah klasifikasi yang bernilai benar dibagi dengan jumlah
seluruh hasil klasifikasi (baik positif maupun negatif). Recall (R) adalah jumlah hasil
klasifikasi yang bernilai benar dibagi dengan jumlah nilai benar yang seharusnya.
Sedangkan f-measure (F) adalah nilai akurasi matriks yang menghitung rasio dari hasil
yang benar dan berlaku sebagai nilai rata-rata harmonis dari precision dan recall.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Tahap Pelatihan Data
Data berbentuk tekstual dilatih untuk membentuk pohon keputusan. Pelatihan
dilakukan dengan menggunakan software machine learning WEKA (Wakaito
Environment for Knowledge Analysis). Data pelatihan disusun dengan
mengkombinasikan nilai-nilai pada setiap atribut seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Format data pelatihan


Dimana kolom bersih menunjukkan nilai bersih beras, kolom putih menunjukkan nilai
putih beras, kolom utuh menunjukkan nilai utuh beras, dan kolom kelas menunjukkan
kelas dimana beras akan diidentifikasi.
Pelatihan ini menghasilkan sebuah pohon keputusan yang digunakan untuk membuat
rules. Pohon keputusan yang dihasilkan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pohon keputusan

Berdasarkan pohon keputusan di atas, dapat diambil rules untuk klasifikasi yaitu:
 If bersih = bersih and putih = putih then baik
 If bersih = bersih and putih = tidak putih and utuh = utuh then baik
 If bersih = bersih and putih = tidak putih and utuh = tidak utuh then kurang
 If bersih = tidak bersih and putih = putih then kurang
 If bersih = tidak bersih and putih = tidak putih then buruk
Rules yang dihasilkan akan digunakan untuk mengklasifikasikan data ke dalam kelas-
kelas yang telah ditentukan.

3.2. Segmentasi Citra Biner


Segmentasi dilakukan dengan mengubah citra beras menjadi citra biner seperti
ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3(a) merupakan citra beras RGB, kemudian
dilakukan konversi ke citra grayscale seperti pada Gambar 3(b). Setelah itu dilakukan
konversi menjadi citra biner seperti pada Gambar 3(c). Berdasarkan citra biner yang
dihasilkan kemudian dilakukan pemisahan objek dan background dengan mendeteksi
warna hitam (0) dan putih (1) dengan kernel 4x4. Selain itu, juga dilakukan
pengecekan data letak koordinat setiap region objek yang tersegmentasi.

a b c
Gambar 3. Proses segmentasi citra biner
1.1. Akuisisi Jumlah Beras
Berdasarkan hasil segmentasi, diperoleh objek dan background secara terpisah.
Penghitungan jumlah dilakukan dengan cara memberi label pada setiap koordinat
objek objek. Jumlah bulir beras ditentukan dari jumlah objek yang diberi label.
Gambar 4(a) merupakan pelabelan pada citra tersegmentasi sedangkan Gambar 4(b)
merupakan pelabelan pada citra asli sesuai dengan koordinat citra tersegmentasi.
Jumlah bulir beras pada Gambar 4 yang didapatkan berjumlah 30 butir.

a b
Gambar 4. Proses penghitungan jumlah beras

1.2. Akuisisi Nilai Putih Beras


Proses akuisisi nilai putih beras, dilakukan dengan menganalisis nilai Hue, Saturation,
dan Value setiap objek sesuai dengan koordinat masing-masing. Agar dapat dianalisis
citra RGB sebelumnya dikonversi menjadi citra HSV. Dari masing-masing objek, jika
nilai Hue diantara 0.2 hingga 0.7, nilai Saturation diantara 0.01 hingga 0.3, dan nilai
Value diantara 0.55 hingga 0.9, maka objek diberi label “putih”, jika tidak maka diberi
label “tidak”. Gambar 5(a) merupakan citra asli yang telah diberi label, sedangkan
Gambar 5(b) merupakan pelabelan hasil analisis nilai putih pada citra tersegmentasi.
Jumlah beras yang terdeteksi putih pada Gambar 5 adalah sebanyak 28 butir. Jadi
prosentase nilai putih pada Gambar 5 adalah 86%.

a b
Gambar 5. Proses pengambilan nilai putih
1.3. Akuisisi Nilai Bersih Beras
Proses akuisisi nilai putih beras, dilakukan dengan menganalisis nilai Hue untuk setiap
objek sesuai dengan koordinat masing-masing. Agar dapat dianalisis citra RGB
sebelumnya dikonversi menjadi citra HSV. Dari masing-masing objek, jika nilai
Saturation < 0.4 dan nilai Value > 0.55, maka objek diberi label “bersih”, jika tidak
maka diberi label “tidak”. Gambar 6(a) merupakan citra asli yang telah diberi label,
sedangkan Gambar 6(b) merupakan pelabelan hasil analisis nilai bersih pada citra
tersegmentasi. Jumlah beras yang terdeteksi bersih pada Gambar 6 adalah sebanyak 30
butir. Jadi prosentase nilai bersih pada Gambar 6 adalah 100%.

a b
Gambar 6. Proses pengambilan nilai bersih

1.4. Akuisisi Nilai Utuh Beras


Pada proses akuisisi nilai utuh beras, dilakukan pengecekan luas daerah masing-
masing objek terlebih dahulu. Penghitungan luas dilakukan dengan menghitung
jumlah pixel di masing-masing region objek. Penentuan nilai utuh beras dilakukan
dengan membandingkan luas objek dengan standar luas beras yang ditentukan sesuai
dengan standar dari gudang beras. Jika luas ≥ 60% dari standar, maka beras diberi
label “ya”, jika tidak maka diberi label “tidak”. Gambar 7(a) merupakan citra asli yang
telah diberi label, sedangkan Gambar 7(b) merupakan pelabelan hasil analisis nilai
bersih pada citra tersegmentasi. Jumlah beras yang terdeteksi utuh pada Gambar 7
adalah sebanyak 30 butir. Jadi prosentase nilai utuh pada Gambar 7 adalah 100%.

a b
Gambar 7. Proses pengambilan nilai utuh
1.1. Identifikasi Kualitas Beras
Berdasarkan hasil akuisisi citra, kemudian dilakukan klasifikasi untuk
mengidentifikasi kualitas beras yang diuji. Klasifikasi dilakukan dengan menganalisa
data tekstual dari hasil akuisisi citra menggunakan rules yang didapatkan dari pohon
keputusan pada Gambar 2. Data citra yang diklasifikasi sejumlah dan sesuai dengan
data tekstual yang digunakan pada proses pelatihan.
Sebagai contoh, digunakan Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7 pada tahap akuisisi
citra sebelumnya, hasil identifikasi kualitas beras menggunakan klasifikasi ID3
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Contoh hasil klasifikasi
Nilai
Data Gambar Nilai Nilai Kelas Kesesuaian
Putih Bersih Utuh

BersihPutihUtuh (86%) Baik Sesuai


(100%)(100%)

Hasil identifikasi dari Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7 adalah beras berkualitas
baik. Dari 30 data yang diuji, hasil menunjukkan 29 data terklasifikasi sesuai dengan
pelatihan.

1.2. Evaluasi Hasil Klasifikasi


Berdasarkan hasil klasifikasi data, dilakukan evaluasi terhadap keakurasian data yang
diklasifikasikan k-fold cross validation dengan nilai k = 5. Hasil evaluasi ditunjukkan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengujian
Kelas Kelas hasil pengujian
sebenarnya Baik Kurang Buruk
Baik 9 1 0
Kurang 0 10 0
Buruk 0 0 10

Hasil klasifikasi kemudian dihitung keakurasiannya dengan menghitung precision (P),


recall (R), dan f-measure (F).
2. SIMPULAN
Identifikasi kualitas beras dengan citra digital menggunakan klasifikasi ID3, didapatkan hasil akurasi
sebesar 96.67% dimana hanya 1 dari 30 data diklasifikasikan tidak sesuai dengan hasil yang sebenarnya.
Hasil akurasi klasifikasi yang didapatkan dengan metode k-fold cross validation dengan k = 5 juga cukup
akurat yakni precision 0.97, recall 0.97, dan f-measure 0.97. Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengolahan citra digital dapat dimanfaatkan untuk melakukan identifikasi kualitas beras dengan
metode klasifikasi decision tree ID3.

3. REFERENSI
[1] Kementrian Pertanian RI. 2013. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Bahan Makanan
di Indonesia, 2009-2013. http://www.pertanian
.go.id/Indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf, diakses 10 April 2015.
[2] Beras Indonesia. 2014. Produk dan Standar Mutu. http://www.beras
indonesia.com/kualitas_produk, disakses 15 Mei 2014.
[3] Ajay, G., Suneel, M., Kumar, K. K., dan Prasad, P. S. 2013. Quality Evaluation of Rice Using
Morphological Method. International Journal of Soft Computing and Engineering (IJSCE). Vol. 2(6):
35-37.
[4] Suminar, R., Hidayat, B., dan Atmaja, R. D. 2012. Klasifikasi Kualitas Beras Berdasarkan Ciri Fisik
Berbasis Pengolahan Citra Digital. Jurnal Telkom University.
[5] Somantri, A. S., Darmawati, E. dan Astika, I. W. 2013. Identifikasi Mutu Fisik Beras dengan
Menggunakan Teknologi Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal Pascapanen. Vol.
10(2): 95-103.
[6] Bhardwaj, R., dan Vatta, S. 2013. Implementation of ID3 Algorithm. International Journal of
Advanced Research. Vol. 3(6): 856-861.
[7] Aradeo, S. A., Ariyan, Z. dan Yuliana, A. 2011. Penerapan Decision Tree untuk Penentuan Pola Data
Penerimaan Mahasiswa Baru. Jurnal Penelitian Sitrotika. Vol. 7(1).
[8] Putranto, B. Y. B., Hapsari, W. dan Wijana, K. 2010. Segmentasi Warna Citra dengan Deteksi Warna
HSV untuk mendeteksi Objek. Jurnal Informatika. Vol. 6(2): 1-14.

Anda mungkin juga menyukai