Anda di halaman 1dari 21

Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

BAB III
RENCANA PEMBANGUNAN WILAYAH
KABUPATEN

Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007; Struktur


Ruang, adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Berdasarkan makna struktur ruang pada
UU PR No. 26 Tahun 2007 tersebut di atas, maka arahan pengembangan struktur ruang
wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur, ditujukan untuk mencapai 3 (tiga) tujuan
pembangunan, yaitu :
• Pertumbuhan Ekonomi Wilayah.
• Pemerataan Pembangunan seluruh Masyarakat Kotawaringin Timur.
• Pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Untuk membangun konsep ruang yang strategis berdasarkan 3 (tiga) tujuan di atas, maka
perlu memperhatikan 3 (tiga) aspek struktur ruang, yaitu:
• Rencana Satuan/Sistem Wilayah Pelayanan dan Pengembangan untuk lingkup
Kabupaten atau Rencana Bagian Wilayah Kota untuk lingkup perkotaan (ibukota
kabupaten dan kecamatan).
• Rencana Struktur Wilayah, menjelaskan rencana sistem pusat permukiman dan
rencana sistem jaringan prasarana.
• Rencana Penggunaan Lahan dalam lingkup wilayah kabupaten, menjelaskan
peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Visi pembangunan daerah Kabupaten Kotawaringin Timur, mengandung arti terciptanya
masyarakat yang memiliki kesadaran dan ketaatan yang tinggi pada hukum, memiliki
SDM yang berkualitas yang mampu mengangkat harkat, martabat dan kesejahteraan,
menerapkan norma-norma dan ajaran agama, selalu menjaga kondisi sosial yang
kondusif, serta mengutamakan kebersamaan dan kesetaraan seluruh lapisan masyarakat
dalam menikmati hasil pembangunan.

Visi : “Terwujudnya Masyarakat Kotim Yang Mandiri, Berkompetisi, Adil dan


Sejahtera dalam Suasana Agamis, Aman, Kebersamaan, dan Kesetaraan.”

III - 1
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

Misi Pembangunan :
1. Menjadikan Kabupaten Kotawaringin Timur Sebagai Pusat Pembentukan dan
Pengembangan SDM Berbasiskan Imtaq, Sains dan Teknologi, serta Kearifan
Budaya Lokal.
2. Menjadikan Perekonomian Kabupaten Kotawaringin Timur Yang Kuat dan Mandiri
Bertumpu Pada Ekonomi Kerakyatan Yang Modern dan Berdaya Saing.
3. Menjadikan Intregritas Wilayah Kotawaringin Timur Dalam Ekonomi Ruang dan
Keterhubungan Fungsional.
4. Menjadikan Masyarakat Kotawaringin Timur Yang Demokratis, Tertib Hukum,
Hidup Dalam Kebersamaan.

3.1 Strategi/Skenario Pengembangan Wilayah Kabupaten Berdasarkan Penataan


Tata Ruang (RTRW)

Skenario Pengembangan Kabupaten Kotawaringin Timur dapat diuraikan dalam beberapa


aspek yang meliputi :

 Arah Pengembangan Struktur Kabupaten Kotawaringin Timur


Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007; Struktur Ruang,
adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarki
memiliki hubungan fungsional. Berdasarkan makna struktur ruang pada UU PR No. 26
Tahun 2007 tersebut di atas, maka arahan pengembangan struktur ruang wilayah
Kabupaten Kotawaringin Timur, ditujukan untuk mencapai 3 (tiga) tujuan pembangunan,
yaitu :

1. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah.


2. Pemerataan Pembangunan seluruh Masyarakat Kotawaringin Timur.
3. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Untuk membangun konsep ruang yang strategis berdasarkan 3 (tiga) tujuan di atas, maka
perlu memperhatikan 3 (tiga) aspek struktur ruang, yaitu :
1. Rencana Satuan/Sistem Wilayah Pelayanan dan Pengembangan untuk
lingkup Kabupaten atau Rencana Bagian Wilayah Kota untuk lingkup
perkotaan (ibukota kabupaten dan kecamatan).
2. Rencana Struktur Wilayah, menjelaskan rencana sistem pusat permukiman
dan rencana sistem jaringan prasarana.

III - 2
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

3. Rencana Penggunaan Lahan dalam lingkup wilayah kabupaten, menjelaskan


peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Secara umum, rencana pemanfaatan ruang terbagi menjadi 3 (tiga) komponen penyusun
tata ruang wilayah, yaitu: Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Berikut
penjabarannya.
a. Kawasan Lindung
Merupakan kawasan yang fungsi utamanya, adalah melindungi kelestarian
fungsi sumber daya alam, sumber daya buatan, serta nilai budaya dan sejarah
bangsa, seperti kawasan hutan lindung, hutan bakau dan sebagainya.
Kawasan ini harus dilindungi dari kegiatan produksi dan kegiatan manusia
lainnya yang dapat mengurangi/merusak fungsi lindungnya.

Penetapan kawasan lindung di Kabupaten Kotawaringin Timur bertujuan untuk


menjaga keseimbangan Daerah Aliran Sungai dan melestarikan
keanekaragaman flora maupun fauna yang ada, sehingga diharapkan pada
kawasan ini tidak ada pemanfaatan ruang yang intensif.

Kawasan Lindung di Kabupaten Kotawaringin Timur, terdiri atas:


1. Hutan lindung di Kabupaten Kotawaringin Timur diarahkan pada bagian
utara, tepatnya di wilayah Kecamatan Antang Kalang. Hutan lindung ini
bertujuan untuk melindungi Daerah Aliran Sungai (DAS) Mentaya, juga
berfungsi sebagai cagar alam yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan
wisata terbatas.
2. Kawasan perlindungan setempat, terdiri dari:
a. Sempadan pantai, yaitu berupa hutan bakau dan sempadan pantai yang
berhutan bakau/nipah seluas 130 meter perbedaan pasang dan surut
tertinggi yang diarahkan berada di daerah pantai sebelah selatan
Kabupaten Kotawaringin Timur.
b. Sempadan sungai, terutama diarahkan di sepanjang aliran sungai
selebar 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan
anak sungai yang berada di luar permukiman.
b. Kawasan Budidaya
Kawasan Budidaya terbagi menjadi kawasan budidaya kehutanan dan non
kehutanan.

III - 3
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

1. Kawasan Budidaya Kehutanan terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:


a) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang diarahkan di bagian
utara Kabupaten Kotawaringin Timur, terutama di wilayah Kecamatan
Antang Kalang dan Mentaya Hulu. Selain itu HPT juga diarahkan di
Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Seranau, Cempaga Hulu, Cempaga
dan Pulau Hanaut.
b) Kawasan Hutan Produksi Tetap yang diarahkan di wilayah Kecamatan
Antang Kalang, Mentaya Hulu, Cempaga Hulu, Cempaga, dan Teluk
Sampit.
2. Kawasan Budidaya Non Kehutanan terbagi atas KPPL, perkotaan,
kawasan transmigrasi, dan KPP.
a) Kawasan Permukiman dan Penggunaan Lainnya (KPPL) terkait
diarahkan pada wilayah-wilayah permukiman yang saat ini telah
terbentuk dan diharapkan kegiatan yang berkembang terkait dengan
arahan penggunaan lahan di sekitarnya.
b) Kawasan perkotaan diarahkan pada pusat-pusat pengembangan
wilayah dan ibukota pemerintahan (baik tingkat kabupaten, kecamatan,
maupun kelurahan/desa).
c) Kawasan Transmigrasi diarahkan di wilayah Kecamatan Parenggean,
Antang Kalang, dan beberapa kecamatan lainnya.
d) Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) terdiri dari:
 Rencana alokasi Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah di
Kabupaten Kotawaringin Timur tersebar di berbagai kecamatan,
yaitu di Kecamatan Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya
Hilir Utara, Pulau Hanaut, Mentawa Baru/Ketapang, Baamang,
Kota Besi, Cempaga.
 Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering diarahkan di sepanjang
bagian hilir Sungai Mentaya, yaitu di Kecamatan Teluk Sampit,
Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Pulau Hanaut, Mentawa
Baru/Ketapang, Baamang, Seranau dan Kota Besi.
 Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebunan diarahkan pada wilayah
bagian tengah Kabupaten Kotawaringin Timur, yaitu kawasan di
Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kota Besi, Cempaga, Parenggean,
Mentaya Hulu, dan Antang Kalang. Komoditi perkebunan pada
kawasan ini adalah kelapa dan kelapa sawit.

III - 4
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

 Kawasan pengembangan perikanan dapat dibedakan menjadi


kawasan pengembangan budidaya tambak dan kawasan
perikanan laut. Kawasan budidaya tambak diarahkan di wilayah
bagian selatan Kabupaten Kotawaringin Timur, tepatnya di wilayah
pantai dan sepanjang sungai pada wilayah Kecamatan Teluk
Sampit, Mentaya Hilir Selatan dan Pulau Hanaut. Budidaya tambak
pada kawasan ini cocok untuk komoditi udang dan ikan Bandeng.
Kawasan perikanan laut diarahkan pada daerah-daerah
penangkapan yang sesuai dengan kriteria, yaitu di Kecamatan
Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan dan Pulau Hanaut.
 Kawasan Peternakan untuk peternakan hewan besar harus
tersedia/dekat dengan areal tumbuhan makanan ternak yang
cukup, sedang untuk hewan kecil bisa menyebar di seluruh
kawasan budidaya asal makanan tercukupi. Kawasan peternakan
hewan besar diarahkan terletak dekat kawasan pertanian tanaman
pangan, demikian pula dengan kawasan peternakan unggas.
 Kawasan Perindustrian di Kabupaten Kotawaringin Timur
ditetapkan di Bagendang, yaitu terutama untuk kawasan industri
CPO beserta fasilitas penunjangnya, seperti pelabuhan,
pengolahan limbah, dan lain-lain. Dengan adanya kawasan industri
Bagendang diharapkan hasil perkebunan di Kabupaten
Kotawaringin Timur dapat diolah terlebih dahulu sebelum diekspor
keluar, sehingga dapat memberikan nilai tambah (value added)
yang menguntungkan bagi masyarakat maupun pemerintah
setempat. Pembangunan kawasan industri ini perlu ditunjang
dengan sistem transportasi yang baik dari daerah-daerah penghasil
bahan baku maupun ke daerah pemasaran.
 Kawasan Pariwisata yang teridentifikasi di Kabupaten Kotawaringin
Timur adalah wisata pantai di Ujung Pandaran dan wisata budaya
berupa rumah adat betang Antang Kalang di Tumbang Gagu.
 Kawasan Pertambangan diarahkan di wilayah yang memiliki
potensi pertambangan emas di Kecamatan Antang Kalang,
Mentaya Hulu, Parenggean, potensi pertambangan batubara di
Kecamatan Mentaya Hulu, Cempaga, dan Mentaya Hilir Selatan,
serta potensi pertambangan besi di Kecamatan Antang Kalang dan
Kota Besi.

III - 5
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

 Fungsi dan Peran Kota


Ditinjau dari posisi strategis, kedudukan Kota Sampit akan mempunyai peranan
yang cukup penting di wilayah Propinsi Kalimantan Tengah karena terkait dengan
pengembangan sistem prasarana wilyah serta pengembangan beberapa kawasan
andalan di bagian tengah Kalimantan Tengah, yaitu :
 Berada pada jalur poros regional lintas Trans-Kalimantan di bagian tengah
Kalimantan Tengah yang menghubungkan daerah Utara dan Selatan
Kalimantan Tengah serta Kota Palangkaraya (Ibu Kota Kalimantan Tengah) –
Pangkalan Bun (Ibukota Kotawaringin Barat).
 Dalam RTRW Propinsi Kalimantan Tengah, Kota Sampit dinyatakan sebagai
Kota Orde I, dengan arah pengembangan fungsi kota sebagai kota pelabuhan
dan industri.
 Pelabuhan Sampit digolongkan sebagai Pelabuhan Orde I dalam rencana
pengembangan transportasi laut di Kalimantan Tengah. Sistem pelabuhan
Sampit, meliputi Pelabuhan Sampit, Pelabuhan Samuda dan Rencana
Pelabuhan Curah Cair di Desa Bagendang, dengan fungsi pelayanan
diarahkan untuk melayani kegiatan ekspor-impor perdagangan dalam negeri.
 Sistem Perkotaan, dalam kajian Kawasan Andalan Sampit Pangkalan Bun
menetapkan Kota Sampit sebagai pusat pengembangan wilayah Kotawaringin
Timur dalam pemanfaatan sumber daya alam.
Didasarkan pada arahan kebijaksanaan tata ruang wilayah propinsi dan
kedudukan/statusnya sebagai ibukota kabupaten, Kota Sampit memiliki peranan
yang penting di wilayah Kotawaringin Timur. Kota Sampit mempunyai
peran/fungsi utama, sebagai :
 Pusat Pemerintahan Kabupaten
 Pusat perdagangan dan Jasa
 Pusat Permukiman
Sebagai pusat pemerintahan kabupaten, Sampit akan menjadi pusat
penyelenggara pemerintahan, pelaksana pembangunan dan pembinaan ke-
masyarakatan. Sebagai pusat kegiatan pemerintahan, wilayah pelayanan adalah
seluruh Kabupaten Kotawaringin Timur yang mencakup 15 kecamatan.
Sebagai fungsi pusat perdagangan dan jasa, Kota Sampit pada dasarnya berkaitan
erat dengan fungsi koleksi-distribusi yang dapat dilakukan di Kota Sampit dengan
wilayah belakangnya. Kegiatan perdagangan dan jasa mempunyai peran dalam
lingkup regional untuk melayani Kabupaten Kowaringin Timur, kegiatan ini

III - 6
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

didukung dengan adanya Pelabuhan Sampit sebagai inlet-outlet barang


penumpang menuju Kalimantan Tengah.

 Arahan Pengembangan Permukiman dan Kependudukan


a. Arahan Pengembangan Permukiman
Sistem permukiman diarahkan pada kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan
budidaya non kehutanan, namun tidak menutup kemungkinan adanya lokasi-lokasi
permukiman pada kawasan yang tidak ditetapkan sebagai kawasan budidaya non
kehutanan. Kegiatan yang diarahkan pada kelompok-kelompok permukiman disesuaikan
dengan penggunaan lahan terkait. Pada kawasan yang diarahkan sebagai kawasan non
permukiman (perkotaan dan transmigrasi), dilakukan pembatasan pengembangan.
Me-rekonstruksi hirarki dan fungsi beberapa pusat-pusat permukiman untuk
mengakomodasi Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Kalimantan Tengah, khususnya
dalam penetapan orde dan fungsi kota-kota di masing-masing kabupaten pemekaran dan
mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun ekonomi masing-masing
kabupaten pemekaran tersebut di masa yang akan datang.

Arahan penetapan sistem permukiman dan perwilayahan pelayanan yang dimaksud,


meliputi :
 Penetapan fungsi pusat-pusat Ibukota Kecamatan (IKK) sebagai pusat-
pusat pelayanan administrasi pemerintahan untuk masing-masing daerah
kecamatan di Kabupaten Kotawaringin Timur.
 Penetapan perwilayahan sosial-ekonomi secara merata dan efisien sesuai
dengan karakteristik dan fungsi wilayah sehingga lebih memudahkan
dalam pengembangan prasarana dan sarana yang sesuai dengan tipologi
wilayahnya.
 Penetapan hirarki pusat pelayanan berdasarkan karakteristik dan fungsi
kelompok permukiman yang sudah terbentuk secara natural, serta
keterkaitan fungsional antar pusat tersebut.

b. Arahan Pengembangan Kependudukan


Berdasarkan data BPS pada Kotawaringin Timur dalam Angka Tahun 2011/2012,
penduduk Kabupaten Kotawaringin Timur pada akhir tahun 2012, adalah sebesar 373.842
jiwa, yang terdiri dari 197.213 jiwa laki-laki dan 176.629 jiwa perempuan. Apabila
dibandingkan dengan jumlah penduduk pada akhir tahun 200, penduduk Kabupaten
Kotawaringin Timur mengalami pertumbuhan sebesar 2,98%.

III - 7
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

Di Kabupaten Kotawaringin Timur, migrasi memiliki pengaruh yang sangat besar


terhadap pertumbuhan penduduk. Semakin tumbuhnya kemajuan sektor pertanian,
terutama perkebunan kelapa sawit, industri CPO, dan perkebunan karet, serta mulai
menggeliatnya sektor pertambangan, terutama pertambangan bijih besi dan batu bara;
dengan daya serap yang tinggiterhadap tenaga kerja, merupakan salah satu faktor utama
yang mempengaruhi terjadinya migrasi.
Sejak dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten pada tahun 2001, Kabupaten
Kotawaringin Timur pada tahun 2007 secara administratif terdiri atas 13 Kecamatan
dengan 139 desa dan 11 kelurahan. Selanjutnya, pada tahun 2008, dilakukan pemekaran
lagi, sehingga menjadi 15 Kecamatan yang terdiri 162 desa dan kelurahan.

Berdasarkan data BPS (Kotawaringin Timur dalam Angka untuk seri 5 tahun yang
telah lewat) dilakukan proyeksi jumlah penduduk jangka menengah, yaitu tahun 2009 –
2015. Diperoleh hasil perhitungan proyeksi:
1. Tahun 2009 : 338.579 jiwa
2. Tahun 2010 : 347.506 jiwa
3. Tahun 2011 : 356.379 jiwa
4. Tahun 2012 : 365.450 jiwa
5. Tahun 2013 : 374.376 jiwa
6. Tahun 2014 : 383.458 jiwa
7. Tahun 2015 : 392.653 jiwa
Kondisi kependudukan di Kabupaten Kotawaringin Timur menunjukkan
kecenderungan untuk meningkat, baik jumlah maupun kepadatan. Maka dari itu, perlu
strategi untuk mengarahkan aspek kependudukan, khususnya dalam konteks
pengembangan. Adapun strategi untuk memfokuskan arahan pengembangan
kependudukan, diantara adalah:
1. Pendataan kependudukan yang tepat untuk penetapan sasaran
pengembangan kependudukan di masing-masing kecamatan pemekaran,
hal ini berkaitan juga dengan strategi pelayanan dan perlindungan
kesejahteraan kependudukan (social security).
2. Pembatasan pertumbuhan penduduk melalui pengaturan penerimaan
penduduk (migrasi), khususnya pembatasan penerimaan tenaga ‘un-skill’
yang memiliki potensi memberikan beban lapangan kerja kepada daerah.
3. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia secara utuh (termasuk
pemberdayaan kaum perempuan), sebagai potensi tenaga kerja yang
handal, dan sebagai kekuatan sosial yang kokoh.

III - 8
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

4. Mengupayakan pengelompokan distribusi penduduk pada sentra-sentra


produksi, sekaligus sebagai upaya pemerataan dan pemenuhan skala
pelayanan fasilitas sosial ekonomi di masing-masing kecamatan. Dapat
dilakukan melalui program resettlement (untuk tenaga kerja selektif).

 Identifikasi Wilayah yang Perlu dikendalikan


Identifikasi wilayah yang perlu dikendalikan, meliputi:
1. Pengelolaan dan konservasi kawasan lindung.
2. Pengelolaan dan konservasi daerah tepian sungai.
3. Pengendalian wilayah kawasan perdagangan yang saat ini menunjukkan
kecendungan tidak terkendali, sehingga terkesan kumuh dan mengurangi
kapasitas kawasan resapan.
4. Pengelolaan kawasan permukiman yang potensial dan masuk dalam kategori
kumuh (slum).
5. Pengendalian tata bangunan dan lingkungan, khususnya usaha sarang
Burung Walet yang saat ini, semakin menunjukkan in-fungsional dengan Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB).
6. Kontrol terhadap usaha sarang burung walet, yang saat ini mulai meresahkan
warga karena dampak yang ditimbulkan. Salah satunya, diindikasikan adanya
keterkaitan wabah demam berdarah dengan penggenangan tempat mandi
Burung Walet.

 Identifikasi Wilayah yang didorong Pertumbuhannya


Wilayah yang perlu didorong pertumbuhannya, meliputi:
1. Beberapa ibukota kecamatan, dapat berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan
yang melayani wilayah belakangnya, mengingat lokasi dan ketersediaan sarana
dan prasarana. Disamping sebagai pusat pelayanan, pusat-pusat ini juga
diharapkan akan mampu menjadi penggerak pengembangan potensi wilayah
belakangnya. Beberapa Ibukota Kecamatan tersebut, meliputi:
a. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan Ibukota Kecamatan
Mentaya Hilir Selatan atau Samuda.
b. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan Ibukota Kecamatan Teluk
Sampit atau Ujung Pandaran untuk kegiatan Pariwisata dan Sentra
Pengumpulan Hasil Pertanian.
c. Mendorong pertumbuhan kawasan industri Bagendang yang saat ini
mulai masuk dalam proses pembangunan pelabuhan curah cair.

III - 9
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

2. Ibukota kecamatan-kecamatan lainnya (yang tidak berfungsi sebagai


pengembangan wilayah dan sub pengembangan wilayah) dapat berfungsi sebagai
pusat-pusat pelayanan lokal, yaitu melayani wilayah belakangnya dalam lingkup
administrasi kecamatan, dengan fungsi :
a. Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan atau bank melayani satu
kecamatan.
b. Pusat pengolahan atau pengumpul barang-barang yang melayani satu
kecamatan.
c. Simpul transportasi beberapa desa.
d. Pusat jasa pemerintahan untuk kecamatan
3. Pusat-pusat perdesaan yang mempunyai potensi sebagai pusat pertumbuhan,
juga akan dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan, juga akan dikembangkan
sebagai pusat pelayanan lokal, dengan fungsi:
a. Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan atau bank untuk beberapa desa.
b. Pusat pengolahan atau pengumpul barang-barang yang melayani
beberapa desa.
c. Simpul transportasi beberapa desa.
d. Bersifat khusus karena mendorong perkembangan sektor-sektor
strategis atau kegiatan khusus lainnya.
4. Pengembangan prasarana transportasi dimaksudkan untuk memudahkan interaksi
antar pusat-pusat dengan wilayah belakangnya dan pusat dengan wilayah yang
lebih luas, sehingga akan mendorong perkembangan kegiatan perekonomian
wilayah. Disamping pengembangan hubungan antar pusat dan hubungan pusat
dengan wilayah yang lebih luas juga perlu pengembangan jalur transportasi dari
setiap pusat ke wilayah belakangnya masing-masing.

3.2 Skenario Pengembangan Sektor Bidang Cipta Karya

Deskripsi skenario pembangunan Infrastruktur Bidang PU Cipta Karya, pada


dasarnya harus menggunakan substansi dokumen Masterplan/ Rencana Induk
Sistem. Adapun dokumen yang telah distudikan dengan kapasitas setingkat
masterplan, meliputi:
1. Pendampingan penyusunan rencana kegiatan RPKPP
2. Penyusunan Rencana tindak penanganan kawasan permukiman kumuh

Kedua dokumen di atas, ruang lingkup wilayah studi; masih terfokus pada Kota
Sampit. Artinya, belum mencakup kawasan atau wilayah Kabupaten secara luas.

III - 10
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

Dan ada 1 (satu) studi masih dalam tahap penyusunan, yaitu Pendampingan
penyusunan kegiatan SPPIP
Pernyataan menuju pelaksanaan, karena terkait dengan usulan yang akan
disampaikan melalui dokumen RPIJM Kabupaten Kotawaringin Timur.

3.2.1 Upaya Penanganan Permasalahan Drainase di Kota Sampit


Untuk mengatasi permasalahan sistem drainase di kota Sampit, khususnya
mengatasi permasalahan banjir/genangan yang terjadi di hampir seluruh Kota
Sampit, terutama pada saat musim hujan (puncaknya Oktober s/d Desember)
yang diikuti dengan air pasang dari sungai Mentaya; Pemerintah Daerah telah
menyusun program pengendalian banjir di Kota Sampit dengan membangun ring
drain yang berfungsi sebagai drainase makro.

Ring drain telah mulai dibangun pada tahun 2002 yang berfungsi untuk menahan
limpasan air hujan dari daerah Barat Kota Sampit (daerah hutan), lokasi ring drain
yang sedang dibangun melingkari di tepian kota Sampit dan memotong di jalan
Jenderal Sudirman sekitar kilometer 5 arah Pangkalan Bun.

Ring drain yang sedang di bangun dimulai dari kecamatan Mentawa


Baru/Ketapang sampai dengan Kecamatan Baamang, dimana ring drain ini
bermuara di Sungai Mentaya. Dengan dibangunnya ring drain tersebut diharapkan
nantinya dapat meringankan beban saluran drainase primer dalam kota, sehingga
saluran primer dalam kota hanya menerima limpasan air dari sekitar kota saja.

Mengingat dana pembangunan untuk ring drain cukup besar, dan dana APBD
Kabupaten Kotawaringin Timur serta APBD Propinsi Kalimatan Tengah sangat
terbatas, maka Pemerintah Daerah mengajukan bantuan pendanaan APBN
melalui Dirjen Sumber Daya Air – Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah. Pelaksanaan pembangunan ring drain yang telah dibangun, adalah
sepanjang 25.500 meter dari total saluran sepanjang ± 40.700 meter dan 2 buah
box culvet telah selesai dibangun.

Diharapkan dengan selesai dibangunnya ring drain (drainase makro) tersebut,


beban dari saluran primer yang ada di dalam Kota Sampit berkurang, sehingga
permasalahan banjir/genangan bisa diminimalkan. Perlu diketahui bahwa
penanganan genangan/banjir tidak hanya dengan mengatasi permasalahan

III - 11
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

drainase makro saja, melainkan harus juga dengan membenahi permasalahan


drainase mikronya, sehingga akhirnya dapat mengatasi permasalahan banjir atau
genangan secara keseluruhan.

Namun drainase mikro (saluran primer, sekunder dan tersier) yang ada di kota
Sampit saat ini sifatnya masih bersifat parsial (lokasi setempat-setempat), di
samping kualitas dan kuantitasnya masih kurang. Selain itu juga saluran yang ada
kurang terpelihara (banyaknya sedimen dan sampah) dan diperparah dengan
kondisi topogafi yang relatif datar sehingga aliran ke sungai Mentaya menjadi tidak
lancar.

Untuk itu sangat diperlukan suatu penanganan drainase perkotaan untuk kota
Sampit secara terpadu dan keseluruhan agar tidak parsial (setempat-setempat)
dangan menyiapkan program pembangunan secara bertahap dan
berkesinambungan dengan memperhatikan kemampuan APBD Kabupaten
Kotawaringin Timur dan APBD Propinsi Kalimantan Tengah serta bantuan
pendanaan dari APBN melalui Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,
juga partisipasi dari swasta (pengembang perumahan) dan peran serta dari
masyarakat.

3.2.2 Penyehatan Lingkungan Permukiman


a. Rancangan TPA Kota Sampit
Rancangan TPA merupakan arahan yang akan dipergunakan dalam
proses perhitungan dimensional, strategi operasional, penataan dan
pengembangan TPA. Dalam rancangan tersebut, rencana beberapa kegiatan,
meliputi:
1. Infrastruktur Drainase Perkotaan
2. Infrastruktur Tempat Pembuangan Akhir Sampah (antara Stasiun dan
TPA Sampah)
Perencanaan (Planning) TPA adalah fungsi dasar manajemen pengolahan
TPA. Target dan program yang direncanakan dalam operasional TPA Kota
Sampit ini akan memenuhi ketentuan dan kaidah:
a. Minimalisasi biaya pelaksanaan dengan memperhatikan kelayakan
teknis.
b. Alternatif tapak TPA dengan konsep kemudahan pelaksanaan
pembangunan.

III - 12
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

c. Prioritas fakor-faktor strategis pengolahan sampah dan TPA.


d. Penetapan jangka waktu perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan.
e. Mudah dan sesuai dengan kenyataan lapangan.

b. Manajemen Pemulung
Proses daur ulang sampah di Indonesia banyak dilakukan oleh sektor
informal, terutama oleh pemulung mulai dari rumah tangga ke TPA, tetapi
metoda daur ulang yang dilakukan oleh pemulung terbatas pada
pemisahan/pengelompokan. Berdasarkan cara kerja pemulung yang sebagian
besar beroperasi di kawasan-kawasan permukiman, pasar, perkantoran maupun
di TPS sampai ke TPA, maka dapat dikatakan bahwa sampah an-organik yang
diserap oleh pemulung merupakan sampah yang belum dapat ditanggulangi oleh
Pemerintah Kota.

Hal ini disatu sisi menunjukan bahwa kegiatan pemulungan memberikan


kontribusi kepada Pemerintah Daerah dalam hal penanganan sampah. Namun
sisi yang lain, bantuan kegiatan pemulungan terhadap penanggulangan masalah
sampah menjadi tidak nyata terasa manfaatnya, karena mungkin Pemerintah
Daerah menganggap bahwa kegiatan pemulungan merupakan hal yang sudah
semestinya terjadi, dengan mengabaikan segi bantuannya terhadap penanganan
kebersihan kota.

Menurut prakiraan Agenda 21 Indonesia, potensi daur ulang sampah


kering adalah 15 – 25 %, sedang potensi sampah basah yang dapat
dikomposkan adalah 30 – 40 %, sehingga potensi daur ulang sampah
diperkirakan sebesar 45 – 65 %, namun tingkat daur ulang di Indonesia, baik
melalui usaha pemulungan maupun usaha daur ulang di rumah tangga dan
pengomposan, jumlahnya diperkirakan hanya sebesar 8,1%.

Sampah yang dipisahkan umumnya sudah tidak murmi lagi (kotor, basah
dan sebagainya), karena sampah tersebut sudah tercampur dengan sampah
lainnya dari berbagai sumber. Oleh karena itu kondisi sampah yang dihasilkan
pemulung umumnya memiliki kualitas tidak begitu baik dibandingkan dengan
yang dipisahkan di sumber sampah. Pemisahan sampah oleh pemulung ini relatif
sedikit, diperkirakan kurang dari 2 % jumlah sampah yang terkumpul di TPS,

III - 13
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

sementara pemulung di TPA memiliki prosentase yang lebih besar, yaitu kira-kira
5 % dari sampah yang masuk di TPA.

Walau proses pendaur-ulangan oleh pemulung di TPA memiliki tingkat


kebersihan yang cukup tinggi, keberadaan pemulung seringkali menimbulkan
masalah terhadap pengelolaan sampah di TPA karena kegiatan pemulung
memang belum diatur. Keberadaannya dapat mengganggu opersional lahan
TPA, sehingga diperlukan pengaturan gerak dan langkah pemulung atau
manajemen pemulung sebagai berikut :
1. Pembatasan pemulung (quota limitation) akan dihitung pada volume
sampah yang masuk ke TPA berdasarkan waktu truk pengangkut
sampah di jembatan timbang, volume sampah yang dikelola
pemulung, jumlah sampah yang dikumpulkan pemulung selama 1
(satu) jam dan total volume sampah yang dikumpulkan pemulung
selama waktu kerja (12 jam).
2. Pedataan resmi pemulung awal oleh pengelola TPA yang
diprioritaskan untuk wilayah sekitar TPA Kota Sampit.
3. Pengaturan pola tinggal dan pengumpulan sampah oleh pemulung
dalam wilayah TPA (sampah harus dikumpulkan di gudang serba
guna/daur ulang yang disediakan).
4. Pembatasan waktu kerja operasional pemulung dalam wilayah TPA
(pemulung tidak membuat rumah di lahan TPA).
Prosentase pemulungan di TPA menurut penelitian (Prof. Enri Damanhuri)
sebesar 5 % dari total sampah yang masuk ke TPA. Proses daur ulang sampah
yang direncanakan diaplikasikan dalam lingkungan TPA Kota Sampit, adalah
sampah plastik yang biasanya terdiri dari 7 jenis, yaitu :
1. Polythyelene Terephthalate (PETE)
2. High Densty Polythyelene (HDPE)
3. Polyvinyl Chloride (PVC)
4. Low Densty Polythyelene (LDPE)
5. Polyprpylene (PP)
6. Polystyrene (PS)
7. Bahan-bahan plastik multilayer
Untuk merancang sistem produksi yang dilakukan dalam mengolah dan
mengelola daur ulang sampah plastik di TPA Kota Sampit, maka diperlukan

III - 14
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

perhitungan-perhitungan secara kuantitatif, dengan proses-proses produksi


seperti diuraikan di bawah ini.
1. Tahap Bale Breaking dan Sorting, yang berupa pemilahan awal (pre
sorted) dipecah kemudian dipilih kembali, dimana botol misalnya
secara manual dipisahkan berdasarkan warnanya.
2. Tahap Pemilahan (Separating)
Kegiatan pemilahan sampah adalah merupakan kegiatan memilih dan
mengklasifikasikan sampah berdasarkan jenisnya, dimana proses
pendaur-ulangan berbeda antara satu jenis sampah dengan jenis
sampah yang lainnya. Hasil pemilahan tersebut ditempatkan dalam
tempat-tempat berbeda.
Hasil pemilhan tersebut ditempatkan dalam tempat-tempat berbeda agar
mempermudah pada proses selanjutnya, yaitu :
1. Sampah organik
2. Sampah kertas (tidak termasuk koran)
3. Plastik kresek termasuk plastik bening/transparan
4. Sampah plastik keras (bekas ember dan sejenisnya)
5. Logam (besi, baja, kawat, kaleng dan sebagainya)
6. Gelas, kaca
7. Karton / kardus
8. Residu sampah atau non recyeleable weste (ranting, karet, kulit dan
lain-lain yang tidak di daur ulang).
Proses pemilahan dilakukan secara manual oleh tenaga manusia melalui
meja pemilahan (pad) dan menggunakan ban berjalan (belt converyor).
1. Tahap Pemrosesan (Processing)
Penangan lebih lanjut terhadap sampah hasil pemilahan yang telah
dilakukan sebelumnya, secara umum terbagi beberapa perlakuan,
yaitu :
a. Sampah yang didaur ulang menjadi produk jadi (kelompok 1 dan
2)
b. Sampah yang diolah menjadi bahan baku atau barang setengah
jadi (kelompok 3 dan 4)
c. Sampah yang hanya dipacking untuk dijual ke industri daur ulang
(kelompok 5,6,7)
d. Sampah yang dibakar (kelompok 8)
2. Tahap Pengepakan atau Pengemasan (Packaging)

III - 15
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

Tahapan ini adalah merupakan tahapan paling akhir dalam proses


pengolahan sampah. Tahapan ini sebenarnya terbagi dalam dua jenis, yaitu :
a. Pengemasan
Pengemasan ini adalah kegiatan memasukkan hasil pengolahan
daur ulang ke dalam plastik atau karung goni yang dilakukan untuk
produk-produk palet plastik kertas dan plastik kresek.
b. Pengepakan
Kegiatan pengepakan dilakukan untuk jenis-jenis sampah yang
tidak diproses, yaitu: logam dan gelas/beling/kaca. Untuk sampah
logam cukup diikat dengan menggunakan kawat baja setelah
sebelumnya dipotong-potong dan ditimbang dengan jumlah berat
yang tidak ditentukan. Kemudian sampah gelas/beling/kaca
dimasukan ke dalam karung goni dan ditumpukan dengan kayu
dan setelah diikat dan ditimbang.
Untuk mendukung pendaur-ulangan sampah diperlukan mesin
pengolahan. Mesin-mesin yang digunakan adalah mesin yang
mempunyai nilai teknologi tepat guna, sepeti :
1) Mesin pemilah sampah.
2) Mesin pencacah sampah organik.
3) Mecin pencuci dan pencacah plastik kresek.
Secara umum kebutuhan lahan untuk proses pengolahan dan
pengelolaan sampah secara daur ulang dapat disesuaikan dengan
kondisi lahan yang tersedia. Untuk kapasitas pengelolaan sebesar
20 m³/hari, maka lahan yang dibutuhkan sekitar 25 meter x 50
meter.

3.2.3 Penataan Bangunan dan Lingkungan

Program investasi Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Kota Sampit


melibatkan stakeholder masyarakat, dunia usaha dan pemerintah (Pemerintah
Kota/ Kabupaten/ Propinsi/ Pusat). Stakeholder ini diarahkan untuk terlibat aktif
dalam proses pembangunan dan pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh
Perkotaan Sampit. Program investasi antara lain diperlukan untuk:
1. Menjaga kesinambungan pembangunan pada aspek investasi dan
pembiayaan secara bertahap.
2. Menemukan peluang kerjasama investasi dan pembiayaan berbagai
stakeholder.

III - 16
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

3. Menjadikan rujukan bagi stakeholder menghitung kelayakan investasi dan


perencanaan pembiayaan.
4. Upaya percepatan dalam penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan
prasarana dan sarana lingkungan.
5. Alat mobilisasi dana investasi stakeholder sesuai dengan kapasitas dan
perannya.
6. Mengurangi konflik akibat beda kepentingan investasi dan pembiayaan
berbagai pihak.

a. Investasi Masyarakat
Investasi/peran yang dimiliki dan harus dipahami dengan baik oleh masyarakat
Kota Sampit adalah:
1. Sebagai penyelenggara pembangunan dan penataan kawasan.
2. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pembangunan dan
penataan kawasan harus dimulai dari awal pengambilan kebijakan
dalam perencanaan dan perancangan kawasan hingga pada saat
pengelolaan hasil penataan ulang dan pengembangan yang telah
dilakukan, terutama yang menyangkut kepentingan masyarakat umum
pada Kawasan Permukiman Kumuh.
3. Sebagai penyelenggara hidupnya aktifitas dalam Kawasan
Permukiman Kumuh.
4. Sebagai pengguna dan pemelihara keberlanjutan berbagai fungsi,
fasilitas, dan aktifitas di dalam Kawasan Permukiman Kumuh.

b. Investasi Dunia Usaha


Investasi dunia usaha merupakan bagian yang sangat penting untuk dapat
menghidupkan ekonomi Kawasan Permukiman Kumuh. Sebagai pemilik modal
pelaku dunia usaha diharapkan bersedia menanamkan investasi di Kawasan
Permukiman Kumuh . Pelaku dunia usaha diharapkan dapat memperhatikan
kepentingan publik dan warga. Dengan modal kapital dan sistem manajemen yang
sudah terstruktur pihak swasta mampu menjadi generator pembangkit aktifitas di
dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh Kota Sampit.

III - 17
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

c. Investasi Pemerintah Kota Sampit


Meskipun tanggung jawab pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh
Kota Sampit adalah tanggung jawab semua pihak, peran pemrakarsa tetap berada
di “pundak” pemerintah minimal untuk menciptakan iklim yang mendorong
terwujudnya usaha kemitraan, antara lain :
1. Menetapkan prioritas pembangunan pada Kawasan Permukiman Kumuh
yang realistis, sesuai dengan kebutuhan dan dapat diikuti oleh semua
pihak, baik pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat. Untuk itu perlu
adanya kesepakatan dan dialog di antara ketiga pelaku pembangunan ini.
2. Mengembangkan kebijakan dan strategi pembangunan yang jelas, yang
tercermin baik pada tujuan, arahan, maupun indikator-indikator
kebijaksanaan (policy indicator).
3. Mengembangkan beberapa pilihan pola/bentuk kemitraan untuk diterapkan
di berbagai lapisan dan golongan masyarakat, sehingga peran serta
masyarakat dalam kemitraan pembangunan dapat direalisasikan seluas-
luasnya.
4. Memantapkan mekanisme komunikasi yang lancar dan transparan.
Transparasi erat kaitannya dengan tingkat partisipasi. Karena itu
mekanisme kemitraan yang transparan harus dikembangkan dan
dimantapkan sejak tahap awal pembangunan.
5. Menyiapkan perencanaan dan pembangunan kemitraan yang mencakup
rencana investasi pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai bagian dari
pembangunan daerah.
6. Menyiapkan kerangka peraturan dan arahan serta pedoman yang dapat
menjadi acuan, terutama bagi masyarakat dan swasta juga menjamin
kepastian usaha.
7. Menciptakan sistem kepranataan pembangunan yang dapat
mengakomodasi semua kepentingan, mendukung dan memudahkan
proses pembangunan sesuai aturan yang ada.
8. Menjadi unsur penengah dan penyeimbang yang diharapkan dapat
memadukan kebutuhan dan kepentingan antara pihak swasta dan
warga/publik.
9. Menyelenggarakan pengawasan untuk menjamin terlaksananya aturan-
aturan tata bangunan dan lingkungan yang telah dibuat pada kawasan
sehingga pelaksanaan pembangunan dan penataan dalam kawasan

III - 18
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

diharapkan dapat berjalan sesuai dengan skenario yang telah dirancang


dan direncanakan.

d. Pola Penggalangan Dana Investasi


Pengembangan dan pembangunan Kawasan Permukiman Kumuh
Perkotaan Kota Sampit membutuhkan sumber daya modal dan manusia yang
sangat besar. Pelaksanaannya tidak dapat dilakukan oleh salah satu pelaku
saja, yakni pemerintah, namun perlu mendapat dukungan dari kedua aktor
lainnya (masyarakat dan swasta), mengingat skala pembangunan yang relatif
masih sangat luas dan jangka waktu pelaksanaan yang relatif panjang.
Pengembangan dan pembangunan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan
Sampit akan berimplikasi pada produktifitas pertumbuhan wilayah yang
berada di sekitarnya. Adanya implikasi tersebut sedikit banyak akan
menimbulkan masalah pembangunan yang berskala makro, mengingat
sumber dana pemerintah yang terbatas dalam penyediaan sarana dan
prasarana.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang timbul sejalan dengan penyusunan dan implementasi
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Permukiman Kumuh,
adalah dengan mengupayakan terciptanya kemitraan yang tentunya
melibatkan ketiga pelaku tersebut. Pengembangan kemitraan dalam
pembangunan dan pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan
Sampit mencakup dua pola dasar, yaitu :
1. Pertama, kerjasama kemitraan antara masyarakat, swasta dan
pemerintah melalui pengembangan formula pembagian modal kerja
yang menjadi tanggung jawab masing-masing pihak. Dalam rangka ini
dikembangkan pola-pola kerjasama kemitraan yang mencakup
pembagian keuntungan dan termasuk resikonya.
2. Kedua, meningkatkan peran swasta dan masyarakat dalam
pembangunan dengan memberikan lebih banyak peluang untuk
berpartisipasi pada kegiatan yang semula merupakan tugas pemerintah.
Atau dengan kata lain, pemerintah memberikan ijin pemanfaatan aset
milik pemerintah (konsesi) misal melalui BUMN kepada pihak swasta
dan masyarakat untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu guna
melaksanakan peran dan tugas-tugas pelayanan umum.

III - 19
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

Pola-pola kemitraan yang dapat dikembangkan dalam investasi


pembangunan dan pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh
adalah :
1. Kemitraan pemerintah dan masyarakat.
2. Kemitraan pemerintah dan swasta.
3. Kemitraan masyarakat dan swasta melalui pengembangan sumber-
sumber daerah.
Tiga variabel utama yang harus mampu dipengaruhi dan diatasi dalam
pembangunan dan pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh adalah:
1. Mekanisme kerja dan stukrtur kelembagaan: diupayakan agar
mempertimbangkan hubungan kerja, tugas, tanggung jawab dan
perannya.
2. Masyarakat (terutama masyarakat setempat dan penghuni baru):
diupayakan agar mempertimbangkan perubahan, motivasi,
aspirasi serta pengembangan sumber daya dan dana masyarakat.
3. Sistem dan prosedur: diupayakan agar mempertimbangkan sistem
komunikasi, imbalan dan penghargaan, sistem informasi dan
pelaporan, anggaran dan pengambilan keputusan.

Ketiga variabel tersebut di atas berkaitan satu dengan lainnya, perubahan


pada salah satu variabel menyebabkan perubahan yang kemudian
mempengaruhi struktur yang lebih luas. Untuk memaksimalkan keterlibatan
ketiga aktor pembangunan dan pengembangan Kawasan Permukiman Kumuh
perlu dilakukan penyusunan kepranataan yang dapat dilakukan melalui:
1. Pengembangan sistem dan prosedur kepranataan manajemen
kawasan.
2. Penyusunan mekanisme kerja dan struktur organisasi yang tepat
a. Penerapan dan pemanfaatan teknologi.
b. Penerapan sistem perencanaan tata ruang yang lebih dinamis
dan bersifat partisipatory.
c. Penyusunan strategi yang tepat untuk melakukan koordinasi
dan integrasi berbagai kegiatan di tingkat lokal dan regional.
3. Peningkatan partisipasi masyarakat
a. Peningkatan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya
dengan memberikan perhatian dan subsidi kepada

III - 20
Dokumen RPIJM kabupaten Kotawaringin Timur 2015

masyarakat golongan berpendapatan rendah (berupa uang,


konsultasi gratis, kemudahan ijin kredit dan koperasi).
b. Pembinaan dan peningkatan kegiatan dan produksi lokal.
c. Pendidikan dan informasi bagi masyarakat.

III - 21

Anda mungkin juga menyukai