PENDAHULUAN
Profesi artis dianggap menjanjikan bagi siapapun yang menjalaninya. Tidak hanya orang dewasa,
belakangan anak-anak yang berstatus pelajar tertarik menjadi selebriti. Bahkan, orang yang berstatus uzur
maupun masih balita berminat menjadi selebriti. Artis baru terus bermunculan, namun banyak pula artis
Menjadi artis adalah impian banyak orang karena imbalannya yang fantastis. Namun untuk menjadi
artis, tingkat kesulitannya tinggi. Artis adalah salah satu profesi yang jika sukses menjadi hartawan, jika
gagal menjadi gelandangan. Salah satu contoh sukses misalnya adalah artis Rafli Ahmad. Artis ini konon
bisa mendapatkan honor sehari sampai dengan Rp.120 juta pada tahun 2014. Tentu angka yang luar biasa
Dengan honor yang bisa mencapai angka fantastis tersebut, profesi artis memang sangat
menjanjikan. Dilihat dari sudut pandang perpajakan, hal ini menjadi perhatian tersendiri karena dengan
angka honor yang tinggi, tentu potensi perpajakannya juga tinggi. Pemajakan atas artis menjadi fokus
Direktorat Jenderal Pajak saat ini, ditengah tekanan untuk memenuhi target APBN 2015.
Namun, pelaksanaan pengenaan pajak terhadap artis dianggap beberapa pihak tidak adil. Bagi
artis, pengenaan tarif sebesar 30% dan dipotong oleh produser sebesar 5% dianggap memberatkan.
Beberapa waktu lalu, artis bertamu ke DPR sambil berkeluh kesah pajak yang dikenakan kepada artis lebih
besar daripada profesi lain, yaitu sampai dengan 30%. Artis berpendapat hal ini memberatkan karena tarif
pajak sangat besar. Artis juga berpendapat seharusnya tarif yang dikenakan kepada mereka tidaklah
sedemikian besar, karena menjadi artis juga membutuhkan banyak biaya, seperti biaya make-up, fitness,
Sebaliknya, beberapa pihak lain menganggap pengenaan pajak untuk artis terlalu ringan.
Perlakuan pengenaan pajak untuk artis, penghasilan mereka dipotong dengan dasar pengenaan 50%
penghasilan bruto dikalikan dengan tarif. Banyak orang menganggap praktik ini membuat artis lebih kecil
dalam pembayaran pajak karena hanya dikenakan pajak setengah dari orang biasa, sehingga tidak terdapat
Dapat dilihat bahwa terdapat pendapat yang saling bertentangan di masyarakat, padahal pada
peraturan perpajakannya sudah dijelaskan. Karena masih terbatasnya informasi yang beredar di
masyarakat tentang pengenaan pajak bagi artis yang menimbulkan pertentangan pendapat tersebut, penulis
mencoba mengangkat mengenai tentang artis serta bagaimana pengenaan pajak bagi artis dalam ketentuan
perpajakan di Indonesia.
II. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Artis
Artis berasal dari sebuah kata dalam bahasa Latin yaitu "ars" yang berarti keindahan (walaupun
secara harfiah berarti skill, metode atau teknik. Ars ini kemudian menjadi "artist" dalam bahasa inggris yang
berarti (1) orang yang membuat lukisan atau gambar (2) orang yang mempertunjukkan kesenian kreatif
Artis ini kemudian diadaptasi menjadi bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia
merumuskan artis sebagai ahli seni; seniman, seniwati (spt penyanyi, pemain film, pelukis, pemain drama).
• "a professional person in any of the performing arts; a person very skilled in his work; often
• "an artist, especially an actor, singer, dancer, or other public performer" (Random House Webster's
• "a public performer who appeals to the aesthetic faculties, as a professional singer, dancer, etc.;
also one who makes a „fine art' of his employment, as an artistic cook, hairdresser, etc." (Oxford
• "professional performer, especially a singer or dancer" (Concise Oxford Dictionary, 1995); • "a
• "a professional entertainer, especially a singer or dancer: cabaret artistes. Origin: early 19th cent.:
Luasnya definisi artis menimbulkan permasalahan dalam merumuskan batasan definisi yang jelas
profesi/pekerjaan atau status sosial. Masyarakat sering menyamakan artis dengan selebriti, yaitu orang
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) tidak memberikan definisi yang detail
mengenai profesi artis. Penjelasan Pasal 21 ayat (1) huruf a UU PPh hanya menggunakan artis sebagai
salah satu contoh umum penerima penghasilan yang termasuk kategori bukan pegawai dan wajib dipotong
pajak penghasilan atas imbalan yang diberikan oleh pemberi kerja. Kutipan lengkap dari penjelasan tersebut
merupakan induk, cabang, perwakilan, atau unit perusahaan yang membayar atau terutang gaji,
upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain dengan nama apa pun kepada pengurus,
pegawai atau bukan pegawai sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
yang dilakukan. Dalam pengertian pemberi kerja termasuk juga organisasi internasional yang tidak
dikecualikan dari kewajiban memotong pajak. Yang dimaksud dengan "pembayaran lain" adalah
pembayaran dengan nama apa pun selain gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran
lain, seperti bonus, gratifikasi, dan tantiem. Yang dimaksud dengan "bukan pegawai" adalah orang
pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan dengan
ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima atau memperoleh honorarium dari pemberi
kerja."
Lebih lanjut dalam dijelaskan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi,
Pemerintah cenderung "membatasi" definisi artis ke dalam kategori bukan pegawai yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan meliputi pemain musik,
pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto
model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa ketentuan yang mengatur aspek
perpajakan untuk artis dalam peraturan perpajakan Indonesia masih minim. Dapat dikatakan bahwa sistem
perpajakan Indonesia tidak memberikan perlakuan secara khusus untuk artis. Seperti profesi lainnya,
penghasilan yang diterima oleh artis merupakan objek PPh Pasal 21 yang wajib dipotong oleh pemberi kerja
apabila pekerjaan dilakukan oleh artis sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi dan objek PPh Pasal 23 apabila
pekerjaan dilakukan melalui Wajib Pajak Badan seperti perusahaan agency, artist management atau event
organizer.
Sehubungan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yang menyebutkan
bahwa :
Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:
1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek,
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
3. olahragawan;
6. agen iklan;
8. perantara;
11. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung
Dapat dilihat bahwa profesi artis yang melakukan pekerjaan bebas tidak boleh menghitung Pajak
Penghasilannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, meskipun memiliki penghasilan
Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 artis menurut Pasal 9 Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan adalah sebesar 50% (lima puluh
persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi artis yang menerima imbalan yang tidak bersifat
berkesinambungan. Tidak bersifat berkesinambungan disini berarti artis tersebut hanya melaksanakan
Penerima penghasilan yaitu artis dapat memperoleh pengurangan berupa PTKP sepanjang yang
bersangkutan telah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak dan hanya memperoleh penghasilan dari
hubungan kerja dengan satu Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh
penghasilan lainnya. Jika artis tesebut memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan lebih dari satu
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 atau memperoleh penghasilan lainnya, maka dia tidak
memperoleh pengurangan berupa PTKP. Pengurangan PTKP juga tidak berlaku jika yang bersangkutan
Tarif yang dikenakan terhadap pemotongan pajak berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-
Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah kumulatif dari Penghasilan Kena Pajak sebesar 50%
(lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan, yang diterima atau diperoleh
jika artis tersebut mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan
kerja dengan satu Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan
lainnya. Jika artis tesebut memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan lebih dari satu Pemotong
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 atau memperoleh penghasilan lainnya, maka dia tidak memperoleh
pengurangan berupa PTKP, jadi penghasilan brutonya langsung dikalikan 50%. Untuk artis yang
mendapatkan imbalan tidak berkesinambungan, maka penghasilan bruto tersebut tidak dikumulatifkan
Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif
yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Jumlah PPh Pasal 21 yang
harus dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari
jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak.
Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang
dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan. Jadi, artis tersebut dapat menggunakan PPh
Jadi, bagaimanakah sebenarnya pengenaan Pajak pada artis? Menurut PER-31/PJ/2012 contoh
i. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan artis jika bekerja sama dengan hanya
Amel Alvi merupakan seorang artis sinetron (memiliki NPWP) dan bekerja sama hanya dengan
production house "FHM" dalam sebuah sinetron selama 2 tahun, dan tidak menerima penghasilan lain
diluar kontrak tersebut. FHM adalah Pemotong PPh Pasal 21. Amel masih single tanpa tanggungan.
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2014 adalah
Tarif
Penghasilan PPh Pasal
Penghasilan 50% dari Penghasilan Pasal 17 21
PTKP Kena Pajak
Bulan Bruto Penghasilan Kena Pajak ayat (1) terutang
(Rupiah) Kumulatif
(Rupiah) Bruto (Rupiah) Huruf a
(Rupiah) ( Rupiah )
UU PPh
ii. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan artis (jika bekerjasama dengan lebih
Amel Alvi merupakan seorang artis sinetron (memiliki NPWP) bekerja sama dengan production
house "FHM" dalam proyek sebuah sinetron selama 2 tahun. Selain itu, Amel juga memiliki kontrak
kerjasama dengan production house lain "Tersanjung". Baik production house "FHM" maupun
"Tersanjung" masing-masing merupakn Pemotong PPh Pasal 21. Amel masih single tanpa tanggungan
pajak. Rekap penghasilan bruto Amel Alvi sebagai artis sinetron selama tahun 2014, sebagai berikut:
Agustus 48.000.000,00
September 50.000.000,00
Oktober 52.000.000,00
November 55.000.000,00
Desember 56.000.000,00
Jumlah 554.000.000,00
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2014:
Dasar Tarif Pasal
Dasar
Bulan Jasa yang Pemotongan 17
Pemotongan PPh PPh Pasal 21
dibayar PPh Pasal 21 ayat (1) huruf
Pasal 21 (Rupiah) terutang (Rupiah)
(Rupiah) Kumulatif a UU
(Rupiah) PPh
1 2 (3)=50%X(2) 4 5 (6)= (3)x(5)
Januari 38.000.000,00 19.000.000,00 19.000.000,00 5% 950.000,00
Februari 38.000.000,00 19.000.000,00 38.000.000,00 5% 950.000,00
50.000.000,00 5%
12.000.000,00 600.000,00
Maret 41.000.000,00
8.500.000,00 58.500.000,00 15% 1.275.000,00
April 42.000.000,00 21.000.000,00 79.500.000,00 15% 3.150.000,00
Mei 44.000.000,00 22.000.000,00 101.500.000,00 15% 3.300.000,00
Juni 45.000.000,00 22.500.000,00 124.000.000,00 15% 3.375.000,00
Juli 45.000.000,00 22.500.000,00 146.500.000,00 15% 3.375.000,00
Agustus 48.000.000,00 24.000.000,00 170.500.000,00 15% 3.600.000,00
September 50.000.000,00 25.000.000,00 195.500.000,00 15% 3.750.000,00
Oktober 52.000.000,00 26.000.000,00 221.500.000,00 15% 3.900.000,00
November 55.000.000,00 27.500.000,00 249.000.000,00 15% 4.125.000,00
1.000.000,00 250.000.000,00 15% 150.000,00
Desember 56.000.000,00
27.000.000,00 277.000.000,00 25% 6.750.000,00
Jumlah 554.000.000,00 277.000.000,00 39.250.000,00
bruto dan dikurangi PTKP per bulan, pada akhir tahun semua total penghasilan tetap dihitung seperti Orang
Pribadi biasa. Sistem pemotongan tersebut hanya sebagai alat pembayaran terlebih dahulu, yang akan
dikreditkan kemudian. Hal ini sekaligus membantah anggapan orang-orang jika pajak yang dikenakan
kepada artis hanya setengah dari pajak yang dikenakan kepada orang pribadi lain.
Sistem pemotongan pajak yang dasar pemotongan pajaknya hanya sebesar 50% dari penghasilan
bruto artis ini juga berdampak lain. Dapat dilihat dari kedua contoh diatas, jumlah kekurangan pajak yang
dibayar pada akhir tahun sangatlah besar, mencapai hampir dua kali dari jumlah kredit pajak. Hal ini tentu
memberatkan artis itu sendiri ketika pembayaran kekurangan pajak tersebut di akhir tahun, terkait masalah
cash flow. Masalah ini juga bisa menjadi pemicu pelanggaran pajak lain seperti tax avoidance dan tax
evasion.
D. KESIMPULAN
dengan profesi lainnya. Hal ini karena artis biasanya memperoleh penghasilan relatif besar (well paid).
Penghasilan yang relatif besar membuat profesi artis menjadi potensi perpajakan yang kuat, sekaligus
Banyak pihak yang salah kaprah mengenai sistem pemotongan pajak artis yang hanya sebesar
50% dari penghasilan bruto. Sistem pemotongan ini kemudian dianggap bahwa artis hanya membayar
pajak 50% dari orang pribadi lainnya. Hal ini tidak benar, karena pada akhir tahun pemotongan tersebut
akan dikreditkan, dan artis tetap dikenakan pajak berdasarkan penghasilan yang diterima selama setahun
Sistem pemotongan pajak yang hanya sebesar 50% dari penghasilan bruto juga membawa
dampak dimana pajak yang masih harus dibayarkan diakhir tahun berjumlah relatif besar. Besarnya pajak
yang harus dibayar tersebut dapat membuat godaan tax avoidance dan tax evasion semakin kuat. Perlunya
perubahan aturan dalam pemotongan pajak artis diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Selain itu, artis dalam melakukan pekerjaannya sering berpindah-pindah, sehingga menimbulkan
kemungkinan tax avoidance dengan melakukan channeling penghasilan melalui pihak lain. Channeling
penghasilan ini dapat melalui perusahaan agency, artist management, atau event organizer yang
menyelenggarakan acara tersebut. Channeling yang dimaksud dalam hal ini adalah pengalihan pajak yang
semestinya dikenakan langsung pada artis, namun dialihkan kepada pihak perusahaan agencynya.
terhadap artis secara lebih giat. Selain agar artis tidak salah paham mengenai pemenuhan hak
dan kewajibannya, hal ini juga mencegah tax avoidance dan tax evasion. Dengan adanya
sosialisasi ini berdampak juga dengan hilangnya rasa iri profesi lain yang menganggap bahwa
2. Direktorat Jenderal Pajak perlu merumuskan peraturan baru mengenai pemotongan PPh Pasal 21
pada profesi artis. Aturan yang berlaku hanya memotong penghasilan artis sebesar 50% dari
penghasilan bruto sebulan. Hal ini menimbulkan jumlah pajak yang harus dibayar di akhir tahun
Diharapkan dengan adanya aturan baru, jumlah pemotongan pajak perbulan akan lebih besar
sehingga pembayaran pajak yang masih harus dibayar di SPT Tahunan lebih kecil, sehingga tidak
mengganggu cash flow artis tersebut, dan menjamin pemasukan negara per bulannya.
3. Aturan baru tesebut hendaknya mengkaji ulang aspek keadilan pengenaan pajak terhadap artis,
dengan memandang biaya yang diperlukan untuk menjadi artis. Disadari bahwa menjadi artis
terkadang memerlukan biaya tinggi, seperti biaya kostum, make up, fitness dan biaya biaya lain
yang diperlukan untuk bekerja, yaitu mengekspresikan seni sesuai dengan bidang pekerjaan
Effendi. Subagio. 2012. Ketentuan Perpajakannya atas Penghasilan Artis (Domestik dan
Internasional). Jakarta. Dimuat dalam Indonesian Tax Review Volume V/Edisi 12/2012.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi,
Pemerintah
Organization for Economic Cooperation and Development. 2010. Model tax convention on
income and on capital: Condensed version. Paris. OECD Publishing.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta. Balai Pustaka.
https://sites.google.com/site/referensipajak/menghitung-pph-21-pegawai-tetap-pindah-
tugas
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=41 diakses 27 April 2015
http://travel.kompas.com/read/2010/03/09/18165654/Wah.Para.Artis.Keberatan.Pajak