Anda di halaman 1dari 14

Laporan praktikum fisiologi tumbuhan

RESPIRASI

Oleh :
Tegguh sastra s
NIM: 073244005

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2009
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Semua makhluk hidup pasti melakukan respirasi. Begitu pula dengan
tumbuhan. Salah satu syarat untuk mempertahankan hidup duatu tumbuhan adalah
penyediaan ebergi yang berkesinambungan. Energi diperoleh dari fotosintesis dan
melepaskan energi untuk keperluan sel yang dikenal dengan respirasi. Respirasi
merupakan pembentukan energi yang utama. Pada waktu glukosa dipecah dalam
rangkaian reaksi enzimatik, maka beberapa energi dibebaskan dan diubah menjadi
bentuk ikatan phospat berenergi tinggi (ATP) dan sebagian lagi hilang sebagai
panas.
Proses respirasi utama adalah mobilisasi su\enyawa organic dan oksidasi
senyawa-senyawa tersebut secara terkendali untuk energi bagi pemeliharaan dan
perkembangan tumbuhan. Proses respirasi dapat ditulis secara sederhana dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
C6H12O6 + 6O2  6CO2 + 6H2O + Energi
Berdasarkan ketersediaan oksigen, proses respirasi dibedakan atas respirasi
aerob dan respirasi anaerob. Proses respirasi dipengaruhi oleh beberapa factor
dalam dan factor luar. Yang termasuk factor dalam adalah umur tanaman dan
konsentrasi substrat respirasi yang tersedia, sedangkan yang termasuk factor luar
adalah suhu (temperature), cahaya, konsentrasi oksigen diudara, konsentrasi karbon
dioksida, tersedianya air serta adanya luka luka pada tumbuhan.
Berdasarkan hal diatas maka kami melakukan percobaan untuk mengetahui
pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah ?

C. TUJUAN
Mengamati pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah ?
BAB II
KAJIAN TEORI
Semua sel yang aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2
dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Maka proses respirasi merupakan
proses yang sebaliknya yaitu proses pembongkaran dimana energi yang tersimpan
dimunculkan kembali untuk menyelenggarakan proses-proses kehidupan.
Proses keseluruhan dari respirasi ialah proses reaksi oksidasi-reduksi, yaitu
senyawa dioksidasi menjadi CO2, sedangkan O2 yang diserap direduksi membentuk
H2O. Pati, fruktan, sukrosa, gula lainnya, lemak, asam organic, dan pada keadaan
tertentu bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi. Respirasi umum
glukosa ialah:
C2H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + energi
Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-kira 2870 kJ atau
686 kcal per mol glukosa-berupa bahang. Respirasi merupakan oksidasi (dengan
produk yang seperti pembakaran) yang berlangsung di medium air, dengan pH
mendekati netral, pada suhu sedang, dan tanpa asap. Pemecahan bertahap dan
berjenjang molekul besar merupakan cara untuk mengubah energi menjadi ATP.
Produk yang dihasilkan meliputi asam amino, nukleotida, prazat karbon, porifin,
sterol dan sebagainya. Biasanya hanya beberapa substrat respirasi yang dioksidasi
seluruhnya menjadi CO2 dan H2O, sedangkan sisanya digunakan dalam proses
sintesis, terutama sel yang sedang tumbuh. Energi yang ditangkap dari proses
oksidasi sempurna beberapa senyawa dapat mensintesis molekul lain yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bila tumbuhan sedang tumbuh laju respirasinya
meningkat, sebagai akibat dari pertumbuhan.
Respirasi pada tumbuhan dibagi menjadi dua, yaitu aerob dan anaerob.
Respirasi aerob ialah respirasi yang membutuhkan oksigen bebas dari udara.
Respirasi anaerob ialah respirasi yang tidak memerlukan oksigen bebas dari udara.
Jika karbohidrat merupakan substrat respirasi maka volume O2 dan CO2 yang
dihasilkan ialah seimbang. Hal ini disebut kuosien respirasi (RQ). Sering nilai RQ
adalah 1 sebagai contoh RQ dari daun berbagai jenis tumbuhan rata-rata 1,05. Biji
yang sedang berkecambah menunjukkan nilai RQ 1,0.
Respirasi karbohidrat terdiri dari berbagai tahap yaitu pembentukan gula
heksosa, glikolisis, fermentasi, siklus krebs, sistem transport elektron.
Pati disimpan dalam bentuk butiran yang tak larut dalam air. Pati yang
terakumulasi pada kloroplas selama fotosintesis berlangsung merupakan cadangan
karbohidrat yang penting pada daun semua spesies. Pati yang diakumulasi ini dapat
digunakan sebagai substrat respirasi yang penting pada stadium pertumbuhan.
Degradasi atau penyimpanan pati ini akan dipacu oleh 3 enzim utama yaitu alfa
amilase, beta amilase, dan fosforilase.
Rangkaian reaksi untuk mengkonversi glukosa, glukosa 1-posfatdan fruktosa
menjadi asam piruvat pada sitosol disebut reaksi glikolisis. Glikolisis merupakan
tahap utama pada proses respirasi. Glikolisis kemudian diikuti oleh reaksi-reaksi
pada siklus krebs yang selanjutnya transfer elektron yang berlangsung pada
mitokondria.
Reaksi glikolisis dapat ditulis sebagai berikut:
Glukosa + 2NAD+ + 2 ADP2- + 2H2PO4 ss 2 piruvat +2NADH+2H+
+2ATP3-+2H2O.
Walaupun glikolisis dapat berlangsung dengan tanpa kehadiran O2, tetapi tahap
berikutnya, oksidasi piruvat dan NADH membutuhkan oksigen. Jika oksigen tidak
tersedia, maka piruvat dan NADH akan terakumulasi dan tumbuhan akan
melangsungkan proses fermentasi yang akan menghasilkan asam malat.
Siklus krebs merupakan siklus asam sitrat yang merupakan senyawa antara yang
penting. Siklus asam trikarboksilat karena asam sitrat sebagai senyawa antara
tersebut memiliki gugus 3 karboksil. Fungsi utama siklus krebs ialah:
1. Mereduksi NAD+ dan FAD menjadi NADH dan FADH2 yang kemudian
dioksidasi menjadi ATP.

2. Sintesis ATP secara langsung yakni 1 molekul ATP untuk setiap molekul
piruvat yang dioksidasi.

A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Respirasi


Respirasi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu :
1. Faktor Dalam, berupa :
a. Umur Sel Tanaman Dan Tipe Jaringan
Semakin bertambah umur maka laju respirasi menjadi makin cepat
karena sel melakukan pertumbuhan. Sejalan dengan bertambahnya
protoplasma diikuti dengan penambahan dan penyempurnaan enzim-enzim
di dalam protoplasma.
Respirasi pada jaringan muda lebih tinggi dari pada jaringan tua, dan
jaringan berkembang melakukan respirasi lebih tinggi daripada jaringan
dewasa.
b. Konsentrasi Substrat Respirasi Yang Tersedia
Laju respirasi sangat tergantung pada konsentrasi substrat yang tersedia.
Makin banyak substrat respirasi yang tersedia dalam sel, maka laju respirasi
makin cepat. Pada tumbuhan yang kandungan pati/gulanya rendah,
melakukan respirasi pada laju yang rendah. Laju respirasi lebih cepat setelah
matahari tenggelam saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika
matahari terbit saat gulanya rendah.

2. Faktor Luar, berupa :


a. Temperatur
Pada rentang temperatur 00C sampai dengan 450C, peningkatan
temperatur akan diikuti peningkatan laju respirasi. Tinggi dan lamanya
temperatur bekerja maka memungkinkan untuk menyebabkan rusaknya
protein enzim, sehingga laju respirasi menurun. Demikian juga pada
temperatur yang rendah, laju respirasi menurun karena terjadi perubaha
struktur dari protein enzim.
Menurut Meyer dan Anderson (1952) menurunnya laju respirasi
disebabkan oleh :
1) Masuknya oksigen kedalam sel karena pada temperatur
yang tinggi konsentrasi oksigen menurun.
2) Keluarnya CO2 tidak cepat sehingga banyak tertimbun di
dalam sel dan menyebabkan hambatan pada proses respirasi.
3) Pada temperatur tinggi, substrat respirasi yang tersedia
menurun, sehingga substrat menjadi faktor pembatas.
b. Cahaya
Peningkatan intensitas cahaya menyebabkan peningkatan laju respirasi.
Mengenai pegaruh cahaya terhadap laju respirasi dapat ditinjau dari tiga sisi,
yaitu :
1) Meningkatnya intensitas cahaya akan meningkatkan laju
fotosintesis yang berarti substrat respirasi yang tersedia meningkat
dengan demikian laju respirasi juga meningkat.
2) Meningkatnya intensitas cahaya akan meningkatkan
temperatur sehingga laju respirasi cepat.
3) Meningkatnya intensitas cahaya akan meningkatkan hasil
fotosintat di dalam sel penutup stoma sehingga mnyebabkan stoma
membuka. Dengan demikian proses pertukaran gas O2 dan CO2
berlangsung dengan cepat. Akibatnya laju respirasi meningkat.
c. Konsentrasi Oksigen di Udara
Suplai oksigen mempengaruhi respirasi, tetapi pengaruhnya berbeda-
beda dalam setiap tumbuhan, yakni tergantung pada jenis dan bagian
tumbuhan.
Kadar O2 di udara sangat kecil untuk dapat mempengaruhi respirasi daun
dan batang. Laju penetrasi O2 ke dalam daun dan batang serta akar biasanya
cukup untuk mempertahankan tingkat pengambilan normal O2 oleh
mitokondria. Dalam jaringan yang lebih tebal dengan bandingan
permukaan/volume rendah, O2 berdifusi dalam sel-sel sebelah dalam
diperlambat sehingga aju reaksi menjadi rendah.
d. Konsentrasi Karbondioksida
Meningkatnya konsentrasi karbondioksida diperkirakan dapat
menghambat terjadinya respirasi. Karena konsentrasi karbondioksida yang
tinggi menyebabkan menutupnya stoma sehingga proses pertukaran gas
menjadi terbatas (kurang cepat). Hal ini mengakibatkan pada penurunan laju
respirasi.
e. Tersedianya Air
Air dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penurunan laju respirasi.
Hal ini karena air merupakan medium tempat terjadinya reaksi respirasi.
f. Luka dan Stimulus Mekanis
Stimulus mekanis pada jaringan daun menyebabkan respirasi naik untuk
sementara. Penekanan mempunyai efek yang rendah dan penyobekan
mampu memacu respirasi. Hal ini dikarenakan pemisahan antara substrat
dan oksidasenya, glikolisis yang normal dan katabolisme oksidatif
meningkat karena rusaknya sel, sel-sel kembali ke keadaan meristematis
diikuti proses penyambuhan.
g. Garam-Garam
Apabila akar-akar menyerap garam, laju respirasi akan mningkat. Hal ini
dikaitkan pada saat garam atau ion diserap. Dan keperluan energi itu akan
dipenuhi dengan menaikkan respirasi.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN
Penelitian yang kami lakukan adalah penelitian ekperimental, karena
penelitian ini dilakukan di laboratorium dan dalam penelitian ini terdapat variable
manipulasi , variable control dan variable respon.

B. VARIABEL PENELITIAN
• Variabel Manipulasi : suhu
• Variabel Kontrol : volume NaOH, konsentrasi NaOH, jumlah tetes PP,
jenis kecambah, berat kecambah, umur kecambah,
waktu penyimpanan kecambah, volume BaCl2.
• Variabel Respon : volume CO2 hasil respirasi.

C. ALAT DAN BAHAN


• Alat
- Erlenmeyer 250 ml 6 buah
- Neraca 1 buah
- Buret 1 set
- Pipet 1 buah

• Bahan
- Kecambah kacang hijau umur 2 hari 30 gr
- Larutan NaOH 0,5 M 300 mL
- Larutan HCl 0,5 M secukupnya
- Larutan BaCl2 0,5 M 15 mL
- Larutan Phenolftalin (PP) secukupnya
- Kain kasa secukupnya
- Benang secukupnya
- Plastic secukupnya
D. LANGKAH KERJA
1. Siapkan bahan dan alat yang diperlukan.
2. Siapkan 6 erlenmeyer kemudian isilah masing-masing dengan 30 ml larutan
NaOH 0,5 M.
3. Timbang 5 gram kecambah yang disediakan kemudian bungkus dengan kain
kasa dan diikat dengan seutas tali. Masing-masing 2 sampel untuk suhu ruangan
dan 2 sampel untuk suhu dalam inkubator.
4. Memasukkan kedalam Erlenmeyer dan gantungkan bungkusan kecambah
tersebut di atas larutan NaOH dengan bantuan tali. Kemudian tutup rapat-rapat
botol tersebut dengan plastic.
5. Simpanlah 2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa kecambah (control)
masing-masing di dalam ruangan dengan suhu ruangan dan yang lain di dalam
incubator dengan suhu 370 C.
6. Setelah 24 jam, lakukan titrasi untuk mengetahui jumla gas CO2 yang
dilepaskan selama respirasi kecambah.
7. Ambil 5 ml larutan NaOH dalam botol, masukkan dalam Erlenmeyer. Setelah
itu menambahkan 2,5 ml BaCl2 dan menetesi dengan 2 tetes PP sehingga larutan
berwarna merah. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi dengan HCl 0,5 N. Titrasi
dihentikan setelah warna merah tepat hilang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel
Tabel Hasil Pengukuran Kadar CO2 Hasil Respirasi Terhadap Suhu.
Suhu ruangan (300C) Suhu inkubasi (370C)
No Perlakuan Tanpa Ada Tanpa Ada
kecambah kecambah kecambah kecambah
1 Volume HCl (ml) 0,4 0,6 0,5 0,8
2 Volume CO2 yang tidak terikat 0,4 0,6 0,5 0,8
NaOH (ml)
3 Volume CO2 yang terikat (ml) 4,6 4,4 4,5 4,2
Volume CO2 hasil respirasi
4 0,2 0,3
kecambah (ml)

2. Histogram

0,5
Volume CO2 hasil respirasi (ml)

0,4

0,3

0,2

0,1

0
27 30 33 37
Suhu (0C)

Histogram Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Respirasi Kecambah

B. ANALISIS DATA
Berdasarkan table dan histogram diatas maka dapat dilihat bahwa besarnya
suhu mempengaruhi kadar CO2 yang dilepaskan pada proses respirasi kecambah,
dimana pada suhu incubator (370C) volume CO2 yang dilepaskan oleh kecambah
yaitu 0,3 ml, yang nilainya lebih besar daripada volume CO2 yang dilepaskan pada
suhu ruang (300C) sebesar 0,2 ml. Volume CO2 yang merupakan hasil respirasi
kecambah diperoleh dari volume CO2 yang tidak terikat yang dikeluarkan pada
suhu ruangan (300C) dikurangi dengan volume CO2 yang tidak terikat control (tanpa
kecambah) pada suhu ruangan (300C) yakni 0,6 - 0,4 = 0,2 ml. Volume CO2 yang
terikat (control) nilainya lebih besar yakni 4,6 ml dibandingkan volume CO2 yang
terikat (ada kecambah) yakni 4,4 ml, sedangkan volume HCl yang diperlukan untuk
mengubah warna larutan, didapatkan nilai sebesar 0,4 ml (control) dan 0,6 (ada
kecambah).
Pada suhu incubator (370C) diperoleh nilai volume HCl yang diperlukan
untuk mengubah warna larutan, didapatkan 0,5 (untuk control tanpa kecambah) dan
0,8 (untuk ada kecambah). Volume CO2 yang terikat, didapatkan nilai 4,5 ml untuk
yang ada kecambahnya dengan nilai lebih besar dari control/tanpa kecambah yang
bernilai 4,2. volume CO2 hasil respirasi kecambah sebesar 0,3 ml yang diperoleh
dengan mengurangkan volume CO2 yang tidak terikat yang dikeluarkan pada suhu
incubator (dengan ada kecambah) dengan pada suhu incubator (control/tanpa
kecambah) yakni 0,8 – 0,5 = 0,3 ml.

C. PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis diatas maka dapat diketahui bahwa besarnya suhu
mempengaruhi kadar CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi kecambah, dimana
pada suhu incubator (370C) diperoleh volume CO2 hasil respirasi lebih besar
dibandingkan pada suhu ruangan, yakni sebesar 0,3 ml. Hal ini dikarenakan pada
suhu incubator, keadaan suhunya dibuat konstan (stabil), dimana pada suhu yang
konstan (stabil) kerja enzim akan lebih optimal tanpa mengalami kerusakan. Seperti
yang kita ketahui bahwa proses respirasi melibatkan kerja berbagai enzim. Karena
enzim tidak mengalami kerusakan maka enzim akan mempercepat pengubahan
glukosa menjadi karbon dioksida. Oleh karena itu, CO2 yang dilepaskan dari
respirasi kecambah lebih besar. Selain itu, pada suhu yang lebih tinggi volume CO2
akan lebih banyak diikat oleh NaOH sehingga kadar CO2 yang dilepaskan makin
besar.
Pada suhu ruangan (300C) volume CO2 hasil respirasi kecambah lebih
rendah daripada suhu inkubasi (370C), yakni sebesar 0,2 ml. Hal ini dikarenakan
pada suhu yang lebih rendah, kerja enzim tidak optimal sehingga mengakibatkan
reaksi pengubahan glukosa menjadi CO2 lebih lambat sehingga volume CO2 yang
dilepaskan dari proses respirasi lebih sedikit. Selain itu, pada suhu yang lebih
rendah, volume CO2 akan lebih sedikit diikat oleh NaOH sehingga CO2 yang
dilepaskan dari proses respirasi lebih kecil.
Kontrol pada percobaan ini adalah Erlenmeyer yang hanya diisi NaOH
tanpa kecambah, ternyata menunjukkan nilai respirasi yang lebih rendah. Pada
Erlenmeyer tanpa kecambah diduga terdapat mikroorganisme yang melakukan
respirasi, karena selama melakukan praktikum semua alat yang digunakan tidak
disterilkan. Alasan lain mengapa respirasi pada NaOH ada kecambah lebih cepat
respirasinya dan CO2 yang dihasilkan lebih banyak dibanding dengan respirsi pada
NaOH saja, hal ini dikarenakan respirasi juga dipengaruhi oleh substrat untuk
oksidasi dalam metabolisme respiratoris. Dan umumnya substrat untuk respirasi
adalah zat yang tertimbun dalam jumlah yang relative banyak dan proses
metabolisme melibatkan serangkaian reaksi enzimatis yang juga melibatkan enzim,
maka kecepatan respirasi pada Erlenmeyer yang ada kecambahnya juga dipengaruhi
oleh enzim-enzim yang terdapat dalam kecambah dan enzim akan meningkat bila
suhu juga tinggi namun apabila suhu terlalu tinggi juga akan merusak enzim.
Sedangkan tabung Erlenmeyer yang hanya berisi NaOH saja respirasinya lambat
dan CO2 yang dihasilkan sedikit. Hal ini karena tidak dipengaruhi oleh enzim.
BAB V
SIMPULAN

• Tinggi dan rendahnya suhu mempengaruhi kecepatan respirasi.


• Respirasi pada kecambah lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi.
• Makin banyak CO2 yang dibebaskan, maka proses respirasi makin cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Kimball, John W. 1992. Biologi. Jakarta: Erlangga.


Lehninger, Albert. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Rahayu, Yuni Sri dkk. 2009. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya:
Unipress
Soerodikosoemo, Wibisono. 1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai