Indikator:
1, Memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
2. Memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa negara
3. Menjelaskan bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggan
ansional
4. Memahami bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional
5. Menjelaskan bahwa bahasa Indonesia sebagai pemersatu
berbagai suku bangsa di Indonesia
6.Memahami bahasa Indonesia sebagai alat penghubung antar
daerah dan budaya
Tujuan
1. Melalui membaca intensif, mahasiswa dapat memahami bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dengan benar
2. Melalui diskusi, mahasiswa dapat memahami fungsi bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara dengan tepat
3. Setelah mendengarkanpenjelasan pengajar, mahasiswa dapat
bahwa bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional
4. Melalui diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan bahwa bahasa
Indonesia sebagai lambang identitas nasional dengan tepat
5. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan
bahasa Indonesia sebagai pemersatu berbagai suku bangsa di
Indonesia.
1
6. Setelah diskusi dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami
bahasa Indonesia sebagai alat penghubung antar daerah dan
budaya dengan benar.,
2
Kedudukan bahasa Indonesia dengan jelas dinyatakan dalam
UUD ’45 Bab XV Pasal 36 yang menyatakan bahwa “Bahasa negara
ialah bahasa Indonesia”. Dalam kondisi masyarakat yang multi etnis,
dan multi bahasa etnis, memang diperlukan bahasa yang dapat menjadi
alat komunikasi dan mempersatukan multi etnis itu. Dalam hal ini
sesuai dengan Bab XV pasal 36 bahasa Indonesia media komunikasi
dan pemersatu antar etnis tersebut. Ketiadaan bahasa yang dapat
menjadi media komunikasi antar etnis di suau negara dapat
menimbulkan kestabilan negara itu sendiri. Menurut Samsuri
(1985:27-28) banyak negara yang telah merdeka secara polisitik
bertahun-tahun, tetapi masih belum dapat mengatasi ahasa
nasionalnya. Di Philipina, meskipun secara resmi telah dinyatakan
ahwa ahasa tagalog sebagai bahasa nasional,banyak orang yang
memakai bahasa Inggrsis sebagai bahasa resmi. Di Malaysia meskipun
sejak tahun 1967 telah dinyatakana bahasa melayu seagai bahasa
resmi, justru ahasa Inggris yang mendapat tempat lebih baik. Di
Kenya, masyarakat tidak mau membaca literatur yang ditulis bukan
bahasa dialeknya.
Istilah ”bahasa Indonesia” itu sendiri sebenarnya belum lama
muncul di Indonessia, bahkan di dunia. Dibanding dengan bahasa lain
seperti bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa Sansekerta. Keberadaan
bahasa Indonesia baru muncul sekitartahun 1928, saat
dikumandangkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda
Tahun 1928 yang berisi pengakuan bahwa bahasa Indonesia adalah
bahasa nasional kita, merupakan langkah pertama yang menentukan di
dalam garis kebijaksanan mengenai bahasa nasional kita. Demikian
juga Undang-Undang Dasar1945, Bab XV, Pasal 36 yang menyatakan
bahwa ”Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia”, memberikan dasar
yang kuat bagi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa
penghubung pada tingkat nasional, dan bahasa resmi kenegaraan
(Halim, 1984:15-16). Bahasa Indonesia mempunyai peran yang
sangat penting di dalam negara Kesatuan Republik Indonesia, karena
bahasa Indonesia telah mempersatukan bangsa di wilayah negara
kesatuan Republik Indonesia. Pada kenyataannya. Bahasa Indonesia
3
dipakai di seluruh Indonesia, di daerah-yang berbeda-beda latar
belakang kebahasaan, keudayaan dan kesukuannya, dan di dalam
lapisan masyarakat yang berbeda-beda pula latar belakang pendidikan
serta kepentingannya (Halim, 1979:39). Sesuai dengan isi Undang-
Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, dan kenyataan yang ada,
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan ahasa
negara. Sesuai dengan Bab XV Pasal 36 UUD ’45 yang menyatakan
bahwa “bahasa negara adalah bahasa Indonesia”, dengan sendirinya
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara. Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai etnis yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia memerlukan bahasa nasional
sebagai alat komunikasi antar etnis, dan perlu bahasa untuk
menjalankan pemerintahan sehari-hari.yaitu bahasa negara.
4
identitas diri yang bernilai positif. Identitas yang positif akan
menimbulkan citra positif pula di mata dunia. Sebaliknya, identitas
negatif meinmbulkan citra yang negatif pula. Identitas negara penjajah
bagi beberapa negara Barat menimbulkan kesan yang negatif. Bahasa
Indonesia sebagai identitas nasional bagi bangsa Indonesia
menimbulkan citra positif bagi bangsa Indonesia. Dengan fungsi
bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional, bangsa
Indonesia dapat dikenal oleh bangsa asing salah satunya dari identitas
bahasa yang dipakai.
Bahasa Indonesia sebagai alat yang memungkinkan penyatuan
berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya
dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan
Indonesia. Indonesia adalah negara yang luas dengan penduduknya
yang multi suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai bahasa dan
budaya yang berbeda dengan suku bangsa yang lain. Dari segi ragam
budaya, hal itu merupakan suatu keunggulan tersendiri. Tetapi dengan
bahasa yang berbeda-beda dapat menimbulkan masalah dalam
berkomunikasi, karena antar suku bangsa tidak saling memahami
bahasa suku bangsa yang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu bahasa
yang dapat menyatukan seluruh suka bangsa di Indonesia ini. Bahasa
yang dapat menyatukan suku bangsa di Indonesia adalah bahasa
Indonesia. Hal itu berarti bahwa bahasa daerah tidak diperlukan lagi.
Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya suku bangsa harus tetap
dipertahankan.
Bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan antar budaya dan
antar daerah mempunyai peranan penting. Latar belakang sosial
budaya dan latar belakang kebahasaan nyang berbeda-beda itu tidak
pula menghambat adanya perhubungan antar daerah dan antar budaya
(Halim, 1979:51). Berkat adanya bahasa nasional, kesalahpahaman
akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu
terjadi.
5
yang vital dalam suatu negara, karena bahasa itu mempunyai
beberapa fungsi di samping fungsi komunikasi. Bahasa Indonesia
seagai bahasa nasional mempunyai beberapa fungsi sebagai
berikut:
(1) Sebagai lambang kebanggaan nasional
(2) Sebagai lambang identitas nasional
(3) Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai
suku bangsa dengan latar belakang sosial, budaya, dan
bahasa ke dalam kesatuan bangsa Indonesia
(4) Alat penghubung antar daerah dan antar budaya
6
Inggris, bahasa Arab, bahasa Perancis, bahasa Jerman, merupakan
identitas bagi masing-masing bangsa pemilik bahasa itu. Mereka
semua dadalah bangsa yang besar yang bahasanya banyak dipelajari
oleh bangsa lain.
Dengan semakin berkembangnya bahasa Indonesia akan
memperkuat identitas nasional. Oleh karena itu apabila bahasa
Indonesia sebagai lambang identitas nasional, harus disertai upaya
untuk pengembangan bahasa Indonesia bagi semua warga negara
Indonesia.
7
bahasa Indonesia, karena hal itu akan merupakan kebutuhan. Bahasa
Indonesia akan menjadi penyatu berbagai suku bangsa dengan latar
belakang sosial, budaya, agama, dan bahasa daerah yang berbeda.
8
administrasi pemerintahan perlu senantiasa dibina dan
dikembangkan, penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah
satu faktor yang menentukandi dalam pengembangan ketenagaan
seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan pangkat baik sipil
maupun militer, dam pemberian tugas-tugas khusus baik di dalam
maupun di luar negeri.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan telah diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan
seluruh wilayah Indonesia. Di daewra-daerah yang penguasaan bahasa
daerah dominan, sampai tahun ketiga pada pendidikan dasar
diperkenankan memakai bahasa daerah. Pada usia sampai tahun ketiga
pendidikan dasar, anak-anak di daerah, terutama daerah pedalaman,
kebanyakan anak hanya menguasai bahasa ibu.
Bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan serta pemerintahan, mempunyai peranan penting dalam
kehidupan bernegara, mengingat bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai suku bangsa dengan bahasa yangberagam pula. Negara
Indonesia memerlukan bahasa yang dapat menjembatani berbagai
suku bangsa di Indonesia. Peran itu dapat dilakukan oleh bahasa
Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai alat pengembangan kebudayaan dan
pemanfaatan Ilmu Pengetahuan serta Teknologi Modern. Bahasa
Indonesia bahasa resmi dalam dunia pendidikan. Dengan demikian
bahasa Indonesia mampu berperan sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Bahasa Indonesiasebagai bahasa yang mampu berperan sebagai
bahasailmu pengetahuan dengan sendirinya juga mampu dipakai
sebagai alat pengembangan kebudayaan. Dengan demikian bangsa
Indonesia tidak sepenuhnya terganrtung pada bahasa asing untuk
mengembangkan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Bahasa
Indonesia telah mampu berperansebagai bahasa ilmu pengetaguan,
terbukti banyak buku ilmu pengetahuan yang telah diterjemahkan ke
dalambahasa Indonesia. Karya ilmiah anak bangsa sebagai karya akhir
9
di perguruan tinggi seperti skripsi, tesis, disertasi, dapat diwadahi
dalam bahasa Indonesia.
Perlatihan:
1. Berdasarkan Sumpah Pemuda 1928 dan
UUD 1945, bahasa Indonesia berkedudukan penting, yakni sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara. Sebutkan dan jelaskan
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara!
10
BAB II
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN
Indikator:
1, Memahami kaidah pemenggalan kata dalam bahasa Indonesia
2. Menguasai penulisan huruf kapital dalam bahasa Indonesia.
3. Memahami penulisan huruf miring dan penulisan kata gabung
dalam bahasa Indonesia.
4. Menerapkan penulisan partikel dan akronim dalam bahasa
Indonesia.
5. Menguasai penulisan lambang bilangan dan tanda baca dalam
bahasa Indonesia.
6.Memahami penulisan unsur serpan dalam bahasa Indonesia.
Tujuan
1. Melalui membaca intensif, mahasiswa dapat memahami kaidah
pemenggalan bahasa Indonesia dengan benar
2. Melalui diskusi, mahasiswa dapat memahami penulisan huruf
kapital bahasa Indonesia dengan tepat
3. Melalui diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan penulisan huruf
miring dan penulisan kata gabung dalam bahasa Indonesia
dengan tepat
11
4. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan
penulisan partikel dan akronim dalam bahasa Indonesia dengan
tepat.
5. Setelah diskusi dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami
lambang bilangan dalam bahasa Indonesia dengan benar.
6. Melalui diskusi, nahasiswa mampu menerapkan penulisan unsur
serapan dengan benar.
12
Konsonan dua
huruf Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
Kh Khayal Akhlak Tarikh
13
Pemenggalan kata dibedakan antara pemenggalan kata
dasar, kata jadian, dan kata gabung. Kesalahan yang sering
dilakukan oleh pemakai bahasa Indonesia tulis karena mereka
menyamakan pemenggalan kata dasar, kata jadian, dan kata
gabung. Keslahan itu juga disebabkan mereka tidak tahu bahwa
kata yang dipenggal adalah kata dasar atau kata gabung.
14
ti.ba put.ra ban.drek tran.skrip
15
2.1.1.2.3 Pemenggalan bentuk trans an eks
Bentuk pemenggalan yang sering membingungkan pemakai
bahasa Indonesia adalah pemenggalan kata-kata bentuk trans dan
eks. Kedua bentuk itu ada yang diperlakukan sebagai bentuk dasar
dan ada yang diperlakukan sebagai bentuk kata gabung. Jika trans
diikuti dengan bentuk terikat (diperlakukan sebagai bentuk dasar),
pemenggalan dilakukan dengan mengikuti pola kata dasar. Jika
trans diikuti bentuk bebas (diperlakukan sebagai kata gabung)
pemenggalan dilakukan dengan memisahkan trans sebagai bentuk
utuh. Berbeda dengan pemenggalan bentuk eks, bentuk trans sulit
dibedakan antara trans yang diikuti bentuk terikat dengan trans
yang diikuti bentuk bebas. Berikut ini contoh pemenggalan bentuk
trans yang diikuti bentuk terikatdan trans yang diikuti bentuk
bebas,
16
dapat disejajarkan dengan bentuk in atau im, pemenggalan
dilakukan antara eks dan unsur berikutnya. Berikut ini contoh
pemenggalan bentuk eks.
17
pangkat; (3) Penulisan huruf pertama nama geografi; (4) Penulisan
huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna pada nama
badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,serta dokumen
resmi; (5) Penulisan kata penunjuk hubungan kekerabatan; (6)
Huruf pertama kata ganti Anda; dan (7) Penulian akronim.
Di dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dinyatakan bahwa huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang
diikuti nama orang. Hal itu berarti tidak berlaku bagi penulisan
gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti
nama orang. Berikut ini contoh penulisan gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan.
Contoh:
Setahun yang lalu Mahaputra Yamin mendapat gelar
kehormatan mahaputra.
Setelah Sultan Hamengkubuwono IX wafat, kedudukan
sultan digantikan sultan yang baru
Seorang haji seperti Haji Tabrani yang suka beramal itu perlu
diteladani.
Penulisan huruf pertama unsur jabatan dan pangkat perlu
mendapat perhatian. Penulisan huruf pertama unsur jabatan dan
pangkat ditulis huruf kapital bila diikuti ama orang.
Contoh:
Baru satu bulan Gubernur Soekarwo dilantik menjadi
gubernur.
Di Indonesia, pangkat jendral yang pertama kali disandang
oleh Jendral Sudirman.
18
itu.Berikut ini contoh penulisan yang benar dan contoh penulisan
yang salah.
Salah Benar
Ia menyeberangi selat Madura Ia menyeberangi Selat Madura
Ia menyeberangi Selat Iamenyeberangi selat
Undang-undang Dasar ‘45 Undang-Undang Dasar ‘45
Silakan bapak dan ibu duduk! Silakan Bapak dan Ibu duduk!
Siapakah nama anda? Siapakah nama Anda?
Ia seorang taruna AKABRI Ia seorang taruna Akabri.
19
mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan
tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang
bersangkutan.
20
Romawi tidak seproduktif pemakaian angka Arab. Pemakaian
angka Romawi didasarkan pada huruf, dan hanya lazim digunakan
untuk penomoran halaman depan buku, dan untuk bilangan tingkat.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penulisan lambang bilangan.
21
lihat pada penulisan nama Sunarno S.H. dan Sunarno, S.H.
Penulisan yang pertama tidak memakai tanda baca koma, sedang
peulisan yang kedua memakai tanda baca koma. Panda penulisan
yang pertama singkatan S.H. berarti singkatan nama orang, sedang
S.H. yang kedua berarti singkatan dari Sarjana Hukum.Tanda koma
pada penulisan itu membedakan antara singkatan nama orang dan
gelar akademik. Bentuk kesalahan pada pemakaian tanda baca yang
seringdijumpai seperti berikut ini.
22
Misalnya:
Istilah Khusus Istilah Umum
vonis ekstra
prasmanan global
debet agenda
23
Samenwerking - kerjasama
Penyerapan:
Energy - energi
Perlatihan
I. Penggallah kata-kata berikut ini sesuai dengan ketentuan
Pedoman Pemenggalan Kata!
1. eksperimen 6. fotografi 11. ekspansi
16. halalbihalal
2. eksponen 7. putra 12. pulau
17. infrastruktur
3. eksklusif 8. bioskop 13. survei
18. patriotisme
4. atmosfer 9. transplantasi 14. aerobik
19. ekstrem
5. transmigrasi 10. transaksi 15. audiovisual
20. transliterasi
II. Penulisan akronim ada yang ditulis dengan huruf besar semua,
huruf pertama saja yang ditulis dengan huruf besar, dan ada
yang ditulis dengan huruf kecil semua?. Bagaimanakah aturan
penulisan akronim tersebut? Jelaskan!
24
III.Tulis kembali kalimat-kalimat berikut ini dengan ejaan yang
benar.!
a. Ia membaca buku yang bejudul Pengaruh Bulan
Romadhon Terhadap Perekonomian Rakyat dari hari
ke hari.
b. Masihkah anda mempunyai Bapak dan Ibu?
c. Sejak dilantik menjadi Presiden, Presiden Megawati
tinggal diistana.
d. Jangan kau perhatikan kejadian ditempat itu.
e. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan 2 km permenit
f. Nama ilmiah buah manggis ialah Caicinia
mangortama.
g. Bambang Prakosa S.T. (sarjana teknik) ditempat itu
digaji 2 juta rupiah perbulan.
h. Tuhan Maha Esa, Maha Kasih, dan Maha
Mengetahui.
i. Tepat pukul 12:30.10 W.I.B. acara itu dibuka.
j. Dua puluh lima mahasiswa mengadakan bakti sosial ke
daerah terpencil.
25
BAB III
BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA
Indikator:
1, Memahami pengertian bahasa Indonesia baku
2. Mengidentifikasi ciri-ciri kalimat baku bahasa Indonesia
3. Menjelaskan kontaminasi dalam bahasa Indonesia
4. Memahami interferensi yang terjadi dalam bahasa Indonesia
5. Memahami lafal yang benar dalam bahasa Indonesia baku.
Tujuan
1. Melalui ceramah dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami
pengertian bahasa Indonesia baku.
2. Melalui membaca intensif, mahasiswa dapat mengidentifikasi
ciri-ciri kalimat baku bahasa Indonesia.
3. Melalui diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan peristiwa
kontaminasi dalam bahasa Indonesia.
4. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami
interferensi dalam bahasa Indonesia dengan enar.
5. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami lafal
yang benar dalam bahasa Indonesia baku.
26
3.1 Pendahuluan
Bahasa Indonesia baku berbeda dengan bahasa Indonesia tak
baku. Menurut Susilo (1990:1) bahasa Indonesia baku sama
dengan bahasa Indonesia resmi. Bahasa Indonesia baku
mempunyai beberapa keunggulan. Salah satu keunggulan bahasa
Indonesia baku ialah seragam untuk seluruh Indonesia. Dengan
demikian bahasa Indonesia tak baku tidak seragam untuk seluruh
bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tak baku sama dengan bahasa
Indonesia tak resmi. Bahasa Indonesia tak resmi sama dengan
bahasa Indonesia ragam dialek.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Indonesia
mempunyai kedudukan yang paling tinggi di antara bahasa-bahasa
yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang
dipakai oleh hampir seluruh bangsa Indonesia mendominasi
pemakaian bahasa-bahasa di Indonesia. Bahasa-bahasa di Indonesia
dapat dibedakan antara bahasa Indonesia dan bahasa “yang bukan
bahasa Indonesia”. Bahasa selain bahasa Indonesia jumlahnya
banyak sekali di Indonesia. Bahasa-bahasa ini disebut bahasa
daerah, dan dipakai oleh etnis-etnis sesuai dengan nama bahasa itu.
Misalnya bahasa Jawa dipakai oleh sebagian besar etnis Jawa,
bahasa Sunda dipakai oleh sebagian besar etnis Sunda, bahasa
Bugis dipakai oleh mayoritas etnis Bugis. Pemakaian ini tidak
berarti bahwa bahasa daerah hanya dipakai sebagai alat komunikasi
etnis dari bahasa itu, tetapi biasanya juga dipakai etnis lain yang
bersosialisasi dengan etnis pemakai bahasa itu. Misalnya bahasa
Jawa di Pulau Jawa juga dipakai sebagai alat komunikasi oleh etnis
di luar Jawa yang telah lama tinggal di Pulau Jawa.
Bahasa Indonesia mempunyai posisi yang paling tinggi di
antara bahasa-bahasa lain di Indonesia, karena kedudukan bahasa
Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Dasar ’45. Di dalam
UUD ’45 bab XV Pasal 36 dinyatakan bahwa Bahasa negara adalah
bahasa Indonesia. Kedudukan bahasa daerah tidak diatur secara
eksplisit di dalam UUD ’45. Bahasa daerah hanya diatur dalam
Penjelasan Tentang Undang-Undang dasar Negara Indonesia. Di
27
dalam penjelasan tentang Bab XV Pasal 36 UUD ’45 dinyatakan
“Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara
oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda,
Madura dsb.) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga
oleh negara. Bahasa-bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan
Indonesia”.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dipakai oleh
mayoritas bangsa Indonesia terdiri atas beberapa dialek, seperti
bahasa Indonesia dialek Betawi, bahasa Indonesia di alek Medan,
bahasa Indonesia dialek Ambon dan sebagainya. Gatot Susilo
membedakan antara bahasa Indonesia resmi dan bahasa Indonesia
tak resmi. Menurut Gatot Susilo (1990:1) bahasa Indonesia baku
bertolak dari bahasa Indonesia resmi. Bahasa Indonesia resmi
adalah bahasa Indonesia yang dipakai dalam situasi resmi.
Pemakaian bahasa Indonesia dapat dibedakan antra bahasa
resmi dan bahasa tidak resmi. Bahasa Indonesia resmi dipakai
dalam situasi resmi seperti di dalam upacara-upacara, rapat, dalam
lembaga pensdidikan dan lain-lain. Bahasa Indonesia tak resmi
dipakai dalam situasi non-formal, atau situasi tak resmi. Di dalam
situasi tak resmi masyarakat sering memakai bahasa Indonesia
dialek. Pemakaian dialek ini cenderung dipengaruhi oleh geografis
etnis masyarakat pemakainya. Masyarakat Betawi cenderung
memakai bahasa Indonesia dialek Betawi. Masyarakat Batak
cenderung memakai bahasa Indonesia dialek Batak, dan masyarakat
Minangkabau cenderung memakai bahasa Indonesia dialek
Minangkabau. Moeliono (1988: 3) menyatakan bahwa dialek atau
logat dikenal sebagai ragam daerah. Pernyataan Moeliono ini
menyiratkan bahwa pengertian dialek cenderung pada pemakaian
ragam bahasa pada tempat tertentu.
Dialek berasal dari bahasa Yunani, dialektos. Menurut
Meilet dalam Ayatrohaedi (1979:2) xiri utama dialek ialah adanye
perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan.
Harimurti Kridalaksana memberikan batasan dialek sebagai berikut.
28
Variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai; variasi
bahasa yang dipakai oleh kelompok bahasawan di tempat
tertentu (=dialek regional), atau oleh golongan tertentu dari
suatu kelompok bahasawan (=dialek sosial); atau oleh
kelompok bahasawan yang hidup dalam waktu tertentu
(dialek temporal)” (Kridalaksana, 1982:34).
29
yang berada di luar dialek regional, maupun sosial, bahasa
Indonesia yang baik dan benar mencakup daerah yang sangat luas
pemakaiannya, yang dapat menembus daerah dialek regional
maupun wilayah dialek sosial. Bahasa Indonesia yang baik dan
benar merupakan bahasa Indonesia yang standar.
Indonesia sebagai negara yang mempunyai banyak bahasa
memang memerlukan bahasa persatuan. Di samping bahasa
Indonesia, di Indonesia terdapat banyak bahasa daerah. Masyarakat
Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis biasanya tidak saling
memahami bahasa daerah yang satu dengan bahasa daerah yang
lain, kecuali bagi yang sudah lama berinteraksi dengan bahasa
daerah tertentu. Di samping bahasa daerah, masih terdapat banyak
dialek di dalam bahasa Indonesia. Pemakaian berbagai macam
dialek dalam perundang-undangan dan surat menyurat resmi akan
dapat menimbulkan kesalahpahaman, karena ada kemungkinan
suatu dialek tertentu tidak dipahami oleh pemakai dialek yang lain.
Oleh karena itu penting mempunyai bahasa persatuan dalam
masyarakat bahasa yang mempunyai banyak bahasa seperti di
Indonesia.
Pengertian bahasa baku menurut Kridalaksana mengacu
pada bahasa standar. Selanjutnya Kridalaksana memberi batasan
bahasa standar (standard language) sebagai berikut.: 1. ragam
bahasa atau dialek yang diterima untuk dipakai dalam situasi
resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat resmi,
berbicara di depan umum, dsb.; 2. Bahasa persatuan dalam
masyarakat bahasa yang mempunyai banyak bahasa (Kridalaksana,
1982: 21).
Sesuai dengan pendapat Kridalaksana, sebenarnya bahasa
baku juga merupakan dialek. Bahasa baku merupakan dialek yang
mempunyai posisi lebih penting daripada dialek-dialek yang lain,
karena diterima untuk dipakai dalam situasi resmi. Di samping itu
bahasa baku dipakai juga dalam perundang-undangan, surat-
menyurat resmi, dan berbicara di depan umum. Dialek yang lain (di
luar bahasa baku) kedudukannya tidak seperti dalam bahasa baku,
30
karena tidak dapat dipakai dalam situasi resmi, perundang-
undangan, surat-menyurat resmi dan berbicara di depan umum.
Pernyataan Kridalaksana tentang bahasa baku tersebut sesuai
dengan pendapat Robins.
Menurut Robins (1992: 67) yang dimaksud dengan bahasa
baku ialah “sebuah dialek atau suatu kelompok dialek yang banyak
persamaannya, yang mempunyai martabat tinggi sebagai bahasa
orang terpelajar di ibu kota atau sebagai suatu kelompok
masyarakat terhormat.
31
Kelompok-kelompok masyarakat tertentu, waktu, dan
geografi memang cenderung menimbulkan terbentuknya dialek
suatu bahasa. Oleh karena itu perlu adanya suatu dialek yang diakui
oleh semua kelompok masyarakat. Dialek inilah yang disebut
bahasa baku. Bahasa baku menurut Moeliono (1988: 14)
mempunyai empat fungsi, yaitu: fungsi pemersatu, fungsi pemberi
khasan, fungsi pembawa kewibawaan, dan fungsi sebagai kerangka
acuan.
Bahasa baku diharapkan dapat mempersatukan masyarakat
yang terdiri dari berbagaimacam etnis dan bahasa ataupun
masyarakat-masyarakat yang memakai berbagai macam dialek. Di
negara-negara tertentu bahasa sering menimbulkan masalah yang
dapat mengganggu stabilitas politik maupun keamanan suatu
negara. Di Philipina, pemakaian bahasa Tagalok sebagai bahasa
nasional ternyata menimbulkan kecemburuan bagi masyarakat di
luar suku Tagalok (Samsuri, 1985: 27). Di Philipina bahasa
Tagalok justru tidak mempersatukan berbagai macam suku dengan
berbagai macam bahasa. Hal ini berbeda dengan di Indonesia.
Bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa Indonesia, diakui
oleh semua etnis di Indonesia untuk diangkat sebagai bahasa resmi,
bahasa yang menjadi alat komunikasi berbagai macam etnis. Oleh
karena itu bahasa Indonesia dapat berperan sebagai pemersatu.
Bahasa baku berfungsi pemberi khasan, berarti bahwa
bahasa baku sebagai suatu dialek yang diakui oleh pemakai
berbagai macam dialek mempunyai ciri khas tersendiri dibanding
dialek-dialek yang lain. Kekhasan bahasa baku ini dapat diterima
oleh pemakai dialek di luar bahasa baku. Bahasa baku berfungsi
pembawa kewibawaan, karena adanya suatu dialek yang diakui
oleh seluruh masyarakat di suatu negara dapat menimbulkan
kewibawan di hadapan negara lain. Bahasa Indonesia baku berbeda
dengan bahasa melayu Sdingapura maupun bahasa Melayu
malaysia. Bahasa Indonesia baku khas bahasa Indonesia yang
dipakai oleh masyarakat terpelajar di Indonesia. Bahasa baku
menjadi kerangka acuan, karena bahasa baku mempunyai kaidah
32
dan gramatika yang jelas. Bahasa baku adalah bahasa yang standar,
bahasa yang menjadi pedoman.
33
mempunyai fungsi, sesuai dengan fungsi yang dikehendaki oleh
penutur. Pemakaian unsur-unsur yang tidak tepat di dalam suatu
kalimat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Unsur-unsur itu dapat
berupa gramatika, pemakaian kosa kata, dan pemakaian ejaan di
dalam bahasa tulis, serta ketepatan lafal di dalam bahasa lisan.
Bahasa Indonesia resmi adalah bahasa Indonesia yang
dipakai dalam situasi resmi. Yang dimaksud situasi resmi menurut
Susilo (1990: 1) bahwa bahasa itu mempunyai taraf reasional,
mempunyai sifat kenegaraan, menyangkut kepentingan bangsa
(masyarakat, umum), serius, dipenuhi gagasan (ide, pikiran).
Dengan syarat-syarat yang dikemukakan oleh Gatot Susilo di atas,
bahasa Indonesia resmi memungkinkan untuk dapat dipakai oleh
seluruh masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai macam
etnis dan bahasa daerah. Dalam situasi tidak resmi, bahasa daerah
ataupun ragam dialek di luar ragam dialek baku dapat dipakai oleh
masyarakat Indonesia. Pemakaian bahasa daerah atau ragam dialek
non-baku tersebut justru akan lebih menimbulkan situasi akrab dan
kekeluargaan, karena ragam dialek non-baku dan bahasa daerah
mengandung unsur-unsur budaya setempat, dan tidak terkesan
formal. Di dalam bahasa Jawa misalnya, pemakaian bahasa Jawa di
dalam situasi tidak resmi mengandung unsur budaya unggah-
ungguh masyarakat Jawa, karena bahasa Jawa ragam ngoko,
krama, dan krama inggil tidak dapat diterapkan pada semua orang.
Bahasa Indonesia mempunyai berbagai macam ragam
dialek. Adanya berbagai ragam dialek di dalam bahasa Indonesia,
perlu adanya satu dialek yang dapat dijadikan patokan bagi dialek-
dialek yang lain. Sebagai bahasa orang terpelajar, bahasa Indonesia
baku memungkinkan untuk dijadikan patokan (ukuran) bagi dialek-
dialek yang ada di dalam bahasa Indonsia.
34
kalimat bahasa Indonesia. Kelima ciri tersebut ialah: bermakna,
bersistem urutan frase, dapat berdiri sendiri dalam hubungannya
dengan kalimat yang lain, berjeda, dan berakhir dengan berhentinya
intonasi (berintonasi selesai). Kelima ciri tersebut adalah ciri umum
sebuah kalimat. Kalimat yang memenuhi kelima ciri tersebut
merupakan kalimat bahasa Indonesia, namun belum menjamin
bahwa kalimat itu kalimat baku. Sebagai contoh kalimat “Di tempat
itu dijadikan pertemuan bagi pihak yang bertikai di Poso.”
Kalimat ini bukan kalimat baku meskipun memenuhi kelima ciri
kalimat di atas. Unsur subyek tidak tampak dalam kalimat itu.
Ciri-ciri kalimat baku menurut Susilo (1990: 4) yaitu:
gramatikal, masuk akal, bebas dari unsur yang mubazir, bebas dari
kontaminasi, bebas dari interferensi, sesuai dengan ejaan yang
berlaku, dan sesuai dengan lafal bahasa Indonesia.
35
tersebut masih berterima. Namun apabila salah satu unsur subjek
atau predikat dihilangkan, akan kehilangan makna.
Moeliono (1988: 260) menyatakan bahwa kalimat tunggal
yang terdiri atas dua konstituen, dilihat dari aspek sintaktisnya
selalu berupa subjek dan predikat. Kalimat Di tempat itu sering
dilanda banjir secara gramatika tidaklah baku. Unsur subjek dalam
kalimat tersebut tidak jelas. Kalimat itu terdiri atas dua konstituen,
yaitu di tempat itu dan sering dilanda banjir. Konstituen-konstituen
itu masing-masing di tempat itu menduduki jabatan keterangan ,
sering dilanda predikat, dan banjir sebagai objek. Unsur predikat
dan objek merupakan satu frasa, karena kedua unsur itu mempunyai
hubungan yang sangat erat. Kalimat Di tempat itu sering dilanda
banjir bukanlah kalimat baku, karena unsur subjeknya tidak ada.
Pemakaian kata depan yang tidak terkontrol sering mengaburkan
fungsi jabatan frase dalam suatu kalimat. Pemakaian kata depan
“di” pada kalimat itu justru mengaburkan fungsi subjek. Karena
subyek diawali dengan kata depan “di”, maka fungsi subyek pada
kalimat tersebut berubah menjadi keterangan tempat.
Di dalam sebuah kalimat, unsur subjek dan predikat bersifat
tunggal. Unsur keterangan di dalam sebuah kalimat dapat terdiri
atas dua atau lebih, tetapi unsur subjek dan predikat harus tunggal.
Menurut Susilo (1990: 5) kalimat yang mempunyai subyek ganda
menjadikan suatu kalimat menjadi tidak baku.
Kalimat Tanah ini akan dibangun kampus Unesa secara
gramatika tidak dapat dikatakan baku. Unsur subjek dalam kalimat
tersebut tidak jelas, karena kalimat itu dapat di ubah susunannya
menjadi Kampus Unesa akan dibangun tempat ini. Apabila ada
pertanyaan “Apa yang akan dibangun?” Jawabannya dapat tempat
ini atau kampus unesa. Dengan demikian kalimat tersebut memiliki
subjek ganda. Timbulnya subjek ganda pada kalimat ini akibat
ketidakcermatan pemakaian kata depan. Apabila frase tempat ini
diawali dengan kata depan di, frase di tempat ini akan berfungsi
sebagai keterangan tempat. Oleh karena itu kalimat itu akan
36
menjadi baku jika menjadi Kampus Unesa akan dibangun di
tempat ini.
Ciri gramatikal kalimat bahasa Indonesia baku yang lain
subjek tidak diawali kata depan (Susilo, 1990: 6). Pemakaian kata
depan yang mengawali subjek justru akan mengubah fungsi subjek
itu sendiri. Kalimat Dalam rapat itu membicarakan kenaikan SPP
merupakan kalimat bahasa Indonesia yang tidak baku. Unsur
subyek tidak jelas dalam kalimat itu. Frase membicarakan
memenuhi ciri sebagai predikat, tetapi frase Dalam rapat itu tidak
dapat dikatakan sebagai subjek. Dalam rapat itu lebih tepat
berfungsi sebagai keterangan. Pemakaian kata depan dalam justru
mengaburkan fungsi subjek. Kalimat itu menjadi baku apabila
dihilangkan kata dalam. Rapat itu membicarakan kenaikan SPP.
Unsur subjek diduduki oleh frase Rapat itu.
Di dalam sebuah kalimat unsur subjek dan predikat bersifat
tunggal. Subjek atau predikat yang ganda membuat sebuah kalimat
tidak baku. Menurut Moeliono (1988: 260-261) subjek mudah
dikenali karena tidak mengkin berupa kata ganti tanya. Kalimat
Siapa pulang? Bukanlah kalimat baku. Kata pulang tidak dapat
menduduki fungsi subjek. Demikian juga siapa sebagai kata ganti
tanya tidak mungkin menduduki jabatan subjek. Kalimat Siapa
pulang? Merupakan kalimat yang berpredikat ganda. Untuk
menjadikan kalimat itu baku, maka salah satu predikat harus
dikembalikan fungsinya sebagai subjek. Kalimat itu menjadi baku
apabila menjadi Siapa yang pulang?. Kalimat ini dapat diubah
susunannya menjadi Yang pulang siapa? Frase yang pulang
sebagai subjek, dan siapa sebagai predikat.
Menurut Cook (1971) dan Elson (1969) (dalam Tarigan,
1993: 8) kalimat adalah satuan bahasa yang secara relaif dapat
berdiri sendiri, mempunyai pola akhir dan yang terdiri dari klausa.
Pendapat Cook dan Elson ini mengandung tiga syarat untuk sebuah
kalimat. Pertama sebuah kalimat harus dapat berdiri sendiri. Karena
kalimat harus dapat berdiri sendiri, kalimat itu harus bermakna
tanpa dihubungkan dengan kalimat yang lain. Sebagai contoh dua
37
kalimat berikut ini. Pencuri itu tewas dibakar massa. Sehingga
identitasnya sulit dikenali. Kalimat pertama dapat kita pahami
maknanya meskipun tanpa kehadiran kalimat kedua. Tetapi kalimat
kedua Sehingga identitasnya sulit dikenali tidak dapat kita pahami
secara sempurna makna kalimat tersebut, tanpa kehadiran kalimat
pertama. Kalimat kedua bukanlah kalimat baku karena tidak dapat
berdiri sendiri . Di samping itu kalimat kedua juga bukan klausa,
karena klausa paling tidak harus terdiri atas subjek dan predikat.
Ciri kalimat baku bahasa Indonesia yang lain adalah ciri
permutasi. Menurut Susilo (1990: 8) kalimat baku tidak mengalami
kejanggalan setelah mengalami perpindahan letak frase (permutasi).
Kalimat bahasa Indonesia terdiri atas urutan frase, bukan urutan
kata. Frase-frase di dalam sebuah kalimat dapat kita ubah
susunannya tanpa terjadi perubahan makna, dan mengalami
kejanggalan. Apabila sebuah kalimat mengalami kejanggalan
setelah mengalami perubahan letak frase menunjukkan bahwa
kalimat tersebut bukan kalimat baku. Sebagai contoh kalimat,
Tempat ini akan dibangun kampus Unesa bila dipermutasikan
sebagai berikut.
Permutasi kalimat tidak baku:
Tempat ini akan dibangun kampus Unesa.
Tempat ini kampus Unesa akan dibangun.
Akan dibangun kampus Unesa tempat ini.
Akan dibangun tempat ini kampus Unesa.
Kampus Unesa tempat ini akan dibangun.
Kampus Unesa akan dibangun tempat ini.
38
Akan dibangun di tempat ini kampus Unesa.
Di tempat ini akan dibangun kampus Unesa.
Di tempat ini kampus Unesa akan dibangun.
39
Ketidakbakuan kalimat Narkoba membahayakan bagi masyarakat
sebenarnya terletak pada kesalahan menempatkan kata depan antara
predikat verbal transitif dengan objek pebnderita. Apa bila kata
depan “bagi” dihilangkan, kalimat ini menjadi baku.
Pemakaian bentuk pasif aspek, agens, dan verba perlu
mendapat perhatian dalam kalimat. Aspek merupakan kategori
gramatikal verba yang menunjukkan lama dan jenis perbuatan
seperti (Kridalaksana, 1982: 16). Agens adalah pelaku, nomina
yang menampilkan perbuatan atau memulai suatu kejadian.
Pemakaian bentuk pasif “aspek + agens + verba” harus dipakai
secara taat asas (Susilo, 1990: 9).
Hubungan antara “aspek, agens, dan verba” bentuk pasif di
dalam bahasa Indonesia bersifat baku. Urutan antara aspek, agens,
dan verba tidak dapat diubah-ubah. Perubahan urutan aspek, agens,
dan verba apabila diubah menimbulkan kalimat yang tidak baku.
Kalimat Masalah itu kami sudah laporkan kepada pimpinan
merupakan contoh pemakaian bentuk pasif “aspek+agens+verba”
yang tidak konsisten, karena susunannya diubah menjadi
“agens+aspek+verba”. Untuk menjadikannya kalimat baku
susunannya harus dikembalikan menjadi “aspek+agens+verba”,
sehingga menjadi Masalah itu sudah kami laporkan kepada
pimpinan.
Ketidakbakuan kalimat bahasa Indonesia juga dapat
diakibatkan oleh pemakaian morfem terikat yang tidak tepat. Kata
dirubah dan merubah merupakan contoh pemakaian morfem terikat
yang tidak tepat. Kata rubah di dalam bahasa Indonesia berarti
anjing yang bermoncong panjang. Bentuk kata dirubah dan
merubah merupakan bentuk kata kerja. Kata dirubah dan merubah
merupakan merupakan bentuk yang tidak baku. Seharusnya kata itu
diubah” dan “mengubah” karena berasal dari kata dasar “ubah”.
Pemakaian morfem yang tidak tepat akan tampak lebih jelas
apabila berada dalam konteks kalimat. Penutup surat Atas
perhatiannya saya ucapkan terima kasih menampakkan gejala
pemakaian morfem terikat yang tidak tepat. Morfem –nya pada kata
40
perhatiannya bermakna sebagai kata ganti orang ketiga. Padahal di
dalam surat kita berkomunikasi dengan orang kedua. Seharusnya
ucapan terima kasih tersebut ditujukan kepada orang kedua sebagai
orang yang dituju dalam kalimat tersebut.
Ketidak bakuan dalam pemakaian awalan me- seperti terjadi
pada pemakaian bentuk kait-mengkait, mengetrapkan, menyintai,
menyontoh, menyubit (Badudu, 1981: 53-54). Konsonan “k” di
dalam bahasa Indonesia apabila didahului awaalan me- maka
konsonan ‘k” akan luluh, kemudian muncul bentuk “meng-“. Jadi
bentuk yang benar adalah kait-mengait, bukan kait-mengkait. Kata
mengetrapkan sebenarnya berasal dari kata terap. Kata itu apabila
mendapat imbuhan me-kan, seharusnya menjadi menerapkan,
bukan mengetrapkan. Kata menyintai, menyontoh, menyubit berasal
dari kata dasar cinta, contoh, dan cubit. Konsonan “c” jika
didahului awalan me-, bentuk me- akan berubah menjadi men-
sedang “c” tidak luluh. Oleh karena itu bentuk yang benar adalam
mencintai, mencontoh, dan mencubit.
41
dalam konteks kalimat Gadis itu adalah mahasiswa Unesa tidak
diperlukan dalam bahasa Indonesia.
Pemakaian dua kata yang bermakna sama dalam sebuah
kalimat merupakan unsur yang mubazir, seperti pemakaian kata
demi untuk, agar supaya, amat sangat, mulai dari, sejak dari.
Seharusnya cukup salah satu saja yang dipakai, demi atau untuk,
agar atau supaya, amat atau sangat, mulai atau dari, sejak atau
dari. Tidak perlu kedua-duanya dipakai.
3.4.3 Kontaminasi
Kontaminasi berarti rancu atau kacau. Kontaminasi di dalam
bahasa Indonesia berarti kerancuan akibat munculnya dua bentuk
yang sama, yang kemudian dicampur adukkan. Karena kontaminasi
merupakan kerancuan, maka kontaminasi kalimat merupakan unsur
yang tidak baku. Gatot Susilo menyatakan kontaminasi perancuan
dua makna, dua unsur, atau dua struktur (1990: 10). Karena
kontaminasi merupakan perancuan dua makna, dua unsur, atau dua
struktur, biasanya dapat dikembalikan pada bentuk asalnya.
Perancuan di dalam bahasa Indonesia oleh Badudu (1980:
16) dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: kontaminasi bentuk kata,
kontaminasi bentuk frasa, dan kontaminasi bentuk kalimat.
Kontaminasi bentuk kata merupakan perancuan yang diakibatkan
oleh pembentukan kata-kata baru. Pembentukan kata-kata baru itu
didasarkan pada bentuk kata yang sudah ada, paling tidak berasal
dari dua bentuk yang dipadukan menjadi satu. Kata dipelajarkan
merupakan unsur kontaminasi yang berasal dari dua bentuk, yaitu
dipelajari dan diajarkan. Penggabungan dua kata ini menimbulkan
bentuk kontaminasi dipelajarkan. Bentuk mengenyampingkan juga
merupakan bentukan yang rancu. Kata ini berasal dari kata dasar
samping kemudian diikuti kata depan ke, menjadi ke samping. Kata
ke samping ini kemudian mendapat imbuhan me-kan, menjadi
mengesampingkan. Namun di samping itu juga ada bentuk samping
yang mendapat imbuhan me-kan, menjadi menyampingkan. Antara
42
mengesampingkan dan menyampingkan kemudian dirancukan
menjadi mengenyampingkan.
Kalimat bahasa Indonesia terdiri atas frasa-frasa. Frasa
adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif
(Kridalaksana, 1982: 46). Kalimat Berulang kali ia telah dinasihati
terdiri atas tiga frasa, yaitu berulang kali, ia dan telah dinasihati.
Bentuk frasa berulang kali menurut Badudu (1980: 23) merupakan
bentuk frasa yang rancu. Berulang kali berasal dari kata berulang-
ulang dan berkali-kali. Kedua frasa itu kemudian dirancukan
menjadi berulang kali.
Kontaminasi kalimat tampak dalam kalimat Mahasiswa
dilarang tidak boleh memalsu tanda tanga daftar hadir. Apabila
dikemukakan pertanyaan terhadap kalimat tersebut apa yang
dilarang? Jawabnya adalah Tidak boleh memalsu tanda tangan
daftar hadir (tidak memalsu tanda tangan daftar hadir). Makna
kalimat ini justru bertolak belakang dengan maksud sebenarnya.
Tidak boleh memalsu tanda tangan daftar hadir (tidak memalsu
tanda tangan daftar hadir) justru dilarang. Berarti boleh, atau harus.
Kerancuan kalimat tersebut dapat dikembalikan pada bentuk
aslinay sebagai berikut.
-Mahasiswa dilarang memalsu tanda tangan dsftsr hadir.
-Mahasiswa tidak boleh memalsu tanda tangan daftar hadir.
3.4.4 Interferensi
43
Bahasa Indonesia dalam perkembangannya mendapat
banyak masukan dari unsur-unsur bahasa daerah maupun dari
bahasa asing. Unsur bahasa daerah yang masuk ke dalam bahasa
Indonesia seperti masuknya kosa kata bahasa daerah seperti
mantan, nyeri, gambut, timbel dan sebagainya. Kosa kata bahasa
asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia dari berbagai macam
bahasa. Kosa kata yang berasal dari bahasa Belanda seperti kata
lapor, polisi, kantor. Kosa kata dari bahasa inggris seperti pada kata
ekonomi, biografi, remidi dan sebagainya. Kosa kata dari bahasa
Arab seperti pada kata pasal, wakaf, wajib, wahyu dan sebagainya.
Kosa kata dari bahasa Portugis seperti pada kata nona, permen,
jendela dan sebagainya.
Masuknya unsur bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam
bahasa Indonesia dapat menguntungkan dan merugikan bahasa
Indonesia. Menurut gatot Susilo (1990: 11) unsur yang
memperkaya bahasa Indonesia dapat diterima sebagai unsur
serapan. Sedangkan unsur yang memiskinkan ditolak karena
merugikan bahasa Indonesia.
Interferensi bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam
bahasa Indonesia diseababkan penguasaan bahasa daerah dan
bahasa asing masyarakat pemakai bahasa Indonesia. Penguasaan
beberapa bahasa akan saling mempengaruhi. Interferensi tidak
hanya terjadi di dalam bahasa Indonesia saja. Bahasa daerah pun
sering mendapat interferensi dari bahasa Indonesia dan bahasa
asing.
Pada uraian tentang kata mubazir di atas telah disebutkan
bahwa pemakaian kata adalah yang tidak berfungsi dalam suatu
kalimat merupakan pengaruh dari to be dalam bahasa Inggris, yaitu
is. Dipandang dari sudut pengaruh dari bahasa Inggris pemakaian
adalah merupakan interferensi dari bahasa asing, yaitu bahasa
Inggris.
44
Interferensi dari bahasa daerah seperti tampak pada kata
sekolahan dalam konteks kalimat Saya akan berangkat ke
sekolahan. Kata sekolahan interferensi dari bahasa Jawa. Di dalam
bahasa Jawa kalimat itu seharusnya berbunyi Saya akan berangkat
ke sekolah. Interferensi dari bahasa Jawa yang lain seperti
pemakaian kata latihan pada konteks kalimat Anak-anak sedang
latihan drama. Di dalam bahasa Indonesia akhiran –an berfungsi
untuk membentuk kata benda, sedangkan kata latihan berfungsi
sebagai kata kerja.
45
Koperasi Unit Desa. Seharusnya kata itu kita lafalkan apa adanya
seperti yang tertulis, tetapi sering orang melafalkan dengan yunit,
seperti lafal aslinya dalam bahasa Inggris. Karena kata unit sudah
menjadi unsur serapan, seharusnya diperlakukan seperti pelafalan
dalam bahasa Indonesia.
3.5 Rangkuman
Bahasa baku adalah bahasa standar, yaitu suatu dialek
bahasa orang terpelajar, dan dipakai dalam situasi resmi. Bahasa
baku mempunyai kedudukan yang lebih penting daripada dialek
yang lain. Bahasa baku berfungsi sebagai pemersatu, pemberi
khasan, pembawa kewibawaan, dan sebagai kerangka acuan.
Bahasa Indonesia baku merupakan bahasa Indonesia ragam
dialek yang mempunyai martabat tinggi, menjadi bahasa orang
terpelajar sebagai bahasa kelompok masyarakat terhormat di
Indonesia. Bahasa Indonesia baku juga bahasa yang baik dan benar,
serius, tertib, sangkil. Bahasa ini dipakai dalam situasi resmi, dan
menjadi patokan bagi bahasa Indonesia ragam dialek yang lain.
Bahasa Indonesia baku sebagai bahasa Indonesia yang
menjadi patokan bagi berbagai macam dialek mempunyai beberapa
ciri. Ciri-ciri bahasa Indonesia baku ialah gramatikal, tidak terdapat
kata-kata mubazir, tidak mengandung kontaminasi, dan tidak ada
interferensi dari bahasa daerah maupun bahasa asing.
Kalimat baku bahasa Indonesia harus gramatikal. Kalimat
baku harus memenuhi kaidah yang ada. Kaidah-kaidah itu ialah tata
kalimat, tata frase, tata morfem, dan tata fonem. Di dalam tata
kalimat, unsur subyek dan predikat bersifat tunggal.Kalimat yang
mempunyai subjek atau predikat ganda bukanlah kalimat baku.
Pemakaian kata depan yang mengawali subjek membuat
kalimat menjadi tidak baku, karena kata depan itu dapat mengubah
fungsi subjek menjadi keterangan. Kalimat baku juga tidak
mengalami kejanggalan apabila mengalami perubahan letak frase.
Ciri gramatikal yang lain hubungan predikat verbal transitif dengan
objek penderita tidak boleh disisipi kata depan. Penyisipan kata
46
depan akan mengacaukan fungsi objek untuik predikat verbal
transitif.
Pemakaian bentuk pasif aspek+agens+verba yang taat asas
juga menunjukkan ciri kalimat baku. Urutan anatara
aspek+agens+verba bentuk pasif dalam bahasa Indonesia tidak
dapat diubah-ubah. Perubahan urutan antara aspek, agens, dan
verba menjadikan kalimat tidak baku.
Ketidakbakuan juga dapat disebabkan oleh pemakaian
morfem terikat yang tidak tepat. Pemakaian kata ganti orang ketiga
–nya dalam penutup surat merupakan contoh pemakaian morfem
yang tidak tepat. Penutup surat ditujukan kepada orang kedua,
bukan kepada orang ketiga. Oleh karena itu tidak baku bila
menutup dengan kalimat Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.
Jika sebuah kalimat ada unsur yang dihilangkan tidak
mengubah makna dan fungsi masing-masing frasa, kalimat itu tidak
baku karena ada unsur yang mubazir. Kata-kata mubazir ialah kata-
kata yang tidak berarti dan tidak berfungsi di dalam sebuah kalimat.
Pemakaian kata mubazir dalam sebuah kalimat dapat diakibatkan
oleh pengaruh bahasa asing seperti is di dalam bahasa Inggris.
Kontaminasi adalah kerancuan akibat perpaduan dua
bentuk, dua struktur yang bermakna sama. Kontaminasi di dalam
bahasa Indonesia dibedakan menjadi tiga macam: kontaminasi
bentuk kata, kontaminasi bentuk frasa, dan kontaminasi bentuk
kalimat. Akibat adanya kontaminasi kalimat, dapat membuat makna
kalimat menjadi bertolak belakang dengan makna yang
dimaksudkan oleh penulis atau pembicara.
Bahasa Indonesia dalam perkembangannya mendapat
banyak masukan dari bahasa daerah maupun bahasa asing.
Masuknya unsur bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa
Indonesia dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan bahasa
Indonesia. Unsur yang memperkaya bahasa Indonesia dapat
diterima sebagai unsur serapan, sedang unsur yang memiskinkan
harus ditolak karena merugikan perkembangan bahasa Indonesia.
47
Unsur bahasa daerah dan bahasa asing yang merugikan dan
memiskinkan bahasa Indonesia membuat kalimat tidak baku.
Perlatihan
1. Bahasa Indonesia baku harus obyektif, ringkas, dan padat.
Ubahlah kalimat-kalimat berikut ini menjadi kalimat baku!
a. Banyaknya jumlah sampah yang menyumbat
gorong-gorong itu saya kira merupakan bukti rendahnya
kesadaran masyarakat untuk menanggulangi bahaya banjir.
b. Berlarut-larutnya penanganan lumpur Lapindo
kiranya merupakan bukti betapa sulitnya mengatasi
musibah itu.
c. Pendidikan agama di sekolah dasar tidak akan
terlaksana dengan baik tanpa adanya dukungan dari orang
tua dalam keluarga.
d. Nilai etis tersebut di atas menjadi pedoman dan
dasar pegangan hidup bagi setiap warga negara Indonesia.
e. Banjir yang melanda kota itu membuktikan
alangkah sulitnya mengatasi banjir di perkotaan.
48
Berkuliah mengkikis mengikis mentaati
menyubit melola menerjemahkan kekecilan
terlalu kecil menerapkan menterapkan menaati
ketabrak tertabrak memperlebar mencubit
memperlebarkan. mengelola
49
DAFTAR PUSTAKA
50
BAB IV
Indikator:
1, Memahami pengertian karya ilmiah
2. Mengidentifikasi jenis karya ilmiah
3. Memahami cara pembatasan topik dengan diagram pohon
dandiagram jam
4. Memahami tatacara pengutipan dalamkarya ilmiah
5. Memahami tatacara penulisan daftar rujukan dalam karya ilmiah.
51
Tujuan
1. Melalui ceramah dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami
pengertian karya ilmiah denghan benar
2. Melalui membaca intensif, mahasiswa mengidentifikasi jenis
karya ilmiah dengan tepat
3. Melalui diskusi, mahasiswa melakukan pembatasan topik dengan
diagram pohon dengan tepat
4. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami
tatacara pengutipan dengan benar
5. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami
penulisan daftar rujukan dengan benar
4.1 Pendahuluan
Dalam kegiatan sehari-hari, manusia selalu dihadapkan
pada empat keterampilan berbahasa: menyimak, wicara, membaca
dan menulis. Empat keterampilan berbahasa itu mempunyai
kuantitas yang bereda-beda. Kegiatan menyimak mempunyai
kuantitas yang paling tinggi, disusul wicara, membaca dan menulis.
Keempat keterampilan berbahasa itu dapat dibedakan menjadi
keterampilan reseptif, yaitu menyimak dan membaca, dan
keterampilan produktif, yaitu wicara dan menulis. Keempat
keterampilan berbahasa itu daqpat menunjukkan tahapan tingkat
intelektualitas seseorang. Manusia sejak lahir, bahkan nada yang
berpendapat sejak di dalam kandungan telah melakukan kegiatan
menyimak, kegiatan yang paling dasar. Seseorang dapat duduk
berjam-jam untuk mendengarkan sesuatu. Sejak nenek moyang kita
dulu, telah mempunyai tradisi menyimak. Orang dapat melihat
pagelaran wayang kulit semalam suntuk, namun tidak akan tahan
52
duduk membaca dalam waktu satu jam saja. Tingkat beriktunya
adalah wicara. Keterampilan berbicara erada satu tingkat di atas
menyimak. Kemampuan berbicara dulu dimiliki oleh para filsof.
Mereka berorasi di pasar-pasar dan di tempat keramaian. Dengan
berpidato mereka dapat menyebarkan ajaran filsafatnya.
Kegiatan membaca dan menulis mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi. Dengan membaca ilmu pengetahuan dan
teknologi dapat diserap.Untuk menyerap ilmu pengetahuan dan
teknologi orang perlu membaca. Ilmu pengetahuan dan teknologi
diharapkan dapat membuat manusia sejahtera. Oleh karena itu ilmu
pengetahuan dan teknologi harus diamalkan. Untuk itu ilmu
pengetahuan dan teknologi harus ditulis agar dibaca orang. Ilmu
pengetahuan dan teknologi akan punah jika tidak ditulis. Nenek
moyang kita mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bidang
kontruksi, hal itu dapat dibuktikan dengan berdirinya candi
Borobudur, Candi Prambanan, perahu phinisi, dan lain sebagainya.
Namun kemampuan itu tidak didokumentasi dalam bentuk tulis,
sehingga menjadi punah. Itulah pentingnya karya tulis agi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu
tradisi penulisan, khususnya penulisan karya ilmiah perlu dimiliki
oleh orang-orang terpelajar.
53
dan karya ilmiah (Yonohudiyono dan Suyono, 2001:31). Karya
ilmiah subresmi ialah karya ilmiah yang model penulisannya tidak
ditentukan secara lengkap, misalnya cukup judul, pendahuluan, isi,
penutup, dan bahan pustaka. Yang termasuk ke dalam karya ilmiah
subresmi adalah makalah, artikel, jurnal dan sebagainya. Karya
Ilmiah resmi ialah karya ilmiah yang model penulisan dan urut-
urutannya sudah ditentukan secara lengkap. Dalam karya ilmiah
ini mempunyai sistematika yang baku, seperti : Judul, kata
pengantar, daftar isi, pendahuluan, latar belakang masalah,
54
kejadian yang ada di masyarakat. Topik juga dapat berasal dari
permintaan perorangan, instansi, atau lembaga tertentu apabila
makalah itu memenuhi permintaan seminar.
Yonohudyono dan Parmin (2007:28) mengemukakan tiga
alternatif untuk menemukan topik. Ketiga alternatif itu ialah
brainstorming, perenungan, formula jurnalistik, pertanyaan klasik.
Brainstorming adalah proses berfikir untuk mengungkapkan semua
ide yang terlintas di dalam benak penulis. Perenungan merupakan
upaya untuk berfikir analisis-logis dengan berkonsentrasi pada
masalah tertentu. Formula jurnalistik tentu sudah tidak asing bagi
para siswa SMA, yaitu formula 5 W dan 1 H (who, what, when,
where, why, dan how). Pertanyaan klasik dapat dipakai untuk
menemukan topik yang baru. Pertanyaan klasik itu: Apakah topik
ini menghasilkan seperangkat definisi? Apa perbedaan dan
persamaan topik ini dengan topik yang lain? Apa yang dikatakan
orang tentang topik ini?
Topik yang terlalu luas akan membuat tulisan menjadi
dangkal, di samping dapat merembet ke mana-mana. Untuk itu
topik harus dibatasi. Untuk membatasi topik dapat dilakukan
dengan diagram pohon seperti berikut ini.
Korupsi
55
di pasar di sekolah di supermaket
56
(1) Bagian Pendahuluan
Bagian Pendahuluan berisi latar belakang pemilihan topik,
masalah, dan tujuan. Bagian pendahuluan adalah bagian yang
paling awal dicermati oleh pemaca. Oleh karena itu dalam bagian
awal harus diupayakan dapat menarik minat pembaca. Dalam latar
belakang hendaknya dijelaskan mengapa penulis memilih topik itu.
Penulis menunjukkan penti gnya topik itu diangkat menjadi
makalah. Masalah apa yang timbul dalam topik itu, dan apa tujuan
penulisan itu.
57
dapat berisi: “Kantin Kejujuran efektif untuk melatih dan
membentuk siswa berlaku jujur, tidak melakukan korupsi dalam
skala kecil meskipun tidak diawasi. Oleh karena itu Kantin
Kejujuran perlu diselenggarakan di sekolah-sekolah sebagai upaya
penanggulangan korupsi bagi generasi muda sebagai calon penerus
bangsa.”
(4). Kutipan
Apabila kita perhatikan makalah ini, penulis
mengemukakan pendapat orang lain yang berasal dari buku yang
ditulis. Pendapat orang lain itu ditandai dengan adanya keterangan
dalam tanda kurung, seperti (Yonohudyono dan Jack Parmin,
2007:45), (Suparno dan Yunus, 2007:3.3). Pendapat orang lain itu
memperkuat pendapat yang dikemukakan oleh penulis. Pendapat
itu dapat diambil dari buku, majalah, atau dari hasil wawancara.
Pendapat yang dikutip itu biasa disebut kutipan. Prabawa
(2000:185) menyatakan bahwa kutipan adalah pinjaman kalimat
atau pendapat seorang pengarang, atau ucapan orang terkenal yang
terdapat dalam buku, majalah, jurnal, surat kabar, antologi,
hasilpenelitian, dan penerbitan-penerbitan lain. Praawa (2000)
menyatakan bahwa tujuan membuat kutipan: (a) Sebagai barang
buktgi untuk menunjang pendapat penulis; (b) Sebagai bahan bukti
untuk membedakan dengan endapat penulis; (c) sebagai bahan
bukti untuk perbandingan dengan pendapat penulis; dan (d) sebagai
bahan bukti yang disanggah penulis.
Kutipan dibedakan antara kutipan langsung dan kutipan
tidak langsung. Kutipan langsung adalah kutipan yang langsung
mengambil dari sumber asli, tanpa mengubah bahasanya. Kutipan
tidak langsung adalah kutipan yang hanya mengambil inti sarinya
saja, sedang bahasa yang dituangkan dalam kutipan memakai
bahasanya penulis sendiri.
58
Contoh kutipan langsung:
Ratih Sang (El-Shirazy, 2008) dalam cover belakang novel
Ayat-Ayat Cinta (2008) menyatakan “ Membaca Ayat-Ayat Cinta
ini membuat angan-angan kita melayang-layang ke negeri seribu
menara dan merasakan ‘pelangi’ akhlak yang menghiasi pesona-
pesonanya”.
Kurtipan di atas langsung mengutip pendapat Ratih Sang
sesuai dengan kalimat yang tertulis dalam teks, tanpa mengubah
kalimatnya. Apabila kutipan di atas dijadikan kutipan tak langsung
seperti berikut ini. Ratih Sang (El-Shirazy, 2008) menyatakan
bahwa angan-angannya dibawa melayang-layang ke negeri seribu
menara dan merasakan gambaran berbagai akhlak dengan pesona-
pesonanya setelah membaca Ayat-Ayat Cinta.
Kutipan langsung yang lebih empat puluh kata ditulis
tanpa tanda kutip dan terpisah dari kata yang mendahului.
Penulisan berjarak satu spasi, dan jarak dari margin kiri dan margin
kanan tujuh ketukan. Kutipan langsung itu seperti berikut ini.
\El –Shirazy (2008:378) menggambarkan ketegasan Aisha agar
suaminya menikahi Maria seperti berikut ini.
“Ini jadikan mahar untuk Maria. Waktunya sangat
mendesak. Sebelum Maghrib kau harus sampai di
penjara. Jadi kau harus segera menikah dan melakukan
petunjuk dokter untuk menyadarkan Maria”. Kata-
kata Aisha begitu tegas tanpa ada keraguan, setegas
perempuan-perempuan Palestina ketika menyuruh
suaminya berangkat ke medan jihad.
59
Keterangan kutipan mendahului teks.
Menurut Sugito (2009, 225) apabila Ujian Nasional
dihapuskan, sulit mengukur mutu standar pendidikan nasional.
60
.............................................(Mawardi dalam Sutrino, 2009: 260).
Tanda di atas berarti pengutip mengutip pendapat Mawardi
yang sumbernya berasal dari buku Sutrisno yang mengutip
pendapat Mawardi.
61
Prinsip-Prinsip Penyusunan Daftar Pustaka
Urutan Daftar Pustaka disusun secara alfabet sesuai huruf
awal nama pengarang
Jarak antar baris dalam satu rujukan adalah satu spasi.
Jarak antar rujukan dengan rujukan lain dua spasi
Baris pertama setiap rujukan dimulai dari margin kiri, baris
kedua dan seterusnya dimasukkan ke dalam 3 – 7 ketukan.
Penulisan Nama
Nama pengarang bila lebih satu kata, bagian akhir diletakkan
di depan, dipisahkan tanda koma.
Nama Tionghoa tidak dibalik, karena unsur pertama nama
tionghoa berupa nama keluarga.
Jika pengarang dua orang, keduanya ditulis dihubungkan kata
dana.
Purwo, Bambang Kaswanti dan Rahayu, Endang Sulistyo.
Jika pengarang tiga orang atau lebih cukup nama pengarang
pertama saja yang ditulis, diikuti kata dan kawan-kawan yang
disingkat (dkk.) Jika sebuah buku ditulis oleh tiga orang: Cahyo
Kumolo, Sucipto, dan Gunawan, dalam penulisan daftar
rujukan cukup ditulis Kumolo, Cahyo dkk.
Tahun Terbit
Jika beberapa rujukan berasal dari buu yang erbeda, ditulis
oleh pengarang yang sama dan tahun terbit yang sama, urutannya
didasarkan pada abjad huruf pertama judul buku, dengan ciri
pembeda huruf sesuai abjad.
Contoh:
Arifin, Zainal. 1990a. Pedoman urat-Menyurat Indonesia. Jakarta:
Penyear Ilmu.
Arifin, Zainal. 1990b. Surat-Menyurat Resmi. Jakarta: Dinamika
Swadaya.
Judul
62
Judul buku dicetak miring, ditulis setelah tahun terbit, dan
diakhiri tanda titik. Apabila ditulis tangan atau diketik dengan
mesin ketik manual, judul buku diberi garis bawah, sebagai ganti
cetak miring, seperti pada contoh di atas. Judul artikel atau
makalah ditulis di antara tanda petik.
Contoh penulisan judul artikel:
Utomo, Andi. 18 Januari 2009. “Pandemi Virus Flu Burung
H5N1”. Surya, hal. 4.
b. Artikel Ilmiah
63
Penulisan artikel ilmiah pada prinsipnya sama dengan
penulisan makalah. Artikel ilmiah biasanya dimuat dalam majalah
ilmiah atau jurnal. Ada lima langkah dalam menulis artikel ilmiah.
Kelima langkah itu ialah: (1) Pengembangan gagasan; (2)
Perencanaan naskah; (3) Pengembangan paragraf; (4) penulisan
draf; (5) Finalisasi
Pengembangan gagasan dalam penulisan artikel ilmiah
adalah pengembangan gagasan dalam berpikir ilmiah. Gagasan
dalam berpikir ilmiah dapat berupa hasil berpikir konseptual,
misalnya “Pembelajaran Anti Korupsi Melalui Kantin Kejujuran”,
atau hasil penelitian seperti “Pengaruh Situasi Keluarga Terhadap
Prestasi Siswa”. Bagian-bagian sistematika artikel ilmiah seperti
berikut.
Judul
Nama Penulis
Abstrak
Kata kunci
Pendahuluan
Isi
Penutup
Daftar Pustaka
Judul
Judul artikel harus diusahakan menarik pembaca,
informatif, Judul hendaknya memberi gambaran yang jelan
tentang materi dan ruang lingkup masalah yangakan dibahas. Judul
jangan terlalu panjang. Judul dan anak judul (kalau ada) ditu;is
pada baris paling atas, dengan jarak dari atas kurang lebih 3
cm.Judul dan anak judul ditulis dengan huruf kapital semua. Judul
dengan anak judul (kalau ada) dipisahkan dengan tanda titik dua.
64
Nama Penulis
Nama penulis ditulis di bawah judul, dengan tanpa
mencantumkan gelar akademik. Nama lembaga dapat ditulis di
bawah nama penulis, atau ditempatkan di bagian bawah sebagai
catatan kaki. Apabila artikel ilmiah ditulis dua orang, nama penulis
ditulis sejajar, di bawah judul.
Abstrak
Abstrak adalah seperangkat pernyataan yang ditulis secara
ringkas dan padat bagian-bagian penting dari artikel yang ditulis.
Abstrak hendaknya ditulis dalam 50 sampai 200 kata, berisi
tentang topik, masalah, tujuan, dan hasil penelitian. Abstrak ditulis
dalam satu paragraf, apabila artikel ditulis dalam bahasa Indonesia,
abstrak sebaiknya ditulis dalam bahasa Inggris, dan apabila artikel
ditulis dalam bahasa Inggris, abstrak sebaiknya ditulis dalam
bahasa Indonesia.
Kata Kunci
Kata kunci ialah kata pokok yang menggambarkan wilayah
yang diteliti, menggambarkan ranah wilayah yang dibahas. Jumlah
kata kunci antara 3 sampai lima kata. Kata kunci tidak harus
diambil dari kata-kata yang tercantum dalam judul karya ilmiah.
Pendahuluan
Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, dan
tujuan. Apabila dalam karya ilmiah resmi rumusan masalah dan
tujuan menjadi subbab tersendiri, dalam artikel ilmiah latar
belakang, rumusan masalah, dan tujuan diintergrasikan menjadi
satu. Dalam bagian ini juga berisi kajian teori, yang dalam karya
ilmiah resmi menjadi bab tersendiri.
Isi
65
Isi merupakan bagian inti dari penulisan artikel ilmiah.
Bagian ini merupakan bagian yang terpenting bagi artikel ilmiah
konseptual maupun artikel ilmiah penelitian. Isi berisi kupasan,
analisis, argumentasi, keputusan, dan pendirian atau sikap penulis
mengenai masalah yang dibicarakan. Yang perlu ditampilkan
dalamm penelitian ini ialah kupasan argumentatik, analitik, dan
kritis dengan sistematika yang runtut dan logis.
Penutup
Penutup berisi simpulan dan saran. Simpulan berarti hasil
dari pembahasan. Bagian ini menyampaikan ringkasan hasil
penelitian atau pemikiran. Simpulan harus sesuai dengan rumusan
masalah dan tujuan. Simpulan dalam sistematika penulisan artikel
ilmiah dikemukakan dalam rangka membulatkan argumen, hasil
analisis, sintesis, dan interpretasi atas hasil suatu penelitian.
Impulan pada dasarnya mencerminkan butir-butir penting dari
penelitian yang dilakukan dan dikembangkan pada pembahasan.
66
6. Daftar Tabel/Bagan/Gambar
7. Daftar Singkatan
8. Abstrak
BAGIAN ISI
1. Bab Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Rumusan masalah
c. Tujuan Penelitian
d. Manfaat Penelitian
2. Landasan Teori
3. Metode Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
b. Sumber data dan Data Penelitian
c. Teknik Pengumpulan Data
d. Teknik Analisis Data
4. Hasil dan Pembahasan
5. Simpulan
BAGIAN PENUTUP
1. Daftar Pustaka
2. Lampiran
Halaman Judul
Halaman judul adalah halaman setelah cover laporan
penelitian. Halaman itu memuat judul, ditulis dibagian atas dengan
huruf kapital yang relatif besar. Di bawahnya ditulis penyataan
keperluan, misalnya: “Diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Sastra
Inggris”. Di bawah pernyataan itu tempat logo instansi yang
menaunginya. Nama penulis ditulis di bawah logo. Bagian
lembaga penyelenggara. Paling bawah tahun penyusunan.
Halaman Persetujuan
67
Halaman persetujuan berisi persetujuan dari pembimbing
bahwa karya ilmiah itu telah sampai pada suatu tahap tertentu.
Kalau karya ilmiah itu berupa skripsi, tesis, atau disertasi
pembimbing telah menyetujui bahwa penulis karya ilmiah itu dapat
maju ujian untuk mempertanggungjawabkan karya ilmiahnya.
Halaman persetujuan itu terdiri atas: nama penulis, judul tulisan,
tanggal persetujuan, dan tanda tangan pembimbing.
Halaman Pengesahan
Halaman pengesahan biasa terdapat pada karya ilmiah
resmi yang dihasilkan oleh mahasiswa , yang karya ilmiah itu harus
dipertanggungjawabkan isinya di depan penguji. Halaman
pengesahan itu berisi pernyataan bahwa penguji mengesahkan
karya ilmiah itu telah memenuhi persyaratan, penulisnya
mencapai gelar akademik tertentu. Karya ilmiah itu
ditandatangani penguji dan diketahui pimpinan jurusan dan
pimpinan fakultas.
Motto/Persembahan
Halaman motto/Persembahan biasanya berisi motto atau
persembahan. Halaman motto biasanya berisa kata-kata mutiara
yang dapat menjadi sikap hidup atau sumber semangat bagi
penulis. Motto dapat diambil dari berbagai sumber seperti kitab
suci, pendapat para filsuf, kata-kata mutiara, atau berasal dari
penulis sendiri. Persembahan diberikan penulis kepada seseorang
yang sangat berarti di dalam hidup penulis. Sosok yang dapat
persembahan bisa orang tua, nenek, kakak, adik, pacar, suami,
isteri, anak, bahkan bisa kepada Tuhan.
Kata Pengantar
68
(2005:58) berpendapat bahwa hal-hal yang perlu diungkapkan
pada Kata Pengantar adalah:
(1) puji syukur kepada Tuhan
(2) judul
(3) garis besar isi
(4) hambatan dalam proses penyusunan
(5) ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memantu
(6) saran dan kritik
(7) harapan
(8) penyebutan tempat, tanggal, bulan, dan tahun
Abstrak
Abstrak sudah dibicarakan pada bagian penulisan karya
ilmiah subresmi. Namun ada perbedaan sedikit antara penulisan
abstrak karya ilmiah subresmi dan karya ilmiah resmi. Dalam karya
ilmiah subresmi abstrak cukup satu paragraf, dalam jarak satu
spasi. Dalam karya ilmiah resmi karena lebih luas dibanding karya
ilmiah subresmi, abstrak paling banyak satu halaman kertas A4.
Bagian Isi dan seterusnya akan dipelajari lebih lanjut di
tingkat perguruan tinggi . Untuk tahap pertama yang perlu
dipelajari, adalah penulisam makalah dan penulisan artikel. Da
baiknya di sekolah-sekolah menerbitkan majalah yang
menyediakan ruangan untuk penulisan karya ilmiah, sabagai bahan
latihan para siswa.
C. Penutup
Agar terampil menulis karya ilmiah, seseorang harus
menguasai beberapa hal. Pertama, ia harus banyak membaca,
terutama bacaan karya ilmiah. Kedua, Harus menguasai teori
menulis karya ilmiah. Ketiga, , ia harus banyak berlatih menulis
karya ilmiah. Hanya dengan banyak berlatih seorang penulis akan
mencapai sukses.
69
Karya ilmiah dibedakan antara karya ilmiah subresmi dan
karya ilmiah rsmi. Yang termasuk karya ilmiah subresmi yaitu
makalah dan artikel jurnal. Sistematika karya ilmiah subresmi lebih
sederhana dibanding dengan karya ilmiah resmi. Untuk menulis
karya ilmiah subresmi penulis harus menguasai sistematika
penulisan karya ilmiah itu, termasuk penguasaan menyusun
abstrak kata kunci, kutipan dan daftar pustaka. Karya ilmiah resmi
sistematikanya lebih rumit daripada karya ilmiah subresmi.
Karya Ilmiah berbeda dengan karya kreatif. Penulisan karya
ilmiah mempunyai sistematika yang harus ditaati oleh penulis.
Kreatifitas penulisan tidak diperlukan dalam penulisan karya
ilmiah. Oleh karena itu sistematika, teknik pengutipan, teknik
penulisan daftar pustaka harus dikuasai oleh penulis.
\DAFTAR PUSTAKA
70
Tanjung, H. Bahdin Nur dan H. Ardial. 2.007. Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, dan Tesis): Dan
Mempersiapkan Diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah. Jakarta:
Kencana.
Indikator:
1, Menjelaskan konsep penelitian tindakan kelas
2. Tujuan penelitian tindakan kelas
3. Manfaat penelitian tindakan kelas
4. Mengidentifikasi karakteristik penelitian tindakan kelas
5. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas
Tujuan
1. Setelah mempelajari materi dalam buku pelatihan, peserta dapat
menjelaskan konsep penelitian tindakan kelas dengan tepat.
2. Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta
dapat memahami tujuan penelitian tindakan kelas dengan benar.
71
3. Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta
dapat mengidentifikasi karakteristik penelitian tindakan kelas
dengan tepat.
4. Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta
dapat memahami manfaat penelitian tindakan kelas dengan tepat.
5. Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta
dapat memahami prosedur penelitian tindakan kelas
5.1. Pendahuluan
Bagi seorang guru untuk dapat mengajar secara profesional
tidak cukup hanya dibekali oleh penguasaan materi saja. Guru
dalam proses belajar-mengajar menghadapi murid dalam satu kelas
yang mempunyai eragam karakteristik. Padahal dalam prktik
seorang guru dalam satu hari dapat menghadapi beberapa kelas
murid. Seorang prajurit yang baik, dalam berperang harus
menguasai medan perang. Demikian pula guru, seorang guru harus
memahami berbagai macam karakter murid, karena keberhasilan
proses belajar-mengajar tidak ditentukan oleh penguasaan materi
saja.
Dalam proses belajar mengajar, guru yang baik adalah guru
yang kreatif dan inovatif. Segala potensi yang ada hendaknya
dimanfaatkan untuk menunjang keberhasilan proses belajar-
mengajar. Guru yang baik harus mencoba dan mencoba
mengembangkan potensi yang dimiliki demi keberhasilan proses
belajar mengajar. Seiring dengan kemajuan teknologi, model
pembelajaran dan media pembelajaran pun sudah berkembang
dengan pesat. Guru yang kreatif dan inovatif jika ditunjang dengan
media dan model pembelajaran yang sesuai akan mendorong murid
khususnya dan sekolah pada umumnya memperoleh prestasi yang
maksimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru yang
kreatif dan inovatif dalam mencapai proses belajar-mengajar
dengan hasil yang maksimal adalah melakukan eksperimen.
72
Eksperimen itu dapat dilakukan dengan penelitian tindakan kelas
(PTK).
73
Proyek PGSM (1999) menyatakan bahwa penelitian
tindakan kelas sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif
oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan
tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang
dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi di mana praktik
pembelajaran tersebut dilakukan. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa konsentrasi penelitian tindakan kelas adalah pada praktik
pembelajaran. Dalam hal ini pelaku pembelajarann (guru) harus
aktif meefleksi diri tentang kekurangan dalam proses belajar-
mengajar, yang menyebabkan kurang berhasilnya hasil belajar itu
sendiri. Ketidak berhasilan proses belajar-mengajar dapat berasal
dari berbagai pihak, daeri guru, dari murid, dari lingkungan
sekolah, dari masyarakat sekitar, atau disebabkan oleh orang tua
murid itu sendiri. Dalam penelitian tindakan kelas refleksi yang
dilakukan oleh guru akan menemukan masalah itu. Tindakan
selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan prestasi murid
dengan adanya kendala yang ditemukan dalam refleksi.
Wardani (2008: 1.4) menyatakan bahwa penelitian
tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di
dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk
memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa
menjadi meningkat. Pernyataan Wardani itu menyiratkan bahwa
penelitian tindakan kelas dilakkan oleh guru di dalam kelasnya
sendiri. Jadi tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Penelitian itu
berkaitan dengan kinerja guru yang bersangkutan. Di samping itu
penelitian tindakan kelas dilakukan di dalam kelas, bukan di luar
kelas.
Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian kelas.
Penelitian tindakan kelas dilakukan oleh guru kelas tersebut,
sedang penelitian kelas dilakukan oleh orang luar. Berarti semua
orang dapat melakukan penelitian kelas, sedang penelitian tindakan
kelas hanya dilakkan oleh guru kelas tersebut. Dalam penelitian
74
tindakan kelas bisa saja orang luar berperan sbagai peneliti, tetapi
perannya hanyalah sebatas membantu penelitian guru kelas.
Di dalam penelitian tindakan kelas terutama dirasakan oleh
guru yang bersangkutan. Permasalahan itu biasanya timbul akibat
kegiatan refleksi yang dilakukan oleh guru tersebut. Hal itu
berbeda dengan penelitian kelas non PTK. Di dalam penelitian
kelas non PTK masalah justru dirasakan oleh orang luar, bukan
guru yang bersangkutan.
Di dalam penelitian tindakan kelas hasil penelitian
dijadikan dasar untuk tindakan perbaikan oleh guru. Hal itu
memang merupakan tujuan utama bagi guru yang melakukan
penelitian tindakan kelas. Di dalam penelitian kelas non-PTK hasil
penelitian belum tentu ditindaklanjuti. Hal itu bergantung pada
kebutuhan dan tujuan peneliti dalam melakukan penelitiannya. Di
dalam penelitian kelas non-PTK cakupannya pun sangat luas, tidak
hanya masalah proses belajar-mengajar saja.
Proses pengumpulan data di dalam penelitian tindakan kelas
dilakukan sendiri oleh guru sebagai peneliti, bisa dengan bantuan
orang lain, sedang pengumpulan data penelitian kelas non-PTK
dilakukan oleh peneliti. Di dalam penelitian tindakan kelas guru di
samping peneliti juga bertindak sebagai pengajar. Dalam hal ini
guru mempunyai dua peran. Oleh karena itu ketika sedang
melakukan proses belajar-mengajaru guru mungkin tidak dapat
melaksanakan tugasnya sebagai peneliti. Dalam kondisi seperti itu
bantuan orang lain sangat diperlukan. Bantuan itu dapat diperoleh
guru dari teman sejawat.
Kelebihan PTK dibanding penelitian non-PTK yaitu dalam
penelitian non-PTK hasil penelitian menjadi milik peneliti, belum
tentu dimanfaatkan oleh guru. Dalam penelitian PTK hasil
penelitian langsung dimanfaatkan oleh guru untuk meningkat hasil
pembelajaran. Hal itu merupakan tujuan akhir PTK, Di alam
penelitian PTK harus selalu diusahakan untuk menemukan model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas hasil belajar.
75
Tabel berikut ini merupakan gambaran perbandingan antara PTK
dan penelitian non-PTK.
Tabel
Perbandingan PTK dan Penenelitian Kelas Non-PTK
No Aspek Penelitian Penelitian Kelas
Tindakan Kelas Non-PTK
1. Peneliti Guru Orang luar
7. Proses
Pengumpulan Oleh guru dapat Oleh peneliti
data dibantu orang lain
76
5.1.2 Tujuan PTK
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan
oleh guru berkaitan dengan proses elajar mengajar yang dijalaninya
dan dilakukan di dalam kelas. Secara praktis penelitian tindakan
kelas untuk memperbaiki proses belajar-mengajar. Hasil penelitian
itu kemudian dimanfaatkan oleh guru dalam memperbaiki proses
belajar-mengajar agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan
sempurna.
Dasar utama dilaksanakannya penelitian tindakan kelas
menurut Ardiana dan Kisyani-Laksono (2004:130) adalah untuk
tujuan perbaikan praktis pembelajaran, khususnya dan perbaikan
program sekolah pada umumnya. PTK juga merupakan sebuah
upaya untuk meningkatkan keterampilan untuk menanggulangi
berbagai masalah yang muncul di kelas atau di sekolah dengan
atau tanpa masukan khusus berupa berbagai program pelatihan
yang eksplisit.
77
dapat menemukan pemecahan masalah, tentu saja hasil
penelitiannya akan bermanfaat memperbaiki pembelajaran yang
dikelola. Namun perlu diingat,hasil penelitian itu hanya tepat
diterapkan pada siswa-siswa atau kelas yang diteliti. Meskipun
mempunyai permasalahan yang sama dalam kelas yang berbeda
mempunyai karakteristik yang berbeda pula, sehingga hasil
penelitian tindakan kelas di suatu ke las tertentu belum tentu dapat
diterapkan untuk memperbaiki kelas lain.
78
Mengajar adalah suatu profesi. Pekerjaan mengajar
dilakukan oleh guru dengan materi yang itu-itu saja. Perubahan
materi pembelajaran baru terjadi apabila terjadi perubahan
kurikulum. Dengan demikian, guru bisa terjebak pada rutinitas.
Pola pembelajaran dan materi pembelajaran hanya itu-itu saja.
Guru dapat terjebak pada rutinitas yang monoton.
Apabila guru mendapat kesempatan mengadakan penelitian
tindakan kelas, guru akan menjadi lebih kreatif. Guru mendapat
kesmpatan untuk berperan aktif dalam mengembangkan
pengetahuan dan keterampilannya sendiri. Guru dapat merefleksi,
mengoreksi, dan mengevaluasi proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Kesempatan untuk berperan aktif dalam
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan itu akan
berdampak luas terhadap dunia pendidikan, terutama pada siswa
yang terlibat dalam proses belajar-mengajar yang dasuhnya.
Keberhasilan siswa dalam belajar berarti memberikan masa depan
yang baik bagi siswa.
79
merupakan penelitian bentuk inkuiri yang dilakukan melalui
refleksi diri. Refleksi diri merupakan titik pangkal dalam penelitian
ini. Penelitian tindakan kelas atau Classromm Action Research
berbeda dengan Action Resarch (Penelitian Tindakan). Di dalam
Penelitian Tindakan Kelas harus melibatkan peserta yang terlibat
dalam situasi yang diteliti, sedang dalam penelitian tindakan tidak
harus melibatkan peserta yang terlibat dalam situasi. Penelitian
Tindakan Kelas dilakukan dalam situasi sosial, dengan tujuan
untuk memperbaiki.
Wardani (2008:1.5) menyatakan karakteristik Penelitian
Tindakan Kelas sebagai berikut>
(1) Adanya masalah dalam PTK dipicu oleh munculnya
kesadaran pada diri guru bahwa praktik yang dilakukannya
selama ini di kelas mempunyai maslah yang perlu
diselesaikan.
(2) Penelitian melalui refleksi diri merupakan ciri PTK yang
paling esensial.
(3) Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dalam kelas.
(4) Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk memperbaiki
pembelajaran.
Suyanto (dalam Ardiana dan Kisyani-Laksono, 2004:9)
menyebutkan bahwa karakteristik PTK sebagai berikut. Pertama,
permaslahana diangkat dari dalam kelas tempat guru mengajar
yang benar-benar dihayati oleh guru sebagai masalah yang harus
dihayati. Masalah itu timbul justru dari dalam guru itu sendiri,
sebagai hasil refleksi. Kedua, PTK penelitian yang bersifat
kolaboratif. Dalam meneliti guru tidak harus melakukannya sendiri,
melainkan dapat bekerja sama dengan dosen LPTK, kepala
sekolah, atau teman sejawat. Ketiga, PTK adalah jenis penelitian
yang memunculkan adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki
proses belajar-mengajar di kelas.
Hopkins (1992) menyatakan bahwa PTK mempunyai
karakteristik sebagai berikut. (1) Perbaikan praktis pembelajaran
dari dalam. (2) Usaha kolaboratif antara guru dan dosen. (3)
80
Bersifat reflektif. Perlu ditekankan, bahwa PTK tidak boleh
mengganggu kegiatan guru mengajar di kelas.Pengumpulan data
yang digunakan tidak menuntuk waktu yang berlebihan, sehingga
mengganggu proses pembelajaran.
81
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, dapat
dilakukan dengan mendiskusikan dengan sesama guru, dengan
dosen, atau dengan mengkaji sumber pustaka. Setelah melakukan
identifikasi maslah, harus ditentukan permasalahan yang sangat
mendesak untuk diatasi. Untuk menentukan permasalahan itu
Abimanyu (1995) menyatakan perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut.
(1) Pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru sendiri
dan muridnya, atau topik yang melibatkan guru dalam
serangkaian aktivitas yang memang diprogramkan oleh
sekolah.
(2) Jangan memilih masalah yang di luar kemampuan dan/aau
kekuasaan guru untuk mengatasinya.
(3) Pilih dan tetapkan permasalahan yang skalanya cukup kecil
dan terbatas.
(4) Usahakan untuk bekerja secara kolaboratif dalam
pengembangan fokus penelitian.
(5) Kaitkan PTK yang akan dilakukan dengan prioritas-
prioritas yang ditetapkan dalam rencana pengembangan
sekolah
Untuk mendapat kan rumusan masalah yang baik, guru
perlu menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan proses
pembelajaran sehari-hari: daftar hadir siswa, daftar nilai siswa,
tugas-tugas yang diberikan kepada siswa, feedback yang diberikan
guru terhadap pekerjaan siswa. Dari analisis ini guru dapat
menemukan fokos PTK. Misalnya fokus penelitian sebagai
berikut:
Apakah model pembelajaran STAD dapat meningkatkan
pemahaman unsur intrinsik cerita pendek?
Agar rencana perbaikan menjadi terarah, permasalahan di
atas dapat dijabarkan. Rumusan masalah dalam PTK dapat
dinyatakan dengan kalimat tanya atau kalimat deklaratif . Contoh
penjabaran rumusan masalah di atas seperti beriktu ini.
82
Rumusan masalah
1) Bagaimanakah proses model pembelajaran STAD dalam
pembelajaran unsur intrinsik cerpen di kelas 2 B SMP
Taruna Bakti?
2) Apakah model pembelajaran STAD dapat meningkatkan
pemahaman unsur intrinsik cerita pendek Siswa kelas 2 B
SMP Taruna Bakti?
Atau
1) Proses model pembelajaran STAD dalam pembelajaran
unsur intrinsik cerpen di kelas 2 B SMP Taruna Bakti.
2) Model pembelajaran STAD dapat meningkatkan
pemahaman unsur intrinsik cerita pendek siwa SMP Taruna
Bakti.
83
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji kelaikan
hipotesis tindakan.
(1) Implementasi PTK akan berhasil apabila didukung oleh
kemampuan dan komitmen guru.
(2) Kemampuan siswa perlu diperhitungkan baik dari segi
fisik, psikologis, dan sosial budaya maupun etik.
(3) Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau
di sekolah juga perlu diperhitungkan.
(4) Keberhasilan PTK sangat bergantung pada iklim belajar di
kelas atau di sekolah.
(5) Iklim kerja di sekolah juga ikut menentukan keberhasilan
PTK.
Contoh Hipotesis Tindakan
84
(3) Metodologi yang diterapkan hendaknya handal,
sehingga guru memungkinkan pengembangan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan kmondisi kelas.
(4) Masalah yang ditangani guru hendaknya sesuai
dengan kemampuan dan komitmen guru.
(5) Guru harus memperhatikan etika dan aturan yang
terkait dengan tugas-tugasnya.
(6) PTK harus mendapat dukungan dari masyarakat
sekolah.
85
sistematik, observasi yang lebih rinci dari obseravasi terstruktur
dalam kategori data yang diamati.
86
bertumpu pada yang lain. Keenam, guru dan pengamat bersama-
sama terlibat dalam proses pertumuhan profesional yang saling
menguntungkan.
87
dilakukan secara kolaboratif pula. Kerja sama yang baik dengan
sejawat dalam PTK sangat diperlukan, karena dengan adanya kerja
sama akan saling mengisi, saling belajar untuk kemajuan
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
88
Pembelajaran dei LPTK (PPKP) untuk Tahun Anggaran
2007. Jakarta: Depdiknas.
89
Contoh Karya Ilmiah
A. Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri.
Manusia hidup berkelompok, dan saling berinteraksi di antara
anggota kelompok, dengan kelompok lain. Untuk berinteraksi
manusia memerlukan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa
tulis. Dalam berkomunikasi dan berinteraksi unsur pancaindera
mempunyai peranan yang penting, terutama penglihatan dan
pendengar. Unsur di luar pancaindera yang juga memegang peran
penting adalah alat ucap manusia. Dalam bahasa lisan ketiga
unsure itu tidak dapat ditinggalkan.
Hambatan penguasaan unsur bahasa akan mengganggu
proses berinteraksi. Hambatan dalam bahasa tulis adalah buta
huruf, dan buta dalam hal penglihatan. Untuk kedua hambatan itu
harus dapat diatasi oleh manusia, agar dapat berinteraksi secara
90
baik.. Masalah buta huruf dapat diatasi dengan mendirikan kursus-
kursus membaca, dan dapat pula melalui lembaga
pendidikan.Untuk mengatasi buta dalam hal penglihatan, telah
diciptakan huruf braille. Namun untuk mengatasi hambatan dalam
hal alat ucap (tuna wicara) dan pendengaran (tuna rungu) lebih
rumit dibanding dengan hambatan dalam penglihatan. Oleh karena
itu di lembaga pendidikan umum, khususnya perguruan tinggi,
dapat dijumpai mahasiswa tuna netra, tetapi tidak pernah dijumpai
mahasiswa tuna rungu dan wicara. Berkomunikasi dengan tuna
rungu dan tuna wicara lebih sulit dibanding berkomunikasi dengan
tuna netra.
Pada umumnya, penderita tuna rungu (termasuk tuna
wicara) mengalami keterlambatan penanganan, terutama oleh
orang tua. Kebanyakan orang tua, tidak siap menghadapi
kenyataan ketika anak mereka mengalami cacat dalam
pendengaran, atau mengalami kelainan alat ucap. Di samping itu,
lembaga pendidikan yang menangani penderita tunarungu dan
bentuk tuna yang lain jumlahnya sangat sedikit. Tidak di setiap
daerah ada. Bagi masyarakat yang kurang mampu, memasukkan
penderita ke SLB yang tempatnya cukup jauh merupakan beban
yang cukup berat. Akibatnya anak mereka tidak tertangani secara
wajar. Mereka berkomunikasi dengan simbol-simbol yang
diciptakan oleh orang tua itu sendiri. Akibat lebih lanjut, penderita
tuna rungu miskin kosa kata, dan miskin imajinasi. Padahal apabila
sejak dini mereka ditangani, mereka dapat hidup mandiri seperti
manusia normal.
Menurut Deadon (dalam Bintoro, 200:26) ada dua situasi
yang dialami tuli prabahasa semasa kecilnya. Pertama,
terhalangnya komuniksi dua arah antara anak dan orang tua.
Kedua, reaksi orang tua setelah mendapat kepastian bahwa anak
kandungnya menderita tuna rungu. Kebanyakan orang tua akan
menunjukkan reaksi sedih, kaget, marah, malu, dan bersalah.
Situasi seperti itu akan mengganggu perkembangan jiwa, dan
perkembangan kepribadian anak. Tunarungu menyebabkan
91
keterasingan, distansi dan berkurangnya kontak dengan keadaan
sekeliling. A. Van Uden (dalam Bintoro, 200:27) menyatakan
bahwa karena dunia penghayatannya yang lebih sempit, anak
tunarungu lebih terarah pada dirinya sendiri. Mereka sukar
menempatkan diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain, dan
kurang peduli terhadap efek perilakunya terhadap orang lain. Anak
tunarungu dalam tindakannya dikuasai perasaan dan pikirannya
secara berlebihan. Mereka juga sukar menyesuaikan diri.
Bahasa yang dimiliki anak berawal dari dirinya sendiri,
berkisar pada akunya sendiri (Uden, dalam Bintoro, 200:27).
Akibat dari cacat pendengarannya, perkembangan bahasa anak tuna
rungu sangat lamban, bahasa yang dikuasai lebih lama berkisar
pada dirinya sendiri. Plato menyatakan bahwa segala yang ada di
dunia ini merupakan kenyataan tertinggi yang ada di dunia
gagasan. Untuk memahami sesuatu, seseorang harus punya konsep
di dunia gagasannya. Konsep yang dimiliki oleh seseorang
berkaitan dengan penguasaan kosa kata, karena pada hakikatnya
berpikir pun memakai bahasa. Akibat kemisikinannya pada kosa
kata, anak-anak tuna rungu menjadi miskin konsep, fantasi, dan
imajinasi. Oleh karena itu pemahaman dunia sekitar pun menjadi
terbatas.
Tujuan pengajaran wicara bagi anak tunarungu adalah
membina anak didik agar memiliki kemampuan atau keterampilan
menerima, mengolah, menyimpan, dan mengekspresikan bahasa
dalam bentuk wicara sehingga mereka dapat mencapai taraf hidup
yang lebih tinggi, dapat berdialog dengan dirinya sendiri, dengan
masyarakat, dan dengan masalah yang dihadapinya (Depdikbud,
2000:37). Untuk berdialog dengan masyarakat, penderita
tunarungu tidak dapat memanfaatkan SIBI (Sistem Isyarat bahasa
Indonesia) yang banyak dikuasai oleh tunarungu yang mengenyam
pendidiakn formal, karena hanya orang-orang tertentu saja yang
memahami SIBI. Satu-satunya cara untuk dapat berinteraksi
dengan masyarakat, penderita tunarungu menggunakan sistem
komunikasi yang dipakai oleh masyarakat itu sendiri.
92
Agar penderita tunarungu dapat berperan aktif di tengah
masyarakat, penguasaan bahasa perlu mendapat prioritas utama.
Sesuai dengan keterbatasan yang dimiliki, penguasaan bahasa lisan
tidak dapat diharapkan sepenuhnya pada penderita tunarungu. Oleh
karena itu harus ditunjang dengan penguasaan lain yang
mendukung penguasaan bahasa. Kekurangmampuan dalam bahasa
lisan dapat diimbangi dengan kelebihan dalam bahasa tulis. Oleh
karena itu penguasaan kosa kata dan bahasa tulis bagi anak
tunarungu perlu mendapat perhatian. Yang menjadi masalah
bagaimanakah cara meningkatkan kemampuan berbahasa bagi
penderita tunarungu? Peningkatan kemampuan berbahasa inilah
yang menjadi fokus dalam pembahasan ini.
93
mereka lapar dan ingin makan, yang berkaitan langsung dengan
dirinya adalah lapar, maka dia akan mengucapkan ”Lapar saya.”,
bukan ”saya lapar.”.
Apabila diperhatikan, penderita tunarungu mempunyai
beberapa tingkatan. Boothroyd (1982 membedakan tunarungu
menjadi Kehilangan Pendengaran dan Gangguan Proses
Pendengaran seperti bagan 1 berikut:
BAGAN
KETUNARUNGUAN
(Hearing Impairment)
Tuli
kurang dengar
94
Pembagian Total, Nyata, Berat, Sedang, Ringan berdasarkan
pengukuran ambang pendengaran deciBell
*) Tingkat kehilangan Berat bisa digolongkan tuli dan kurang
dengar tergantung pemakaiamABM (alat bantu mendengar)
**) Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di lampiran 1
95
Berdasar tingkat kehilangan kemampuan dasar, tunarungu
dapat dibagi atas tuli dan kurang dengar atau pekak. Tuli adalah
mereka yang kehilangan kemampuan dengar 90 dB atau lebih.
Kurang dengar atau pekak adalah mereka yang kehilangan
kemampuan dengar kurang daro 90 dB. Golongan kurang dengar
dibedakan: (a) kurang dengar ringan, yaitu mereka yang kehilangan
kemampuan dengar antara 30-50 dB; (b) kurang dengar sedang
bagi mereka yang kehilangan kemampuan dengar 50 – 70 dB;
dan kurangdengar berat bagi mereka yang kehilangan kemampuan
dengar 70 – 90 Db (Depdikbud, 2000:4). Pembagian itu
merupakan pembagian secara Global. Pembagian A. van Uden
lebih rinci dibanding pembagian Depdikbud. Menurut van Uden
(dalam Bintoro, 2000: 8) kurang dengar ringan mereka yang
kehilangan 15 – 30 dB, kurang dengar sedang kehilangan 31 – 60
dB, kurang dengar berat kehilangan kemampuan dengar 61 – 90
dB, kurang dengar berat kehilangan 91 – 120dB, total kehilangan
121 atau lebih. Pembagian tunarungu menurut van Uden yang lebih
rinci dapat dilihat pada bagan 2
Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan, A. van Uden
membagi menjadi Tuli Pra-Bahasa (Prelingually Deaf) dan Tuli
Purna-Bahasa (Postlingually Deaf). Tuli Pra-bahasa yaitu
penderita tuli yang menderita tuli sebelum menguasai bahasa (usia
di bawah 1, 6 tahun). Tuli Purna Bahasa yaitu penderita tuli
setelah menguasai suatu bahasa, telah menerapkan dan memahami
sistem lambang di lingkungannya.
96
bahwa ia punya tangan dan kaki. Ia juga tidak menyadari
gerakannya itu untuk apa. Perkembangan berikutnya tampak pada
akhir minggu ketiga. Pada saat ini tangisan bayi sudah dapat
dibedakan, antara tangisan lapar, ngompol, atau kesakitan. Ibu bayi
biasanya mengenali lebih dulubentuk tangisan itu. Namun bentuk
tangisan itu masih bersifat releks.
Pada umur dua bulan bayi sudah mulai meraban. Ia
membuat berbagai bunyi. Ia bermain-main dengan bunyi yang
dibuatnya sendiri. Bunyi-bunyi yang dibuat lebih dulu adalah bunyi
vokal. Bunyi vokal lebih mudah dibuat, karena posisi vokal tidak
begitu sulit dalam menempatkan posisi alat ucap. Tahap ini disebut
tahap Babbling. Tahapini Pada tahap lalling, yaitu bayi sudah
berumur sekitar tujuh bulan, ia sudah menyadari suara-suara yang
dibuat. Pendengaran bayi pun sudah mulai berperan. Fungsi
sensoris dalam hal ini pendengaran, dan fungsi motoris
(mengeluarkan suara) mulai berkembang secara terpadu. Bunyi-
bunyi yang dibuat didengarnya kembali. Ia merasakan kepuasan.
Oleh karena itu ia mengulanginya kembali dan menirukan suaranya
sendiri. Setelah memiliki kemampuan menirukan suaranya sendiri,
bayi mulai mempersiapkan diri menirukan suara yang didengar dari
lingkungannya. Untuk bayi tuna rungu hal itu tidak dapat terjadi.
Fungsi sensorisnya tidak berfungsi. Fungsi motorisnya pun menjadi
timpang. Ia tidak mendapatkan kepuasan karena tidak mendengar
suaranya sendiri. Oleh karena itu fungsi motorisnya menjadi pasif.
Perkembangan bayi normal berikutnya adalah
mempersiapkan diri menirukan suara yang didengarnya dari
lingkungan. Akibat sensorisnya yang tidak berfungsi, bayi
tunarungu tidak mendapatkan rangsangan suara dari
lingkungannya. Hal itu membuat bayi yang biasanya peka
terhadap suara itu tidak pernah dapat bereaksi dengan lingkungan.
Ia tidak dapat merasakan nyamannya suara lembut dan merdu
dari ibu yang meninabobokannya, dalam hal ini bayi akan
mengalami dua kerugian. Pertama, iaakan mengalami
”kemiskinan” kosakata. Kedua perasaan bayi tidak pernah diasah
97
oleh kata-kata lembut, mesra, dan rasa sayang. Hal itu akan
berpengaruh ketika bayi menjadi dewasa.Bayi mulai meniru suara
yang didengarnya dari lingkungan ketika menginjak umur
sembilan atau sepuluh bulan, dan mulai bicara pada usia antara 12
sampai 18 bulan. Namun hal itu tentu tidak akan terjadi pada anak
tunarungu
98
oleh tindakannya. Apa yang diinginkan, segera harus dipenuhi.
Mereka sulit menunda pemuasan untuk jangka panjang. Menurut
van Uden (2000) hal itu disebabkan oleh kemampuan bahasa
mereka yang terbatas. Mereka kurang mempunyai konsep tentang
relasi (hubungan). Segala sesuatu yang mengandung pengertian
relasi seperti hubungan waktu dan keluarga kurang dimengerti
oleh mereka. Kemiskinan bahasa yang menyebabkan mereka
kurang mengerti tentang relasi. Bunyi (bahasa) yang
menghubungkan antara benda dan manusia tidak mereka miliki.
Akibat lain dari kemiskinan anak tunarungu mereka
bersifat kaku, kurang luwes. Di samping itu juga lekas marah dan
mudah tersinggung akibat kurang dapat memahami perkataan
orang lain. Mereka juga memiliki sifat ragu-ragu dan khawatir,
sikap ketergantungan, polos, dan mengalami perkembangan fantasi
yang lamban.
99
Untuk belajar bahasa yang baik, kebanyakan anak
tunarungu baru bisa mendapatkannya di sekolah. Hal itu berbeda
dengan anak normal yang telah belajar berkomunikasi dengan
ibunya sejak dalam kandungan. Kondisi semacam itu membuat
anak tunarungu kehilangan banyak kesempatan dalam membangun
kosakata, imajinasi, dan adaptasi dengan lingkungan. Di rumah,
orang tua yang tidak paham dan tidak siap menangani penderita
tunarungu mendidik penderita dengan kemampuannya yang
terbatas. Tidak mustahil mereka menciptakan sistem isyarat sendiri
yang tidak sesuai dengan Sistem Isyarat bahasa Indonesia (SIBI)
Berbeda dengan anak-anak normal pembelajaran wicara
anak rungu diawali dengan cara menciptakan suara. Munculnya
suara disebabkan oleh adanya getaran udara. Agar anak tunarungu
sadar bahwa ada suara yang diakibatkan oleh getaran udara,
mereka dilatih pernapasan. Di samping itu ada pula latihan
membantu kesadaran letak titik artikulasi, dan latihan
mengembangkan feed back visual. (Dikbud, 2000:67). Latihan
pernapasan biasanya dilakukan dengan meniup baling-baling
kertas, bola pingpong, terompet, harmonika pianika. Spatel (alat
untuk penekan lidah) dipakai untuk membantu kesadaran letak
titik artikulasi, sedang latihan untuk mengembangkan feed back
visual memakai cermin. Untuk latihan wicara, perlu adanya ruang
khusus.
Evaluasi terdiri atas evaluasi awal, dan evaluasi hasil
belajar. Evaluasi awal dilakukan untuk mendiagnosa keadaan awal
kesulitan-kesulitan dalam belajar sehingga dapat menentukan
sikap yang tepat untuk memulai latihan dan melakukan tindakan
terapi secara tepat pula. (Dikbud, 2000:57). Sasaran evaluasi awal
adalah anatomi dan fisiologi alat-alat wicara yang meliputi: (10
keadaan bibir dan pergerakannya; (2) keadaan rahang dan gigi serta
pergerakan rahang; (3) keadaan lidah dan pergerakannya;
(4)keadaan langit-langit keras dan pelatum; (5) keadaan langit-
langit lunak atau velum dan pergerakannya.
100
Sistem komunikasi tunarungu adalah komunikasi oral
(lisan), manual (isyarat), dan komunikasi total (komtal). Sistem
lisan bisa digunakan komunikasi tunarungu dengan masyarakat,
meskipun masih kurang efektif. Sistem isyarat lebih cocok
digunakan oleh sesama penderita tunarungu, karena tidak banyak
masyarakat di luar tunarungu yang memahami sistem isyarat
tersebut. Yang paling efektif untuk berkomunikasi dengan
masyarakat bagi penderita tunarungu adalah komunikasi total.
Dalam komunikasi total, semua anggota tubuh dapat menunjang
komunikasi.
Pembelajaran bahasa bagi anak tunarungu dapat dilakukan
di lembaga formal dan nonformal. Lembaga formal dapat
dilakukan di sekolah-sekolah, sedang pembelajaran pemerolehan
bahasa non formal dapat dilakukan di rumah dan di lembaga non-
sekolah.
101
teman bermain senang makan dan minum
laki-laki sombong kamu mengapa Bapak laki-laki bermain
bola
(Yuliati, 2001:106).
Penerapan
Fonem t
1. Dasar Ucapan: lengkung kaki gigi atas dan ujung lidah
2. Pembentukan : Ujung lidah menekan lengkung kaki gigi
atas, pinggir lidah menekan alur kaki gigi atas sehingga
aliran nafas pada rongga mulut tertahan. Bibir terbuka
sedikit, gigi-gigi hampir tertutup, rongga mulut menyempit,
lidah tegak.
3. Cara melatih:
102
a. Titik tolak
Adakan percakapan mengenai kejadian hari itu, gambar,
atau apa saja yang dapat menjadikan anak rileks, dan
menemukan fonem t, misal pada kata: tas, tikus, takut,
tujuh, tua. Tuliskan kata-kata tersebut pada sebuah
kertas. Beri garis suku kata yang terdapat fonem t.
Ucapkan secara global ”tas”. Suruh anak menirukannya!
Amati ucapan anak.
b. Cara melatih
(1) Secara Visual
Ajak anak memperhatikan lidah dan bentuk bibir guru
pada cewrmin, kemudian suruh anak menirukannya
Ucapkan ”tas” kemudian anak suruh meniru.
Tulis suku kata ta,ti, tu, te, to’ kemudian ajak anak
meraban:
ta ta ta ta taaaaaaaaaa taaaaaaaaaaa taaaaaaaa
to to to to toooooooo toooooooooo
toooooooo
ti ti ti ti tiiiiiiiiiiiiiii tiiiiiiiiiiiiiiiiii
tiiiiiiiiiiiiii
(2) Secara auditoris
Gunakan suara keras dan lebih keras lagi, gunakan
speech trainer, ABM anak.
Ajak anak merasakan getaran sambil meraban
Bila sudah ada reaksi terhadap bunyi, lalu ucapkan kata
secara global, anak menirukannya
(3) Secara Haptik
Ajaklah anak merasakan udara meletup yang keluar dari
mulut denagn ujung jarinya.
Beri kesempatan anak untuk mencoba,
sambilmelakukan guru menyilangkan tangan ke mulut
anak, tangan anak ke mulut guru untuk mengontrol
letupan
Lakukan latihan pernapasan
103
c Penilaian dan tindak lanjut
Penilian dilakukan selama proses KBM berlangsung
Suruh anak mengucapkan kembali kata-kata yang dilatih
Suruh anak banyak mengucapkan kata yang mengandung
fonem t
2. Strategi Pengklusteran
104
Strategi Pengklusteran Pemetaan melalui beberapa tahap:
pemilihan topik, menuliskan topik di tengah, melingkari topik dan
menambahkan ide pokok di sekitar topik dalam bentuk lingkaran,
menambahkan rincian pada tiap-tiap ide utama. Pengklusteran
mirip dengan kerangka karangan, namun aktivitas pengklusteran
lebih menyenangkan dan bermakna. Berikut ini contoh
pengklusteran pemetaan:
Kluster Pertanyaan
Siapa Apa
Kapan
Topik
Bagaimanana Dimana
Mengapa
Kluster Cerita
Awal Inti
CERITA
Akhir
Dimana
Apa yang nampak hidupnya
Kluster Reportase
105
BINATANG
Apa Makanannya
Apa kekhususannya
Bagaimana mereka
Melindungi diri
Mengamati Merasakan
Meraba
Mencium TOPIK
Mendengar
106
mendekati pilihan siswa (Purbaningrum dan Yuliati, 2006:74).
Guru mendemonstrasikan permodelan secara operasional,
menunjukkan ide-ide, kerangka karangan, pola-pola kalimat yang
tepat. Kemudian guru meninjau kembali modelnya dan merevisi
strategi pembelajarannya.
Strategi konferen memberi kesempatan kepada siswa
mengembangkan sikap positif, kritis, dan saling percaya antara
siswa yang satu dengan siswa yang lain. Selama konferen guru
sebagai kolaborator, memberikn petunjuk dan mengarahkan
kepada siswa sesuatu yang harus dilakukan. Strategi konferen dapat
dibedakan menjadi empattipe: konveren individu, konveren
kelompok, konferen kelompok kecil, dan konferen publikasi.
107
anggota tubuh yang dimiliki seseorang dapat dimanfaatkan untuk
menunjang dalam berkomunikasi dengan masyarakat..
Televisi sebagai media pembelajaran mempunyai beberapa
keunggulan dibanding dengan media lain.Televisi dalam sekali
tayang dapat disaksikan oleh ribuan, bahkan jutaan pelajar. Sedang
pembelajaran dengan media lain biasanya hanya dapat diterapkan
dalam kelas dengan jumlah siswa terbatas. Pembelajaran dengan
media televisi dapat menampilkan contoh-contoh yang lebih alami
dibanding media lain. Misalnya pembelajar dapat menampilkan
harimau, buaya, seperti aslinya. Pembelajar tidak mungkin
menghadirkan binatang seperti itu ke dalam kelas. Televisi juga
bisa menghadirkan bentuk mikro menjadi makro ribuan kali
besarnya. Seekor semut atau nyamuk dapat dihadirkan dengan
bentuk yang jauh lebih besar. Demikian pula seekor gajah dapat
dihadirkan dalam bentuk sebesar kucing. Hal itu dapat membantu
pembelajaran, terutama dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam. Hardjono (1988:101) menyatakan bahwa keuntungan
pengajaran melalaui televisi: (1) pengajaran dapat menjangkau
jumlah yang sangat luas. (2) Bahasa sebagai alat komunikasi dapat
dipakai dalam situasi dan lingkungan nyang nyata.
Selanjutnya Hardjono (1988) menyatakan bahwa
berdasarkan konsepsinya, pembelaaran melalui televisi dapat
dibedakan menjadi tiga tipe: (1) Pengajaran melalui televisi yang
merupakan kursus tersendiri. (2) Pengajaran melalui televisi
sebagai materi pengajaran di sekolah. (3) Pengajaran melalui
televisi yang diintegrasikan dalam pengajaran sekolah dan
merupakan bagian dari pelajaran bahasa yang diajarkan di sekolah.
Penderita tunarungu di samping miskin kosakata juga
miskin imajinasi. Untuk menghadirkan imajinasi pada penderita
tunarungu sebaiknya menghadirkan bentuk naturalnya. Apa bila
bentuk itu tidak dapat dihadirkan, dapat ditempuh dengan
memberikan gambar atau film. Dalam hal ini kehadiran televisi
akan membantu pembentukan imajinasi itu. Misalnya ada kalimat:
”Gajah merusak kebun kelapa sawit.”
108
Apa yang dimaksud dengan gajah? Apabila anak tunarungu
belum pernah melihat gajah, untuk menerangkan seekor gajah,
tidak cukup dengan sejumlah kalimat. Penderita tunarungu akan
manggut-manggut jika diterangkan bahwa gajah adalah binatang
mamalia yang besar, lebih besar daripada kerbau, dan berbelalai
panjang di hidungnya. Namun jika sesudah itu ditanya lagi apakah
gajah? Ia akan menggelengkan kepala. Iamajinasi tentang gajah itu
akan terbentuk jika disertai dengan gambar, apalagi kalau gambar
itu dalam bentuk asli seperti dalam film. Media audio visual dapat
pula diputar berulang-ulang.
Balai Pengembangan Media Televisi Depdiknas telah
menghasilkan lima skenario pelajaran Bahasa Indonesia untuk
pembelajaran di televisi untuk tunarungu. Kelima skenario itu
masing-masing tentang: Penulisan Paragraf Deskripsi, Membaca
Berita dengan Lafal dan Sikap yang Benar, Mengungkapkan
Tanggapan dan Gagasan dalam Diskusi, Menulis Surat Dinas, dan
Memahami informasi dari berbagai laporan. Setiap topik berdurasi
24 menit, dibagi menjadi tiga segmen. Masing-masing segmen
berdurasi delapan menit, dan diakhiri dengan evaluasi.
109
Topik
Peristiwa
Di mana
(where)
Siapa Kapan
(Who) (When)
110
AVIA: : Kalau begitu bagaimana cara menjaga diri agar
terhindar dari virus flu burung?
TIARA : Dalam berita tadi dijelaskan kita harus
membiasakan hidup bersih dan sehat.
PRESENTER:
Apa kabar adik-adik, kita jumpa lagi dalam
program pembelajaran bahasa Indonesia. Kalian
sudah menyaksikan percakapan antara Tiara dan
Avia kan? Nah apa yang bisa kita ambil pelajaran
dari percakapan mereka?
Mengamati
Merasakan
Mencium TOPIK
Meraba
111
Mendengar
E. Simpulan
Pembelajaran bahasa sangat penting bagi penderita
tunarungu, karena akibat kemiskinan bahasa dapat berpengaruh
pada perkembangan jiwa mereaka. Akibat kemiskinan bahasa,
anak tunarungu cenderung bersifat egosentris, berpusat pada
dirinya sendiri karena penghayatan mereka terhadap lingkungan
sangat sempit. Mereaka sukar menempatkan diri pada cara berpikir
dan perasaan orang lain, dan kurang menyadari efek perilakunya
terhadap orang lain. Mereka juga sukar menyesuaikan diri.
Pembelajaran bahjasa untuk penderita tunarungu perlu
ditunjang oleh strategi yang tepat, agar pembelajaran yang
dilakukan dapat sangkil dan mangkus (tepat guna dan berhasil
guna). Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran bahasa,
berbagai strategi dapat dimanfaatkan. Semua strategi pembelajaran
baik, tergantung pada pelaksana, situasi, dan kondisi proses
pembelajaran. Strategi yang dapat dimanfaatkan dalam
pembelajaran pemerolehan bahasa bagi penderita tunarungu
112
diantaranya adalah strategi curah pendapat dan strategi
pengklusteran.
Untuk pemerolehan lafal yang baik, anak tunarungu dapat
diajarkan melalui pernafasan lebih dahulu, meraban kemudian
mengucapkan dengan lafalyang benar. Untuk dapat mengucapkan
lafal yang benar, guru perlu memperhatikan anatomi dan fisiologi
yang benar, seperti: (1) keadaan bibir dan pergerakannya, (2)
keadaan rahang dan gigi serta pergerakan rahang, (3) keadaan
lidah dan pergerakannya, (4) keadaan langit-langit keras atau
palatum, (5) dan keadaan palatum atau langit-langit lunak dan
pergerakannya. Tujuan pembelajaran bahasa bagi tunarungu agar
mereka bisa berinteraksi dengan masyarakat seperti masyarakat
normal yang lain. Untuk itu peran orang tua sangat penting.
Apabila penderita tunarungu dapat ditangani dengan baik, tidak
menutup kemungkinan mereka dapat berprestasi seperti manusia
normal. Di Indonesia, ada penderita tunarungu yang berhasil
menempuh pendidikan kedokteran di Amerika.
DAFTAR PUSTAKA
113
Bunawan, Lani dan Cecilia Susila Yuwati. 2000. Penguasaan
bahasa Anak Tuna Rungu. Penyunting Totok Bintoro dan
Tonny Santosa. Jakarta: Santi Rama.
114
Contoh karya ilmiah untuk jurnal
MAKNA , FUNGSI, DAN NILAI EDUKATIF TEMBANG DOLANAN
BOCAH : SEBUAH KAJIAN FILOLOGI LISAN
Suharmono K.
Staf Pengajar FBS Unesa
115
A. Pendahuluan
Usia anak-anak adalah usia bermain. Mereka membutuhkan
berbagai macam mainan sesuai dengan tingkat usia, budaya, dan
geografis Indonesia.. Alam Indonesia yang tropik memungkinkan
anak-anak untuk berinteraksi dalam waktu-waktu yang sesuai
untuk bermain, seperti sore dan malam hari pada waktu bulan
purnama. Salah satu bentuk permainan anak-anak di Jawa adalah
tembang dolanan atau nyanyian permainan . Di Jawa Timur
khususnya “nyanyian permainan anak-anak” ini disebut tembang
dolanan bocah. Tembang dolanan bocah ini termasuk nyanyian
rakyat. Menurut Brunvand (dalam Danandjaja 1994:141) nyanyian
rakyat merupakan genre atau bentuk foklor yang terdiri dari kata-
kata dan lagu, dan beredar secara lisan di antara anggota kolektif
tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian. Di
dalam tembang dolanan bocah varian ini seperti pada tembang
dolanan bocah “Lindri” dan “Cublak-Cublak Suweng” berikut ini.
Lindri:
lindri adang telung kati lawuhe semayi
(lindri masak nasi tiga kati lauknya semayi)
lindri adang telung kati lawuhe bothok teri
(lindri masak nasi tiga kati lauknya bothok teri)
Semayi adalah lauk yang terbuat dari ampas kelapa dengan
cara dimasak dengan bumbu-umbu tertentu, kemudian dibungkus
memanjang. Sedang bothok teri adalah lauk yang dibuat dari ikan
teri dicampur kelapa muda dengan bumbu tertentu, kemudian
dibungkus daun pisang.
Cublak-Cublak Suweng:
sir-sirpong dhele gosong (sir-sirpong kedelai gosong)
sir-sirpong ‘dele bodong (sir-sirpong pusarnya bodong)
Seperti halnya kata teri dan semayi, kata dhele (kedelai)
hangus dan ’dele/udele (pusarnya) menonjol keluar berbeda
maknanya. Namun kata-kata tersebut agaknya lebih mementingkan
persajakan.
116
Munculnya varian tersebut juga disebabkan oleh adanya
dialek, seperti yang terdapat pada lagu dolanan bocah “Pitik
Kate”. Kata “tembolok” dalam lagu itu ada yang menyebut telih,
dan ada pula yang menyebut dengan teleh. Lagu Dolanan Bocah
sebagai kajian filologi sulit untuk ditelusuri aslinya, karena tiap-
tiap daerah di Jawa mempunyai dialek regional, dan lagu dolanan
tersebut selalu disesuaikan dengan daerah setempat, seperti kasus
lagu Lindri, suatu daerah dapat saja merasa asing dengan lauk
semayi, dan akrab dengan bothok teri. Yang perlu dicatat antara
semayi dan bothok teri mempunyai rima akhir yang sama. Unsur
rima atau guru lagu semacam ini sangat diutamakan dalam
tembang Jawa.
Tembang dolanan bocah adalah bagian dari foklor. Menurut
Balys (dalam Supanto 1986:424) foklor menampung kreasi-kreasi
masyarakat baik yang primitif maupun yang modern dengan
menggunakan bunyi dan kata-kata dalam bentuk puisi dan prosa
meliputi juga kepercayaan dan ketakhayulan, adat kebiasaan serta
pertunjukan-pertunjukan, tari-tarian dan drama-drama rakyat.
Andre Welsh dalam Hutomo (1996:20) menyatakan bahwa puisi
modern mempunyai hubungan yang erat dengan puisi primirif.
Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa antara foklor dan
filologi lisan mempunyai kaitan yang erat. Tembang dolanan
bocah di samping dapat menjadi bahan kajian filologi lisan juga
dapat dijadikan bahan kajian foklor. Filologi adalah ilmu yang
menyelidiki kebudayaan yang berdasarkan bahasa dan
kesusasteraan (Hutomo,1991:140). Filologi biasanya berpegang
pada teks-teks kuna yang tertulis. Namun teks-teks sastra lisan
sesuai dengan pendapat Suripan Sadi Hutomo tersebut juga
mengandung kekunaan di samping kekinian
Seiring dengan perkembangan zaman, tembang dolanan
bocah saat ini sudah asing di telinga anak-anak, terutama anak-
anak perkotaan. Dengan kemajuan teknologi juga ikut mendorong
semakin dilupakannya lagu anak-anak. Dengan perkembangan
teknologi audio visual membuat anak-anak tidak merasa perlu
117
bermain-main di halaman rumah lagi pada saat bulan purnama.
Siang dan malam anak-anak terpaku di depan televisi menikmati
siaran televisi, menyaksikan vcd, atau bermain video game. Materi
permainan maupun tontonan yang dilihat merupakan materi impor
yang belum tentu cocok dengan budaya Indonesia, khususnya
budaya anak-anak. Padahal di negara kita sudah tersedia sarana
mainan yang sesuai bagi anak-anak.
Lagu dolanan bocah dulu sering dimainkan oleh anak-anak
di waktu senggang, di malam hari waktu bulan purnama, atau
ketika anak-anak sedang menggembalakan kambing, sapi, atau
kerbau. Di waktu bulan purnama mereka bermain berlari-lari dan
bernyanyi-nyanyi. Atau mereka juga dapat bermain layang-layang
sambil menyanyikan lagu mengundang angin, sementara binatang
piaraannya asik makan di padang gembalaan. Seiring dengan
perkembangan zaman, sebenarnya bukan lagu dolanan bocah saja
yang mulai ditinggalkan, tetapi juga pola permainan mereka. Pada
saat ini sudah jarang dijumpai anak-anak perempuan memainkan
permainan sumbar garit (permainan dengan biji sawo), engkle dan
sebagainya. Permainan semacam ini dulu sangat disukai oleh anak-
anak perempuan.
Penyebab hampir punahnya lagu dolanan bocah sebenarnya
bukan hanya ditinggalkan oleh anak-anak. Dulu lagu dolanan itu
juga diajarkan di sekolah-sekolah TK sampai dengan SD, namun
sekarang sudah tidak diajarkan lagi. . Apakah makna dan fungsi
lagu dolanan bocah hanya sekedar hiburan belaka? Ataukah lagu
dolanan bocah mempunyai nilai-nilai edukatif. Apabila tembang
dolanan bocah mempunyai nilai edukatif, nilai edukatif apakah
yang terkandung di dalam tembang dolanan bocah tersebut?
Perlukah tembang dolanan bocah dilestarikan. Bagaimanakah
pelestariannya? Hal inilah yang melatarbelakangi kajian ini.
Sosok anak-anak adalah sosok dalam usia bermain. Mereka
membutuhkan santapan rokhani untuk membentuk jiwa mereka di
samping kebutuhan fisik untuk perkembangan tubuhnya. Antara
kebutuhan jasmani dan rokhani harus ada kesiambangan, ketidak
118
seimbangan perkembangan antara jasmani dan rokhani dapat
menimbulkan masalah jika anak-anak tersebut telah menginjak
dewasa. Kebutuhan rokhani yang diperlukan anak-anak adalah
sarana hiburan dan pendidikan untuk mengisi jiwa mereka yang
masih belum tercemar oleh lingkungannya. Dalam hal ini tembang
atau nyanyian dapat dijadikan sarana untuk mengisi jiwa anak-
anak. Tembang atau nyanyian untuk anak dapat berfungsi untuk
membentuk karakter dan jiwa anak apabila tembang tersebut
mengandung nilai-nilai luhur sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan jiwa anak.
Tembang dolanan bocah adalah suatu nyanyian untuk
konsumsi anak-anak. Menurut Hutomo (1996:20) tembang
dolanan bocah atau nyanyian permainan anak-anak termasuk puisi
primitif, yaitu puisi-puisi yang dilisankan dan bentuknya sederhana
sekali. Namun demikian maknanya sulit dipahami oleh orang
awam. Akibatnya, menimbulkan banyak tafsiran. Supratno
(1998:5) menyatakan bahwa untuk menelaah karya sastra tidak
dapat dilepaskan dari lingkungan atu kebudayaan yang telah
menghasilkannya. Oleh karena itu analisis tembang dolanan bocah
ini tidak dapat dipisahkan dari lingkugan dan kebudayaan Jawa.
Pada zaman penjajahan Belanda sudah ada usaha untuk
mendokumentasikan tembang dolanan bocah. Buku tentang
tembang dolanan bocah yang pernah terbit ialah Serat Lagu
Bocah-Bocah, terbitan tahun 1912 dengan huruf Jawa, oleh Raden
Sukardi alias Prawirawinarsa, diterbitkan H.A. Benyamin
Semarang. Buku ini memuat 189 judul nyanyian. Hans Overbeck
telah menghimpun tembang dolanan bocah dengan judul
Javaansche Meisjesspelen en Kinderliedjes, 1935, terbitan Java-
Instituut, Yogyakarta. Buku ini memuat 690 nyanyian.
Filologi lisan berkaitan erat dengan sastra lisan. Filologi
adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan krokhanian sesuatu
bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayan
berdasarkan bahasa dan kesusasteraan (Hutomo,1991:14).
Sudjiman (1986:29) memberikan batasan filologi adalah ilmu yang
119
menyelidiki perkembangan kerokhanian suatu bangsa dan
kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan
bahasa dan kesusastraannya. Dalam arti sempit filologi berarti studi
tentang naskah lama untuk menetapkan bentuk keasliannya, bentuk
semula, serta makna isinya. Bertitik tolak dari pendapat filologi
lisan menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan
lisan. Ternyata filologi lisan berkaitan erat dengan sastra lisan.
Sastra lisan juga menjadi objek bidang studi ilmu folklor
(Hutomo,1991:9). Dengan demikian sastra lisan dan filologi lisan
merupakan bagian dari folklor.
Foklor menurut Danandjaja (1994:2) sebagian kebudayaan
suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di
antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam sistem
yang berbeda, baik dalam bentiuk lisan maupun contoh yang
disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
Foklor dibedakan menjadi tiga macam, yaitu folklor lisan,
folklor setengah lisan, dan folklor bukan lisan. Yang termasuk
folklor lisan adalah ugkapan tradisional, nyanyian rakyat, bahasa
rakyat, teka-teki, cerita rakyat. Yang termasuk folklor setengah
lisan ialah drama rakyat, tari, kepercayaan dan takhayul, upacara-
upacara, permainan rakyat dan hiburan rakyat, adat kebiasaan, dan
pesta-pesta rakyat. Foklor bukan lisan dibedakan menjadi dua,
yaitu yang berupa material seperti mainan, makanan dan minuman,
peralatan dan senjata, alat-alat musik, pakaian dan perhiasan, obat-
obatan, seni kerajinan tangan, arsitektur rakyat. Yang berupa bukan
material adalah musik, bahasa isyarat. Tembang dolanan bocah
adalah bagian dari nyanyian rakyat. Nyanyian rakyat juga dapat
digolongkan ke dalam tradisi lisan yang menggunakan bahasa.
Tradisi lisan mempunyai ci-ciri tertentu. Menurut Hutomo
(1988:233) ciri-ciri itu ialah: (1) tidak diketaui penciptanya, (2)
tradisi lisan milik kolektip, (3) tradisi lisan mempunyai fungsi di
dalam masyarakat, (4) materi tradisi lisan sudah ada sejak masa
lampau, (5) materi tradisi lisan mempunyai bentuk tertentu yang
bervariasi, (6) materi yang berkaitan dengan kepercayaan biasanya
120
materi tersebut berlandaskan pemikiran logika tersendiri, (7) tradisi
lisan hidup dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan.
Teori Fungsi
121
Teori fungsi dalam kajian ini memadukan antara teori
William R. Bascom, teori Alan Dundes, dan teori yang
dikemukakan oleh Suripan Sadi Hutomo. Menurut Bascom sastra
lisan termasuk nyanyian rakyat mempunyai empat fungsi, sedang
Dundes menyatakan bahwa sastra lisan mempunyai enam fungsi
(Sudikan,2001:162). Hutomo dalam Mutiara yang Terlupakan
(1991:69) membagi fungsi sastra lisan menjadi enam fungsi. Jika
ketiga teori tersebut dipadukan akan menghasilkan teori fungsi: (1)
Sebagai sistem proyeksi; (2) untuk pengesahan kebudayaan; (3)
Alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial; (4) sebagai alat
pendidikan anak; (5) Sebagai sarana kritik sosial; (6) sebagai
sebuah bentuk hiburan; (7) meningkatkan solidaritas suatu
kelompok; (9) Mengubah pekerjaan yang membosankan menjadi
permainan.
Konsep Semiotik
Untuk menganalisis makna tembang dolanan anak dipakai
teori semiotik. Semiotika menurut Sudjiman (1991:5) adalah studi
tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya. Tanda-
tanda bahasa merupakan sebuah simbol. Simbol-simbol tersebut
meskipun bersifat arbriter diciptakan berdasarkan konvensi.
Tembang dolanan bocah sarat mengandung makna simbolis.
Makna simbolis tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga sulit
dicerna maknanya. Karena sulitnya mencerna makna, maka timbul
banyak tafsiran. Unsur simbolis dalam tembang dolanan seperti
pada tembang “Ilir-Ilir”, “Sluku-Sluku Bathok”, “Jago Kate” dan
sebagainya.
Berkaitan dengan semiotika, variasi memegang peranan
penting dalam sastra lisan yang biasanya tidak diselamatkan dalam
bentuk tulisan (Teeuw,1988;64). Dinyatakan oleh Teeuw bahwa
karya sastra lisan. Karya sastra di Indonesia sangat penting. Sejarah
sastra Indonesia tidak dapat dituliskan tanpa mengikutkan sastra
lisan.
122
Kajian semiotika adalah kajian tentang simbol. Menurut
Wellek dan Warren (1990:239-240) di dalam teori sastra simbol
adalah objek yang mengacu pada objek lain, tetapi juga menuntut
perhatian pada dirinya sendiri sebagai suatu perwujudan. Simbol
selalu terus menerus menampilkan dirinya. Hal ini berbeda dengan
citra. Citra dibangkitkan melalui sebuah metafora.
123
Di antara tembang dolanan bocah yang paling banyak
mendapatkan tafsiran sebagai tembang yang mengandung makna
relegius adalah tembang “Ilir-Ilir”. Orang-orang yang pernah
menafsirkan tembang “Ilir-Ilir”: Parwatri Wahjono, Suripan Sadi
Hutomo, Karjono, Pak Ton, Rerep Sugoto, Gunawan, Ki
Suryahatmodjo, Tinjo Mojo, M. Sumardjo, Bakti, N. Asri, Umar
Hasyim. Tafsiran mereka bermacam-macam.
Menurut Hutomo (1988:129) Tafsiran tembang “Ilir-Ilir”
kalau dikumpulkan terdapat tiga jalur tradisi, yaitu agama Islam,
kebatinan, dan politik..Penafsiran Tinjo Mojo lebih mengarah
kepada kebatinan Jawa bahwa manusia hidup harus hati-hati, harus
berani menghadapi kesulitan dan tidak menganggap remeh pada
hal-hal yang mudah. Manusia harus suci hatinya, ketika muda
harus melatih diri pada tingkah laku utama (Hutomo,1988:124-
125). Penafsiran ini hampir sama dengan penafsiran
Suryohatmodjo. Menurut Suryohatmodjo (1979:13) lagu “Ilir-Ilir”
mempunyai makna bahwa manusia sejak lahir hingga meninggal
dunia penuh cobaan, berbuat dosa antara sesama manusia dan dosa
kepada Tuhan.
Makna relegius tembang “Ilir-Ilir” juga dikemukakan oleh
Karjono (1993:3). Menurut Karjono manusia yang telah menyadari
kehidupannya di dunia selalu ingin dekat dengan Tuhan. Berbakti
kepada Tuhan harus didasari pada tingkah laku utama sesuai
dengan yang digariskan Tuhan. Tingkah laku utama itu adalah
rila (rela) nrima (menerima apa adanya), sabar (sabar), temen
(jujur), budi luhur (berbudi luhur).
Tafsiran sesuai dengan religi Islam dikemukan dengan jelas
oleh S. Wardi. Menurut S. Wardi (Hutomo, 1988:129) ajaran
Islam yang disyiarkan oleh para wali sudah mulai berkembang.
Pada waktu itu para wali berpakaian hijau. Orang-orang yang
belum memeluk agama Islam agar segera memeluk agama itu
(menek blimbing). Walaupun licin hendaknya dipetik, sebab untuk
membersihkan jasmani rokhani. Jasmani dan rokhani yang rusak
hendaknya diperbaiki dengan jalan masuk agama Islam agar
124
diterima di haribaan Tuhan. Kesempatan masih banyk hendaknya
dipergunakan sebaik-baiknya. Tafsiran ini sama dengan tafsiran
Umar Hasyim dalam buku dalam bukunya yang berjudul Sunan
Kalijaga.
Di dalam tembang “Ilir-Ilir” memang tidak ada sepatah kata
pun yang mengacu pada Tuhan atau agama. Kata-kata di dalam
tembang “Ilir-Ilir” sangat umum, oleh karena itu menimbulkan
banyak ketaksaan. Dalam menafsirkan tembang “Ilir-Ilir”
seharusnya juga perlu dipehatikan bahwa tembang ini juga untuk
konsumsi anak-anak. Apabila tembang “Ilir-Ilir” dimaknai seperti
makna di atas tentu saja tidak akan dimengerti olehanak-anak.
Religi Islam dalam tembang dolanan bocah terdapat dalam
tembang dolanan bocah yang menceritakan selama bulan puasa.
Tembang ini tidak jelas judulnya, dan syairnya seperti berikut ini.
Terjemahan:
Suka-suka siswa sekolah Jawa
setiap bulan puasa libur tiga puluh lima hari
dasar bisa menjalani perintah agama 2x
weaktu malam bergeremang semua mengaji
membaca mengaji Quran waktu siang mencegah makan
mencegah minum berbuka di waktu sore 2x
hari lebaran sudah selesai berpuasa
125
semua berhari raya bersenang-senang jiwa raga
bersenang-senang makan enak sampai kekenyangan
126
permpuan, seperti bersatunya keris dan sarungnya, yang
dilambangkan dengan lingga dan yoni. Untuk bermasyarakat harus
dapat menunjukkan wibawa pemimpin, sesuai dengan paham yang
diakui pada saat diciptakan tembang “Ilir Ilir”.
Paham yang dianut masyarakat pada saat itu yaitu paham
yang berupa konsep-konsep pikiran kejawen, yaitu kebudayaan asli
pra Hindu, animisme, dinamisme, Hinduisme dan Budaisme.
Menurut Parwatri, setelah masuknya Islam tembang “Ilir Ilir”
diberi makna baru.
Karyono memberikan makna lagu “Ilir Ilir” sesuai dengan
konsep kebatinan Jawa, yaitu manunggaling kawula gusti. Menurut
karjono (1993:23) makna tembang “Ilir Ilir” orang yang sudah
merasa sebagai makhluk Tuhan merasa cinta yang sangat kepada
Tuhan, selalu ingindekat dengan-Nya. Untuk mencapai hal itu
harus melalui tingkah laku utama. Tingkah laku utama itu rila,
nrima, sabar, temen, budi luhur (rela, menerima, sabar, jujur,
berbudi luhur).
127
b. Dibentuk secara puitis dengan tak menggunakan
kesatuan kalimat, tapi suatu expression unit, (kesatuan
pengucapan) seperti dalam kaba, yang terdiri dari dua
bagian yang seimbang.
c. Yang dipentingkan “keindahan bunyi”, sehingga yang
penting di dalamnya ialah unsur bahasa yang kongkret,
bunyi.
Terjemahan
cempe cempe panggilkan angin besar
kuberi upah kuah tape
jika kurang ambil sendiri
128
Umar Junus. Tembang mantra yang lain yang biasa dinyanyikan
anak-anak seperti berikut ini.
Terjemahan:
ndhek erek tinggi kencur
aku pendek engkau tinggi
129
ayam. Berikut ini mantra untuk bulan yang tertutup awan agar
segera bersinar terang. Mantra ini dinyanyikan oleh anak-anak saat
bulan purnama, ketika sinar bulan menjadi suram karena tertutup
awan.
nya lenga nya uceng
nya lenga nya uceng
damarmu ndang sumeten
Terjemahan:
inilah minyak inilah sumbu
inilah minyak inilah sumbu
minyakmu cepat nyalakan
130
Yang unik dalam mantra adalah bahwa mantra di dalam
sebuah kalimat tidak mempunyai hubungan makna, tetapi
mempunyai hubungan sintaksis. Hal itu seperti pada kaimat cempe
cempe undangna barat gedhe. Cempe adalah anak kambing.
Antara cempe dan angin tidak ada hubungan makna. Artinya secara
logika anak kambing tidak dapat memanggil angin. Tetapi seperti
kata Umar Junus, mantra adalah sesuatu yang utuh yang tidak dapat
dipahami unsur-unsurnya. Mantra tidak dapat dipahami oleh
manusia, sesuatu yang misterius. Seperti pada kata gok gok ling
gogok ling terasa sebagai permainan bunyi belaka. Yang penting
dari mantra adalah akibatnya, bukan makna dari mantra itu.
Tembang “ilir Ilir” juga ada yang memaknai sebagai mantra.
Dalam Serat Damarwulan (Wahjono,1994:18) ketika Damarwulan
menjadi mayat karena gada besi kuning Minakjingga, dinyanyikan
mantra oleh Dewi Sasmitaningrum dan Dewi Susilawati. Dalam
naskah itu diceritakan setelah tembang kedua putri itu sampai pada
penutup, surak. Damarwulan mulai bernafas lagi.
131
seperti pengantin baru, supaya diusahakan agar lebih sempurna,
supaya diusahakan tercapainya adil makmur. Masih ada korupsi
dan berebut kursi, harus diusahakan adanya persatuan dari sabang
sampai Merauke untuk Ibu Pertiwi. Bangunlah, maju Indonesia
untuk selamanya.
Dua penafsiran di atas sebenarnya terlalu mengada-ada,
karena tembang “Ilir Ilir” sudah ada pada naskah kuna. Parwatri
Wahjono (1994:18) mengutip bbait “Ilir Ilir” dari naskah kuna
Serat Damarwulan seperti berikut.
ilir-ilir tandurira,
ing wong sumilir mulya,
ijo royo-royo ingsun sengguh,
penganten anyar paduka
132
Tembang dolanan bocah yang lain yang dimaknai politik
terdapat pada lagu “Dhungkul Sedhola-dhalu dhembleng”. Lagu ini
mempunyai banyak variasi . Variasi twersebut misalnya pada larik
pertama berbunyi: Dhungkul sedhola dhalu dhembleng; Dhungkul
sedhola dhalu dhambleng; Dhungkul dhalu dhembleng; Dhempul
talu tameng. Nama tokoh dalam tembang ini juga bervariasi, yaitu:
Nalajaya, Anggajaya, Trunajaya. Versi Suripan sadi Hutomo
adalah Trunajaya, sehingga syairnya menjadi seperti berikut.
Dhungkul sedhela dhalu dhambleng
Trunajaya numpak celeng
Trunajaya ditelikung
Ciyet ciyet Trunajaya dibebencet.
Terjemahan:
Dhungkul sebentar dhalu dhambleng
Trunajaya numpak celeng
Trunajaya ditelikung
Ciyet Ciyet Trunajaya dibebencet
133
filosofis dalam tembang dolanan bocah seperti terdapat dalam
syair berikut ini.
Enthik enthik si temunggul patenana
Gek dosane apa
Aja dhi, aja dhi, wong tuwa ala-ala malati
Terjemahan:
Entik entik si temunggul bunuhlah
Dosanya apa
Jangan dhik, jangan dhik orang tua meskipun jelek
menimbulkan dosa
134
Tembang dolanan bocah adalah sastra lisan. Ada sembilan
fungsi sastra lisan, yaitu (1) sebagai sistem proyeksi, (2) sebagai
pengesahan kebudayaan, (3) sebagai alat pemaksa berlakunya
norma sosial, (4) sebagai alat pendidikan anak, (5) untuk mencela
orang lain, (6) sebagai bentuk hiburan, (7) untuk meningkatkan
solidaritas kelompok, (8) sarana kritik sosial, (9) mengubah
pekerjaan menjadi permainan. Berikut ini fungsi tembang dolanan
bocah sebagai salah satu genre sastra Jawa.
a. Fungsi Hiburan
Semua tembang dolanan bocah mempunyai fungsi
menghibur, di samping fungsi yang lain. Hal itu disebabkan usia
anak adalah usia bermain, sehingga dengan bentuk hiburan
danpermainan dapat menjaga perkembanganjiwa anak dapat
tumbuh wajar. Oleh karena itu banyak tembang dolanan yang
menggambarkan keindahan, kecantikan, dan kemuliaan hati, seperti
tembang tentang bunga, bulan, kupu-kupu, dan keindahan
lingkungan. Untuk menimang anak balita, biasanya dinyanyikan
tembang “Bulan Gedhe” dengan syair seperti berikut.
Mbulan-mbulan gedhe,
ana santri menek jambe,
ceblokna salining bae,
sur teplok tiba bathuk melok-melok
135
mil kethemil mil kethemil
si kidang mangan lembayung
Terjemahan:
kijang talun
makan kacang alun
mil kethemik mil kethemil
si kijang makan lembayung
136
Seperti yang telah disebutkan pada Kajian Pustaka, di antara
fungsi Sastra Lisan menurut Dundes adalah untuk sarana kritik
sosial. Di dalam tembang dolanan bocah kritik sosial ini dapat
sebagai peringatan untuk orang lain, untuk mencela, atau agar
orang yang dikritik dapat memperbaiki kesalahannya. . Jenis kritik
sosial di dalam tembang dolanan bocah seperti pada tembang
“Menthok-Menthok” berikut ini.
menthok-menthok tak kandhani/Mung lakumu angisin-
isini/mbokya aja ngetok/ana kandhang wae/enak-enak ngorok ora
nyambut gawe/menthok menthok/mung lakumu megal-megol gawe
guyu
Terjemahan:
entok-entok kuberitahu/caramu berjalan memalukan/jangan
menampakkan diri/di dalam kandangasyik mengorok tidak
bekerja/Entok-entok/hanya jalanmu megal-megol membuat tertawa
KEMBANG PELEM
Bok awi kembang pelem kuntul biru saba dalem
Ya bapak, ya ndara
Mesam mesem mesam mesem
137
Dijak gemang dipondhong gelem
Terjemahan:
BUNGA MANGGA
Bok awi bunga mangga burung kuntul biru berkeliaran di
rumah
Ya bapak, ya ndara
Tersenyum senyum tersenyum senyum
Diajak tidak maudigendhong mau
138
deduai dengan sanksi yang berlaku di tengah masyarakat tersebut.
Misalnya seorang anak yang sering berbuat tidak baik kepada
teman-temannya akan dikucilkan oleh teman-temannya. Dari
pengalaman itu, anak-anak dapat belajar ke arah hal-hal yang
positif.
Pendidikan anak dapat juga dilakukan melalui media
tembang dolanan. Hal itu disesuaikan dengan usia anak-anak yang
masih suka bermain. Dengan bermain, secara tidak langsung anak-
anak dapat menyerap unsur-unsur pendidikan. Salah satu bentuk
permainan aanak-anak adalah tembang dolanan. Pentingnya
tembang dolanan sebagai sarana pendidikan disadari oleh
Gubernur Jawa Timur pada zaman Belanda. Menurut Trimo S.M.
(1984:19) Ch. O van der Plas pada saat menjadi Gubernur Jawa
Timur memberi instruksi kepada semua sekolah Angka II (2e
Inlandschool) supaya mengajarkan tembang dolanan kuna dengan
cara menggali dari daerahnya sendiri-sendiri. Di samping itu
pemerintah Belanda (Dep O&E) juga mengeluarkan buku metode
lelagon.
Tembang Enthik-enthik si penunggul patenana seperti telah
dikutip di atas juga mengandung nolai edukatif di samping unsur
filosofis. Contoh lain tembang dolanan bocah yang mengandung
unsur pendidikan seperti berikut ini.
PRING CELUMPRING
prawane nini Saridin
cilik-cilik njaluk kawin
gedhe-gedhe njaluk pegat
utange kebo sajagat
nyaur siji tinggal minggat
139
terlalu dini dan perhelatan besar-besaran dengan cara berhutang
akibatnya seperti keluarga Nini Saridin. Oleh karena itu masyarakat
diharapkan jangan menirunya.
Unsur pendidikan dalam tembang dolanan yang lain seperti
terdapat dalam tembang “Tatanya”. Tembang ini merupakan
bagian dari cerita rakyat Bawang Merah Bawang Putih, yaitu
ketika Bawang Putih mencari popok dan beruk yang hanyut saat
mencici di kali. Tembang ini berbentuk dialog dengan syair seperti
berikut ini.
TATANYA
kang kakang sing ngguyang jaran
sampeyan wau napa sumerep popok beruk keli
ora ndhuk, takona sing ngguyang sapi
kang kakang sing ngguyang sapi
sampeyan wau napa sumerep popok beruk keli
popoke limaran nggih punika
ora ndhuk, takona Nyai Buta Ijo.
Terjemahan:
BERTANYA
kang kakang yang memandikan kuda
sampeyan tadi apa tau popok beruk hanyut
tidak nak, tanyalah yang memandikan sapi
kang kakang yang memandikan sapi
sampeyan tadi apa melihat popok beruk hanyut
popoknya yaitu limaran
tidak nak, tanyalah nyai Buta Ijo.
140
Selain “Bawang Merah Bawang Putih” cerita rakyat lain
yang disertai dengan nyanyian ialah dongeng “Andhe-Andhe
Lumut”. Larik awal tembang ini berbunyi seperti berikut: Ndhe
Andhe Si Andhe_Andhe Andhe Lumut/Tumuruna ana putri kang
ngunggah-unggahi (Ndhe Andhe Si Andhe Andhe Andhe
Lumut/Tumrunlah ada putri yang sedang melamar) Menurut
Danandjaja (1986:471) dongeng “Andhe-Andhe Lumut” bertipe
Cinderella dan tersebar di Nusantara. Tembang dolanan dari
cerita “Andhe-Andhe Lumut” ini di samping mengajarkan agar
wanita brani menderita telebih dahulu, juga mengajarkan agar
wanita dapat menjaga keperawanannya. Kleting Abang dan Kleting
Ijo tidak diterima oleh Andhe-Andhe Lumut karena sudah dixcium
oleh Yuyu Kangkang.
Untuk mendidik anak agar rendah hati, tidak sombong dngan
tembang dolanan bocah “Jago Kate”. Tembang ini menceritakan
seekor ayam jantan kate yang sombong, tetpi ketika dilempar batu
berlali dan menyembunyikan diri, tidak berani sombong lagi. Di
dalam masyarakat Jawa ada ungkapan “jago kate wanine neng
omahe dhewe” (ayam jantan kate beraninya di rumah sendiri)
untuk orang yang sombong tetapi sebnarnya penakut. Berani
dengan siapa saja di rumahnya sendiri, tetapi di luar rumah
penakut.Ayam kate adalah jenis ayam yang lebih kecil dari ayam
kebanyakan, yang jantan sangat aktif dan suka berkokok, tetapi
tidak dapat dijadikan ayam aduan. “Jago Kate” mendidik anak
agar tidak sombong dan penakut. Dibalang watu bocah gundul/
keok kena telihe/jranthal pelayune/mari umuk mari ngece/si akte
katon yen liwung (dilempar batu anak gundul/keok kena
temboloknya/jranthal larinya/ tidak berani lagi sombong tidak
berani lagi mengejek/si kate kelihatan bingung).
Tembang “Kembang Jagung” juga berfungsi sebagai sarana
pendidikan anak. Tembang ini mengajarkan kepada anak untuk
berani, dan bersikap satriya. Kutipan dari tembang ini sebagai
berikut:
141
Kembang jagung omah kampung pinggir lurung/jejer
telu sing tengah bakal omahku/cempa munggah
guwa/medhun nyang bonraja/methik kembang slaka
dicaosna kanjeng rama/maju kowe tatu/mundur kowe
ajur/tokna sabalamu ora wedi sudukanmu/iki lo dhadha
satriya/iki lo dhadha Janaka
Terjemahan:
Kembang jagung rumah kampung pinggir jalan/berjajar
tiga yang tengah calon rumahku/cempa naik goa/turun ke
kebunraja/memetik bunga slaka diserahkan ayah/maju
engkau luka/mundur engkau hancur/keluarkan semua
teman-temanmu tidak takut tusukanmu/ ini lo dasda
satria/ini lo dada Janaka
IV. Simpulan/Penutup
Tembang Dolanan bocah bukan sekedar sarana untuk
hiburan anak-anak, tetapi mempunyai fungsi dan makna. Meskipun
tembang dolanan bocah merupakan konsumsi anak-anak, namun
142
ternyata tembang itu sebenarnya tidak hanya ditujukan kepada
anak-anak.Tembang dolanan bocah juga dapat dinikmati orang tua.
Dari segi bahasa, tembang dolanan bocah dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu tembang dolanan bocah yang memakai bahasa
yang lugas dan tidak memerlukan penafsiran yang dalam. Tembang
seperti ini adalah tembang yang diciptakan khusus untuk anak-
anak. Kedua adalah tembang dolanan bocah yang bahasanya
simbolis, penuh ketaksaan dan sulit dicerna maknanya.
Tembang dolanan bocah mengandung makna relegius,
makna mantra, makna politik, dan makna filoosofis. Unsur religi
yang terdapat dalam tembang dolanan bocah adalah religi Pra-
Hindu, Hindu dan Buda, serta religi Islam. Di samping itu masih
ada lagi tembang dolanan bocah yang mempunyai makna mantra.
Tembang semacam ini seperti pada tembang “Cempe” dan “Ndhek
Erek Dhuwur Kencur”. Unsur politik seperti yang terdapat pada
tembang “Dhungkul Sedhela Dhalu Dhembleng”.
Di samping makna religi, mantra, dan politik tembang
dolanan bocah juga mempunai makna filosofis seperti pada
tembang “Enthik Enthik Si Temunggul Patenan” dan “E Dhayohe
Teka”. Makna filosofis tersebut diantaranya bahwa seorang anak
harus menghormati orang tua padha tembang “Enthik Enthik…”,
dan manusia harus mamayu ayuning bawana pada tembang “E
Dhayohe Teka”.
Fungsi tembang dolanan bocah di samping sebagai sarana
hiburan anak juga sebagai sarana pendidikan anak serta sarana
kritik sosial dan sindiran. Sebagai bentuk hiburan, beberapa
tembang dolanan dipakai untuk mengiringi permainan atau tari-
tarian.
Sebagai sarana pendidikan, tembang dolanan anak dapat
untuk menanamkan sikap pada anak agar berani, bersikap jujur,
dan berjiwa satriya, serta hemat tidak boros, tidak takut menderita..
Tembang Dolanan Bocah sebagai sarana kritik sosial dan sindiran
bertujuan untuk mencela orang lain, sebagai peringatan, atau agar
orang agar orang yang dikritik dapat memperbaiki kealahannya.
143
Hal itu muncul dalam tembang "Menthok-Menthok. "Gandolio
Them"” dan "Kembang Pelem”
Tembang dolanan bocah penting untuk sarana pendidikan
anak serta masyarakat. namun pada zaman penjajahan,
Pemerintah Belanda sebagai penjajah merasakan betapa perlunya
tembang dolanan bocah diajarkan di tingkat SD, sehingga Ch. O.
van der Plas sebagai Gubernur Jawa Timur memberikan instruksi
agar tembang dolanan diajarkan di tengkat Sekolah Angka Loro
(SD) pada waktu itu. Tetapi saat ini masyarakat Jawa sendiri
justru melupakannya. Mengingat pentingnya fungsi dan makna
Tembang Dolanan Bocah, materi itu perlu diajarkan lagi dalam
pelajaran sastra atau kesenian untuk muatan lokal bahasa daerah
(Jawa).
DAFTAR PUSTAKA
144
Endraswara, Suwardi. 1999. Lagu Dolanan: Wewadining Uripe
Wong Jawa?. Dalam Jaya Baya. Surabaya, 1 Agustus 1999.
145
Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-Serbi Semiotika.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
146