Anda di halaman 1dari 9

Bunda Teresa, seorang yang memberi hatinya untuk melayani di tengah-tengah masyarakat

miskin di India.Dilahirkan di Skopje, Albania pada 26 Agustus 1910, Bunda Teresa merupakan
anak bungsu dari pasangan Nikola dan Drane Bojaxhiu. Ia memiliki dua saudara perempuan dan
seorang saudara lelaki. Ketika dibaptis, ia diberi nama Agnes Gonxha. Ia menerima pelayanan
sakramen pertamanya ketika berusia lima setengah tahun dan diteguhkan pada bulan November
1916.

Ketika berusia delapan tahun, ayahnya meninggal dunia, dan meninggalkan keluarganya dengan
kesulitan finansial. Meski demikian, ibunya memelihara Gonxha dan ketiga saudaranya dengan
penuh kasih sayang. Drane Bojaxhiu, ibunya, sangat memengaruhi karakter dan panggilan
pelayanan Gonxha.

Ketika memasuki usia remaja, Gonxha bergabung dalam kelompok pemuda jemaat lokalnya
yang bernama Sodality. Melalui keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan yang dipandu oleh
seorang pastor Jesuit, Gonxha menjadi tertarik dalam hal misionari. Tampaknya hal inilah yang
kemudian berperan dalam dirinya sehingga pada usia tujuh belas, ia merespons panggilan Tuhan
untuk menjadi biarawati misionaris Katolik.

Pada tanggal 28 November 1928, ia bergabung dengan Institute of the Blessed Virgin Mary,
yang dikenal juga dengan nama Sisters of Loretto, sebuah komunitas yang dikenal dengan
pelayanannya di India. Ketika mengikrarkan komitmennya bagi Tuhan dalam Sisters of Loretto,
ia memilih nama Teresa dari Santa Theresa Lisieux.

Suster Teresa pun dikirim ke India untuk menjalani pendidikan sebagai seorang biarawati.
Setelah mengikrarkan komitmennya kepada Tuhan, ia pun mulai mengajar pada St. Mary’s High
School di Kalkuta. Di sana ia mengajarkan geografi dan katekisasi. Dan pada tahun 1944, ia
menjadi kepala sekolah St. Mary.

Akan tetapi, kesehatannya memburuk. Ia menderita TBC sehingga tidak bisa lagi mengajar.
Untuk memulihkan kesehatannya, ia pun dikirim ke Darjeeling.

Dalam kereta api yang tengah melaju menuju Darjeeling, Suster Teresa mendapat panggilan
yang berikut dari Tuhan; sebuah panggilan di antara banyak panggilan lain. Kala itu, ia
merasakan belas kasih bagi banyak jiwa, sebagaimana dirasakan oleh Kristus sendiri, merasuk
dalam hatinya. Hal ini kemudian menjadi kekuatan yang mendorong segenap hidupnya. Saat itu,
10 September 1946, disebut sebagai “Hari Penuh Inspirasi” oleh Bunda Teresa.

Selama berbulan-bulan, ia mendapatkan sebuah visi bagaimana Kristus menyatakan kepedihan


kaum miskin yang ditolak, bagaimana Kristus menangisi mereka yang menolak Dia, bagaimana
Ia ingin mereka mengasihi-Nya.

Pada tahun 1948, pihak Vatikan mengizinkan Suster Teresa untuk meninggalkan ordonya dan
memulai pelayanannya di bawah Keuskupan Kalkuta. Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama
kalinya ia memakai pakaian putih yang dilengkapi dengan kain sari bergaris biru.
Ia memulai pelayanannya dengan membuka sebuah sekolah pada 21 Desember 1948 di
lingkungan yang kumuh. Karena tidak memiliki dana, ia membuka sekolah terbuka, di sebuah
taman. Di sana ia mengajarkan pentingnya pengenalan akan hidup yang sehat, di samping
mengajarkan membaca dan menulis pada anak-anak yang miskin. Selain itu, berbekal
pengetahuan medis, ia juga membawa anak-anak yang sakit ke rumahnya dan merawat mereka.

Tuhan memang tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya berjuang sendirian. Inilah yang
dirasakan oleh Bunda Teresa tatkala perjuangannya mulai mendapat perhatian, tidak hanya
individu-individu, melainkan juga dari berbagai organisasi gereja.

Pada 19 Maret 1949, salah seorang muridnya di St. Mary bergabung dengannya. Diinspirasi oleh
gurunya itu, ia membaktikan dirinya untuk pelayanan kasih bagi mereka yang sangat
membutuhkan.

Segera saja mereka menemukan begitu banyak pria, wanita, bahkan anak-anak yang sekarat.
Mereka telantar di jalan-jalan setelah ditolak oleh rumah sakit setempat. Tergerak
oleh belas kasihan, Bunda Teresa dan rekan barunya itu pun menyewa sebuah ruangan untuk
merawat mereka yang sekarat.

Pada tanggal 7 Oktober 1950, Missionary of Charity didirikan di Kalkuta. Mereka yang
tergabung di dalamnya pun semakin teguh untuk melayani dengan sepenuhnya memberi diri
mereka untuk melayani kaum termiskin di antara yang miskin. Mereka tidak pernah menerima
pemberian materi apa pun sebagai balasan atas pelayanan yang mereka lakukan.

Pada awal 1960-an, Bunda Teresa mulai mengirimkan suster-susternya ke daerah-daerah lain di
India. Selain itu, pelayanan dari Missionary of Charity mulai melebarkan sayapnya di Venezuela
(1965), yang kemudian diikuti oleh pembukaan rumah-rumah di Ceylon, Tanzania Roma, dan
Australia yang ditujukan untuk merawat kaum miskin.

Setelah Missionary of Charity, sejumlah yayasan pun didirikan untuk memperluas pelayanan
Bunda Teresa. Yang pertama ialah Association of Coworkers sebagai afiliasi dari Missionary of
Charity. Asosiasi ini sendiri di setujui oleh Paus Paulus VI pada 26 Maret 1969. Meskipun
merupakan afiliasi Missionary of Charity, asosiasi ini memiliki anggaran dasar tersendiri.

Selama tahun-tahun berikutnya, dari semula melayani hanya dua belas, Missionary of Charity
berkembang hingga dapat melayani ribuan orang. Bahkan 450 pusat pelayanan tersebar di
seluruh dunia untuk melayani orang-orang miskin dan telantar. Ia membangun banyak rumah
bagi mereka yang menderita, sekarat, dan ditolak oleh masyarakat, dari Kalkuta hingga kampung
halamannya di Albania. Ia juga salah satu pionir yang membangun rumah bagi penderita AIDS.

Berkat baktinya bagi mereka yang tertindas, Bunda Teresa pun mendapatkan berbagai
penghargaan kemanusiaan. Pada tahun 1979, ia menerima John XXIII International Prize for
Peace. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Paus Paulus VI. Pada tahun yang sama, ia juga
memperoleh penghargaan Good Samaritan di Boston.
Setelah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun di India, tentu saja pemerintah India tidak
menutup mata akan pelayanannya. Maka pada tahun 1972, Bunda Teresa menerima Pandit
Nehru Prize.

Setahun kemudian, ia menerima Templeton Prize dari Pangeran Edinburgh. Ia terpilih untuk
menerima penghargaan tersebut dari dua ribu kandidat dari berbagai negara dan agama oleh juri
dari sepuluh kelompok agama di dunia.

Puncaknya ialah pada tahun 1979 tatkala ia memperoleh hadiah Nobel Perdamaian. Hadiah uang
sebesar $6.000 yang diperolehnya disumbangkan kepada masyarakat miskin di Kalkuta. Hadiah
tersebut memungkinkannya untuk memberi makan ratusan orang selama setahun penuh. Ia
berkata bahwa penghargaan duniawi menjadi penting hanya ketika penghargaan tersebut dapat
membantunya menolong dunia yang membutuhkan.

Pada tahun 1985, Bunda Teresa mendirikan pusat rehabilitasi pertama agi korban AIDS di New
York. Menyusul kemudian sejumlah rumah penampungan yang didirikan di San Fransisco dan
Atlanta. Berkat upayanya ini, ia mendapatkan Medal of Freedom.

Pelayanan Bunda Teresa sama sekali tidak mengenal batas. Dipupuk di kampung halamannya, ia
mengawali pelayanan di India. Dari India, pelayanannya meluas hingga ke seluruh penjuru
dunia. Ia, di antaranya, berkunjung ke Etiopia untuk menolong korban kelaparan, korban radiasi
di Chernobyl, dan korban gempa bumi di Armenia.

Memasuki tahun 1990-an, kondisi tubuh Bunda Teresa tidak mengizinkannya melakukan
aktivitas yang berlebihan, khususnya setelah serangan jantung pada 1989. Kesehatannya
merosot, sebagian karena usianya, sebagian karena kondisi tempat tinggalnya, sebagian lain
dikarenakan perjalanannya ke berbagai penjuru dunia. Menyadari kondisi kesehatannya yang
demikian, Bunda Teresa meminta Missionary of Charity untuk memilih penggantinya. Maka,
pada 13 Maret 1997, Suster Nirmala terpilih untuk meneruskan pelayanan Bunda Teresa.

Bunda Teresa akhirnya meninggal dunia pada tanggal 5 September 1997 dalam usia 87 tahun.
Berbagai petinggi dari 23 negara menghadiri pemakamannya. Upacara pemakaman diadakan
pada 13 September 1997, di Stadion Netaji, India, yang berkapasitas 15.000 orang. Atas
kebijakan Missionary of Charity, sebagian besar yang menghadiri upacara tersebut adalah orang-
orang yang selama ini dilayani oleh Bunda Teresa.
Ibu Teresa terlahir dengan nama Agnes Gonxha Bojaxhiudari sepasang orang tua beretnis
Albania. Dia lahir di Shkup 27 Agustus 1910. Daerah kelahirannya kini menjadi wilayah Negara
Republik Yugoslavia. Saat berusia tujuh tahun ayahnya terbunuh, ia kemudian mesuk ke
kesusteran di biawa Lorento di Irlandia. Tahun 1929 Kesusteran Lorento mengirimkannya ke
Bengali India untuk melakukan masa percobaan.

Ibu Teresa di latih di Dublin Irlandia dan Darjeeling India sebelum melakukan tugas religiusnya
tahun 1937. Nama Teresa dipilihnya berasal dari Saint Teresa yang berarti orang suci pelindung
misionaris asing.  Pada tahun 1950-an, Teresa bertugas sebagai Kepala Sekolah disebuah sekolah
KAtholik di Kalkuta India. Sekolah ini dikelola oleh Sisters of Loreto di bawah kendali biara di
IRlandia. Mayoritas pelajar di sekolah ini adalah anak-anak Bengali beragama Hindu putrid dari
keluarga elite di Kalkuta. Para pengajar sekolahnya sebagian besar biarawati kelahiran Irlandia.
Ibu Teresa kemudian keluar dari Sisters of Loreto untuk masuk dan berbaur dengan masyarakat
di perkampungan. Pada awalnya banyak orang curiga ia membawa misi mengubah agama yang
dianut masyarakat  ketika ia keluar masuk kampung menolong dan menjenguk orang sakit. 

Tahun 1952, ia membuka Nirmal Hriday Home for Dying Destitutes di Kalkuta. Nirmal Hriday
secara harfiah diartikan “hati yang murni”. Ia juga mendirikan rumah sakit lepra di luar kota
Kalkuta.  Saat itu penderita lepra menjadi pemandangan umum di India dan di setiap bagian kota
Kalkuta. Ibu Teresa berhasil mengubah pandangan masyarakat yang menganggap penderita lepra
sangat menakutkan. Kecurigaan terhadap Ibu Teresa lama kelamaan mulai lenyap dan ia
dianggap sebagai orang yang ikhlas melakukan misi kemanusiaan. Usaha Ibu Teresa kemudian
mulai mendapat perhatian dan dukungan tidak hanya dari dalam negeri India, namun juga dari
dunia internasional. Dia juga berusaha memperluas usahanya di Negara lain. Sejak tahun 1970-
an, Ibu Teresa menjadi bagian tak terpisahkan dan bahkan menjadi kebanggaan masyarakat
kalkuta. Atas jasa-jasanya bagi masyarakat India, ia memperoleh penghargaan Padmashri pada
tahun 1963. Kiprahnyapun di akui dunia dengan memperoleh penghargaan nobel perdamaian
tahun 1979. 

Karena kesehatannya yang makin menurun, tahun 1990, ia banyak mengurangi aktivitasnya.
Tahun 1997 Missionaris of Charity memilih sister Nirmala untuk menggantikan Ibu Teresa.
Tahun itu ijuga ibu Teresa wafat. Ibu Teresa di anggap sebagai potret lain terntang persaudaraan
manusia. Pada era “pembersihan etnis” politik identitas, dan perpecahan bangsa-bangsa, ia bisa
menemukan rumah, kwarganegaraan, dan penerimaan masyarakat India yang mayoritas tidak
beragama Kristen.
Agnes Gonxha Bojaxhiuc atau yang sangat dikenal dengan panggilan akrabnya Bunda Teresa
lahir di Üsküb, Kerajaan Ottoman, pada tanggal 26 Agustus 1910. Bunda Teresa adalah
biarawati Katolik Roma berdarah Albania.

Ada yang unik dari tanggal kelahiran Bunda Teresa. Meskipun lahir pada tanggal 26 Agustus, ia
menganggap 27 Agustus, hari dimana ia dibaptis menjadi hari ulang tahun nya. Bunda Teresa
adalah anak bungsu dari pasangan Nikollë dan Drana Bojaxhiu. Ia memiliki dua saudara
perempuan dan seorang saudara lelaki. Ayahnya adalah seorang politikus

Menurut sebuah biografi oleh Joan Graff Clucas, pada tahun-tahun awal Bunda Teresa terpesona
oleh cerita-cerita dari kehidupan misionaris dan pelayanan mereka di Benggala. Pada usia 12
tahun, ia merasa yakin dan berkomitmen untuk kehidupan beragama.

Ia akhirnya memutuskan untuk hidup dalam agama pada tanggal 15 Agustus 1928, sewaktu
berdoa di kuil Madonna Hitam di Letnice, tempat dimana ia sering pergi berziarah. Pada tanggal
28 November 1928, ia bergabung dengan Institute of the Blessed Virgin Mary, yang dikenal juga
dengan nama Sisters of Loretto, sebuah komunitas yang dikenal dengan pelayanannya di India.

Ketika mengikrarkan komitmennya bagi Tuhan dalam Sisters of Loretto, ia memilih nama
Teresa dari Santa Theresa Lisieux. Ia meninggalkan rumah pada usia 18 tahun untuk bergabung
dengan Kesusteran Loreto sebagai misionaris. Disana ia dipandu oleh seorang pastor Jesuit.
Sejak saat itu, ia tidak pernah lagi melihat ibu atau saudara-saudaranya.

Bunda Teresa pada awalnya pergi ke Biara Loreto di Rathfarnham, Irlandia, untuk belajar bahasa
Inggris, bahasa yang digunakan oleh Kesusteran Loreto untuk mengajar anak-anak sekolah di
India. Ia tiba di India pada tahun 1929 dan memulai novisiatnya (pelatihan) di Darjeeling, dekat
pegunungan Himalaya, tempat ia belajar bahasa Bengali dan mengajar di Sekolah St. Teresa,
sebuah sekolah yang dekat dengan biaranya.

Dia mengambil sumpah sucinya pada tanggal 14 Mei 1937, saat sedang pelayanan sebagai guru
di sekolah biara Loreto di Entally, sebelah timur Kalkuta. Setelah itu, ia pun mulai mengajar
pada St. Mary’s High School di Kalkuta. Di sana ia mengajarkan geografi dan katekisasi. Dan
pada tahun 1944, ia menjadi kepala sekolah St. Mary.

Meskipun Teresa menikmati mengajar di sekolah, ia semakin terganggu oleh kemiskinan di


sekitarnya. Kelaparan di Benggala 1943 membawa penderitaan dan kematian ke kota serta
kekerasan Hindu/Muslim pada Agustus 1946 membuat kota dalam keputusasaan dan ketakutan.

Akan tetapi, kesehatannya memburuk. Ia menderita TBC sehingga tidak bisa lagi mengajar.
Untuk memulihkan kesehatannya, ia pun dikirim ke Darjeeling.

Pada tahun 1946 dalam perjalanan menuju retret tahunannya, ia berkata: "Aku mendengar
panggilan untuk meninggalkan segalanya dan mengikuti DIA ke lorong-lorong kumuh untuk
melayani orang-orang miskin dan terlantar. Hal ini kemudian menjadi kekuatan yang mendorong
segenap hidupnya. Saat itu, 10 September 1946, disebut sebagai “Hari Penuh Inspirasi” oleh
Bunda Teresa.

la mengajukan permohonan kepada pimpinan Biara Loretto dan pada tahun 1984 ia
meninggalkan biara Lorreto. Dalam ketaatan kepada Uskup Agung Calcuta, ia memulai hidup di
tengah orang-orang miskin.

"Saya meninggalkan biara dan membantu orang miskin sewaktu tinggal bersama mereka. Ini
adalah sebuah perintah. Kegagalan akan mematahkan iman."

Pada tahun 1948, pihak Vatikan mengizinkan Suster Teresa untuk meninggalkan ordonya dan
memulai pelayanannya di bawah Keuskupan Kalkuta. Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama
kalinya ia memakai pakaian putih yang dilengkapi dengan kain sari bergaris biru. Bunda Teresa
pun mengadopsi kewarganegaraan India.

Dalam ketaatan kepada Uskup Agung Calcuta, ia memulai hidup di tengah orang-orang miskin.
Ia mendirikan sekolah di daerah kumuh pada 21 Desember 1948 dan mulai mengajar anak-anak
miskin di situ. Selama berbulan bulan di Patna, la juga menerima pelatihan dasar medis di
Rumah Sakit Keluarga Kudus dari para suster BKK (Biarawati Karya Kesehatan) dan mulai
mengunjungi rumah-rumah orang sakit dan merawat mereka. Tidak lama banyak gadis alumni
Sekolah St. Mary bergabung dengan dengan dia dan melayani orang-orang menderita itu.

Teresa menulis dalam buku hariannya bahwa tahun pertamanya penuh dengan kesulitan. Ia tidak
memiliki penghasilan dan harus memohon makanan dan persediaan. Teresa mengalami
keraguan, kesepian dan godaan untuk kembali dalam kenyamanan kehidupan biara. Ia menulis
dalam buku hariannya:

Pada awal tahun 1949, ia bergabung dalam usahanya dengan sekelompok perempuan muda dan
meletakkan dasar untuk menciptakan sebuah komunitas religius baru untuk membantu orang-
orang "termiskin di antara kaum miskin".

Segera saja mereka menemukan begitu banyak pria, wanita, bahkan anak-anak yang sekarat.
Mereka telantar di jalan-jalan setelah ditolak oleh rumah sakit setempat. Tergerak oleh belas
kasihan, Bunda Teresa dan rekan barunya itu pun menyewa sebuah ruangan untuk merawat
mereka yang sekarat.

Usahanya dengan cepat menarik perhatian para pejabat India, termasuk perdana menteri yang
menyampaikan apresiasinya.

Teresa mendapatkan izin Vatikan pada 7 Oktober 1950 untuk memulai kongregasi keuskupan,
yang kemudian menjadi Misionaris Cinta Kasih. Misinya adalah untuk merawat "yang lapar,
telanjang, tunawisma, orang cacat, orang buta, penderita kusta, semua orang yang merasa tidak
diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan seluruh masyarakat, orang yang telah menjadi
beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang."

Pada hari yang sama, Missionary of Charity didirikan di Kalkuta. Mereka yang tergabung di
dalamnya pun semakin teguh untuk melayani dengan sepenuhnya memberi diri mereka untuk
melayani kaum termiskin di antara yang miskin. Mereka tidak pernah menerima pemberian
materi apa pun sebagai balasan atas pelayanan yang mereka lakukan.

Kongregasi ini dimulai dengan 13 orang anggota di Kalkuta, kini telah lebih dari 4.000 suster
menjalankan panti asuhan, rumah bagi penderita AIDS dan pusat amal di seluruh dunia, dan
merawat para pengungsi, pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma,
korban banjir, dan wabah kelaparan.

Pada tahun 1952, Bunda Teresa membuka Home for the Dying pertama diatas lahan yang
disediakan oleh kota Kalkuta. Dengan bantuan pejabat India, ia mengubah sebuah kuil Hindu
yang ditinggalkan menjadi Kalighat Home for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang
miskin. Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan
kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka; Muslim
membaca Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai Gangga, dan Katolik menerima Ritus
Terakhir.

Ada cerita yang terjadi pada tahun 1952 ia bertemu seorang wanita yang dibuang, sedang dalam
keadaan hampir mati di jalan. Badannya penuh dengan tikus-tikus dan semut. Ia mengangkat
wanita itu dan membawanya ke Rumah Sakit, tetapi Rumah Sakit tidak melayani. Teresa Ialu
membawa ibu itu ke Wahkota dan meminta pertolongan untuk melayani orang-orang miskin,
agar mereka boleh mendapat tempat perlindungan yang layak. Petugas kesehatan membawa dia
ke sebuah gedung di dekat kuil Hindu.

Gedung itu tidak dipakai, kecuali sebagai penginapan bagi para pengunjung kuil. Petugas
kesehatan itu menawarkan rumah itu kepada Ibu Teresa untuk digunakan. Dalam sehari ia
menampung banyak orang sakit di situ dan memulai di rumah itu tempat untuk orang sakit payah
- yang sekarang terkenal dengan nama: Kalighat.

Bunda Teresa merasa perlu untuk membuat rumah bagi anak-anak yang hilang. Pada tahun 1955,
ia membuka Nirmala Shisu Bhavan, sebagai perlindungan bagi yatim piatu dan remaja
tunawisma.

Pada tahun 1960-an, ordo ini telah membuka penampungan, panti asuhan dan rumah lepra di
seluruh India. Bunda Teresa kemudian memperluas ordo di seluruh dunia. Bunda Teresa mulai
mengirimkan suster-susternya ke daerah-daerah lain di India. Selain itu, pelayanan dari
Missionary of Charity mulai melebarkan sayapnya di Venezuela (1965), yang kemudian diikuti
oleh pembukaan rumah-rumah di Ceylon, Tanzania Roma, dan Australia yang ditujukan untuk
merawat kaum miskin.

Setelah Missionary of Charity, sejumlah yayasan pun didirikan untuk memperluas pelayanan
Bunda Teresa. Yang pertama ialah Association of Coworkers sebagai afiliasi dari Missionary of
Charity. Asosiasi ini sendiri di setujui oleh Paus Paulus VI pada 26 Maret 1969. Meskipun
merupakan afiliasi Missionary of Charity, asosiasi ini memiliki anggaran dasar tersendiri. Dan
selama tahun 1970, ordo ini membuka rumah dan yayasan di puluhan negara baik di Asia,
Afrika, Eropa dan Amerika Serikat.
Setelah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun di India, tentu saja pemerintah India tidak
menutup mata akan pelayanannya. Maka pada tahun 1972, Bunda Teresa menerima Pandit
Nehru Prize.

Berkat baktinya bagi mereka yang tertindas, Bunda Teresa pun mendapatkan berbagai
penghargaan kemanusiaan. Pada tahun 1979, ia menerima John XXIII International Prize for
Peace. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Paus Paulus VI. Pada tahun yang sama, ia juga
memperoleh penghargaan Good Samaritan di Boston.

Pekerjaan Ibu Teresa diakui di seluruh dunia. Ia terkenal sebagai wanita yang diakui di mata
dunia dan pada tahun 1979 ia mendapat hadiah Nobel Perdamaian. Hadiah uang sebesar $6.000
yang diperolehnya disumbangkan kepada masyarakat miskin di Kalkuta. Hadiah tersebut
memungkinkannya untuk memberi makan ratusan orang selama setahun penuh. Ia berkata bahwa
penghargaan duniawi menjadi penting hanya ketika penghargaan tersebut dapat membantunya
menolong dunia yang membutuhkan.

Pada tahun 1982 saat puncak Pengepungan Beirut, Bunda Teresa menyelamatkan 37 anak yang
terjebak di garis depan sebuah rumah sakit dengan menengahi sebuah gencatan senjata sementara
antara tentara Israel dan gerilyawan Palestina. Ditemani oleh para pekerja Palang Merah, ia
melakukan perjalanan melalui zona perang ke rumah sakit yang hancur untuk mengevakuasi para
pasien muda. Pada tahun 1984, ordo ini menjalankan 19 organisasi di seluruh negara.

Pada tahun 1985, Bunda Teresa mendirikan pusat rehabilitasi pertama agi korban AIDS di New
York. Menyusul kemudian sejumlah rumah penampungan yang didirikan di San Fransisco dan
Atlanta. Berkat upayanya ini, ia mendapatkan Medal of Freedom.

Pelayanan Bunda Teresa sama sekali tidak mengenal batas. Dipupuk di kampung halamannya, ia
mengawali pelayanan di India. Dari India, pelayanannya meluas hingga ke seluruh penjuru
dunia. Ia, di antaranya, berkunjung ke Etiopia untuk menolong korban kelaparan, korban radiasi
di Chernobyl, dan korban gempa bumi di Armenia.

Ketika Eropa Timur mengalami peningkatan keterbukaan di akhir 1980-an, ia memperluas


usahanya untuk negara-negara komunis yang sebelumnya menolak Misionaris Cinta Kasih dan
memulai puluhan proyek. Ia tidak terpengaruh dengan kritik terhadap pendiriannya dalam
melawan aborsi dan perceraian serta menyatakan, "Tidak peduli orang-orang mengatakan apa,
Anda harus menerimanya dengan tersenyum dan melakukan pekerjaan anda sendiri." Ia
mengunjungi Republik Sosialis Soviet Armenia setelah Gempa bumi Spitak 1988 dan bertemu
dengan Nikolai Ryzhkov, Ketua Dewan Menteri.

Memasuki tahun 1990-an, kondisi tubuh Bunda Teresa tidak mengizinkannya melakukan
aktivitas yang berlebihan, khususnya setelah serangan jantung pada 1989. Kesehatannya
merosot, sebagian karena usianya, sebagian karena kondisi tempat tinggalnya, sebagian lain
dikarenakan perjalanannya ke berbagai penjuru dunia.
Pada tahun 1991, Bunda Teresa kembali untuk pertama kalinya ke tanah airnya dan membuka
rumah Misionaris Cinta Kasih Bruder di Tirana, Albania. Pada tahun 1996, ia menjalankan 517
misi di lebih dari 100 negara. Selama bertahun-tahun, Bunda Teresa mengembangkan Misionaris
Cinta Kasih untuk melayani "termiskin dari yang miskin" di 450 pusat di seluruh dunia. Rumah
Misionaris Cinta Kasih pertama yang ada di Amerika Serikat didirikan di South Bronx, New
York.

Pada April 1996, Bunda Teresa jatuh dan mematahkan tulang selangkanya. Pada bulan Agustus,
ia menderita malaria dan gagal jantung di ventrikel kiri. Ia menjalani operasi jantung tapi sudah
jelas bahwa kesehatannya menurun. Ia dirawat di sebuah rumah sakit di California, dan ini telah
menghasilkan beberapa kritik. Uskup Agung Calcutta, Henry Sebastian D'Souza mengatakan, ia
memerintahkan seorang pendeta untuk melakukan eksorsisme kepada Bunda Teresa atas izinnya
saat ia pertama kali dirawat di rumah sakit dengan masalah jantung karena ia pikir mungkin ia
diserang oleh iblis.

Pada tanggal 13 Maret 1997, dia turun dari jabatannya sebagai kepala Misionaris Cinta Kasih.
Menyadari kondisi kesehatannya yang demikian, Bunda Teresa meminta Missionary of Charity
untuk memilih penggantinya. Maka, pada 13 Maret 1997, Suster Nirmala terpilih untuk
meneruskan pelayanan Bunda Teresa.

Bunda Teresa akhirnya meninggal dunia pada tanggal 5 September 1997 dalam usia 87 tahun.
Berbagai petinggi dari 23 negara menghadiri pemakamannya. Upacara pemakaman diadakan
pada 13 September 1997, di Stadion Netaji, India, yang berkapasitas 15.000 orang. Atas
kebijakan Missionary of Charity, sebagian besar yang menghadiri upacara tersebut adalah orang-
orang yang selama ini dilayani oleh Bunda Teresa. Kematiannya ditangisi baik di masyarakat
sekuler dan religius.

Bunda Teresa dibaringkan dalam ketenangan di Gereja St. Thomas, Kolkata selama satu minggu
sebelum pemakamannya pada September 1997. Ia diberi pemakaman kenegaraan oleh
pemerintah India dalam rasa syukur atas jasanya kepada kaum miskin dari semua agama di India.

Pada saat kematiannya, Misionaris Cinta Kasih telah memiliki lebih dari 4.000 suster dan
persaudaraan dengan 300 anggota yang menjalankan 610 misi di 123 negara. Ini termasuk
penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, kusta dan TBC, dapur umum, program
konseling anak-anak dan keluarga, pembantu pribadi, panti asuhan, dan sekolah. Misionaris
Cinta Kasih juga dibantu oleh wakil pekerja yang berjumlah lebih dari 1 juta pada tahun 1990-
an. Atas pelayanannya yang tulus, Paus Yohanes Paulus II menganugerahkan gelar Beata
Teresa dari Kalkuta setelah kepergiannya.

Anda mungkin juga menyukai