Anda di halaman 1dari 71

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Tumbuh Kembang Pada anak Usia Sekolah

2.1.1. Pertumbuhan Fisik

Sejak usia 6 sampai 12 tahun, anak tumbuh rata-rata 6 sampai 7 cm per

tahun, meningkatkan tinggi mereka minimal sebesar 30,48 cm. pertambahan berat

badan sebesar 3 hingga 3,5 kg pertahun diperkirakan akan terjadi. Di awal masa

sekolah, anak perempuan dan laki-laki memiliki berat badan dan tinggi badan

yang sama dan tampak lebih kurus dan lebih anggun dari pada tahun sebelumnya.

Pada akhir masa usia sekolah, sebagian besar anak perempuan mulai melampaui

tinggi badan dan berat badan anak laki-laki.

Anak perempuan dan anak laki-laki remaja tidak ingin berbeda dari teman-

teman sebaya mereka yang berjenis kelamin sama atau berbeda. Meskipun

terdapat perbedaan dalam pertumbuhan fisik dan fisiologis selama masa sekolah.

Perbedaan ini, biasanya karakteristik seksual sekunder, mengkhawatirkan dan

seringkali menjadi sumber rasa malu bagi kedua jenis kelamin.

Perbedaan antara anak perempuan dan anak laki-laki lebih jelas terlihat

akhir masa sekolah menengah dan dapat menajadi ekstrem dan sumber emosional.

Perbedaan antara tinggi badan dan berat badan ini, dan perubahan dalam pola

pertumbuhan, harus dijelaskan kepada orang tua dan anak. Maturistas fisik tidak

selalu dihubungkan dengan maturitas emosional dan sosial. Anak usia 8 tahun.

Sering kali, harapan terhadap anak-anak ini tidak realistic dan dapat berdampak

pada harga diri dan kompetensi anak. Ini dapat disebabkan efek bertentangan, dan
tidak sama, dengan anak usia 11 tahun yang ukuran tubuhnya sama dengan usia 8

tahun dan oleh sebab itu diperlakukan seperti anak 8 tahun.

2.1.2. Maturasi organ

1. Sistem neurologi

Otak dengan tengkorak tumbuh dengan sangat lambat selama masa usia

sekolah. Pertumbuhan otak lengkap pada saat anak berusia 10 tahun. Bentuk

kepala menajadi lebih panjang dan pertumbuhan tulang wajah mengubah

proporsi wajah.

2. Sistem pernafasan

Sistem pernapasan terus matang seiring dengan perkembangan paru dan

alveoli, menyebabkan lebih sedikitnya infeksi pernafasan. Prekuensi

pernafasan berkurang, pernafasan abdomen menghilang. Dan menjadi

pernafasan digfragma. Sinus frontal berbentuk pada usia 7 tahun. Tonsil

menurun ukurannya dari masa pra sekolah, tetapi tetap lebih besar dari masa

remaja. Adenoid dan tonsil dapat tampak besar secara normal, bahkan tanpa

adanya infeksi.

3. Sistem kardiovaskuler

Tekanan darah anak usia sekolah meningkat dan denyut nadi menurun.

Jantung ukurannya tumbuh lebih lambat selama masa usia pertengahan dan

ukurannya lebih kecil terkait dengan tubuh yang lain dibandingkan pada tahap

perkembangan lain.
4. Sistem gastrointestinal

Selama masa sekolah ke 20 gigi primer/gigi susu tanggal, digantikan oleh 28

dari 32 gigi permanen, kecuali gigi graham ketiga. Anak sekolah lebih sedikit

mengalami masalah gastrointestinal dibandingkan beberapa tahun

sebelumnya. Kapasitas lambung meningkat , yang memungkinkan retensi

makanan dalam periode waktu yang lebih lama. Selain itu, kebutuhan kalori

anak anak usia sekolah lebih rendah dari beberapa tahun sebelumnya.

5. Sistem genitourinarius

Kapasitas kandung kemih meningkat, tetapi beragam di antara individu dan

antara individu anak. Anak perempuan umumnya memiliki kapasitas kandung

kemih yang lebih besar dari anak laki-laki. Pola berkemih beragam sesuai

dengan cairan diminum dan tingkat stress anak. Rumus untuk kapasitas

kandung kemih adalah :

Usia dalam tahun + 2 ons (59.15 ml)

Oleh sebab itu, kapasitas kandung kemih anak usia 7 tahun adalah 9 ons.

Kapasitas kandung kemih yang lebih besar memungkinkan anak mengalami

periode panjang antara berkemih.

6. Prapubertas

Prapubertas biasanya terjadi pada 2 tahun sebelum awal pubertas yang

dicirikan oleh bentuknya karakteristik seksual sekunder, periode pertumbuhan

yang cepat untuk anak perempuan, dam periode selanjutnya pertumbunhan

untuk anak laki-laki dan anak permpuan. Perkembangan seksual pada anak
laki-laki dan anak perempuan dapat memicu persepsi negative tentang

penampilan fisik dan penurunan harga diri. Perkembangan dini pada anak

perempuan dapat memicu rasa malu, khawatir terhadap penampilan fisik dan

menurunkan harga diri.

Kelambatan perkembangan pada anak laki-laki dapat memicu konsep diri

negatie menyebabkan penyalahgunaan zat, atau kendaraan nonautomobil yang

ugal-ugalan. Perkembangan dini dapat memicu prilaku beresiko pada anak

laki-laki dan perempuan. Perawat dan orang tua harus mengajarkan anak usia

sekolah tahap akhir tentang perubahan tubuh untuk menurunkan ansietas dan

meningkatkan kenyamanan dalam perubahan tubuh ini.

7. Sistem musculoskeletal

Pertumbuhan muskuluskeletal memicu peningkatan koordinasi dan kekuatan,

meskipun otot masih belum matang dan mudah mengalami cidera. Tulang

terus mengalami osifikasi selama masa kanak-kanak, tetapi mineralisasi tidak

komplet sampai maturitas terjadi.

8. Sistem imun

Jaringan limfatik terus tumbuh sampai anak berusia 9 tahun immunoglobulin

A dan G (IgA dan IgG) mencapai tingkat dewasa pada usia 10 tahun. Karena

sistem limfatik menjadi lebih kompeten dalam melokalisasi infeksi dan

menghasilkan respons antibody-antigen, anak usia sekolah dapat mengalami

lebih sedikit infeksi. Mereka dapat mengalami infeksi lebih banyak selama 1

sampai 2 tahun pertama sekolah karena terpajan anak lain yan mungkin

mengalami infeksi.
2.1.3. Perkembangan Psikososial

Erikson pada tahun 1963 mendeskripsikan tugas masa usia sekolah untuk

menjadi sensasi industry (produktivitas) versus inferioritas, selama waktu ini,

anak mengembangkan rasa harga diri mereka dengan terlibat dalam berbagai

aktivitas dirumah, disekolah dan komunitas yang mengembangkan keterampilan

kognitif dan sosialnya. Anak sangat tertarik dalam berbagai hal baru dilakukan

dan berfungsi. Kepuasan anak usia sekolah dari mencapai kesuksesan dalam

mengembangkan keterampilan baru memicu ia mencapai meningkatan sensasi

nilai dari tingkat kompetensi. Orang tua, guru, pelatih dan peawat anak usia

sekolah berperan dalam mengidentifikasi area-area kompetensi dan membangun

pengalaman keberhasilan anak dalam mengkatkan menguasaan, kesuksesan, dan

harga diri. Jika harapan orang dewasa ditetapkan terlalu tinggi, anak akan

mengembangkan sensasi inferioritas (rasa rendah diri) dan inkompetensi yang

dapat mempengaruhi semua aspek perkembangannya.

Tabel. 2.1 Teori Perkembangan

Ahli Teori Tahap Aktivitas


Erikson Industri vs inferoritas  Tertarik dalam bagaimana sesuatu dibuat
dan berlansung
 Kesuksesan tugas personal dan sosial
 Semakin besar aktivitas di luar rumah,
klub, olahraga
 Semakin besar interaksi dengan teman
sebaya
 Semakin besar ketertarikan terhadap
pengetahuan
 Membutuhkan dukungan dan penguatan
dari orang penting dalam kehidupan anak.
 Membutuhkan dukungan ketika anak tidak
berhasil
 Inferioritas terjadi akibat kegagalan
berulang kali dengan sedikit dukungan
atau kepercayaan dari orang yang penting
bagi anak
Kohlberg Operasional Konkret  Belajar dengan memanipulasi objek
konkret
 Kekurangan kemampuan untuk berfikir
secara abstrak
 Belajar bahwa karakteristik objek tertentu
tetap konstan memahami konsep waktu
 Terlibat dalam urutan atau
rangkaian/sereal, penambahan dan
pengurangan
 Mengklasifikasikan atau mengelompokkan
objek berdasarkan elemen kesamaan
mereka
 Memahami hubungan diantara objek
 Memulai pengumpulan benda
 Dapat membalik proses berpikir.
Piaget Konvesional
Tahap 3 :  Tindakan dinyatakan salah karena
Penyesuaian menyebabkan hukuman
interpersonal “anak  Perilaku benar-benar salah atau benar
baik, anak buruk” Usia  Tida memahami alasan dibalik pengaturan
7-10 tahun  Jika anak dan orang dewasa berbeda
Tahap 4 : pendapat, orang dewasa yang benar dapat
“hukum dan aturan” usia menempatkan posisi orang lain
10-12 tahun.  Mulai mempraktikkan kebaikan universal
 Tindakan dinilai dalam hal tujuan, bukan
hanya hukuman.
Freud Latensi  Waktu tenang antara fase Oedipus di awal
masa kanak-kanak dan remaja dan
berfokus pada aktivitas yang
mengembangkan keterampilan sosial dan
kognitif
 Mengembangkan keterampilan sosial
dalam berhubungan dengan teman sesame
jenis melalui bergabung di klub seperti
brownies, girl/boy Scout (pramuka
perempuan/laki-laki)

2.1.4. Perkembangan kognitif

Tahap perkembangan kognitif piaget untuk anak berusia 7 sampai 11 tahun

adalah periode pemikiran operasional konkret (Feigelman, 2007) dalam

mengembangkan operasi kongkret, anak mampu mengasimilasi dan

mengkoordinasi informasi tentang dunianya dari dimensi yang berbeda anak yang

mampu melihat dari sudut pandang orang lain dan berfikir melalui suatu tindakan,
mengantisipasi akibatnya dan kemungkinan untuk harus memikirkan kembali

tindakan. Ia mampu menggunakan ingatan pengalaman masa lalu yang disimpan

untuk mengevaluasi dan mengintrepertasikan situasi saat ini. Anak usia sekolah

juga mengembangkan kemampuan untuk mengklasifikasikan untuk membagi

beberapa hal dalam set berbeda dan mengidentifikasi hubungan mereka antara

satu dengan yang lain.

Anak usia sekolah mampu mengklasifikasikan anggota-anggota dari empat

generasi dalam sebuah pohon keluarga secara vertical dan horizontal, dan pada

saat yang sama melihat bahwa seseorang dapat menjadi ayah, anak, paman, cucu.

Pada saat inilah anak usia sekolah mengembangkan ketertarikkan dalam

mengumpulkan benda-benda. Anak mulai mengumpulkan berbagai macam benda

dan menjadi lebih selektif saat ia berusia besar. Selain itu, selama berfikir

operasionall kongkrit, anak sekolah mengembangkan pemahaman tentang prinsip

konsevasi bahwa sesuatu tidak mengalami perubahan ketika bentuknya berubah.

Jika anak menuangkan setengah cangkir air kedalam gelas pendek dan lebar

dan kedalam gelas yang tinggi dan ramping, ia tetap memiliki setengah cangkir

meskipun fakta terlihat bahwa air gelas yang lebih ramping dan tinggi lebih

banyak. Ia belajar tentang menyimpan sesuatu dalam suatu kisaran yang berkisar

dari yang paling sederhana ke yang lebih kompleks.

2.1.5. Perkembangan moral dan spiritual

Selama masa sekolah, rasa moralitas anak terbentuk secara konstan.

Menurut Kohlberg 1984, perkembangan moral anak usia sekolah berada dalam

tahap konvesional. Anak usia 7-10 tahun biasanya mengikuti peraturan yang
menghasilkan rasa sebagai orang “baik”. Ia ingin menjadi baik bagi orang tua,

teman dan guru dan bagi dirinya. Orang dewasa dianggap sebagai orang yang

benar. Selama usia sekolah, anak mampu mengembangkan keinginan untuk

memahami lebih banyak tentang agama mereka. Mereka tetap sebagai seorang

pemikir konkret dan dibimbing oleh keyakinan agama dan keyakinan budaya

keluarga mereka. Mereka menyamakan oleh ritual keagamaan mereka, tetapi baru

saja mulai memahami perbedaan natural dan supernatural. Menggabungkan

praktik keagamaan kedalam kehidupan mereka dapat membantu usia anak sekolah

mengatasi berbagai stressor yang berbeda.

2.1.6. Perkembangan keterampilan motorik

1. Keterampilan motorik kasar

Selama masa usia sekolah, koodinasi, keseimbangan dan ritme meningkat,

memfasilitasi kesempatan untuk mengendarai sepeda roda dua, melakukan

lompat tali, menari, dan berpatisifasi dalam berbagai olahraga lain. Anak

sekolah yang usianya lebih tua dapat menjadi kikuk karena tubuh mereka

tumbuh lebih cepat dari kemampuan mereka untuk mengompensasi.

Anak usia sekolah antara 6-8 tahun menikmati aktivitas motorik kasar

seperti bersepeda, bermain seluncur, dan berenang. Mereka terpikat dengan

dunia dan bersifat konstans. Terkadang ketakutan terbatas karena kuatnya

impuls untuk mengekslorasi. Anak anatara usia 8-10 tahun jarang gelisah,

tetapi tingkat energy mereka tetap tinggi dengan aktivitas lebih tenang dan

terarah.
Anak ini memperlihatkan irama dan keanggunan gerakan muscular yang

besar, memungkinkan mereka berpatisipasi dalam aktivitas fisik yang

memerlukan perhatian dan upaya yang lebih lama dan lebih berkonstrasi

seperti baseball atau sepak bola. Anatara usia 10-12 tahun (masa pubertas

untuk anak perempuan) tingkat energy tetap tinggi tetapi lebih terkontrol dan

terfokus. Keterampilan fisik dikelompok usia ini serupa dengan orang dewasa,

dengan kekuatan dan daya tahan meningkat selama masa remaja.

Semua anak usia sekolah harus didukung untuk terlihat dalam aktivitas

fisik dan mempelajari keterampilan fisik yang berkontribusi pada kesehatan

mereka seumur hidup mereka. Kebugaran kardiovaskuler, control berat badan,

pelepasan ketegagan emosional dan pembentukan kepemimpinan dan

keterampilan yang dibutuhkannya diangkatkannya melalui aktivitas fisik dan

olahraga tim.

2. Keterampilan motorik halus

Melianisasi sistem saraf pusat direfleksikan oleh penghalusan keterampilan

motorik halus. Koordinasi mata, tangan dan keseimbangan meningkat

seiringan dengan maturitas dan praktik. Penggunaan tangan meningkat,

menjadi lebih mantap dan mandiri serta menjamin kemudahan dan ketepatan

yang memungkinkan anak untuk menulis, menjalin kata-kata, menjahit, atau

membangun model atau kerajinan lain.

Anak antara usia 10-12 tahun mulai memperlihatkan keterampilan

manipulative yang sebanding dengan orang dewasa. Anak usia sekolah bangga

melakukan aktivitas yang memerlukan ketangkasan dan keterampilan motorik


halus seperti bermain istrumen musical. Bakat dan praktik menjadi kunci

kecakapan.

2.1.7. Perkembangan sensorik

Semua indra matang di awal masa usia sekolah. Anak usia sekolah biasanya

memiliki ketajaman visual 20/20 menurut Jarvis 2008. Selain itu, muscular olular,

pandangan/ penglihatan perifer, dan diskriminasi waran berbentuk secara utuh

pada anak usia anak 7 tahun. Penglihatan yang baik sangat penting dalam

perkembangan fisik dan perkembangan edukasi anak usia sekolah.

2.1.8. Perkembangan komunikasi dan bahasa

Keterampilan bahasa terus meningkat selama masa usia sekolah dan

kosakata meningkat. Kata-kata yang spesifik secara budaya digunakan. Pada anak

bingual yang berbicara bahasa inggris disekolah dan bahasa kedua dirumah. Anak

usia sekolah yang belajar membaca dan kecakapan membaca meningkatkan

keterampilan bahasa. Keterampilan membaca meningkat seiring dengan

peningkatan pejanan terhadap bacaan. Anak usia sekolah lebih banyak

menggunakan tatanan bahasa yang kompleks seperti kata jamak dan kata benda.

Selain itu, mereka mengembangkan kesadaran metalinguistik adalah

kemampuan untuk berfikir tentang bahasa dan komentar mengenai sifatnya. Ini

memungkinkan mereka untuk menikmati lelucon dan teka teki karena pemahaman

mereka tentang makna ganda dan memainkan kata-kata dan suara. Mereka juga

mulai memahami metafora seperti “Jika anda menyelesaikan masalah kecil

secepatnya, masalah besar tidak akan terjadi”.


Anak usia sekolah dapat bereksperimen dengan kata kotor dan lelucon kotor

jika terpajan. Kelompok usia ini cenderung meniru orang tua, anggota keluarga

atau orang lain. Karena itu, model peran sangat penting.

2.1.9. Perkembangan emosional dan sosial

1. Temperamen

Tempramen dideskripsikan sebagai cara perilaku indivisu. Beberapa deskripsi

tempramen adalah anak mudah, pemalu, atau suli. Perilaku ini beragam dari

anak yang mudah hingga sulit. Anak yang mudah beradaptasi saat masu

sekolah dan pengalaman lain secara lancar dengan atau sedikit stress. Anak

yang pemalu dapat lambat beradaptasi dengan lingkungan baru. Anak usia

sekolah yang pemalu dapat memperlihatkan ketidaknyamanan ketika

ditempatkan kedalam situasi berbeda atau sistuasi baru seperti sekolah. Anak

mungkin memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan tempat atau

situasi baru dan menunjukkan prustasi dengan menangis atau mengalami

keluhan somatik.

Anak yang pemalu harus diberikan waktu untuk menyesuaikan diri dengan

situasi baru dan orang baru seperti guru dalam kerangka waktunya sendiri.

Kesemua faktor ini dapat mempengaruhi anak usia sekolah yang lebih kecil

saat memasuki lingkungan sekolah, dengan perubahan otoritas dan perkenalan

teman sebaya. Anak yang sulit atau mudah didistraksikan dapat memperoleh

manfaat dari perkenalannya pengalaman dan orang bari dengan bermain

peran, dengan mengunjungi tempa sekolah dan memperkenalkan dengan guru

dan dengan mendengarkan cerita atau berfatisipasi dalam percakapan


mengalaman sekolah yang akan datang. Anak ini memerlukan kesabaran,

keteguhan dan pemahaman dalam melakukan transisi ke situasi pengalaman

yang baru seperti sekolah.

2. Perkembangan harga diri

Harga diri mencerminkan individual anak yang terdiri dari kualitas positif

dan negative. Anak berjuang untuk mencapai tujuan pencapaian yang

terinternalisasi meskipun mereka pada kahirnya menerima umpan balik

individu yang merka anggap sebagai orang yangberwenang. Pada masa usia

sekolah anak menerima umpan balik yang berhubungan dengan perporma atau

tugas mereka. Arahan umpan balik ini mempengaruhi anak tentang dirinya

yang memperngaruhi harga diri dan evaluasi diri.

Anak menghadapi proses evaluasi diri dari kerangka kepercayaan diri atau

keraguan diri. Anak yang sebelumnya telah mengusai tugas perkembangan

otonomi dan inisiatif menghadaoi dunia dengan perasaan bangga bukan

perasaan malu (Erickson 1963). Jika anak usia sekolah menganggap dirinya

berharga mereka memiliki konsep diri yang positif dan harga diri yang tinggi.

Orang penting dalam kehidupan anak usia sekolah dapat memanipulasi

lingkungan untuk memfasilitasi kesuksesan yang mempengaruhi harga diri

anak tersebut.

3. Citra tubuh

Citra tubuh adalah bagaimana usia anak sekolah mempersepsikan tubuhnya.

Anak usia sekolah memiliki pengetahuan tentang tubuh manusia tetapi


mungkin memiliki persepsi berbeda tentang bagian tubuh. Anak usia sekolah

sangat tertarik dalam pandangan teman sebaya terhadap tubuh, perubahan

tubuh, pakaian mereka. Kelompok usia ini dapat menjadi model untuk dir

mereka sendiri setelah orang tua, teman sebaya, dan orang dalam film atau

televisi. Anak sekolah akhir harus merasa diterima oleh teman sebayanya jika

mereka merasa berbeda dan terolok-olok mungkin akan terdapat efek seumur

hidup.

4. Ketakutan usia sekolah

Anak usia sekolah jarang merasa takut akan adanya bahaya terhadap tubuh

mereka dari pada prasekolah tetapi mempunyai ketakutan diculik atau

mengalami pembedahan. Mereka terus takut terhadap gelap dan perilaku

mereka dimasa lalu, mereka takut terhadap kematian dan tercengang pada

kematian dan menjelang ajal, dan mereka tidak takut terhadap hewan dan

suara lain. Anak usia sekolah memberikan jaminan bahwa ketakutan normal

untuk usia perkembangan, orang tua, guru, dan pengasuh lainnya untuk

mendiskusika ketakutan dan menjawab pertanyaan yang diajukan anak.

5. Hubungan teman sebaya

Konsep diri anak usia sekolah dibentuk tidak hanya dari orang tua nya, tetapi

juga oleh hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan teman kemandirian

anak memepengaruhi hubungan dengan orang tua. Teman sebaya memainkan

dalam penerimaan dan mengkritik keterampilan anak usi sekolah, sebelumnya

hanya orang dewasa seperti orang tua dan guru yang memeiliki wewenang
untuk ini, kini teman sebaya juga memepngaruhi presepsi usia anak sekolah.

Hubungan dengan teman sebaya mendukung anak usia sekolah dengan

memeberikan keamanan cukup dari resiko konflik orang tua yang terjadi

ketika anak membentuk kemandirian. Anak usia sekolah berhubungan dengan

teman sebaya berjenis kelamin sama di sebagian besar waktu mereka.

Meskipun permainan dan aktivitas lainnya di lakukan bersama anak laki-laki

dan anak perempuan konsep anak tentang peran jenis kelamin yang tepat

dipengaruhi oleh hubungannya teman sebaya. Hubungan teman sebaya terus

memeberikan interaksi sosial yang penting untuk interaksi usia sekolah.

Pelajaran berharga dipelajari dari interaksi dengan anak seusia mereka.

Kelompok teman sebaya membentuk norma dan standart yang menandai yang

menerimaan atau penolakan. Anak memodifikasi prilaku untuk mendapatkan

penerimaan. Karakteristik anak usia sekolah adalah pembentukan kelompok

mereka dengan peraturan dan nilai-nilai. Indentifikasi teman sebaya dan

kelompok teman sebaya penting untul sosialisasi anak usia sekolah.

6. Pengaruh guru disekolah

Sekolah berperan sebagai cara untuk mentramisikan nilai masyarakat dan

menetapkan hubungan dengan teman sebaya. Sebagai bagian penting kedua

setelah keluarga, sekolah bemberikan pengaruh bermakna sosial anak.

Seringkali sekolah mengharuskan perubahan pada diri anak dan orang tua,

anak memasuki sebuah lingkungan penyesuaian aktifitas kelaompok yang

terstruktur yang diarah kan orang dewasa selain orang tua sikap dan dukungan

orang tua mempengaruhi transisi anak kelingkungan sekolahn orang tua yang
sprotif meningkatkan kelancaran anak memasuki sekolah. Orang menguat

prilaku bergantung dapat memperlambat proses transisi kesekolah.

Untuk mepasilitasi tasisi dari rumah kesekolah guru harus memiliki

kepribadian dan pengetahuan tentang perkembangan yang memungkinkan

kebutuhan anak yang lebih mudah. Meskipun tanggung jawab untuk

menstimulasi dan membimbing perkembangan intelektual, mereka berbagi

bersama-sama dalam membentuk sikap dan nilai pada anak. Sistem

penghargaan dan hukuman yang diberikan oleh guru mempengaruhi konsep

pada anak dan mempengaruhi konsep anak disekolah.

7. Pengaruh keluarga

Masa usia sekolah adalah waktu yang berhubungan dengan teman sebaya

mempertanyakan orang tua, dan kemungkinan terjadi komplik terhadap orang

tua tetapi mereka terus menerus menghargai nilai keluarga. Meskipun

kelompok teman sebaya berpengaruh nilai keluarga biasanya mendominasi

ketika nilai kelompok keluarga dan teman sebaya bertentangan meskipun anak

usia sekolah dapat mempertahankan nilai orang tua anak baiasanya

memasukkan nilai orang tua kepada dirinya sendiri.

Seringkali di akhir usia sekolah dan periode praremaja anak lebih memilih

berada dalam kelompok teman sebaya dan menunjukkan penurunan perhatian

dalam fungsi keluarga. Ini mungkin memerlukan penyesuaian dari orang tua.

Kesadaran orang tua trend atau kecendrungan perkembangan ini dan

dukungan ini yang berkelanjutan untuk anak penting ketika mereka

mengatakan perbatasan dan pengontrolan prilaku.


Anak usia sekolah mulai berjuang mendapatkan kemandirian, tetapi

wewenang terus mempengaruhi pilihan dari anak.

2.1.10. Pengaruh budaya pada pertumbuhan dan perkembangan

Budaya mempengaruhi kebiasaan, keyakinan, bahasa dan nilai anak usia sekolah

berjuang untuk mempelajari musik bahasa tradisi hari libur permainan nilai peran jenis

kelamin dan aspek budaya. Perawat harus mengetahui efek pada anak yang berasal dari

berbagai struktur dan nilai tradisional kelompok keluarga. Latar belakang budaya dan

etnik anak usia sekolah harus dipertimbangkan ketika mengkaji pertumbuhan dan

perkembangan, termasuk perbedaan pertumbuhan pada anak dari latar belakang ras dan

budaya berbeda. Dampak budaya harus dipertimbangkan pada seluruh anak dan keluarga

untuk mendapatkan memberikan perawatan yang tepat.

2.1.11. Peran perawat dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah

Pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia sekolah terjadi dalam lonjakan

yang tidak teratur dengan beragam ukuran, bentuk, dan kemampuan yang terlihat.

Perawat harus mengetahui pola pertumbuhan dan perkembangan yang umum untuk

kelompok usia ini sehingga mereka dapat mengkaji anak usia sekolah dengan tepat dan

memberikan bimbingan kepada anak dan keluarganya. Ini adalah waktu ketika anak

membandingkan diri mereka dengan teman sebaya dan harga diri merupakan masalah

utama. Anak usia sekolah terpisah dari orangtuanya dan mencari penerimaan dari teman

sebaya dan orang dewasa di luar keluarganya. Kunjungan perawatan kesehatan selama

periode usia sekolah terus berfokus Pada pertumbuhan dan perkembangan yang

diharapkan dicapai dan bimbingan antisipasi. Kunjungan lebih jarang selama masa usia

sekolah. Karena itu, perawat perlu mengkaji fungsional anak tidak hanya di rumah tetapi

juga di sekolah dan di dalam komunitas. Jika anak usia sekolah di hospitalisasi,
pertumbuhan dan perkembangan dapat berubah. Anak usia sekolah mampu memahami

alasan hospitalisasi dan apa yang akan terjadi titik ia seringkali khawatir tentang rasa

nyeri atau perubahan yang dapat terjadi pada tubuhnya.

Dokter dan anggota keluarga harus jujur dan terbuka kepada anak usia sekolah.

Anak usia sekolah mungkin tidak masuk sekolah dan tidak dapat berinteraksi teman

sebayanya. Anak usia sekolah dapat mengalami regresi dan memperlihatkan perilaku

anak yang lebih muda seperti membutuhkan mainan yang memberikan kenyamanan

khusus atau menuntut perhatian dari orangtuanya. Hospitalisasi pada anak usia sekolah

dapat menyebabkan anak kehilangan kontrol. Anak usia sekolah terbiasa mengontrol

perawatan dirinya sendiri dan menetapkan pilihan tentang makanan dan aktivitasnya.

Ketika merawat anak usia sekolah yang hospitalisasi, perawat harus menggunakan

pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan normal untuk mengenali potensial

keterlambatan, meningkatkan keberlanjutan pertumbuhan dan perkembangan yang tepat,

dan berinteraksi dengan sukses dengan anak usia sekolah titik berikan kesempatan kepada

anak usia sekolah untuk mempertahankan kemandirian, mendapatkan kontrol dan

meningkatkan harga diri.


2.2. Konsep Nyeri dan cemas pada anak

2.2.1. Anatomi fisiolgi sistem integument

Seluruh tubuh manusia bagian terluar terbungkus oleh suatu sistem yang

disebut sebagai sistem integumen. Sistem integumen adalah sistem organ yang

paling luas. Sistem ini terdiri atas kulit dan aksesorisnya, termasuk kuku,

rambut, kelenjar (keringat dan sebaseous), dan reseptor saraf khusus (untuk

stimuli perubahan internal atau lingkungan eksternal). Berikut ini adalah

bagian-bagian dari sistem integument (Mutaqqin & Kumala, 2011).

1. Epidermis

Epidermis sering kita sebut sebagai kulit luar. Epidermis merupakan lapisan

teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda : 400-600

μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm

untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut).

Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:

 Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses

melanogenesis. Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis.

Melanosit menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons

terhadap rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang

melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan

sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen

melanin yang mewarnai kulit dan rambut, semakin banyak melanin,

semakin gelap warnanya. Sebagian besar orang yang berkulit gelap dan

bagian-bagian kulit yang berwarna gelap pada orang yang berkulit cerah

(misal puting susu) mengandung pigmen ini dalam jumlah yang lebih
banyak. Warna kulit yang normal bergantung pada ras dan bervariasi dari

merah muda yang cerah hingga cokelat. Melanin diyakini dapat menyerap

cahaya ultraviolet dan demikian akan melindungi seseorang terhadap efek

pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.

 Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum

tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan

merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel

Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.Sel-sel imun yang

disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans

mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan

membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin

bertanggungjawab mengenal dan menyingkirkan selsel kulit displastik dan

neoplastik. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-sarah

simpatis , yang mengisyaratkan adanya hubungan antara sistem saraf dan

kemampuan kulit melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres dapat

memengaruhi fungsi sel Langerhans dengan meningkatkan rangsang

simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel Langerhans, mengurangi

kemampuannya mencegah kanker.

 Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan

berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.

 Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling

dalam sebagai berikut:

 Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti

dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin. Lapisan ini merupakan


lapisan terluar dimana eleidin berubah menjadi keratin yang

tersusun tidak teratur sedangkan serabut elastis dan retikulernya

lebih sedikit sel-sel saling melekat erat.

 Stratum Lucidum, tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa

lapisan tipis yang homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak

terlihat. Stratum lucidum terdiri dari protein eleidin.

 Stratum Granulosum, terdiri atas 2-4 lapis sel poligonal gepeng

yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran

sel terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat

antar sel, yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap

masuknya materi asing, serta menyediakan efek pelindung pada

kulit.

 Stratum Spinosum,tersusun dari beberapa lapis sel di atas stratum

basale. Sel pada lapisan ini berbentuk polihedris dengan inti

bulat/lonjong. Pada sajian mikroskop tampak mempunyai tonjolan

sehingga tampak seperti duri yang disebut spina dan terlihat saling

berhubungan dan di dalamnya terdapat fibril sebagai intercellular

bridge.Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen; filamen ini

memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas (kerekatan)

antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-sel

spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami

gesekan seperti telapak kaki.

 Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah

pada epidermis, tersusun dari selapis sel-sel pigmen basal ,


berbentuk silindris dan dalam sitoplasmanya terdapat melanin.

Pada lapisan basile ini terdapat sel-sel mitosis.

2. Dermis

Dermis atau cutan (cutaneus), yaitu lapisan kulit di bawah epidermis.

Penyusun utama dari dermis adalah kolagen. Membentuk bagian terbesar kulit

dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit, memiliki ketebalan

yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm

di daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak

nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.

 Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri

atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast,

makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi). Lapisan

papila dermis berada langsung di bawah epidermis tersusun terutama dari

sel-sel fibroblast yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen,

yaitu suatu komponen dari jaringan ikat. Dermis juga tersusun dari

pembuluh darah dan limfe, serabut saraf kelenjar keringat dan sebasea,

serta akar rambut. Suatu bahan mirip gel, asam hialuronat, disekresikan

oleh sel-sel jaringan ikat. Bahan ini mengelilingi protein dan menyebabkan

kulit menjadi elastis dan memiliki turgor (tegangan). Pada seluruh dermis

dijumpai pembuluh darah, saraf sensorik dan simpatis, pembuluh limfe,

folikel rambut, serta kelenjar keringat dan palit.

 Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas

jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I).

3. Hipodermis atau Subkutan


Jaringan Subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang

paling dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan

bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.

Banyak mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan syaraf juga

terdapat gulungan kelenjar keringat dan dasar dari folikel rambut. Jaringan ini

memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas

tubuh. Lemak atau gajih akan bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin

seseorang, dan secara parsial menyebabkan perbedaan bentuk tubuh laki-laki

dengan perempuan. Makan yang berlebihan akan meningkatkan penimbunan

lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun

merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh. Tidak seperti

epidermis dan dermis, batas dermis dengan lapisan ini tidak jelas. Pada bagian

yang banyak bergerak jaringan hypodermis kurang, pada bagian yan melapisi

otot atau tulang mengandung anyaman serabut yang kuat. Pada area tertentu

yng berfungsi sebagai bantalan (payudara dan tumit) terdapat lapisan sel-sel

lemak yang tipis. Distribusi lemak pada lapisan ini banyak berperan dalam

pembentukan bentuk tubuh terutama pada wanita.

2.2.2. Fungsi Sistem integumen

Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.

Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi,ekskresi,

persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D.

1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu

berikut:

 Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat

kimia. Keratin merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan

erat seperti batu bata di permukaan kulit.

 Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan

dehidrasi; selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar

tubuh melalui kulit.

 Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut

dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi

membunuh bakteri di permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan

dengan ekskresi keringat, akan menghasilkan mantel asam dengan kadar

pH 5-6.5 yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba.

 Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada

stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di

sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar

matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila

terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul

keganasan.

 Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang

pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap

mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba

yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans.


2. Fungsi absorpsi

Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti

vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida.

Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air.

memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu

beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri.

Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga

mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat

peradangan. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,

hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat

berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar;

tetapilebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui

muara kelenjar.

3. Fungsi ekskresi

Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar

eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:

 Kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut

dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sebum

dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar

sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan

kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol,

protein, dan elektrolig. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan

bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.


 Kelenjar keringat

Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat

keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang

yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan,

dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain

mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk

mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil

pemecahan protein yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua jenis kelenjar

keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.

Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis,

serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau

yang khas. Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem

saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling

kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya

kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke

permukaan luar.

 Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan

kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah

metabolisme. Kadar pH-nya berkisar 4.0 – 6.8. Fungsi dari kelenjar

keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan,

mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing

dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan

dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.


4. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.

Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis

dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang

terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan

terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di

epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di

epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah

yang erotik.

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui

dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh

kapiler. Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam

jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga

panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu

rendah,tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit

pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas

oleh tubuh.

6. Fungsi pembentukan vitamin D

Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi

kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu

memodifikasi prekursor dan menghasilkan calcitriol, bentuk vitamin D yang

aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium

makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah. Walaupun


tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi

kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik

masih tetap diperlukan. Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi

karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah

kulit.

2.2.3. Definisi nyeri

International Association for Study of Pain (IASP), menyatakan bahwa

nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang

didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (James & Ashwill, 2007).

Berman, Snyder, Kozier, dan Erb (2009) menyatakan bahwa nyeri adalah

sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak

dapat dibagi dengan orang lain.

2.2.4. Klasifikasi nyeri

Nyeri dapat dijelaskan berdasarkan durasi, lokasi, atau etiologi (Berman,

Snyder,Kozier, &Erb, 2009), sebagai berikut :

1. Berdasarkan Lama/durasinya

 Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan selama periode penyembuhan yang

diharapkan, baik yang awitannya tiba-tiba atau yang lambat dan tanpa

memerhatikan intensitasnya. Nyeri akut pada anak, contohnya: nyeri


tindakan invasive, nyeri pasca operasi, sakit kepala, sakit perut , dan

lainnya.

 Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung berkepanjangan, biasanya

nyeri berulang atau menetap sampai enam bulan atau lebih, dan

mengganggu fungsi tubuh. Contoh nyeri akut pada anak antara lain nyeri

kanker dan nyeri sedasi perawatan akhir hidup.

2. Berdasarkan sumbernya

 Nyeri Kutaneus/ Superfisial yaitu nyeri yang berasal dari kulit atau

jaringan subkutan, contohnya: luka akibat teriris kertas yang menimbulkan

nyeri tajam dengan sedikit rasa terbakar.

 Nyeri Somatik Dalam, yaitu nyeri yang berasal dari ligament, pembuluh

darah, tulang, tendon dan syaraf. Nyeri menyebar dan cenderung

berlangsung lebih lama dibandingkan nyeri kutaneus, contohnya adalah

nyeri pergelangan kaki yang terkilir.

 Nyeri Viseral, nyeri yang dihasilkan dari stimulasi reseptor nyeri dalam

rongga abdomen, cranium dan thorak. Nyeri viseral seringkali disebabkan

karena spasme otot, iskemia, atau regangan jaringan. Obstruksi usus akan

mengakibatkan nyeri viseral.

3. Berdasarkan lokasi/letak

 Nyeri Radiasi

Nyeri radiasi adalah nyeri yang menyebar, dirasakan pada tempat sumber

nyeri dan menyebar ke jaringan sekitarnya, contohnya nyeri jantung


mungkin tidak hanya dirasakan di bagian dada namun menyebar ke

sepanjang bahu kiri dan turun ke lengan.

 Nyeri Alih (Referred Pain)

Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan jauh dari jaringan yang

menyebabkan nyeri. Nyeri alih contohnya yaitu nyeri bagian visera

abdomen yang dirasakan didaerah kulit yang jauh dari organ penyebab

nyeri.

 Nyeri yang Tidak dapat Dilacak (Intractable Pain)

Nyeri yang tidak dapat dilacak adalah nyeri yang sulit diatasi, misalnya

nyeri pada keganasan tingkat lanjut/ kanker maligna.

 Nyeri Neuropatik

Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat atau tepi. Nyeri

neuropatik berlangsung lama, tidak menyenangkan, dan dapat

digambarkan sebagai rasa terbakar, tumpul, dan gatal; nyeri tajam, seperti

ditembak dapat juga dirasakan.

 Nyeri Phantom

Nyeri phantom adalah sensasi yang sangat menyakitkan yang dirasa pada

bagian tubuh yang hilang (mis. kaki yang diamputasi) atau yang

mengalami paralisis karena cedera medulla spinalis. Nyeri neuropatik

dapat dibedakan dari sensasi phantom yaitu perasaan bahwa bagian tubuh

yang hilang masih tetap ada.

4. Berdasarkan penyebab/etiologi

 Nyeri Fisik
Nyeri fisik adalah nyeri yang bisa terjadi karena stimulus fisik (mis.

Fraktur femur).

 Nyeri Psycogenic

Nyeri psycogenic terjadi karena sebab yang kurang jelas/sulit

diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari

(mis. seseorang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya).

Nyeri mungkin saja disebabkan oleh perpaduan kedua etiologi.

2.2.5. Filosofi nyeri

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling

baik untuk memahami pengalaman nyeri adalah memahami tiga komponen

fisiologis berikut yakni: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri

mengirimkan implus melalui serabut saraf perifer. Serabut saraf memasuki

medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya

sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Pesan nyeri

dapat berinteraksi dengan selsel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri

sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks

serebral. Sekali stimulus mencapai korteks cerebral, maka otak

menginterprelasikan kualilas nyeri dan memproses informasi tentang

pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya

mempersepsikan nyeri (Potter dan Perry, 2006).

 Reseptor Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri


adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap

stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga

nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang

bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireceptor dapat dikelompokkan dalam beberapa

bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic),

dan pada daerah visceral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri

yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Impuls saraf yang

dihasilkan oleh stimulus nyeri menyebar di sepanjang saraf perifer aferen

(Potter dan Perry, 2006). Ada dua tipe serabut saraf perifer yang

mengonduksi stimulus nyeri yaitu:

 Serabut A-delta, merupakan serabut komponen cepat (kecepatan

tranmisi 6-30 m/det), bermielinasi, dan mengirim sensasi yang

tajam, terlokalisasi, dan jelas melokalisasi sumber nyeri dan

mendeteksi intensitas nyeri. Serabut ini menghantarkan cedera akut

dengan segera (Potter dan Perry, 2006; Tamsuri,2007).

 Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan

tranmisi 0,5 m/det), tidak bermielinasi, berukuran kecil,

menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, viseral, dan terus-

menerus, terdapat pada daerah yang lebih dalam serta nyeri

biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor

nyeri somatic dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada

tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga

lainnya, karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul


merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi. Reseptor nyeri

jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-

organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya.

Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif

terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap

penekanan, iskemia dan inflamasi (Potter dan Perry, 2006;

Tamsuri, 2007).

Ketika serabut C dan serabut A-delta mentransmisikan impuls dari serabut

saraf perifer, maka akan melepaskan mediator biokimia yang mengaktikan

atau membuat peka terhadap respon nyeri, misalnya kalium dan

prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel lokal mengalami kerusakan.

Transmisi stimulus nyeri berlanjut disepanjang serabut saraf aferen sampai

transmisi tersebut berakhir di bagian kornudorsalis, neurotransmitter

seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkan suatu transmisi

sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini

memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam system

saraf pusat Tubuh mampu menyesuaikan diri atau memvariasikan resepsi

nyeri seiring dengan transmisi stimulus nyeri. Terdapat serabut-serabut

saraf di traktus spinotalamus yang berakhir di otak tengah, menstimulasi

daerah tersebut untuk mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis

di medulla spinalis. Serabut ini disebut sistem nyeri desenden, yang

bekerja dengan melepaskan neuroregulator yang menghambat transmisi

stimulus nyeri (Potter dan Perry, 2006).

 Neuroregulator
Neuroregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimulus saraf

memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri. Substansi

ini ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf di dalam kornu dorsalis

pada medulla spinalis. Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok, yakni

neurotransmitter dan neuromodulator. Neutransmitter, misalnya substansi P

mengirim impuls fisik melewati celah sinaps di antara dua serabut. Serabut

saraf tersebut adalah serabut eksitator atau inhibitor. Neuromodulator

memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan

transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung mentransfer tanda saraf

melalui sinaps. Neuromodulator diyakini tidak bekerja secara langsung,

yakni dengan meningkatkan dan menurunkan efek neurotransmitter

tertentu. Endorphin merupakan salah satu contoh neuromodulator. Terapi

farmakologis untuk nyeri secara luas berdasarkan pada pengaruh obat-obat

yang dipilih pada neuregulator (Potter & Perry.2006).

 Neurotransmitter

a. Substansi P, terdapat di neuron di kornu dorsalis, dibutuhkan

untuk menstransmisi impuls nyeri dari perifer ke pusat otak

yang lebih tinggi, menyebabkan vasodilatasi dan edema.

b. Serotonin, dilepas dari batang otak dan kornu dorsalis untuk

menghambat transmisi nyeri.

c. Prostaglandin, dihasilkan dari pemecahan fosfolipid dalam

membran sel dan diyakini meningkatkan sensitivitas nyeri.

 Neuromodulator
a. Endorfin dan Dinorfin merupakan suplai alamiah tubuh yang

berupa substansi seperti morfin; diaktifkan oleh stress dan

nyeri; dilokalisasi di dalam otak, medulla spinalis, dan saluran

pencernaan; memberikan efek analgesia apabila agens ini

menyatu dengan reseptor opiat di otak; serta terdapat dalam

kadar yang lebih tinggi pada individu yang tidak terlalu merasa

nyeri dibandingkan yang lain dengan cedera yang sama.

b. Bradikinin, dilepas dari plasma yang keluar dari pembuluh

darah di jaringan sekitar pada lokasi cedera jaringan, terikat

pada reseptor pada saraf perifer, meningkatkan stimulus nyeri,

dan terikat pada sel-sel yang menyebabkan reaksi rantai yang

menghasilkan prostaglandin.

2.2.6. Teori nyeri

1. Gate Control Theory (Teori Pengontrolan Nyeri)

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa

impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di

sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-

sel gelatinosa substansia di dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis,

thalamus, dan system limbik. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah

pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar

teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori

dan serabut control desenden dari otak mengatur proses pertahanan.


Neuron delta-A dan C melepaskan substansi P untuk mentransmisi

impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor,

neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan

neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari

serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Mekanisme

penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien

dengan lembut.

Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila

masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan

membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri.

Apabila impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih

tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat

endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang

berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan

dengan menghambat pelepasan substansi P. Tehnik distraksi, konseling dan

pemberian placebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter &

Perry, 2006).

2. The Specificity Theory (Teori pemisahan)

Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan struktur tubuh

melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap indra peraba bersifat

spesifik, artinya bahwa saraf sensoris dingin hanya dapat dirangsang oleh

sensasi dingin, bukan oleh panas dan begitu pula dengan saraf sensoris

lainnya. Ada dua tipe serabut saraf yang menghantarkan stimulus nyeri yaitu

serabut saraf tipe delta A dan serabut saraf tipe C. Teori ini mengatakan
timbulnya sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung saraf

bebas oleh perubahan mekanik, rangsangan kimia, atau temperature yang

berlebihan. Persepsi nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri diproyeksikan

oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri thalamus.

3. Teori Transmisi dan Inhibisi

Stimulus pada nociceptor memulai impuls-impuls saraf, sehingga transmisi

impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang spesifik. Inhibisi

impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut-serabut besar

yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem

supresif.

2.2.7. Prinsip pengkajian nyeri

Respon anak terhadap nyeri mengikuti pola perkembangan dan

dipengaruhi temparemen, kemampuan koping, dan pajanan terhadap nyeri dan

prosedur yang menyakitkan sebelumnya. Pengkajian nyeri perlu menggunakan

berbagai strategi pengkajian untuk membantu dalam memperoleh hasil

pengkajian nyeri yang lebih akurat. Strategi-strategi ini termasuk menanyakan

anak (dengan kata-kata yang sesuai tingkat perkembangan kognitif dan bahasa)

dan orang tua, pengamatan perilaku dan respon psikologik, serta penggunaan

skala nyeri (Kathlellen, 2008).

Pengkajian nyeri pada anak yang menyeluruh dan akurat adalah kunci

untuk menentukan intervensi nyeri yang baik dan efektif (Potts & Mandleco,

2012). Pengkajian nyeri terdiri dari 2 komponen utama yaitu riwayat nyeri
untuk mendapatkan data klien dan observasi langsung terhadap respons

perilaku dan psikologis klien (Berman, Snyder, Kozier, & Erb, 2009).

Hockenberry & Wilson (2009) menyatakan bahwa terdapat tiga tipe

pengukuran nyeri yang telah dikembangkan untuk mengukur/menilai nyeri

pada anak, yaitu behavioral measures, physiologic measures, and self report

measures, yang penerapannya bergantung pada kemampuan kognitif dan

bahasa anak.

1. Wawancara nyeri dan riwayat nyeri

Pengkajian awal nyeri pada anak meliputi riwayat nyeri dan informasi

komprehensif tentang pengalaman nyeri anak pada masa lalu, strategi

perawatan, dan segala sesuatu yang disukai anak. Perawat perlu menanyakan

kepada anak dan pengasuh anak (mis. orangtua) tentang intervensi dan strategi

koping yang telah berhasil membantu di masa lalu. Pengkajian nyeri meliputi

PQRST (presence of pain, quality, radiation, severity, timing) yang dilakukan

oleh perawat dengan cara mewawancarai kedua orang tua (atau primary care

provider) dan kemudian anak diberi kesempatan untuk menggambarkan dan

menilai rasa nyerinya dengan menggunakan skala pengukuran nyeri. Pada

anak-anak yang secara perkembangan kognitif belum mampu menggambarkan

atau mengungkapkan nyeri yang dirasakannya, perawat melakukan pengkajian

kepada orangtuanya. Informasi yang diberikan orang tua harus dihargai.

Pengkajian nyeri secara sistematis untuk memperoleh riwayat nyeri akan

menunjukkan penilaian yang lebih komprehensif (Potts & Mandleco, 2012).

Tabel 2.2 Format Pengkajian Nyeri PQRST

Pengkajian Nyeri PQRST


P-presence of pain adanya nyeri: "Apakah kamu merasa sakit/nyeri hari ini?"
Q-quality kualitas: "Apa kata yang menggambarkan rasa sakit/ nyeri
kamu?" (mis. tajam, membakar, kesemutan, dll)
R-radiation radiasi atau lokasi: "Dimana rasa sakit/nyeri kamu? Apakah
nyerinya hanya disitu atau menyebar di tempat lain?"
S-severity keparahan: "Berikan saya nomor antara 0-10 untuk menunjukkan
nyeri kamu."
T-timing: waktu: "? Sudah berapa lama kamu merasakan rasa nyeri ini.
Berapa lama rasa nyeri itu kamu rasakan setiap kali nyeri itu
datang?"
Sumber : Potts & Mandleco, 2012

Tabel 2.3 Pertanyaan riwayat Nyeri

Pertanyaan untuk Anak Pertanyaan untuk Orangtua


Ceritakan pada saya apa yang Kata-kata apa yang anak anda gunakan
sakit/nyeri. untuk menggambarkan rasa nyerinya?
Ceritakan pada saya tentang sakit Gambarkan rasa nyeri yang pernah
yang pernah kamu rasakan dialami anak anda.
sebelumnya.
Kepada siapa kamu bercerita ketika Siapa yang anak anda beritahu ketika
kamu sakit? ia merasakan nyeri?
Apa yang kamu lakukan untuk dirimu Bagaimana anda tahu kapan anak anda
ketika sakit? sedang mengalami nyeri?
Apa yang kamu ingin orang lain Bagaimana biasanya anak anda
lakukan untuk kamu ketika sakit? bereaksi ketika dia merasa nyeri?
Apa yang kamu tidak ingin orang lain Apa yang anda lakukan untuk
lakukan untuk kamu ketika sakit? membantu anak anda ketika dia sedang nyeri ?
Apa yang paling membantu untuk Apa yang anak anda lakukan untuk
membuat sakit/ nyerimu pergi? membantu dirinya sendiri ketika ia
sedang nyeri?
Apa cara yang terbaik untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri anak anda?
Apakah ada hal lain yang ingin kamu Apakah ada hal khusus yang anda
ceritakan pada saya tentang sakit yang ingin saya tahu tentang nyeri anak
pernah kamu alami? (Jika ya, Anda? (jika ya, jelaskan)
jelaskan)
Sumber : Potts & Mandleco, 2012

Pengkajian nyeri berdasarkan tingkat perkembangan (James &

Ashwill,2007) yaitu:

a. Neonatus dan bayi

 Biasanya menunjukkan perubahan dalam ekspresi wajah, termasuk

mengerutkan kening, menyeringai, alis berkerut, ekspresi terkejut,

dan wajah berkedip.


 Menunjukkan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung dan

penurunan saturasi oksigen.

 Bersuara tinggi, tegang, menangis keras

 Ekstremitas menunjukkan tremor

 Menemukan lokasi nyeri, memijat daerah tersebut dan menjaga

bagiannya.

b. Toddler

 Menunjukkan dengan menangis keras

 Mampu menyampaikan secara verbal untuk menunjukkan

ketidaknyamanan seperti “Aduh”, “Sakit”.

 Mencoba untuk menunda prosedur karena dianggap menyakitkan

 Menunjukkan kegelisahan umum

 Menyentuh area yang sakit

 Lari dari perawat

c. Pra Sekolah

 Sakit dirasakan sebagai hukuman atas sesuatu yang mereka

lakukan.

 Cenderung menangis

 Menggambarkan lokasi dan intensitas nyeri

 Menunjukkan regresi untuk perilaku sebelumnya, seperti

kehilangan control.

 Menolak rasa sakit untuk menghindari kemungkinan diinjeksi

d. Sekolah
 Menggambarkan rasa sakit dan mengukur intensitas nyeri

 Menunjukkan postur tubuh kaku

 Menunjukkan penarikan

 Menunda untuk melakukan prosedur

e. Remaja

 Merasakan nyeri pada tingkat fisik, emosi, dan kognitif

 Mengerti sebab dan efeknya

 Menggambarkan rasa sakit dan mengukur intensitas nyeri

 Meningkatkan ketegangan otot

 Menunjukkan penurunan aktivitas motorik

 Menyebutkan kata sakit atau berdebar untuk menjelaskan nyeri

2.2.8. Pengukuran nyeri

Sejumlah cara penilaian nyeri telah dikembangkan untuk mengukur nyeri

pada anak. Pengukuran nyeri dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: pengukuran

objektif (objective measures) digunakan untuk mengobservasi skor parameter

perilaku (behavioral measures), atau fisiologis (physiologic measures), dan

pengukuran subjektif (subjective measures) yaitu laporan diri (self report

measures) yang digunakan agar anak dapat mengukur nyerinya (Hockenberry

& Wilson, 2009; Potts & Mandleco, 2012).

1. Pengukuran objektif (Objective Measures)

a. Behavioral Measures
Pengkajian perilaku sangat berguna untuk mengukur nyeri pada

bayi dan anak preverbal yaitu anak yang belum memiliki kemampuan

untuk mengkomunikasikan nyeri yang dirasakan, atau pada anak dengan

gangguan mental yang memiliki kemampuan yang terbatas dalam

menyampaikan kalimat yang memiliki arti. Pengukuran ini bergantung

pada observer dalam mengamati dan merekam perilaku anak misalnya

vokalisasi (suara), ekspresi wajah, dan gerak tubuh yang menunjukkan

ketidaknyamanan. Pengukuran nyeri melalui pengamatan perilaku

seringkali reliabel dalam mengukur nyeri akut, nyeri dari prosedur yang

tajam seperti injeksi dan pungsi lumbar, namun kurang reliabel saat

mengukur nyeri yang berkepanjangan (Hockenberry & Wilson, 2009).

Terdapat beberapa skala pengkajian perilaku nyeri yang sering

digunakan,antara lain (James & Ashwill, 2007; Hockenberry & Wilson,

2009; Potts & Mandleco, 2012):

 FLACC Pain Assessment Tool

Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak mulai

usia 2 bulan-7 tahun. Skala ini terdiri dari 5 penilaian dengan skor total

0 untuk tidak ada nyeri dan 10 untuk nyeri hebat. Penilaian tersebut

adalah ekspresi muka (0-2), gerakan kaki (0-2), aktivitas (0-2),

menangis (0-2), kemampuan dihibur (0-2). Hasil skor perilakunya

adalah 0: untuk rileks dan nyaman, 1-3; nyeri ringan/ ketidaknyamanan

ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-10 nyeri hebat/ ketidaknayamanan berat.


Sumber : Potts & Mandleco, 2012

 The Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS)

Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak usia

1-5 tahun. Skala ini terdiri dari 6 kategori dengan skor total 4 untuk

tidak ada nyeri dan 13 untuk nyeri hebat.

Item Perilaku Skor


Tangisan Tidak menangis 1 Anak tidak menangis.
Mengerang 2 Anak mengerang atau menangis tanpa
Merintih 2 suara.
Menjerit Anak menangis, tapi tangisan lirih dan
3 merengek.
Anak menangis dengan kekuatan penuh,
menangis dengan diikuti keluhan atau
tanpa keluhan.
Wajah Biasa 1 Eksprei wajah netral.
Menyeringai 2 Ekspresi tampak negatif.
Tersenyum 0 Ekspresi tersenyum.
Ungkapan Tak ada 1 Anak tidak bicara.
verbal Keluhan lain 1 Anak mengeluh, tapi tidak disebabkan
oleh nyeri (karena ingin bersma ibu,atau
karena haus).
2 Anak mengeluh tentang nyeri
2 Anak mengeluh tentang nyeri disertai
keluhan lain (ingin bertemu ibu atau
orang lain)
0 Anak mengatakan hal positif tanpa
mengeluh nyeri
Gerakan Netral 1 Badan tampak istirahat, tidak aktif.
Bergeser 2 Badan tampak bergerak bergeser.

Menguat 2 Badan tampak tegang dan kaku.


Menggigil 2 Badan tampak berguncang tak
beraturan.
Naik 2
Terbatasi 2 Badan anak berubah posisi ke atas.
Badan anak terbatasi.
Sentuhan Tidak tersentuh 1 Anak tidak tersentuh atau terkena luka.
Meraih 2 Anak meraih tetapi tak menyentuh luka.
Menyentuh 2 Anak menyentuh area luka.
Memegang 2 Anak memegang luka dengan
Terbatas bersemangat.
2 Lengan terbatasi.
Kaki Netral 1 Kaki dalam berbagai posisi namun
relaks, seperti berenang ataupun gerakan
lain.
Menggeliat/ 2 Definitive uneasy or restless movements
menendang in the legs and/or tampak gerakan yang
sulit.
Menarik,menegan 2 Kaki tampak tegang atau menarik kaki
g mendekati tubuh .
Berdiri 2 Berdiri, membungkuk, atau berlutut.
Terbatasi 2 Kaki anak dipegangi

 The Toddler-Preschooler Postoperative Pain Scale (TPPPS)

Skala ini digunakan untuk mengobservasi nyeri pasca operasi pada

anak usia 1-5 tahun. Skala ini terdiri dari 3 kategori perilaku nyeri

yaitu: (1) keluhan nyeri secara verbal, (2) ekspresi wajah, (3) ekspresi

nyeri tubuh.

 The Parent’s Postoperative Pain rating Scale (PPPRS)

Skala ini adalah skala yang dapat digunakan orang tua untuk menilai

nyeri yang dirasakan anak mereka dengan mencatat perubahan

perilaku anaknya.
 Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)

Skala ini mengkaji intensitas nyeri pada bayi dengan rata-rata umur

kehamilan 33,5 minggu. Skala terdiri dari 6 variabel penilaian dengan

total skor 0 untuk tidak ada nyeri sedangkan 7 nilai nyeri hebat.

Variabel yang dinilai adalah ekspresi wajah (0-1), menangis (0-2), pola

pernafasan (0-1), tangan (0-1), kaki (0-1), dan kepekaan terhadap

rangsangan (0-1).

Parameter Score
Facial 0-relaxed 1- grimace
expression
Cry 0-no cry 1-whimper 2- vigorous
Breathing 0- relaxed 1- change in breathing
pattrem
Arms 0- relaxed or restrained 1- flexed or extended
Legs 0- relaxed or restrained 1- flexed or extended
State of 0-sleeping or awake 1- flussy
anousal
Sumber : Potts & Mandleco, 2012

 CRIES (Criying, requiring increased oxygen, Increased vital sign,

Expression, and Sleeplessness).

Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pascabedah

neonatal (0-6 bulan) yang baru. Skala ini terdiri dari 5 penilaian

dengan skor total 0 untuk tidak ada nyeri dan 10 untuk nyeri hebat.

Penilaian tersebut adalah menangis (0-2), peningkatan kebutuhan

oksigen tambahan (0-2), peningkatan tanda vital (0-2), ekspresi (0-2),

tidak bisa tidur (0-2).

Tabel 2.4 tabel CRIES (Criying, requiring increased oxygen,


Increased vital sign, Expression, and Sleeplessness).
0 1 2
Menangis Tidak Nada tinggi Tidak nyaman
Perlu O2 untuk Tidak <30% >30%
saturasi > 95 %
Peningkatan tanda Denyut jantung Denyut jantung Denyut jantung dan
vital dan dan tekanan tekanan darah
tekanan darah = darah meningkat meningkat >20% dari
atau < praoperasi <20% dari keadaan praoperasi
keadaan
praoperasi
Ekspresi Tidak ada Meringis Meringis/menyeringai
Tidak tidur Tidak Bangun Dengan Bangun terus menerus
interval sering
Sumber : Hockenberry & Wilson (2009)

 Skala Nyeri Post Operasi (Post Operative Pain Score/POPS)

Skala ini digunakan untuk mengkaji nyeri pada bayi usia 1-7 bulan.

Skala ini terdiri dari 10 penilaian dengan masing-masing skor 0-2

dengan rentang skor total 0 untuk nyeri hebat dan 20 untuk tidak nyeri.

Variabel yang dinilai adalah tidur (0-2), fleksi jari-jari tangan maupun

kaki (0-2), exoresi wajah (0-2), kemampuan menghisap (0-2), kualitas

menangis (0-2), suara (0-2), gerakan spontan (0-2), rangsangan

spontan (0-2), consolability (kemampuan dihibur) (0-2), keramahan (0-

2).

 Pain Assessment Tool (PAT)

Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada bayi dengan

umur kehamilan 27 minggu sampai matur. Skala ini terdiri dari 10

variabel penilaian dengan skor total 4 untuk tidak ada nyeri dan 20

untuk nyeri hebat. Variabel tersebut adalah sikap/suara (1-2),

pernafasan (1-2), pola tidur (0-2), frekuensi jantung (1-2), ekspresi (1-

2), saturasi (0-2), warna (0-2), tekanan darah (0-2), menagis (0-2),

persepsi perawat (0-2).

 Pain Ratting Scale (PRS)

Skala ini digunakan untuk mengakji intensitas nyeri pada bayi umur 1-

36 bulan. Skala ini terdiri dari 6 penilaian dengan skor total 0 untuk
tidak ada nyeri dan 5 untuk nyeri hebat. Penilaian tersebut adalah

tersenyum, tidur tidak ada perubahan ketika digerakkan maupun

disentuh (0), membutuhkan sedikit kata-kata, gelisah bergerak,

menangis (1), perubahan perilaku, tidak mau makan/minum, menangis

dengan periode pendek, mengalihkan perhatian dengan bergoyang atau

dot (2), peka rangsang, tangan dan kaki bergerak-gerak, wajah

meringis (3), menggapai-gapai, meratap dengan nada tinggi, orang tua

meminta obat untuk mengurangi nyeri, tidak dapat mengalihkan

perhatian (4) tidur yang lama terganggu sentakan, menangis terus-

menerus, pernafasan cepat dan dangkal (5).

 Objective Pain Score (OPS)

Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak mulai 4

bulan sampai 18 tahun. Skala ini terdiri dari 5 penilaian dengan skor

total 0 tidak ada nyeri dan 10 untuk nyeri hebat. Adapun penilaian

tersebut adalah tekanan darah (0-2), menangis (0-2), bergerak (0-2),

agitasi (0-2), dan bahasa tubuh (0-2).

 Nurses Assessment of Pain Inventory (NAPI)

Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak baru

lahir sampai 16 tahun. Skala ini terdiri dari 3 penilaian dengan skor

total 0 untuk tidak ada nyeri dan 7 untuk nyeri hebat. Penilaian

tersebut adalah gerak tubuh (0-2), wajah (0-3) dan menyentuh (0-2).

 Behavioral Pain Score (BPS)

Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak usia 3-

36 bulan. Skala ini terdiri dari 3 penilaian dengan skor total 0 tidak ada
nyeri dan 8 untuk nyeri hebat. Penilaian tersebut adalah ekspresi wajah

(0-2), menangis (0-3) dan bergerak (0-3).

 Modified Behavioral Pain Score (MBPS)

Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada usia 4-6

bulan. Skala ini terdri dari 3 penilaian dengan skor total 0 tidak ada

nyeri dan 10 untuk nyeri hebat. Penilaian tersebut adalah ekspresi

wajah (0-3), menangis (0-4), dan gerak (0, 2, 3).

 Riley Infant Scale (RIPS)

Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada usia lebih

dari 36 bulan. Skala ini terdiri daro 3 penilaian dengan skor total 0

untuk tidak ada nyeri dan 3 untuk nyeri hebat. Penilaian tersebut

adalah wajah netral, tenang, tidur tenang, tidak ada teriakan,

consolable, bergerak dengan mudah (0); mengerutkan kening, gerakan

tubuh gelisah, susah tidur, merintih, meringis, dengan sentuhan (1),

gigi terkatup, agitasi moderat, tidur sebentar-sebentar, sulit untuk

dihibur, menangis (2), dan ekspresi menangis penuh, meronta-ronta,

tidur waktu yang lama terganggu oleh sentakan atau tidak tidur,

menangis dengan nada tinggi, tidak dapat dihibur, menjerit ketika

disentuh / pindah (3).

2. Pengukuran subjektif (Subjective- Self Report Measures)

Semua jenis rasa nyeri, informasi terpenting dapat diperoleh ketika anak

mengukur rasa nyeri itu sendiri. Beberapa metode membantu anak-anak dalam

mengukur nyeri mereka sendiri. Pemilihan ukuran tertentu harus didasarkan

pada tingkat perkembangan anak dan kesukaan, kebijakan institusi, dan


ketersediaan instrumen. Sebuah ukuran kuantitatif nyeri juga menambah

validitas ketika mendiskusikan pengobatan nyeri dengan anggota tim

perawatan kesehatan karena melaporkan nyeri anak dengan angka atau

langkah-langkah yang lebih kredibel daripada mengatakan "dia bilang dia

sakit"( Potts & Mandleco, 2012). Terdapat beberapa skala pengukuran nyeri

pada anak, antara lain (Hockenberry & Wilson, 2009):

a. FACES Pain Rating Scale (Wong and Baker, 1988)

Skala ini digunakan pada anak usia 3 tahun dan usia yang lebih tua.

b. Oucher (Beyer, Denyes, and Villarruel, 1992)

Skala ini digunakan pada anak usia 3-13 tahun.

Sumber : www.oucher.org
c. Word Graphic Rating Scale (Tesler, Savedra, Holzemer, and Others,1991)
Skala ini digunakan pada anak usia 4-17 tahun.

Tidak nyeri nyeri nyeri nyeri


Nyeri ringan Sedang Berat Hebat

d. Numeric Scale

Skala ini digunakan pada anak usia 5 tahun dan usia yang lebih tua.

e. Visual Analog Scale (VAS)(Cline, Herman, Shaw, and Others, 1992)

Skala ini digunakan pada anak usia 4,5 tahun dan usia yang lebih tua; pada

umumnya pada anak usia 7 tahun.

Tidak nyeri
Nyeri hebat
2.2.9. Pengertian kecemasan

1. Pengertian kecemasan

Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami

oleh setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari

kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum,

dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang

tidak jelas asal maupun wujudnya (Sutardjo Wiramihardja, 2005:66).

Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu

tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap

situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul

sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan

emosi (Savitri Ramaiah, 2003:10).

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fitri Fauziah & Julianti Widuri,

2007:73) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam,

dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,

pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan

identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami

siapapun.

Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan

akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya. Kecemasan

merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang

menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu

masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut
pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau

disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur

Rochman, 2010:104).

2. Gejala Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya

ancaman terhadap kesehatan. Individu-individu yang tergolong normal kadang

kala mengalami kecemasan yang menampak, sehingga dapat disaksikan pada

penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun mental. Gejala tersebut

lebih jelas pada individu yang mengalami gangguan mental. Lebih jelas lagi

bagi individu yang mengidap penyakit mental yang parah. Gejala-gejala yang

bersifat fisik diantaranya adalah : jari tangan dingin, detak jantung makin

cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang, tidur tidak

nyenyak, dada sesak.Gejala yang bersifat mental adalah : ketakutan merasa

akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tenteram, ingin

lari dari kenyataan (Siti Sundari, 2004:62).

Kecemasan juga memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut

dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dantidak menyenangkan.

Gejala-gejala kecemasan yang muncul dapat berbeda pada masing-masing

orang. Kaplan, Sadock, & Grebb (Fitri Fauziah & Julianti Widury, 2007:74)

menyebutkan bahwa takut dan cemas merupakan dua emosi yang berfungsi

sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat

ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari lingkungan, dan tidak

menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul jika


bahaya berasal dari dalam diri, tidak jelas, atau menyebabkan konflik bagi

individu. Lur Rochman, (2010:103) mengemukakan beberapa gejala-gejala

dari kecemasan antara lain :

 Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian

menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan

bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.

 Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan

sering dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable,

akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.

 Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delusion of

persecution (delusi yang dikejar-kejar).

 Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah,

banyak berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.

 Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan

tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.

Nevid Jeffrey S, Spencer A, & Greene Beverly (2005:164)

mengklasifikasikan gejala-gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala,

diantaranya yaitu :

 Gejala fisik dari kecemasan yaitu : kegelisahan, anggota tubuh bergetar,

banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa

lemas, panas dingin, mudah marah atau tersinggung.

 Gejala behavioral dari kecemasan yaitu : berperilaku menghindar,

terguncang, melekat dan dependen


 Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : khawatir tentang sesuatu,

perasaan terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa

depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi,

ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa

bercampur aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi.

2.2.10. Faktor-faktor penyebab kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian

besar tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwaperistiwa

atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut

Savitri Ramaiah (2003:11) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi

kecemasan, diantaranya yaitu :

a. Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu

tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya

pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga,

sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak

aman terhadap lingkungannya.

b. Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar

untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya

menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.

c. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya

kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama

ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan

ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

2.2.11. Jenis-jenis kecemasan

Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam

dirinya sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsangan dari luar.

Mustamir Pedak (2009:30) membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan

yaitu :

a. Kecemasan Rasional

Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam,

misalnya ketika menunggu hasil ujian.Ketakutan ini dianggap sebagai suatu

unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah kita.

b. Kecemasan Irrasional

Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini dibawah keadaankeadaan

spesifik yang biasanya tidak dipandang mengancam.

c. Kecemasan Fundamental

Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya,

untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut.

Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran

fundamental bagi kehidupan manusia.


Sedangkan Kartono Kartini (2006: 45) membagi kecemasan menjadi duajenis

kecemasan, yaitu :

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan dibagi menjadi dua kategori yaitu ringan sebentar dan

ringan lama.Kecemasan ini sangat bermanfaat bagi perkembangan kepribadian

seseorang, karenakecemasan ini dapat menjadi suatu tantangan bagi seorang

individu untuk mengatasinya.Kecemasan ringan yang muncul sebentar adalah

suatu kecemasan yang wajar terjadi padaindividu akibat situasi-situasi yang

mengancam dan individu tersebut tidak dapat mengatasinya, sehingga timbul

kecemasan. Kecemasan ini akan bermanfaat bagi individu untuk lebihberhati-

hati dalam menghadapi situasi-situasi yang sama di kemudian hari.Kecemasan

ringan yang lama adalah kecemasan yang dapat diatasi tetapi karena individu

tersebut tidak segera mengatasi penyebab munculnya kecemasan, maka

kecemasan tersebutakan mengendap lama dalam diri individu.

b. Kecemasan Berat

Kecemasan berat adalah kecemasan yang terlalu berat dan berakar secara

mendalam dalam diriseseorang. Apabila seseorang mengalami kecemasan

semacam ini maka biasanya ia tidakdapat mengatasinya. Kecemasan ini

mempunyai akibat menghambat atau merugikanperkembangan kepribadian

seseorang. Kecemasan ini dibagi menjadi dua yaitu kecemasanberat yang

sebentar dan lama.Kecemasan yang berat tetapi munculnya sebentar dapat

menimbulkan traumatis padaindividu jika menghadapi situasi yang sama

dengan situasi penyebab munculnya kecemasan.Sedangakan kecemasan yang

berat tetapi munculnya lama akan merusak kepribadian individu. Halini akan
berlangsung terus menerus bertahun-tahun dan dapat meruak proses

kognisiindividu. Kecemasan yang berat dan lama akan menimbulkan berbagai

macam penyakitseperti darah tinggi, tachycardia (percepatan darah), excited

(heboh, gempar).

2.2.12. Gangguan kecemasan

Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki cirri

kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak dapat

secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Fitri Fauziah & Julianty

Widuri (2007:77) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu :

a. Fobia Spesifik

Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi

terhadap obyek atau situasi yang spesifik.

b. Fobia Sosial

Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya

berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi

dimana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina atau

dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau menampilkan

perilaku lain yang memalukan.

c. Gangguan Panik

Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik yang

spontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat muncul pada

gangguan panik antara lain ; sulit bernafas, jantung berdetak kencang, mual,

rasa sakit didada, berkeringat dingin, dan gemetar. Hal lain yang penting
dalam diagnosa gangguan panik adalah bahwa individu merasa setiap

serangan panik merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan.

d. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder) Generalized

Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat

pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik, yang menyebabkan

gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan

pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata.

2.2.13. Pengukuran kecemasan

Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton Rating

Scale for Anxiety (HRS-A) yang sudah dikembangkan oleh kelompok Psikiatri

Biologi Jakarta (KPBJ) dalam bentuk Anxiety Analog Scale (AAS). Validitas

AAS sudah diukur oleh Yul Iskandar pada tahun 1984 dalam penelitiannya

yang mendapat korelasi yang cukup dengan HRS A (r = 0,57 –0,84).

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut

alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).

Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada

munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala

HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami

kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol

Present) sampai dengan 4 (severe). Skala HARS pertama kali digunakan pada

tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah

menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial

clinic.
Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup

tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic

yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan

dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan

reliable. Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang dikutip Nursalam

(2003) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

a. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

c. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri

dan takut pada binatang besar.

d. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur

tidak pulas dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

f. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi,

sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari. Gejala somatik: nyeri

pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan otot.

g. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah

dan pucat serta merasa lemah.

h. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan

detak jantung hilang sekejap. Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada,

perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek.
i. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun,

mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan

panas di perut.

j. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,

ereksi lemah atau impotensi.

k. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma

berdiri, pusing atau sakit kepala. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-

jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot

meningkat dan napas pendek dan cepat. Cara penilaian kecemasan adalah

dengan memberikan nilai dengan kategori:

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-

14 dengan hasil:

a. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.

b. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan.

c. Skor 15 – 27 = kecemasan sedang.

d. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat

2.3. Konsep pertumbuhan dan pekermbangan anak usia prasekolah


2.4. Konsep Phlebotomy

1. Definisi phlebotomy

Flebotomi dalam bahasa inggris adalah phlebotomy berasal dari kata

Yunani phleb dantomia. Phleb berarti pembuluh darah vena dan tomia berarti

mengiris/memotong (“cutting”). Dulu dikenal istilah venasectie (Belanda),

venesection atau venisection (Inggris). Sedangkan Flebotomist adalah seorang

tenaga medik yang telah mendapat latihan untuk mengeluarkan dan

menampung specimen darah dari pembuluh darah vena, arteri atau kapiler.

Teknik flebotomi merupakan suatu cara pengambilan darah (sampling) untuk

tujuan tes laboratorium atau bisa juga pengumpulan darah untuk didonorkan.

2. Kompetensi minimal seorang Flebotomi

Kompetensi minimal seorang flebotomi antara lain :

1) Flebotomis mampu berkomunikasi dengan pasien untuk menjelaskan

tujuan pengambilan darah, apa yang akan dilakukan dan bagaimana

caranya, menjelaskan tujuan dan cara persiapan pasien.

2) Mampu mengerjakan tugas-tugas administrasi.

3) Harus mengerti dan mematuhi prosedur keselamatan pasien dan dirinya.

4) Harus dapat menyiapkan bahan dan alat-alat yang akan digunakan serta

memilih antikoagulansia

5) Harus memahami prosedur dan tehnik flebotomi venipuncture dan

skinpuncture yang benar

6) Melakukan labelisasi pada tabung / wadah sampel secara benar

7) Mampu melakukan tranportasi sampel secara benar serta tepat waktu ke

laboratorium
8) Harus mampu menangani komplikasi akibat pelaksaan flebotomi secara

benar dan cepat (Rikawati 2010).

3. Cara Memperoleh Darah

Alat-alat yang digunakan untuk mengambil darah, yaitu :

a. Sarung tangan

Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah terjadi infeksi,

tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien yang lainnnya

untuk mencegah kontaminasi silang. Sarung tangan harus dipakai kalau

menangani darah, duh tubuh, sekresi dan eksresi (kecuali keringat). Petugas

kesehatan (Plebotomis) menggunakan sarung tangan untuk tiga alasan yaitu:

 Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien.

 Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.

 Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan

mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lain.

b. Masker

Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas

kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk, bersin, dan juga mencegah

ciprtan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung

atau mulut petugas kesehatan.

c. Spuit

Adalah alat yang digunakan untuk pengambilan darah atau pemberianinjeksi

intravena dengan volume tertentu. Spuit mempunyai skala yang

dapatdigunakan untuk mengukur jumlah darah yang akan diambil, volume


spuit bervariasi dari 1 ml, 3 ml, 5 ml bahkan ada yang sampai 50 ml yang

biasanyadigunakan untuk pemberian cairan sonde atau syring pump.

d. Tourniquet

Adalah alat yang digunakan untuk pengambilan darah atau pemberian injeksi

intravena dengan volume tertentu. Spuit mempunyai skala yang dapat

digunakan untuk mengukur jumlah darah yang akan diambil, volume

spuit bervariasi dari 1 ml, 3 ml, 5 ml bahkan ada yang sampai 50 ml yang

biasanya digunakan untuk pemberian cairan sonde atau syring pump.

Tourniquet Merupakan bahan mekanis yang fleksibel, biasanya terbuat dari

karetsintetis yang bisa merenggang. Digunakan untuk pengebat atau

pembendung pembuluh darah pada organ yang akan dilakukan penusukan

plebotomy. Adapun tujuan pembendungan ini adalah untuk fiksasi,

pengukuhan vena yang akan diambil. Dan juga untuk menambah tekanan vena

yang akan diambil, sehingga akan mempermudah proses penyedotan darah

kedalam spuit.

e. kapas alcohol

Merupakan bahan dari wool atau kapas yang mudah menyerap dan dibasahi

dengan antiseptic berupa etil alkohol. Tujuan penggunaan kapas alkohol

adalah untuk menghilangkan kotoran yang dapat mengganggu pengamatan

letak venasekaligus mensterilkan area penusukan agar resiko infeksi bisa

ditekan.

f. Needle, Wing Needle

Ialah ujung spuit atau jarum yang digunakan untuk pengambilan secara

vakum. Needle ini bersifat non fixed atau mobile sehingga mudah dilepas dari
spuitserta container vacuum. Penggantian needle dimaksudkan untuk

menyesuaikan dengan besarnya vena yang akan diambil atau untuk

kenyamanan pasien yangmenghendaki pengambilan dengan jarum kecil.

g. Vacuum Tube

Tabung vakum pertama kali dipasarkan dengan nama dagang Vacutainer.

Jenis tabung ini berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat dari kaca

atau plastik. Ketika tabung dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk

ke dalamtabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah

tercapai

h. Blood Container

Tabung tempat penampungan darah yang tidak bersifat vakum udara. Ini biasa

digunakan untuk pemeriksaan manual, dan dengan keperluan tertentu

misalnya pembuatan tampungan sendiri untuk efisiensi biaya.

i. Plester 

Digunakan untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas plebotomi,

sehinggamembantu proses penyembuhan luka dan mencegah adanya infeksi

akibat perlukaan atau trauma akibat penusukan.

3. Prosedur Kerja

Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya diambil

dari vena median cubital , pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku).Vena ini

terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokansaraf

besar. Apabila tidak memungkinkan, vena chepalica atau vena basilica bisa

menjadi pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena basilica harus dilakukan

dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan arteri brachialis dan


syaraf median. Jika vena cephalica dan basilica ternyata tidak bisa digunakan,

maka pengambilan darah dapat dilakukan di vena di daerah pergelangan tangan.

Lakukan pengambilan dengan dengan sangat hati-hati dan menggunakan jarum

yang ukurannya lebih kecil.

Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :

a. Lengan pada sisi mastectomy

b. Daerah edema

c. Hematoma

d. Daerah dimana darah sedang ditransfusikan

e. Daerah bekas luka

f. Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular 

g. Daerah intra-vena lines Pengambilan darah di daerah ini dapat

menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau

menurunkan kadar zat tertentu. Ada dua cara dalam pengambilan darah

vena, yaitu cara manual dan cara vakum. Cara manual dilakukan dengan

menggunakan alat suntik (syring), sedangkan caravakum dengan

menggunakan tabung vakum (vacutainer).


2.5. Konsep Buzzy®

Tusukan jarum dinilai oleh anak-anak sebagai peristiwa medis yang paling

ditakuti, yang mengakibatkan rasa sakit akut, kecemasan dan tekanan, yang

berdampak negatif baik pada anak dan orang tuanya. analgesik adalah semua

faktor yang berhubungan dengan skor nyeri anak-anak. Implikasi klinis The

“Buzzy” mungkin mudah diakses, murah ($ 39,95 masing- masing dengan $ 0,09

per 3 menit), dan teknik yang efektif untuk mengendalikan atau mengurangi rasa

sakit pada anak-anak yang menjalani pemasangan IV (Moadad, Kozman, Shahine,

Ohanian, & Badr, 2016). Penggunaan sensasi dingin dan getaran eksternal melalui

Buzzy® mengurangi rasa sakit yang dirasakan dan mengurangi kecemasan anak-

anak selama pengumpulan spesimen darah (Inal & Kelleci, 2012).

1. Bagaimana cara kerja alat Buzzy®

a. Buzzy adalah wadah (casing) bergetar dengan paket es opsional.

b. Dengan menstimulasi getaran beta dan serabut C dengan rasa dingin,

Buzzy dapat mengurangi rasa sakit dari jarum, serpihan dan rasa perih.

c. Menggunakan pereda nyeri alami dengan mengacaukan saraf tubuh

Anak dan mengalihkan perhatian dari tusukan jarum.

d. Menumpulkan atau menghilangkan rasa sakit.


e. Bekerja dengan cara yang sama seperti: Mengangkat siku yang

terbentur dapat menghentikan rasa nyeri, air yang mengalir

menenangkan luka bakar Menempatkan tangan dalam air es

mengurangi rasa sakit di tempat lain.

2. Komponen Alat Buzzy®

a. Velcro strap (Dapat menggantikan tourniquet).

b. Petunjuk, Dua Baterai AAA (A3). Buzzy akan bertahan sekitar 20 jam

dengan “efek” yang cukup untuk mengurangi rasa sakit, tetapi

baterainya akan terus bertahan hingga 30 jam. Ganti baterai apabila

sudah habis.

c. Sayap gel biru dan dua sayap es putih semuanya dapat digunakan

kembali tetapi sayap sisi putih hanya digunakan untuk satu pasien

(sekali pakai).

d. Sayap gel es biru (Blue Ice Gel Wings) dapat digunakan kembali, dapat

tetap beku selama10 menit, Harus dibersihkan terlebih dahulu dengan

Sani-Wipe, sebelum digunakan untuk pasien lainnya.

e. Paket Sayap Es Putih

a) Sekali pakai

b) Tetap beku sampa 15 menit


c) Tambahkan 10 -15 ml air ke sisi lunak sebelum melipat dan

menempatkan dalam freezer atau lemari es

d) Sisi lembut tidak dingin.

e) Sisi halus lebih dingin.

3. Sampul /Cover Buzzy

Dengan “The Buzz” hitam polos, tersedia sampul atau cover yang berbeda dapat

memberikan pilihan bagi pasien Anak.

4. Bagaimana Cara Menggunakan Kompres Es?

a. Es dapat memberikan efek 60% dari mati rasa.

b. Lipat menjadi dua dan bekukan

c. Bekuan membeku dalam waktu sekitar 30 menit

d. Sayap masuk di bawah tali elastis.

e. Jika tidak beku, jangan gunakan (sayap licin menyerap getaran).

f. Jika terlalu dingin, coba sisi putih lembut dari sayap sekali pakai atau sisi

putih dari sayap yang dapat dibalik.

5. Prosedur Yang Bisa Menggunakan Buzzy®

a. Tindakan invasif melalui Intravena (IV).


b. Venipuncture (Pengambilan darah vena) untuk pemeriksaan laboratorium.

c. Mencoblos jari (menggunakan jarum) untuk mendapatkan sampel darah.

Suntikan Intramuskular (IM) ke lengan atas.

d. injeksi Intradermal.

e. Pada bagian bahu, sternum, atau bagian tubuh yang jauh untuk

mengalihkan perhatian anak dari berbagai macam prosedur.

6. Batasan Usia Anak Untuk Menggunakan Buzzy (Usia Dan Proses Penyakit).

a. Usia > 2 tahun dapat menggunakan Buzzy® dengan kompres es dan Bee-

Stractors.

b. Buzzy® tanpa paket es : 6 minggu hingga 2 tahun.

c. Pasien sel sabit (perhatian teoritis, tidak ada data).

d. Pasien dengan sensitivitas terhadap dingin.

7. Tips Venipuncture

a. Gunakan Kartu Distraksi

b. Berikan pasien pilihan paket es; jika tidak ada sisi lunak yang tersedia,

tisu di bawah kompres es dapat membantu.

c. Letakkan Buzzy secara langsung di atas tempat penyisipan dan pada

dermatome yang sama.


2.6. Konsep Bubble Blowing

Meniup gelembung merupakan permainan yang menghasilkan keceriaan pada

semua anak-anak yang memainkannya. Meniup gelembung sabun bisa dijadikan

alternative relaksasi peralihan rasa nyeri dan cemas pada anak ketika melakukan

proses pengambilan darah.

1. Cara meniup gelembung.

a) Campurkan beberapa larutan. Jika Anda telah membeli satu buah botol

larutan gelembung, maka Anda sudah siap untuk memulai. Tetapi, jika

belum punya larutan gelembung, bisa dengan mudah membuatnya sendiri

menggunakan beberapa bahan yang ada. Pertama-tama, gunakanlah sabun

cair apa saja sebagai dasar larutan gelembung. Tambahkan tepung maizena

agar gelembung kuat. Campurkan beberapa bahan berikut ini di dalam

botol:

 1/4 cangkir sabun cuci piring

 1 cangkir air

 1 sendok teh tepung maizena

b) Carilah tongkat peniup gelembung. Larutan yang Anda beli di toko

dilengkapi dengan tongkat peniup gelembung, tetapi jika Anda membuat

larutan gelembung sendiri, maka Anda perlu membuat sebuah tongkat

peniup. Di sinilah kesempatan untuk mengekspresikan kreativitas Anda.

Tongkat peniup gelembung dapat dibuat dari benda apa saja yang

memiliki lubang untuk meniupkan gelembung. Carilah salah satu dari

benda ini, yang bisa Anda buat menjadi tongkat peniup gelembung dengan

mudah:
 Kawat perendam untuk mewarnai telur. Kawat ini dijual bersama

dengan alat pewarna telur Paskah. Kawat spiral kecil ini memiliki

lubang dan pegangan, sehingga sangat cocok untuk digunakan meniup

gelembung.

 Pembersih botol. Tekuk saja salah satu ujung pembersih botol menjadi

lingkaran, dan lingkarkanlah mengelilingi batang pembersih botol.

 Sedotan plastik. Tekuk ujung sedotan menjadi lingkaran dan rekatkan

dengan batang sedotan.

 Sendok berlubang. Anda bisa merendam sendok ke dalam larutan

gelembung dan meniupkan banyak gelembung kecil sekaligus.

 Benda apa saja yang dapat ditekuk menjadi lingkaran. Jika benda itu

berlubang, Anda bisa meniupkan gelembung melaluinya

c) Rendam tongkat peniup di dalam larutan gelembung. Larutan ini

harusnya dapat merekat di permukaan lubang membentuk lapisan tipis.

Jika Anda melihat dari dekat, Anda bisa melihat adanya liukan sabun

warna-warni di permukaan lapisan tipis itu. Lapisan ini harus cukup kuat

untuk merekat di permukaan lubang dan tidak terpecah saat Anda

memegang tongkat peniup selama beberapa detik.

a. Jika larutan gelembung pecah segera setelah Anda mengangkat

tongkat dari dalam botol, tambahkanlah sedikit lagi tepung

maizena untuk membuatnya lebih tebal Atau, Anda juga bisa

mencoba menambahkan satu putih telur.

d) Angkat tongkat mendekati bibir Anda dan tiup ke arah lingkaran pada

tongkat dengan lembut. Aliran napas yang halus dan lembut akan
membuat lapisan sabun menggelembung keluar hingga membentuk sebuah

gelembung. Anda berhasil membuat gelembung! Cobalah beberapa cara

meniup untuk mengetahui bagaimana tekanan napas Anda mempengaruhi

pembentukan gelembung.

a. Jika anda terus meniup setelah gelembung yang pertama terbentuk,

Anda mungkin masih bisa meniupkan gelembung dari larutan yang

tersisa. Teruslah meniup hingga gelembung berhenti keluar dari

tongkat.

b. Cobalah membuat gelembung yang berukuran lebih besar.

Tiupkanlah udara panjang dengan sangat perlahan melalui tongkat.

Anda mungkin juga menyukai