Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

BAB I: Pendahuluan

Bab II:Otonomi Daerah Dan Pilkada


A.Ruang Lingkup dan Pengertian Otonomi Daerah.
B.Ruang Lingkup dan Pengertian Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
C.Hubungan Hukum Pilkadan dan Oonomi Daerah.

Bab III: Pelaksanaan UU NO. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU
No. 1Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.10 Tahun 2008.
A. Implementasi Otonomi Daerah.
B. Implementasi dan Realisasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
C.Promblematika dan Masalah-Masalah Pilkada.
- ContohKasus No. 04 K/KPUD/2008
D. Analisa Peraturan Perundang-undangan Otnomi Daerah dan Perundang-undangan
Pilkada berdasarkan faktor Internal. dan faktor Eksternal.

Bab IV : Penutup
- Kesimpulan
Kata Pengantar

Berbicara Otonomi Daerah maka tidak terlepas dengan kewenangan Pemilihan


Kepala Daerah (Pilkada), yaitu mengenai kewenangan yang diberikan Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Daerah dengan sistim dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi (UUD
1945). Dimana Pilkada adalah hak, kewenangan Pemerintah Daerah yang harus
melaksanakan Pemilihan Kepada Daerah yang memiliki hak otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri segala urusan pemerintah daerah dan segala kepentingan masyarakat daerah
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat sebagai penyelenggara Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, yaitu Pasal 1 ayat (2)UUD 1945 yaitu
kedaulatan berada di tangan rakyat.
Berkaitan dengan kewenangan yang diberikan oleh Pemeritah Pusat kepada
Pemerintah Daerah yang salah satunya adalah kewenangan bagi Kepala Daerah/Pemrintah
Daerah dengan landasan hukum yaitu UU No. 32 Tahun 2004 yaitu untuk mengadakan
Pemilihan Kepala Daerah dengan mengacu kepada Peraturan Pemeritah Pengganti Undang-
Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor. 10 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Pasal 2 : ayat (1). Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah, dan ayat (2).
Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantu.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD dan DPRD pemilih harus terdaftar dalam daftar pemilih tetap, sehingga
ketidak sempurnaan rekapitulasi daftar pemilih tetap secara nasional dapat mengakibatkan
sebagian pemilih tidak dapat menggunakan hak memilihnya dan untuk memberikan kepastian
tidak terjadinya kehilangan suara pemilih, perlu pengaturan pemberian tanda lebih dari satu
kali pada surat suara dinyatakan sebagai suara yang sah. Demikianlah alur pikir dari penulis
dengan judul” Problematika dan Implementasi Pilkada dalam Era Otonomi Daerah dan
analisanya “dengan tujuan agar dapat mendeteksi sampai sejauh manakah undang-undang
Pilkada telah dijalankan oleh Pemerintahan Daerah dengan kewenangan yang dimilikinya
yaitu Otonomi Daerah tersebut.

Penulis,8 November 2011


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah sangat berkaitan hubungannya


didalam kewenangan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah
dengan dilandasai oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
No. 1 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan dengan sistim dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(UUD 1945).
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 kedaulatan berada di tangan rakyat, sehingga dalam penyelenggaraan
pemilihan umum, rakyat yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan
perundang-undangan mempunyai hak konstitusional untuk memilih dan dipilih dansesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 yang telah diganti dengan PP
No.1 Tahun 2009 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pemilih harus terdaftar dalam
daftar pemilih tetap, sehingga terdapat ketidak sempurnaan rekapitulasi daftar pemilih tetap
secara nasional dapat mengakibatkan sebagian pemilih tidak dapat menggunakan hak
memilihnya.
Demikianlah uraian hubungan antara UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah yang mempunyai kewenangan didalam Pemilihan Kepala Daerah yang dilandasai
oleh Peraturan Pemerintah Nomor. 1 Tahun 2009 pengganti Undang-Undang No. 10 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum, yang sebagaimana penulis uraikan dengan secara singkat.
Tujuan dan maksud dalam pembahahasan Pemilihan Kepala Daerah adalah untuk
dapat mengetahui dengan secara tajam promblematika dan Implemenatsi dari PP No. 1 Tahun
2009 didalam realisasi Pemerintahan Daerah didalam melaksanakan Pemilihan Kepala
Daerah di seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan didasari oleh
Kerangka teori dan konsep Hukum dari Pilkada yaitu : UUD 1945 Pasal 1

(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik. (2) Kedaulatan
adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”

UU Nomer 32 Tahun 2004, Pasal 2 yaitu :


(1).Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan
daerah., (2).Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembatuan dan (3)
Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah, serta
(4).Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki
hubungan dengan Pemerintah dandengan pemerintahan daerah lainnya.”
UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat (1)“ Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih
dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.”
PP No. 1 Tahun 2009 yaitu:
“Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
kedaulatan berada ditangan rakyat, sehingga dalam penyelenggaraan pemilihan umum,
rakyat yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan
mempunyai hak konstitusional untuk memilih dan dipilih”
Landasan Hukum Pemilihan Kepala Daerah adalah Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945 Republik Indonesia, Undang Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah dan Undang Undang No. 1 Tahun 2009 pengganti UU No. 10 Tahun 2008 tentang
Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
dimana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tersebut hanya menambah pasal 47
yang ditambah satu ayat (menjadi 4 ayat) yaitu KPU provinsi melakukan rekapitulasi daftar
pemilih tetap di provinsi, KPU melakukan rekapitulasi daftar pemilih tetap secara nasional.
KPU melakukan perbaikan rekapitulasi daftar pemilih tetap secara nasional sebanyak
1 (satu) kali, Ketentuan Pasal 176 diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan1 (satu)
ayat yakni ayat (1A) yaitu dalam hal KPPS pada saat melakukan penghitungan suara
menemukan pemberian tanda lebih dari satu kali pada kolom nama partai atau kolom nomor
calon dan kolom nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang
sama dan dalam partai politik yang sama, (suara tersebut dinyatakan sah dan dihitung satu
suara) di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a) yaitu dalam hal
KPPS pada saat melakukan penghitungan suara menemukan pemberian tanda satu kali atau
lebih pada nomor unit atau kolom foto atau nama calon anggota DPD yang sama, suara
tersebut dinyatakan sah dan dihitung satu suara. an ayat (3) diubah.
Atas dasar perubahan tersebut PP pengganti undang-undang mas ih tetap
menggunakan (UU No. 10 Tahun 2008) s ebagaimana yang termas uk
didalam undang-undang ters ebut. Asumsi sementara, dimana Peraturan Pemerintah
No 1 Tahun 2009 terkesan belum terciptanya Pemilihan Kepala Daerah didalam
implementasinya belum terealisasi dengan secara jujur dan adil, terlihat kekecewaan di
masyarakat terhadap hasil Pilkada didaerah-daerah yang menimbulkan sifat arogansi
masyarakat yang merasa tidak puas dari hasil Pilkada karena adanya Politik uang dan
kecurangan kotak suara, yang salah satunya seperti contoh kasus Pilkada No.04
K/KPUD/2008 yang akan diuraian selanjutnya.
Bab II
Otonomi Daerah Dan Pilkada

A. Ruang Lingkup dan Pengertian Otonomi Daerah


Pemerintahan daerah/otonomi daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistim dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah daerah adalah terdiri dari Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dimana otonomi daerah mempunyai
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Sistim Desentralisasi adalah dimana penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan sistim Dekonsentrasi yaitu
berupa pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai
wakil pemerintah dan kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Dengan kewenangan yang dilandasi oleh PP No. 1 tahun 2009, maka Pemerintahan
Daerah berkewajiban harus melaksanakan Pemilihan Kepala daerah, kewenangan inilah
untuk memenuhi hajat serta aspirasi rakyat didaerah untuk dapat di pilih menjadi Gubernur
atau wakil Gubernur, Bupati atau wakil bupati dan Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh
wilyah kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian jelaslah bahwa
otonomi daerah bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas didalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang sangat perlu ditingkatkan dengan kearah yang lebih memperhatikan
aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan.

B.Ruang Lingkup dan Pengertian Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)


Pilkada adalah untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota Dewan Perwakilan
Daerah sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan
diselenggarakan pemilihan umum, dimana pemilihan umum secara langsung oleh rakyat
merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara
yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Dengan demikian implementasi serta realisasi dari Peraturan Pemerintah pengganti
Undang Nomor. 1 Tahun 2009 adalah sudah mencerminkan amanat dari Pancasila dan
Undang Undang Dasar 1945, sebagai pelaksanaan hak-hak rakyat Indonesia didalam
berbangsa dan bernegara Undang Dasar 1945, sebagai pelaksanaan hak-hak rakyat Indonesia
didalam berbangsa dan bernegara.

C.Promblematika dan Masalah-Masalah Pilkada.


Didalam realiasi dan pelaksanaan Pemilihan umum dan pemilihan Kepala daerah,
masih banyak timbulnya bermacam-macam permasalahan yang timbul, yang diakibatkan oleh
sistim aturan mainnya yang terkesan belum mencerminkan rasa keadilan dan kejujuran
didalam merefleksikan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2009,
yang akibatnya timbul berbagai kasus Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala daerah yang
salah satu contoh kasus akan penulis uraikan dibawah ini.
- Contoh Kasus No. 04 K/KPUD/2008.
Para Pihak :
1.Drs. H. LALU SERINATA, bertempat tinggal di Jalan Pariwisata VII/7, Kelurahan
Mataram Timur, kecamatan Mataram, Kota Mataram (Calon Gubernur Propinsi Nusa
Tenggara Barat Periode 2008 – 2013)
2.H. M. HUSNI JIBRIL, B.Sc., bertempat tinggal di Jalan Belibis No.3 Panjang Timur,
Kelurahan Pejanggik, Kecamatan Mataram (Calon Wakil Gubernur Propinsi Nusa Tenggara
Barat Periode 2008 – 2013) selanjutnya disebut sebagai Pemohon Keberatan melawan
KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH ( KPUD ) PROPINSI NUSA TENGGARA
BARAT, beralamat di Jalan Langko Nomor 17 Mataram. selanjutnya disebut
sebagai Termohon Keberatan Posita : “bahwa Pemohon Keberatan dengan surat
permohonan tertanggal 17 Juli 2008 yang dicatat dalam register di Kepaniteraan Mahkamah
Agung dengan Nomor 04 K/KPUD/2008 telah mengajukan keberatan atas Hasil Perhitungan
Suara dan Penetapan hasil penghitungan suara oleh KomisiPemilihan Umum Daerah
(KPUD).
Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
Propinsi Nusa Tenggara Barat Periode 2008 – 2013 dengan mendasarkan pada alasan-alasan
sebagai berikut:
1. Bahwa memperhatikan ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun
2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah pada pasal 94 ayat (1) maka permohonan keberatan ini diajukan masih
dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh ketentuan tersebut.
2.Bahwa memperhatikan ketentuan pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No. 02 Tahun 2005 tentang tata cara pengajuan upaya hukum keberatan terhadap Penetapan
Hasil Pilkada dan Pilwakada dari KPUD Propinsi dan KPUD kabupaten / Kota maka dengan
ini Pemohon menguraikan alasan keberatan Pemohon sebagai berikut :
A.Berdasarkan penghitungan suara yang diumumkan oleh Termohon pada tanggal 1 Juli
2008 diperoleh hasil pemungutan suara sebagai berikut :
1. Suara untuk H. NANANGSAMOEDRA - M. JABI
(Pasangan Nomor 1) : 37 0 .919
2.Suara untuk TGB. KHM. ZAINUL MAJDI MA - IR. H.BADRUL MUNIR MM
(Pasangan Nomor 2) : 847.976
3.Suarauntuk HL.SERINATA - H.HUSNI DJIBRIL
( Pasangan Nomor 3) : 576.123
4. Suara UntukH.ZAINI ARONY-NURDIN
( Pasangan Nomor 4) : 387.875
Total Keseluruhan suara: 2.182.893
Sedangkan data dari KPUD jumlah seluruh pemilih di Nusa Tenggara Barat : 3.004.476.

Adalah hasil rekapitulasi penghitungan suara yang salah


B.Bahwa hasil penghitungan suara oleh Pemohon adalah :
1.Suara untuk H. NANANG SAMOEDRA - M. JABIR.
(Pasangan Nomor 1) : 370.919.
2.Suara untuk TGB. KHM. ZAINUL MAJDI MA - IR. H.BADRUL MUNIR MM
( Pasangan Nomor 2): 678.827.
3.Suara untuk HL. SERINATA - H. HUSNI DJIBRIL
(Pasangan Nomor 3): 7 4 4 . 8 6 8 .
4.S u a r aU n t u kH .Z A I N IA R O N Y – N U R D I N R ANGGABARANI
( Pasangan nomor 4) : 387.875

Total keseluruhan suara  2.182.489.

Adalah perhitungan suara yang benar berdasarkan penghitungan pencatatan yang


dilakukan oleh saksi -saksi Pemohon di TPS - TPS masing-masing.
3.Bahwa memperhatikan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh termohon adalah
sangat mirip dengan hasil penghitungan dan / atau laporan Quick Count yang dilakukan dan
diumumkan oleh lembaga survey Indonesia melalui TV ONE hal ini disebabkan karena :\
1.Bahwa pada Pasal 83 ayat (11) PP No. 6 Tahun 2005 telah dijelaskan dengan tegas
bahwa KPPS memberikan Salinan Berita Acara dan sertifikat hasil perhitungan suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) kepada masing-masing saksi pasangan calonyang hadir
sebanyak 1 eksemplar dan menempelkan 1 eksemplar sertifikat hasilperhitungan suara di
tempat umum.
2.Bahwa pada faktanya, banyak saksi dari pasangan calon selain pasangan calon no.
Urut 2 tidak mendapatkan sebagaimana dokumen yang dimaksud dalam Pasal 83 ayat (11)
PP No 6 Tahun 2005
3.Bahwa selain tidak mendapatkan dokumen tersebut, KPPS di kebanyakan TPS-
TPS di NTB juga tidak menempelkan sertifikat hasil perhitungan suara tersebut di masing-
masing TPS dan/atau PPS di masing-masing desa.
4.Bahwa sangat tidak rasional dan tidak beralasan hukum, kalau pihak DPW PKS
NTB telah menyatakan bahwa dokumen tersebut menyebar merata di seluruh NTB, namun
pada faktanya tidak demikian.
5. Kota Mataram
• Bahwa lebih dari 1000 orang Warga Mataram dibayar untuk memilih dan mencoblos
Pasangan Nomor 2 ini berarti terjadi pembelian suara melanggar asas dari PILKADA yang
bersifat langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (LUBER).
6. Lombok Barat
• Bahwa terjadi pencoblosan dengan mempergunakan 2 kartu suara (Ganda ) terdapat sekitar
kurang lebih 3000 orang pemilih dengan memberikan suara menjadi 6000 suara.
• Terjadi pemaksaan dan pengancaman terhadap pemilih apabila tidak memilih Pasangan
Nomor 2 tidak akan diizinkan mengikuti kegiatan kampus melanggar asas dari PILKADA
yang bersifat langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (LUBER)
• Lebih dari 500 orang tidak diizinkan mencoblos padahal mereka memiliki kartu pemilih
(Menghilangkan hak pilih seseorang) ada lebih dari 500 orang memiliki kartu pemilih
padahal mereka itu tidak terdaftar namanya di Daftar Pemilih Tetap

4.Bahwa Memperhatikan seluruh peristiwa tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon adalah Penghitungan yang didasari oleh
ketidak jujuran, tidak mentaati asas pilkada, dengan mempergunakan / membeli suara (money
politic), hal ini sudah barang tentu tidak dapat dibenarkan oleh hukum oleh karenanya hasil
penghitungan suara yang dilakukan pada hari Senin Tanggal 14 Juli 2008 adalah merupakan
hasil penghitungan suara yang cacat hukum, maka hasil penghitungan suara yang telah
ditetapkan dan diumumkan berupa Penetapan Pasangan calon terpilih oleh Termohon dengan
surat keputusan Nomor 64 tahun 2008 pada tanggal 14 Juli 2008berikut lampirannya, patut
dinyatakan dibatalkan sedangkan kepada peserta PILKADA nomor urut 2 pasangan TGB.
KHM. Zainul Majdi MA - Ir. H.Badrul Munir MM adalah tepat dan beralasan hukum
dinyatakan diskualifikasi.
5.Bahwa memperhatikan ketentuan Pasal 91 ayat (2) huruf a dan huruf c Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2005 Dihubungkan dengan ketentuan Pasal 92
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2005, maka seharusnya PPK
melangsungkan penghitungan dan pemungutan suara ulang sebagai mana dimaksud pada pasal
90 dan pasal 91, akan tetapi hal tersebut tidak dilaksanakan hal itu mengakibatkan batalnya
hasil penghitungan suara dengan demikian penghitungan suara di tingkat Provinsi oleh
Termohon adalah merupakan penghitungan suara yang di dalamnya terdapat cacat karena
didasari adanya pelanggaran pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan
penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan
perundang undangan dan terdapat lebih dari 3000 orang pemilih menggunakan hak pilih lebih
dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda.
6.Bahwa memperhatikan jadwal Rekapitulasi penghitungan suara seharusnya berdasarkan
penetapan Termohon akan dilangsungkan pada tanggal 16 Juli 2008 tetapi kenyataannya
dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 2008 tanpa adanya rapat pendahuluan dengan para peserta
PILKADA dengan demikian berarti :
- Dapat diduga bahwa ada suatu keinginan untuk mempercepat proses penghitungan
suara di luar pengetahuan peserta PILKDA kecuali mereka yang hadir pada saat itu. Ini berarti
dapat menimbulkan pertanyaan besar sebenarnya ada apakah gerangan antaraTermohon dengan
Pasangan Calon yang dimenangkan dalam hal ini Pasangan Calon Nomor 2 sehingga pada saat
penghitungan suara dan penetapan Pemenang Pasangan Calon Nomor 1 dan 3 yakni :
H. NANANG SAMOEDRA - M.JABIR dan HL.SERINATA — H. HUSNI DJIBRIL tidak
menghadiri penghitungan dan penetapan suara dan penetapan pasangan terpilih (pasangan yang
dinyatakan menang) sehingga dengan demikian Termohon telah melakukan pelanggaran
tentang tata carapenetapan hasil pemilihan yang dilangsungkan oleh terlapor.
Petitum :
1.Mengabulkan keberatan Pemohon seluruhnya.
2.Menyatakan semua alat bukti yang diajukan Pemohon adalah alat bukti yang sah dan
berharga.
3.Membatalkan demi hukum hasil Rekapitulasi penghitungan suara pemilihan Kepala Daerah
danWakil Kepala Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, sebagaimana dituangkan di dalam
BERITAACARA RAPAT PLENO Nomor : 270/441/KPU.NTB/VII/2008, tanggal 14 Juli
2008 yangditerbitkan oleh Termohon (KPUD Propinsi Nusa Tenggara Barat).
4.Menetapkan hasil perhitungan suara yang benar menurut Pemohon sebagaimana
positfbkeberatan angka 2 huruf b tersebut
1.Membatalkan demi hukum Penetapan hasil Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil
Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 64 tahun 2008, tanggal 14 Juli 2008, berdasar hasil
Rekapitulasi penghitungan suara pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi NusaTenggara Barat, tanggal 14 Juli 2008 yang diterbitkan oleh Termohon (KPUD
Propinsi NusaTenggara Barat).
2.Menyatakan sebagai hukum Pemohon adalah peserta pemilihan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur yang patut ditetapkan sebagai pemenang di dalam pelaksanaan PILKADA
dan PILWAKADA Provinsi Nusa Tenggara Barat.
3.Membebankan kepada Termohon untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam
perkara keberatan ini.
4.Mengabulkan keberatan Pemohon seluruhnya.
5.Menyatakan semua alat bukti yang diajukan Pemohon adalah alat bukti yang sah danberharga

Jawaban Termohon :
I. DALAM EKSEPSI
1. EXCEPTIO TEMPORIS.
Bahwa pemeriksaan permohonan pemohon telah lewat waktu (expiration), karena dalam
ketentuan Pasal 106 ayat (4) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah . Pasal
94 ayat (4) PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, menyatakan : "Mahkamah Agung memutus sengketa
hasil perhitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2) paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi /
Mahkamah Agung "Bahwa merupakan fakta hukum, terbukti permohonan yang diajukan
Pemohon telah diajukan kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tinggi Mataram, dan
selanjutnya diterima oleh Pengadilan Tinggi Mataram pada tanggal 17 Juli 2008. Bahwa
dengan demikian,terbukti Permohonan Pemohon hingga saat permohonan ini disidangkan
pada hari ini tanggal 25 Agustus 2008 telah mencapai 39 hari, jauh melebihi jangka waktu 14
(empat belas) hari sebagaimana secara imperative ditentukan menurut ketentuan pasal
tersebut di atas.
2. EKSEPSI KOMPETENSI.
Bahwa materi keberatan Pemohon yang berkaitan dengan alasan tidak mendapatkan Salinan
Berita Acara dan Sertifikat Hasil Penghitungan Suara, tidak menempelkan sertifikat hasil
penghitungan suara di TPSTPS, tentang tidak rasionalnya pernyataan Ketua DPW PKSNTB,
tentang iklan advertorial DPW PKS NTB, tentang dugaan terjadinya perbuatan melawan
hukum dan kerjasama politik, tentang dugaan money politic, tentang tidak diizinkan memilih
dengan alasan tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap
(DPT), tentang kesalahan rekapitulasi dalam tingkat PPK, tentang terjadi pencoblosan dengan
menggunakan kartu suara ganda, tentang terjadinya pemaksaan dan pengancaman terhadap
pemilih apabila tidak memilih pasangan No. 2 tidak diizinkan mengikuti kegiatan kampus,
tentang adanya lebih dari 500 orang tidak diizinkan mencoblos adalah bukan kewenangan
Mahkamah Agung untuk memeriksa, melainkan kewenangan Pengawas Pemilu (Panwaslu)
Pilkada, karena hal itu menyangkut tentang teknis penyelenggara Pilkada dan bukan
menyangkut tentang hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon
sebagaimana ditentukan dalam pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah Jo.
PP Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Jo. Pasal 3 PERMARI Nomor 2
Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Penetapan Hasil
Pilkada dan Pilwakada dari KPUD Provinsi atau KPUD Kabupaten/Kota.
Bahwa karena eksepsi ini tentang kewenangan kompetensi dan hal-hal lain yang
termasukranah eksepsi, dan untuk menghindari terjadinya kekosongan kepemimpinan
pemerintahan diprovinsi NTB yang akan berakhir masa jabatan gubernurnya pada tanggal 31
Agustus 2008, Termohon mohon kepada majelis hakim agung yang terhormat untuk
mengabulkan eksepsi ini, sebelum memeriksa pokok perkara.

II.DALAM POKOK PERKARA


1. Bahwa Termohon menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil permohonan yang diajukan
oleh Pemohon kecuali yang dengan tegas diakui kebenarannya oleh Termohon, dan apa yang
dikemukakan dalam eksepsi di atas merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan
jawaban ini (Concentratie Van Verweer).
2.Bahwa hasil penghitungan suara oleh Pemohon sebagaimana yang didalilkan pada point 2
huruf B adalah tidak benar dan sangat mengadaada, lebih-lebih lagi pemohon tidak
menyebutkan secara rinci pada TPS mana dan PPK mana tempat terjadinya kekurangan suara
yang diperoleh oleh pemohon. Data penghitungan pencatatan yang dilakukan oleh saksi saksi
pemohon di TPS masing-masing tersebut adalah tidak sah oleh karena menurut undang-undang
hasil penghitungan suara yang sah adalah yang dikeluarkan oleh penyelenggara pemilu mulai
dari tingkat KPPS, PPK,KPU Kabupaten dan KPU Propinsi.
3.Bahwa hasil penghitungan suara yang sah dan benar adalah yang telah dilakukan oleh
Termohon sebagaimana yang dimaksud dalam permohonan pemohon Point 2 huruf Ayang tertuang
dalam Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil
Gubernur Nusa Tenggara Barat pada hari Senin tanggal 14 Juli 2008 (Model DC - KWK), Catatan
Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur
Nusa Tenggara Barat Tahun 2008 di Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat, tanggal 14 Juli 2008
(Model DC1 - KWK), Rekapitulasi Jumlah Pemilih, TPS, PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota dan Surat
Suara Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Tahun 2008 di Tingkat
Provinsi Nusa Tenggara Barat, tanggal 14 Juli 2008 (Lampiran 1 Model DC 1 - KWK), Rekapitulasi
Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat
Tahun 2008 diTingkat Provinsi (Lampiran 2 Model DC1—KWK) yang dituangkan dalam Berita
Acara Rapat Pleno N o .270/441/KPU.NTB/VII/2008 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih
Gubernur dan Wakil Gubernur NTB Masa Jabatan 2008-2013 dan diterbitkan Surat Keputusan KPU
Provinsi NTB No. 64 Tahun 2008 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Gubernur dan Wakil
Gubernur NTB Tahun 2008, tertanggal 14 Juli 2008. (akan kamiajukan dalam tahap pembuktian).
4.Bahwa hasil penghitungan suara sebagaimana tersebut pada point 3 di atas telah dilakukan
olehTermohon mulai dari penghitungan suara oleh KPPS di 7.223 TPS yang ada di seluruh
wilayah pemilihan di NTB, rekapitulasi PPK di 116 Kecamatan di NTB dan rekapitulasi KPU
Kabupaten/Kota di 9 Kabupaten/Kota di NTB sebagaimana tertuang dalam Form DB - KWK,
Model DB 1 - KWK beserta Lampiran Model DB 1 - KWK dan Lampiran 2 Model DB 1
-KWK, serta Model DB 2 — KWK dari masing-masing KPU Kabupaten/Kota (yang akan
kami ajukan dalam tahap pembuktian). Seluruh proses penghitungan suara dan rekapitulasi
penghitungan suara telah dilakukan secara transparan, terbuka, dan disaksikan oleh saksi
masing-masing pasangan calon, Panwas, pemantau dan masyarakat, di mana hasil
penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara pada setiap jenjang tingkatan
(KPPS,PPK,KPU) Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi) telah ditandatangani oleh saksi
masing-masing pasangan calon dan diberikan kepada seluruh saksi pasangan calon yang
hadir termasuk kepada saksi saksi dari pemohon. Sehingga tidak benar pemohon yang
menyatakan tidak pernah diberikan salinan sertifikat hasil penghitungan suara. Faktanya
jumlah suara riil yang diperoleh oleh Pemohon hanya sebesar 576.123 suara, sedangkan
pasangan calon No. 2 TBG KH M.Zainul Majdi, MA dan Ir. H. Badrul Munir, MM yang
memenangkan pilkada memperoleh suara sebanyak 847.976 suara. Terdapat selisih
271.853 suara.
5. Bahwa terhadap dalil-dalil permohonan pemohon pada point 3 angka 1, 2, 3, 4, 5 ,6, 7, 8, dalil
pada point 4 angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan dalil pada point 5 serta dalil pada point 6 adalah
bukan berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan
calon sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) PERMA RI No. 2 Tahun2005. Akan
tetapi hanya sekadar pengungkapan dugaan pemohon terhadap adanya peristiwa-peristiwa
pelanggaran dalam penyelenggaraan atau proses Pilkada yang seharusnya dilaporkan kepada
Panwaslu oleh pemohon sesuai Pasal 110 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6Tahun 2005, yang
mengalami, melihat, atau menyaksikan pelanggaran tersebut terlebih dahulu dilaporkan ke
Panwaslu yang menyaksikan pelanggaran tersebut terlebih dahuludilaporkan ke Panwaslu yang
berwenang menerima laporan tersebut (Pasal 66 ayat (4) huruf bUndang-Undang No. 32 Tahun
2004 jo Pasal 108 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah No. 6Tahun 2005).
6. Bahwa terhadap dalil permohonan pemohon pada point 7 adalah tidak benar, yang
benar adalah:
a.Sesuai dengan Jadwal, Tahapan dan Program Pelaksanaan Pilkada Gubernur danWakil
Gubernur NTB, rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan pasangan
terpilih dilakukan antara tanggal 14-16 Juli 2008. dan tidak ada keharusan termohon
mengadakan rapat pendahuluan dengan para peserta pilkada sebelum melakukan rapat
pleno rekapitulasi penghitungan dan penetapan pasangan terpilih.
b.Sebelum rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan pasangan tersebut
dilakukan, termohon telah mengundang saksi seluruh pasangan calon secara tertulis,termasuk
saksi pemohon akan tetapi tidak mau menghadiri undangan tersebut tanpaalasan yang patut
dan jelas. Menimbang, bahwa atas bukti-bukti surat tersebut telah di sesuai dengan aslinya
danbermeteraikan secukupnya sehingga sah sebagai alat bukti.
Menimbang, bahwa guna menguatkan dalil-dalil permohonan selain bukti-bukti
surat Pemohon telah mengajukan seorang saksi yang telah di sumpah menurut agamanya
yang bernama Tiswan Suryaningrat yang pada pokoknya menerangkan :
• Bahwa saksi adalah sebagai saksi dari Pasangan Calon No. 3 dalam rekapitulasi
penghitungan suara tingkat KPUD Kota Bima.
• Bahwa saksi sehari-hari sebagai Ketua Partai Golkar Kecamatan Rasanuis Timur Kota
Bima.
• Bahwa saksi pada TPS maupun PPS dari Pasangan Calon, nomor urut 3 tidak
diberikan sertifikat rekapitulasi penghitungan suara, sehingga tidak dapat mengoreksi
secara tepat akan hasilnya.
• Bahwa kewajiban dari KPPS setelah penghitungan suara harus memberikan hasil
sertifikasi penghitungan pada para saksi pasangan calon maupun menempelkan pada
tempat-tempat umum namun hal itu tidak dilakukan.
• Bahwa dari keterangan para saksi pasangan calon nomor urut 3 diperoleh fakta
adanya penggelembungan suara, sebagai contoh di Kelurahan Jatiwangi:
Pasangan Nomor Urut 2 menurut hitungan tim saksi sebanyak 1.824 (seribu delapan ratus dua
puluh empat) suara sedangkan KPUD 1.845 (seribu delapan ratus empat puluh lima) suara
sehingga selisih 21 (dua puluh satu) suara, sedangkan di kelurahan Jatibaru hitungan tim
saksi 1.716(seribu tujuh ratus enam belas) suara namun KPUD 2.011 (dua ribu sebelas) suara
sehingga penggelembungan 295 (dua ratus sembilan puluh lima) suara, sedangkan pasangan calon
nomor urut 4 di desa Jatibaru ada penggelembungan 156 (seratus lima puluh enam) suara dan
demikian pula 4 (empat) kecamatan lainnya.
• Bahwa data adanya penggelembungan diperoleh dari keterangan para saksi calon pasangan
nomorurut 3 dari setiap TPS.
• Bahwa saksi dari pasangan calon nomor urut 3 dari TPS-TPS ada yang menandatangani
BeritaAcara dan ada juga yang tidak tanda tangan.
• Bahwa dari seluruh TPS-TPS pasangan calon nomor urut 2 menempati urutan
pertama. Menimbang, bahwa selanjutnya telah pula diserahkan kesimpulan dari
masing-masing pihak yaitu pada tanggal 29 Agustus 2008.

Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung - RI


Menimbang, bahwa atas apa yang dikemukakan oleh Pemohon tersebut majelis akan
mempertimbangkan sebagai berikut :
Bahwa dari dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pemohon pada umumnya
menyangkutproses/pentahapan dalam penyelenggaraan Pilkada dan bukan mengenai kekeliruan
perhitungan suarayang secara signifikan dapat mempengaruhi terpilihnya seorang pasangan calon,
sedangkan dari fakta-fakta baik berupa bukti maupun saksi yang diajukan oleh Pemohon semua
merujuk pada proses pelaksanaan Pilkada, sehingga atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi
bukanlah menjadi wewenang Mahkamah Agung.
Akan tetapi menjadi wewenang Panwaslu dan pelanggaran-pelanggaran itu baru dapat
digunakan sebagai alasan untuk mengajukan keberatan dalam hal telahada putusan atas
pelanggaran-pelanggaran itu dan telah berkekuatan hukum tetap.
Menimbang, bahwa atas dalil Pemohon yang menyatakan adanya kekeliruan dalam
perhitungan tingkat PPK maupun adanya penggelembungan suara untuk memenangkan
pasangan salah satu calon dalam pilkada merupakan bagian yang termasuk lingkup
kewenangan Mahkamah Agung namun atas hal-hal tersebut harus pula didukung oleh bukti-
bukti maupun fakta fakta yang terjadi dan perbedaan jumlah suara mana haruslah cukup
signifikan dan dapat mempengaruhi perhitungan suara.
Bahwa dari bukti-bukti yang diajukan Pemohon Keberatan yaitu bukti PK.1sampai
dengan PK.38 maupun saksi yang diajukan tidak ada satu pun bukti yang dapat dipergunakan
sebagai acuan untuk membandingkan adanya kekeliruan penghitungan dalam tingkat PPK, karena
Pemohon sendiri tidak dapat menunjukkan dimana letak kekeliruan dalam perhitungansuara itu
atau pun membuktikan berdasarkan fakta-fakta yang dimiliki.
Bahwa apa yang dikemukakan saksi yang diajukan oleh Pemohon hanyalah bersifat
asumsi tanpa didukung oleh bukti-bukti atau fakta-fakta pendukung, karena apa yang diterangkan
oleh saksi tersebut bukanlah mengenai apa yang dilihat, dialami dan didengar sendiri.
Bahwa atas kekalahan itulah kemudian saksi memanggil dan mengumpulkan tim
suksesnya yang kemudian muncul keterangan adanya kekeliruan penghitungan suara maupun
penggelembungan, namun faktanya dari keterangan tim sukses yang dihimpun saksi sendiri
juga menerangkan rata-rata setiap PPK pasangan calon nomor urut 2 yang memenangkan,
sehingga asumsi dan alasan adanya kekeliruan haruslah dikesampingkan.
Menimbang, bahwa tentang adanya penggelembungan suara untuk memenangkan
salah satu calon dari bukti-bukti yang diajukan Pemohon maupun saksi Pemohon tidak ada
satu bukti pun yang menunjukkan adanya penggelembungan suara karena keterangan saksi
adalah asumsi dari keterangan-keterangan tim sukses disebabkan kekalahan dalam
perhitungan akhir tingkat KPUD Kota Bima.
Menimbang, bahwa atas perhitungan sendiri yang dilakukan oleh Pemohon
sehingga menjadi pasangan nomor urut 3 sebagai pemenang dikarenakan adanya
penggelembungan suara untuk pasangan calon nomor urut 2 yang berbeda dengan
perhitungan rekapitulasi suara dari KPUD Propinsi tidaklah dapat dibenarkan karena tidak
diikuti dengan data-data yang akurattentang adanya data penggelembungan itu, sebab telah
ternyata jumlah perhitungan akhir yangdilakukan oleh KPUD Propinsi mendasarkan pada
hitungan yang bersumber dari tingkat TPS sampai dengan KPUD Kabupaten dan Kota.
Menimbang, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Mahkamah
Agungberpendapat bahwa Pemohon Keberatan tidak dapat mempertahankan dan
membuktikan dalil-dalil keberatannya,sehingga karenanya keberatan pemohon harus
ditolak.Memperhatikan Pasal-Pasal dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 2005, Peraturan Mahkamah Agung No 02 Tahun 2005, Undang-Undang
Nomor: 22Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor: 17 Tahun 2007 dan Pasal-pasal dari
peraturanperundang-undangan lain yang berhubungan dengan perkara ini.

Putusan Mahkamah Agung - RI


DALAM EKSEPSI :
• Menolak eksepsi Termohon untuk seluruhnya.
DALAM POKOK PERKARA :
• Menolak permohonan yang diajukan oleh Pemohon: Drs. H. LALU
SERINATA dan H.M. HUSNI JIBRIL, B.Sc., tersebut.
• Menghukum Pemohon Keberatan untuk membayar biaya perkara ini sebesar
Rp.300.000,-

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
1.Pemerintahan daerah/otonomi daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang terdiri dari Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
2.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tentang perubahan
UU No. 10 Tahun 2008, dimana Pemerintahan Daerah berkewajiban harus melaksanakan
Pemilihan Kepala daerah, kewenangan inilah untuk memenuhi hajat serta aspirasi rakyat
didaerah untuk dapat di pilih menjadi Gubernur atau wakil Gubernur, Bupati atau
wakilbupati dan Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh wilayah kekuasaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3.Pilkada adalah untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota Dewan Perwakilan Daerah sebagai
penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22Eayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan diselenggarakan pemilihan
umum adalah pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan yang merupakan sarana
perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4.Hubungan Hukum Otonomi Daerah dengan Pemilihan Kepala Daerah sangat erat sekali,
karena dilandasai oleh Undang Undang Nomor. 32 Tahun 2004 yang berkaitan erat dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang Nomor.1 tahun 2009 tentang perubahan atas
UU Nomor 10 Tahun 2008 yaitu tentang Pemilihan Umum anggota DPR,DPD dan Dewan
Perwakilan Rakyat daerah. Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 dilihat dari
kewenangannya yaitu dimana Pemerintah Daerah harus mengadakan Pemilihan Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sampai ketingkat kabupaten
diseluruh wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Dan disisi lain Peraturan Pemerintah
Pengganti undang-undang Nomer 1 tahun 2009 tentang perubahan atas UU nomor 10 Tahun
2008 yaitu tentang Pemilihan Umum anggota DPR,DPD dan Dewan Perwakilan Rakyat
daerah adalah realisasi dan implemenatsi dari Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004.

5.Implementasi Otonomi Daerah adalah berupa penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai


dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan
daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat,serta peningkatan
daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan RepublikIndonesia.
6. Realisasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dengan dilandasai oleh Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2009, dimaka pemerintah daerah wajib melaksanakan
Pemilu/Pilkada yaitu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota Dewan Perwakilan Daerah
sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melaksanakan pemilihan
umum secara langsung oleh rakyat yang merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna
menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7.Promblematika dan Masalah-Masalah yang timbul pada pelaksanaan Pemilu/ Pilkada
adalah yang diakibatnya dari Peraturan Pemerintah yang kurang tegas, baik secara teknis
maupun sistim peraturan yang mengakibatkan timbulnya berbagai kasus Pemilihan Umum
dan Pemilihan Kepala Daerah untuk dibeberapa daerah, seperti contoh kasus No.
04K/KPUD/2008 tersebut diatas. Berdasarkan fakta dilapangan, bahwa Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 Cq UU Nomor. 10 Tahun 2008 Cq UU
Nomor.32 Tahun 2004 belum efektif berjalan dengan baik, karena masih terlihat kendala-
kendala secara teknis maupun pengaturan sistim perundang-undang tersebut, yang masih
terlihat kelemahan-kelemahannya dan kekurangannya.
8.Khususnya pada perkara No. 04 K/KPUD/2008, dimana didalam perkara terseut adalah
mengenai adanya kekeliruan perhitungan dan fakta-fakta baik berupa bukti maupun saksi yang
merujuk pada proses pelaksanaan Pilkada, sampai terjadinya pelanggaran-pelanggaran adalah
bukan menjadi wewenang Mahkamah Agung, melainkan menjadi wewenang Panwaslu,
dimana perhitungan tingkat PPK maupun adanya penggelembungan suara untukmemenangkan
pasangan salah satu calon dalam pilkada merupakan bagian yang termasuk lingkup
kewenangan Mahkamah Agung, akan tetapi harus pula didukung oleh bukti-bukti maupun
fakta-fakta yang terjadi dan terhadap perbedaan jumlah suara haruslah cukupsignifikan dan
dapat mempengaruhi perhitungan suara dan membuktikan berdasarkan fakta-fakta yang
dimiliki sehingga perbedaan jumlah suara yang keliru dalam perhitungan tersebut dan bukan
terhadap keputusan perhitungan suara sudah final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

DAFTRA PUSTAKA

http://www.oneworld.org/ecdpm/pmb/b12 gb .html
http://www.wordpess.com
http://www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai