STRIKTUR URETRA
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia-NYA kami telah berhasil menyusun makalah tentang “Striktur Uretra”.
Makalah ini menghimpun materi dari berbagai sumber seperti yang tertera di
daftar pustaka. Dengan adanya makalah ini semoga dapat menambah referensi
dan pemahaman bagi kita semua. Dan dengan adanya makalah ini semoga
dapat mempermudah kita untuk memahami materi tentang Striktur Uretra
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
tercapainya suatu kesempurnaan dalam makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
A. DEFINISI
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya
jaringan parut dan kontraksi.Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria
daripada wanita karena adanya perbedaan panjang uretra. Uretra pria
dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm.
Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma
dibanding wanita. Selain itu, striktur uretra dapat disebabkan oleh trauma
(kecelakaan, intrumentasi), infeksi, dan tekanan tumor [ CITATION Wid13 \l
1033 ] [ CITATION Bar09 \l 1033 ].
Etiologi striktur uretra anterior pada kasus infeksi yaitu 71,4% kasus
diikuti oleh iatrogenik sebanyak 45% hasil dari manipulasi uretra
(traumatis kateter, intervensi transurethral, koreksi hipospadia,
prostatectomy, brachytherapy) dan trauma urethra sebanyak 20% kasus.
Analisis urin dilakukan pada 82,5% pasien menunjukkan infeksi saluran
kemih pada 69,2% kasus dan E. coli yang terisolasi pada 77,7% kasus ,
sekitar 30% dari striktur uretra adalah idiopatik. Dalam kasus ini yang
paling mungkin memicuadalah pada trauma minor yang terjadi dalam
waktu yang lama di masa lalu (misalnya, cedera perineum saat naik
sepeda).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Urine terputus (aliran urine tersumbat)
2. Pancaran urine berkurang/ mengecil dan bercabang\
3. Urine menetes
4. Urgency (keinginan kuat untuk berkemih)
5. Hesitancy (kelambatan yang abnormal atau kesulitan untuk memulai
berkemih yang menunjukkan kompresi urethra “neurogenik kandung
kemih”, obstruksi saluran kemih)
6. Kencing tidak puas (dribbling)
7. Over distensi bladder (vesica urinaria)
8. Frekuensi berkemih lebih sering dari normal
9. Sakit atau nyeri saat berkemih kadang-kadang dijumpai.
10. Gejala lanjut adalah retensi urine
Gejala utama dari striktur uretra adalah obstruksi dan iritasi berkemih
dengan peningkatan waktu buang air kecil dan pengosongan kandung
kemih yang tidak lengkap, dikombinasikan dengan peningkatan
frekuensi berkemih dan urgensi. Khususnya pada pasien yang
sebelumnya menjalani intervensi transuretral atau memiliki kateter
permanen jangka panjang selama pengobatan untuk penyakit lain
gejala gejala ini harus dicurigai mengarah striktur.
E. PATOFISIOLOGI
Cedera dan infeksi menyebabkan pertumbuhan jaringan fibrin pada
permukaan saluran kemih (meatus uretra) bagian dalam. Mukosa meatus
uretra yang terdiri dari sel otot polos akhirnya tergantikan oleh jaringan
sikatriks yang mengakibatkan penyempitan lumen uretra. Obstruksi ini
menyebabkan aliran urine melalui uretra tidak efektif. Sedangkan striktur
uretra yang timbul sebagai kelainan congenital terjadi karena
ketidaksempurnaan saat pembentukan organ.
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamesis yang lengkap
Dengan anamnesis yang baik, diagnosis striktur urethra mudah
ditegakkan, apabila ada riwayat infeksi “veneral atau straddle injury”
seperti uretritis, trauma dengan kerusakan pada pinggul straddle injury,
instrumentasi pada urethra, pemasangan kateter, dan kelainan sejak lahir.
2. Inspeksi
Meatus, ekstermus yang sempit, pembengkakan serta fistula (e)
didaerah penis, skrotum, perineum dan suprapubik.
3. Palpasi
Teraba jaringan parut sepanjang perjalalanan urethra, anterior pada
bagian ventral dari penis, muara fistula (e) bila dipijat mengeluarkan getah
/ nanah.
4. Colok dubur
5. Kalibari dengan kateter lunak (lateks) akan ditemukan adanya hambatan
6. Untuk kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan dengan
uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen urethra dimasukkan dimana
kedalam urethra dimasukkan dengan kontras kemudian difoto sehingga
dapat terlihat seluruh saluran urethra dan buli-buli. dan dari foto tersebut
dapat ditentukan :
a. Lokalisasi striktur : Apakah terletak pada proksimal atau distal dari
sfingter sebab ini penting untuk tindakan operasi.
b. Besarnya kecilnya striktur
c. Panjangnya striktur
d. Jenis striktur
7. Bila sudah dilakukan sistomi : bipolar-sistografi dapat ditunjang dengan
flowmetri
8. Pada kasus-kasus tertentu dapat dilakukan IVP, USG, (pada striktura yang
lama dapat terjadi perubahan sekunder pada kelenjar
prostat,/batu/perkapuran/abses prostat, Efididimis / fibrosis diefididimis.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan urin, diindikasikan untuk semua pasien yang ada
gejala atau tanda gangguan ISK.
1) Makroskopis:
- warna urin
- penampakan urin
- berat jenis urine
- tes kimiawi (pH, glukosa, protein, bakteri, leukosit)
2) Mikroskopis:
- bakteri
- leukosit
- erythrosit
- sel epitel
- kultur
Pemeriksaan penunjang bisa dari laboratorium atau radiologi, berguna untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan radiologi yang paling sering
dilakukan untuk striktur uretra adalah retrograde uretrogram seperti pada
kasus ini. Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui panjang dan lokasi dari
striktur. Pemeriksaan darah lengkap dan analisis urine dikerjakan untuk
memantau perkembangan pasien
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen, tidak
hanya sembuh sementara. Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada
lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya.
Beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra adalah sebagai berikut:
1. Dilatasi uretra
Cara yang paling lama dan paling sederhana dalam penanganan
striktur uretra. Direkomendasikan pada pasien yang tingkat keparahan
striktur masih rendah atau pasien yang kontra indikasi dengan
pembedahan. Dilatasi dilakukan dengan menggunakan balon kateter atau
busi logam dimasukan hati-hati ke dalam uretra untuk membuka daerah
yang menyempit. Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari karena
itu mengindikasikan terjadinya luka pada striktur yang akhirnya
menimbulkan striktur baru yang lebih berat. Hal inilah yang membuat
angka kesuksesan terapi menjadi rendah dan sering terjadi kekambuhan.
2. Uretrotomi interna.
Teknik bedah dengan derajat invasive minim, dimana dilakukan
tindakan insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur. Insisi
menggunakan pisau otis atau sasche. Otis dikerjakan jika belum terjadi
striktur total, sedangkan pada striktur lebih berat pemotongan dikerjakan
secara visual menggunakan kamera fiberoptik dengan pisau sasche.Tujuan
uretrotomi interna adalah membuat jaringan epitel uretra yang tumbuh
kembali di tempat yang sbelumnya terdapat jaringan parut. Jika tejadi
proses epitelisasi sebelum kontraksi luka menyempitkan lumen, uretrotomi
interna dikatakan berhasil. Namun jika kontraksi luka lebih dulu terjadi
dari epitelisasi jaringan, maka striktur akan muncul kembali. Angka
kesuksesan jangka pendek terapi ini cukup tinggi, namun dalam 5 tahun
angka kekambuhannya mencapai 80%. Selain timbulnya striktur baru,
komplikasi uretrotomi interna adalah pendarahan yang berkaitan dengan
ereksi, sesaat setelah prosedur dikerjakan, sepsis, inkontinensia urine, dan
disfungsi ereksi.
3. Pemasangan stent
Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah
striktur.Stent biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi
interna.Ada dua jenis stent yang tersedia, stent sementara dan permanen.
Stent permanen cocok untuk striktur uretra pars bulbosa dengan minimal
spongiofibrosis. Biasanya digunakan oleh orang tua, yang tidak fit
menjalani prosedur operasi. Namun stent permanen juga memiliki kontra
indikasi terhadap pasien yang sebelumnya menjalani uretroplasti substitusi
dan pasien straddle injury dengan spongiosis yang dalam. Angka rekurensi
striktur bervariasi dari 40%-80% dalam satu tahun.Komplikasi sering
terjadi adalah rasa tidak nyaman di daerah perineum, diikuti nyeri saat
ereksi dan kekambuhan striktur.
4. Uretroplasti
Uretroplasti merupakan standar dalam penanganan striktur uretra,
namun masih jarang dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang
menguasai teknik bedah ini. Sebuah studi memperlihatkan bahwa
uretroplasti dipertimbangkan sebagai teknik bedah dengan tingkat invasif
minimal dan lebih efisien daripada uretrotomi. Uretroplasti adalah
rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis.Ada dua
jenis uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dan substitusi. Uretroplasti
anastomosis dilakukan dengan eksisi bagian striktur kemudian uretra
diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan sekitar.
Teknik ini sangat tepat untuk striktur uretra pars bulbosa dengan panjang
striktur 1-2 cm. Uretroplasti substitusi adalah mencangkok jaringan
striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa bibir, mukosa kelamin, atau
preputium. Ini dilakukan dengan graft, yaitu pemindahan organ atau
jaringan ke bagian tubuh lain, dimana sangat bergantung dari suplai darah
pasien untuk dapat bertahan. Proses graft terdiri dari dua tahap, yaitu
imbibisi dan inoskulasi. Imbibisi adalah tahap absorsi nutrisi dari
pembuluh darah paien dalam 48 jam pertama. Setelah itu diikuti tahap
inoskulasi dimana terjadi vaskularisasi graft oleh pembuluh darah dan
limfe. Jenis jaringan yang bisa digunakan adalah buccal mucosal graft, full
thickness skin graft, bladder epithelial graft, dan rectal mucosal graft. Dari
semua graft diatas yang paling disukai adalah buccal mucosal graft atau
jaringan mukosa bibir, karena jaringan tersebut memiliki epitel tebal
elastis, resisten terhadp infeksi, dan banyak terdapat pembuluh darah
lamina propria. Tempat asal dari graft ini juga cepat sembuh dan jarang
mengalami komplikasi. Angka kesuksesan sangat tinggi mencapai 87%.
Namun infeksi saluran kemih, fistula uretrokutan, dan chordee bisa terjadi
sebagai komplikasi pasca operasi.
5. Prosedur rekonstruksi multiple
Suatu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum.
Indikasi prosedur ini adalah ketidakmampuan mencapai panjang uretra,
bisa karena fibrosis hasil operasi sebelumnya atau teknik substitusi tidak
bisa dikerjakan. Ketika terjadi infeksi dan proses radang aktif sehingga
teknik graft tidak bisa dikerjakan, prosedur ini bisa menjadi pilihan
operasi. Rekonstruksi multiple memang memerlukan anestesi yang lebih
banyak dan menambah lama rawat inap pasien, namun berguna bila pasien
kontra indikasi terhadap teknik lain.
J. KOMPLIKASI
1. Pola eliminasi
Klien post operasi Sachse dapat mengalami perubahan eliminasi.
Hal ini terjadi bila terdapat bekuan darah yang menyumbat kateter,
edema dan prosedur pembedahan . Perdarahan dapat terjadi pada klien
post operasi Sachse karena fiksasi dari traksi yang kurang tepat. Infeksi
karena pemasangan kateter yang kurang tepat atau perawatan kateter
kurang atau tidak aseptik dapat juga terjadi.
2. Pola istirahat
Pada klien post Sachse dapat mengalami gangguan tidur karena
klien merasakan nyeri pada lika operasi atau spasme dari kandung
kemih. Karena gangguan ini maka lama/ waktu tidur klien berkurang.
3. Pola aktifitas.
Klien post Sachse aktifitasnya akan berkurang dari aktifitas biasa.
Klien cenderung mengurangi aktifitas karena nyeri yang dirasakan
akibat dari Sachse nya. Klien akan banyak memilih di tempat tidur dari
pada beraktifitas pada hari pertama dan hari yang kedua post Sachse
Sedangkan kebutuhan klien dibantu.
4. Pola reproduksi dan seksual.
Klien post Sachse dapat mengalami disfungsi seksual. Hal ini di
sebabkan karena situasi krisis ( inkontinensia, kebocoran urine setelah
pengangkatan kateter ). Dengan terjadinya disfungsi seksual maka
dapat terjadi ancaman terhadap konsep diri karena perubahan status
kesehatan.
K. PENCEGAHAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem perkemihan striktur
uretra.meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan
data, sumber data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat,
dokter ataupun dari catatan medis.
a. Pengumpulan data meliputi :
1.) Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri
dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status,
agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan
diagnose medik. Biodata penanggung jawab meliputi : umur,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.
2.) Keluhan utama. Merupakan keluhan klien pada saat dikaji yang
mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri
pada daerah post op striktur uretra (cystostomi).
3.) Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-
informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah
diderita pada masa lalu.
4.) Pemeriksaan fisik. Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, Maka akan
ditemuikan hal-hal sebagai berikut:
a) Keadaan umum
Klien post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal :
keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya
bicara. Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola
eliminasi BAK sehingga dilakukan pemasangan kateter tetap.
b) Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit
pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu
bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas,
auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul.
Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas.hal ini
penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan
paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas.
c) Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya
peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi
jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan
palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.
d) Sistem pencernaan
Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu
makan, peristaltik usus, dan BAB.Tujuan pengkajian ini untuk
mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini.
e) Sistem genitourinaria
Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri
pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah
abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan
kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar
mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan
serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri
waktu miksi, serta bagaimana warna urine.
f) Sistem musculoskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of
Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota
gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan
klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan
observasi adanya luka pada otot harus dikaji juga, karena klien
imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun.
g) Sistem integument
Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan
kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor,
warna dan fungsi perabaan.
h) Sistem neurosensori
Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral,
fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
C. INTERVENSI / PERENCANAAN
N
O Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Kolaborasi:
Berikan cairan IV
Membantu
sesuai indikasi.
mempertahankan
hidrasi/sirkulasi
volume adekuat dan
aliran urine.
Awasi elektrolit,
GDA, Kalsium
Gangguan fungsi
ginjal meningkatkan
risiko beratnya
masalah elektrolit
dan masalah asidosis
hiperkloremik.
Peningkatan kadar
kalsium
meningkatkan risiko
pembentukan kristal,
mempengaruhi aliran
urine dan integritas
kulit.
Melaporkan
2 Nyeri akut Mandiri:
nyeri hilang
berhubungan Memberikan
atau
dengan Kaji nyeri,
informasi untuk
terkontrol.
agens cedera perhatiak PQRST
membantu dalam
Tampak
biologis menentukan
rileks.
pilihan/keefektifan
Mampu
intervensi.
untuk
tidur/istiraha
Pertahankan tirah
Tirah baring
t dengan
baring bila
mungkin diperlukan
baik.
diindikasikan.
pada awal selama
fase retensi akut.
Namun, ambulasi
dini dapat
memperbaiki pola
berkemih normal dan
menghilangkan rasa
nyeri.
Meningkatkan
Berikan tindakan relaksasi,
kenyamanan, memfokuskan
seperti pijatan kembali perhatian
punggung, dan dapat
membantu klien meningkatkan
melakukan posisi kemampuan koping.
yang nyaman,
mendorong
penggunaan teknik
relaksasi/latihan
napas dalam.
Diberikan untuk
Kolaborasi
menghilangkan nyeri
berat, memberikan
Berikan obat nyeri
relaksasi mental dan
sesuai indikasi,
fisik.
seperti narkotik
(epideprin).
Mencapai
3 Risiko Mandiri:
waktu
infeksi
penyembuha
Pertahankan
berhubungan Mencegah
n.
dengan sistem kateter
pemasukan bakteri
Tidak
prosedur steril, berikan
dan infeksi/sepsis
mengalami
invasif, perawatan kateter
lanjut.
tanda infeksi.
truma regular dengan
bedah) antiboiotik
disekitar sisi
kateter.
Ambulasi dengan
Menghindari refluks
kantung drainase
balik urine yang
dependen.
dapat memasukkan
bakteri kedalam
kandung kemih.
Kolaborasi:
Mungkin diberikan
Berikan antibiotik secara profilaktik
sesuai indikasi. sehubungan dengan
peningkatan risiko
infeksi.
Tampak
4 Disfungsi Mandiri:
rileks dan
seksual Ansietas dapat
melaporkan
berhubungan Berikan
mempengaruhi
ansietas
dengan keterbukaan pada
kemampuan untuk
menurun
gangguan klien/keluarga
menerima informasi
sampai
struktur untuk
yang diberikan
tingkat dapat
tubuh membicarakan
sebelumnya
diatasi.
masalah
Menyatakan
inkontinensia dan
pemahaman
fungsi seksual
situasi
individual.
Berikan informasi
Impotensi fisiologis
Menunjukka
akurat tentang
terjadi bila saraf
n
harapan kembalinya
perineal dipotong
keterampilan
fungsi seksual
selama prosedur
pemecahan
radikal. Pada
masalah.
pendekatan lain,
aktivitas seksual
dapat dilakukan
seperti biasa dsalam
6-8 minggu.
Instruksikan latihan
Meningkatkan
perineal dan
peningkatan kontrol
interupsi/kontinu
otot kontinensia
aliran urine
urinaria dan fungsi
seksual.
Kolaborasi
Rujuk untuk
Masalah menetap
konsultasi ke ahli
atau tidak teratasi
seksualitas sesuai
memerlukan
indikasi
intervensi
profesional.
Berpartisipas
5 Defisiensi Mandiri:
i dalam
pengetahuan Memberikan dasar
program
berhubungan Kaji ulang proses
pengetahuan di mana
pengobatan.
dengan penyakit,
klien dapat membuat
Menyatakan
kurang pengalaman klien.
pilihan informasi
pemahaman
informasi terapi.
prosedur.
Melakukan
Membantu klien
perubahan
Dorong menyatakan
mengalami perasaan
perilaku yang
rasa takut/cemas
yang enak dapat
perlu.
dan perhatian.
menjadi rehabilitaqsi
vital.
Memiliki informasi
Berikan informasi
tentang kondisi
tentang kondisi
kesehatan yang
yang dialami
dialami dapat
(pendidikan
membantu
kesehatan).
memahami implikasi
tindakan lanjut
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu klien mencapai tujuan yang telah diterapkan. Kemampuan yang
harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan
komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling
percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor,
kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi
[ CITATION Asm08 \l 1033 ].
E. EVALUASI
Evaluasi dalam proses keperawatan adalah pernyataan kesimpulan
yang menunjukkan tujuan dan memberikan indikator kualitas dan
ketepatan perawatan yang menghasilkan hasil yang positif [ CITATION Asi05
\l 1033 ]
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M., & Dayrit, M. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing
outcomes clasification (NOC) Measurement of Health Outcomes. Mosby:
Elsevier.