Anda di halaman 1dari 5

‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن‬،ُ‫ص ْحبِ ِه َوَم ْن َوااَل ه‬ ِِ ِ ِ ٍ ِ َّ ‫ َوالصَّاَل ةُ َو‬،‫اَحْلَ ْم ُد لِٰلّه‬

َ ‫ َو َعلَى آله َو‬،‫الساَل ُم َعلَى َسيِّدنَا حُمَ َّمد َر ُس ْول اهلل‬


‫ فَِإيِّن‬،‫ أ ََّما َب ْع ُد‬،ُ‫ اَل نَيِب َّ َب ْع َده‬،ُ‫َن َسيِّ َدنَا حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َوَر ُس ْولُه‬ َ ْ‫اَّل إِلهَ إِاَّل اهللُ َو ْح َدهُ اَل َش ِري‬
َّ ‫ َوأَ ْش َه ُد أ‬،ُ‫ك لَه‬
‫ني‬ ِ ِ ِ َ ‫ واخ ِفض جنَاح‬:‫اهلل الْعلِي الْ َق ِدي ِر الْ َقائِ ِل يِف حُمْ َك ِم كِتَابِِه‬ ِ ‫أُو ِصي ُكم وَن ْف ِسي بَِت ْقوى‬
َ ‫ك ل ْل ُم ْؤمن‬ َ َ ْ ْ َ ْ ْ ِّ َ َ ْ َْ ْ ْ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi,
untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari
seluruh yang diharamkan. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:

َ ‫ َوإِ َذا َد َع‬،‫ إِ َذا لَِقْيتَهُ فَ َسلِّ ْم َعلَْي ِه‬:‫ال‬


‫اك‬ ِ ‫ ما ه َّن يا رسوَل‬:‫ت قِيل‬
َ َ‫اهلل؟ ق‬ ِ ِ ِ
ْ ُ َ َ ُ َ َ ْ ٌّ ‫َح ُّق الْ ُم ْسل ِم َعلَى الْ ُم ْسل ِم س‬
ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َوإِ َذا َم‬،ُ‫ض َفعُ ْده‬
‫ات‬ َ ‫ َوإِ َذا َم ِر‬،ُ‫س فَ َحم َد اهللَ فَ َش ِّمْته‬
َ ‫ َوإ َذا َعط‬،ُ‫ص ْح لَه‬
َ ْ‫ك فَان‬
َ ‫ص َح‬
َ ‫اسَتْن‬ْ ‫ َوإِ َذا‬،ُ‫فَأَجْبه‬
)‫(رَواهُ ُم ْسلِ ٌم‬ ِ
َ ُ‫فَاتَّب ْعه‬
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim di atas, Baginda Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan mengenai enam hak seorang Muslim atas Muslim yang lain.
Yaitu:

Pertama, kita disunnahkan untuk memulai ucapan salam kepada saudara kita sesama
Muslim. Makna “Assalamu’alaikum” adalah semoga engkau senantiasa berada dalam
perlindungan Allah atau semoga keselamatan dan keamanan selalu menyertaimu. Ini adalah
doa seorang mukmin untuk saudara mukminnya, agar terbangun dan tertanam dalam hati
masing-masing pengagungan kepada Allah yang mensyariatkan kalimat sapaan tersebut.
Dengan itu, akan tumbuh rasa cinta di antara saudara sesama Muslim. Dan buahnya adalah
saling tolong menolong dan bekerja sama dalam kebaikan dan ketaatan. Dalam hadits lain,
Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ َ‫ مُثَّ ق‬،‫ َواَل ُت ْؤِمُن ْوا َحىَّت حَتَابُّ ْوا‬،‫َوالَّ ِذ ْي َن ْف ِس ْي بِيَ ِد ِه اَل تَ ْد ُخلُ ْو َن اجْلَنَّةَ َحىَّت ُت ْؤِمُن ْوا‬
‫ أ ََواَل أ َُدلُّ ُك ْم َعلَى‬:‫ال‬
)‫(رَواُه ُم ْسلِ ٌم‬
َ ‫الساَل َم َبْينَ ُك ْم‬ َّ ‫ أَفْ ُش ْوا‬،‫َش ْى ٍء إِذَا َف َع ْلتُ ُم ْوهُ حَتَ َابْبتُ ْم‬
Maknanya: “Demi Dzat yang menguasai diriku, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian
beriman dan tidak akan sempurna iman kalian hingga kalian saling mencintai,” kemudian
Nabi bersabda: “Tidakkah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian
melakukannya, maka kalian akan saling mencintai, yaitu sebarkanlah salam di antara kalian”
(HR Muslim).

Kaum Muslimin yang berbahagia,

Nabi memerintahkan kita untuk membaca salam kepada orang yang kita kenal dan orang
yang tidak kita kenal. Perintah ini adalah perintah sunnah. Jadi memulai salam hukumnya
adalah sunnah. Sedangkan menjawab salam jika salam tersebut berasal dari seorang
Muslim yang baligh dan berakal kepada seorang Muslim tertentu secara khusus, maka
hukum menjawabnya adalah fardlu ‘ain bagi orang tersebut. Sedangkan jika salam tersebut
diucapkan oleh seorang Muslim mukallaf (baligh dan berakal) kepada sekelompok orang
mukallaf, maka hukum menjawabnya adalah fardlu kifayah, artinya jika salah seorang telah
menjawab, maka gugur kewajiban dari yang lain. Hukum ini berlaku antar sesama jenis.
Sedangkan jika berbeda jenis kelamin, seperti jika seorang remaja putri mengucapkan
salam kepada seorang pemuda yang bukan suami dan bukan mahramnya, maka tidak wajib
menjawab salamnya. Namun tetap berlaku hukum boleh menjawab salamnya jika tidak
dikhawatirkan terjadi fitnah. Demikian pula sebaliknya jika seorang pemuda mengucapkan
salam kepada perempuan yang bukan istri dan mahramnya.

Kemudian dalam mengucapkan salam ada adab-adab yang semestinya kita indahkan. Dii
antaranya, orang yang menaiki kendaraan mengucapkan salam kepada orang yang
berjalan. Orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang duduk. Orang yang
sedikit mengucapkan salam kepada orang yang banyak. Sebagaimana disyariatkan salam
ketika bertemu, demikian pula disyariatkan salam ketika berpisah.

Kedua, memenuhi undangannya ketika ia mengundang kita untuk hadir dalam acara
walimah (jamuan makan) yang diadakannya. Walimah adalah setiap undangan makan yang
diadakan untuk merayakan sebuah kegembiraan seperti pernikahan, khitanan dan lainnya.
Seorang mukmin tentunya mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya
sendiri. Dan tidak diragukan lagi bahwa memenuhi undangan tersebut adalah salah satu
bukti yang menunjukkan kecintaan kita kepadanya. Dalil awal tentang masalah ini adalah
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ُّ ‫(رَواهُ الْبُ َخا ِر‬


)‫ي‬ ‫ِ ِ ٍ هِت‬ ِ ِ
َ ‫َح ُد ُك ْم إىَل َولْي َمة َف ْليَأ َا‬
َ ‫إذَا ُدع َي أ‬
Maknanya: “Jika salah seorang di antara kalian diundang untuk menghadiri walimah, maka
hendaklah ia menghadirinya” (HR al-Bukhari).

Para ulama’ mengatakan bahwa jika walimah tersebut adalah walimatul ‘urs, maka hukum
menghadirinya adalah wajib. Jadi tidak selayaknya seseorang tidak menghadirinya tanpa
‘udzur. Sedangkan memakan jamuan makan yang dihidangkan hukumnya adalah sunnah,
tidak wajib. Para ulama’ fiqih telah menjelaskan perkara-perkara yang menjadi ‘udzur syar’i
yang membolehkan seorang Muslim untuk tidak menghadiri walimatul ‘urs. Di antaranya,
ketika dalam walimah tersebut terdapat perkara mungkar seperti minuman keras dan
perbuatan fasik. Sedangkan jika walimahnya bukan walimatul ‘urs, maka tidak wajib
menghadirinya. Akan tetapi jika diniatkan untuk menggembirakan hati saudara sesama
Muslim, maka kehadirannya menjadi berpahala.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Ketiga, menyampaikan nasihat. Menasihati seorang Muslim artinya membimbingnya


kepada hal-hal yang membawa kemaslahatan baginya dalam urusan akhirat dan dunianya
dan mengarahkannya kepada kebaikan. Memberikan nasihat terkadang hukumnya wajib jika
berkaitan dengan melaksanakan kewajiban dan meninggalkan perkara-perkara haram. Hal
ini masuk dalam kategori amar makruf nahi mungkar yang hukumnya wajib. Memberikan
nasihat kadang hukumnya sunnah jika berkaitan dengan melaksanakan perkara-perkara
sunnah dan meninggalkan yang makruh. Hak memberi nasihat ini sangat ditekankan dan
harus diberikan jika seorang Muslim memintanya dari saudara Muslimnya. Hanya saja tidak
setiap orang layak dimintai nasihat atau layak diajak bermusyararah. Orang yang layak
dimintai nasihat, bantuan saran dan pandangannya adalah orang yang berakal,
berpengalaman, serta teguh dalam agama dan ketakwaan. Keempat, mendoakan orang
yang bersin. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ك‬ َ َ‫ فَِإ َذا ق‬،ُ‫ك اهلل‬


َ ُ‫ َي ْرمَح‬:ُ‫ال لَه‬ ِ ‫ ولْي ُقل لَه أَخوه أَو ص‬،‫ احْل م ُد هلل‬:‫إِ َذا ع ِطس أَح ُد ُكم َف ْلي ُقل‬
َ ُ‫ َي ْرمَح‬:ُ‫احبُه‬ َ ْ ُُْ ُ ْ َ َ َْ ْ َ ْ َ َ َ
ُّ ‫(رَواهُ الْبُ َخا ِر‬
)‫ي‬ ِ ‫ يه ِدي ُكم اهلل وي‬:‫ َف ْلي ُقل‬،‫اهلل‬
َ ‫صل ُح بَالَ ُك ْم‬
ْ َُ ُ ُ ْ َْ ْ َ ُ
Maknanya: “Jika salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah membaca alhamdulillah.
Dan saudara atau temannya hendaklah mengatakan kepadanya yarhamukallah. Jika
saudaranya atau temannya tersebut mengatakan yarhamukallah, maka hendaklah ia
mengatakan yahdikumullah wa yushlihu balakum” (HR al-Bukhari).

Jika orang yang bersin tidak mengucapkan alhamdulillah, maka tidak wajib didoakan. Hal ini
berdasarkan hadits yang shahih bahwa ada dua orang laki-laki yang bersin di dekat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Nabi mendoakan salah satu di antara keduanya dan tidak
mendoakan yang lain. Lantas orang yang tidak didoakan itu bertanya: “Wahai Rasulullah,
Anda mendoakan orang ini dan tidak mendoakan diriku?” Nabi menjawab: “Orang ini
mengucapkan alhamdulillah, sedangkan engkau tidak.”

Kelima, menjenguknya ketika sakit. Tujuan utama dari menjenguk orang sakit adalah
mengokohkan simpul-simpul kecintaan antar kaum Muslimin. Hal ini sangat ditekankan
terutama antar karib kerabat. Di masa hidupnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjenguk sahabat-sahabatnya yang sakit dan mengatakan kepada yang sakit: ‫ك ؟‬ َ ‫ْف َت ِج ُد‬
َ ‫َكي‬
“Bagaimana keadaanmu, apa yang kamu rasakan?” Kemudian Nabi mendoakannya dan
tidak berlama-lama di rumahnya. Oleh karena itu, seyogyanya kita mengindahkan adab-
adab berkunjung seperti yang diteladankan oleh Baginda Nabi tersebut. Adab lain misalkan
berbicara dengan orang yang sakit dengan hal-hal yang membesarkan hatinya,
melapangkan dadanya dan membuatnya nyaman. Jika yang sakit bertanya tentang sakit
yang dideritanya, hendaklah kita kesankan bahwa sakit tersebut tidak parah, cepat reda dan
umumnya orang bisa sembuh darinya. Janganlah kita banyak bicara dan membesar-
besarkan penyakitnya. Kita mendoakan kesembuhannya dan kita sampaikan bahwa
musibah dapat melebur dosa dan mengangkat derajat seorang Muslim jika dihadapai
dengan penuh kesabaran. Kita juga meminta doa kepadanya. Seseorang yang mengunjungi
orang sakit akan dimintakan ampunan dosa oleh para malaikat dan memperoleh kucuran
rahmat dari Allah hingga ia pulang kembali ke rumahnya, sebagaimana hal itu dijelaskan
dalam sebuah hadits shahih.

Keenam, mengantarkan dan mengiringi jenazahnya ketika meninggal. Orang yang


mengantarkan jenazah akan mendapatkan pahala seperti besarnya gunung Uhud. Baginda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ فَِإنَّهُ َي ْرِج ُع‬،‫غ ِم ْن َدفْنِ َها‬


َ ‫صلِّ َي َعلَْي َها َوَي ْف ُر‬ ِ ‫م ِن اتَّبع جنَازَة مسلِ ٍم إِمْيَانًا و‬
َ ُ‫احت َسابًا َوَكا َن َم َعهُ َحىَّت ي‬
ْ َ ْ ُ َ َ ََ َ
ٍ ِِ ِ ِ ٍ ‫اط ِمثْل جب ِل أ‬
ٍ ‫بِِقيراطَ ِ ُك ُّل قِير‬
َ ‫صلَّى َعلَْي َها مُثَّ َر َج َع َقْب َل أَ ْن تُ ْدفَ َن فَإنَّهُ َي ْرج ُع بقْيَراط‬
ُ‫(رَواه‬ َ ‫ َوَم ْن‬،‫ُحد‬
ُ ََ ُ َْ ‫ْ َ نْي‬
ُّ ‫الْبُ َخا ِر‬
)‫ي‬
Maknanya: “Barangsiapa mengiringi jenazah seorang Muslim dengan didasari iman dan
mengharapkan pahala dari Allah, lalu ia tetap berada di dekatnya hingga menshalatkan dan
selesai dari pemakamannya, maka ia akan pulang membawa dua qirath pahala, satu
qirathnya seperti gunung Uhud. Dan barangsiapa menshalatkannya, kemudian pulang
sebelum dimakamkan, maka ia pulang membawa satu qirath” (HR al Bukhari).

Sudah maklum bahwa mengiringi jenazah hukumnya adalah fardlu kifayah. Jika sudah
dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin, maka gugur kewajiban sebagian yang lain. Bagi
kaum laki-laki, disunnahkan mengantarkan dan mengiringi jenazah. Dan hal ini tidak
disunnahkan bagi kaum wanita. Ketika mengiringi jenazah, hendaklah kita berjalan dengan
diam, sibuk berdzikir, menundukkan kepala sembari merenungkan dan memperbanyak
mengingat kematian. Dengan itu, kita tidak akan mudah terlena dengan gemerlapnya
kehidupan dunia. Perlu ditegaskan dalam kesempatan ini bahwa tidak mengapa jika
memperbanyak membaca La ilaha illa Allah ketika mengiringi jenazah. Janganlah kita
terpengaruh dengan kaum Wahhabi yang mengharamkan hal itu.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mudah-mudahan kita mampu mengamalkan dan memenuhi hak-hak sesama Muslim yang
diajarkan oleh Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas. Kita
sebagai sesama umat Islam seharusnya menjadi seperti satu jasad. Jika salah satu anggota
badan kita mengeluh kesakitan, maka seluruh anggota badan yang lainnya akan turut
merasakan sehingga tidak bisa tidur dan merasakan demam.

Kaum Muslimin yang berbahagia, Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh
keberkahan ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan dapat kita amalkan bersama.

َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْوُر‬،ُ‫اسَت ْغ ِف ُرْوه‬


‫الرِحْي ُم‬ ِ ‫أَُقو ُل َقويِل ٰه َذا وأ‬.
ْ َ‫ ف‬،‫َسَت ْغف ُر اهللَ يِل ْ َولَ ُك ْم‬
ْ َ ْْ ْ

Khutbah II

‫ أَ ْش َه ُد‬.‫َص َحابِِه أ َْه ِل الْ َوفَا‬ ِِ ٍ ِ ِ


ْ ‫ َو َعلَى آله َوأ‬،‫صطََفى‬ ْ ‫ُسلِّ ُم َعلَى َسيِّدنَا حُمَ َّمد الْ ُم‬ َ ‫ُصلِّ ْي َوأ‬ َ ‫ َوأ‬،‫اَحْلَ ْم ُد هلل َوَك َفى‬
‫ َفيَا أَيُّ َها‬،‫ أ ََّما َب ْع ُد‬.ُ‫َن َسيِّ َدنَا حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َوَر ُس ْولُه‬ َّ ‫ َوأَ ْش َه ُد أ‬،ُ‫ك لَه‬َ ْ‫أَ ْن اَّل إِلهَ إِاَّل اهللُ َو ْح َدهُ اَل َش ِري‬
َّ ‫اهلل الْ َعلِ ِّي الْ َع ِظْي ِم َو ْاعلَ ُم ْوا أ‬
‫ أ ََمَرُك ْم‬،‫َن اهللَ أ ََمَرُك ْم بِأ َْم ٍر َع ِظْي ٍم‬ ِ ‫ أُو ِصي ُكم وَن ْف ِسي بَِت ْقوى‬،‫الْمسلِمو َن‬
َ ْ َ ْ ْ ْ ُْ ْ ُ
ِ َّ ِ َّ ‫بِالصَّاَل ِة َو‬
َ ‫الساَل ِم َعلَى نَبِيِّ ِه الْ َك ِرمْيِ َف َق‬
‫ين َآمنُوا‬ َ ‫ يَا أَيُّ َها الذ‬،ِّ ‫صلُّو َن َعلَى النَّيِب‬ َ ُ‫ إِ َّن اللَّهَ َوَماَل ئ َكتَهُ ي‬:‫ال‬
‫ٍ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ٰ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ت َعلَى‬ ‫صلَّْي َ‬
‫ص ِّل َعلَى َسيِّدنَا حُمَ َّمد َو َعلَى آل َسيِّدنَا حُمَ َّمد َك َما َ‬ ‫يما‪ ،‬اَللّ ُه َّم َ‬ ‫صلُّوا َعلَْيه َو َسلِّ ُموا تَ ْسل ً‬ ‫َ‬
‫ٍ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ت‬‫َسيِّدنَا إِ ْبَراهْي َم َو َعلَى آل َسيِّدنَا إِ ْبَراهْي َم َوبَا ِرْك َعلَى َسيِّدنَا حُمَ َّمد َو َعلَى آل َسيِّدنَا حُمَ َّمد َك َما بَ َارْك َ‬
‫ِ ِ ِِ‬ ‫علَى سيِّ ِدنَا إِبر ِاهيم وعلَى ِآل سيِّ ِدنَا إِبر ِاهيم‪ ،‬يِف الْعالَ ِم إِن ِ ِ ٰ‬
‫َّك مَح ْي ٌد جَم ْي ٌد‪ .‬اَللّ ُه َّم ا ْغف ْر ل ْل ُم ْسلمنْي َ‬
‫َ ْ َ ْ َ ْ َ نْي َ َ‬ ‫َ َ َْ ْ َ َ َ‬
‫ِ‬ ‫ات اأْل ِ ِ‬ ‫ات والْم ْؤِمنِ والْم ْؤِمنَ ِ‬ ‫والْمسلِم ِ‬
‫َحيَاء مْن ُه ْم َواأْل َْم َوات‪ ،‬اللهم ْادفَ ْع َعنَّا الْبَاَل ءَ َوالْغَاَل ءَ َوالْ َوبَاءَ‬ ‫ْ‬ ‫ُ نْي َ َ ُ‬ ‫َ ُْ َ‬
‫َّدائِ َد َوالْ ِم َح َن‪َ ،‬ما ظَ َهَر ِمْن َها َوَما بَطَ َن‪ِ ،‬م ْن َبلَ ِدنَا‬ ‫ف الْ ُم ْختَلِ َفةَ َوالش َ‬
‫السُي ْو َ‬‫َوالْ َف ْح َشاءَ َوالْ ُمْن َكَر َوالَْب ْغ َي َو ُّ‬
‫إن اهللَ يَأْ ُم ُر بِالْ َع ْد ِل‬ ‫َّك علَى ُك ِّل َشي ٍء قَ ِدير ِعباد ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ه َذا خ َّ ِ‬
‫اهلل‪َّ ،‬‬ ‫ْ ٌْ َ َ‬ ‫اصةً َوم ْن بُْل َدان الْ ُم ْسلمنْي َ َع َّامةً‪ ،‬إِن َ َ‬ ‫َ َ‬
‫الب ْغ ِي‪ ،‬يَعِظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُرْو َن‪ .‬فَاذ ُك ُروا‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِِ‬
‫ويْن َهى َع ِن ال َف ْح َشاء َوالْ ُمْن َك ِر َو َ‬ ‫َواإْل ْح َسان َوإ ْيتَاء ذي الْ ُق ْرىَب َ‬
‫‪.‬اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكرُكم ولَ ِذ ْكر ِ‬
‫اهلل أَ ْكَب ُر‬ ‫َ َ َْ َ ْ ْ َ ُ‬

Anda mungkin juga menyukai