Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fisioterapi adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang berkemampuan untuk
merehabilitasi sistem gerak dan meningkatkan kemampuan fungsional serta kwalitas
hidup dengan terapi fisik baik manual maupun mekanis (Anisa, 2013).
Dalam melaksanakan praktek sering kali kita jumpai pasien dengan keluhan nyeri di
sekitar leher. Bahkan banyak pasien yang merasakan nyeri tersebut menjalar sampai ke
lengan hingga jari tangan bahkan leher sulit di gerak kan. Gangguan tersebut merupakan
kumpulan gejala-gejala yang dinamakan Cervical Root Syndrome atau lebih dikenal
dengan CRS.
Cervical root syndrom adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasiatau
penekana akar saraf servikal oleh penonjolan diskus intervetebralis (Mahedewa,2013).
Cervical root syndrom merupakam kumpulan gejala yang sangat mengganggu aktifitas
pasien sehingga penanganan yang tepat daat diberikan bisa penanganan berupa non
operatif dan apabila keluhan sangat berat dapat dilakukan pembedahan untuk
memperbaiki kondisi pasien (Eubanks,2010)
Gejala tersebut berupa nyeri, spasme otot, dan mengakibatkan keterbatasan gerak
pada leher. Jika keluhan ini tidak di tangani secara serius dapat mengakibatkan efek
samping yang lebih serius bagi kesehatan sehingga fisioerapi sebagai salah satu omponen
penyelenggaraan kesehata dapat berperan aktif dalam usaha mengurangi nyeri,
mengurangi spasme, meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS) dan mengembalikan
kemampuan fungsional aktivitas pasien guna meningkatkan kualitas hidup.
Pada kasus ini fisioterapi berperan aktif dengan mengurang nyeri dengan modalitas:
Transcutaneus Elevtrical Nerve Stimulation (TENS), TENS merupakan modal nyeri
dengan meningkatkan ambang rasa nyeri berupa arus current atau langsung; Hold Relaxs
Theraphy adalah modalitas perawatan saraf, dengan tujuan meregangkan saraf dan
meningkatkan aliran darah menuju arteri radialis; Penguluran bertujuan untuk mencegah
terjadinya kontraktur otot dengan jalan mencerai braikan strutur yang lengket atau atau
menghambat gerakan persendian dengan mengulur jaringan yang memendek.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh TENS dan Hold Relax dalam mengurangi nyeri pada cervical
root syndrome.
2. Bagaimana pengaruh TENS dan Hold Relax dalam meningkatkan LGS pada cervical
root syndrom
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengaruh TENS dan Hold Relax dalam mengurangi nyeri pada cervical
root syndrome.
2. Mengetahui pengaruh TENS dan Hold Relax dalam meningkatkan LGS pada
cervical root syndrom

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Vertebra Cervical

vertebra cervical memiliki ukuran yang kecil dan pergerakan yang banyak
dibandingkan tulang vertebra lain. Vertebra cervikal memiliki cir-iciri yang khusus
yaitu adanya foramina transvesus yang terletak dekat dengan prosesus transversus.
Vertebra C1 disebut juga atlas, fungsi utama atlas yaitu untuk menyangga kepala.
Vertebra C1 terbentuk seperti cincin dan tidak memiliki prosesus spinosus. Vertebra
C2 disebut juga axis, mempunyai ukuran yang besar dan bagian badan yang
memanjang terbentuk dari sisa- sisa tubuh dari C1. Vertebra C3 sampai C6
mempunyai tubuh kecil yang berbentuk seperti persegi panjang, badan bagian atas
dan bawah tidak sekedar tulang belakang bagian lain tetapi bentuknya melengkung
atau berlekuk. Bagian atas vertebra cervikal berbentuk 3 cekung pada setiap sisi
dengan bagian tepi yang menonjol disebut prosesus uncinate. Pada bagian bawah
menunjukkan perbedaan yaitu cekung pada sisi depan dan belakang dengan tepi yang
memanjang. Vertebra C7 memiliki ukuran yang lebih besar daripada vertebra
cervikal lainnya, mempunyai banyak kesamaan dengan vertebra thoracic. Vertebra
C7 memiliki prosesus tranvesus yang besar(Donald,2010).
B. Definisi
Cervical Root Syndrome (CRS) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan diskus intervetebralis.
Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas dan

3
bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot (Eubanks,2010 dalam
Mahadewa,2013).
Spondilosis cervical adalah diagnosa radiologi untuk suatu kondisi dimana
terdapat degenerasi yang progresif dari sendi-sendi intervetebral bagia servical tanpa
ada ubungan keterlibatan dengan perasaan atau otot (Jian Etal,2010).
Secara radiologik spondylosis dapat menimbulkan cervical root syndrom
dengan memperlihatkan kelainan berupa osteofit yang menonjol kedalam foramen
intervetebralis (penyempitan pada bagian posterior diskus veterbralis) erdegenerasi
dan rata, sehingga timbul rasa nyeri (Hudaya,2009).
Hal ini akan menyebabkan terjadinya kompresi atau penekanan pada isi
foramen intervetebral ketika gerakan ekstensi, sehingga timbul rasa nyeri yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan mobilitas ataupun toleransi jaringan terhadap suatu
regangan yang diterima menurun.

C. Etiologi
Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau
penjepitan dari akar saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin
disertai dengan tanda dan gejala dari CRS. Kondisi tebanyak pada kasus ini
disebabkan oleh proses degeneratif dan herniasi dari discus intervertebralis (Gartland,
1974).
Hal yang dapat menimbulkan cervical root syndrom antara lain:
a. Radikulopati: penjepitan saraf pada daerah leher.
b. Hernia nukleus pulposus (HNP): kelainan di dalam diskus intervetebralis yang
dikarenakan adanya
c. Spondylosis cerical: akibat proses degenerasi dan sesudah terbentuknya osteofit
kerusakan softisu disekitar sendi vertebra, juga berperan dan berakibat ankilosys,
tetapi juga dapat terjadi karena menyempitnya terusan spinal dan mengenai dan di
foramen inteructebia, jalur saraf dan arteri vertebra tertekan.
d. Kesalahan postural: ebiaaan seseorang menggerakan leher secara spontan dan
menggunakan bantal yang terlalu tinggi saat tidur dan dalam waktu yang lama
dapat menimbulkan nyeri.
D. Patofisiologi
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan
elastis, yang dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan fibrosus.

4
Kandungan air dalam nucleus pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang
kadar air dalam nuleus pulposus semakin berkurang terutama setelah seseorang
berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu terjadi perubahan degenerasi pada begian
pusat discus, akibatnya discus ini akan menjadi tipis, sehingga jarak antara vertebrae
yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi sempit. Selanjutnya
annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar. Menonjolnya bagian
discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-corpus vertebrae yang berbatasan
akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu terbentuknya jaringan ikat baru
yang dikenal dengan nama osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus yang
menyebabkan penyempitan ruangan discus dan timbulnya osteofit akan
mempersempit diameter kanalis spinalis. Pada kondisi normal diameter kanalis
spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm (Adam dan Victor, 1977). Tetapi pada kondisi
CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9 mm sampai 10
mm (Adorte dan Galsberg, 1980).
Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai
seperlima, sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada
ruang yang tersisa. Bila foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya
osteofit, maka akar-akar saraf yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan
ini mula-mula akan membengkok. Perubahan ini menyebabkan akar-akar saraf
tersebut terikat pada dinding foramen intervertebralis sehingga mengganggu
peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap
penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya. Penekanan
akan menimbutkan rasa  nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan persarafan dari
akar saraf tersebut.
E. Tanda dan gejala
Gejala dari cervical root syndrome yaitu nyeri leher antara lain terasa di
daerah leher kaku, nyeri otot-otot yang terdapat di leher, sakit kepl dan migrain. Nyeri
leher akan cenderung terasa seperti terbakar. Nyeri bisa menjalara ke bahu, lengan
dan tangan keluhan terasa tebal atau seperti tertusuk jarum. Nyeri yang tiba-tiba terus
menerus dapat menyebabkan bentuk leher yang abnormal, kepala menhgadap kesisi
yang sebaliknya, yang dikenal dengan istilah torticolis (Samara,2007).
F. Diagnosa Banding
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa
tak nyaman pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan

5
bagaimana mekanisme terjadinya. Diagnosis banding untuk CRS ini adalah carpal
tunnel syndrome, spondilosis cervicalis, dan neuritis medianus.

6
BAB III
STATUS KLINIS

A. Anamnesis
1. Anamnesis umum
Nama : Ny. h
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sultan tahta
1. Anamnesis khusus
a. Keluhan utama pasien
Keluhan utama yang di alami pasien adalah nyeri menjalar dari leher, sampai
lengan bagian kanan dan kaku pada bahu sebelah kanan
b. Riwayat penyakit sekarang
Seminggu yang lalu pasien mengeluh adanya kaku di bagian leher, sakit kepala dan
igrain, nyeri leher menjalar sampai ke tangan bagian kanan dalam sikunya. Pasien
tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa tetapi nyeri semakin berat dirasakan
ketika pasien bangun tidur dan nyeri pada saat menggenggam barang, pada
keesokan harinya pasien pergi kedokter memeriksakankemudian dokter
memberikan resep obat untuk mengurangi nyeri dan merujuk ke bagian fisioterapi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan riwayat penyakit
sekarang.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat penyakit serupa pada keluarga pasien
e. Riwayat penyaakit penyerta
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit penyerta
B. Pemeriksaan fisik
1. Antropometri
Tinggi badan : 156cm
Berat badan : 50kg

7
2. Vital sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg (Normal)
Denyut nadi : 84/rpm (Normal)
Pernapasan : 16/rpm (Normal)
Temperature : 36,5C (Normal)
3. Inspeksi
a. Inspeksi statis
-Wajah pasien tidak terlihat merasakan sakit
- Kepala sedikit condong ke depan
b. Inspeksi dinamis
-Wajah pasien terlihat menahan nyeri ketika berjalan
4. Palpasi
- Terdapat spasme otot, nyeri tekan, suhu lokal pada bagian leher blakang
C. Pemeriksaan spesifik
a. Tes provokasi
Tes provokasi adalah mengekstensikan kepala dan memutar kepala ke salah
satu sisi, lalu puncak kepala ditekan oleh pemeriksa. Hasilnya positif
b. Tes distraksi
Tes ditraksi akan menghilangkan nyeri yang diprovokasi dari tes provokasi
tadi dengan cara mengangkat leher secara perlahan. Jika nyeri tidak menghilang
dengan tes distraksi, kemungkinan nyeri bukan berasal dari Cervical Root
Syndrome.
c. Manuver Valsava
Manuver valsava adalah suatu cara untuk meningkatkan tekanan intratekal
yaitu dengan cara pasien menutup hidung sambil mengejan. Jika memang cervical
root syndrome, maka timbul nyeri menjalar dari leher ke lengan.
D. Problem Matika Fisioterapi
Ditemukan adamya nyeri di daerah leher dari bahu enjalar ke lengan kanan, adanya
nyeri gerakan gerakan lateral fleksi kanan-kiri dan side rotasi kanan-kiri baik gerakan
aktif, pasif maupun isometrik, dan adanya keterbatasan LGS leher pada gerakan fleksi,
ekstensi, lateral fleksi kanan-kiri dan side rotasi kanan-kiri baik gerakan aktif pasif
maupun isometrik, adanya spasme dan nyeri tekan pada otot-otot sternocleidomastoideus
dan otot trapezius.

8
E. Teknologi Intervensi Fisioterapi
1. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan suatu cara
penggunaan energi listrik yang berguna untuk merangsang sistem saraf melalui
permukaan kulit yang telah terbukti efektif untuk menghilangkan nyeri jika di
berikan pada kasus cervical root syndrom.
2. Terapi Latihan
Terapi latihan dalam bentuk relaksasi dapat memberikan efek pengurangan
nyeri, baik secara langsug maupun menutus siklus nyeri – spasme – nyeri.
Gerakan yang ringan dan perlahan merangsang propioceptor yang merupakan
aktiffitas dari serabut efferent berdiameter besar. Hal ini akan mengakibatkan
menuntupnya spinal gate (Mardiman, 2001) terapi latihan meliputi:
a. Hold Relax
Menurut metode propioseptic Neuromuskuler Facilitation (PNF) Hold Relax
merupakan teknik menggunakan otot secara isometrik kelompok antagonis dan
diikuti rileksasi otot tersebut. Hold Relax bermanfaat untuk relaksasi otot dan
menanmbah LGS. Dengan konstraksi isometrik setelahnya otot menjadi rileks
sehinga gerakan ke arah antagonis lebih mudah dilakukan dan dapat mengalir
secara optimal, tujuanya adaalah rileksasi grub otot antagonis, memperbaiki
mobilitas, mengurangi nyeri dan menamnah lingkup gerak sendi (LGS).
(kisner,1996).
b. Streching dan penguluran
Penguluran bertujuan untuk mencegah terjadinya kontraktur otot dengan jalan
mencerai braikan strutur yang lengket atau atau menghambat gerakan persendian
dengan mengulur jaringan yang memendek.

PROSES FISIOTERAPI

Pelaksanaan terapi dilakukan sebanyak 6 kali pada dengan modalitas yang diberikan
yaitu Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan Terapi Latihan. Tujuan yang
ingin dicapai dari terapi ini adalah mengurangi nyeri meningkatkan lingkup gerak sendi,
mengurangi spasme sehingga mampu meningkatkan kemampuan fungsional.

9
A. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL
a. nyeri

8
7
6
5
4
3
2
1
0
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nyeri tekan pada otot trapezius dan sternoeleidomatoideus Series 2

Grafik 4.1 Evaluasi Derajat Nyeri Dengan Skala VAS


Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa terjadi pengurangan nyeri
setelah dilakukan tindakan terapi selama enam kali.

b. Lingkup Gerak Sendi Leher Aktif

14
12
10 Fleksi
8 ekstensi
lateral fleksi kanan
6 lateral fleksi kiri
4 rotasi kanan
rotai kiri
2
0
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6

Grafik 4.2 Evaluasi Gerak Aktif Leher


Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan LGS
(Lingkup Gerak Sendi) aktif leher pada gerakan flexi, ekstensi, lateral flexikanan-kiri, dan
siderotasi kanan-kiri setelah diberikan terapi sebanyak 6 kali dimana pengukuran dilakukan
menggunakan midline.

10
c. Lingkup Gerak Sendi Pasif Leher

16
14
12
Fleksi
10
ekstensi
8 lateral fleksi kanan
lateral fleksi kiri
6
rotasi kanan
4 rotasi kiri
2
0
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6

Grafik 4.3 Evaluasi Gerak Pasif Leher


Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan LGS
(Lingkup Gerak Sendi) Pasif leher pada gerakan flexi, ekstensi, lateral
flexi kanan-kiri, dan siderotasi kanan-kiri setelah diberikan terapi sebanyak
enam kali dimana pengukuran dilakukan menggunakan midline.

b. Pembahasan
1. Nyeri
Berdasarkan grafik 4.1 diperoleh penurunan nyeri tekan pada pasien dari T1=
4.5 menjadi T6= 2 dengan nama pasien Ny. H umur 37 tahun dengan diagnosa
cervical root syndrome setelah dilakukan terapi selama 6 kali. Fisioterapi dapat
berperan untuk mengatasi masalah yang ada pada pasien cervical root syndrome
dengan memberikam modalitas TENS.
Pemberian TENS pada kasus cervical root syndrome ini bertujuan untuk
mengurangi nyeri melalui mekanisme segmental. TENS akan menghasilkan efek
analgesia dengan jalan mengaktivasi serabut A beta yang akan menginhibisi neuron
nosiseptif di cornu dorsalis medula spinalis, yang mengacu pada teori gerbang
control (Gate Control Theory). Impuls dari serabut aferen berdiameter besar akan
menutup gerbang control dan membloking transmisi impuls dari serabut aferen
nosiseptor sehingga nyeri berkurang (Melzack dan Wall, 1965 Dalam buku Parjoto,
2006).

11
2. Lingkup Gerak Sendi
Hasil evaluasi Lingkup Gerak Sendi (LGS) aktif leher setelah di lakukan
fisioterapi sebanyak 6 kali, terdapat peningkatan flexi dari T0: 8 cm menjadi 10cm,
extensi 6cm menjadi 7,side flexi dextra 4cm menjadi 8 cm, side flexi sinistra dari
T0: 7cm menjadi T6: 8cm, rotasi dextra dan rotasi sinistra dari 10 cm menjadi 13
cm.
Hasil evaluasi Lingkup Gerak Sendi (LGS) pasif leher setelah di lakukan
fisioterapi sebanyak enam kali, terdapat peningkatan flexi dari T0: 8cm menjadi
10cm, extensi dari 6cm menjadi7, side flexi dextra dari 7cm menjadi 10 cm, side
flexi sinistra dari T0: 5cm menjadi T6: 8cm, rotasi dextra dari 12 cm menjadi 14
cm, rotasi sinistra dari 11 cm menjadi 13cm. Pada pemberian terapi latihan berupa
teknik “Hold Relak” secara perlahan akan memberikan efek mekanik dengan adanya
otot dan saraf akan ter-strech ditambah lagi nyeri berkurang sehingga LGS
bertambah.
ii.

12
BAB IV

PENUTUP

A. Kesipulan
Setelah dilakukannya terapi sebanyak 6 kali pada pasien Ny. H pada kasus
Cervical Root Syndrome (CRS) dengan menggunakan modalitas TENS dan terapi
latihan didapatkan kesimpulan:
- Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) menggunakan metode umum
atau meletakkan elektrode pada daerah yang nyeri setelah dilakukan terapi sebanyak
6 kali angka ambang nyeri pasien berkurang.
- Terapi Latihan dengan menggunakan metode “Hold Relak“ dan streching dan
penguluran. Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali terapi didapatkan adanya
peningkatan pada LGS pasien.
B. Saran
Bagi yang membaca makalah ini, jika merasakan keluhan nyeri di leher yang
menjalar sampai lengan sehingga mengakibatkan keterbataan gerakan pada daerah
leher lebih baik segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan
tindakan pengobatan yang tepat sehingga dapat sembuh tanpa adda gejala sisa.

13
DAFTARPUSTAKA

Robinso J, 2009; Cervical Root Syndrome, diakses 21 juli 2020 dari


http://www.medicartore.com.htm 2019.

Kisner, koralyn (1996). Terapiotik exercise foundation and thechnigue, F. A.

Mahadewa. TGB (ed). 2013. Saraf perifier Masalah dan Penangananya. Jakarta; Indeks.

Parjoto, Slamet. 2006. Terapi Listrik untuk Modulasi Nyeri: Ikatan Fisioterapi Indonesia
Semarang.

14

Anda mungkin juga menyukai