Anda di halaman 1dari 6

2 November 2019, 19:55 WIB

Jadi Masalah Lingkungan, Pengelolaan Sampah Harus Dipacu

Ghani Nurcahyadi | Humaniora

PENGELOLAAN sampah di Indonesia perlu dipacu secara cepat dan tepat mengingat volume sampah
yang dihasilkan masyarakat di kota-kota besar meningkat pesat setiap harinya sehingga menjadi
masalah bagi sektor lingkungan hidup.

“Kegiatan pengelolaan sampah untuk kota-kota besar seperti Jakarta sudah dalam kondisi darurat.
Apalagi Jakarta tidak memiliki TPA," ujar Ketua Indonesia Solid Waste Association (InSWA) Sri Bebassari
dalam keterangan tertulisnya.

Menurutnya, penanganan masalah sampah berkaitan erat dengan masalah lingkungan hidup. Jika
kondisi lingkungan bersih dan sehat maka akan berdampak pada kesehatan masyarakat.

Karena itu, jasa pengelolaan sampah merupakan suatu investasi yang harus diterapkan. Selain sebagai
investasi, pengelolaan sampah juga harus dilihat sebagai suatu kedaruratan.

Sri mengakui biaya untuk penanganan masalah sampah cukup tinggi dan ini juga berlaku di negara-
negara maju dalam menerapkan pengelolaan sampah. Perhitungan dana yang dibutuhkan bergantung
pada volume sampah yang akan diolah dan teknologi yang diterapkan.

Sri Bebassari mengingatkan masalah pengelolaan sampah harus ditangani oleh pihak-pihak yang
berkompeten dengan sampah sehingga hasilnya memuaskan.

“Jangan sampai ada pihak yang baru memiliki sedikit pengetahuan soal sampah tapi sudah bicara
seolah-olah sangat paham soal sampah. Masalah ini harus ditangani oleh pihak yang sangat kompeten
karena soal sampah itu cukup rumit, jelasnya.
Menurut wanita yang sudah puluhan tahun bergelut dengan masalah sampah, keberhasilan penanganan
masalah sampah juga akan berdampak positif bagi sektor lainnya.

Adapun efek yang ditimbulkan adalah hasil pengelolaan sampah itu bisa dijadikan bahan bakar bagi
pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSA) dan kompos untuk kegiatan pertanian dan perkebunan.

“Jadi, benefit yang ditimbulkan dari pengelolaan limbah sampah juga bisa dirasakan sektor lainnya,"
jelasnya.

PLTSA sendiri dinilai cocok untuk diterapkan di Indonesia sebagai salah satu alternatif sumber energi. Sri
sendiri mengaku menjadi salah satu tim dalam pembuatan feasibility study penerapan PLTSA.

Pemerintah sendiri saat ini terus berupaya mencari sumber energi terbarukan guna menjadi alternatif
dari penggunaan sumber energi yang selama ini sebagian besar berasal dari minyak bumi. Kemunculan
sumber energi baru bisa mengatasi ketergantungan Indonesia atas impor minyak bumi yang masih
tinggi.

Saat ini PLN juga gencar melakukan kampanye yang disebut EcoMoving yaitu perubahan gaya hidup
dalam penggunaan alat transportasi salah satunya mendorong masyarakat menggunakan transportasi
masal yang menggunakan green energy seperti MRT (Mass Rapid Transport), KRL (Kereta Listrik), LRT
(Light Rail Transit), bus listrik atau menggunakan kendaraan yang berbahan bakar green energy seperti
mobil listrik dan sepeda listrik.

Sri Bebassari juga mengingatkan lima aspek yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah agar bisa
berjalan dengan baik dan lancar.
Pertama adalah aspek hukum. Terkait hal ini, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang No 18. tahun
2018, tentang Pengelolaan Sampah/ Kedua, aspek kelembagaan. Dalam hal ini adalah langkah konkret
yang diterapkan dalam pelaksanaan undang-undang pengelolaan sampah mulai dari kementerian hingga
tingkat RT.

Ketiga, aspek pendanaan. Mengelola sampah memang tidak murah. Sri mengakui ada biaya yang bisa
dihitung berapa rupiah seharusnya APBN dan APBD menganggarkan dana untuk pengelolaan sampah,
termasuk biaya yang harus dikeluarkan setiap rumah tangga.

Keempat, aspek sosial budaya. Dalam aspek ini, Sri meminta budaya bersih harus dimulai sejak dini oleh
masyarakat. Kebiasaan membuang sampah sembarangan harus dihilangkan. Untuk mengubah prilaku
masyarakat ini, perlu dibuatkan dulu aturannya,

Sedangkan aspek kelima adalah aspek teknologi. Aspek teknologi ini bisa dibagi menjadi teknologi
pengelolaan sampah jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

Sri menyebutkan aspek teknologi bisa menghasilkan efek samping yang berdampak pada sektor lainnya.

"Efek samping yang ditimbulkan dari kegiataan pengelolaan limbah sampah itu bergantung pada
teknologi yang digunakan," katanya. (RO/OL-7)

22 November 2019, 15:00 WIBTingkatkan Kontribusi UKM dengan Pendampingan Berkelanjutan

Fetry Wuryasti | Ekonomi

Pengunjung melihat produk kerajinan dari bahan koran bekas saat Gebyar Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) Juara di lapangan Kampus IPB

SAAT pertumbuhan ekonomi di banyak negara melambat, Indonesia masih mencetak pertumbuhan
sebesar 5%. Agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh lebih dari angka tersebut, sektor UKM bisa
berkontribusi melalui kenaikan omsetnya tentunya dengan dukungan pendampingan bisnis yang
berkelanjutan.
Bank Commonwealth bersama Mastercard dan Mercy Corps Indonesia memiliki platform digital
MicroMentor untuk pendampingan bisnis UKM secara berkelanjutan.

Dalam dokumen Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM mengenai “Arah Kebijakan dan Program
Pengembangan Kementerian Koperasi dan UKM (2020 – 2024)” yang dilansir Kementerian Koperasi dan
UKM pada Agustus disebutkan jika pemerintah fokus mendorong kenaikan omset UKM dengan target
kenaikan omset usaha mikro sebesar 30%, usaha kecil sekitar 10% maka perekonomian nasional
setidaknya dapat tumbuh 7% bahkan mencapai 9% (yoy).

Namun, terdapat tantangan besar terkait dengan pengembangan wirausaha UKM yakni tingkat
persaingan yang sangat tinggi. Dalam laporan kinerja Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2018
disebutkan solusi dari permasalahan tersebut yang akan dilaksanakan Kementerian Koperasi dan UKM
ke depannya adalah pendampingan berkelanjutan agar kemampuan wirausaha makin meningkat dan
dapat menghadapi ragam tantangan usaha yang semakin bertambah.

Dengan pendampingan atau mentoring ini, UKM bisa makin berkembang.

“Kami melihat fokus pemerintah yang akan melakukan pendampingan berkelanjutan kepada pengusaha
UKM sejalan dengan program MicroMentor,” kata Presiden Direktur Bank Commonwealth Lauren
Sulistiwati, melalui rilis yang diterima, Jumat (22/11).

Lauren melanjutkan, pada Juni lalu, dengan menggandeng Mastercard Center for Inclusive Growth dan
Mercy Corps Indonesia, Bank Commonwealth meluncurkan platform MicroMentor. Platform tersebut
merupakan jaringan sosial/platform digital yang dibentuk untuk menghubungkan para pengusaha dan
relawan pengusaha berpengalaman serta profesional dari berbagai industri untuk melakukan mentoring
kepada para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia.
"Hal ini juga sejalan dengan purpose Bank Commonwealth yaitu ‘improve the financial wellbeing of our
customers and communities’,” ujar Lauren.

Keunikan platform ini adalah pengusaha UKM dapat memperoleh informasi atau berkonsultasi dengan
mentor mereka kapan saja dan di mana saja. Platform pendampingan digital ini berfungsi sebagai
pembuka jalan bagi para pengusaha UKM untuk terhubung dengan para mentor dengan interaksi lebih
lanjut melalui berbagai saluran lain yang paling sesuai misalnya melalui WhatsApp, video call atau tatap
muka secara langsung.

“Platform digital ini pun pada akhirnya dapat menjangkau lebih banyak pengusaha dari banyak kota di
seluruh Indonesia. Dengan kelas tatap muka, kami hanya menjangkau sekitar 1.000 pengusaha dalam 1
tahun. Dengan platform digital ini, kami bisa menjangkau sekitar 1.000 pengusaha dalam 2 bulan. Sejak
diluncurkan pada Juni lalu, platform MicroMentor telah menjangkau lebih dari 2.200 pelaku UKM yang
mana 85% dari mereka berada di luar Jabodetabek,” jelas Lauren.(OL-5)

22 November 2019, 23:11 WIB

Dorong Penggunaan Bus Listrik, TransJakarta ingin Tiru Oslo

Insi Nantika Jelita | Megapolitan

KEPALA Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas TransJakarta Nadia Diposanjoyo mengungkapkan
pihaknya akan mendorong Jakarta menjadi kota yang ramah lingkungan seperti di Oslo, Nowergia. Hal
itu dilakukan dengan menekan polusi udara melalui penggunaan bus listrik.

"Jakarta sudah akan menuju kota yang mirip kota Oslo. Di mana memang kotanya sudah ramah
lingkungan, zero emisi, trotoarnya lebar untuk berjalan kaki, dan kita sedang menuju seperti itu," kata
Nadia di Jakarta, Jumat (22/11).
Dirinya mengungkit pengalaman saat hadir dalam lokakarya C40 Cities di Oslo, Norwegia, beberapa hari
lalu. Menurutnya, Oslo merupakan cermin bagi ibu kota Jakarta. Dalam workshop tersebut, dirinya
bertukar informasi bagaimana cara menerapkan sebuah kota yang zero emisi.

"Di sana segala infrastrukturnya itu sudah berbasis listrik. Dan memang sudah sangat terukur bahwa
emisinya zero, bersih banget udaranya. Nah kita bertukar pikiran bagaimana sih sebuah kota itu bisa
menerapkan kebijakan seperti itu," jelas Nadia.

"Apa yang dilakukan di Oslo itu tak ada parkir di jalanan. Di sana, sampai kapal pun, sudah listrik. Kapal
feri, itu sudah listrik. Lalu truk yang kirim paket-paket delivery sudah pakai listrik," tambahnya.

PT Transportasi Jakarta memastikan bus listrik buatan Eropa akan hadir menjadi bus yang digunakan
untuk melayani warga DKI.

Kendati merek-merek Eropa yang sudah dicintai konsumen sangat dinantikan kehadirannya di Jakarta,
ada syarat standar laik pakai operasional TransJakarta. Yakni, ketahanan baterai dalam menjalankan bus
listriknya nanti

"Memang semua sistemnya dibuat zero emisi. Perbaikan di kota semuanya harus listrik. Kita akan
menuju ke sebelah sana. Sudah mau disetarakanlah Jakarta itu," tandas Nadia. (OL-7)

Listrik TransJakarta

Anda mungkin juga menyukai