Anda di halaman 1dari 11

Table of Contents

No. Title Page


1 Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder 1-8
Pada Remaja Perempuan
2 Strategi Koping Pasien Dewasa Muda Periodontal yang Mengalami Dental Anxiety 9 - 17
3 Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Orangtua dan Kontrol Diri Remaja terhadap 19 - 24
Perilaku Merokok di Pondok Pesantren
4 Hubungan antara Persepsi Penyakit dengan Manajemen Diri pada Penderita 25 - 32
Diabetes yang Memiliki Riwayat Keturunan
5 Pengaruh Kepribadian terhadap Kepuasan Perkawinan Wanita Dewasa Awal pada 33 - 39
Fase Awal Perkawinan Ditinjau dari Teori Trait Kepribadian Big Five
6 Pengaruh Penggunaan Film sebagai Media Belajar terhadap Pencapaian 40 - 47
Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UNAIR
7 Hubungan antara Konsep Diri Fisik dan Kecenderungan Kecemasan Sosial pada 48 - 53
Remaja Awal
8 Health Belief Model pada Pasien Pengobatan Alternatif Supranatural dengan 54 - 59
Bantuan Dukun
Vol. 3 - No. 1 / 2014-04
TOC : 6, and page : 40 - 47

Pengaruh Penggunaan Film sebagai Media Belajar terhadap Pencapaian Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UNAIR

Pengaruh Penggunaan Film sebagai Media Belajar terhadap Pencapaian Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UNAIR

Author :
Rico Anthony Firmansyah |
Fakultas Psikologi
Aryani Tri Wrastari |
Fakultas Psikologi

Abstract

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian film
sebagai media belajar terhadap pencapaian Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga.
Film yang digunakan adalah jenis problematic film yaitu film yang berisi tentang isu-isu atau masalah-masalah sosial,
budaya dan sebagainya yang digunakan untuk merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Higher Order Thinking Skill
adalah kumpulan ketrampilan berpikir yang terdiri kemampuan analisis, evaluasi dan mencipta. Manipulasi atau
perlakukan eksperimen diberikan kepada mahasiswa kelas Andragogi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga dengan
total subjek adalah 11. Perlakukan diberikan pada dua pokok bahasan, yaitu Experiential Learning dan Reflective
Learning. Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa tes essay yang berisi pertanyaan reflective yang mengacu
pada taksonomi Bloom level HOT. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik statistik Independent Sample
T-Test dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 20. Uji Independent Sample T-test menghasilkan nilai t sebesar
-0,127 dengan p sebesar 0,08 pada Eksperimen 1 pokok bahasan Experiential Learning, dan nilai t sebesar -1,97 dengan
p sebesar 0,90 pada Eksperimen 2 pokok bahasan Reflective Learning. Ini berarti tidak ada pengaruh pemberian film
sebagai media pembelajaran pada pencapaian Higher Order Thinking Skill di kedua pokok bahasan yang diteliti. Hasil
tersebut bertolak belakang pada penelitian-penelitian sebelumnya, ada beberapa analisa menurut peneliti yaitu,(1)
metode baru selalu membutuhkan waktu untuk dikembangkan dan digunakan untuk lebih maksimal dan (2) kurang
menariknya film yang digunakan selama proses belajar.

Keyword : Higher, Order, Thinking, Skill, Film, sebagai, media, pendidikan, ,

Daftar Pustaka :
1. Aditomo ,A., Ayuningtyas, A, (2008). Apakah hubungan antara orientasi belajar dan prestasi akademik tergantung
pada konteks. Vol 24, hal 56-68 : Indonesian Psychological Journal

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


Pengaruh Penggunaan Film sebagai Media Belajar terhadap
Pencapaian Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UNAIR
Rico Anthony Firmansyah
Aryani Tri Wrastari
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

Abstract.
This experimental research has done in a purpose to know the effect of Films as learning tool in
gaining Higher Order Thinking Skill for students of Psychology Faculty of Airlangga University.
Film used was kind of problematic Film which has content of issues or problems of social,
culture, and so on that used to stimulate the students to think critically. Treatment was given to
the students of Andragogi class of Psychology Faculty of Airlangga University with total subject
11. Treatment was divided into Experiential Learning and Reflective Learning. Data collection
tool in this research was an essay test with reflective questions that referred to Bloom taxonomy
level HOT. Data analysis was used Independent Sample T-Test by IBM SPSS Statistics 20.
Independent sample t-test result is -0,127 with p = 0,08 for the Experiential Learning Experiment
and -1,97 with p = 0,90 for the Reflective Learning Experiment. The result showed that there
was no effect of treatment as learning tool in gaining Higher Order Thinking Skill. The result
opposites the previous research results, some analysis showed that : (1) new method needs more
time to be developed well (2) Film used in the research were less attractive for the students.

Keywords : Higher Order Thinking Skill; Film as Learning Media

Abstrak.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada
pengaruh pemberian film sebagai media belajar terhadap pencapaian Higher Order Thinking
Skill pada Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga. Film yang digunakan adalah jenis
problematic film yaitu film yang berisi tentang isu-isu atau masalah-masalah sosial, budaya dan
sebagainya yang digunakan untuk merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Higher Order
Thinking Skill adalah kumpulan ketrampilan berpikir yang terdiri kemampuan analisis, evaluasi
dan mencipta. Manipulasi atau perlakukan eksperimen diberikan kepada mahasiswa kelas
Andragogi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga dengan total subjek adalah 11. Perlakukan
diberikan pada dua pokok bahasan, yaitu Experiential Learning dan Reflective Learning. Alat
pengumpul data dalam penelitian ini berupa tes essay yang berisi pertanyaan reflective yang
mengacu pada taksonomi Bloom level HOT. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
teknik statistik Independent Sample T-Test dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 20.
Uji Independent Sample T-test menghasilkan nilai t sebesar -0,127 dengan p sebesar 0,08 pada
Eksperimen 1 pokok bahasan Experiential Learning, dan nilai t sebesar -1,97 dengan p sebesar
0,90 pada Eksperimen 2 pokok bahasan Reflective Learning. Ini berarti tidak ada pengaruh
pemberian film sebagai media pembelajaran pada pencapaian Higher Order Thinking Skill di
kedua pokok bahasan yang diteliti. Hasil tersebut bertolak belakang pada penelitian-penelitian

Korespondensi :
Rico Anthony Firmansyah, email : -
Aryani Tri Wrastari, email : aryani.wrastari@psikologi.unair.ac.id
Fakultas Psikologi Universiras Airlangga Surabaya, Jl. Airlangga No. 4 - 6 Surabaya

40 Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental


Vol. 03 No. 1, April 2014
Rico Anthony Firmansyah & Aryani Tri Wrastari

sebelumnya, ada beberapa analisa menurut peneliti yaitu,(1) metode baru selalu membutuhkan
waktu untuk dikembangkan dan digunakan untuk lebih maksimal dan (2) kurang menariknya
film yang digunakan selama proses belajar.

Kata Kunci : Higher Order Thinking Skill; Film sebagai media pendidikan

PENDAHULUAN yang lebih dikenal dengan konsep deep learning


(Jazadi, 2005). Dalam Jazadi (2005) Eley (1993)
Dalam Peraturan Pemerintah No. 60 menyebutkan Belajar mendalam adalah proses
Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (PT), dimana seorang individu berusaha mempelajari
Pasal 2 menyebutkan bahwa tujuan Perguruan suatu hal dikarenakan keinginan sendiri untuk
Tinggi adalah untuk (1) menyiapkan peserta mempelajari detil bagian perbagian dari materi
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki tersebut, lalu menghubungkannyadenganstruktur
kemampuan akademik atau profesional yang pengetahuan dan pengalaman. Lebih lanjut,
dapat menerapkan, mengembangkan dan Gibbs (1993) dan Paran (2003) juga menjelaskan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, bahwa pembelajaran mendalam menuntut
teknologi dan kesenian; (2) mengembangkan individu untuk tidak saja sekedar memahami
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, keterkaitan antar ide, tetapi sintesa pemikiran
teknologi dan kesenian serta mengupayakan tersebut digunakan untuk menghasilkan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf pemikiran baru. Selain itu, Aditomo, dkk (2008)
kehidupan masyarakat dan memperkaya menyebutkan pendekatan lain yang merupakan
kebudayaan nasional. Dari Peraturan Pemerintah kontradiksi dari pembelajaran mendalam adalah
ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pembelajaran dangkal atau yang dikenal sebagai
utama pendidikan di jenjang Perguruan Tinggi surface learning, yang didefinisikan sebagai
adalah untuk membentuk mahasiswa menjadi suatu proses pembelajaran dimana siswa hanya
individu yang tanggap dan peka pada fenomena berusaha mengingat teori yang mereka baca
disekitarnya dan bisa memberikan pemecahan tanpa harus mencari tahu kenapa teori tersebut
masalah yang solutif terhadap isu-isu yang penting untuk mereka baca.
dihadapi oleh masyarakat. Pendekatan belajar mendalam akan
Namun pada prakteknya, proses belajar membantu mahasiswa untuk mencapai higher
mengajar di perguruan tinggi menunjukkan order thinking skill (HOT). Higher order thinking
indikasi penyimpangan dari tujuan awalnya. skill didefinisikan sebagai kumpulan kemampuan
Prihadiyoko (2002 dalam Jazadi, 2005) untuk berpikir kritis dan mengatur segala
mengemukakan bahwa pelaksanaan praktek informasi yang diterima dan mengubahnya
pendidikan tinggi di Indonesia masih sangat menjadi sesuatu hal yang baru yang bisa digunakan
tradisional dimana siswa harus melakukan hal untuk memecahkan masalah yang tidak bisa
yang sama selama proses pendidikan membuat dipecahkan dengan pengetahuan yang sudah
siswa tidak mampu berpikir kritis. Lebih lanjut dimiliki sebelumnya (Paran, 2003 dalam Jazadi,
menurut Asy’arie (2002 dalam Jazadi, 2005), 2005). Lebih lanjut, HOT mempunyai peran
praktek pendidikan terutama di perguruan penting dalam peningkatan kemampuan kognitif
tinggi tidak memberikan kesempatan kepada siswa, HOT membantu siswa lebih memahami
siswa untuk mempelajari sebuah konsep dan materi yang diajarkan dikelas, selain itu HOT
mengaplikasikan konsep tersebut dalam dunia juga membantu siswa mengembangkan soft
mereka sehari-hari. Hasilnya adalah pengetahuan skill mereka seperti kemampuan memecahkan
yang dimiliki mahasiswa tidak lebih dari sekedar masalah, mengungkapkan pendapat dengan baik
produk hafalan yang nantinya akan hilang setelah dan kemampuan-kemampuan kognitif lainnya
ujian berakhir. seperti problem solving dan analisis asumsi. HOT
Mahasiswa sebagai individu yang belajar mempunyai pengaruh positif pada siswa terutama
di perguruan tinggi diharapkan mempunyai dalam bidang akademik, siswa yang dapat
kemampuan pendekatan belajar mendalam atau mencapai HOT memiliki motivasi belajar dan

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 41


Vol. 03 No. 1, April 2014
Pengaruh Penggunaan Film sebagai Media Belajar terhadap Pencapaian Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UNAIR

prestasi akademik yang meningkat (Brookhart, karakteristik lulusan dari perguruan tinggi lain,
2010). seperti ITB yang memiliki kemampuan analitis
Sebuah studi yang dilakukan oleh Grup dan berpandangan jauh kedepan, maka lulusan
Tempo untuk melihat pemetaan kualitas lulusan Universitas Airlangga memiliki kelemahan dalam
S1 perguruan-perguruan tinggi di Indonesia melakukan analisa dan evaluasi berpikir secara
dalam dunia kerja menggambarkan karakteristik kritis, yang merupakan karakteristik utama
sarjana Universitas Airlangga yang dikenal dari HOT. Ini menjadi tantangan besar bagi
sebagai lulusan yang ulet dalam bekerja pada Universitas Airlangga untuk mengembangkan
berbagai situasi (lihat grafik 1.1 dibawah). Di satu metode pengajaran yang dapat merangsang
sisi, karakteristik ini menjadi nilai positif karena bertumbuhnya keterampilan HOT pada peserta
menandakan suatu ketangguhan dalam bekerja, didiknya.
namun apabila dilakukan perbandingan dengan

Grafik 1.1 Peta Persepsi Kualitas Perguruan Tinggi S1 menurut Dunia Kerja

Lebih lanjut, berikut data yang diperoleh Psikologi Universitas Airlangga masih
peneliti dari data tracer study fakultas Psikologi berorientasi pada teori dan mengedepankan pada
Universitas Airlangga yang didalamnya terdiri level pemahaman, meskipun dalam proses belajar
dari beberapa pertanyaan dan pendapat dari mengajar dibeberapa mata kuliah terdapat praktik
lulusan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga kerja lapangan (PKL) namun pada kenyataanya
terkait metode pembelajaran di kelas, berikut hasil PKL sendiri hanya hanya membuat siswa
adalah contoh data yang diperoleh : sampai pada tahap analisa.
1. Sudah cukup baik, tapi masih perlu Ketika kita membicarakan metode
ditambahi praktik langsung terkait aplikasi pengajaran, tentu kita harus mempertimbangkan
materi media belajar yang digunakan. Media belajar
2. Kalau pengetahuan sudah mumpuni tapi sendiri adalah sebuah alat yang digunakan
perlu ditingkatkan lagi praktiknya untuk memperantarai pengajar dan siswa dalam
3. Tidak hanya materi tapi aplikasi di lapangan penyampaian informasi. Menurut beberapa
, karena itu lebih dibutuhkan lebih dari penelitian (Knobel dan Lanskhear, 2003; Larson
sekedar materi-materi yang terus-terusan dan Marsh, 2005; Livingstone dan Bovill, 1999
diberikan dalam Barata A, Jones S, 2008) anak-anak jaman
. Dari data diatas dapat disimpulkan sekarang lebih sering melakukan kegiatan yang
bahawa proses belajar mengajar di Fakultas bersifat visual di luar sekolah seperti menonton

42 Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental


Vol. 03 No. 1, April 2014
Rico Anthony Firmansyah & Aryani Tri Wrastari

TV, melihat DVD dan lain-lain. Sebagai contoh, bisa menerapkan teori-teori yang sudah
dalam sehari seorang remaja dan dewasa dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari
menghabiskan waktu lebih dari 3 jam hanya 4. Analize
untuk menonton film, video Youtube, dan lain- Pada tingkat ini Mahasiswa diharapkan bisa
lain. Dari fenomena tersebut dapat disimpulkan memisah-misahkan tiap bagian pengetahuan
bahwa aktivitas audio visual masih memiliki daya yang diperolehnya dan mencari tahu
tarik yang besar sebagai suatu media, baik untuk bagaimana tiap pengetahuan yang diperoleh
pembelajaran maupun penyebaran informasi, bisa berhubungan satu sama lain
sehingga masih sangat diminati oleh setiap 5. Evaluate
kalangan, baik remaja maupun orang dewasa. Dari Pada tingkat ini Mahasiswa diharapkan bisa
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa film dapat berpikir kritis dan menemukan masalah.
menarik perhatian remaja, oleh karena itu film 6. Create
bisa digunakan sebagai media belajar alternatif Ini merupakan tingkat akhir dimana
karena dengan adanya atensi atau perhatian akan diharapkan Mahasiswa bisa menciptakan
mempermudah untuk memperoleh informasi suatu hal baru berdasarkan setiap level yang
atau pengetahuan baru. Dalam penelitian ini sudah dilewatinya.
peneliti ingin melakukan penelitian pengaruh
pemberian film sebagai media belajar terhadap Menurut Krathwohl (2002) HOT
pencapaian Higher Order Thinking Skill pada masuk pada level Analize, Evaluate dan Create.
mahasiswa Universitas Airlangga, khususnya Berikut adalah dimensi HOT:
mahasiswa Fakultas Psikologi. a. Analize
Pengertian Higher Order Thinking Skill 1) differentiating: kemampuan
Higher Order Thinking Skill (HOT) menurut membedakan dan menemukan mana
Brookhart (2010) adalah kemampuan berpikir yang bagian yang penting dan tidak penting
meliputi 3 hal, yang pertama adalah kemampuan 2) Organizing : kemampuan
berpikir yang dimiliki individu yang terdiri dari menentukan bagaimana satu elemen
kemampuan mengingat kembali apa yang sudah cocok dengan elemen lainnya dan
dipelajari sebelumnya dan mengetahui bagaimana mampu menentukan fungsi elemen
cara menggunakannya atau disebut Transfer, yang tersebut dalam sebuah bagian penuh
kedua adalah kemampuan berpikir kritis dimana 3) Atributing: kemampuan melihat dari
siswa memberikan penilaian akan kejadian di sudut pandang yang berbeda d a n
sekitarnya dan mampu mengungkapkan kritik nilai yang dipegang
yang berdasarkan fakta-fakta yang ada, yang b. Evaluate
terakhir adalah kemapuan Problem Solving atau 1) Checking: kemampuan melihat ada
kemampuan untuk melihat masalah yang terjadi tidaknya konsistensi antara proses dan
dan memberikan solusi pada masalah yang ada di hasil
sekitarnya berdasarkan pengetahuan yang sudah 2) Critiquing: kemampuan melihat
diperoleh sebelumnya. ketidakkonsistenan antara hasil dengan
HOT sendiri merupakan bagian dari kriteria eksternal
Taksonomi Bloom. Dalam Taksonomi Bloom yang
sudah dievaluasi oleh Krathwohl (2002) yaitu: c. Create
1. Remember 1) Generating: kemampuan menghasilkan
Pada tingkat ini Mahasiswa harus bisa me-recall alternatif hipotesis berdasarkan kriteria
pengetahuan yang diperoleh menggunakan 2) Planning: kemampuan merancang
kemampuan long term memory-nya sebuah prosedur untuk mencapai
2. Understand sebuah tujuan tertentu
Pada tingkat ini diharapkan Mahasiswa bisa 3) Producing: kemampuan menghasilkan
mengerti dan memahami pengetahuan yang sebuah produk atau sesuatu yang baru.
didapatkannya
3. Apply Model pembelajaran untuk mencapai Higher
Pada tingkat ini Mahasiswa diharapkan order Thinking Skill

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 43


Vol. 03 No. 1, April 2014
Pengaruh Penggunaan Film sebagai Media Belajar terhadap Pencapaian Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UNAIR

Higher Order Thinking Skill (HOT) manusia ketika menerima informasi


adalah kemampuan yang berhubungan dengan secara bersama-sama melalui dua jalan
kemampuan menganalisa, mengevaluasi dan yang berbeda (visual dan audio) tidak
menghasilkan sebuah pengetahuan yang baru bisa memproses sepenuhnya dikarenakan
dari hasil pengetahuan-pengetahuan yang sudah keterbatasan kapasitas kemampuan
didapatkan sebelumnya. Salah satu metode untuk kognitifnya, contohnya seorang anak hanya
mencapai HOT adalah melalui penggunaan mampu memproses 10 kalimat informasi
multimedia learning. Daniel (1995 dalam Junaidu pertama yang dia dengar dan 10 detik
2008) bahwa manusia memiliki beberapa saluran pertama informasi yang dia lihat.
dimana data dikomunikasikan. Saluran yang 3. Active learning assumption
dimaksud disini adalah media yang digunakan, Pada teori yang ketiga mengungkapkan
dimana menurut Bretz (2007 dalam Musafiqon, pembelajar mampu memproses informasi
2012) ada tiga jenis media belajar, yaitu: dari dua media yang berbeda (audio
1. Media Visual dan visual) secara bersama-sama tanpa
Media visual adalah media yang pada proses mengalami kesulitan. Proses pembelajaran
pemebelajarannya bertumpu pada indra ini akan membantu pembelajar untuk
penghlihatan. Contohnya adalah gambar, mencapai meaningfull learning.
tulisan, sketsa dan lain-lain. Menurut Mayer (2003) active learning
2. Media Audio terdiri dari tiga proses yaitu:
Media audio adalah media yang 1. Selecting
penggunaannya menekankan pada aspek Pada proses ini pembelajar akan mengubah
pendengaran. Contohnya: radio, alat perekam informasi berbentuk kalimat menjadi
pita magnetik dan lain-lain. informasi yang bersifat verbal untuk diproses
3. Media Kinestetik di area verbal pada otak atau mengubah
Media Kinestetik adalah penggunaanya informasi yang berbentuk ilustrasi atau
memerlukan sentuhan antara guru dan murid. gambar dan mengubahnya menjadi informasi
Contoh: drama,demonstrasi, simulasi dan lain- yang berbentuk verbal dan diproses pada
lain area verbal di otak.
2. Organizing
Teori kognitif pada multimedia learning Pada proses yang kedua, pembelajar akan
Terdapat tiga teori kognitif untuk mengorganisir dengan mengaitkan informasi
pembelajaran menggunakan multimedia learning yang diperoleh secara verbal dan visual.
menurut Mayer (2003): 3. Integrating
1. Dual channel assumption Pada proses yang ketiga pembelajar akan
Pada teori ini disebutkan manusia menghubungkan infromasi yang diperoleh
memproses informasi pembelajaran yang secara visual dan verbal lalu dikaitkan dengan
diperoleh secara terpisah, yaitu secara visual pengetahuan yang diperoleh sebelumnya.
sendiri dan verbal sendiri. Berikut ini adalah framework dari teori
2. Limited capacity assumption kognitif dari multimedia learning untuk mencapai
Pada teori yang kedua disebutkan bahwa active learning.

Gambar 1.1. Framework multimedia learning

44 Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental


Vol. 03 No. 1, April 2014
Rico Anthony Firmansyah & Aryani Tri Wrastari

Film dan Media belajar


Dalam perkembangannya film bisa METODE PENELITIAN
digunakan untuk media pendidikan, berikut
adalah 12 jenis film yang bisa digunakan untuk Desain eksperimen yang digunakan
media pendidikan atau pembelajaran menurut dalam penelitian ini adalah eksperimen murni
Mc. Clusky (2006 dalam Elliot, 2006): (true experiment) dengan menggunakan
1. Narrative Film: film yang menggunakan Jenis eksperimen between-subject after-only
narasi pada saat ditayangkan research design.). Selain itu, dalam pelaksanaan
2. Dramatic Film: film yang memadukan drama manipulasinya, dilakukan replikasi sebanyak
teatrikal, yang biasanya digunakan untuk satu kali dimana dalam replikasinya, pembagian
pelajaran drama atau bahasa Indonesia subjek di kelompok eksperimen dan kelompok
3. Discoursive Film : film yang dibuat beberapa kontrol dilakukan secara acak, subyek dalam
serial dengan topik yang saling berhubungan penelitian ini menggunakan subyek sebanyak 11
satu sama lainnya. siswa kelas Andragogi Fakultas Psikologi UNAIR.
4. Evidental Film: ini adalah film tentang ilmu
pengetahuan yang terekam secara natural. HASIL DAN BAHASAN
Biasanya ditayangkan di televisi, contohnya
antara lain Discovery Channel Uji Independent Sample T-test
5. Factual Film: hampir sama dengan menghasilkan nilai t sebesar -0,127 dengan p
discoursive film, bedanya lebih sistematis sebesar 0,08 pada Eksperimen 1 pokok bahasan
setiap episodenya Experiential Learning, dan nilai t sebesar -1,97
6. Emulative Film: ini adalah film yang biasanya dengan p sebesar 0,90 pada Eksperimen 2 pokok
digunakan untuk pelatihan-pelatihan bahasan Reflective Learning. Ini berarti tidak
perang yang intinya adalah agar penonton ada pengaruh pemberian film sebagai media
bisa meniru apa yang ditayangkan di film pembelajaran pada pencapaian Higher Order
7. Problematic Film: film yang dibuat untuk Thinking Skill di kedua pokok bahasan yang
mengasah kemampuan kognitif dan diteliti. Seperti yang sudah dijelaskan di atas,
membuat penonton berpikir lebih kritis. hasil penelitian menunjukkan tidak adanya
8. Incentive Film: bisa disebut film dokumenter, pengaruh pemberian film sebagai media belajar
dimana diharapkan penonton melakukan terhadap tingkat pencapaian Higher Order
sesuatu pada fenomena yang terjadi setelah Thinking Skill pada mahasiswa. Hal ini bertolak
melihat film ini. belakang dengan hasil dari penelitian-penelitian
9. Rhytmic Film: Film sejenis video art yang sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh
digunakan untuk merangsang kemampuan Barata dan Jones (2008) (Using film dan Introduce
estetika penontonnya and develop writing skill among UK undergraduate
10. Theraputic Film: Film yang digunakan untuk Student) dimana film bisa digunakan sebagai
membantu proses terapi alternatif baru sebagai media belajar karena
11. Drill Film: Dalam film ini penonton akan berhasil menarik minat mahasiswa yang tidak
berpartisipasi melakukan kegiatan yang merasa senang saat belajar. Namun demikian,
ditayangkan di dalam film penelitian-penelitian sebelumnya memang
12. Participative Film: hampir mirip dengan tidak menggunakan metode eksperimen dengan
drill film bedanya adalah film ini lebih ke perhitungan statistik untuk melihat signifikansi
arah apresiasi daripada instruksional perbedaannya.
Ke-12 jenis film itu adalah jenis-jenis film Ada beberapa analisa yang dapat diajukan
yang dapat digunakan sebagai media belajar. Dalam oleh penulis terkait dengan tidak signifikannya
penelitian ini penulis menggunakan problematic hasil penelitian eksperimen ini.
film dimana menurut Mc Clusky (1948 dalam 1. Pertama, metode belajar dengan
Elliot, 2006) problematic film adalah sebuah film menggunakan film adalah metode yang
yang sengaja dibuat berbasiskan masalah, dimana cenderung kurang banyak digunakan di
film tersebut diharapkan bisa menstimulasi perkuliahan, apalagi yang secara khusus ini
penontonnya untuk mengungkapkan pendapat. untuk meningkatkan level pembelajaran

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 45


Vol. 03 No. 1, April 2014
Pengaruh Penggunaan Film sebagai Media Belajar terhadap Pencapaian Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UNAIR

Higher Order Thinking Skill pada mahasiswa. bahasan Experiential Learning bergenre
Film benar-benar didesain, baik secara setting drama komedi dan tema yang diangkat relatif
cerita, timeline film, karakter dan seguence ringan, sedangkan pada pokok bahasan
cerita dihubungkan dengan tahapan-tahapan Reflective Learning tema yang diangkat lebih
HOT. Sehingga, dapat disimpulkan, ini adalah berat karena didalam film banyak membahas
suatu metode yang relatif baru digunakan di tentang filosofi-filosofi.
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. 2. Yang kedua adalah bahasa yang digunakan,
2. Kedua, kedisplinan beberapa subjek pada pokok bahasan Experiential Learning
penelitian pada kelompok eksperimen film yang digunakan menggunakan bahasa
untuk melakukan penugasan dirasa kurang. Inggris yang pada umumnya telinga subjek
Beberapa subjek mengisi kertas penugasan sudah terrbisa mendengarnya sedangkan
dengan terburu-buru, beberapa jam sebelum pada pokok bahasan Reflective Learning
kelas dimulai meskipun peneliti telah menggunakan bahasa China yang tidak
berkali-kali mengingatkan subjek untuk semua subjek terbiasa mendengarnya.
mempersiapkan penugasan dengan sebaik- Perbedaan bahasa tersebut menimbulkan
baiknya. Hal ini tentu saja membuat hasil distraksi bagi subjek.
eksperimen menjadi kurang maksimal. 3. Yang ketiga adalah nama karakter, nama
3. Ketiga, penulis tertarik tentang hasil karakter film pada pokok bahasan
penelitian eksperimen yang sulit untuk Experiential Learning tidak terlalu susah
mencapai signifikansi karena pada penelitian diahafal dan karakter yang sedikit mudah
eksperimen jumlah subyek mempengaruhi dikenali sedangkan pada Reflective Learning
signifikansi penelitian tersebut. Hasil nama-nama yang digunakan susah dihafal
tersebut juga didukung oleh Pallant (2007) karena menggunakan naman-nama China
yang menyatakan bahwa penelitian yang dan jumlah karakter yang banyak, membuat
menggunakan metode eksperimen harus subjek kesulitan mengenali setiap karakter.
memperhitungkan jumlah subjek, karena Dari ke empat perbandingan karaketristik
dengan menggunakan jumlah subjek yang diatas dapat peneliti simpulkan bahawa film yang
kecil bila dihitung secara statistik maka akan digunakan pada pokok bahasan Experiential
sulit untuk mendapat hasil yang signifikan. Learning lebih menghibur dan membuat subjek
4. Keempat, dari penelitian-penelitian lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
sebelumnya instruksi HOT dilakukan disetiap
pelajaran atau materi yang diajarkan sehingga SIMPULAN
peserta didik sudah terbiasa, sedangkan pada
penelitian ini subjek hanya mendapatkan Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat
intruksi HOT dari kelas andragogi. disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh pemberian
Selain itu, peneliti mencoba menghitung film terhadap Higher Order Thinking Skill pada
secara statistik dengan memisah-misahkan nilai mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga
dari dimensi HOT yang bisa disimpulkan bahwa yang mengikuti mata kuliah Andragogi. Hal ini
terdapat pengaruh pemberian film terhadap telah dibuktikan dari uji hipotesis independent
pencapaian HOT pada mahasiswa Fakultas sample t-test. Ini tidak sesuai dengan hipotesis
Psikologi Universitas Airlangga pada dimensi yang ditentukan sebelumnya, hasil tersebut bisa
Analize di pokok bahasan Experiential Learning. disebabkan oleh beberapa alasan yaitu, yang
Menurut analisa peneliti hal tersebut disebabkan pertama karena jumlah subyek yang sangat kecil
oleh film yang digunakan saat penelitian lebih pada penelitian ini yang kedua instruksi HOT
menghibur daripada film yang digunakan pada hanya digunakan pada kelas Addragogi membuat
pokok bahasan Reflective Learning, karena film siswa tidak terbiasa belajar menggunakan
yang menghibur akan mampu membuat subjek intruksi HOT. Selain itu kedisiplinan subjek saat
lebih mudah memahami materi yang diberikan, mengerjakan penugasan (salah satu treatment)
berikut adalah alasan kenapa film yang digunakan juga mempengaruhi karena beberapa subjek
pada pokok bahasan Experiential Learning : baru mengerjakan tugas di kelas beberapa jam
1. Yang pertama film yang digunakan pada pokok sebelum dimulai. Jumlah subjek yang rendah

46 Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental


Vol. 03 No. 1, April 2014
Rico Anthony Firmansyah & Aryani Tri Wrastari

mempengaruhi signifikansi hasil penelitian, dan t-test untuk per-dimensinya. Hasilnya pada level
yang terakhir adalah pembelajaran menggunakan analize pada pokok bahasan Experiential Learning
film adalah termasuk metode yang baru diajarkan menunjukkan adanya pengaruh treatment yang
pada subjek, dimana setiap inovasi selalu diberikan hal tersebut disebabkan film yang
membutuhkan waktu untuk bisa diaplikasikan digunakan pada pokok bahasan Experiential
secara maksimal. Learning lebih menghibur dan lebih mudah untuk
Selain itu peneliti mencoba memisah- dikaitkan dengan teori.
misahkan dari dimensi HOT dan menguji
hipotesis menggunakan independent sample

PUSTAKA ACUAN

Aditomo ,A., Ayuningtyas, A., 2008. Apakah hubungan antara orientasi belajar dan prestasi akademik
tergantung pada konteks. Indonesian Psychological Journal. Vol 24, hal 56-68
Barata, A & Jones, S.2008. Using film to introduce and develop academic writing skills among UK
undergraduate student . Jurnal of Educational Enquiry . Vol 8, no 2, hal 15-37
Brookhart S.2010.How to asses Higher-order thinking skill in your classroom.Virginia. ASCD
Elliot G. 2006 . Film and education..New York. Chapter II, 21-34. Philosopchical library
Jazadi. 2005. Evaluasi dan pengembangan proses belajar-mengajar di perguruan tinggi.Jurnal Ilmu
pendidikan. Vol 12 no 1
Junaidu S. 2008. Effectiveness of multimedia in learning & teaching data stucture online. Turkish journal
of distance education Vol 9
Krathowl, 2002. Theory into practice. College of education, The ohio University. Volume 41, no 4
Mayer R.E. 2003. The promise of multimedia learning: using the same instructional design methods
across different media, journal of learning and instruction. Vol 13. Hal 125-139
Musfiqon, HM.2010. Pengembangan media dan sumber pembelajaran. Jakarta. Prestasi pustaka.
Pallant J.2007.SPSS Survival Manual: A step by step guide to data analysis using SPSS for Windows (3d
edition).Open University Press
_______. Peraturan Pemerintah RI tahun 1999 tentang Peguruan Tinggi (PT)

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 47


Vol. 03 No. 1, April 2014

Anda mungkin juga menyukai