JPKK8768 C62bd695f7fullabstract PDF
JPKK8768 C62bd695f7fullabstract PDF
Pengaruh Penggunaan Film sebagai Media Belajar terhadap Pencapaian Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UNAIR
Pengaruh Penggunaan Film sebagai Media Belajar terhadap Pencapaian Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UNAIR
Author :
Rico Anthony Firmansyah |
Fakultas Psikologi
Aryani Tri Wrastari |
Fakultas Psikologi
Abstract
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian film
sebagai media belajar terhadap pencapaian Higher Order Thinking Skill pada Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga.
Film yang digunakan adalah jenis problematic film yaitu film yang berisi tentang isu-isu atau masalah-masalah sosial,
budaya dan sebagainya yang digunakan untuk merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Higher Order Thinking Skill
adalah kumpulan ketrampilan berpikir yang terdiri kemampuan analisis, evaluasi dan mencipta. Manipulasi atau
perlakukan eksperimen diberikan kepada mahasiswa kelas Andragogi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga dengan
total subjek adalah 11. Perlakukan diberikan pada dua pokok bahasan, yaitu Experiential Learning dan Reflective
Learning. Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa tes essay yang berisi pertanyaan reflective yang mengacu
pada taksonomi Bloom level HOT. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik statistik Independent Sample
T-Test dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 20. Uji Independent Sample T-test menghasilkan nilai t sebesar
-0,127 dengan p sebesar 0,08 pada Eksperimen 1 pokok bahasan Experiential Learning, dan nilai t sebesar -1,97 dengan
p sebesar 0,90 pada Eksperimen 2 pokok bahasan Reflective Learning. Ini berarti tidak ada pengaruh pemberian film
sebagai media pembelajaran pada pencapaian Higher Order Thinking Skill di kedua pokok bahasan yang diteliti. Hasil
tersebut bertolak belakang pada penelitian-penelitian sebelumnya, ada beberapa analisa menurut peneliti yaitu,(1)
metode baru selalu membutuhkan waktu untuk dikembangkan dan digunakan untuk lebih maksimal dan (2) kurang
menariknya film yang digunakan selama proses belajar.
Daftar Pustaka :
1. Aditomo ,A., Ayuningtyas, A, (2008). Apakah hubungan antara orientasi belajar dan prestasi akademik tergantung
pada konteks. Vol 24, hal 56-68 : Indonesian Psychological Journal
Abstract.
This experimental research has done in a purpose to know the effect of Films as learning tool in
gaining Higher Order Thinking Skill for students of Psychology Faculty of Airlangga University.
Film used was kind of problematic Film which has content of issues or problems of social,
culture, and so on that used to stimulate the students to think critically. Treatment was given to
the students of Andragogi class of Psychology Faculty of Airlangga University with total subject
11. Treatment was divided into Experiential Learning and Reflective Learning. Data collection
tool in this research was an essay test with reflective questions that referred to Bloom taxonomy
level HOT. Data analysis was used Independent Sample T-Test by IBM SPSS Statistics 20.
Independent sample t-test result is -0,127 with p = 0,08 for the Experiential Learning Experiment
and -1,97 with p = 0,90 for the Reflective Learning Experiment. The result showed that there
was no effect of treatment as learning tool in gaining Higher Order Thinking Skill. The result
opposites the previous research results, some analysis showed that : (1) new method needs more
time to be developed well (2) Film used in the research were less attractive for the students.
Abstrak.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada
pengaruh pemberian film sebagai media belajar terhadap pencapaian Higher Order Thinking
Skill pada Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga. Film yang digunakan adalah jenis
problematic film yaitu film yang berisi tentang isu-isu atau masalah-masalah sosial, budaya dan
sebagainya yang digunakan untuk merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Higher Order
Thinking Skill adalah kumpulan ketrampilan berpikir yang terdiri kemampuan analisis, evaluasi
dan mencipta. Manipulasi atau perlakukan eksperimen diberikan kepada mahasiswa kelas
Andragogi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga dengan total subjek adalah 11. Perlakukan
diberikan pada dua pokok bahasan, yaitu Experiential Learning dan Reflective Learning. Alat
pengumpul data dalam penelitian ini berupa tes essay yang berisi pertanyaan reflective yang
mengacu pada taksonomi Bloom level HOT. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
teknik statistik Independent Sample T-Test dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 20.
Uji Independent Sample T-test menghasilkan nilai t sebesar -0,127 dengan p sebesar 0,08 pada
Eksperimen 1 pokok bahasan Experiential Learning, dan nilai t sebesar -1,97 dengan p sebesar
0,90 pada Eksperimen 2 pokok bahasan Reflective Learning. Ini berarti tidak ada pengaruh
pemberian film sebagai media pembelajaran pada pencapaian Higher Order Thinking Skill di
kedua pokok bahasan yang diteliti. Hasil tersebut bertolak belakang pada penelitian-penelitian
Korespondensi :
Rico Anthony Firmansyah, email : -
Aryani Tri Wrastari, email : aryani.wrastari@psikologi.unair.ac.id
Fakultas Psikologi Universiras Airlangga Surabaya, Jl. Airlangga No. 4 - 6 Surabaya
sebelumnya, ada beberapa analisa menurut peneliti yaitu,(1) metode baru selalu membutuhkan
waktu untuk dikembangkan dan digunakan untuk lebih maksimal dan (2) kurang menariknya
film yang digunakan selama proses belajar.
Kata Kunci : Higher Order Thinking Skill; Film sebagai media pendidikan
prestasi akademik yang meningkat (Brookhart, karakteristik lulusan dari perguruan tinggi lain,
2010). seperti ITB yang memiliki kemampuan analitis
Sebuah studi yang dilakukan oleh Grup dan berpandangan jauh kedepan, maka lulusan
Tempo untuk melihat pemetaan kualitas lulusan Universitas Airlangga memiliki kelemahan dalam
S1 perguruan-perguruan tinggi di Indonesia melakukan analisa dan evaluasi berpikir secara
dalam dunia kerja menggambarkan karakteristik kritis, yang merupakan karakteristik utama
sarjana Universitas Airlangga yang dikenal dari HOT. Ini menjadi tantangan besar bagi
sebagai lulusan yang ulet dalam bekerja pada Universitas Airlangga untuk mengembangkan
berbagai situasi (lihat grafik 1.1 dibawah). Di satu metode pengajaran yang dapat merangsang
sisi, karakteristik ini menjadi nilai positif karena bertumbuhnya keterampilan HOT pada peserta
menandakan suatu ketangguhan dalam bekerja, didiknya.
namun apabila dilakukan perbandingan dengan
Grafik 1.1 Peta Persepsi Kualitas Perguruan Tinggi S1 menurut Dunia Kerja
Lebih lanjut, berikut data yang diperoleh Psikologi Universitas Airlangga masih
peneliti dari data tracer study fakultas Psikologi berorientasi pada teori dan mengedepankan pada
Universitas Airlangga yang didalamnya terdiri level pemahaman, meskipun dalam proses belajar
dari beberapa pertanyaan dan pendapat dari mengajar dibeberapa mata kuliah terdapat praktik
lulusan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga kerja lapangan (PKL) namun pada kenyataanya
terkait metode pembelajaran di kelas, berikut hasil PKL sendiri hanya hanya membuat siswa
adalah contoh data yang diperoleh : sampai pada tahap analisa.
1. Sudah cukup baik, tapi masih perlu Ketika kita membicarakan metode
ditambahi praktik langsung terkait aplikasi pengajaran, tentu kita harus mempertimbangkan
materi media belajar yang digunakan. Media belajar
2. Kalau pengetahuan sudah mumpuni tapi sendiri adalah sebuah alat yang digunakan
perlu ditingkatkan lagi praktiknya untuk memperantarai pengajar dan siswa dalam
3. Tidak hanya materi tapi aplikasi di lapangan penyampaian informasi. Menurut beberapa
, karena itu lebih dibutuhkan lebih dari penelitian (Knobel dan Lanskhear, 2003; Larson
sekedar materi-materi yang terus-terusan dan Marsh, 2005; Livingstone dan Bovill, 1999
diberikan dalam Barata A, Jones S, 2008) anak-anak jaman
. Dari data diatas dapat disimpulkan sekarang lebih sering melakukan kegiatan yang
bahawa proses belajar mengajar di Fakultas bersifat visual di luar sekolah seperti menonton
TV, melihat DVD dan lain-lain. Sebagai contoh, bisa menerapkan teori-teori yang sudah
dalam sehari seorang remaja dan dewasa dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari
menghabiskan waktu lebih dari 3 jam hanya 4. Analize
untuk menonton film, video Youtube, dan lain- Pada tingkat ini Mahasiswa diharapkan bisa
lain. Dari fenomena tersebut dapat disimpulkan memisah-misahkan tiap bagian pengetahuan
bahwa aktivitas audio visual masih memiliki daya yang diperolehnya dan mencari tahu
tarik yang besar sebagai suatu media, baik untuk bagaimana tiap pengetahuan yang diperoleh
pembelajaran maupun penyebaran informasi, bisa berhubungan satu sama lain
sehingga masih sangat diminati oleh setiap 5. Evaluate
kalangan, baik remaja maupun orang dewasa. Dari Pada tingkat ini Mahasiswa diharapkan bisa
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa film dapat berpikir kritis dan menemukan masalah.
menarik perhatian remaja, oleh karena itu film 6. Create
bisa digunakan sebagai media belajar alternatif Ini merupakan tingkat akhir dimana
karena dengan adanya atensi atau perhatian akan diharapkan Mahasiswa bisa menciptakan
mempermudah untuk memperoleh informasi suatu hal baru berdasarkan setiap level yang
atau pengetahuan baru. Dalam penelitian ini sudah dilewatinya.
peneliti ingin melakukan penelitian pengaruh
pemberian film sebagai media belajar terhadap Menurut Krathwohl (2002) HOT
pencapaian Higher Order Thinking Skill pada masuk pada level Analize, Evaluate dan Create.
mahasiswa Universitas Airlangga, khususnya Berikut adalah dimensi HOT:
mahasiswa Fakultas Psikologi. a. Analize
Pengertian Higher Order Thinking Skill 1) differentiating: kemampuan
Higher Order Thinking Skill (HOT) menurut membedakan dan menemukan mana
Brookhart (2010) adalah kemampuan berpikir yang bagian yang penting dan tidak penting
meliputi 3 hal, yang pertama adalah kemampuan 2) Organizing : kemampuan
berpikir yang dimiliki individu yang terdiri dari menentukan bagaimana satu elemen
kemampuan mengingat kembali apa yang sudah cocok dengan elemen lainnya dan
dipelajari sebelumnya dan mengetahui bagaimana mampu menentukan fungsi elemen
cara menggunakannya atau disebut Transfer, yang tersebut dalam sebuah bagian penuh
kedua adalah kemampuan berpikir kritis dimana 3) Atributing: kemampuan melihat dari
siswa memberikan penilaian akan kejadian di sudut pandang yang berbeda d a n
sekitarnya dan mampu mengungkapkan kritik nilai yang dipegang
yang berdasarkan fakta-fakta yang ada, yang b. Evaluate
terakhir adalah kemapuan Problem Solving atau 1) Checking: kemampuan melihat ada
kemampuan untuk melihat masalah yang terjadi tidaknya konsistensi antara proses dan
dan memberikan solusi pada masalah yang ada di hasil
sekitarnya berdasarkan pengetahuan yang sudah 2) Critiquing: kemampuan melihat
diperoleh sebelumnya. ketidakkonsistenan antara hasil dengan
HOT sendiri merupakan bagian dari kriteria eksternal
Taksonomi Bloom. Dalam Taksonomi Bloom yang
sudah dievaluasi oleh Krathwohl (2002) yaitu: c. Create
1. Remember 1) Generating: kemampuan menghasilkan
Pada tingkat ini Mahasiswa harus bisa me-recall alternatif hipotesis berdasarkan kriteria
pengetahuan yang diperoleh menggunakan 2) Planning: kemampuan merancang
kemampuan long term memory-nya sebuah prosedur untuk mencapai
2. Understand sebuah tujuan tertentu
Pada tingkat ini diharapkan Mahasiswa bisa 3) Producing: kemampuan menghasilkan
mengerti dan memahami pengetahuan yang sebuah produk atau sesuatu yang baru.
didapatkannya
3. Apply Model pembelajaran untuk mencapai Higher
Pada tingkat ini Mahasiswa diharapkan order Thinking Skill
Higher Order Thinking Skill pada mahasiswa. bahasan Experiential Learning bergenre
Film benar-benar didesain, baik secara setting drama komedi dan tema yang diangkat relatif
cerita, timeline film, karakter dan seguence ringan, sedangkan pada pokok bahasan
cerita dihubungkan dengan tahapan-tahapan Reflective Learning tema yang diangkat lebih
HOT. Sehingga, dapat disimpulkan, ini adalah berat karena didalam film banyak membahas
suatu metode yang relatif baru digunakan di tentang filosofi-filosofi.
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. 2. Yang kedua adalah bahasa yang digunakan,
2. Kedua, kedisplinan beberapa subjek pada pokok bahasan Experiential Learning
penelitian pada kelompok eksperimen film yang digunakan menggunakan bahasa
untuk melakukan penugasan dirasa kurang. Inggris yang pada umumnya telinga subjek
Beberapa subjek mengisi kertas penugasan sudah terrbisa mendengarnya sedangkan
dengan terburu-buru, beberapa jam sebelum pada pokok bahasan Reflective Learning
kelas dimulai meskipun peneliti telah menggunakan bahasa China yang tidak
berkali-kali mengingatkan subjek untuk semua subjek terbiasa mendengarnya.
mempersiapkan penugasan dengan sebaik- Perbedaan bahasa tersebut menimbulkan
baiknya. Hal ini tentu saja membuat hasil distraksi bagi subjek.
eksperimen menjadi kurang maksimal. 3. Yang ketiga adalah nama karakter, nama
3. Ketiga, penulis tertarik tentang hasil karakter film pada pokok bahasan
penelitian eksperimen yang sulit untuk Experiential Learning tidak terlalu susah
mencapai signifikansi karena pada penelitian diahafal dan karakter yang sedikit mudah
eksperimen jumlah subyek mempengaruhi dikenali sedangkan pada Reflective Learning
signifikansi penelitian tersebut. Hasil nama-nama yang digunakan susah dihafal
tersebut juga didukung oleh Pallant (2007) karena menggunakan naman-nama China
yang menyatakan bahwa penelitian yang dan jumlah karakter yang banyak, membuat
menggunakan metode eksperimen harus subjek kesulitan mengenali setiap karakter.
memperhitungkan jumlah subjek, karena Dari ke empat perbandingan karaketristik
dengan menggunakan jumlah subjek yang diatas dapat peneliti simpulkan bahawa film yang
kecil bila dihitung secara statistik maka akan digunakan pada pokok bahasan Experiential
sulit untuk mendapat hasil yang signifikan. Learning lebih menghibur dan membuat subjek
4. Keempat, dari penelitian-penelitian lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
sebelumnya instruksi HOT dilakukan disetiap
pelajaran atau materi yang diajarkan sehingga SIMPULAN
peserta didik sudah terbiasa, sedangkan pada
penelitian ini subjek hanya mendapatkan Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat
intruksi HOT dari kelas andragogi. disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh pemberian
Selain itu, peneliti mencoba menghitung film terhadap Higher Order Thinking Skill pada
secara statistik dengan memisah-misahkan nilai mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga
dari dimensi HOT yang bisa disimpulkan bahwa yang mengikuti mata kuliah Andragogi. Hal ini
terdapat pengaruh pemberian film terhadap telah dibuktikan dari uji hipotesis independent
pencapaian HOT pada mahasiswa Fakultas sample t-test. Ini tidak sesuai dengan hipotesis
Psikologi Universitas Airlangga pada dimensi yang ditentukan sebelumnya, hasil tersebut bisa
Analize di pokok bahasan Experiential Learning. disebabkan oleh beberapa alasan yaitu, yang
Menurut analisa peneliti hal tersebut disebabkan pertama karena jumlah subyek yang sangat kecil
oleh film yang digunakan saat penelitian lebih pada penelitian ini yang kedua instruksi HOT
menghibur daripada film yang digunakan pada hanya digunakan pada kelas Addragogi membuat
pokok bahasan Reflective Learning, karena film siswa tidak terbiasa belajar menggunakan
yang menghibur akan mampu membuat subjek intruksi HOT. Selain itu kedisiplinan subjek saat
lebih mudah memahami materi yang diberikan, mengerjakan penugasan (salah satu treatment)
berikut adalah alasan kenapa film yang digunakan juga mempengaruhi karena beberapa subjek
pada pokok bahasan Experiential Learning : baru mengerjakan tugas di kelas beberapa jam
1. Yang pertama film yang digunakan pada pokok sebelum dimulai. Jumlah subjek yang rendah
mempengaruhi signifikansi hasil penelitian, dan t-test untuk per-dimensinya. Hasilnya pada level
yang terakhir adalah pembelajaran menggunakan analize pada pokok bahasan Experiential Learning
film adalah termasuk metode yang baru diajarkan menunjukkan adanya pengaruh treatment yang
pada subjek, dimana setiap inovasi selalu diberikan hal tersebut disebabkan film yang
membutuhkan waktu untuk bisa diaplikasikan digunakan pada pokok bahasan Experiential
secara maksimal. Learning lebih menghibur dan lebih mudah untuk
Selain itu peneliti mencoba memisah- dikaitkan dengan teori.
misahkan dari dimensi HOT dan menguji
hipotesis menggunakan independent sample
PUSTAKA ACUAN
Aditomo ,A., Ayuningtyas, A., 2008. Apakah hubungan antara orientasi belajar dan prestasi akademik
tergantung pada konteks. Indonesian Psychological Journal. Vol 24, hal 56-68
Barata, A & Jones, S.2008. Using film to introduce and develop academic writing skills among UK
undergraduate student . Jurnal of Educational Enquiry . Vol 8, no 2, hal 15-37
Brookhart S.2010.How to asses Higher-order thinking skill in your classroom.Virginia. ASCD
Elliot G. 2006 . Film and education..New York. Chapter II, 21-34. Philosopchical library
Jazadi. 2005. Evaluasi dan pengembangan proses belajar-mengajar di perguruan tinggi.Jurnal Ilmu
pendidikan. Vol 12 no 1
Junaidu S. 2008. Effectiveness of multimedia in learning & teaching data stucture online. Turkish journal
of distance education Vol 9
Krathowl, 2002. Theory into practice. College of education, The ohio University. Volume 41, no 4
Mayer R.E. 2003. The promise of multimedia learning: using the same instructional design methods
across different media, journal of learning and instruction. Vol 13. Hal 125-139
Musfiqon, HM.2010. Pengembangan media dan sumber pembelajaran. Jakarta. Prestasi pustaka.
Pallant J.2007.SPSS Survival Manual: A step by step guide to data analysis using SPSS for Windows (3d
edition).Open University Press
_______. Peraturan Pemerintah RI tahun 1999 tentang Peguruan Tinggi (PT)