4.1 Hasil
Hasil yang didapatkan berupa tabel yang berisi tentang penelusuran jurnal yang relevan
yang digunakan sebagai rujukan.
Tabel 4.1 Hasil Penelusuran Jurnal
No. Tipe Jurnal Judul Jumlah
1. Brazilian Journal of Determination of Optimum 1
Pharmaceutical Sciences vol. 43, Wavelength and Derivative Order in
n. 3, jul./set., 2007 Spectrophotometry for Quantitation
of Hydroquinone in Creams
4.2 Pembahasan
Produk krim pemutih dewasa ini ramai dibicarakan, tidak cuma produknya yang
membludak di pasaran, namun juga karena efek samping dari penggunaan produk
tersebut. Konsumen mesti berhati-hati dalam mencari krim pemutih, karena tak semua
krim pemutih aman digunakan (Parengkuan, dkk., 2013). Hidrokuinon adalah zat aktif
yang bisa menganggu pembentukan melanin, inilah alasan hidrokuinon banyak dipakai
dalam krim pemutih (Arifiyana, dkk., 2019). Awalnya, pada tahun 1982, FDA (Food
and Drug Administration) hidrokuinon dikelompokkan sebagai bahan yang secara umum
bisa dibilang aman dan efektif untuk krim pemutih kulit jika hanya dalam kadar 1,5 –
2%. Tahun 2006, FDA memberiksn usulan aturan yang tidak membolehkan pemakaian
hidrokuinon sebagai obat bebas karena banyaknya efek samping yang terjadi akibat
pemakaian krim yang mengandung hidrokuinon ini. Tetapi sampai saat ini belum ada
keputusan untuk menarik aturan tahun 1982 dikarenakan banyak ahli kulit yang masih
merekomendasikan pemakaian hidrokuinon untuk pencerah kulit. Walaupun tidak
dilarang, tetapi dewasa ini pemakaian hidrokuinon dalam krim ataupun obat bebas sudah
dibatasi.
Di Indonesia, peratur an yang membatasi pemakaian hidrokuinon pada krim sudah ada
mulai tahun 2008, Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor :
HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik, melalui surat edaran Kepala Badan POM
RI pada September 2008 bahwa hidrokuinon sebagai bahan krim hanya diperbolehkan
ditambahkan untuk pengoksidasi pewarna rambut dengan kadar maksimum sebanyak
0,3% serta untuk kuku artifisial dengan kadar maksimum sebanyak 0,02%. Oleh karena
itu banyak dilakukan penelitian terkait analisis kadar hidrokuinon pada krim-krim yang
sedang beredar. Adapun analisis hidrokuinon bisa dilakukan dengan beberapa metode
yaitu Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT),
Analisis Volumetrik dengan Titrasi Redoks, dan Spektrofotometri UV-Vis (Aryani., dkk,
2010).
Hasil dari linearitas didapatkan berupa nilai koefisien regresi, pada jurnal Kaur, dkk
(2017) ini nilainya sebesar 0,998 (sudah mendekati 1). Hasil akurasi dari pengukuran
beberapa tingkatan tadi kisarannya antara 98-100%. Hasil presisi intraday maupun
interday didapatkan berupa % RSD dengan kisaran 0,1-0,3% (sesuai karena ±1%).
Penelitian yang dilakukan oleh Garcia, dkk., (2007) menggunakan sampel yang
diperoleh dari apotek peracikan lokal dengan sampel I terdapat 2 g hidrokuinon / 100 g
krim; sampel II 4 g hidrokuinon / 100 g krim dan Sampel III 4 g hidrokuinon / 100 g
krim. Jurnal ini membandingkan kadar hidrokuinon pada label dengan kadar sebenarnya.
Penetapan kadar dilakukan 4x pengulangan dengan panjang gelombang maksimum yang
berbeda-beda yaitu 302 nm; 306,4 nm; 221,8 nm; dan 217,4 nm. Hasil penetapan kadar
sampel pada panjang gelombang maksimum 302 nm untuk sampel I, II, dan III berturut-
turut 1,87%; 3,916%; dan 4,057%. Panjang gelombang 306,4 nm kadarnya 1,87%;
3,876%; dan 4,012%. Panjang gelombang 221,8 nm yaitu 1,873%; 3,873%; dan 3,988%.
Panjang gelombang 217,4 nm 1,717%; 3,664%; dan 3,678%.
Penelitian yang dilakukan oleh Odumosu dan Ekwe (2010) menggunakan 10 sampel
krim yang dipilih dari pasar di Jos, Plateau State dimana merk sampel yang digunakan
merupakan merek yang cepat laku. Sepuluh sampel ini dilabeli A – J. Jurnal ini
menggunakan pelarut metanol dalam penetapan kadarnya dan penentuan panjang
gelombang maksimum yang dipakai adalah 293 nm. Absorbansi yang didapat untuk
sampel dengan kode A-J secara berturut-turut yaitu 0,465; 0,574; 0,074; 0,819; 0,256;
0,109; 0,147; 0,180; 0,173; dan 0,258. Adapun % kadarnya berturut-turut 3,5%; 4,3%;
0,4%; 6,2%; 1,8%; 0,7%; 1%; 1,2%; 1,1%; dan 1,8%.
Penelitian yang dilakukan oleh Uddin, dkk., (2011) menganalisis krim pemutih yang
beredar dengan membandingkan kadar yang ada pada label dengan kadar yang didapat
pada pengukuran. Sampel yang digunakan ada 10 (masing-masing 5 sampel dengan
kadar hidrokuinon pada label 2% dan 4%). Pelarut yang digunakan pada jurnal ini adalah
2-Propanol dan panjang gelombang yang digunakan adalah 288 nm. Sampel dengan
kadar hidrokuinon pada label sebanyak 2% ini setelah dianalisis kadar yang didapatkan
1,975%; 2,05%; 2,1%; 1,95%; dan 1,925% (ada 2 sampel yang melebihi dari kadar yang
tertera pada label). Sampel dengan kadar hidrokuinon pada label sebanyak 4% ini setelah
dianalisis kadar yang didapatkan 4,05%; 4,125%; 3,95%; 3,95%; dan 4% (ada 2 sampel
yang melebihi dari kadar yang tertera pada label). Sampel-sampel yang dianalisis ini
menunjukkan ada beberapa krim yang mengandung hidrokuinon melebihi dari kadar
yang tertera pada labelnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Dian dan Cikra (2015) menggunakan sampel krim
pemutih yang ada di wilayah Kabupaten Tulungagung sebanyak 2 sampel. Penetapan
kadar pada jurnal ini menggunakan pelarut etanol 95% dan pada jurnal ini dilakukan
penambahan floroglusin 1% dan NaOH 0,5 N serta panjang gelombang yang digunakan
adalah 515 nm. Absorban yang didapat dari masing-masing sampel ada 3 karena
penetapan kadar dilkukan triplo, untuk krim kode 1 yaitu 0,224; 0,194; dan 0,233 untuk
krim kode 2 yaitu 0,239; 0,239; dan 0,239. Berdasarkan pengukuran antara nilai
absrobansi dan konsentrasi didapat persamaan y = 0,0472x – 0,1981 dan nilai r = 0,9939.
Hasil % kadar rata-rata yang didapatkan dari pengujian pada sampel krim 1 sebesar
0,16% dan krim 2 sebesar 0,35%.
Penelitian yang dilakukan oleh Irnawati, dkk., (2016) menggunakan sampel yang diambil
dari salon kecantikan di Kendari. Jurnal ini menggunakan pelarut metanol, panjang
gelombang maksimum ditentukan dalam kisaran 200 – 400 nm, dan didapatkan
penyerapan maksimal pada panjang gelombang 293 nm. Persamaan regresi yang
diperoleh yaitu y = 0,0214x + 0,2732 dan nilai r = 0,9989 . Sampel yang diambil dilabeli
A, B, C, D, dan E. Sampel A dan C pada hasil uji kualitatif pada 5 sampel ini terbukti
mengandung hidrokuinon sedangkan B, D, dan E tidak terdapat hidrokuinon. Hasil kadar
sampel A dan C secara berturut-turut dengan 3x pengulangan ialah 1,968%; 1,964%;
1,967% dan 1,589%; 1,592%; 1,592%.
Penelitian yang dilakukan oleh Agorku, dkk., (2016) sampel diperoleh dari krim
kosmetik yang dibeli dari toko eceran dan pasar di Ghana. Hidrokuinon pada semua
sampel diekstraksi dengan etanol dan menggunakan pelarut metanol. Adapun kadar
hidrokuinon dalam produk pencerah kulit berkisar dari deteksi di bawah hingga 0,83 ±
0,51% dalam krim diimpor dari Cote d'Voire, 0,02 ± 0,01 hingga 0,51 ± 0,18% dalam
krim yang diimpor dari Italia, di bawah deteksi hingga 0,32 ± 0,16% dalam krim yang
diimpor dari India. Krim yang berasal dari AS, Indonesia, Jerman, Senegal, Ghana, dan
China mencatat kadar hidrokuinon di bawah batas deteksi. Konsentrasi hidrokuinon
tertinggi tercatat dalam ZC (1,61 ± 0,72%) yang diimpor dari Inggris diikuti oleh CD
(0,83 ± 0,51%) yang diimpor dari Cote d'Voire, Skin Solution Cream (0,51 ± 0,18%)
yang diimpor dari Italia, DSC (0,40) ± 0,71%) diimpor dari Nigeria dan CLC (0,32 ±
0,16%) diimpor dari India.
Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari, dkk., (2018) menganalisis 15 sampel yang
dijual secara online. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70% serta dilakukan
penambahan floroglusin 1% dan NaOH 0,5 N. Larutan hidrokuinon diukur pada panjang
gelombang 400-800 nm sehingga didapatkan panjang gelombang maksimum 523,5 nm.
Adapun persamaan yang didapat y = 0,0358x – 0,0693 dan nilai r = 0,9472. Semua
sampel yang dianalisi terdapat hidrokuinon dengan kadar yang berbeda. Dari 15 sampel,
13 sampel mengandung hidrokuinon 0,001 – 0,05%, 1 sampel mengandung hidrokuinon
0,151 – 0,200% serta 1 sampel mengandung hidrokuinon 0,251 – 0,3%.
Penelitian yang dilakukan oleh Adriani dan Safira (2018) di kota Banda Aceh, krim
pemutih diambil secara random sebanyak 9 sampel krim racikan dokter yang dilabeli A –
I. Pelarut yang dipakai ialah metanol dan penentuan panjang gelombang maksimum
dilakukan antara 287-295 nm, dimana didapatkan penyerapan maksimal pada panjang
gelombang 290 nm. Persamaan regresi yang didapat yaitu y = 0,059x – 0,0005 dengan
nilai r yaitu 0,989. Nilai absorbansi pengujian sampel pada kode A – I yaitu 0,099, 0,188,
0,182, 0,701, 0,231, 0,034, Not Detected, 0,307 dan 0,530. % kadar hidrokuinon yang
didapat adalah 0,000168%; 0,000319%; 0,000309%; 0,001188%; 0,000392%;
0,000058%; Not Detected; 0,000521; dan 0,000899%.
Penelitian yang dilakukan oleh Arifiyana, dkk., (2019) menggunakan sampel yang
diambil dari merk yang berbeda sebanyak 12 jenis yang diambil dari wilayah Surabaya
Pusat dan Surabaya Utara, dimana 6 sampel memiliki nomor registrasi BPOM (Kode
sampel A – F) dan 6 sampel lainnya tidak memiliki nomor registrasi BPOM (Kode
sampel G – L). Pada jurnal pelarut yang digunakan adalah metanol, penentuan panjang
gelombang maksimum dilakukan pada kisaran 200 – 400 nm, dimana didapatkan
penyerapan maksimal pada panjang gelombang 293 nm. Persamaan regresi yang didapat
y = 0,0018x + 2,8356 dengan nilai r = 0,9996. Adapun nilai absorbansi yang didapatkan
dari kode A – L secara berturut-turut sebesar 0,079, 0,016, 0,163, 0,309, 0,051, 0,227,
0,476, 0,267, 0,450, 0,409, 0,138 dan 0,036. % kadar hidrokuinon yang diperoleh sebesar
0,0053%; 0,0009%; 0,0107%; 0,0204%; 0,0033%; 0,0150%; 0,0331%; 0,0174%;
0,0314%; 0,0286%; 0,0093%; dan 0,0023%.
Penelitian yang dilakukan oleh Chakti, dkk., (2019) menggunakan sampel yang beredar
di Jayapura. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96% dan panjang gelombang
maksimum yang digunakan adalah 294 nm. Absorban yang didapat dari sampel yaitu
sampel A – H berturut-turut 0,081; 0,003; 0,008; 0,096; 0,101; 0,103; 0,103; dan 0,103.
Berdasarkan pengukuran antara nilai serapan dan konsentrasi diperoleh persamaan y =
0,0544x - 0,1985. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa sampel yang positif
terdapat hidrokuinon yaitu sampel A, D, E, F, G dan H. Hasil yang didapatkan dari
pengujian kadar yaitu pada sampel A (0,000514%); D (0,000541%); E (0,000551%); F
(0,000554%); G (0,000553%); dan H (0,000554%).
Berdasarkan hasil penetapan kadar yang dianalisis pada jurnal-jurnal di atas, bisa dilihat
bahwa masih banyak krim-krim pemutih yang beredar mengandung hidrokuinon dan
krim-krim pemutih tersebut tak aman digunakan dan berbahaya bagi kulit. Terlebih lagi
jika kandungan hidrokuinon tersebut tinggi, jika pemakaiannya tanpa pengawasan dokter
dan digunakan dalam periode waktu yang lama serta digunakan setiap hari maka efek
umum yang akan dirasakan seperti rasa terbakar ringan pada kulit, rasa gatal dan iritasi
dan pada efek jangka panjang bisa menyebabkan karsinogenesis dikarenakan mutasi
DNA (Gul, dkk., 2014). Kulit kemungkinan juga akan mengalami atrofi epidermis
(penipisan kulit), ookronosis (perubahan warna pada kulit menjadi hitam kebiruan),
eksim, infeksi bakteri dan jamur, dermatitis, kudis, kutil, jerawat, dan bau badan (Ajose,
2005). Salah satu sifat hidrokuinon yaitu bisa masuk ke tubuh manusia melewati saluran
nafas dan kulit. Hidrokuinon dilepaskan lewat udara dan menyebabkan pencemaran
lingkungan. Jika pencemaran ini terpapar manusia ataupun hewan terutama wanita hamil
maka bisa mempengaruhi pertumbuhan embrio serta kelainan janin, senyawa ini larut
dalam air serta didistribusikan ke seluruh tubuh (Rubiyati dan Setiawan 2016).