Anda di halaman 1dari 22

PEMBENTUKAN ORGANISASI SEMI MILITER DAN STRATEGI

KAUM PERGERAKAN NASIONAL


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Revolusi Indonesia
Dosen Pengampu : Arif Permana Putra, M.Pd

Oleh :
Kelompok II
Dwi Riyanti (2288180009)
Fillah Hania Baasila (2288180025)
Mochammad Mugi (2288180036)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
FEBRUARI 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Mata Kuliah : Sejarah Revolusi Indonesia

Dosen Pengampu : Arif Permana Putra, M.Pd

Program Studi : Pendidikan Sejarah

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Kelompok II

Anggota : Dwi Riyanti (2288180009)

Fillah Hania Baasila (2288180025)

Mochammad Mugi (2288180036)

Tema : Pembentukan Organisasi Semi Militer dan Strategi Kaum


Pergerakan Nasional

Rumusan Masalah :

1. Bagaimanakah pembentukan Militer Jepang dari tahun 1942-1945?


2. Bagaimanakah pembentukan Semi Militer Jepang yang didirikan di
Indonesia?
3. Bagaimanakah strategi kaum Pergerakan Nasional?

Serang, 12 Februari 2020

Arif Permana Putra, M.Pd.

NIDN. 040429078703

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah sederhana ini.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi kita Nabi Muhammad
SAW kepada keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya.
Setelah beberapa waktu kami menyusun makalah ini akhirnya dapat
terselesaikan dengan kerjasama yang baik untuk menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Pembentukan Organisasi Semi Militer dan Strategi Kaum Pergerakan
Nasional ” yang merupakan tugas dari Pak Arif Permana Putra, M.Pd. selaku
dosen yang mengampu mata kuliah Sejarah Revolusi Indonesia.
Kami sebagai penyusun makalah ini sangat berharap makalah ini dapat
bermanfaat dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Masukan dan saran yang
sifatnya membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki penyusunan
makalah dimasa yang akan datang.

Serang, 6 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan..........................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1........................................................................................................................................ Latar Belak
.......................................................................................................................................1
1.2........................................................................................................................................ Rumusan M
.......................................................................................................................................1
1.3........................................................................................................................................ Tujuan Pen
.......................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
2.1. Pembentukan Militer Jepang dari tahun 1942-1945.....................................................2
2.2. Pembentukan Semi Militer Jepang di Indonesia..........................................................5
2.3. Strategi Kaum Pergerakan Nasional.............................................................................9
BAB III PENUTUP...........................................................................................................16
3.1. Kesimpulan...................................................................................................................16
3.2. Saran ............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setelah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Indonesia,
Jepang mulai menanamkan system penjajahan menggantikan pemerintah Hindia
Belanda. Lajunya kemenangan pasukan Jepang seperti badai yang mampu
menyapu tempat-tempat pertahanan Hindia Belanda. Namun kemenangan Jepang
itu tidak secara fisik saja karena keunggulan militer dan teknologinya, tetapi
dibalik itu sebenarnya terdapat dorongan bangsa Indonesia sendiri yang bosan
terhadap penjajahan Belanda, apalagi Jepang menggunakan propaganda yang
mampu menembus kebencian terhadap kolonialisme pada umumnya. Contohnya
dengan membangun organisasi-organisasi semi militer pada negara jajahannya
guna membantu mereka melawan Belanda yang dulu menjajah Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pembentukan semi militer jepang dari tahun 1942-1945?
2. Bagaimanakah pembentukan semi mliter jepang yang di dirikan di
indonesia?
3. Bagaimanakah strategi kaum pergerakan nasional?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pembentukan semi militer jepang dari tahun 1942-
1945.
2. Untuk mengetahui pembentukan semi mliter jepang yang di dirikan di
indonesia.
3. Untuk mengetahui strategi kaum pergerakan nasional.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembentukan Militer Jepang dari tahun 1942-1945

A. Organisasi-Organisasi Militer Bentukan Jepang


1. Heiho
Heiho (Pasukan Pembantu Prajurit Jepang) adalah organisasi yang
beranggotakan prajurit Indonesia untuk melaksanakan pertahanan militer,
baik di Angkatan Darat maupun di Angkatan Laut. Heiho dibentuk
berdasarkan instruksi bagian Angkatan Darat Markas Besar Umum
Kerajaan jepang pada tanggal 2 September 1942 yang kemudian pada
bulan April 1945 menjadi cikal bakal organisasi ini.
Tujuan dan Kegiatan Heiho
Tujuan didirikannya Heiho yakni sebagai pembantu kesatuan angkatan
perang dan dimasukkan sebagai bagian dari tentara Jepang. Adapun
kegiatannya yaitu :

 Membangun pertahanan.

 Menjaga kamp pertahanan.

 Membantu tentara Jepang dalam peperangan.

Organisasi ini memang dikhususkan untuk bidang kemiliteran


sehingga jauh lebih terlatih dibanding organisasi-organisasi lainnya. Heiho
sendiri juga dibagi menjadi beberapa bagian, baik di angkatan darat,
angkatan laut maupun bagian kepolisian. 
Heiho juga memanfaatkan pasukannya sebagai tenaga kasar yang
dibutuhkan dalam peperangan, contohnya memelihara berbagai senjata
perang dan memindahkan senjata dan peluru dari gudang ke atas truk.

2
Keanggotaan Heiho
Untuk menjadi anggota Heiho tidaklah mudah, ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut antara lain yaitu :

 Berusia antara 18 sampai 25 tahun.

 Berbadan sehat baik jasmani maupun rohani.

 Berkelakuan dan berkepribadian baik.

 Berpendidikan minimal sekolah dasar.

Jumlah anggota Heiho mencapai sekitar 42.000 orang (sejak berdiri


hingga akhir masa pendudukan Jepang). Dari total tersebut, 25.000 orang
diantaranya adalah penduduk dari Jawa. Namun begitu, tidak ada seorang
pun yang berpangkat pejabat (perwira), karena pangkat pejabat hanya
untuk orang-orang Jepang saja.
2. PETA
PETA (Pembela Tanah Air) adalah organisasi militer yang dibentuk
Jepang dengan tujuan menambah kesatuan tentara guna memperkuat
organisasi sebelumnya, yaitu Heiho. Walaupun Jepang semakin terdesak
karena perang melawan Sekutu, Jepang tetap berusaha mempertahankan
Indonesia dari serangan sekutu. Karena Heiho dipandang belum memadai,
maka dibentuklah suatu organisasi militer yang dinamai PETA (Pembela
Tanah Air). 

Kapan PETA didirikan ? 


PETA didirikan secara resmi pada tanggal 3 Oktober 1943 atas usulan
dari Gatot Mangkupraja kepada Letnan Jenderal Kumakici Harada
(Panglima Tentara Jepang ke-16). Pembentukan PETA ini didasarkan pada
peraturan pemerintah Jepang yang disebut dengan Osamu Seinendan
nomor 44.

3
Keanggotaan PETA
Banyak pemuda-pemuda yang tergabung dalam Seinendan
mendaftarkan diri menjadi anggota PETA. Anggota PETA yang
bergabung berasal dari berbagai elemen masyarakat. Karena
kedudukannya yang bebas (fleksibel) dalam struktur organisasi Jepang,
PETA diperbolehkan untuk melakukan perpangkatan sehingga ada orang
Indonesia yang menjadi seorang perwira.
Hal ini menyebabkan masyarakat tertarik pada organisasi ini dan
kemudian bergabung menjadi anggota PETA. Hingga akhir masa
pendudukan Jepang di Indonesia, jumlah anggota PETA berkisar 37.000
orang di Jawa dan 20.000 orang di Sumatera. Di Sumatera, organisasi ini
lebih dikenal dengan Giyugun (prajurit sukarela). 
Orang-orang PETA ini menghasilkan pemimpin-pemimpin yang
berkualitas dari Indonesia, terutama di bidang kemiliteran. Pada masa-
masa selanjutnya, para pemimpin tersebut mampu membawa perubahan
terhadap kondisi tanah air Indonesia.
Adapun tokoh-tokoh PETA yang terkenal dan membawa pengaruh
besar diantaranya yaitu, Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto,
Supriyadi dan Jenderal Ahmad Yani.
B. Perbedaan Heiho dan PETA
a. Heiho
- Organisasi Heiho secara resmi ditempatkan pada struktur
organisasi tentara Jepang, baik Angkatan Darat maupun Angkatan
Laut.
- Heiho bertugas untuk mengumpulkan pajak dari rakyat.
- Didirikannya Heiho bertujuan untuk membantu tentara Jepang
berperang melawan Sekutu.
- Tidak ada orang Indonesia yang berpangkat perwira dalam Heiho,
karena pangkat perwira hanya untuk orang Jepang (tidak
diperbolehkan jadi perwira).

4
b. PETA
- Organisasi PETA tidak secara resmi ditempatkan pada struktur
organisasi tentara Jepang, namun langsung di bawah pemerintahan
Jepang.
- Organisasi PETA bertugas sebagai mata-mata Jepang, baik itu
dalam membela atau mempertahankan tanah air Indonesia dari
serangan Sekutu.
- Organisasi PETA bertujuan untuk membantu tentara Jepang
berperang melawan Sekutu (sama dengan Heiho).

2.2 Pembentukan Semi Militer Jepang di Indonesia

A. Organisasi-Organisasi Semi Militer Bentukan Jepang


1. SEINENDAN
Seinendan (Korps Pemuda) adalah organisasi yang dibentuk Jepang
dengan beranggotakan para pemuda berusia 14-22 tahun. Seinendan
didirikan tepatnya pada tanggal 29 April 1943 dengan beranggotakan
sekiranya 3500 orang pemuda dari seluruh Jawa.
Tujuan Seinendan : Tujuan Jepang membentuk Seinendan untuk
mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan
mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Namun dibalik
itu, ada tujuan lain dengan dibentuknya Seinendan ini. Jepang melatih para
pemuda Indonesia juga dimaksudkan untuk memperoleh tenaga cadangan
dari pemuda guna memenangkan peperangan Asia Timur Raya melawan
Sekutu.
Fungsi Seinendan : Dalam pertahanan peperangan, Seinendan
difungsikan sebagai barisan cadangan yang mengamankan barisan
belakang. Agar lebih efektif dan efisien, pengkoordinasian Seinendan
diserahkan kepada penguasa setempat. Misalnya di daerah tingkat syu,
diketuai syucokan. Begitu juga di daerah ken, ketuanya kenco dan
seterusnya.

5
Keanggotaan Seinendan : Untuk memperbanyak anggota, Seinendan
juga menggerakkan Seinendan bagian puteri (Josyi Seinendan). Seiring
berjalannya waktu, jumlah Seinendan terus bertambah hingga akhir
pendudukan Jepang di Indonesia. Jumlahnya kala itu bahkan mencapai
500 ribu pemuda. Adapun tokoh perjuangan Indonesia yang pernah
menjadi anggota Seinendan antara lain, Latif Hendraningrat dan Sukarni.
2. KEIBODAN
Keibodan (Korps Kewaspadaan) adalah organisasi semimiliter yang
anggotanya adalah pemuda berusia antara 25 sampai 35 tahun. Organisasi
ini dibentuk pada tanggal 29 April 1943 dengan tujuan untuk membantu
Polisi Jepang pada masa penjajahan di Indonesia. Keibodan juga memiliki
ketentuan utama agar setiap orang yang dapat masuk harus memiliki badan
yang sehat dan berkepribadian baik. Jika dilihat dari usia anggotanya,
keibodan lebih siap dan matang untuk membantu tentara Jepang dalam
keamanan dan ketertiban. Contoh kegiatan dalam membantu polisi yaitu
mengatur lalu lintas dan pengamanan desa. Organisasi Seinendan dan
Keibodan didirikan di seluruh daerah Indonesia, meski namanya berbeda-
beda. Misalnya di Sumatera dikenal dengan Bogodan dan di Kalimantan
disebut dengan Borneo Konan Kokokudan/Sameo Konen Hokokudan.
Selain di Indonesia, penduduk Cina juga mengenal organisasi ini dengan
sebutan Kakyo Keibotai.
3. FUJINKAI
Fujinkai (Perkumpulan Wanita) adalah organisasi semi militer Jepang
yang beranggotakan para wanita, dibentuk pada bulan Agustus 1943.
Organisasi ini pertama kali dipimpin oleh Ny Sunaryo Mangunpuspito.
Untuk anggota dari Fujinkai itu sendiri minimal harus berusia 15 tahun.
Tugas utama Fujinkai ini yaitu meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan
masyarakat melalui kegiatan pendidikan dan kursus-kursus. Saat situasi
semakin memanas, Fujinkai dilatih militer sederhana, bahkan pada tahun
1944 dibentuk “Pasukan Srikandi” guna membantu perang melawan
Sekutu.

6
4. SUISHINTAI
Latar belakang dibentuknya Suishintai yaitu atas dasar keputusan rapat
Chuo-Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat). Salah satu keputusan rapat
tersebut adalah merumuskan cara untuk menumbuhkan kesadaran rakyat
untuk memenuhi kewajiban dan membangun persaudaraan dalam rangka
mempertahankan tanah airnya dari serangan musuh. Rapat tersebut
menghasilkan keputusan rapat pada tanggal 1 November 1944 yang
kemudian Jepang membentuk organisasi bernama “Suishintai” dalam
bahasa Indonesia “Barisan Pelopor”.
Tujuan Suishintai : Melalui organisasi ini diharapkan mampu
meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga siap untuk membantu
Jepang dalam mempertahankan Indonesia. Suishintai juga mengadakan
pelatihan militer bagi para pemuda, walaupun menggunakan peralatan
sederhana (seperti bambu runcing dan senapan kayu). Selain itu juga,
Suishintai dilatih untuk menggerakkan massa, memperkuat pertahanan dan
hal lain yang intinya untuk kesejahteraan rakyat.
Keanggotaan Suishintai : Organisasi semimiliter ini juga tergolong
unik karena pemimpinnya adalah seorang nasionalis, yaitu Ir. Soekarno
(dibantu R.P Suroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran Martoatmojo). Di
bawah naungan Jawa Hokokai, organisasi ini memiliki anggota mencapai
60.000 orang. Dalam organisasi ini, dibentuk juga “Barisan Pelopor
Istimewa” sejumlah 100 orang yang anggotanya dipilih dari berbagai
asrama terkenal. Anggota “Barisan Pelopor Istimewa” ini antara lain yaitu
Supeno, D.N. Aidit, Johar Nur, Asmara Hadi dan Sudiro sebagai ketuanya.
“Barisan Pelopor Istimewa” di bawah kepemimpinan para nasionalis
menyebabkan organisasi ini berkembang pesat. Organisasi semi-militer ini
dapat mengobarkan semangat nasionalisme dan rasa persaudaraan di
Indonesia.
5. KAIKYO SEINEN TEISHINTI (HIZBULLAH)
Hizbullah (Tentara Allah) adalah organisasi semimiliter yang dibentuk
Jepang dengan beranggotakan para sukarelawan khusus pemuda Islam.

7
Akibat peperangan Asia Timur Raya, Jepang semakin terdesak dan
mengalami kesulitan karena banyak mengalami kekalahan. Keadaan
tersebut memicu Jepang untuk menambah kekuatan dengan merencanakan
pembentukan pasukan cadangan sebanyak 40.000 orang (terdiri dari para
pemuda Islam). Rencana Jepang tersebut cepat menyebar di tengah
masyarakat dan segera disambut positif dari tokoh-tokoh Masyumi,
pemuda Islam Indonesia dan pihak lainnya. Bagi Jepang, pasukan Islam
ini digunakan untuk membantu memenangkan perang, namun bagi
Masyumi pasukan Islam tersebut digunakan untuk persiapan menuju cita-
cita kemerdekaan Indonesia. Sehubungan dengan itu, pemimpin-pemimpin
Masyumi mengusulkan kepada Jepang untuk membentuk pasukan
sukarelawan yang khusus terdiri dari pemuda Islam. Kemudian pada
tanggal 15 Desember 1944 dibentuklah organisasi semimiliter yang terdiri
dari pasukan sukarelawan pemuda Islam yang dinamai Hizbullah (Tentara
Allah) dalam istilah Jepangnya yaitu Kaikyo Seinen Teishinti.
Tugas pokok Hizbullah
1. Sebagai tentara cadangan :
• Membantu tentara Dai Nippon.
• Melatih diri, jasmani dan rohani dengan segiat-giatnya.
• Menjaga bahaya udara dan mengintai mata-mata musuh.
• Menggiatkan dan menguatkan usaha-usaha untuk
kepentingan perang.
. 2. Sebagai pemuda Islam
• Membela agama dan umat islam di Indonesia.
• Menyiarkan agama Islam.
• Memimpin umat Islam untuk taat beragama.
• Keanggotaan Organisasi Hizbullah
Untuk mengkoordinasikan program dan kegiatan Hizbullah,
dibentuklah pengurus pusat Hizbullah. Ketua pengurus pusat adalah K.H.
Zainul Arifin dengan Wakilnya yaitu Moh. Roem. Anggota pengurus
lainnya antara lain, Kyai Zarkasi, Prawoto Mangunsasmito dan Anwar

8
Cokroaminoto. Para anggota Hizbullah sudah menyadari bahwa tanah
Jawa adalah pusat pemerintahan tanah air Indonesia yang harus
dipertahankan. Jika Jawa di serang musuh, Hizbullah akan
mempertahankannya dengan dengan penuh semangat dan rasa
nasionalisme yang tinggi. Semangat ini tentunya bukan serta merta untuk
membela Jepang, melainkan untuk tanah air tercinta. Jika barisan pelopor
disebut sebagai organisasi semi-militer di bawah naungan Jawa Hokokai,
maka Hizbullah merupakan organisasi semi-militer di bawah naungan
Masyumi.
6. GOKUKUTAI
Gokukutai (Barisan Pelajar) adalah organisasi yang mengikutsertakan
pelajar untuk berperang karena desakan militer akibat peperangan.

2.3 Strategi Kaum Pergerakan Nasional

A. KH. Zainal Mustafa


K.H. Zainal Mustafa adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tasikmalaya. Lahir di Desa
Cimerah, Kec. Singaparna, Tasikmalaya pada tahun 1809 dari pasangan
Nawapi dan NY. Ratmah. Sewaktu masih kecil bernama Umri dan
sepulang dari pesantren berganti nama menjadi Hudaemi. Hudaemi
memperoleh pendidikan formal di Sekolah Rakyat. Dalam bidang agama,
ia belajar mengaji dari guru agama di kampungnya. Kemampuan
ekonomis keluarga memungkinkannya untuk menuntut ilmu agama lebih
banyak lagi. Pertama kali ia melanjutkan pendidikannya ke pesantren di
Gunung Pari di bawah bimbingan Dimyati, kakak sepupunya, yang
dikenal dengan nama KH. Zainal Muhsin.
Tahun 1927, ia mendirikan pesantren di Kampung Cikembang dengan
nama Sukamanah. Sebelumnya, di Kampung Bageur tahun 1922 telah
berdiri pula Pesantren Sukahideng yang didirikan KH. Zainal Muhsin.
Melalui pesantren ini ia menyebarluaskan agama Islam, terutama paham

9
Syafi’i yang dianut oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat
Islam Jawa Barat pada khususnya.
Di samping itu, ia juga mengadakan beberapa kegiatan keagamaan ke
pelosok-pelosok desa di Tasikmalaya dengan cara mengadakan ceramah-
ceramah agama. Maka sebutan kiai pun menjadi melekat dengan namanya.
KH. Zaenal Mustafa terus tumbuh menjadi pemimpin dan anutan yang
karismatik, patriotik, dan berpandangan jauh ke depan. Tahun 1933, ia
masuk Jamiyyah Nahdhatul Ulama (NU) dan diangkat sebagai wakil ro’is
Syuriah NU Cabang Tasikmalaya.
Pada masa pemerintahan Jepang ini, ia menentang pelaksanaan
seikeirei, cara memberi hormat kepada kaisar Jepang dengan
menundukkan badan ke arah Tokyo. Ia menganggap perbuatan itu
bertentangan dengan ajaran Islam dan merusak tauhid karena telah
mengubah arah kiblat.
Dengan semangat jihad membela kebenaran agama dan
memperjuangkan bangsa, KH. Zaenal Mustafa merencanakan akan
mengadakan perlawanan terhadap Jepang pada tanggal 25 Februari 1944
(1 Maulud 1363 H). Mula-mula ia akan menculik para pembesar Jepang di
Tasikmalaya, kemudian melakukan sabotase, memutuskan kawat-kawat
telepon sehingga militer Jepang tidak dapat berkomunikasi, dan terakhir,
membebaskan tahanan-tahanan politik.
Untuk melaksanakan rencana ini, KH. Zaenal Mustafa meminta para
santrinya mempersiapkan persenjataan berupa bambu runcing dan golok
yang terbuat dari bambu, serta berlatih pencak silat. Kiai juga memberikan
latihan spiritual (tarekat) seperti mengurangi makan, tidur, dan membaca
wirid-wirid untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Persiapan para santri ini tercium Jepang. Segera mereka mengirim camat
Singaparna disertai 11 orang staf dan dikawal oleh beberapa anggota polisi
untuk melakukan penangkapan. Usaha ini tidak berhasil. Mereka malah
ditahan di rumah KH. Zaenal Mustafa. Keesokan harinya, pukul 8 pagi

10
tanggal 25 Februari 1944, mereka dilepaskan dan hanya senjatanya yang
dirampas.
Tiba-tiba, sekitar pukul 13.00, datang empat orang opsir Jepang
meminta agar KH. Zaenal Mustafa menghadap pemerintah Jepang di
Tasikmalaya. Perintah tersebut ditolak tegas sehingga terjadilah keributan.
Hasilnya, tiga opsir itu tewas dan satu orang dibiarkan hidup. Yang satu
orang ini kemudian disuruh pulang dengan membawa ultimatum. Dalam
ultimatum itu, pemerintah Jepang dituntut untuk memerdekakan Pulau
Jawa terhitung mulai 25 Februari 1944. Dalam insiden itu, tercatat pula
salah seorang santri bernama Nur menjadi korban, karena terkena
tembakan salah seorang opsir. Setelah kejadian tersebut, menjelang waktu
salat Asar (sekitar pukul 16.00) datang beberapa buah truk mendekati garis
depan pertahanan Sukamanah. Suara takbir mulai terdengar, pasukan
Sukamanah sangat terkejut setelah tampak dengan jelas bahwa yang
berhadapan dengan mereka adalah bangsa sendiri. Rupanya Jepang telah
mempergunakan taktik adu domba. Melihat yang datang menyerang
adalah bangsa sendiri, Zaenal Mustafa memerintahkan para santrinya
untuk tidak melakukan perlawanan sebelum musuh masuk jarak
perkelahian. Setelah musuh mendekat, barulah para santri menjawab
serangan mereka. Namun, dengan jumlah kekuatan lebih besar, ditambah
peralatan lebih lengkap, akhirnya pasukan Jepang berhasil menerobos dan
memorak-porandakan pasukan Sukamanah. Peristiwa ini dikenal dengan
Pemberontakan Singaparna.
Para santri yang gugur dalam pertempuran itu berjumlah 86 orang.
Meninggal di Singaparna karena disiksa sebanyak 4 orang. Meninggal di
penjara Tasikmalaya karena disiksa sebanyak 2 orang. Meninggal di
Penjara Sukamiskin Bandung sebanyak 38 orang, dan yang mengalami
cacat (kehilangan mata atau ingatan) sebanyak 10 orang. Pun, sehari
setelah peristiwa itu, antara 700-900 orang ditangkap dan dimasukkan ke
dalam penjara di Tasikmalaya. Sementara itu, KH. Zaenal Mustafa sempat
memberi instruksi secara rahasia kepada para santri dan seluruh

11
pengikutnya yang ditahan agar tidak mengaku terlibat dalam pertempuran
melawan Jepang. Termasuk dalam kematian para opsir Jepang, dan
pertanggungjawaban tentang pemberontakan Singaparna dipikul
sepenuhnya oleh KH. Zaenal Mustafa. Akibatnya, sebanyak 23 orang yang
dianggap bersalah, termasuk KH. Zaenal Mustafa sendiri, dibawa ke
Jakarta untuk diadili. Namun mereka hilang tak tentu rimbanya.
Besarnya pengaruh KH Zaenal Mustafa dalam pembentukan mental
para santri dan masyarakat serta peranan pesantrennya sebagai lembaga
pendidikan dan pembinaan umat membuat pemerintah Jepang merasa
tidak bebas jika membiarkan pesantren ini tetap berjalan. Maka, setelah
peristiwa pemberontakan tersebut, pesantren ini ditutup oleh Jepang dan
tidak diperbolehkan melakukan kegiatan apapun. Belakangan, Kepala
Erevele Belanda Ancol, Jakarta memberi kabar bahwa KH. Zaenal
Mustafa telah dieksekusi pada 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di
Taman Pahlawan Belanda Ancol, Jakarta. Melalui penelusuran salah
seorang santrinya, Kolonel Syarif Hidayat, pada tahun 1973 keberadaan
makamnya itu ditemukan di daerah Ancol, Jakarta Utara, bersama makam-
makam para santrinya yang berada di antara makam-makam tentara
Belanda. Lalu, pada 25 Agustus 1973, semua makam itu dipindahkan ke
Sukamanah, Tasikmalaya.
B. Supiyadi
Supriyadi adalah pahlawan nasional, tokoh pejuang kemerdekaan dan
simbol perlawanan terhadap pendudukan Jepang. Namanya populer
sebagai tokoh PETA yang memberontak terhadap pendudukan Jepang di
Blitar Jawa Timur pada Bulan Februari 1945. Beliau lahir di Trenggalek,
Jawa Timur, 13 April 1923 dan meninggal tahun 1945. Setelah tamat ELS
(setingkat Sekolah Dasar), Suprijadi melanjutkan pendidikan ke MULO
(setingkat Sekolah Pertama), kemudian memasuki Sekolah Pamong Praja
di Magelang. Pada masa pendudukan Jepang, Suprijadi memasuki Sekolah
Menengah Tinggi. Sesudahnya, ia mengikuti Latihan Pemuda
(Seinendoyo) di Tangerang. Pada bulan Oktober 1943, Jepang membentuk

12
Tentara Pembela Tanah Air (PETA). PETA dibentuk dengan tujuan untuk
memberikan latihan kemiliteran kepada pemuda-pemuda Indonesia.
Mereka selanjutnya akan dipakai untuk membantu Jepang menahan
serbuan sekutu. Tetapi, tokoh-tokoh pergerakan nasional berhasil
menanamkan perasaan kebangsaan di kalangan pemuda-pemuda tersebut.
Suprijadi mengikuti pendidikan peta dan sesudah itu diangkat menjadi
Shodanco di Blitar.Ia sering bertugas mengawasi para romusya membuat
benteng-benteng pertahanan dipantai selatan.Ia menyaksikan bagaimana
sengsaranya para romusya. Makanan kurang dan kesehatan tidak
terjamin.Banyak diantaranya yang meninggal dunia karena sakit.Suprijadi
tidak tahan melihat keadaan itu.Dengan beberapa orang temanya,ia
merencanakan pemberontakan melawan jepang. Walaupun menyadari
bahwa waktu itu Jepang sangat kuat,namun ia tetap berniat untuk
melakukan perlawanan.
Pemberontakan dilancarkan dinihari tanggal 14 februari 1945, di
Daidan Blitar. Jepang sangat terkejut mendengar perlawanan tersebut.
Mereka mengerahkan kekuatan yang besar untuk menangkap anggota-
anggota pasukan Peta Blitar.Selain itu,dilakukan pula siasat membujuk
beberapa tokoh pemberontak.karena kurang pengalaman dan kekuatan
tidak seimbang pemberontakan itu ditindas Jepang.Tokoh-tokoh
pemberontak yang tertangkap, diadili dalam mahkamah militer Jepang.
Ada yang dihukum mati dan ada pula yang dipenjara. Suprijadi tidak ikut
diadili,bahkan namanya tidak disebutkan dalam sidang pengadilan.
Rupanya ia sudah di bunuh Jepang pada waktu tertangkap. Sampai saat ini
tidak diketahui dimana makam suprijadi.
C. KH Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy'ari lahir pada tanggal 10 april 1875, di Desa Gedang,
Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Beliau merupakan
anak ketiga dari sebelas bersaudara. Ayahnya bernama Asy'ari sedangkan
Ibunya bernama Halimah. Beliau merupakan pendiri Nahdlatul Ulama,

13
organisasi massa islam terbesar di Indonesia. Beliau juga merupakan
seorang ulama dan sekaligus pemimpin dari pondok pesantren tebuireng.
Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan
Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang
menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi. Ini sebagai upaya
untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim. Salah satu
perlakuan represif Jepang adalah penahanan terhadap Hadratus Syaikh
beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Kyai Hasyim menolak melakukan
seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah
Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada
Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu
Omikami).
Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah
pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara
Jepang. Kyai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah lah
yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kyai Hasyim ditangkap
dan ditahan secara berpindah–pindah, mulai dari penjara Jombang,
kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya. Karena
kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus Syaikh berada di pihak yang
benar, sejumlah santri Tebuireng minta ikut ditahan. Selama dalam
tahanan, Kyai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah
satu jari tangannya menjadi patah tak dapat digerakkan. Setelah penahanan
Hadratus Syaikh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren
Tebuireng vakum total. Penahanan itu juga mengakibatkan keluarga
Hadratus Syaikh tercerai berai. Isteri Kyai Hasyim, Nyai Masruroh, harus
mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang. Kiai Hasyim
Asy’ari juga memberikan fatwa haram teradap muslim pribumi untuk
menyanyikan lagu kebangsaan “Kimigayo” dan mengibarkan bendera
Hinomaru serta segala bentuk Niponisasi (serba Jepang).
Hari berikutnya, Kiai Hasyim menyerukan semua pribumi yang
bekerja di Pabrik Gula yang saat itu dikuasai oleh Jepang, untuk mogok

14
kerja hingga perekonomian nyaris lumpuh beberapa hari. Tak berhenti di
situ, Kiai Hasyim juga menyiapkan kader-kader Islam militan, dari para
santri untuk ikut terjun ke milisi Laskar Hizbullah dan Barisan Sabilillah
yang diketuai oleh puteranya yang bernama Abdul Kholik. Begitu juga
sang kiai itu meminta dengan sangat agar setiap kaum muslimin bangsa ini
di manapun berada bergabung bersama tentara Pembela Tanah Air
(PETA), atau masuk gerakan Pandu Hisbul Wathan organisasi sayap
Muhammadiyah. Akibat perlawananya ini,–sebagaimana yang kita tahu, –
ia kemudian dimasukkan ke penjara dan disiksa, tetapi api perlawanannya,
sedikitpun tak pernah padam.
Di antara kelebihan lain Kiai Hasyim Asy’ari adalah kemampuan
menyampaikan keilmuan Islam dengan spirit nasionlisme dan kebangsaan,
serta mampu membuat jaringan intelektual di seluruh Nusantara, terutama
pulau Jawa.
Jaringan intelektual pertama dimulai dari para santrinya yang tersebar
di berbagai daerah untuk membentengi rakyat Indonesia dari pengaruh
budaya asing seperti penjajah Belanda dan Jepang. Sebab, untuk
membangun kekuatan bangsa Indonesia, diperlukan jaringan intelektual
sebagai penggerak. Bagi Kiai Hasyim Asy’ari, para intelektual jangan
sampai terpecah-belah dan dibiarkan untuk diadu-domba, tapi harus kokoh
dalam persatuan. Karena, Indonesia akan lemah jika intelektualnya
tercerai-berai.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Organisasi semi militer Jepang adalah organisasi yang tidak dikhususkan


untuk melakukan pertahanan secara militer, namun lebih bersifat ke keamanan
dan ketertiban serta kecenderungan untuk kesejahteraan rakyat. Pelatihan dibidang
kemiliteran tetap ada, namun tidak begitu ditekankan. Organisasi tersebut adalah
Seinendan, Keibodan, Fujinkai, Suishintai, Kaikyo Seinen Teishinti (Hizbullah),
Gokukutai, Heiho, dan Peta.
Perlawanan dengan strategi kooperasi (bekerja sama) muncul karena Jepang
melarang Indonesia mendirikan organisasi pergerakan nasional sendiri.
Pemerintah pendudukan Jepang mengeluarkan kebijakan yang hanya mengakui
organisasi organisasi bentuknya yang ditujukan bagi kemenangan Perang Asia
Pasifik. Perlawanan gerakan dibawah tanah atau illegal muncul akibat terlalu
kuatnya pemerintah Jepang menekan dan melarang golongan oposisi. Gerakan
nasionalisme yang ada ternyata tidak mampu menandingi kekuatan pemerintah
Jepang. Oleh karena itu, beberapa perjuang nasionalis mengambil jalan
melakukan gerakan dibawah tanah. Perlawanan bersenjata rakyat Indonesia yang
dilakukan di berbagai daerah meliputi perlawanan rakyat (misalnya di Singapura,
Jawa Barat), perlawanan tentara Peta, dan perlawanan di Singaparna.

3.2 Saran

Kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran apabila terdapat


kesalahan kata dalam penulisan ini. Kritik dan saran yang membangun akan
menjadikan kami lebih baik ke depannya dalam penulisan makalah berikutnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia.


Jakarta: Sebelas Maret University Press Bekerja Sama dengan Pustaka
Sinar Harapan.
Loebis, Aboe Bakar. 1995. Kilas Balik Revolusi, Kenangan, Pelaku, Dan Saksi,
Jakarta: Penerbit UI-PRESS.
Lubis, Prof. Dr. Nina H., M.S., dkk. 2005. PETA, Cikal Bakal TNI, Bandung:
MSI Cab. Jabar.
Nasution, DR. A.H. 1984. Memenuhi Panggilan Tugas: Jilid I. Jakarta: Gunung
Agung.
MC. Ricklefs. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004.Jakarta: Serambi.
Simatupang, TB. 1981. Pelopor Dalam Perang, Pelopor Dalam Damai, Jakarta:
Penerbit Sinar Harapan.
Vickers, Adrian. 2011. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Penerbit Insan
Madani.
Marwati Djoened. P dan Nugroho. N. 1992. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka. Hal : 45.

17

Anda mungkin juga menyukai