Anda di halaman 1dari 24

Jurnal Cakrawala ISSN 1693 6248

RUSIA DAN INTEGRASI EURASIA

Oleh :

Leonard F. Hutabarat.1

ABSTRACT

Russia’s engagement in Eurasian integration highlights the challenges that Russia faces
in Asia. Russia needs to re-establish political and economic influence in the region to
maintain her eastward-focused integration drive, including building a southeastwards
bridge to China and Asia Pacific. In this context, the cooperative nature of Russian policies
is the conditio sine qua non for the establishment of the Eurasian Economic Union in 2015.

This article examines Russia’s integration policy in relation to Central Asia and beyond,
towards Asia as a continent. Regional integration is very much a popular idea, with the
potential for economic benefits and increased international influence. Significant steps
were taken towards the creation of the Eurasian Economic Union. However, to implement
its regional initiatives and to become a more visible player in the regional multilateral
institutions, Russia will have to overcome both domestic and international limitations it
faces. Russia’s current alienation from the West and its growing dependency on China may
push the country to actively seek better ways to accomplish this mission.

Keywords : Eurasia, Eurasian Economic Union, regional integration, Russia

1
Staf Pengajar Program Studi Kajian Eropa, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas
Indonesia dan Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Kristen Indonesia.

161
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

1. PENDAHULUAN

Rusia2 memainkan peran yang signifikan dalam proses integrasi Eurasia.


Survey opini publik yang dilakukan Integration Barometer menunjukkan Rusia
secara konsisten dipandang sebagai pemersatu negara-negara Commonwealth
of Independent States (CIS).3 Negara anggota CIS percaya bahwa kepentingan
nasional negara anggota yang berpartisipasi dalam integrasi Eurasia akan
diakomodir. Kebanyakan mayoritas negara republik pasca Soviet bergantung
pada Rusia dalam hal solidaritas politik dan bantuan militer. Persepsi populer
terhadap Rusia sebagai ”centre of gravity” tidak hanya luasnya wilayah dan
besarnya sumber daya alam Rusia. Karakter Eurasia Rusia juga menjadikannya
entitas ethnographic yang unik dengan konsep ideologi, politik, sejarah dan
budaya. Konsep karakter Eurasia merujuk pada akhir abad ke-15 dan awal
abad ke-16 saat orang Rusia mulai mengidentifikasi dirinya sebagai pembela
Ortodoks dan pewaris Byzantine Culture yang kemudian berkembang pada

2
Rusia atau secara resmi dikenal sebagai Federasi Rusia secara geografis adalah negara
yang membentang dengan luas di sebelah timur Eropa dan utara Asia. Dengan wilayah
seluas 17.125.200 km², Rusia adalah negara terluas di dunia. Wilayahnya mencakup
seperdelapan luas daratan bumi, penduduknya menduduki peringkat kesembilan terbanyak
di dunia dengan jumlah sekitar 146 juta jiwa (Februari 2017. Dapat diunduh pada
http://www.eaeunion.org/?lang=en#about-countries. Diakses tanggal 12 Februari 2017).
Wilayahnya membentang sepanjang Asia Utara dan sebagian Eropa timur, Rusia memiliki
11 zona waktu dan wilayahnya terdiri dari berbagai tipe lingkungan dan tanah. Dari barat
laut sampai ke tenggara, Rusia berbatasan dengan Norwegia, Finlandia, Estonia, Latvia,
Lituania dan Polandia (keduanya berbatasan dengan Kaliningrad Oblast), Belarusia, Ukraina,
Georgia, Azerbaijan, Kazakhstan, Tiongkok, Mongolia, dan Korea Utara. Negara ini
berbatasan laut dengan Jepang di Laut Okhotsk dan Negara Bagian Alaska, Amerika Serikat
di Selat Bering.
3
Integration Barometer, Centre for Integration Studies, Eurasian Development Bank,
Moscow, 2012, 2013. Commonwealth of Independent States (CIS) dibentuk tahun 1991 dan
beranggotakan Armenia, Azerbaijan, Belarusia, Georgia (keluar tahun 2008), Kazakhstan,
Kyrgyzstan, Moldova, Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan.

162
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

pemikiran filosofis dan sejarah yang berkontribusi pada pembentukan


pandangan geopolitik Eurasianist.4

Banyak pemikir Rusia yang menyuarakan pembangunan ekonomi Rusia


dan Eurasia setelah bubarnya Uni Soviet pada awal dekade 1990-an
menyatakan Rusia akan bertahan sebagai Eurasian power dan hanya melalui
Eurasianism. Para pendukung Eurasia juga meyakini kesejahteraan negara-
negara di Eropa Timur, Kaukasus dan Asia Tengah tidak didasarkan pada
apakah mereka ingin bekerjasama dengan Barat atau Timur, namun lebih pada
mewujudkan Eurasian trascontinental corridor dari Atlantik hingga Pasifik.
Rusia adalah negara yang terbentang dari laut di Timur Eropa hingga laut di
Utara Asia serta Selat Bering di Negara Bagian Alaska, Amerika Serikat, yang
dapat memfasilitasi komunikasi antara tiga zona teknologi dan ekonomi global
di Eropa Barat, Asia Timur dan Amerika Utara.

Artikel ini akan membahas latar belakang upaya Rusia melakukan


integrasi di kawasan Eurasia, bagaimana kebijakan luar negeri Rusia terhadap
Eurasianisme serta peluang dan tantangan yang dihadapi Rusia dalam integrasi
ke kawasan Asia Timur.

4
Sergei Glazyev “Russia and the Eurasian Union”, dalam Piotr Dutkiewicz and Richard Sakwa
(Eds), Eurasian Integration - The View From Within, Routledge, Oxford, 2015, p. 84.

163
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

2. KAJIAN TEORITIS

2.1 Integrasi Eurasia

Rusia memiliki peran unik dalam konteks integrasi Eurasia


berdasarkan beberapa hal. Pertama, Rusia tidak hanya sebuah negara, namun
juga sebuah peradaban. China, India dan Jepang juga dapat melakukan klaim
yang sama dalam hal ini terkait sudut pandang sosial budaya dan sejarah.
Kedua, Rusia juga terletak secara geografis sebagai pusat Eurasia, yang
menghubungkan kawasan timur, barat dan selatan. Ketiga, Rusia juga secara
khusus memiliki sumber daya alam dan wilayah yang berbatasan dengan laut.
Keempat, Rusia juga hub komunikasi, informasi dan transportasi yang penting
secara global dan berkembang cepat. Keputusan membentuk Eurasian
Economic Community (EvrAzEs) tahun 2000 sejalan dengan konsep yang
berkembang dalam multi-speed and multilevel integration. Perkembangan
inisiatif integrasi kawasan pasca Soviet sejak tahun 1991 dapat dilihat dalam
tabel berikut ini.

Tabel 2.1.
Regional Integration Initiatives and Organizations
in the Post-Soviet Space

Initiative / Participants General Status


Organization

CIS (1991) Armenia, Azerbaijan, Belarus, Active


Georgia (withdrew 2008),
Kazakhstan, Kyrgyzstan, Moldova,
Russia, Tajikistan, Turkmenistan,
Ukraine, Uzbekistan
Customs Union (1992) Belarus, Kyrgyzstan, Tajikistan, Abandoned
Uzbekistan
Economic Union (1993) CIS members (except Ukraine) Abandoned
Free Trade Area (1994) CIS members (except Rusia and Relaunched in 1999
Turkmenistan)

164
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

Initiative / Participants General Status


Organization

Central Asian Union Kazakhstan, Kyrgyzstan, Renamed Central


(1994) Uzbekistan, Tajikistan (joined Asian Economic
1998) Union (1998);
transformed into
CACO (2002)
Customs Union (1995) Belarus, Kazakhstan, Russia, Transformed into
Kyrgyzstan (joined 1997), EvrAzES (2000)
Tajikistan (joined 1998)
Shanghai Five (1996) China, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Transformed into
Russia, Tajikistan, Uzbekistan SCO (2001)
(2001)
GUAM (1997) Azerbaijan, Georgia, Moldova, Active; renamed
Ukraine, Uzbekistan (joined 1999, GUAM Organization
withdrew 2005) for Democracy and
Economic
Development
(2006)
Free Trade Area (1999) CIS members (except Russia and Relaunched in 2011
Turkmenistan)
EvrAzES (2000) Belarus, Russia, Kazakhstan, Active
(Eurasian Economic Kyrgyzstan, Tajikistan,
Community) Uzbekistan, (joined 2006,
withdrew 2008)
Shanghai Cooperation China, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Active
Organization (SCO) Russia, Tajikistan, Uzbekistan
(2001)
Central Asian Kazakhstan, Kyrgyzstan, Merged with
Cooperation Tajikistan, Uzbekistan, Russia EvrAzES (2006)
Organization (CACO) (joined 2004)
(2002)
Collective Security Armenia, Belarus, Kazakhstan, Active
Treaty Cooperation Kyrgyzstan, Russia, Tajikistan
(CSTO) (2002)
Common Economic Belarus, Russia, Kazakhstan, Abandoned
Space (2003) Ukraine
Eurasian Customs Belarus, Russia, Kazakhstan Active; within
Union (2007) EvrAzES
Free Trade Area (2011) Armenia, Belarus, Kazakhstan, Active
Kyrgyzstan, Moldova, Russia,
Tajikistan, Ukraine

165
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

Initiative / Participants General Status


Organization

Single Economic Space Belarus, Russia, Kazakhstan Active; within


(2012) EvrAzES
Sumber : Rilka Dragneva and Katarryna Wolczuk (Eds), Eurasian Economic Integration
: Law, Policy and Politics, Edward Elgar Publishing Limited, Cheltenham, 2013, p. 222-
223.

Persepsi Rusia terhadap integrasi Eurasia tampak saat Ukraina


berpartisipasi dalam pembentukan Common Economic Space (CES) dengan
Rusia, Belarusia dan Kazakhstan, saat Eurasian Economic Community
(EurAsEC) juga telah operasional. Sementara itu, Ukraina, Moldova, dan
Armenia lebih memilih menjadi status observer dalam Eurasian Economic
Community. Namun demikian, dorongan integrasi pada awal tahun 2000-an
mengalami kemunduran dengan pengaruh ultra-liberal dalam Pemerintahan
Rusia, yang berpandangan bentuk-bentuk integrasi pasca Soviet secara
ekonomi tidak efisien. Ide menyatukan kembali ekonomi CIS sebagai common
market dan inisiatif integrasi Presiden Vladimir Putin tidak didukung di Rusia.
Pada saat yang sama tidak memungkinkan secara simultan membentuk
Customs Union dan Common Economic Space di saat mengupayakan
keanggotaan World Trade Organization (WTO)5 yang dianggap prioritas pada
periode tersebut. Hal ini setidaknya menyebabkan proses integrasi terhenti
untuk beberapa tahun.

Krisis ekonomi dan keuangan global telah berdampak terhadap


pandangan geopolitik Rusia dalam hal integrasi pasca Soviet. Proses globalisasi
dan kompetisi global tidak memungkinkan satu negarapun, termasuk Rusia,
untuk bertindak sendiri, memaksanya mencari sekutu dalam dunia multi polar

5
Rusia mengajukan aplikasi ke WTO bulan Juni 1993. Selanjutnya Belarusia mengajukan
tanggal 23 September 1993. Sementara itu, Kazakhstan menyampaikan aplikasinya pada
tanggal 29 Januari 1996.

166
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

yang baru. Setidaknya, Rusia berupaya mewujudkan potensi Customs Union dan
Common Economic Space Rusia, Kazakhstan dan Belarusia, dengan harapan
Armenia, Tajikistan, Kyrgyzstan, Ukraina dan beberapa negara lainnya akan
ikut bergabung kemudian. Dalam tahap ini, fokus utamanya maksimalisasi free
movement of goods, services, capital and labour. Presiden Vladimir Putin
menyatakan integrasi kawasan – seluruh dunia mengikuti jalan ini – upaya yang
paling efektif untuk memaksimalkan sumber daya pertumbuhan domestik dan
memperkuat daya saing pada pasar global. Kekuatan bersama akan lebih kuat
dan lebih mudah untuk menghadapi tantangan global secara bersama-sama.6

Berdasarkan pertimbangan di atas Eurasian Economic Union dibentuk


sebagai “community of equal partners”. Eurasia bukanlah sinomim dengan
Rusia. Meskipun peran dominan Rusia sebagai ekonomi terbesar di kawasan,
Eurasian project ini setidaknya dari sudut pandang politik, tidak dapat
berkembang di sekitar Rusia sendiri. Namun demikian, aspek politik integrasi
Eurasia tidak mengurangi kepentingan ekonominya. Faktanya, Rusia dengan
kekuatan ekonominya harus menawarkan insentif proyek kerjasama dalam
“multi-polar club” ini.

Rusia memiliki dasar melakukan klaim kepemimpinan admistratif


maupun ideologis dalam membangun Eurasian Economic Union ini. Peran
Rusia secara ekonomi dan sejarah yang dominan selalu menjadi faktor penting
dalan integrasi Eurasia. Rusia mencakup 87,6% potensi ekonomi, 78,4%
populasi dan 83,4% wilayah Eurasian Economic Union, dibandingkan 78,3%
total Gross Domestic Product (GDP), 53,2% populasi dan 79,3% wilayah pada

6
Sergei Glazyev “Russia and the Eurasian Union”, dalam Piotr Dutkiewicz and Richard Sakwa
(Eds), Eurasian Integration - The View From Within, Routledge, Oxford, 2015, p. 86.

167
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

kawasan perdagangan bebas CIS. Hal ini memiliki dampak positif dan negatif
terhadap proses integrasi ekonomi Eurasia.

2.2 Konsep Rusia Terhadap Integrasi Eurasia

Terminologi “Eurasian Integration” seringkali dimaksudkan terbatas


pada integrasi ekonomi antara Rusia, Kazakhstan dan Belarusia. Namun
Presiden Vladimir Putin mendeskripsikan sesuatu yang lebih jauh dan ambisius
: “We are proposing a powerful supranational association capable of becoming
one of the poles of the modern world and serving as an effective bridge between
Europe and the dynamic Asia-Pacific region”. Tanggal 4 Oktober 2011, Presiden
Putin menerbitkan artikel “A New Integration Project for Eurasia : A Future that
is Being Born Today”7 yang menunjukkan sesuatu yang lebih daripada definisi
integrasi Eurasia yang bersifat teknis dan sempit. Bahkan Pemimpin Rusia
tersebut melihat Greater Europe sebagai suatu “mega-entity” yang memasukkan
Uni Eropa dan Eurasian Economic Union sebagai konsep “Greater Eurasia”.
Pendekatan terhadap ide ini disampaikan Presiden Vladimir Putin pada
European Union - Russia Summit tanggal 28 Januari 2014 di Brussel.

Pusat kekuatan global yang sedang berkembang seperti NATO / UE,


China dan India memiliki karakter peradaban dan budaya yang berbeda dengan
keunikannya masing-masing. Meskipun terdapat pengaruh globalisasi, pusat-
pusat tersebut tetap mengembangkan keunikannya dan pengaruhnya terhadap
pusat-pusat lainnya. Dalam konteks ini Rusia juga memiliki keunikan
tersendiri. Rusia juga dihadapkan pada pilihan apakah menjadi pusat

7
Vladimir Putin, Izvestiya, 4 October 2011. Hal ini kemudian juga banyak dikritik sebagai
“revival of Russian great power statehood”. Alexei Podberezkin and Olga Podberezkina,
“Eurasianism as an Idea, Civilizational Concept and Integration Challenge”, in Piotr
Dutkiewicz and Richard Sakwa (Eds), Eurasian Integration – The View from Within,
Routledge, Oxford, 2015, p. 51.

168
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

peradaban dan kekuatan ideologis sesuai keunikannya atau berintegrasi


dengan salah satu pusat kekuatan yang telah ada dan kehilangan identitasnya.
Jika Rusia memilih independen berdasarkan sejarah dan budayanya, Rusia akan
mengembangkan dan mengimplementasikan sejumlah kebijakan sesuai
sumber daya yang dimilikinya di Eurasia.

Beberapa kemungkinan agenda kebijakan Rusia dalam konteks ini antara


lain : Pertama, prioritas percepatan pembangunan kawasan timur Rusia,
terutama dalam hal infrastruktur, jaringan transportasi dan potensi human
capital dalam membangun kawasan tersebut menjadi pusat politik dan
ekonomi Rusia yang kedua dengan kapasitas administratif, keuangan dan
ekonomi. Kedua, memajukan integrasi Eurasia dalam segala arah, dari Ukraina
dan Kazakhstan hingga Jepang dan China, dan membangun sistem hubungan
ekonomi dan politik yang stabil di sekitar Rusia. Ketiga, mempertahankan dan
memperluas kontak dengan pusat kekuatan yang telah ada, seperti Uni Eropa
dan Amerika Serikat dengan kepentingan Rusia pasca Soviet.

2.3 Eurasianisme Dalam Kebijakan Luar Negeri Rusia

Dokumen yang memformulasi upaya dan prinsip kebijakan luar negeri


Rusia terhadap integrasi Eurasia pada masa Presiden Vladimir Putin terdapat
pada artikel “A New Integration Project for Eurasia - A Future that is Being Born
Today”, dan “The New Concept of the Foreign Policy of the Russian Federation”.8
Artikel Putin mengenai integrasi Eurasia tersebut menekankan aspirasi
mengintegrasikan kembali eks negara-negara Republik Soviet berdasarkan
nilai-nilai baru, dengan fondasi-fondasi ekonomi dan politik yang baru. Putin

8
Andrei A. Kazantsev, “Eurasian Perspectives on Regionalism : Central Asia and Beyond”,
dalam Piotr Dutkiewicz and Richard Sakwa (Eds), Eurasian Integration – The View from
Within, Routledge, Oxford, 2015, p. 215.

169
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

mengusulkan struktur internasional baru yang dapat menjadi “efective link”


antara kawasan Eropa dan Asia Pasifik. Eurasianisme dimaksudkan
menjembatani Eropa dan Asia. Lebih lanjut, Putin menyatakan Eurasian Union
seharusnya menjadi bagian “Greater Europe” yang disatukan oleh nilai dan
norma bersama dan mengusulkan perjanjian perdagangan bebas dan bahkan
bentuk integrasi yang lebih maju lagi dengan Uni Eropa. Putin juga
mendeklarasikan bahwa Customs Union dan masa depan Eurasian Union
seharusnya membantu anggotanya berintegrasi ke Eropa yang lebih luas.

Banyak dokumen kebijakan luar negeri Rusia diformulasikan sesuai


dengan artikel Putin tersebut di atas. Dalam “the New Concept of the Foreign
Policy of the Russian Federation”, yang disetujui Presiden Vladimir Putin tanggal
12 Februari 2013, jelas mengindikasikan bahwa Eurasian Economic Union
didasarkan pada prinsip-prinsip hubungan ekonomi yang saling
menguntungkan, dan berfungsi sebagai “effective link” antara kawasan Eropa
dan Asia Pasifik. Rusia melihat prioritas upaya mewujudkan Eurasian Economic
Union tidak hanya untuk memanfaatkan hubungan ekonomi yang saling
menguntungkan dalam CIS, tetapi juga menjadi suatu model yang terbuka
terhadap negara-negara lain, model yang akan menentukan masa depan
negara-negara CIS.

Dunia saat ini mengalami era perubahan yang fundamental. Lingkungan


global terbagi-bagi dengan kawasan-kawasan yang diatur sejumlah norma yang
berbeda yang berinteraksi dan berkompetisi satu sama lain. Kemampuan untuk
meyakinkan yang lain untuk mengadopsi norma dan kepentingan menjadi
syarat untuk keberhasilan seperti usulan AS untuk TTIP dan TPP, termasuk
evolusi dan integrasi Eurasia yang diusulkan Rusia. Integrasi Eurasia
merupakan ujian yang penting terhadap kemampuan Rusia meyakinkan negara
lain berada di pihaknya dengan menggunakan persuasi modern seperti

170
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

lingkungan bisnis yang atraktif dan peluang yang saling menguntungkan, di luar
upaya-upaya yang bersifat paksaan.

2.4 Eurasian Econimic Union (EAEU)

Eurasian Economic Union (EAEU) adalah organisasi kerja sama ekonomi


regional yang dibentuk 29 Mei 2014 yang beranggotakan 5 negara, yaitu Rusia,
Belarus, Kazakhstan, Armenia dan Kyrgyzstan. Bagi pengamat barat, organisasi
ini merupakan proyek Rusia untuk mengintegrasikan negara-negara Eurasia
secara politik dan ekonomi dalam rangka mewujudkan kembali kekuasaan
masa lalu Uni Sovyet.

Pendirian EAEU, tidak dapat dilepaskan dari peran penting Rusia, sebagai
driving force yang yang berkeinginan kembali menciptakan hegemoninya untuk
mencegah negara-negara di kawasan yang bertetangga akhirnya terpecah
keadalam blok kawasan yang berbeda. Terutama berkaitan dengan semakin
intensifnya kerja sama kemitraan Uni Eropa dengan negara-negara belahan
timur Eropa serta semakin intensifnya peran China melalui Silk Road Economic
Belt.

Kenyataannya hingga saat ini, EAEU lebih menarik bagi negara-negara di


kawasan lain untuk bekerja sama daripada kawasan bekas Uni Sovyet. Negara-
negara ASEAN dan dunia memberi perhatian yang cukup tinggi pada kerja sama
EAEU. Vietnam telah memberlakukan kesepakatan perdagangan bebas (Free
Trade Agreement / FTA) dengan EAEU pada bulan Oktober tahun 2016.
Beberapa negara ASEAN, yaitu Singapura, Kamboja dan Thailand telah
menyampaikan keinginan untuk melakukan pembahasan FTA dengan EAEU.
Singapura telah memiliki kerja sama perdagangan bebas dengan Eurasian
Economic Commission (EEC) dan telah meluncurkan feasibility study untuk
pembentukan FTA dengan EAEU. India telah melakukan pembahasan terkait

171
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

Custom Union. China telah mengadakan pertemuan teknis. Mesir diindikasikan


akan memiliki kesepakatan perdagangan bebas dan Thailand akan memulai
perundingan dengan EAEU pada tahun 2017 ini.

2.5 EAEU Sebagai Pasar Prospektif

Indonesia sejalan dengan penetapan Trisakti, Nawacita dan Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merasa perlu untuk
menempatkan diplomasi ekonomi yang diharapkan dapat membantu
pencapaian target ekonomi Indonesia yaitu peningkatan perdagangan,
investasi dan wisatawan mancanegara.Diplomasi ekonomi dengan negara-
negara pasar prospektif akan diupayakan dengan pembukaan pasar baru di
berbagai kawasan. Salah satunya adalah melalui penjajakan keikutsertaan
Indonesia pada berbagai kesepakatan perdagangan lintas kawasan.

Bagi Indonesia kawasan EAEU menyimpan potensi yang menjanjikan


sebagai mitra ekonomi baru, namun masih sedikit yang dimanfaatkan. Negara-
negara EAEU juga kaya akan sumber daya alam minyak dan gas, power
generation, besi, baja, pupuk serta machinery. Bagi Indonesia, perdagangan
dengan kelima negara EAEU hingga kini relatif kecil dibandingkan perdagangan
dengan negara-negara di kawasan Eropa Barat.

Anggota EAEU memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar USD 2,4
triliun, nilai perdagangan luar negeri sebesar USD 872 miliar, wilayah seluas
lebih dari 20 juta km2 (sekitar 15 % daratan dunia), dan dengan jumlah
populasi 182,1 juta jiwa.

Perdagangan Indonesia dengan sebagian negara anggota EAEU


menunjukkan hasil yang optimis dengan surplus pada Indonesia, walaupun
terdapat penurunan sebagai akibat melemahnya perekonomian dunia. Pada
tahun 2016 perdagangan Indonesia dengan negara anggota EAEU adalah :

172
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

Indonesia – Rusia, ekspor USD 1,26 milyar dan impor USD 850 juta, Indonesia
– Armenia ekspor USD 2,1 juta dan impor USD 7 ribu; Indonesia – Belarusia
ekspor USD 2,8 juta dan impor USD 163 juta; Indonesia – Kazakhstan ekspor
USD 7,1 juta dan impor USD 14.9 juta; Indonesia-Kyrgizstan ekspor USD 1.5 juta
dan impor USD 425 ribu. Secara keseluruhan, total perdagangan Indonesia
dengan kawasan ini mencapai USD 2,4 milyar. Produk utama ekspor Indonesia
ke kawasan EAEU adalah turunan dari kelapa sawit, mesin, kopi, kakao, teh, alas
kaki dan karet. Impor utama Indonesia dari EAEU adalah bahan kimia, produk
olahan besi baja, komponen pesawat, gandum, dan kertas.

2.6 Peluang dan Tantangan

Presiden Putin berulangkali mengusulkan pembentukan “a continental


zone of cooperation” dari Lisbon ke Vladivostok, berdasarkan perdagangan
bebas dan interaksi yang saling menguntungkan. Integrasi Eurasia yang lebih
luas ini akan menggabungkan Eropa, China dan India serta Timur Tengah. Hal
ini dipandang akan mewujudkan peluang penambahan pertumbuhan baru.
Upaya Rusia ini tidak hanya akan membutuhkan suatu common market tetapi
kerjasama lebih besar dari anggota Common Economic Space (CES) serta
common development strategy. Strategi ini tidak hanya tergantung pada Rusia
namun juga mempertimbangkan Belarus’s Five-Year Development Plans dan
Kazakhstan’s Industrialization Programme.

Berdasarkan data WTO, terdapat 200 kelompok kawasan dengan tingkat


integrasi ekonomi berbeda-beda. Proyek integrasi yang dipandang berhasil
adalah European Union (EU), North American Free Trade Agreement (NAFTA),
the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), the Southern Common
Market (Mercosur) dan the Andean Community of Nations. Perbandingan
kelompok-kelompok kawasan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

173
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

Tabel 7.1.
Major Regional Alliances in the Global Economy

Share of Share of Global Mutual Population,


Global GDP (by Exports, million
Exports, Purchasing % people
% Power Parity), %

ASEAN (1967) 6.0 4.0 25.0 591


NAFTA (1988) 21.0 24.0 51.0 445
Mercosur (1991) 1.8 4.0 14.0 273
Andean Community 0.6 1.0 8.0 111
of Nations (1969)
EU-27, without 38.0 21.0 68.0 499
Croatia (Eurozone-
12) (1957)
Customs Union 3.0 3.0 12.5 167
(2007)
Sumber : Sergei Glazyev, “Russia and the Eurasian Union”, dalam Piotr Dutkiewicz and
Richard Sakwa (Eds), Eurasian Integration - The View From Within, Routledge, Oxford,
2015, p. 91.

174
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

Perkembangan rencana Trans-Pacific Partnership (TPP)9 dan US-EU


Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP)10 pada awalnya akan
juga mempengaruhi perkembangan Eurasian Economic Union. Kemunculan
zona perdagangan bebas baru ini akan merekonfigurasi global economic space
beberapa tahun ke depan. Hal ini akan menjadi tantangan bagi eksportir CES
terhadap super blok tersebut. Kesepakatan zona perdagangan bebas UE-AS
juga akan memberikan hambatan serius bagi tujuan mewujudkan zona

9
Trans-Pacific Partnership (TPP) adalah trade agreement yang disepakati tanggal 5 Oktober
2015 antara 12 negara di Asia Pasifik - tidak termasuk China. Proposal akhir ditandatangani
tanggal 4 Februari 2016 di Auckland, Selandia Baru, setelah proses negosiasi 7 tahun. Saat
ini dalam proses ratifikasi sebelum dinyatakan berlaku. Perjanjian ini meliputi 30 chapters
yang bertujuan untuk "promote economic growth; support the creation and retention of
jobs; enhance innovation, productivity and competitiveness; raise living standards; reduce
poverty in the signatories' countries; and promote transparency, good governance, and
enhanced labor and environmental protections”. TPP merupakan perluasan dari Trans-
Pacific Strategic Economic Partnership Agreement (TPSEP atau P4) yang ditandatangani
Brunei, Chile, Selandia Baru, dan Singapura tahun 2005. Pada tahun 2008, Australia, Kanada,
Jepang, Malaysia, Mexico, Peru, Amerika Serikat, dan Vietnam, bergabung dalam negosiasi
hingga menjadi 12 negara. Bagi Pemerintah AS, TPP awalnya merupakan ”companion
agreement” terhadap Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP), perjanjian
perdagangan antara AS dengan UE. Namun sejal terpilihnya Donald J. Trump sebagai
Presiden AS dan dilantik tanggal 20 Januari 2017, dengan US Presidential Memorandum
tertanggal 23 Januari 2017, AS secara resmi keluar dari negosiasi dan perjanjian TPP.
Memorandum Presiden AS tersebut dapat diunduh pada
https://www.whitehouse.gov/the-press-office/2017/01/23/presidential-memorandum-
regarding-withdrawal-united-states-trans-pacific.Diakses tanggal 12 Februari 2017.
10
Tangga 12 Februari 2013, Presiden AS Barack Obama dalam State of the Union
menyampaikan inisiatif Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP). Hari
berikutnya, Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso mengumumkan bahwa proses
negosiasi TTIP akan dimulai. TTIP adalah trade agreement antara Uni Eropa dengan Amerika
Serikat, dengan tujuan mempromosikan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi
multilateral. Pemerintah AS memandang TTIP merupakan ”companion agreement” dengan
Trans-Pacific Partnership (TPP). TTIP dengan 24 chapters masih dalam proses negosiasi yang
meliputi : market access, regulatory cooperation, rules, and institutional / modes of
cooperation. AS dan UE bersama-sama mewakili 60% dari global GDP serta 33%
perdagangan barang dan 42% perdagangan jasa di dunia. Perdagangan bebas keduanya
akan merupakan perjanjian perdagangan bebas kawasan yang terbesar dalam sejarah yang
meliputi 46% GDP dunia.

175
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

perdagangan bebas UE-Rusia. Hal ini juga akan berdampak terhadap perluasan
integrasi ekonomi pasca Soviet. Perkembangan baru dengan keluarnya AS dari
negosiasi dan perjanjian TPP tersebut semakin membuka peluang bagi Rusia
guna memanfaatkan peluang yang ada guna menjalin konektivitas ke kawasan
Asia pada umumnya.

Interdependensi ekonomi di Asia Timur11 berkembang dari jaringan


produksi kawasan yang berpusat pada Jepang yang disebut banyak pihak
sebagai “de facto economic integration”, dan kemudian kebangkitan ekonomi
China yang menyebabkan konflik kawasan yang berskala besar akan sangat
merugikan banyak pihak. Keputusan AS untuk mengimplementasikan
“strategic turn” ke arah Asia Pasifik yang merupakan salah satu tujuan
kebijakan luar negeri AS yang penting, yang oleh mantan Menteri Luar Negeri
AS Hillary Clinton dalam artikelnya tahun 2011, “America’s Pacific Century”12 –
menjadikan kawasan ini proyek baru yang dikenal dengan Trans-Pacific
Partnership (TPP).13

Kebijakan ini juga dikenal sebagai US “pivot” to Asia.14 Latar belakang ini
juga yang menyebabkan Rusia mengambil langkah atau sikap lebih pro aktif

11
Asia Timur dalam artikel ini merujuk pada kawasan yang terdiri dari Brunei Darussalam,
Kamboja, China, dan Far Eastern Region Rusia seperti Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar,
Korea Utara, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Thailand dan Vietnam. Konteks Asia Timur
ini dipandang dalam perspektif akademisi Rusia. Lihat Ekaterina Koldunova,”Russia’s
Involvement in Regional Cooperation in East Asia : Opportunities and Limitations of
Constructyive Engagement”. Asian Survey. Vol. 56. Number 3, p. 532.
12
Hillary Clinton, “America’s Pacific Century”, Foreign Policy (November 2011),
<http://foreignpolicy.com/2011/10/11/americas-pacific-century.
13
Dapat diunduh pada https://csis-prod.s3.amazonaws.com/s3fs-
public/legacy_files/files/publication/120413_gf_glaser.pdf. Diakses tanggal 8 November
2016.
14
Pada bulan November 2011, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton
menjelaskan kepada publik ”US pivot to Asia” pada era Presiden Barack Obama. Mengingat
banyaknya kritik terhadap terminologi ”pivot” Pemerintah AS menyatakan kebijakannya
adalah upaya untuk “rebalance” strategi AS ke Asia. Walaupun AS telah memusatkan

176
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

terhadap institusi regional. Dalam satu dekade terakhir, Rusia lebih


mendasarkan pada ikatan bilateral di kawasan, terutama dengan China. Rusia
sebelumnya lebih bersifat low profile dalam kerjasama multilateral di Asia
Timur. Keanggotaan Rusia pada APEC dimulai sejak 1998. Namun, Rusia
menjadi lebih aktif menjadi bagian yang terintegrasi dari seluruh jaringan
institusi kawasan mulai sejak tahun 2005 dan menjadi tuan rumah APEC
Summit tahun 2012 di Vladivostok setelah terjadinya krisis ekonomi global
2008-2009 dan kepentingan kerjasama regional bagi Rusia memperoleh
bentuk yang lebih jelas.

Inisiatif Rusia untuk menjadi tuan rumah APEC tahun 2012, agenda Rusia
dalam mitra dialog ASEAN dan inisiatif Russia - ASEAN Summit tahun 2016
serta proyek kawasan dalam bidang energi, infrastruktur menunjukkan
contoh-contoh jelas kontribusi terkini Rusia terhadap kerjasama multilateral di
Asia Timur. Sementara sanksi Barat terhadap Rusia setelah krisis Ukraina
tahun 2014 memperkuat upaya keterlibatan Rusia untuk lebih dekat dengan
Asia Timur.

TPP mungkin tidak menjadi ancaman serius bagi Rusia dalam jangka
menengah, namun dalam jangka panjang, upaya promosi integrasi ekonomi di
kawasan Asia Pasifik tanpa Rusia, seperti halnya TPP akan berdampak
terhadap kepentingan Rusia di kawasan. Jika China bergabung dengan TPP

perhatiannya pada kawasan Asia Pasifik sebelumnya, kebijakan ini menekankan pada
pergeseran kebijakan luar negeri AS yang menyebutkan abad ke-21 akan menjadi
”America’s Pacific Century”. Apa yang disebut sebagai “rebalancing strategy” ini akan
meningkatkan investasi AS di kawasan Asia Pasifik melalui saluran diplomatik, ekonomi dan
strategis, dimana pada saat yang sama mendukung pengembangan keamanan kawasan
yang lebih berkelanjutan dan arsitektur ekonomi untuk mempromosikan stabilitas dam
kesejahteraan di kawasan. Dapat diunduh padahttps://csis-prod.s3.amazonaws.com/s3fs-
public/publication/140428_Conley_TransatlanticPolicyAsiaPacific_Web.pdf.Diakses
tanggal 8 November 2016.

177
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

misalnya, hal ini akan menyebabkan Rusia menjadi lebih tidak menarik bagi
mitra-mitra Asia sebagai partner ekonomi dan politik. Hal ini tentunya akan
juga menjadi pertimbangan bagi Rusia dalam memperkuat posisi Rusia dalam
perdagangan internasional dan ekonomi global, termasuk memperluas
kerjasamanya dengan kawasan lain, seperti Asia Tenggara15 pada masa yang
akan datang.

Perkembangan posisi Rusia dalam kerjasama kawasan Asia Timur masih


memiliki banyak tantangan yang serius. Faktor domestik Rusia akan sangat
menentukan terkait upaya meningkatkan hubungan ekonomi Rusia ke arah
timur. Setidaknya fokus integrasi ekonomi di kawasan Siberia dan kawasan
Rusia lainnya di arah yang disebut ”Far East” Rusia masih perlu dikembangkan
guna memiliki tingkat yang sama dengan negara Asia Timur lainnya, khususnya
China dan Jepang serta Korea Selatan. Kemudian Rusia juga harus
menyelesaikan masalah krusial lainnya untuk mengatasi persepsi bahwa Rusia
secara geografis adalah bagian dari Asia Timur, namun secara ekonomi dan
politik masih dipandang merupakan ”external player” di kawasan.

Krisis di Ukraina tahun 2014 telah menyebabkan dijatuhkannya sanksi


Barat terhadap Rusia dan menjadikan Rusia berorientasi ke arah Asia Timur.
China kemungkinan besar masih merupakan arah kunci dari reorientasi ini dan
aspek hubungan di bidang energi menjadi fokus utamanya. Pertanyaannya
adalah sampai sejauh mana reorientasi ke arah Asia Timur ini akan melibatkan
organisasi kerjasama regional. Proyek integrasi Eurasia akan tetap menjadi
prioritas utama dalam kerjasama regional. Namun demikian, tingkat

15
Dalam ASEAN Summit di Sochi tahun 2016, Rusia telah mengusulkan ide kemitraan
ekonomi antara ASEAN, Shanghai Cooperation Organozation (SCO) dan Eurasian Economic
Union. Inisiatif lain yang terkini adalah adalah Eastern Economic Forum, pertemuan tahunan
kalangan bisnis dari Rusia dan negara-negara Asia Timur, yang dimulai di Vladivostok sejak
tahun 2015 yang bertujuan menarik lebih banyak perhatian ke kawasan Rusia dari kalangan
bisnis Asia Timur.

178
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

kesesuaian antara Eurasian Economic Union dan proses integrasi regional Asia
Timur masih belum jelas, dimana Free Trade Area (FTA) antara Eurasian
Economic Union dan Viet Nam masih satu-satunya implementasi dari bidang ini.

Pertanyaan lainnya adalah apakah Rusia dan China akan mampu


melakukan koordinasi tindakannya dalam institusi regional di Asia Timur,
dimana dalam dekade terakhir China memainkan peran yang lebih proaktif
daripada Rusia. Melihat kontradiksi AS - China dan hubungan Rusia saat ini
dengan Barat, China kemungkinan akan mendorong Rusia untuk mengimbangi
AS di Asia Timur, dimana situasi ini dengan sangat hati-hati akan dihindari
Rusia. Setidaknya China tidak ingin pesaing lain dalam hubungannya dengan
negara-negara di kawasan tersebut. China tidak ingin melakukan koordinasi
tindakannya di Asia Timur dengan negara ketiga. Tahun 2013 China memulai
inisiatif makro regionalnya, One Belt, One Road (OBOR),16 yang bertujuan
menciptakan kondisi ekonomi yang menguntungkan bagi China di Asia Tengah
dan Asia Tenggara dan berpotensi menjadikan upaya Rusia di dalam kerjasama
Asia Timur berada pada posisi pinggiran.

Sebagaimana kesepakatan perdagangan bebas pada umumnya, kerja


sama dengan EAEU juga mengundang berbagai peluang dan tantangan bagi
Indonesia. EAEU sejatinya adalah peluang bagi menguatkan dan memperluas
dan hubungan ekonomi Indonesia dengan negara-negara yang belum tergarap

16
Silk Road Economic Belt dan the 21st-century Maritime Silk Road, juga dikenal sebagai The
Belt and Road (B&R), atau One Belt, One Road (OBOR) atau the Belt and Road Initiative
sebagai suatu kerangka dan strategi pembangunan, yang diusulkan oleh Presiden China Xi
Jinping yang memusatkan pada konektivitas dan kerjasama, khususnya negara-negara di
antara RRT dan kawasan Eurasia, yang terdiri atas dua komponen utama, "Silk Road
Economic Belt" dan "Maritime Silk Road". Strategi ini menekankan upaya China mengambil
peran lebih besar dalam urusan-urusan global, dan kepentingan untuk prioritas kerjasama
di bidang seperti steel manufacturing. Inisiatif ini disampaikan pada bulan September dan
Oktober 2013.

179
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

secara optimal. Indonesia dapat memanfaatkan Rusia sebagai pintu masuk ke


negara EAEU untuk meningkatkan ekspor, investasi dan pariwisata. Komoditas
utama ekspor Indonesia ke Rusia dapat memasuki pasar negara anggota EAEU
lainnya (hasil laut, teh, kopi dan karet) dengan penurunan tarif yang signifikan.
BUMN Indonesia berkesempatan untuk membidik peluang kerja sama di
bidang industri kereta api, perbankan (syariah), dan telekomunikasi. Lebih jauh
lagi, EAEU dapat menyeimbangkan hubungan baik perdagangan dan politik
antara Indonesia dengan major global player seperti Amerika, China dan Uni
Eropa.

Selain pada dimensi ekonomi, pembukaan hubungan kerjasama dengan


EAEU juga dapat menjadi platform dari people-to-people contact antara
Indonesia dengan negara-negara di kawasan Eurasia. Dengan dibukanya kerja
sama antar dua kawasan, maka peluang kerja sama dan kemitraan di bidang
lainnya akan ikut berkembang, seperti kerja sama pendidikan, pengembangan
sains dan teknologi, olahraga, kesehatan, media, serta capacity building. Pintu
ini akan ikut mendorong pembangunan yang menyeluruh, dan memberikan
masyarakat dari kedua kawasan tersebut akan akses konektivitas yang efektif,
terutama untuk mendukung kemajuan komunitas bisnis-bisnis lokal yang
terpencil. Hal ini tentu saja harus juga diantisipasi dengan kebijakan domestik
yang sesuai dan tetap melindungi masyarakat lokal.

3. KESIMPULAN

Integrasi Eurasian Economic Union masih konsisten dengan norma


internasional secara umum dalam asosiasi ekonomi kawasan. Meskipun dalam
perspektif Cold War kemunculan Eurasian Economic Union juga dikritisi oleh
Amerika Serikat sebagai penciptaan kembali versi baru dari Union of Soviet

180
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

Socialist Republics (USSR) dalam bentuk integrasi ekonomi. Latar belakang


historis, tradisi budaya dan kepentingan geopolitik, masih menempatkan Rusia
sebagai “natural centre” dari proses integrasi Eurasian Economic Union.
Eurasian integration project akan mungkin diwujudkan jika Rusia menjadi
“point of attraction” dan menjadi model dari “effective governance”. Keuntungan
ekonomi bagi negara anggota Eurasian Economic Union akan terbatas apabila
tidak dilakukan reformasi struktural dan institusional yang diperlukan guna
mencapai tujuan yang diharapkan dari Eurasian Economic Union. Hal ini akan
sangat dipengaruhi oleh sejauh mana Rusia dengan ambisi geopolitiknya
menggunakan Eurasian Economic Union untuk kepentingannya dan sejauh
mana Rusia menggunakan kepemimpinannya dalam mendorong terwujudnya
reformasi di negara-negara anggota Eurasian Economic Union guna
mewujudkan integrasi ekonomi dan politik yang sesungguhnya. Hal tersebut
akan menuntut perubahan radikal dalam kebijakan ekonomi Rusia dan
mewujudkan suatu model yang atraktif terhadap pembangunan, kerjasama
internasional, kesejahteraan sosial dan migrasi serta perluasan Eurasian
Economic Union pada masa yang akan datang, termasuk upayanya bermitra
dengan entitas regional lainnya di kawasan seperti ASEAN.

Situasi keseluruhan pada tahun 1990-an mengindikasikan aktor regional


menyambut baik masuknya Rusia secara bertahap dalam institusi regional.
Setidaknya terdapat tiga alasan dalam konteks ini. Pertama, sejak periode
bipolar, saat Rusia masih merupakan bagian dari konstelasi kekuatan regional,
Rusia jelas tidak menunjukkan ekonomi yang kuat. Rusia yang lemah bukan
merupakan kompetitor bagi China atau Jepang, maupun kekuatan ekonomi
regional serta bagian dari institusi regional. Kedua, baik China dan Jepang
bahkan memperoleh manfaat dari strategi ini - akses lebih baik terhadap pasar
Rusia, akibat kerjasama yang lebih erat dalam kerangka APEC. Ketiga, dengan
mengundang Rusia dalam mitra dialog, ASEAN memperkuat dukungan
internasional terhadap posisinya di kawasan. Lebih lagi, sentralitas ASEAN

181
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

dalam jaringan institusi kawasan. Selain itu sentralitas ASEAN menjadi


penengah dalam jaringan institusi kawasan dan menjadi dasar keterlibatan
Rusia dalam struktur regional.

Secara domestik Rusia diharapkan menaruh perhatian lebih besar pada


proses multilateral, daripada kemitraan bilateral Rusia yang dilakukan selama
ini. Keterlibatan Rusia dalam kerjasama kawasan menghadapi beberapa
keterbatasan dan tantangan, yang berasal dari tindakan Rusia yang tidak
konsisten dalam organisasi regional dan konstelasi yang kompleks dari
kekuatan yang berkembang di Asia Timur dalam dua dekade terakhir ini.
Hubungan yang mengalami setback dengan Barat, telah mendorong interaksi
dengan China tampak menjadi aspek kunci dari arah Rusia ke Timur,
meninggalkan proses multilateral sebagai opsi kedua.

Selain itu, Rusia juga berbeda dengan regional players lainnya. Rusia
bukan merupakan bagian dari production networks yang menjadi fondasi dari
regionalisme Asia Timur dan de facto integration. Rusia juga bukan merupakan
bagian dari konflik politik keamanan yang serius dengan negara di kawasan.
Rusia mendukung agenda modernisasi, yang dipandang penting bagi negara di
Asia Timur, dan siap mengusulkan inisiatif ekonomi yang menyediakan
kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Namun demikian, untuk
mengimplementasikan inisiatif regionalnya dan menjadi visible player di
institusi multilateral regional, Rusia harus mengatasi keterbatasan domestik
dan internasionalnya. Alienasi dari Barat saat ini dan semakin tumbuhnya
ketergantungan terhadap China mungkin pada akhirnya akan mendorong Rusia
untuk lebih aktif mencari jalan yang lebih baik dalam upaya mewujudkan misi
tersebut.

EAEU tidak hanya menawarkan harapan dan peluang, namun juga


tantangan. Integrasi Rusia dengan anggota Eurasian Economic Union seperti

182
Leonard F. Hutabarat Rusia dan Integrasi Eurasia

Armenia, Belarus, Kazakhstan dan Kyrgyzstan belum memberikan dampak


yang nyata. Dalam beberapa tahun ke depan Rusia juga masih akan dihadapkan
dengan beberapa persoalan kebijakan luar negeri dan stagnansi ekonomi. Di
sisi Indonesia, potensi ekonomi yang besar ke kawasan Asia Tenggara,
termasuk Indonesia, belum didukung sepenuhnya oleh kalangan usaha Rusia
yang selama ini masih berorientasi Barat. Selain itu, masuknya Vietnam dalam
perdagangan bebas EAEU juga dapat semakin menekan ekspor Indonesia ke
kawasan tersebut.

Di tengah negosiasi dan intensi Indonesia untuk bergabung dengan


berbagai blok perdagangan seperti Regional Comprehensive Economic
Partnership (RCEP), EU CEPA, EFTA CEPA penjajakan kerja sama dengan EAEU
dapat menjadi penyeimbang bagi kepentingan ekonomi Indonesia di semua
kawasan. Namun demikian, keikutsertaan Indonesia dalam EAEU memerlukan
berbagai langkah komprehensif untuk memastikan kesiapan Indonesia, baik
dalam memastikan penyelarasan berbagai peraturan dan kesiapan seluruh
pemangku kepentingan.

*****

DAFTAR PUSTAKA

Conley, Heather A., James Mina and Phuong Nguyen. 2016. A Rebalanced
Transatlantic Policy toward the Asia-Pacific Region. Washington, D.C. :
Center for Strategic and International Studies (CSIS).

Dragneva, Rilka and Katarryna Wolczuk (Eds). 2013. Eurasian Economic


Integration : Law, Policy and Politics. Cheltenham : Edward Elgar
Publishing Limited.

183
Rusia dan Integrasi Eurasia Leonard F. Hutabarat

Dutkiewicz, Piotr and Richard Sakwa (Eds). 2015. Eurasian Integration - The
View From Within. Oxford : Routledge.

Franklin, Daniel and John Andrews (Eds). 2012. Megachange : the World in
2050. London : The Economist and Profile Books Ltd.

Friedman, George. 2012. The Next Decade : Empire and Republic in A Changing
World. New York : Anchor Books.

Glazyev, Sergei. 2015. “Russia and the Eurasian Union”, dalam Piotr Dutkiewicz
and Richard Sakwa (Eds), Eurasian Integration - The View From Within.
Oxford : Routledge.

Kazantsev, Andrei A. 2015. “Eurasian Perspectives on Regionalism : Central


Asia and Beyond”, dalam Piotr Dutkiewicz and Richard Sakwa (Eds),
Eurasian Integration – The View from Within. Oxford :Routledge.

Khanna, Parag. 2016. Connectography : Mapping the Global Network Revolution.


London : Weidenfeld & Nicolson.

Kouldunova, Ekaterina. 2016. “Russia’s Involvement in Regional Cooperation in


East Asia : Opportunities and Limitations of Constructive Engagement”.
Asian Survey. Vol. 56. Number 3, pp. 532-554.

_______________ . 2015. “Russia as a Euro-Pacific Power : Dilemmas of Russian


Foreign Policy Decision-Making”. International Relations. Vol. 29 (3), pp.
378-394.

184

Anda mungkin juga menyukai