Anda di halaman 1dari 3

NAMA : FILLAH HANIA BAASILA

NIM : 2288180025

MATA KULIAH : SEJARAH INDONESIA DLDT

DOSEN PENGAMPU : EKO RIBAWATI, M.Pd

A. Hubungan Politik Luar Negeri


Politik luar negeri merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki oleh negara berdaulat,
begitu pula Indonesia. Pancasila dipilih karena kelima silanya berisi pedoman dan aturan bagi
pelaksanaan kehidupan berbangsa bernegara yang ideal dan mencakup segala aspek
kehidupan manusia. Berangkat dari situ, segala kegiatan politik harus sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila, termasuk kegiatan yang dijalankan oleh kelompok kepentingan dan partai-partai
politik . Selain landasan idiil dan konstitusional, pelaksanaan politik luar negeri RI juga
mempunyai landasan operasional yang selalu berubah menyesuaikan kepentingan nasional.
Pada masa Orde Lama, landasan operasional politik luar negeri RI adalah bebas aktif yang
intinya tidak ikut campur dalam urusan internal negara lain dan bersedia melakukan kerjasama
dengan semua negara di bidang ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Di samping itu Indonesia
juga meningkatkan partisipasi dalam menciptakan perdamaian dunia yang adil, abadi, dan
sejahtera. Mohammad Hatta dalam bukunya yang berjudul Dasar Politik Luar Negeri Politik
Indonesia menjelaskan, bahwa politik bebas aktif yang dianut Indonesia dicetuskan pertama kali
pada tahun 1948. Pada saat itu, Indonesia berusaha mempertahankan kemerdekaan yang
berusaha direbut oleh Belanda. Sementara itu, pada masa Kabinet Sukiman Politik Bebas Aktif
Indonesia diartikan sebagai politik luar negeri yang berdasar pada pancasila dengan
menghendaki terciptanya perdamaian dunia. Di tengah ketegangan antara blok barat dan blok
timur, Indonesia akan berusaha maksimal untuk mengurangi ketegangan antara kedua blok
tersebut dengan menggunakan segala kesempatan yang menurut pemerintah dapat digunakan
sebagai pelaksana perdamaian. Di tengah keterpurukan itu, bekas tentara Belanda yang ingin
menggulingkan Pemerintahan Indonesia membentuk APRA yang diimpin oleh Kapten
Westerling dengan niat merebut kekuasaan di Bandung. Selain itu, muncullah gerakan–gerakan
bersenjata lain seperti gerakan Andi Aziz di Makassar, Darul Islam, dan lain–lain yang
mewarnai kekacaun dalam negeri Indonesia. Faktor geografis Indonesia yang terletak di antara
dua benua dan dua samudera menjadikan Indonesia sebagai daerah lalu lintas dunia. Faktor
yang kedua yakni politik bebas-aktif yang dilakukan indonesia berdasarkan geopolitik. Indonesia
yang merupakan salah satu kawasan Asia, masuk dalam negara-negara yang menjadi sorotan
dunia pada tahun 1950-an karena banyak negara-negara Asia pada saat itu merdeka. Ketiga,
politik bebas-aktif yang dilakukan indonesia adalah berdasarkan perkembangan politik. Pada
masa Susilo Bambang Yudhoyono, karakteristik yang dilakukan politik bebas-aktif adalah
demokrasi yang diutamakan sebagai alasan pelaksanaan politik luar negeri. Tak seorangpun
pengikut Natsir didalam Masyumi atau pimpinan PSI masuk ke dalam Kabinet Sukiman, dengan
demikian kelompok- kelompok yang sangat bersimpati kepada pemimpin tentara pusat
ditempatkan di luar kabinet. Tidak masuknya Sultan Hamengku Buwono IX dalam suatu kabinet
yang untuk pertama kalinya sejak tahun 1946 telah melemahkan hubungan tentara-kabinet.
Tokoh radikal yang bukan anggota sebuah partai, Muhammad Yamin menjadi Menteri
Kehakiman di dalam kabinet baru tersebut. Pada saat itu terdapat sekitar 17.000 orang
tahanan, sebagian besar belum mendapat tuntutan dari majelis hukum yang telah ditahan oleh
pihak tentara sejak tahun 1949 karena terlibat dalam kelompok- kelompok pemberontak atau
penjahat. Pada awal bulan Juni, Muhammad Yamin membebaskan 950 orang tahanan,
termasuk beberapa kaum kiri yang terkemuka. Pihak tentara segera menangkap mereka
kembali kecuali mereka yang berhasil menyembunyikan diri. Kabinet Sukiman menjadi paling
terkenal karena dengan dilakukannya satu-satunya usaha yang serius pada masa itu untuk
menumpas PKI. Kaum komunis menjadi marah dengan bersedianya PNI bergabung
dalam satu koalisi dengan Masyumi, karena strategi mereka tergantung pada kedua partai itu
yang menginginkan kedua partai itu terus bertikai. Pemerintah memutuskan bahwa PKI-lah
yang bersalah, suatu tuduhan yang diingkari oleh kepemimpinan Aidit tetapi sia-sia. Tidak jelas
berapa banyak orang yang ditangkap pada waktu itu, tetapi pada akhir bulan Oktober
pemerintah menyebutkan jumlah 15.000 orang. Dari peristiwa itu para pemimpin PKI
menyimpulkan bahwa politisi Jkarta tidak akan membiarkan mereka memainkan politik atas
dasar yang sama dengan partai partai yang lainnya. Oleh karena itu, mereka memilih suatu
basis massa yang bebas yang begitu besar sehingga partai tersebut tidak dapat diabaikan
ataupun lumpuh karena penangkapan terhadap para pemimpinnya, sementara pada waktu
yang sama bekerja paling tidak untuk netralis «front persatuan nasional» dan slogan-slogan
nasionalis lebih diutamakan daripada tuntutan-tuntutan kelas. Untuk menenangkan sekutu-
sekutu yang potensial, partai tersebut mengikuti peranan yang kurang bersifat militan dengan
memberi tahu OBSI pada bulan Maret 1952 bahwa melakukan pemogokan untuk menuntut
upah yang lebih tinggi adalah «sektarisme» yang mengancam strategi front persatuan nasional.
Di Sulawesi Selatan diselenggarakan perundingan-perundingan yang sulit mengenai
pengurangan jumlah dan penggabungan satuan- satuan tentara yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Kahar Muzakar , seorang komandan Republik yang terkemuka dalam Revolusi. Pada
bulan Juli 1950 Kahar mengumpulkan sekitar 20.000 orang prajurit yang menolak untuk
didemobilisasikan. Pada bulan Januari 1952 Kahar menghubungi Kartosuwirjo dan secara
resmi menjadikan pemberontakannya sebagai bagian dari gerakan Darul Islam yang masih
tetap belum mereda di Jawa Barat.

B. Bidang Ekonomi pada Masa Pemerintahan Kabinet Sukiman

24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia


sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. Pada 15 Januari 1952 diadakan penandatanganan
Mutual Security Act Nasionalisasi De Java Bank. Desakan nasionalisasi De Javasche Bank
sebenarnya sudah diamini oleh Pemerintah Indonesia sejak Indonesia berdiri. Menteri
Keuangan saat itu, Jusuf Wibisono mengumumkan dalam suatu wawancara pers niatan
pemerintah untuk menasionalisasi De Javasche Bank dalam waktu singkat. Parlemen
menyetujui gagasan Menkeu saat itu, lalu pemerintah membentuk Panitia Nasionalisasi De
Javasche Bank yang terdiri dari pejabat Kemenkeu, antara lain Soetikno Slamet , Moh. Dalam
proses nasionalisasi De Javasche Bank, berdasarkan tafsiran atas Pasal 19 Persetujuan
Ekonomi-Keuangan KMB, tidak perlu lagi dengan persetujuan pihak Belanda. Langkah konkrit
panitia nasionalisasi adalah membeli saham-saham bank yang pada saat itu diperdagangkan
dalam Bursa Efek di Amsterdam. Pembelian saham juga termasuk aset-aset De Javasche Bank
yaitu gedung, barang inventaris, dan persediaan emas yang ditaksir sebesar 1 Miliar. Dan pada
15 Desember 1951, pemerintah mengumumkan nasionalisasi De Javasche Bank lewat
UU. Nomor 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank N. Telah disahkannya
undang-undang mengenai nasionalisai DJB menandakan telah resminya DJB sebagai bank
milik pemerintah, bukan lagi kepemilikan swasta. Langkah berikut dari pemerintah adalah
merancang undang-undang baru tentang bank sentral. Rencana undang-undang Pokok Bank
Indonesia kemudian disampaikan Pemerintah kepada parlemen pada bulan September 1952.
11 Tahun 1953 tentang Undang-Undang Pokok Bank Indonesia dinyatakan berlaku pada 1 Juli
1953, dan setiap 1 Juli diperingati sebagai hari lahirnya Bank Indonesia. Dengan lahirnya Bank
Indonesia, ditandakan sebagai simbol kedaulatan Indonesia di bidang ekonomi dan moneter.

Anda mungkin juga menyukai