Anda di halaman 1dari 16

TEKNIK HEMODIALISA

Disusun oleh :

1. TRINI SITI S (108117069)


2. SINDY FAJRINA (108117070)
3. IVAN DWI P (108117072)
4. INTAN APRIANA P (108117073)
5. RIZKY FACHRIAN R (108117074)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TINGKAT II B


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur kelompok ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya kelompok dapat menyelesaikan tugas Makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari Makalah ini ialah: “TEKNIK HEMODIALISA”. Tidak lupa kelompok
mengucapkan terima kasih pada dosen pembimbing atas bimbingan dan arahannya kolompok
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kelompok menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu kelompok berharap agar dosen pembimbing memberikan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah dikemudian hari.
Atas perhatian dan kerjasamanya kolompok mengucapkan terima kasih.

Cilacap, 22 September 2020

Penulis

2
3
DAFTAR ISI

JUDUL..............................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................3
BAB 1...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...............................................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.................................................................................................................................6
BAB III............................................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................................14
A. KESIMPULAN....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal (renal replacement
circulation) bagi penderita penyakit gagal ginjal. Hemodialisis dikenal secara awam oleh
masyarakat dengan istilah cuci darah. Hemodialisis sendiri berasal dari bahasa Yunani,
yaitu hemo artinya darah, dan “dialisis” artinya pemisahan zat-zat terlarut atau limbah
hasil metabolisme tubuh, jadi hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari zat-zat
terlarut atau limbah hasil metabolisme tubuh, melalui proses penyaringan dengan
membran semipermeable diluar tubuh (Thomas, 2002).
Pasien gagal ginjal yang harus menjalani terapi hemodialisis akan melakukan
pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis sebagai
indikator kapan harus dilakukan hemodialisis serta dapat pula menjadi indikator
keberhasilan hemodialisis itu sendiri (Thomas, 2002).
Teknik atau cara pengambilan sampel darah untuk post hemodialisis yang sering
dilakukan dibanyak rumah sakit, diambil begitu proses hemodialisis selesai. Pengambilan
sampel darah yang dilakukan segera setelah proses hemodialisis biasanya akan
didapatkan hasil kadar ureum dan kreatinin yang dibawah nilai normal. Diperlukan
penundaan pengambilan sampel darah untuk memperoleh nilai kadar ureum dan kreatinin
yang sebenarnya karena darah yang telah melalui proses hemodialisis memerlukan waktu
penyesuaian didalam tubuh selama 30 – 60 menit setelah proses hemodialisis (Daugirdas,
dkk., 2007).
Teknik dialysis ginjal disesuaikan dengan jenis terapi pengganti ginjal yang
digunakan. hemodialisa membutuhkan akses vaskular, seperti A-V fistula, AV graft,
atau Central Venous Catheter (CVC)  Sedangkan peritoneal dialisis membutuhkan akses
kateter yang dimasukkan ke rongga perut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hemodialisis?
2. Bagaimana Teknik dan Proses Pemasangan Hemodialisis?

5
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa pengertian Hemodialisis.
2. Untuk mengetahui Teknik dan Proses Pemasangan Hemodialisis.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau
filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun
secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini dilakukan
dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring
semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saar toksin atau zat
beracun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau
menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari, 2011).
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain
melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012).
B. Teknik dan Proses Pemasangan
Teknik dialisis ginjal disesuaikan dengan jenis terapi pengganti ginjal yang
digunakan. hemodialisa membutuhkan akses vaskular, seperti A-V fistula, AV graft,
atau Central Venous Catheter (CVC)  Sedangkan peritoneal dialisis membutuhkan akses
kateter yang dimasukkan ke rongga perut.
1. Persiapan Pasien
Pada peritoneal dialisis, pasien perlu dipersiapkan pemasangan kateter peritoneal dialisis
dengan langkah sebagai berikut:
a) Menentukan tipe kateter yang tepat dan lokasi pemasangan keluar.
b) Persiapan usus sehari sebelum tindakan, yaitu: 2 L polyethylene glycol solution,
enema.
c) Membilas bagian perut/dada dengan sabun chlorhexidine sehari sebelum
tindakan.
d) Menghilangkan rambut di area pemasangan.

7
e) Mengosongkan kandung kemih sebelum tindakan.
f) Profilaksis antibiotik dosis tunggal sebelum tindakan terutama yang mencakup
anti staphylococcus.
Pada hemodialisa, pasien akan dipersiapkan sebagai berikut :
a) Pasien akan diukur berat badan, tekanan darah, nadi, suhu, dan kemudian akses
vaskular dipastikan bersih dan didesinfeksi.
b) Kemudian dua jarum dimasukkan ke dalam akses vaskular, dan difiksasi. Tiap
jarum tersambung dengan selang plastik yang terhubung ke dialiser.
c) Pada saat hemodialisa berlangsung, pasien dapat mengalami mual dan kram otot
perut.
d) Selama hemodialisa berlangsung, pasien akan dipantau ketat seperti tekanan darah
dan detak jantung.
e) Setelah hemodialisa selesai, jarum dilepaskan dari akses vaskular dan diberikan
penahan ke tempat bekas tusukan jarum agar tidak perdarahan. Berat badan pasien
akan diukur ulang pascahemodialisa.
2. Peralatan
Berikut ini adalah beberapa peralatan hemodialisa dan peritoneal dialisis:
a) Peralatan Peritoneal Dialisis :
1) Cairan dialisat: Cairan dialisat yang digunakan terdiri dari tiga macam
cairan dengan konsentrasi berbeda yaitu kadar dextrose5%, 2,5% dan
4,25% dalam kantong plastik 2 liter.
2) Set transfer.
3) Kateter peritoneal dialisis yang tersedia dalam beberapa bentuk
(lurus, pigtail-curled, swan neck) , ukuran, dan jumlah cuff Dacron untuk
mencapai kedalaman dan fiksasi yang optimal. Pemasangan kateter
peritoneal dialisis sebaiknya dipakai setelah 10-14 hari untuk menunggu
perbaikan pada area yang dipasang kateter.
4) Konektor.
5) Cycler : diperlukan pada automated peritoneal dialysis.
b) Alat Hemodialisa
Alat hemodialisa dibagi menjadi dialiser, cairan dialisat, dan akses vaskuler.

8
1) Alat Dialiser
Alat dialiser merupakan suatu alat berupa tabung yang terdiri dari
kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dipisahkan oleh
membran semi permeabel.
Dialiser hollow-fiber (serat kapiler) merupakan desain yang paling
efektif sehingga memungkinkan proses dialisis dengan efisiensi tinggi dan
resistansi yang rendah.
Ada tiga bahan dasar membran dialiser yaitu selulosa, selulosa
modifikasi, dan selulosa sintetik. Saat ini, banyak membran dialisis terbuat
dari bahan sintetik, seperti polyacrylonitrile, polysulfone, polyamide, dan
lain-lain. Perbedaan utama dari bahan-bahan ini adalah efek
biokompatibilitas, besar klirens, dan daya filtrasinya. Biokompatibilitas
adalah kemampuan membran untuk aktivasi kaskade komplemen (respon
inflamasi). Bahan selulosa sintetik mempunyai biokompatibilitas yang
lebih baik.
2) Cairan Dialisat
Salah satu komponen penting dalam hemodialisa adalah komposisi dan
perpindahan dialisat. Susunan cairan dialisat mengandung elektrolit
dengan kadar mirip pada plasma darah normal.

Tabel 1. Komposisi Cairan Dialisat pada Hemodialisa dan Peritoneal Dialisis

Komposisi Hemodialisa (mEq/L) Dialisis Peritoneal (mEq/L)


Na 136-140 132
Cl 99-110 96
K 0-4 0-10
Ca 2.5 3.5
Mg 0.5-1 0.5
Asetat 2.5-5 -
Bikarbonat 27-39 -

9
Laktat - 40
Glukosa 200 mg/dL 1500-4250 mg/dL
Sumber: Journal of Anaesthesiology Clinical Pharmacology, 2012.

3) Akses Vaskuler
Untuk melakukan hemodialisa, perlu dipersiapkan akses vaskuler
untuk dihubungkan dengan dialiser, dialisat dan mesin hemodialisa. Akses
vaskuler terdiri atas : AV fistula sebagai pilihan pertama, AV graft sebagai
pilihan kedua, tunneled venous catheter sebagai pilihan ketiga, dan non
tunneled temporary catheter.
3. Posisi Pasien
Posisi pasien saat melakukan dialisis dibedakan dari tipe dialisisnya,yaitu peritoneal
dialisis dan hemodialisa,
a) Peritoneal Dialisis
Dalam pemasangan kateter peritoneal dialisis, pasien diposisikan dalam posisi
supinasi. Kedalaman lokasi cuff ditentukan dari batas atas coil kateter dengan
batas atas simfisis pubis, kemudian ditandai dengan batas atas cuff terdalam pada
paramedian, 3 cm lateral dari garis midline. Lokasi di mid-rectus abdominis lebih
baik digunakan untuk pemasangan kateter peritoneal dialisis. Selama melakukan
posisi CAPD, pasien dapat melakukan aktifitas membaca, berbicara, menonton
TV atau posisi tidur.
b) Hemodialisa
Selama hemodialisa, pasien dapat duduk/berbaring. Pada pasien tertentu dapat
beraktifitas membaca atau menonton TV selama prosedur. Umumnya pengerjaan
hemodialisa ini dikerjakan di pusat hemodialisa.
4. Prosedur
Prosedur dialisis ginjal disesuaikan dengan tipe dialysis : peritoneal dialisis dan
hemodialisa.
a) Peritoneal Dialisis
Peritoneal dialisis sendiri terdiri dari 2 macam yaitu: continuous
ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) dan automated peritoneal dialysis (APD).

10
Perbedaan dari kedua tipe peritoneal dialisis adalah jadwal dialisis dan teknik
pengerjaan memakai mesin atau tangan. Pada CAPD dilakukan 3-5 kali per hari, 7
hari/minggu dengan setiap kali cairan dialisis dalam kavum peritoneum (dwell-
time) lebih dari 4 jam.
Pada peritoneal dialisis, set transfer akan dihubungkan dengan kantong
drainase, kantong cairan dialisis, dan kateter peritoneal dialisis yang sudah
tertanam di perut.
Berikut langkah-langkah pengerjaan peritoneal dialisis, yaitu:
1) mempersiapkan kebutuhan yang dipakai, mencuci tangan, dan memakai
masker hidung-mulut ketika akan menghubungkan kateter ke set transfer
untuk mencegah infeksi.
2) Menghubungkan set transfer dimana set ini berfungsi untuk
menghubungkan kateter ke kantong cairan dialisis dan di ujungnya
terdapat penutup yang aman untuk terhindar dari infeksi. Penghubung
yang ada penutup ini dapat menghubungkan beberapa tipe set transfer.
Namun pada umumnya banyak dipakai tipe set transfer berbentuk huruf Y.
Salah satu cabang konektor Y dihubungkan ke kantong drainase dan satu
cabangnya lagi dihubungkan ke kantong cairan dialysis.
3) Hangatkan kantong cairan dialisis ke temperatur suhu sebelum dipakai.
Penghangatan kantong cairan dialisis tidak boleh
menggunakan microwave. Gantungkan kantong cairan dialisis ke atas dan
hubungkan ke selang. Hilangkan udara pada selang dan kunci selang yang
menuju ke kantong drainase.
4) Pada APD, terdapat mesin yang disebut cycler untuk mengisi dan
mengalirkan ke perut. Jumlah cairan dialisis yang berbeda dapat diatur.
Setiap sore, mesin di set untuk pertukaran selama 3-5 kali sehingga
diperlukan cairan 3-5 kantong untuk penggunaan setiap kali pertukaran.
Mesin cycler juga terdapat selang khusus yang menghubungkan kantong
cairan dialisis untuk pertukaran terakhir di malam hari. Selama sehari-hari,
kita dapat mengatur cycler untuk melepaskan klem dan mengeluarkan
cairan dari perut ke jalur drainase, menghangatkan cairan dialisis sebelum

11
masuk kedalam tubuh, melepaskan klem supaya cairan yang sesuai suhu
tubuh dapat masuk ke perut. Pengukur cairan pada cycler akan mengukur
dan merekam jumlah cairan yang dibuang.
Beberapa cycler membandingkan jumlah cairan yang masuk dan keluar
sehingga dapat mengetahui kecukupan cairan yang keluar dari tubuh
b) Hemodialisa
Hemodialisa terbagi menjadi hemodialisa konvensional, hemofiltrasi, dan
hemodialfiltrasi. Hemodialisa konvensional merupakan gabungan dari proses
difusi dan ultrafiltrasi. Proses dialisis memerlukan cairan dialisat yang mengalir
dengan arah berlawanan terhadap darah sehingga mempertahankan kecepatan
difusi yang optimal. Berbeda dengan hemodialisa konvensional, hemofiltrasi
memakai prinsip konveksi dengan tekanan hidrostatik dan membran high flux.
Sedangkan hemodiafiltrasi menggabungkan manfaat dari hemodialisa dan
hemofiltrasi.
Secara umum, teknik hemodialisa adalah dua jarum tipis dimasukkan ke AVF/AV
graft dan difiksasi, 1 jarum akan menarik perlahan-lahan darah dan mentransfer
ke dialiser/mesin dialisis. Mesin dialisis terdiri atas membran yang bekerja
sebagai filter dan cairan khusus yang disebut dialisat. Membran akan memfiltrasi
produk yang tidak digunakan dari darah dan melewati cairan dialisat. Cairan
dialisat yang telah dipakai akan dipompa keluar ke dialiser, darah yang telah
difiltrasi akan dipompa kembali ke dalam tubuh. Setelah proses hemodialisa
selesai, jarum akan dilepaskan dan ditutup plester untuk mencegah perdarahan.
Pengaturan dialisis setelah menghubungkan akses vena ke mesin dialisis
adalah mengatur flow rate cairan dialisis, konsentrasi bikarbonat dan elektrolit,
dan suhu. Umumnya, flow rate cairan adalah 500 mL/min. Ketika flow rate darah
tinggi (>800 mL/mnt), flow rate cairan dapat dinaikkan hingga 800 mL/mnt. flow
rate cairan dialisis yang optimal adalah 1,5 hingga 2 kali dari flow rate darah.
Pada pasien dewasa yang menggunakan flow rate darah menggunakan 400
mL/mnt, klirens dialisat umumnya sekitar 230 ± 30 mL/menit dan suhu dialisat
umumnya sekitar 34,5 - 36,5 derajat Celsius. Perhitungan klirens dialiser
dari flow rate darah dan waktu dialisis dapat menggambarkan total volume darah

12
yang membuang urea. Berdasarkan European Best Practice Group tahun 2002,
merekomendasikan waktu dialisis minimum 4 jam. Beberapa bukti
menganjurkan rate cairan yang ditarik <12 mL/Kg/jam mempunyai
angka survival lebih tinggi.
Tindakan hemodialisa memerlukan antikoagulan untuk mencegah bekuan
darah di sirkuit ekstrakorporeal yang dapat diakibatkan oleh berbagai faktor.
Antikoagulan yang umum dipakai adalah unfractionated heparin (UFH). Namun,
tidak ditemukan adanya perbedaan yang jelas pada adekuasi hemodialisa
memakai UFH dan low molecular weight heparin (LMWH).
Cara pemberian heparin :
1) Heparin bolus dosis 50 unit/kg, dosis ini dikurangi pada pasien dengan
uremikum berat.
2) Tunggu 3-5 menit agar heparin tersebar merata.
3) Mulai infus heparin dengan kecepatan 10-20 unit/kg/jam.
4) Hentikan infus heparin 1 jam sebelum terminasi dialysis.

Sedangkan pada pasien risiko perdarahan, pilihan yang dapat dipakai adalah
dialisis bebas heparin (heparin free). Caranya adalah :

1) Heparin tidak diberikan saat priming.


2) Kecepatan aliran darah (Qb) dibuat setinggi mungkin.
3) Berikan bolus cairan normal salin 100-250 ml setiap 15-30 menit ke jalur
arteri.
4) Untuk mencegah overload, penarikan cairan ditambahkan dengan
sejumlah normal salin yang diberikan.
5) Monitorin ketat alarm tekanan arteri dan vena untuk mendeteksi adanya
bekuan.
5. Follow Up
Pasien dialisis ginjal biasanya akan di periksa darah dan tes urin. Dialisis ginjal pada
pasien oliguria, manifestasi perbaikan dari fungsi ginjal berupa peningkatan urin output.
Tetapi manifestasi ini tidak terlihat pada pasien nonoliguria. Perbaikan fungsi ginjal juga
dapat dinilai melalui pengukuran kreatinin klirens. Selama melakukan dialisis ginjal,

13
pemantauan berat badan sebelum dan sesudah melakukan dialisis ginjal juga perlu
diperhatikan.
a) Peritoneal Dialisis
Pada peritoneal dialisis, perlu memantau pasien supaya tidak
terjadi overload cairan dan hipertensi/hipotensi. Bila volume ultrafiltration < 400
ml pada peritoneal equilibration test (PET), maka terjadi overload cairan. Kadar
elektrolit, gula darah, dan kateter peritoneal perlu dipantau.
b) Hemodialisa
Sebelum dialisis, pasien perlu diperhatikan: berat badan, tekanan darah,
suhu, dan akses vaskular.
Saat melakukan dialisis, tekanan darah perlu diukur tiap 30-60 menit. Selama
hemodialisa dapat terjadi komplikasi seperti hipotensi dan reaksi anafilaktik. Bila
terjadi hipotensi maka diberikan 100 ml Nacl 0,9%, menurunkan flow rate darah,
dan mencari sumber penyebab hipotensi.
Pemantauan reaksi anafilaksis sangat penting. Bila terjadi reaksi
anafilaktik perlu dibedakan menjadi tipe A dan tipe B. Reaksi anafilaksis A
umumnya terjadi setelah 30 menit lebih tindakan hemodialisa. Bila terjadi reaksi
anafilaksis A, segera berikan epinefrin, steroid, atau antihistamin intravena
kemudian hentikan hemodialisa. Sedangkan, reaksi anafilaksis B umumnya terjadi
saat 20 menit hemodialisa dimulai dan hanya memerlukan penanganan suportif.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

14
Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk
memisahkan darah dari zat-zat sisa / racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah
melalui membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke
cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh sesuai
dengan arti dari hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan.
Teknik dialisis ginjal disesuaikan dengan jenis terapi pengganti ginjal yang
digunakan. hemodialisa membutuhkan akses vaskular, seperti A-V fistula, AV graft,
atau Central Venous Catheter (CVC)  Sedangkan peritoneal dialisis membutuhkan akses
kateter yang dimasukkan ke rongga perut.

DAFTAR PUSTAKA

15
https://www.alomedika.com/tindakan-medis/nefrologi/dialisis-ginjal/teknik
https://www.academia.edu/35618684/HEMODIALISA_docx

16

Anda mungkin juga menyukai