Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Keperawatan Abdurrab Vol 2 No 1 Juli 2018

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP


PASIEN TB PARU DI RUMAH SAKIT KHUSUS PARU
LUBUK ALUNG SUMATERA BARAT

Melti Suriya
STIKes Alifah Padang, Jln. Khatib Sulaiman no 52B
Email: melti_s85@yahoo.com
Abstrak

Kualitas hidup merupakan persepsi seseorang terhadap standar dan harapan hidup, kualitas hidup buruk
sering dialami oleh penyakit kronis khususnya TB Paru. Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera Barat merupakan
Rumah Sakit dengan jumlah kunjungan penderita TB paru terbanyak tahun 2016 yaitu 1016 orang. Tujuan
penelitian untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien TB Paru di Rumah
Sakit Khusus Paru Lubuk Alung Sumatera Barat. Jenis penelitian adalah analitik dengan desain cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB Paru yang berobat di Rumah Sakit Khusus Paru Lubuk
Alung Sumatera Barat. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada tanggal 21 Juni - 21 Juli 2017. Data
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Teknik pengambilan sampel simple random block sampling dengan
sampel 96 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji Chi-Square. Hasil penelitian menemukan
bahwa lebih dari separoh (63,5%) pengobatan lanjutan, lebih dari separoh (66,7%) tidak mendapat dukungan
keluarga, lebih dari separoh (57,3%) mengalami depresi, lebih dari separoh (62,5%) kualitas hidup pasien TB
buruk. Ada hubungan lama pengobatan dengan kualitas hidup pasien TB paru nilai p value 0,000 (p<0,05). Ada
hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien TB paru nilai p value 0,000 (p<0,05). Ada hubungan
depresi dengan kualitas hidup pasien TB paru di Rumah Sakit Khusus paru Sumatera Barat Lubuk Alung nilai p
value (p<0,05). Lama pengobatan, dukungan keluarga dan depresi mempengaruhi kualitas hidup pasien TB. Untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien TB perlunya dukungan dari keluarga, pengobatan yang sesuai aturan dan
menghindari depresi pada pasien TB sehingga pasien TB akan memperoleh kesehatan yang optimal baik fisik
maupun psikologis. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan faktor lain
yang mempengaruhi kualitas hidup pasien TB. Quality of life is a person's perception and expectations of living
standards, poor quality of life is often experienced by chronic diseases, especially pulmonary TB. Special Hospital
Pulmonary Hospital West Sumatra is the number of visits pulmonary tuberculosis patients most in 2016 is 1016
people. The aim of research to determine the factors associated with pulmonary TB Patient Quality of Life in Lung
Special Hospital West Sumatra Lubuk Alung. This type of research is analytic with cross sectional design. The
population in this study were all pulmonary TB patients who seek treatment at Special Hospital Pulmonary West
Sumatra. Data research collection was performed on 21 June to 21 July 2017 data was collected using a
questionnaire. The sampling technique is simple random block sampling with a sample of 96 peolpe. Data was
analyzed by univariate and bivariate with Chi-Square test. The study found that more than half (63.5%) continued
treatment, more than half (66.7%) did not receive the support of the family, more than half (57.3%) experienced
depression, more than half (62.5% ) quality of life of poor TB patients. There is a long-standing relationship with
the treatment of pulmonary tuberculosis patients' life quality p value of 0.000 (p <0.05). There is a relationship of
family support and quality of life of patients with pulmonary TB p value of 0.000 (p <0.05). There is a relationship
of depression with quality of life of patients with pulmonary tuberculosis in the lungs Special Hospital West Sumatra
Lubuk Alung p value (p <0.05). Duration of treatment, family support and depression affect the quality of life of
patients with TB. To improve the quality of life of TB patients need the support of family, treatment according to the
rules and avoid depression in patients with TB so that TB patients will receive optimal health both physically and
psychologically. It is expected that further research can continue this research with other factors that affect the
quality of life of patients with TB.
Kata kunci : Lama Pengobatan, Dukungan Keluarga, Depresi, Kualitas hidup
Keywords: Old Medicine, Family Support, Depression, Quality of life

29
Jurnal Keperawatan Abdurrab Vol 2 No 1 Juli 2018

PENDAHULUAN sehingga posisi Sumatera Barat tidak


masuk ke dalam 20 besar.
TB paru adalah penyakit menular Penderita TB Paru yang berada
yang disebabkan oleh kuman TB pada usia produktif (15-50 tahun) yaitu
(Mycrobacterium tuberculosis). TB paru berkisar 75%. Seorang pasien TB paru
adalah penyakit yang dapat menular dewasa diperkirakan akan kehilangan
melalui udara (airbone disease) rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan
(Ardiansyah, 2012). sehingga berakibat pada kehilangan
Berdasarkan Global Report pendapatan rumah tangga yaitu berkisar
WHO 2013 terdapat 236.026 kasus TB 20-30%. Jika seseorang meninggal
dan setiap tahunnya terdapat 197.000 akibat tuberkulosis, maka dia akan
kasus baru TB menular (BTA positif). kehilangan pendapatannya sekitar 15
Padahal setiap penderita TB BTA positif tahun. Selain merugikan secara
yang tidak segera diobati dapat menular ekonomis, TB paru juga memberikan
kepada 10-15 orang pertahun. dampak buruk lainnya, yaitu dikucilkan
Disamping tingginya penularan, masyarakat (stigma) (WHO, 2012).
penyakit TB juga menyebabkan Kualitas hidup didefinisikan
tingginya angka kematian yaitu 175 sebagai persepsi individu mengenai
orang setiap hari atau 64.000 orang posisi mereka dalam konteks budaya dan
setiap tahun (WHO, 2013). sistem nilai dimana mereka hidup dalam
Indonesia sekarang sudah berada kaitannya dengan tujuan, harapan,
pada rangking kelima negara dengan standar dan perhatian mereka.
beban TB tertinggi di dunia yang mana (Nursalam, 2013). Peningkatan kualitas
sebelumnya berada pada rangking tiga. hidup adalah hal penting sebagai tujuan
Jumlah kematian akibat TB pengobatan dan merupakan kunci untuk
Diperkirakan 61.000 kematian per kesembuhan penderita TB paru.
tahunnya (Menkes RI, 2013). Penurunan Sejumlah orang dapat hidup lebih lama,
kasus TB terjadi dikarenakan program namun dengan membawa beban
pengendalian TB terutama DOTS penyakit menahun atau kecacatan,
berjalan dengan baik sehigga terjadinya sehingga kualitas hidup menjadi
penurunan penderita TB. perhatian pelayanan kesehatan
Prevalensi penduduk Indonesia (Yunikawati, 2013).
yang didiagnosis TB paru oleh tenaga Menurut Ratnasari (2012)
kesehatan tahun 2013 adalah 0,4%. menyatakan fenomena di masyarakat
Provinsi dengan TB paru tertinggi sekarang ini adalah masih adanya
adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6), anggota keluarga yang takut apalagi
DKI Jakarta (0,6%). Gorontalo (0,5%). berdekatan dengan seseorang yang
Banten (0,4%) dan Papua Barat (0,4%). disangka menderita tuberkulosis paru,
Dimana Provinsi Sumatera barat sehingga muncul sikap berhati-hati
didiagnosis TB paru sebanyak 0,2 % secara berlebihan, misalnya
yang berada di urutan ke-18 dan target mengasingkan penderita, tidak mau
pencapaian MDGs yaitu 70,0% mengajak berbicara, kalau dekat dengan
(Riskesdas, 2013). Dari data tersebut penderita akan segera menutup hidup
Sumatera Barat berada di urutan ke-18 dan sebagainya. Penderita akan tertekan
masih diperlukan usaha untuk dan merasa dikucilkan, sehingga dapat
mengurangi angka penderita TB berdampak pada kondisi psikologisnya

30
Jurnal Keperawatan Abdurrab Vol 2 No 1 Juli 2018

dan akhirnya akan mempengaruhi seperti kesehatan, keuangan, keamanan,


keberhasilan pengobatan, keluhan keadaan lingkungan, dukungan keluarga
psikologis ini akan mempengaruhi dan lingkungan sekitar. Menurut Unalan,
kualitas hidupnya. et al (2008). lama pengobatan juga dapat
Kualitas hidup terdiri dari mempengaruhi kualitas hidup pasien
beberapa dimensi yaitu dimensi fisik tuberkulosis. Proses pengobatan
seperti aktivitas sehari-hari, tuberkulosis membutuhkan waktu
ketergantungan obat-obatan dan bantuan minimal 6 bulan (Depkes RI, 2008).
medis, energi dan kelelahan, mobilitas, Menurut Stuart dan Sundeen
sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan (1995) dalam Tamher (2009) bahwa
istirahat, serta kapasitas kerja, dimensi dukungan dari keluarga merupakan
hubungan sosial mencakup relasi unsur terpenting dalam membantu
personal, dukungan sosial, aktivitas individu menyelesaikan masalah.
sosial, dimensi psikologis mencakup Adanya dukungan keluarga akan
bodily dan appearance, perasaan meningkatkan rasa percaya diri dan
negative, perasaan positif, self- esteem, motivasi untuk menghadapi masalah.
berfikir, belajar, memori dan Keluarga adalah pendukung
konsentrasi, dimensi lingkungan utama yang memberikan perawatan
mencakup sumber finansial, freedom, langsung pada setiap keadaan sehat-sakit
physical safety dan security, perawatan anggota keluarganya. Dalam
kesehatan dan social care, lingkungan memberikan dukungan terhadap salah
rumah, kesempatan untuk mendapatkan satu anggota keluarga yang menderita
berbagai informasi baru dan suatu penyakit, dukungan dari seluruh
keterampilan, partisipasi dan kesempatan anggota keluarga sangat penting dalam
untuk melakukan rekreasi atau kegiatan proses penyembuhan dan pemulihan
yang menyenangkan (WHO (1996) penderita (Friedman, 2010). Dukungan
dalam Nursalam (2013). emosional dukungan diberikan berupa
Menurut Darmanto (2007) kepedulian keluarga terhadap anggota
adanya masalah pada fisik, mental keluarga yang mengalami penyakit
(emosional), dan sosial akibat penyakit kronik khususnya penyakit TB.
atau gangguan kesehatan dapat Dukungan penghargaan, yang terjadi
mengakibatkan penurunan kualitas lewat pujian positif untuk kepatuhan
hidup. Brazier pada tahun 1996 (dalam minum obat, dukungan instrumental
afiyah 2010) melakukan studi di inggris berupa menemani anggota keluarga yang
beberapa faktor mempengaruhi kualitas sakit untuk berobat dan dukungan
hidup dan didapatkan hasil sebagai informasi pada penderita TB yaitu
berikut seseorang dengan penyakit keluarga mengetahui apa saja informasi
kronik akan mempunyai kualitas hidup kesehatan yang terkait dengan Penyakit
yang lebih buruk, seseorang dengan usia yang diderita oleh anggota keluarga
65-67 tahun mempunyai kualitas hidup khususnya TB paru.
yang buruk, wanita yang mempunyai Rumah Sakit Khusus Paru Lubuk
masalah depresi dan cemas lebih tinggi Alung merupakan rumah sakit khusus
cenderung mempunyai kualitas hidup untuk penyakit paru-paru. Kunjungan
yang buruk. kasus penyakit paru di poliklinik untuk
Menurut Nazir (2006) faktor lain kasus paru sebanyak 16.351. Kunjungan
yang mempengaruhi kualitas hidup penderita TB BTA (+) baru dari 17

31
Jurnal Keperawatan Abdurrab Vol 2 No 1 Juli 2018

kabupaten/kota terbanyak adalah dari 6 orang (60%) diantaranya mengatakan


Kabupaten Padang Pariaman sebanyak selama sakit sulit dalam melakukan
289 jiwa, disusul Kabupaten Pasaman aktifitas dikarenakan penyakit TB yang
Barat sebanyak 163 jiwa, dan diurutan diderita. Selain itu klien merasa lemah,
ketiga Kabupaten Pesisir Selatan sehingga tidak dapat bekerja untuk
sebanyak 128 jiwa (Profil RS Khusus menafkahi keluarganya. klien merasa
Paru Lubuk Alung 2015). malu untuk berkomunikasi dengan
Berdasarkan data tahun 2013 lingkungan sekitar, dikarenakan penyakit
pengidap BTA (+) sebanyak 1177 orang, yang diderita dapat menular ke orang
pada tahun 2014 pengidap BTA (+) lain. Selain itu 2 orang (20%)
yaitu 919 orang dimana telah terjadi mengalami gangguan mental dan
penurunan penderita TB dikarenakan emosional seperti merasa murung, sedih,
program DOTS yang telah dijalankan takut, cemas kalau penyakit yang
pemerintah berjalan dengan baik dan diderita tidak dapat disembuhkan.
pada tahun 2016 pengidap BTA (+) Sebanyak 2 orang (20%) mengatakan
terjadi peningkatan yaitu 1016 orang. bahwa selama sakit keluarga selalu
(Laporan Tahunan RS Khusus Paru mengantarkan klien untuk pergi berobat
Lubuk Alung 2015). khususnya ke Rumah Sakit Khusus Paru
Hasil Penelitian yang dilakukan dan keluarga juga mengingatkan untuk
oleh Nita Ratnasari (2012) dengan judul selalu minum obat dan berobat. Dari 10
hubungan dukungan sosial dengan orang penderita TB paru yang
kualitas hidup pasien TB di BP4 diwawancarai, sebanyak 4 orang (40%)
Yogyakarta Unit minggiran menyatakan menjalani pengobatan tahap intensif (1-
bahwa 68% penderita TB mempunyai 2) bulan dan 6 orang (60%) menjalani
kualitas hidup baik, 30% penderita pengobatan tahap lanjutan (3-6) bulan.
mempunyai kualitas hidup sedang dan Berdasarkan latar belakang
2% penderita TB mempunyai kualitas diatas, maka peneliti tertarik melakukan
hidup jelek. Kualitas hidup penderita TB penelitian tentang Faktor-faktor yang
akan semakin baik jika orang-orang berhubungan dengan kualitas hidup
disekitar memberikan dukungan, pasien TB paru.
semangat dan motivasi untuk
kesembuhannya. METODE PENELITIAN
Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Putri (2015) didapatkan Penelitian ini dilakukan untuk
kualitas hidup baik 23,8%, buruk 76,2%, mengetahui faktor-faktor yang
maka kualitas hidup seseorang penderita berhubungan dengan kualitas hidup
TB akan berdampak terhadap pasien TB paru di Rumah Sakit Khusus
keberhasilan pengobatan yang dilakukan Paru Lubuk Alung Sumatera Barat
oleh penderita TB. Semakin baik Penelitian ini menggunakan metode
kualitas hidup seorang penderita TB, analitik dengan pendekatan cross
maka akan semakin baik pula kesehatan sectional study. Jumlah Sampel
yang akan diterima oleh penderita TB. sebanyak 96 orang dan teknik
Hasil Survei awal yang dilakukan pengambilan sampel dengan simple
pada tanggal 1 Februari 2017 di Rumah Random Blok Sampling.
Sakit Khusus Paru Lubuk Alung
Sumatera Barat terhadap 10 orang pasien

32
Jurnal Keperawatan Abdurrab Vol 2 No 1 Juli 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN tuntas hal ini dikarenakan kuman TB


dapat aktif kembali apabila terjadinya
Tabel 1.1Distribusi Frekuensi Lama
putus obat dan penderita harus
Pengobatan Pasien TB Paru di Rumah
mengulang kembali pengobatan dari
Sakit Khusus Paru Sumatera Barat Lubuk
awal. Selain itu pengobatan yang tidak
Alung
cocok dapat menimbulkan efek samping
pada penderita TB seperti, tidak nafsu
No Lama frekuensi % makan, mual, sakit perut dll. Sehingga
Pengobatan pengobatan kadang dihentikan dan pasien
1 Intensif (1-2 35 36,5 TB tidak mau untuk melanjutkan
bulan) pengobatan kembali. Oleh karena itu
2 Lanjutan (3-4 61 63,5 penderita TB harus waspada jika terdapat
bulan) efek samping terhadap OAT yang
Total 96 100,0 diminum.
Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat
diketahui bahwa dari 96 orang responden Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi Dukungan
terdapat lebih dari separoh (63,5%) Keluarga Pasien TB Paru di Rumah Sakit
dengan lama pengobatan lanjutan. Khusus Paru Sumatera Barat Lubuk
Lama pengobatan yang dilakukan Alung
penderita TB ada 2 tahap yaitu tahap
Intensif (1-2 bulan) dan tahap lanjutan (3- No Dukungan frekuensi %
6 bulan). Pada tahap intensif pasien Keluarga
mendapat obat setiap hari dan perlu 1 Mendukung 32 33,3
diawasi secara langsung untuk mencegah
2 Tidak 64 66,7
terjadi resistensi obat. Sedangkan tahap
mendukung
lanjutan pasien diberikan obat lebih
sedikit namun dalam jangka waktu yang Total 96 100,0
relatif lama (Menkes RI,2011) Berdasarkan tabel 1.2 diatas dapat
Tujuan pengobatan pada penderita diketahui bahwa dari 96 orang responden
TB paru, selain untuk mengobati juga terdapat lebih dari separoh (66,7%) tidak
untuk mencegah kematian, kekambuhan mendapat dukungan keluarga. Hasil
dan resistensi kuman terhadap OAT penelitian ini berbeda dengan penelitian
(Obat Anti Tuberkulosis) ,serta yang dilakukan oleh Putri di bbkbm Kota
memutuskan mata rantai penularan Makassar didapatkan hasil (44,4%)
(Ardiansyah, 2012). Lamanya dukungan keluarga yang kurang. Oleh
pengobatan pasien TB Paru bergantung sebab itu, keluarga selalu memberikan
kepada kepatuhan dan kedisiplinan dalam semangat, dukungan dan motivasi untuk
minum obat OAT. Selama proses keluarga yang menderita TB Paru, karena
menjalani terapi obat OAT penderita TB keluarga merupakan orang yang
Paru mengalami perubahan bentuk fisik memberikan pengaruh besar terhadap
menjadi lebih kurus dan tampak pucat, kesembuhan dan pemulihan pasien TB,
badan lemah dan kemampuan fisik pun sehingga penderita tidak akan merasa
menurun (Sulistiyawati, 2012). sendiri dalam menghadapi penyakit yang
Menurut asumsi peneliti bahwa dideritanya.
lamanya pengobatan yang dilakukan oleh Keluarga adalah pendukung
penderita TB harus dilakukan sampai utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan sehat-sakit

33
Jurnal Keperawatan Abdurrab Vol 2 No 1 Juli 2018

anggota keluarganya. Dalam memberikan Tabel 1.3 Distribusi Frekuensi Depresi


dukungan terhadap salah satu anggota Pasien TB Paru di Rumah Sakit Khusus
keluarga yang menderita suatu penyakit, Paru Lubuk Alung Sumatera Barat
dukungan dari seluruh anggota keluarga
sangat penting dalam proses No Depresi frekuensi %
penyembuhan dan pemulihan penderita 1 Tidak 41 42,7
(Friedman 2010). depresi
Menurut asumsi peneliti 2 Depresi 55 57,3
dukungan keluarga penting untuk Total 96 100,0
memotivasi pasien dalam menjalani Berdasarkan tabel 1.3 diatas dapat
pengobatan sehingga klien tidak merasa diketahui bahwa dari 96 orang responden
sendiri dalam menjalani pengobatan terdapat lebih dari separoh (57,3%)
yang dilakukan. Karena keluarga mengalami depresi.
merupakan orang yang memberikan Hasil penelitian ini hampir sama dengan
pengaruh yang besar dalam kesembuhan penelitian yang dilakukan oleh Noerachmi
pasien TB paru. Selain itu dukungan (2014) di Universitas Hasanuddin tentang
sangat penting diberikan pada penderita derajad depresi pada pasien TB didapatkan
TB karena dapat menumbuhkan hasil (64,4%) mengalami depresi. Depresi
semangat hidup dan meningkatnya dialami penderita TB akan memperburuk
semangat hidup akan meningkatnya keadaan penderita TB dan akan berdampak
kesehatan pasien TB. Hal ini dapat dilihat pula terhadap kesehatan yang akan di terima
dari kuesioner setelah dilakukan pelitian oleh penderita TB, maka sebaiknya depresi
dari pertanyaan dukungan keluarga harus dihindari oleh seseorang yang
dimana didapatkan responden banyak menderita penyakit kronis khusus nya
menjawab kadang-kadang bahkan tidak penyakit TB dengan adanya dukungan dari
pernah (35,0%) untuk mengingatkan orang-orang sekitar karena akan membuat
minum obat dan menjawab kadang- seseorang merasa di pedulikan.
kadang (36,1%) menemani melakukan Menurut asumsi peneliti depresi
pengambilan obat di rumah sakit. dapat ditimbulkan karena lamanya
pengobatan yang dilakukan oleh penderita
TB, selain itu stigma yang ada dimasyarakat
mengenai penyakit TB yang sangat mudah
menular, Maka hal tersebut dapat
memperburuk keadaan penderita TB karena
mereka merasa tidak diterima dimasyarakat
seperti dikucilkan dan membuat penderita
TB depresi. Hal ini dapat dilihat dari
kuesioner (57,0%) kadang-kadang pasien
TB merasa sendiri dan (54,1%) pasien TB
merasa sangat takut.

34
Jurnal Keperawatan Abdurrab Vol 2 No 1 Juli 2018

Tabel 1.4 Distribusi Frekuensi Kualitas menyebabkan penderita kurang beristirahat.


Hidup Pasien TB Paru di Rumah Sakit Hal ini dapat dilihat dari kuesioner (43,12%)
Khusus Paru Sumatera Barat Lubuk Alung tidak puas kemampuan yang tunjukan dalam
aktivitas sehari-hari dan (41,0%) tidak puas
No Kualitas frekuensi % dengan tidur. Kurangnya istirahat pada
hidup penderita TB akan membuat sistem imun
1 Buruk 60 62,5 pada tubuhnya menjadi lemah maka kuman
2 Baik 36 37,5 TB akan semakin memperburuk keadaan
Total 96 100,0 penderita TB. Hal ini dapat disimpulkan
Berdasarkan tabel 1.4 diatas dapat perlunya ditingkatkan kualitas hidup
diketahui bahwa dari 96 orang responden penderita TB agar memperoleh kesehatan yg
terdapat lebih dari separoh (62,5%) optimal.
mengalami kualitas hidup buruk.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan Tabel 1.5 Hubungan Lama Pengobatan
penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dengan Kualitas Hidup Pasien TB Paru di
(2014) mengenai hubungan dukungan sosial Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera Barat
dengan kualitas hidup pasien TB di Balai Lubuk Alung
Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi Jawa
Barat didapatkan hasil (75,0%) dengan Kualitas Hidup
kualitas hidup rendah. maka kualitas hidup Lama Jumlah
pengobatan baik buruk
seseorang penderita TB akan berdampak P
terhadap keberhasilan pengobatan yang f % f % f % value
dilakukan oleh penderita TB. Semakin baik Intensif 27 77,1 8 22,9 35 100 0,000
kualitas hidup seorang penderita TB, maka Lanjutan 9 14,8 52 85,2 61 100
akan semakin baik pula kesehatan yang akan
Jumlah 36 37,5 60 62,5 96 100
diterima oleh penderita TB.
Kualitas hidup didefinisikan sebagai Berdasarkan tabel 1.5 dapat dilihat
persepsi individu mengenai posisi mereka bahwa dari 60 pasien TB Paru yang
dalam konteks budaya dan sistem nilai memiliki kualitas hidup yang buruk banyak
dimana mereka hidup dalam kaitannya ditemukan pada pasien TB dengan lama
dengan tujuan, harapan, standar dan pengobatan lanjutan (85,2%) dibandingkan
perhatian mereka. Defenisi mencerminkan dengan pasien TB yang lama pengobatan
pandangan bahwa kualitas hidup mengacu intensif (22,9%). Dari hasil uji statistik Chi-
pada evaluasi subjektif yang tertanam Square didapatkan nilai p sebesar 0,000
dalam konteks budaya, sosial, dan (p<0,05), dengan demikian dapat diketahui
lingkungan (Nursalam, 2013). bahwa ada hubungan yang signifikan lama
Menurut asumsi peneliti kualitas hidup pengobatan dengan kualitas hidup pasien TB
penderita TB rendah dikarenakan oleh Paru di Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera
penyakit TB yang diderita akan Barat Lubuk Alung
mempengaruhi kondisi fisik seseorang Pada penelitian ini ditemukan
seperti kelelahan dan dampak dari penyakit (22,9%) kualitas hidup yang buruk pada
TB tersebut akan membuat seseorang tidak pengobatan intensif. Hal ini kemungkinan
mampu melakukan aktivitas seperti biasa dikarenakan faktor pengobatan intensif
seperti bekerja. Selain itu akibat penyakit dilakukan selama 1-2 bulan dengan
TB yang diderita penderita TB tidak dapat meminum OAT setiap hari, maka pasien
beristirahat dengan puas karena batuk yang kadang-kadang merasa jenuh terhadap obat
terjadi terus menerus dimalam hari dan
35
Jurnal Keperawatan Abdurrab Vol 2 No 1 Juli 2018

yang diminum dan menghentikan keluarga dengan kualitas hidup pasien TB


pengobatan yang dilakukan, maka hal Paru di Rumah Sakit Khusus Paru Lubuk
tersebut dapat memperburuk kualitas hidup Alung Sumatera Barat.
penderita TB.
Berdasarkan berbagai penelitian, Pada penelitian ini ditemukan
terbukti bahwa paling banyak hanya 1/3 dari (25,0%) dukungan keluarga yang
penderita yang minum atau melakukan mendukung dengan kualitas hidup buruk.
pengobatan persis seperti yang dianjurkan. Hal ini kemungkinan dikarenakan faktor
Penelitian yang dilakukan oleh Sujayanto lama pengobatan yang dilakukan penderita
(2000), yang mengatakan pengobatan yang TB sehingga membuat penderita menjadi
tidak teratur bukan hanya tidak malas untuk melakukan pengobatan dan
menyembuhkan penderita namun juga akan mengakibatkan pengobatan terputus
menyebabkan kekebalan terhadap obat dan mengulang kembali pengobatan dari
(Asmariani, 2012). awal, selain itu sikap orang-orang disekitar
Menurut Asumsi peneliti lama seperti teman dan masyarakat yang
pengobatan yang dijalani oleh penderita TB mengucilkan penderita TB akan membuat
akan membuat pasien merasa jenuh karena kualitas hidup penderita TB menjadi
meminum obat yang banyak dan pengobatan buruk.
yang terputus akan mengulang kembali dari Hasil penelitian yang dilakukan oleh
awal. Hal tersebut akan mempengaruhi Putri (2013) tentang hubungan dukungan
kualitas hidup pasien TB belum lagi efek sosial (keluarga, masyarakat, dan teman)
samping yang ditimbulkan oleh penderita adanya hubungan bermakna antara
TB seperti mual, sakit perut dan tidak nafsu keluarga dengan kualitas hidup pasien TB.
makan. Menurut asumsi peneliti dukungan
keluarga dapat memotivasi pasien TB
Tabel 1.6 Hubungan Dukungan Keluarga dalam menjalani pengobatan yang rutin,
dengan Kualitas Hidup Pasien TB Paru di sehingga pasien akan merasa adanya
Rumah Sakit Khusus Paru Lubuk Alung kepedulian anggota keluarga terhadap
Sumatera Barat keluarga yang sakit. Selain itu dukungan
keluarga dapat menurunkan kecemasan
dan menghindari rasa putus asa, serta
Kualitas Hidup mengurangi rasa takut dari orang sekitar
Dukungan Jumlah
baik buruk yang mengucilkan penderita TB. Jadi
Keluarga
f % f % f % P pentingnya dukungan keluarga untuk
Mendukung 24 75,0 8 25,0 32 100 value
0,000
kesembuhan pasien TB karena dengan
Tidak
12 18,8 52 81,2 64 100 adanya dukungan dari keluarga akan
mendukung
Jumlah 36 37,5 60 62,5 96 100 meningkatkan kualitas hidup pasien TB,
Berdasarkan tabel 1.6 dapat dilihat sehingga dengan menigkatnya kualitas
bahwa dari 60 pasien TB Paru yang hidup pasien TB akan berdampak terhadap
memiliki kualitas hidup yang buruk banyak kesehatan yang akan diterima oleh
ditemukan pada dukungan keluarga yang penderita TB.
tidak mendukung (81,2%) dibandingkan
dengan dukungan keluarga yang mendukung
(25,0%). Dari hasil uji statistik Chi-Square
didapatkan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05),
dengan demikian dapat diketahui bahwa ada
hubungan yang signifikan dukungan

36
Jurnal Keperawatan Abdurrab Vol 2 No 1 Juli 2018

Tabel 1.7 Hubungan Depresi dengan Menurut asumsi peneliti depresi


Kualitas Hidup Pasien TB Paru di Rumah yang ditimbulkan dari sikap keluarga
Sakit Khusus Paru Lubuk Alung Sumatera yang tidak memberikan semangat kepada
Barat . pasien TB dalam menjalani pengobatan
dan membuat pasien merasa sendiri
Kualitas Hidup dalam menanggung penyakit yang
Jumlah
Depresi baik buruk dialami, hal tersebut akan memperburuk
f % f % f % P kualitas hidup pasien TB, selain itu
Tidak value depresi juga dapat ditimbulkan karena
32 78,0 9 22,0 41 100
depresi 0,000
rasa takut akan kesehatan yang semakin
Depresi 4 7,3 51 92,7 55 100 memburuk dari hari ke hari, serta
Jumlah 36 37,5 60 62,5 96 100
pengobatan yang dijalani terlalu lama
Berdasarkan tabel 1.7 dapat maka hal tersebut dapat mempengaruhi
dilihat bahwa dari 60 pasien TB Paru kualitas hidup pasien TB. Depresi dapat
yang memiliki kualitas hidup yang buruk dihindari apabila penderita TB mendapat
banyak ditemukan pada pasien TB dukungan dan selalu optimis akan
depresi (92,7%) dibandingkan dengan kesehatan dalam menjalani pengobatan
pasien TB yang tidak depresi (22,0%). yang bagitu lama.
Dari hasil uji statistik Chi-Square
didapatkan nilai p sebesar 0,000 SIMPULAN
(p<0,05), dengan demikian dapat Lebih dari separoh (63,5%) lama
diketahui bahwa ada hubungan yang pengobatan pasien TB Paru terdapat
signifikan antara depresi dengan kualitas pengobatan lanjutan. Lebih dari separoh
hidup pasien TB Paru di Rumah Sakit (66,7%) pasien TB Paru tidak mendapatkan
Khusus Paru Sumatera Barat Lubuk dukungan dari keluarga. Lebih dari separoh
Alung (57,3%) pasien TB Paru mengalami depresi.
Pada penelitian ini ditemukan Lebih dari separoh (62,5%) pasien TB Paru
pasien TB yang tidak depresi (22,0%) di Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera Barat
dengan kualitas hidup yang buruk. Hal kualitas hidupnya buruk. Terdapat hubungan
dikarenakan faktor obat-obatan yang lama pengobatan dengan kualitas hidup
diterima oleh penderita TB yang dapat pasien TB Paru di Rumah Sakit Khusus Paru
menimbulkan efek samping seperti mual Sumatera Barat. Terdapat hubungan
muntah terus menerus dan menyebabkan dukungan keluarga dengan kualitas hidup
badan klien menjadi kurus sehingga klien pasien TB Paru di Rumah Sakit Khusus Paru
mengalami kelemahan dan kondisi fisik Sumatera Barat. Terdapat hubungan depresi
yang semakin kurus akan membuat dengan kualitas hidup pasien TB Paru di
kualitas hidup klien buruk. Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera Barat.
Depresi adalah salah satu bentuk
UCAPAN TERIMA KASIH
gangguan jiwa pada alam perasaan
(afektif, mood) yang ditandai dengan Dalam menyelesaikan penelitian ini, peneliti
kemurungan, kesedihan kelesuan, telah mendapatkan bimbingan, masukan dan
kehilangan gairah hidup, tidak ada bantuan dari berbagai pihak sehingga pada
semangat, dan merasa tidak berdaya, kesempatan ini peneliti mengucapkan terima
perasaan bersalah atau berdosa, tidak kasih kepada : Rumah Sakit Khusus Paru
berguna dan putus asa (Yosep, 2009). Lubuk Alung Sumatera Barat yang telah
memberikan izin dalam proses penelitan.

37
Jurnal Keperawatan Abdurrab Vol 2 No 1 Juli 2018

DAFTAR PUSTAKA Putri, R.M. (2013). Hubungan Dukungan


social dengan kualitas hidup pasien
Ardiansyah. 2012. Medikal Bedah.
TB paru di BBKPM Kota Makassar.
Jogyakarta : DIVA press
Ejournal Kesehatan Masyarakat.
Afiyah, R.K (2010). Kualitas hidup
Putri, T. S. (2015). Kualitas Hidup pasien
perempuan yang mengalami
TB paru Berdasarkan Aspek
histerektomi serta faktor-faktor yang
Kepatuhan terhadap pengobatan di
mempengaruhinya di Wilayah DKI
Puskesmas Padasuka Kota Bandung.
Jakarta : Study Grounded Theory.
Jurnal Keperawatan Aisyiyah,
Thesis. FIK UI.
Volume 2(2), 62-63
Dion, dkk, 2013. Asuhan Keperawatan
Ratnasari, Y. N. (2012). Hubungan
Keluarga Konsep dan Praktik.
Dukungan Sosial dengan Kualitas
Yogyakarta : Nuha medika
Hidup Pada Penderita Tuberkulosis
Departemen Kesehatan, 2013. Laporan
Paru (TB Paru) Di Balai Pengobatan
Hasil Riset Kesehatan Dasar
Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta Unit
(Riskesdas) Indonesia, diakses pada 28
Minggiran. Jurnal Tuberkulosis
Februari 2016
Indonesia, Volume 8, (2),7-11
Dhuria, M., Sharma, N. and Ingle, G.K.
Saryono, 2010. Kumpulan Instrumen
(2008) Impact of Tuberculosis on the
penelitian kesehatan. Yogyakarta :
Quality of Life. Indian Journal of
Nulia Medika
Community Medicine, 33, 58-59.
Setyowati, 2008, Asuhan Keperawatan
Friedman, M. Marilyn. 2010. Buku Ajar
Keluarga konsep dan aplikasi kasus,
Keperawatan Keluarga Riset teori dan
Edisi Revisi, Yogyakarta: Mitra
praktek. Jakarta : EGC
Cendekia
Hastuti, Dkk.(2014) Hubungan Dukungan
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar
Sosial dengan Kualitas Hidup pada
Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:
penderita Tuberkulosis Paru di Balai
EGC.
Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi
Jawa Barat.
Lubis, N. L. (2009). Depresi : Tinjauan
Psikologis. Jakarta: Kencana
Mawaddah. 2013. Gambaran kualitas hidup
pasien tuberculosis paru yang
menjalani terapi Obat anti tuberculosis
di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(BKPM). Skripsi. Aceh: Syiah Kuala.
Nazir, K.A (2006). penilaian kualitas hidup
pasce bedah coroner yang menjalani
pasca bedah pintas rehabilitasi fase
III dengan menggunakan SF-36.
Jakarta: UI
Niven, N. 2012. Psikologi Kesehatan,
Jakarta: EGC
Nursalam, 2013. Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

38

Anda mungkin juga menyukai