Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHLUAN

I. KONSEP TEORI MENUA

1.1 Defiisi

Menua (aging) adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita.
Penuan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari ,
berjalan terus –menerus , dan berkesinambungan . Selanjutnya akan
menyebabkan perubahan anatomis, fisiologi, dan bio kimia pada tubuh
sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan.
Proses menua adalah suatu proses alam yang akan terjadi pada setiap
mahluk hidup . Menurut Laslett ( Sudirman, 2011 ) Menyatakan bahwa
semua mahluk hidup memiliki siklus kehidupan menuju tua yang diawali
dengan proses kelahiran, tumbuh menjadi dewasa , berkembang biak ,
menjadi tua, dan akhirnya tutup usia. Sedangkan usia lanjut adalah masa
yang tidak bisa dielakkan bagi bagi orang yang dikarunia panjang umur.
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua
merupakan proses normal yang dimulai sejak pembuahan dan berakhir
pada kematian. Sepanjang hidup tubuh berada pada keadaan dinamis, ada
pembangunan dan ada perusakan. Pada saat pertumbuhan, proses
pembangunan lebih banyak daripada proses perusakan. Setelah tumbuh
secara faali mencapai tingkat kedewasaan, proses perusakan secara
berangsur akan melebihi proses pembangunan. Inilah saatnya terjadi
proses menua atau aging (Nugroho, 2012).
1.2 Batasan Lanjut Usia, Teori Menua, dan Etiologi

 Batasan Lanjut Usia


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO dalam
Psychologymania,2013 batasan lanjut usia meliputi :

1. Usia pertengahan (middle age) adalah kolompok usia 45-59 tahun.


2. Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun.
3. Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.
4. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
 Teori Menua

Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman,
(2007), yaitu:

1. Teori Wear and Tear

Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak digunakan


(overuse) dan disalahgunakan (abuse).
2. Teori Neuroendokrin

Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ


tubuh yaitu dimana hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ
yang dikendalikan oleh hipotalamus telah menurun.
3. Teori Kontrol Genetik

Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana kita
dilahirkan dengan kode genetik yang unik, dimana penuaan dan usia
hidup kita telah ditentukan secara genetik.
4. Teori Radikal Bebas

Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena


terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang
waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang
memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki
sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan
dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena
hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain.

Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap


sebagai berikut (Pangkahila, 2007):
1. Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)

Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai


menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon dan hormon
estrogen. Pembentukan radikal bebas dapat merusak sel dan DNA
mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak
dari luar, karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal.

2. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)

Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini
orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua.
Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik
yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang sendi,
berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan diabetes.

3. Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)

Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang


meliputi DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen
dan juga hormon tiroid. Terjadi penurunan bahkan hilangnya
kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin dan mineral.
Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai
mengalami kegagalan.

 Etiologi
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi tua melalui
proses penuaan yang kemudian menyebabkan sakit, dan akhirnya
membawa pada kematian. Pada dasarnya, berbagai faktor itu dapat
dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor
internal adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses
glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan
gen. Faktor eksternal yang utama adalah gaya hidup tidak sehat, diet
tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres dan ekonomi. Jika
faktor penyebab itu dapat dihindari, maka proses penuaan tentu dapat
dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat dan kualitas hidup
dapat dipertahankan. Artinya, usia harapan hidup menjadi lebih panjang
dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2011).
Penyebab Penuaan Setelah mencapai usia dewasa, secara alami
seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Terdapat 2
faktor yang mempengaruhi, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal.
Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon yang berkurang,
proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalanyang menurun
dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah pola hidup yang tidak
sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, strees, kemiskinan dan
diet yang tidak sehat. Faktor-faktor ini dapat dicegah, diperlambat
bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup dapat
dipertahankan. Lebih jauh lagi usia harapan hidup dapat lebih panjang
dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2011)

1.3 Manifestasi Klinis

a. Perubahan Fisik
1. Sel

Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan jumlah


sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam
tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel
pada otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak
menjadi atrofis beratnya berkurang 5- 10%.
2. Sistem Persyarafan

Perubahan persyarafan meliputi : berat otak yang menurun 10-20%


(setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya),
cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan
waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf
panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang
sensitif terhadap sentuan.

3. Sistem Pendengaran

Perubahan pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya


presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan dalam
pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara,
nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-
kta,50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis
akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan serumen
dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya
perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
4. Sistem Penglihatan

Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis dan


hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola),
terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada
mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil
menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna
gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan
dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang
(sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko
cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri
dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan
jelas, semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan fungsional
para lansia sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.

5. Sistem Kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya


penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa
darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,
kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang
dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk
dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh
darah perifer.

6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh

Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada


pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran
terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang
sering ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun
(hipotermia) secara fisiologik kurang lebih 35°C, ini akan
mengakibatkan metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks
mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga
terjadi rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem Respirasi

Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami


kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan
elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri
menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan
kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
pertambahan usia.
8. Sistem Pencernaan

Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi,


penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur
30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf
pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esofagus melebar, rasa
lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu
pengosongan lambung menurun, peristaltic lemah dan biasanya
timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil
dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
9. Sistem Perkemihan

Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang


merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui
urine, darah masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari
ginjal yang disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian
mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya,
kemampuan mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine
menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air
seni meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga
terkadang menyebabkan retensi urine.
10. Sistem Endokrin

Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi


semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate),
dan daya pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun,
Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan
testoteron menurun.
11. Sistem Integumen

Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau


keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung
kusam, kasar, dan bersisi. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala
dan rambut menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas
akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras
dan rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
12. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan


densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang
menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut
dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil
sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor,
aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua
perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak,
langkah kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat
menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah,
perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau
terlambatmengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset, tersandung,
kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
b. Psikologis
1. Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan
identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang
pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan,
antara lain :
1) Kehilangan finansial (income berkurang).
2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
2. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of
mortality)
3. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.
4. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
5. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit,
bertambahnya biaya pengobatan.
6. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
7. Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
8. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
9. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman-teman dan family.
10. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
c. Spritual
1. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan
2. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
3. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer,
Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai keadilan (Nugroho, 2012).
1.4 Proses Menua Secara Anatomi Fisiologi

Homeostenosis merupakan karakteristik fisiologi penuaan, di mana


terjadi penyempitan (berkurangnya) cadangan homeostasis yang terjadi
seiring meningkatnya usia pada setiap sistem organ. Dengan bertambahnya
usia maka jumlah cadangan fisiologis untuk menghadapai berbagai
perubahan (challenge) berkurang. Setiap challenge terhadap homeostasis
merupakan pergerakkan menjauhi keadaan dasar (baseline), dan semakin
besar challenge yang terjadi maka semakin besar cadangan fisiologis yang
diperlukan untuk kembali ke homeostasis. Di sisi lain, dengan makin
berkurangnya cadangan fisiologis maka seorang lansia lebih mudah untuk
mencapai suatu ambang (precipice), yang dapat berupa keadaan sakit atau
kematian akibat challenge tersebut.
Konsep homeostenosis dapat menjelaskan perubahan fisiologis yang
terjadi selama proses menua dan efek yang ditimbulkannya. Walaupun
merupakan suatu proses fisiologis, perubahan dan efek penuaan terjadi
sangat bervariasi dan variabilitas ini makin meningkat seiring peningkatan
usia. Variasi ini terjadi antara satu individu dengan individu lain pada
umur yang sama, antara satu sistem organ dengan organ lain, bahkan dari
satu sel terhadap sel lain pada individu yang sama.
Dengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadi
kehilangan atau penurunan anatomik dan fungsional atas organ-organnya
makin besar. Kehilangan atau penurunan ini ditunjukkan dengan adanya
hukum 1% (Andres dan Tobin), yang menyatakan bahwa fungsi organ
akan menurun sebanyak 1% setiap tahunnya setelah berusia 30 tahun.
Namun, pada penelitian cros sectional (Svanborg) didapatkan bahwa
perubahan yang terjadi pada organ yang sama diikuti secara longitudinal
ternyata tidak selalu dramitis dan baru dimulai setelah berusia 70 tahun.
Sebenarnya lebih tepat bila dikatakan bahwa penurunan anatomik dan
fungsi organ tersebut tidak dikaitkan dengan umur kronologik akan tetapi
dengan umur biologiknya. Sebagai contoh, mungkin seseorang dengan
usia kronologik baru 55 tahun, tetapi sudah menunjukkan berbagai
penurunan anatomik dan fungsional yang nyata akibat umur biologiknya
yang sudah lanjut sebagai akibat tidak biaknya faktor nutrisi, pemeliharaan
kesehatan dan berkurangnya aktivitas. Penurunan anatomik dan fungsional
ini akan menyebabkan mudahnya timbul penyakit pada organ (predileksi),
hal ini sangat bergantung pada derajat kecepatan terjadinya perburukan
atau deteriorisasi (laju penurunan fungsi) dan tingkat tampilan organ yang
dibutuhkan (tingkat kinerja yang dibutuhkan).
Jadi petanda penuaan adalah bukan pada tampilan organ atau
organisme saat istirahat namun pada saat bagaimana organ atau organisme
tersebut dapat beradaptasi terhadap stres dari luar.Contohnya pada orang
tua mungkin memiliki denyut nadi yang normal pada saat istirahat, tetapi
tidak mampu meningkatkan curah jantung pada waktu melakukan
aktivitas. Kadang-kadang berbagai perubahan akibat proses menua berkeja
sama dan saling mempengaruhi sehingga menghasilkan nilai-nilai normal
pada keadaan isitirahat. Contohnya pada filtrasi glomerulus dan aliran
darah ginjal yang menurun sejalan dengan meningkatnya usia, namun
kadar kreatinin tetap tidak meningkat. Hal ini disebabkan berkurangnya
massa otot (lean body mass) yang menyebabkan produksi kreatinin
menurun.
1.5 Perubahan anatomi fisiologi sistem pernapasan pada lansia

Berikut adalah penjelasan tentang penyakit pernapasan pada lansia


yang dimulai dengan penjelasan tentang perubahan anatomic dan
fisiologik jantung:

1. Perubahan anatomik pada respirasi

Efek penuaan tersebut dapat terlihat dari perubahan-perubahan


yang terjadi baik dari segi anatomi maupun fisiologinya. Perubahan-
perubahan anatomi pada lansia mengenai hampir seluruh susunan
anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ.
Perubahan anatomi yang terjadi turut berperan terhadap perubahan
fisiologis sistem pernafasan dan kemampuan untuk mempertahankan
homeostasis. Penuaan terjadi secara bertahap sehingga saat seseorang
memasuki masa lansia, ia dapat beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi. Perubahan anatomik sistem respirastory akibat penuaan adalah
sebagai berikut :

a. Paru-paru kecil dan kendur.


b. Pembesaran alveoli.
c. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu
d. Kelenjar mucus kurang produktif 
e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi
f. Penurunan sensivitas sfingter esophagush.
g. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangani.
h. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
Penurunan sensivitas kemoreseptor. (Stanley, 2006).

2. Perubahan Fisiologik pada pernapasan

Menurut Stanley, 2006 perubahan anatomi dan fisiologi yang


terjadi pada lansia, yaitu:

Hilangnya silia serta terjadinya penurunan reflex batuk dan


muntah pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan perlindungan
pada sistem respiratory. Hal ini terjadi karena saluran pernafasan tidak
akan segera merespon atau bereaksi apabila terdapat benda asing
didalam saluran pernafasan karena reflex batuk dan muntah pada
lansia telah mengalami penurunan.

Penurunan kompliants paru dan dinding dada. Hal


ini menyebabkan jumlah udara (O2) yang dapat masuk ke
dalam saluran pernafasan menurun dan menyebabkan terjadinya
peningkatan kerja pernafasan guna memenuhi kebutuhan tubuh.
Atrofi otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot pernafasan.
Kedua hal ini menyebabkan pengembangan paru tidak terjadi sebagai
mestinya sehingga klien mengalami kekurangan suplay O2 dan hal ini
dapat menyebabkan kompensasi penigkatan RR yang dapat
menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan pada lansia.

Perubahan interstisium parenkim dan penurunan daerah


permukaan alveolar menyebabkan menurunnya tempat difusi oksigen 
yang menyebabkan klien kekurangan suplay O2.

Penurunan mortilitas esophagus dang aster serta hilangnya tonus


sfringter kardiak.Hal ini menyebabkan lansia mudah mengalami
aspirasi yang apabila terjadi dapat mengganggu fisiologis pernafasan.

Paru-paru kecil dan mengendur. Paru-paru yang mengecil


menyebabkan ruangatau permukaan difusi gas berkurang bila
dibandingkan dengan dewasa.

3. Faktor-Faktor Yang Memperburuk Fungsi Paru

Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan,


terdapat beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru, Faktor-
faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :
a. Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi
penyempitan saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan
mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang
besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru.
(Dharmojo dan Martono, 2006)

b. Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru
seseorang. Pada obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak
pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat
mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume
paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan
timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif.
(Dharmojo dan Martono, 2006)

c. Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan
gerak saat otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa
atau volume paru akan relatif' berkurang. Imobilitas karena
kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk
fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan
imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru
dan sebagainya. Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan
dengan menjalankan olah raga secara intensif.
(Dharmojo dan Martono, 2006)

d. Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal
paru. Dari pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti
memberikan pengaruh faal paru adalah:
1) Pembedahan toraks (jantung dan paru)
2) Pembedahan abdomen bagian atas.
3) Anestesi atau jenis obat anastesi tertentu
Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan
proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah
kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca
bedah mudah menimbulkan komplikasi paru : atelektasis, infeksi
atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian, karena timbulnya
gagal nafas.
(Dharmojo dan Martono, 2006)
4. Penyakit pernapasan pada Usia Lanjut

Pada proses menua terjadi penurunan compliance dinding dada,


tekanan maksimalinspirasi dan ekspirasi menurun dan elastisistas
jaringan paru juga menurun. Pada pengukuranterlihat FEV1, FVC
menurun, PaO2 menurun, V/Q naik. Penurunan ventilasi alveolar,
merupakanrisiko untuk terjadinya gagal napas. Selain itu terjadi
perubahan berupa (Lukman, 2009):
a. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga
volume udara inspirasiberkurang, sehingga pernafasan cepat dan
dangkal.
b. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk
sehingga potensialterjadi penumpukan sekret.
c. Penurunan aktivitas paru ( inspirasi & ekspirasi ) sehingga
jumlah udara pernafasan yangmasuk keparu mengalami
penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
d. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas
permukaan normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose
difusi.
e. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu
proses oksigenasi darihemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut
semua kejaringan.
f. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam
arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada
tubuh sendiri.
g. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret &
corpus alium dari salurannafas berkurang sehingga potensial
terjadinya obstruksi.

Penyebab kegawatan napas pada lansia meliputi obstruksi jalan


napas atas, hipoksi karenapenyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
pneumotoraks, pneumonia aspirasi, rasa nyeri, bronkopneumonia,
emboli paru, dan asidosis metabolik. Akan tetapi penyakit respirasi
yang sering terjadi pada lansia adalah pneumonia, tuberkulosis paru,
sesak napas, nyeri dada.
1.6 Gangguan-gangguan pada sistem pernafasan lansia
1. Pneumonia
a. Pengertian

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,


distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
memiliki tanda klasik berupa demam, batuk, sesak. Tetapi pada usia
lanjut usia, gejalanya menjadi atipikal, yaitu suhu normal, takada
batuk, status mental terganggu, nafsu makan menurun, aktivitas
berkurang. Pemeriksaan fisik didapatkan ronki, bronkofoni, suara
napas menurun. Leukosit naik, dan pada rontgen thoraks terlihat
infiltrat (Lukman, 2009).
Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan usia yang
mempengaruhi kapasitasdan fungsi paru meliputi:
1) Peningkatan diameter anteroposterior dada
2) Kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas kosta
3) Penurunan efisiensi otot pernapasanPeningkatan rigiditas paru
4) Penurunan luas permukaan alveoli.
b. Etiologi
1) Bakteri

Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.


Organisme gram positif seperti streptococcus pnemonia, S.
Aureus dan S. Pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti
Haemophilus influenza, klabsiella pneumonia dan P.
Aeruginosa.
2) Virus

Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui


transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini di kenal
sebagai penyebab utama pnemonia virus.
3) Jamur

Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar


melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan
biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4) Protozoa

Menimbulkan terjadinya pneumocystis sarini pneumonia (CPC).


Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami imunosupresi.
c. Manifestasi klinis
1) Kesulitan dan sakit pada saat bernapas
2) Nyeri pleurutik, nafas dangkal dan mendengkur, takipnea
3) Bunyi napas diatas area yang mengalami konsulidasi
4) Mengecil, kemudian menjadi hilang, krekels, ronkhi, egofoni
5) Gerakan dada tidak simetris
6) Menggigil dan demam 38,8-41,10C, delirium
7) Batuk kental, produktif
8) Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan/berkarat.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrat, emfiema (staphyococcus),
infiltrat menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau
penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia
mikoplasma sinar X dada mungkin bersih
2) GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan
biopsi jarum, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi fiberotik atau
biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
4) JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah
terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan
berkembangnya pnemonia bakterial.
5) Pemeriksaan serologi: titer virus atau legionella, aglutinin
dingin.
e. Penatalaksanaan
1) Kemoterapi

Pemberian kemoterapi harus berdasarkan petunjuk


penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur sputum dan tes
sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan
antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat deberikan
secara parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal
akibat proses penuaan, maka harus diingat kemungkinan
penggunaan antibiotik tertentu perlu penyusaian dosis.
a) Pengobatan umum
b) Terapi oksigen
c) Hidrasi, bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi
dilakukan secara parenteral
d) Fisioterapi
e) Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu
diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik,
kelemahan dan dekubitus.
2. TB paru
a. Pengertian

Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh


basilmikobakterium tuberkulosa tipe humanus (jarang oleh tipe M.
Bovinus). TB Paru merupakan penyakit infeksi penting saluran
napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut
masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (ghon).
Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan
terbentuklah primer kompleks (ranke). Tb paru adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan
gejala yang sangat bervariasi (harrison, 2002).
b. Etiologi

Penyebabnya adalah kuman mycobacterium teberculosa. Sejenis


kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan
tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak
(lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan-tahan dalam lemari
es).
c. Tanda dan gejala
1) Berkeringat
2) Batuk disetai dahak lebih dari 3 minggu
3) Sesak napas dan nyeri dada
4) Badan lemah, kurang enak badan pada malam hari walau tanpa
kegiatan
5) Berat badan menurun (penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru,
misnadiary).
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Kultur sputum adalah mikobakterium tuberkolosis positif pada
tahap akhir penyakit
2) Tes tuberkalin adalah mantolix test reaksi positif (area indurasi
10-15 mm terjadi 48-72 jam)
3) Foto toraks adalah infiltrasi lesi awal pada area paru atas: pada
tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan
batas tidak jelas: pada aktivitas bayangan, berupa cincin: pada
klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi
4) Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus atau
kerusakan paru karen Tb paru
5) Darah adalah peningkatan leukosit dan laju endapan darah (LED)
6) Spirometriadalah penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital
menurun.
e. Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkolosis terbagi menjadi 2 fase yaitu: fase


intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat
utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
rifampisin, INH, pirasinamid, streptomisin dan etambutol.
Sedangkan jenis obat tambahan adalah kanamisin, kulnolon,
makvolide, dan amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat
rifampisin/INH.
3. Asma
a. Pengertian

Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh


spasme otot polos bronkiolus.
Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh
penyempitan yang intermiten pada saluran napas di banyak tingkat
mengakibatkan terhalangnya aliran udara.
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang
mengakibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah
hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas
dan gejala pernafasan (mengi atau sesak).
Asma adalah gangguan pernapasan pada bronkus yang
menyebabkan penyempitan intermiten pada saluran pernafasan.
b. Etiologi

Secara etiologis asma dibagi dalam 3 tipe :


1) Asma tipe non atopik (intrinsik)

Pada golongan ini, keluhan tidak adanya hubungan dengan


paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah :
a) Serangan timbul setelah dewasa.
b) Pada keluarga tidak ada yang menderita asma.
c) Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan.
d) Ada hubungan dengan pekerjaan dan beban fisik.
e) Rangsangan / stimuli psikis mempunyai peran untuk
menimbulkan serangan reaksi asma.
f) Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non
spesifik merupakan keadaan yang peka bagi penderita.
2) Asma tipe atopik (ekstrinsik)

Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan


paparan (exposure) terhadap alergen yang spesifik. Kepekaan ini
biasaanya ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial.
Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat :
a) Timbul sejak kanak-kanak
b) Pada famili ada yang mengidap asma
c) Ada eksim waktu bayi
d) Sering menderita rinitis
e) Di Inggris penyebabnya house dust mite, di USA tepung sari
bunga rumput
3) Asma Campuran (mixed)

Pada golongan ini, keluhan diperberat oleh faktor-faktor


intrinsik maupun ekstrinsik.
c. Tanda dan Gejala
1) Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop
2) Batuk produktif, sering pada malam hari
3) Nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan test kulit → untuk menunjukkan adanya alergi dan
adanya antibodi kadar Ig E yang spesifik dalam tubuh.
2) Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E serum → untuk
menyokong adanya penyakit atopi
3) Pemeriksaan analisa gas darah → dilakukan dengan pasien asma
berat
4) Pemeriksaan eosinofil damal darah → jumlah eosinofil total
dalam darah sering meningkat
5) Pemeriksaan sputum → untuk menilai adanya misellium
aspergius fumigatus
6) Radiologi → dilakukan apabila dan kecurigaan terhadap proses
patologik dipar
e. Penatalaksanaan
1) Pegobatan Medika Mentosa
a) Waktu serangan
 Bronkodilator
 Korkhosteroid
 Ekspektoransia
 Antihistamin
 Antibiotika
b) Diluar serangan
 disodium chomoglycate (DSCG)
 ketotijen
2) Pengobatan non Medika Mentosa
a) Waktu serangan
 Pemberian O2
 Pastural drainase
 Pemberian cairan
 Menghindari paparan alergen
b) Diluar serangan
 Pendidikan
 Immunoteraphy/desensitasi
 Pelayanan / kontrol emosi

Tujuan pelaksanaan terapi asma

1) Menyembuhkan dan menendalikan gejala asma


2) Mencegah kekambuhan
3) Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankan
4) Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal
5) Menghindari efek samping obat asma
6) Mencegah obstruksif jalan nafas yang irreversible

Terapi awal :

1) O2 4-6 liter/menit
2) Agonis B2
3) Amnofium bolus IV 5 – 6 mg
4) Kortikosteroid hidrokortison
100 – 200 mg IV

Terapi asmak kronik

1) Asma ringan : agnosis B2 inhalasi


2) Asma sedang : anti inflamsi / hr dan agonis B2 inhalasi bila
perlu
3) asmaAberat : steroid inhalasi / hr B2 long acting, steroid
sedang sehari/dosis tunggal harian dan agnosis B2 inhalasi
sesuai kebutuhan

Respon terapi awal baik didapatkan keadaan :

1) Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan


2) Pemeriksaan fisik normal
3) Arus puncak ekspirasi > 70 %
4. Bronkiektasis
a. Pengertian

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari


pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan
kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus.
Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi
dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis berulang
dan memanjang,aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma)
yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi.
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah
satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar.
b. Etiologi
1) Infeksi
2) Kelainan heriditer atau kelainan konginetal
3) Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
4) Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai
komplikasi campak, batuk rejan, atau penyakit menular lainnya
semasa kanak-kanak.
c. Tanda dan Gejala
1) Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada
pagi hari,setelah tiduran dan berbaring.
2) Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu
atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3) Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang
lebih 200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan,
penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan
kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering
mengandung bercak darah,dan batuk darah.
4) Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.

d. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemerisaan Laboratorium.
a) Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum,
sel-sel dan bakteri dalam sputum.

Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan


menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan
bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari
nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza,
stapilokokus aereus,klebsiela, aerobakter,proteus,
pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau
busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
b) Pemeriksaan darah tepi.

Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan


adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif
dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
c) Pemeriksaan urina

Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya


proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis,
Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal
Kadan bisa meningkat atau menurun.
d) Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang
sudah ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan
jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi
pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan
volume ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas
vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat
mengakibatkan :
 Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
 Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
 Hipoksemia
 Hiperkapnia
e) Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi
dilakukan pemerisaan :
 Pemeriksaan imunologi
 Pemeriksaan spermatozoa
 Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal
berulang).
2) Pemeriksaan Radiologi.
a) Foto dada PA dan Lateral

Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan


batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-
kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan
batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai
lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil
kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual
lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
b) Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi
dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi
yaitu pendereita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu
tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis
setelah mendapat pengobatan konservatif atau penderita
dengan hemoptisis yang masif.

Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah


pemberian antibiotik dan postural drainage yang adekuat
sehingga bronkus bersih dari sekret.
e. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan


mengobati infeksi.

Penatalaksanaan meliputi :
1) Pemberian antibiotik dengan spekrum luas
( Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7 hari
pemberian
2) Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk
pernafasan serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret
secara maksimal

Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator untuk


mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta
dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi
kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk
melembabkan sekret.

5. Efusi pleura
a. Pengertian

Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang


pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya
terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat
berupa darah atau pus.
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura
yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses
penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi.
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan
cairan dalam rongga pleura.
b. Etiologi
1) Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal,
tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan
sindroma vena kava superior.
2) Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang
(tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba
subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di
Indonesia 80% karena tuberculosis.

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses


penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi.
Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :

1) Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik


2) Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3) Peningkatan tekanan negative intrapleural
4) Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
c. Tanda dan gejala
1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila
cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi
(kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak.
3) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang
sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak,
dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi
redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga
Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini
didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan
didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih
300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
2) Ultrasonografi
3) Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan,
warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura
diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-
8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah
(hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila
cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau
eksudat (hasil radang).
4) Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan
gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah
dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan pH.
5) Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
e. Penatalaksanaan
1) Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar,
untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk
menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan
spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
2) Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk
mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk
menghilangkan disneu.
3) Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali
dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang
mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi
dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang
dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan
untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
4) Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin
dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang
pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
5) Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk
radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
2.1 Pengkajian dan Riwayat Keperawatan
Pengkajian :
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien
dengan format nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan,
suku bangsa, alamat, pendidikan, diagnose medis, sumber biaya,
hubungan antara pasien dengan penanggung jawab
Riwayat Keperawatan :
a. Keluhan Utama : Perawat memfokuskan pada hal-hal yang
menyebabkan klien meminta  bantuan pelayanan seperti :
1) Fungsi kardiopulmoner saat normal
2) Fungsi respirasi dan sirkulasi saat mengalami perubahan atau
gangguan
3) Pengukuran penggunaan O2 secara optimal
Kaji :
a. Masalah-masalah respirasi
b. Rasionalisasi penyakit/masalah respirasi
c. Adanya batuk dan penanganan
d. Kebiasaan merokok
e. Nyeri
f. Masalah kardiovaskuler
g. Faktor resiko yang memperlambat
h. Rasionalisasi penggunaan medikasi
i. Stressor yang dialami
j. Status/kondisi kesehatan
Faktor resiko yang memperberat masalah pernapasan
a. Rasionalisasi hipertensi :sakit jantung atau cerebro vaskuler
asadent
b. Merokok
c. Obesitas
d. Diet tinggi lemak
e. Meningkatnya kolesterol
Anamnese riwayat kesehatan
Masalah bernafas :
a. Nyeri dada
b. Dypsnoe
c. Hipoventilasi
d. Batuk
e. Hiperventilasi
f. Cyanosis
Riwayat psikososial
a. Kebiasaan merokok
b. Riwayat tumbuh kembang
c. Tanggapan terhadap penyakit
d. Alkohol
Faktor resiko
a. Obesitas
1) Gangguan syaraf (CVA).
Riwayat Penyakit Sekarang :

Kaji kondisi yang pernah dialami oleh pasien diluar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah
berlangsung lama bila dihubungkan dengan usia dan kemungkinan
penyebabnya, namun karena tidak mengganggu aktivitas pasien,
kondisi ini tidak dikeluhkan.

Riwayat Kesehatan Keluarga :

Mengkaji kondisi kesehatan keluarga klien untuk menilai ada tidaknya


hubungan dengan penyakit yang sedang dialami oleh pasien.Meliputi
pengkajian apakah pasien mengalami alergi atau penyakit keturunan.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Meliputi pengkajian apakah gangguan yang dirasakan pertama kali atau


sudah sering mengalami gangguan pola tidur.
2.2 Pemeriksaan Fisik : Data Fokus

Anda mungkin juga menyukai