Anda di halaman 1dari 127

PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT DENGAN ANALISIS

ABC DAN VEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PORSEA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Studi Manajemen Rekayasa, Fakultas Teknologi Industri

Irma Lusyana Manik


21S15004

PROGRAM STUDI SARJANA MANAJEMEN REKAYASA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI DEL
JULI 2019
PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya,

Nama : Irma Lusyana Manik

NIM : 21S15004

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengendalian Persediaan


Obat dengan Analisis ABC dan VEN di Rumah Sakit Umum Daerah Porsea” adalah
hasil karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacukan
dalam naskah ini dan disebutkan di daftar pustaka. Apabila di kemudian hari
ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan, saya bersedia
mempertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Laguboti, 31 Juli 2019

Irma Lusyana Manik

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir yang berjudul berjudul “Pengendalian Persediaan Obat dengan


Analisis ABC dan VEN di Rumah Sakit Umum Daerah Porsea” hasil karya

Nama : Irma Lusyana Manik


NIM : 21S15004

telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji pada tanggal 12 Juni 2019
dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Manajemen Rekayasa, Fakultas Teknologi
Industri, Institut Teknologi Del.

Dewan Penguji

Pembimbing : Hadi Sutanto Saragi, S.T., M.Eng ( )

Penguji I : Niko Saprison P. Simamora, S.T., MAB ( )

Penguji II : Benedikta Anna Haulian Siboro, S.T., M.Sc ( )

iii
© 2018 Irma Lusyana Manik
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Pengendalian Persediaan Obat dengan Analisis ABC dan VEN di Rumah Sakit
Umum Daerah Porsea. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan program Sarjana (S1) Program Studi Manajemen Rekayasa,
Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Del di Laguboti. Dalam penyusunan
skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan, masukan serta dukungan
dari berbagai pihak khususnya dari Bapak Hadi Sutanto Saragi, S.T.,M.Eng.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan selanjutnya. Penulis juga berharap skripsi ini dapat memberi manfaat
bagi pihak terkait, khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Porsea. Akhir kata
penulis sampaikan terima kasih.

Laguboti, 31 Juli 2019


Penulis,

Irma Lusyana Manik

v
UCAPAN TERIMA KASIH

1. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan kasih karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
2. Orang tua saya Irwanta Manik dan Ida Lumongga Simatupang yang sangat
saya kasihi dan selalu membimbing, memotivasi, membiayai semua
kebutuhan saya, juga dengan kasih sayang yang selalu diberikan setiap waktu.
3. Bapak Prof. Ir Togar Mangihut Simatupang, M.Tech, Ph.D. selaku Rektor
Institut Teknologi Del.
4. Bapak Yosef Manik, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri di
Institut Teknologi Del.
5. Bapak Devis Wawan Saputra Simanjuntak, S.T, MBA selaku Kepala
Program Studi Manajemen Rekayasa Institut Teknologi Del.
6. Bapak Hadi Sutanto Saragi, S.T.,M.Eng selaku pembimbing yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, saran, semangat,
serta nasehatnya dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Niko Saprison, S.T.,MAB selaku penguji I dalam sidang tugas akhir.
8. Ibu Benedikta Anna, S.T.,M.Sc selaku penguji II dalam sidang tugas akhir.
9. Bapak dan Ibu dosen Institut Teknologi Del yang telah mengajari dan
membimbing saya selama saya menjadi mahasiswa di Institut Teknologi Del.
10. Bapak dan Ibu RSUD Porsea yang bersedia membantu dan memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam pengerjaan tugas akhir.
11. Abang, kakak, dan adik tersayang yang selalu mendoakan, mendukung, dan
memotivasi saya.
12. Saudari Controlling dan Customer yang selalu hadir memberi dukungan.
13. Teman-teman Manajemen Rekayasa 2015 yang selalu membantu dalam
menghadapi setiap kesulitan yang saya alami selama menjadi mahasiwa, baik
dalam perkuliahan maupun hidup ber-asrama di Institut Teknologi Del.
14. Semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusuan skripsi ini dengan
apapun bentuknya.

vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Institut Teknologi Del, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:

Nama : Irma Lusyana Manik


NIM : 21S15004
Program Studi : Sarjana Manajemen Rekayasa
Fakultas : Teknologi Industri
Jenis Karya : Tugas Akhir

Dengan pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Institut Teknologi Del Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul “Pengendalian Persediaan Obat
dengan Analisis ABC dan VEN di Rumah Sakit Umum Daerah Porsea”. Dengan
Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Institut Teknologi Del berhak menyimpan,
mengalih/media-format dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Laguboti, 31 Juli 2019

Irma Lusyana Manik

vii
ABSTRACT

Title : Control of Medicine Supply with ABC and VEN Analysis in


Rumah Sakit Umum Daerah Porsea
Name : Irma Lusyana Manik
Student Number : 21S15004

Inventory control is important to be considered in conducting operational activities through


the provision of optimal goods at economical cost so can reduce the risk of shortage of
goods. Pharmaceutical installation of RSUD Porsea (IFRS Porsea) is engaged in services
by fulfilling the needs of pharmaceutical supplies such as medicines. Medicine
procurement at IFRS Porsea uses e-catalogue system (online ordering) with lead time of
the medicine for 60 days. Control of medicine supplies in IFRS Porsea has not been good.
It is seen from some items of medicine were still stock out at any given time. This method
of research is a descriptive quantitative conducted in 79 medicine classified into category
I results in the analysis of the combination of ABC-VEN which is a medicine that has a
greater priority management. Further control of medicine supply is calculated using the
economic order quantity (EOQ), safety stock (SS), and reorder point (ROP) methods which
can be used as a standard for management of medichine supply control based on the average
amount of use. EOQ calculation results provide savings of Rp854.761.821,00 of the actual
conditions.

Keywords: Control, Category I, ABC, VEN, EOQ, SS, ROP, Medicine


ABSTRAK

Judul : Pengendalian Persediaan Obat dengan Analisis ABC dan VEN


di Rumah Sakit Umum Daerah Porsea
Nama : Irma Lusyana Manik
NIM : 21S15004

Pengendalian persediaan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam


menjalankan kegiatan operasional, melalui penyediaan barang-barang secara optimal
dengan biaya ekonomis sehingga dapat mengurangi resiko kekurangan barang. Instalasi
Farmasi RSUD Porsea (IFRS Porsea) bergerak di bidang pelayanan jasa dengan memenuhi
kebutuhan perbekalan farmasi seperti obat-obatan. Pengadaan obat di IFRS Porsea
menggunakan sistem e-catalogue (pemesanan online) dengan waktu tunggu rata-rata obat
selama 60 hari. Pengendalian persediaan obat di IFRS Porsea belum baik. Hal ini terlihat
dari kekosongan obat pada waktu tertentu. Metode penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif yang dilakukan pada 79 obat yang tergolong kedalam kategori I hasil kombinasi
analisa ABC-VEN yang merupakan obat yang memiliki prioritas manajemen yang lebih
besar. Selanjutnya dilakukan perhitungan pengendalian persediaan obat dengan
menggunakan metode economic order quantity (EOQ), safety stock (SS), dan reorder point
(ROP) yang dapat dijadikan sebagai standar rancangan manajemen pengendalian
persediaan obat berdasarkan jumlah rata-rata pemakaian. Hasil perhitungan EOQ
memberikan penghematan sebesar Rp854.761.821,00.

Kata kunci: Pengendalian, Kategori I, ABC, VEN, EOQ, SS, ROP, Obat
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................... v
Ucapan Terima Kasih ........................................................................................................ vi
Daftar Tabel ....................................................................................................................... xi
Daftar Gambar .................................................................................................................. xii
Bab I Pendahuluan .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian......................................................................................... 8
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................................... 8
BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................................. 10
2.1 Rumah Sakit ............................................................................................................ 10
2.1.1 Pengertian Rumah Sakit ................................................................................... 10
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ....................................................................... 11
2.1.3 Struktur Organisasi .......................................................................................... 12
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).................................................................... 14
2.2.1 Pengertian IFRS ............................................................................................... 14
2.2.2 Tugas, Tanggung Jawab, dan Fungsi IFRS ...................................................... 14
2.2.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi .............................................................. 15
2.3 Manajemen Rantai Pasok dan Logistik................................................................... 16
2.3.1 Manajemen Persediaan .................................................................................... 19
2.3.1.1 Pengertian Manajemen Persediaan ........................................................... 19
2.3.1.2 Komponen pada Sistem Persediaan .......................................................... 20
2.3.1.2.1 Analisis ABC ..................................................................................... 20
2.3.1.2.2 Akurasi Catatan (Record Accuracy)................................................... 25
2.3.1.2.3 Perhitungan Siklus (Cycle Counting) ................................................. 25
2.3.1.2.4 Kontrol Persediaan Pelayanan (Control of Service Inventories) ........ 25
2.3.1.3 Fungsi Persediaan ..................................................................................... 26
2.3.1.3.1 Jenis-Jenis Persediaan ........................................................................ 26
2.3.1.4 Model Persediaan ...................................................................................... 27
2.3.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan ........................................ 29
2.3.2 Analisis VEN (vital, essential, dan nonessential) ............................................ 30
2.3.2.1 Kombinasi ABC dan VEN ........................................................................ 31
2.3.3 Metode Pengendalian Persediaan..................................................................... 33
2.3.3.1 Economic Order Quantity (EOQ) ............................................................. 33

viii
2.3.3.2 Safety Stock (SS) ....................................................................................... 35
2.3.3.3 Reorder Point (ROP) ................................................................................ 36
2.4 Kajian terhadap Penelitian-Penelitian tentang Pengendalian Persediaan Obat ....... 37
BAB III Metode Penelitian ............................................................................................... 46
3.1 Desain Penelitian .................................................................................................... 47
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................. 47
3.3 Informan Penelitian ................................................................................................. 47
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 48
3.4.1 Sumber Data..................................................................................................... 48
3.4.2 Cara Pengumpulan Data................................................................................... 48
3.4.3 Penyajian Data ................................................................................................. 49
3.4.4 Validasi Data .................................................................................................... 49
3.4.5 Analisis Data .................................................................................................... 49
BAB IV Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................................................... 52
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................................ 52
4.1.1 Profil RSUD Porsea ......................................................................................... 52
4.1.1.1 Struktur Organisasi RSUD Porsea ............................................................ 53
4.1.2 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran RSUD Porsea ................................................. 53
4.1.3 Instalasi Farmasi RSUD Porsea ....................................................................... 55
4.1.3.1 Struktur Organisasi IFRS Porsea .............................................................. 55
4.1.3.2 Standar Pelayanan IFRS Porsea ................................................................ 56
4.2 Pengendalian Persediaan pada IFRS Porsea ........................................................... 58
4.2.1 Buku Amprahan ............................................................................................... 58
4.2.2 Stock Opname (SO).......................................................................................... 58
4.2.3 Daftar Mutasi Obat........................................................................................... 58
4.2.4 Laporan Penggunaan Obat ............................................................................... 58
4.3 Pengumpulan Data .................................................................................................. 59
4.3.1 Biaya Pemesanan Obat..................................................................................... 59
4.3.2 Biaya Penyimpanan Obat ................................................................................. 60
4.4 Pengolahan Data ..................................................................................................... 60
4.4.1 Analisis ABC ................................................................................................... 61
4.4.2 Analisis VEN ................................................................................................... 64
4.4.3 Kombinasi ABC-VEN ..................................................................................... 65
4.4.4 Economic Order Quantity (EOQ) .................................................................... 66
4.4.5 Safety Stock (SS) .............................................................................................. 75
4.4.6 Reorder Point (ROP) ....................................................................................... 76
BAB V Analisis dan Pembahasan..................................................................................... 77
5.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................... 77

ix
5.2 Analisis ABC .......................................................................................................... 77
5.3 Analisis VEN .......................................................................................................... 79
5.4 Kombinasi ABC-VEN ............................................................................................ 80
5.5 Pengendalian Persediaan ......................................................................................... 81
BAB VI Kesimpulan dan Saran ........................................................................................ 84
6.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 84
6.2 Saran ....................................................................................................................... 84
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 86
Lampiran 1. Hasil wawancara terhadap 3 (tiga) informan ............................................... xiv
Lampiran 2. Kelompok obat kategori I (AV, AE, AN, BV, CV) .................................... xix
Lampiran 3. Hasil kelompok obat kategori II (BE, CE, BN) ......................................... xxiii
Lampiran 4. Hasil kelompok obat kategori III (CN)..................................................... xxxv
Lampiran 5. Dokumentasi penyimpanan obat di IFRS Porsea .................................... xxxvi
Riwayat Penulis .......................................................................................................... xxxvii

x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar obat yang stock out tahun 2018.................................................................. 5
Tabel 2. Klasifikasi analisis ABC ..................................................................................... 23
Tabel 3 Matriks analisis ABC-VEN ................................................................................. 31
Tabel 4. Penelitian-penelitian sebelumnya ....................................................................... 37
Tabel 5 Biaya pemesanan ................................................................................................. 59
Tabel 6 Hasil perhitungan berdasarkan jumlah pemakaian obat menggunakan analisis
ABC pada kelompok A ..................................................................................................... 62
Tabel 7 Analisis Pemakaian Obat tahun 2015-2018 ......................................................... 63
Tabel 10 Sepuluh hasil analisis VEN jenis obat yang dirutkan dari analisis pemakaian
obat pada analisis ABC ..................................................................................................... 65
Tabel 11 Jumlah EOQ dengan jumlah rata-rata pengadaan per tahun obat pada kategori I
dengan menggunakan data 2015-2018 .............................................................................. 70
Tabel 12 Jenis obat yang tergolong ke dalam kategori V ................................................. 79

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jumlah pasien selama tahun 2015-2018 ............................................................ 4
Gambar 2. Diagram sistem rumah sakit dan lingkungannya ............................................ 11
Gambar 3. Proses Rantai Pasok ........................................................................................ 17
Gambar 4 Diagram analisis ABC...................................................................................... 22
Gambar 5 Kurva kumulasi analisis ABC .......................................................................... 23
Gambar 6. Total cost sebagai fungsi dari jumlah pesanan (order quantity) ..................... 34
Gambar 7 Hubungan antara EOQ, ROP, dan SS .............................................................. 36
Gambar 8 Langkah-langkah pengerjaan ........................................................................... 46
Gambar 9. Struktur organisasi RSUD Porsea ................................................................... 53
Gambar 10 Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUD Porsea ...................................... 55
Gambar 11 Total pengadaan dan pemakaian obat pada tahun 2015-2018 ........................ 66

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tantangan pembangunan kesehatan terus meningkat seiring dengan kebutuhan
masyarakat yang semakin tinggi terhadap pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan disediakan tidak hanya untuk individu, tetapi juga untuk menjaga
kesehatan seluruh masyarakat agar hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Pelayanan kesehatan bukanlah suatu konsep yang statis. Penetapan kesehatan
didasarkan pada kebutuhan pelayanan yang dipengaruhi oleh dinamika masalah
kesehatan. Perkembangan dan perubahan masalah kesehatan mengikuti perubahan
epidemiologi kesehatan penduduk yang berubah menurut dinamika interaksi Agent
Host Environment (AHE), yang menjelaskan penyebab terjadinya penyakit dan
berbagai permasalahan kesehatan (Kementerian PPN/Bappenas, 2018). Pelayanan
rumah sakit juga bersifat sosio-ekonomi yang dilaksanakan melalui pengolahan
rumah sakit secara bisnis ekonomi agar bisa mendapatkan surplus keuangan dengan
cara pengelolaan yang profesional serta memperhatikan prinsip ekonomi tanpa
melupakan fungsi sosialnya (Purwastuti, 2005).

Untuk meningkatkan derajat kesehatan, disusunlah Program Indonesia Sehat


yang merupakan program utama pembangunan kesehatan yang pencapaiannya
direncanakan melalui Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019,
yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/52/2015 demi mencapai sasaran, yaitu meningkatkan derajat
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan
finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan
menegakkan tiga pilar, yaitu: (1) penerapan paradigma sehat, (2) penguatan
pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
(Sutarjo, 2016).

JKN adalah program yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) pada 1 Januari 2014 yang ditujukan pada pencapaian keluarga sehat serta
kendali mutu dan biaya yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme

1 Institut Teknologi Del


2

asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib berdasarkan Undang-Undang Nomor


40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan tujuan
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak diberikan kepada
seluruh peserta yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah
(Pardede, 2015).

Rumah sakit merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa
kesehatan dengan tujuan utamanya adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat sekitar dan memperoleh pendapatan berdasarkan jumlah pasien yang
datang untuk mendapatkan pelayanan dan fasilitas kesehatan. Jumlah rumah sakit
umum di Provinsi Sumatera Utara, sesuai yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2014 sejumlah 206 rumah sakit, baik rumah sakit swasta maupun
milik pemerintah dan dua diantaranya adalah rumah sakit di Kabupaten Toba
Samosir yang terdiri atas satu rumah sakit milik swasta dan satu rumah sakit milik
pemerintah (BPS, 2018). Jumlah tersebut tentu saja memperketat persaingan antar
rumah sakit untuk mendapatkan strategi terbaik guna mendapatkan pasien sehingga
pemasukan rumah sakit bertambah. Maka dari itu diperlukan pembenahan terhadap
kualitas jasa layanan kesehatan rumah sakit untuk memperoleh kepuasan pasien dan
meningkatkan loyalitas pasien. Kepuasan pasien berhubungan dengan kebutuhan
perawatan kesehatan umum dan kebutuhan kondisi terpenuhi. Tingkat kepuasan
pasien biasanya dipengaruhi pada layanan klinis, peran aktif perawat,
profesionalisne layanan kesehatan dan layanan obat-obatan (Hidayat, 2012).

Ketersediaan obat menjadi hal yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit
dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-hari. Pihak yang bertanggung
jawab mengelola ketersediaan obat adalah instalasi farmasi yang merupakan pusat
pendapatan (revenue center) utama di rumah sakit, mengingat lebih dari 90%
pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan pembekalan farmasi (obat-
obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis pakai, alat
kedokteran, dan gas medik) dan 50% dari keseluruhan pemasukan rumah sakit
berasal dari pengelolaan pembekalan farmasi pada instalasi farmasi (Wahyuni,
Budi, & Destriatania, 2014), sehingga dibutuhkan manajemen yang baik untuk
mengelola ketersediaan obat guna menghindari pemborosan dan mencapai
pelayanan yang optimal.

Institut Teknologi Del


3

Instalasi rumah sakit merupakan satu-satunya unit rumah sakit yang


mengadakan barang farmasi, mengelola dan mendistribusikannya kepada pasien,
bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit, serta
bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat yang siap pakai
bagi semua pihak di rumah sakit, baik petugas maupun pasien (Hardiyanti, 2018).
Adanya berbagai macam persediaan akan menuntut setiap organisasi untuk
melakukan tindakan yang berbeda untuk masing-masing persediaan, dan hal ini
sangat terkait dengan permasalahan peramalan kebutuhan untuk memenuhi
permintaan konsumen. Bila melakukan kesalahan dalam menetapkan persediaan,
maka akan menjadi pemicu untuk masalah lainnya, seperti tidak terpenuhinya
permintaan konsumen dan berlebihnya persediaan yang mengakibatkan timbulnya
ekstra penyimpanan yang memungkinkan pembengkakan biaya penyimpanan.
Sehingga penting bagi rumah sakit untuk melakukan pengendalian persediaan obat.

Optimalisasi persediaan obat dalam rumah sakit menjadi pendukung kegiatan


utama rumah sakit sebagai penyedia jasa perawatan pada masyarakat yang juga
berpengaruh pada kualitas pelayanan rumah sakit. Pengendalian persediaan obat
yang baik harus diterapkan oleh pihak rumah sakit untuk membentuk kelancaran
dalam kegiatan operasionalnya. Upaya untuk menjamin aksesibilitas obat
diantaranya dengan melakukan perencanaan kebutuhan obat yang baik; manajemen
pengelolaan sesuai standar; perencanaan dan proses pengadaan sesuai ketentuan
Peraturan Presiden RI Nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah yang sejak tahun 2013 dilaksanakan melalui lelang harga satuan (e-
catalogue) dengan harapan agar pengadaan obat lebih transparan, efektif, efisien,
dan akuntabel dalam rangka menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu, dan
berkhasiat dan merupakan obat-obat yang terdapat di dalam Formularium Nasional
(Fornas) (Sosialine, 2015); serta manajemen pengelolaan keuangan yang baik
(Linda, 2017).

Rumah Sakit Umum Daerah Porsea (RSUD Porsea) adalah rumah sakit kelas C
tergolong dalam Tingkat kelulusan Perdana bintang satu oleh Komisi Akreditasi
Rumah Sakit (KARS), dan merupakan satu-satunya rumah sakit umum milik
pemerintah di Kabupaten Toba Samosir yang juga bekerjasama dengan BPJS.
Jumlah pasien pada tahun 2019 mengalami kenaikan disebabkan lonjakan peserta

Institut Teknologi Del


4

BPJS yang datang untuk berobat di rumah sakit tersebut. Berikut adalah jumlah
pasien yang berobat di RSUD Porsea dari tahun 2015 hingga tahun 2018:

Gambar 1. Jumlah pasien selama tahun 2015-2018


Sumber: RSUD Porsea

Melalui Gambar 1 dapat dilihat bahwa selama empat periode (tahun 2015 s/d
2018) jumlah pasien BPJS terus meningkat dengan signifikan yang secara langsung
berpengaruh pada kenaikan jumlah pasien yang berobat di RSUD Porsea. Total
pasien yang berobat merupakan penjumlahan antara banyaknya pasien rawat jalan
dengan pasien rawat inap. Data tersebut diperoleh dari data indikator jumlah pasien
yang berobat di RSUD Porsea.

Kenaikan jumlah pasien akan berpengaruh pada persediaan obat. Berdasarkan


hasil wawancara informal dengan salah satu penanggungjawab Unit Farmasi di
RSUD Porsea (Hutagaol, 2019), dapat disimpulkan bahwa kebijakan persediaan
obat di tempat tersebut pada saat ini belum mempunyai dasar yang jelas.
Penanganan persediaan obat dilakukan berdasarkan kebijakan dari pihak
manajemen instalasi farmasi. Jumlah obat yang dipesan hanya berdasarkan jumlah
pesanan pada tahun sebelumnya yaitu dengan lebih dahulu melakukan pengecekan
di gudang. Pemesanan dilakukan dengan jadwal yang tidak ditentukan. Jika melihat
riwayat pemesanan obat, biasanya RSUD melakukan pemesanan sebanyak dua kali
dalam satu tahun dan tak jarang pesanan yang datang tidak sesuai dengan jumlah
pesanan. Salah satu penyebabnya adalah sistem pemesanan yang mengikuti
prosedur e-purchasing dengan berlandaskan pada sistem informasi yang memuat
daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga barang yang dimuat dalam suatu daftar
atau disebut katalog elektronik (e-catalogue) yang dilakukan dengan cara lelang

Institut Teknologi Del


5

melalui aplikasi e-catalogue dengan menampilkan harga setiap jenis barang dengan
jelas dan tidak bersifat rahasia (Sopian, 2015). Menurut Sopian (2015), istilah yang
lebih tepat untuk pengadaan ini adalah e-tendering karena harga setiap jenis barang
diinformasikan dengan jelas tanpa ada penawaran harga. Proses e-purchasing juga
menetapkan batasan nilai pengadaan untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang
bertugas dalam mengajukan permintaan obat.

Kesalahan dalam menentukan persediaan dapat menimbulkan kerugian bahkan


mengurangi loyalitas pasien. Pengelolaan persediaan obat meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, serta distribusi obat, dan salah satu yang penting
diantaranya adalah pengadaan obat (Hidayah, 2018). Pengadaan obat yang tidak
baik dan benar dapat menimbulkan pemborosan biaya, kekurangan obat, serta
kelebihan obat sehingga obat kadaluwarsa dan rumah sakit mengalami kerugian.
Tabel 1 merupakan data kejadian kekurangan persediaan obat (stock out) dengan
urutan 5 (lima) teratas atau yang memiliki frekuensi permintaan tertinggi yang
diperoleh melalui hasil wawancara langsung dengan kepala bagian Instalasi
Farmasi RSUD Porsea (Siahaan, 2019).

Tabel 1. Daftar obat yang stock out tahun 2018

Kategori
NO Nama Obat
Obat
1 Stesolid 5mg Rectal V
ATS 1500 UI (Serum Anti
2 V
Tetanus) injeksi
3 Antasida tablet E
4 Ventolin inhaler E
5 Asetosal 80 mg (Miniaspi) E
Sumber: Kabag Farmasi

Instalasi Farmasi RSUD Porsea (IFRS Porsea) mengelola lebih dari satu juta
item obat yang tersimpan di gudang. Pada penelitian terdahulu (Manurung, 2018)
diperoleh informasi bahwa IFRS Porsea dalam penyediaan obat juga pernah
mengalami kekosongan obat pada tahun 2016 sebanyak 30 jenis yang diakibatkan
oleh keterlambatan pengiriman obat dari distributor, dan terdapat beberapa jenis
obat yang jarang digunakan sehingga mengakibatkan kelebihan obat yaitu sebanyak
16 jenis obat. Langkah yang dipilih oleh IFRS Porsea untuk memenuhi permintaan
obat ketika persediaan obat habis (stock out) adalah dengan melakukan pembelian

Institut Teknologi Del


6

obat secara mendadak berdasarkan kebijakan pimpinan rumah sakit. Hal ini
tentunya merugikan pihak rumah sakit maupun pasien karena harga obat hasil
pembelian secara mendadak lebih tinggi dibandingkan harga obat yang disediakan
oleh Pemerintah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, IFRS Porsea perlu
melakukan pengendalian persediaan. Tujuan dari pengendalian persediaan adalah
untuk menjamin ketersediaan persediaan pada tingkat optimal agar kontinuitas
rumah sakit dapat berjalan dengan baik dengan biaya persediaan yang optimal.

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin membantu RSUD Porsea untuk


mendapatkan sistem pengendalian persediaan obat yang andal dan mengoptimalkan
biaya pengadaan obat agar peran instalasi farmasi sebagai salah satu revenue centre
dapat terpenuhi. Dengan penelitian ini, diharapkan juga dapat membantu IFRS
Porsea untuk mendapatkan sistem persediaan obat yang lebih optimal sehingga
penggunaan dana dilakukan secara efisien yang diperoleh melalui analisis
pengklasifikasian obat dengan menggunakan analisis ABC guna mengetahui
pengelompokan obat berdasarkan jumlah penggunaan, serta analisis VEN untuk
mengklasifikasikan obat-obatan berdasarkan kegunaannya ke dalam kategori vital,
esensial atau nonesensial dan menetapkan prioritas pembelian obat serta
menentukan tingkat persediaan yang aman. Untuk menyesuaikan kebutuhan obat
terhadap perkembangan dan perubahan masalah kesehatan mengikuti perubahan
epidemiologi kesehatan penduduk, penelitian dilakukan pada kelompok obat
kategori I yang membutuhkan prioritas manajemen lebih besar, perhatian khusus,
dan analisa komprehensif dalam pengendaliannya. Akan dilakukan beberapa
perhitungan diantaranya perhitungan kontrol persediaan untuk mengetahui jumlah
pemesanan optimum yang ekonomis dengan menggunakan metode economic order
quantity (EOQ), perhitungan persediaan untuk mengetahui keseimbangan
persediaan terhadap pemesanan agar tidak terjadi kehabisan stok (stock out) dengan
menggunakan metode safety stock (SS), dan perhitungan pengendalian persediaan
untuk menentukan saat untuk melakukan pemesanan kembali dengan menggunakan
metode reorder point (ROP).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan permasalahan yang akan
diselesaikan adalah pengendalian persediaan obat yang terdapat di IFRS Porsea.

Institut Teknologi Del


7

Sehingga muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut, yaitu: Bagaimana sistem


persediaan obat yang optimal untuk mengatasi permasalahaan persediaan obat pada
Instalasi Farmasi RSUD Porsea?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Mendapatkan pengelompokan obat berdasarkan nilai investasi dan
kegunaan obat.
b. Mendapatkan sistem pengendalian persediaan obat yang andal dengan biaya
yang optimal di Rumah Sakit Umum Daerah Porsea.
c. Membuat standar rancangan manajemen pengendalian persediaan obat yang
optimal pada kategori I yang membutuhkan prioritas manajemen lebih besar
dalam pengendaliannya di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Porsea berdasarkan rata-rata pemakaian obat.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:
1. Bagi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Porsea
Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan atau rekomendasi yang dapat
dijadikan sebagai standar dalam melakukan pengendalian persediaan obat-
obatan yang ada pada gudang instalasi farmasi agar tidak terjadinya
kekurangan obat sehingga kinerja dan mutu pihak rumah sakit dalam
memberikan pelayanan kesehatan dapat meningkat secara khusus pada
bagian instalasi farmasi.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan kesempatan bagi peneliti dalam menerapkan
ilmu yang didapat selama masa perkuliahan dan hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain untuk pengembangan
lebih lanjut.
3. Bagi Perguruan Tinggi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pustaka bagi peneliti
selanjutnya yang memiliki minat dalam menyelesaikan permasalahan yang
serupa.

Institut Teknologi Del


8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini dimaksudkan agar masalah yang diteliti lebih
terarah sehingga penelitian diselesaikan berdasarkan perencanaan penelitian.
Penelitian ini dilakukan untuk jenis obat yang tergolong kategori I, diperoleh
melalui kombinasi antara analisis ABC dan analisis VEN, disebabkan kategori ini
membutuhkan prioritas manajemen lebih besar dalam pengendaliannya sehingga
pengendalian persediaan tidak dipengaruhi oleh perbedaan permintaan obat untuk
jenis tertentu oleh konsumen.
Data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh melalui wawancara mendalam dengan tiga narasumber yang juga
memiliki peran dalam pengendalian persediaan obat di IFRS Porsea dan data
sekunder berupa Daftar Mutasi Obat yang diperoleh dari pihak rumah sakit
khususnya bagian instalasi farmasi selama empat tahun (2015-2018), menyajikan
jenis dan jumlah obat-obatan yang terdapat di gudang RSUD Porsea (stok awal,
pengadaan, penggunaan, dan stok akhir obat), harga obat (dalam penelitian ini
harga yang digunakan adalah harga rata-rata obat) dan juga waktu tunggu obat.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas:
1. Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitiaan, ruang lingkup penelitian, serta memberikan
gambaran mengenai sistematika penelitian.
2. Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini akan membahas mengenai penjelasan dari rumah sakit (RS),
instalasi farmasi rumah sakit (IFRS), manajemen rantai pasok dan logistik,
analisis ABC dan VEN, metode pengendalian persediaan, serta rangkuman
dari teori-teori yang ada, dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
skripsi ini.
3. Bab III Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan tentang desain penelitian yang membahas metode yang
digunakan, lokasi dan waktu penelitian, informan penelitian, serta teknik
pengumpulan data dalam penelitian.

Institut Teknologi Del


9

4. Bab IV Pengumpulan dan Pengolahan Data


Bab ini menjelaskan gambaran umum dari objek penelitian. Gambaran
umum mencakup profil objek penelitian, visi, misi, struktur organisasi, dan
standar yang digunakan. Bab ini juga menjelaskan pengendalian persediaan
yang sudah diterapkan oleh objek penelitian dan pengolahan data
menggunakan metode pengendalian persediaan oleh peneliti.
5. Bab V Analisis dan Pembahasan
Bab ini akan menjelaskan tentang keterbatasan penelitian, hasil pengolahan
data melalui analisis ABC dan VEN, serta analisis pengendalian persediaan
diperoleh.
6. Bab VI Kesimpulan dan Saran
Dalam bab ini akan dijelaskan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan
meliputi solusi dari permasalahan dan pemberian masukan untuk studi
selanjutnya keseluruhan dari studi ini.

Institut Teknologi Del


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit


2.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Undang-Undang R.I No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit).

Rumah sakit bersifat kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui fungsi
rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
mengelompokkan rumah sakit berdasarkan penyelenggaraannya, yaitu rumah
sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah, dan rumah sakit swasta. Rumah
sakit pemerintah adalah unit pelaksana teknis dari instansi pemerintah
(Kementerian Kesehatan, Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia dan
kementerian lainnya). Rumah sakit daerah adalah pelaksana teknis dari daerah
(pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota). Sedangkan
rumah sakit swasta adalah badan hukum yang bersifat nirlaba (Profil Kesehatan
Indonesia 2017, 2018).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56/Menkes/PER/I/2014


mengelompokkan rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan
menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum adalah
rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit. Rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ,
jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Rumah sakit (RS) mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri serta fungsi yang khusus
dalam pengadaan jasa untuk melaksanakan pelayanan kesehatan. RS juga

10 Institut Teknologi Del


11

mempunyai fungsi pendidikan dan penelitian (Maimun, 2008). Gambar 2


menggambarkan sistem rumah sakit secara garis besar.

Gambar 2. Diagram sistem rumah sakit dan lingkungannya


Sumber: Maimun (2008)

Prinsip dasar pendekatan sistem dalam rumah sakit adalah untuk


menunjukkan keterikatan, ketergantungan, dan interaksi yang terjadi dalam
sistem tersebut, sehingga tercapai efek sinergistik untuk menyatukan perbedaan
tindakan antar sistem. Maksudnya, setiap sistem yang ada di RS saling bersinergi
untuk mencapai tujuan bersama. Untuk memperoleh sinergi, RS sebagai institusi
pelayanan memiliki tenaga kesehatan yang harus mampu menjalankan masing-
masing tugas dan tanggung jawab bersama. Peningkatan ketersediaan dan mutu
sumber daya manusia kesehatan (SDMK) dijalankan berdasarkan standar
pelayanan kesehatan.

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 pasal 4


tentang rumah sakit, dikatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna
adalah pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan bersifat promosi
kesehatan (promotif); memberikan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit (preventif); ditujukan untuk penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin
(kuratif); serta mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat yang

Institut Teknologi Del


12

berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan


kemampuannya (rehabilitatif).

Sesuai dengan tugas yang akan dijalankan, berikut merupakan penjelasan


fungsi RS yang terkandung dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 44
Tahun 2009 pasal 5:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3 Struktur Organisasi


Struktur organisasi RS terbentuk berdasarkan asas organisasi yang hemat
struktur dan kaya fungsi, menggambarkan kewenangan, tanggung jawab, dan
komunikasi dalam menyelenggarakan pelayanan dan manajemen (Suhartini,
2015) juga harus membagi habis seluruh tugas dan fungsi RS (Republik
Indonesia, 2015). Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah
Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan,
unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta
administrasi umum dan keuangan. Berikut adalah penjelasan dari bagian struktur
organisasi di RS dalam Peraturan Presiden RI Nomor 77 Tahun 2015.
1. Direktur mempunyai tugas pokok memimpin menyusun kebijaksanaan,
membina, mengoordinasikan, dan mengawasi serta mengendalikan
pelaksanaan tugas di bidang RS.
2. Kepala bagian tata usaha, bertanggung jawab kepada Direktur dan memiliki
tugas pokok mengelola penyusunan program kerja, kepegawaian, keuangan,
perlengkapan administrasi, menyusun Rencana Peraturan Daerah yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan di RS, menyelenggarakan kegiatan
hukum menyangkut RS, pendidikan dan pelatihan pegawai serta tugas-tugas

Institut Teknologi Del


13

umum RSUD. Kepala Bagian Tata Usaha membawahi tiga kepala sub-bagian
(subag):
a. Subag Administrasi Umum, memiliki tugas pokok mengelola urusan surat
menyurat, perlengkapan, kerumahtanggaan, menyusun rancangan
Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan di RS.
b. Subag Kepegawaian dan Pengembangan sumber daya manusia (SDM),
memiliki tugas pokok mengelola semua urusan kepegawaian dan
pengembangan SDM RS.
c. Subag Administrasi Keuangan, memiliki tugas pokok mengelola semua
urusan keuangan RS.
3. Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan RS, dipimpin oleh Kepala
Bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur serta
mempunyai tugas pokok menyelenggarakan kegiatan dibidang perencanaan
dan pengembangan RS. Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan RS
memimpin dua seksi, yaitu:
a. Seksi Perencanaan dan Pelaporan, memiliki tugas pokok
menyelenggarakan kegiatan perencanaan penyusunan program, sistem
informasi dan pelaporan serta pengembangan RS.
b. Seksi Pemasaran dan Humas, memiliki tugas pokok menyelenggarakan
kegiatan pemasaran, protokol, dan humas RS.
4. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, dipimpin oleh Kepala Bidang yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur serta mempunyai
tugas pokok menyelenggarakan pengelolaan kegiatan pelayanan medik,
pelayanan keperawatan, fasilitasi pelayanan, dan pengendalian mutu
pelayanan kesehatan RS. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan memimpin
dua seksi, yaitu:
a. Seksi Pelayanan Medis, memiliki tugas pokok menyelenggarakan
kegiatan pelayanan medis, fasilitasi pelayanan medis, pengendalian mutu
pelayanan medis, penerimaan, dan pemulangan pasien pada rawat inap
maupun rawat jalan RS.

Institut Teknologi Del


14

b. Seksi Keperawatan, memiliki tugas pokok menyelenggarakan


pengelolaan kegiatan asuhan keperawatan, fasilitasi pelayanan
keperawatan, dan pengendalian mutu palayanan di RS.
5. Kepala Bidang Rekam dan Penunjang Medis, dipimpin oleh Kepala Bidang
yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur serta
mempunyai tugas pokok mengelola urusan kefarmasian, alat kesehatan, alat
medis, laboratorium, dan penunjang medis lainnya serta pencatatan dan
pelaporan rekam medis RS. Kepala Bidang Rekam dan Penunjang Medis
memimpin dua seksi, yaitu:
a. Kepala Seksi Rekam Medis, memiliki tugas pokok mengelola urusan
pencatatan dan pelaporan rekam medis RS.
b. Kepala Seksi Penunjang Medis, memiliki tugas pokok mengelola urusan
kefarmasian, alat kesehatan, alat medis, laboratorium, dan penunjang
medis lainnya di RS.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)


2.2.1 Pengertian IFRS
IFRS adalah bagian dari rumah sakit yang bertugas menyelenggarakan,
mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan
farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit
(Undang-Undang R.I No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit).
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dilaksanakan di
IFRS melalui sistem satu pintu. Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker
sebagai penanggung jawab (Menteri Kesehatan RI, 2016). Tujuan pelayanan
farmasi rumah sakit adalah pelayanan yang paripurna sehingga dapat memberikan
obat tepat pasien, tepat dosis, tepat cara pemakaian, tepat kombinasi, tepat waktu
dan tepat harga. Selain itu pasien diharapkan mendapat pelayanan yang dianggap
perlu oleh farmasi sehingga pasien mendapat pengobatan efektif, efisien, aman,
rasional dan terjangkau (Maimun, 2008).

2.2.2 Tugas, Tanggung Jawab, dan Fungsi IFRS


Dalam melaksanakan kinerja yang jelas dan baik, berikut adalah tugas,
tanggung jawab, dan fungsi IFRS (Rusly, 2016).

Institut Teknologi Del


15

A. Tugas IFRS, yaitu melaksanakan pengelolaan dan pengendalian sediaan


farmasi seperti obat, bahan obat, gas medis, dan alat kesehatan, mulai dari
pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan rawat jalan dan rawat inap,
serta melakukan pengelolaan perbekalan kesehatan.
B. Tanggung jawab IFRS, yaitu mengembangkan pelayanan farmasi yang luas
dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan unit
pelayanan yang bersifat diagnosis dan terapi untuk kepentingan pasien yang
lebih baik.
C. Fungsi IFRS, yaitu sebagai unit pelayanan dan unit produksi. Unit pelayanan
yang dimaksud adalah pelayanan yang bersifat:
a. Manajemen (nonklinik), yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien
dan tenaga kesehatan lain. Pelayanan IFRS yang menyediakan unsur
logistik atau perbekalan kesehatan dan aspek administrasi.
b. Pelayanan nonmanajemen (klinik) pelayanan yang bersentuhan langsung
dengan pasien atau kesehatan lainnya. Fungsi ini berorientasi pasien
sehingga membutuhkan pemahaman yang lebih luas tentang aspek yang
berkaitan dengan penggunaan obat dan penyakitnya serta menjunjung
tinggi etika dan perilaku sebagai unit yang menjalankan asuhan
kefarmasian yang handal dan profesional.

2.2.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi


Berikut adalah penjelasan dari bagian struktur organisasi di instalasi farmasi
rumah sakit (IFRS) secara konvensional (Rusly, 2016).
1. Kepala IFRS atau Apoteker, bertanggung jawab terhadap seluruh aspek
penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dan pengelolaan persediaan farmasi
dan pengelolaan perbekalan kesehatan di RS.
2. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), bertanggung jawab kepada pimpinan
rumah sakit dan bertugas memonitor dan mengevaluasi pelayanan dan
pengelolaan persediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan di RS.
Panitia ini terdiri unsur tenaga kesehatan profesional (Dokter, Dokter Gigi,
Apoteker, dan Ners) sehingga kredibilitas dan akuntabilitas terhadap

Institut Teknologi Del


16

monitoring dan evaluasi pelayanan dan pengelolaan sediaan farmasi dan


pengelolaan perbekalan kesehatan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Farmasi Klinik memimpin konseling pasien, pelayanan informasi obat dan
evaluasi penggunaan obat baik pasien di ruangan maupun pasien rawat jalan
dan membidangi aspek yang menyangkut asuhan kefarmasian terutama
pemantauan terapi obat.
4. Logistik mempunyai tugas dalam hal menyiapkan dan memantau
perlengkapan perbekalan kesehatan, perencanaan dan pengadaan, sistem
penyimpanan di gudang, serta produksi obat dalam kapasitas rumah sakit
nonsteril dan aseptik.
5. Distribusi bertanggung jawab terhadap alur distribusi sediaan farmasi dan
pengelolaan perbekalan kesehatan (obat, bahan baku obat, alat kesehatan dan
gas medis) kepada pasien rawat jalan, IRD, ICU/ICCU, kamar operasi,
bangsal atau ruangan.
6. Diklat bertugas memfasilitasi tenaga pendidikan kesehatan dan nonkesehatan
yang akan melaksanakan kerja praktek sebagai tuntutan kurikulum dan
melaksanakan pelatihan.
7. Litbang bertugas memfasilitasi penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

2.3 Manajemen Rantai Pasok dan Logistik


Manajemen rantai pasok merupakan sekumpulan aktivitas dan keputusan yang
saling terkait untuk mengintegrasikan pemasok, manufaktur, gudang, jasa
transportasi, pengecer, dan konsumen secara efisien. Sehingga barang dan jasa
dapat didistribusikan dalam jumlah, waktu, dan lokasi yang tepat untuk
meminimumkan biaya demi memenuhi kebutuhan konsumen (Guritno & Harsasi).
Berikut adalah proses-proses yang ada dalam rantai pasok dikategorikan dalam lima
proses utama dalam manajemen (Supply Chain Operations Reference Model,
2006).
1. Plan, merupakan proses-proses yang bertujuan untuk mengembangkan
kebutuhan pengiriman, produksi, dan pasokan secara optimal sehingga terjadi
keseimbangan antara permintaan dan pasokan secara menyeluruh.
2. Source, merupakan proses-proses pembelian barang dan jasa yang bertujuan
untuk memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan.

Institut Teknologi Del


17

3. Make, merupakan proses transformasi material menjadi produk akhir untuk


memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan.
4. Deliver, merupakan proses-proses penyediaan produk jadi/jasa untuk
memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan, mencakup manajemen
pemesanan, manajemen transportasi dan distribusi.
5. Return, merupakan proses-proses yang diasosiasikan dengan pengembalian
dan penerimaan produk dengan kategori pengembalian produk dengan
berbagai alasan. Proses ini diperluas hingga ke layanan setelah pengiriman
kepada konsumen.

Gambar 3 berikut sebagai panduan untuk memetakan rantai pasok dengan


karakteristik perusahaan.

Gambar 3. Proses Rantai Pasok


Sumber:Supply-Chain Council, www.supply-chain.org.

Di dalam suatu rantai produksi, bahan baku diperoleh dan diproduksi dalam
fasilitas pengolahan, dikirim ke gudang penyimpanan (finished goods warehouse),
lalu mengirimkan ke pelanggan (customer) atau pengecer (retailer). Sebagai
konsekuensi untuk mengurangi harga dan meningkatkan kualitas pelayanan,
strategi rantai persediaan secara efektif harus mempertimbangkan interaksi di
berbagai tingkatan dalam rantai persediaan yang terjadi. Rantai persediaan juga
dikenal sebagai jaringan logistik, terdiri dari para penyalur, pusat pabrikasi atau
manufaktur, gudang, pusat distribusi, dan toko pengecer, seperti halnya bahan baku,
persediaan barang setengah jadi (work in process inventory), dan produk jadi.

Manajemen logistik adalah bagian dari proses rantai pasok yang terdiri dari
perencanaan, implementasi, dan kontrol agar lebih efektif dan efisien terhadap
aliran dan penyimpanan barang, jasa, dan informasi terkait dari titik asal ke

Institut Teknologi Del


18

pemakaian dalam memenuhi pemesanan permintaan pelanggan (Councill of


Logistics Management (CLM), 1986).

Terdapat perbedaan antara konsep manajemen rantai pasok dengan konsep


logistik secara tradisional (Rouli, 2008). Logistik umumnya mengacu pada
aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam sebuah organisasi, sedangkan rantai pasok
mengacu pada jaringan beberapa organisasi yang saling bekerjasama dan
berkoordinasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Perbedaan lainnya, logistik
lebih fokus pada aktivitas-aktivitas seperti pengadaan, distribusi, pemeliharaan dan
manajemen persediaan. Sedangkan fokus manajemen rantai pasok selain yang
dilakukan dalam logistik juga beberapa aktifitas lain meliputi pemasaran,
pengembangan produk baru, keuangan dan layanan konsumen (Hugos, 2003).

Berikut adalah beberapa elemen/unsur dasar rantai pasok logistik (supply chain
logistics) yaitu atribut fisik distribusi produk kepada konsumen setelah proses
produksi. Pada dasarnya, unsur-unsur ini berhubungan dengan tempat dan manfaat
waktu produk, (Jacobs, Berry, Whybark, & Vollmann, 2011), diantaranya:
1. Transportasi, digunakan untuk memindahkan persediaan dari satu tempat ke
tempat lain dalam rantai pasok. Jadwal, rute, dan mode pengiriman yang tepat
dapat menghasilkan penghematan besar. Beragam metode sudah tersedia oleh
perkembangan teknologi yang sangat cepat. Terdapat lima mode transportasi
yang dapat dipilih, yaitu:
a. Pesawat Udara, merupakan transportasi yang paling capat, tetapi memiliki
biaya mahal.
b. Truk, merupakan transportasi yang relatif cepat dan murah dengan
fleksibilitas tinggi.
c. Kereta, merupakan transportasi untuk barang yang besar.
d. Kapal laut, merupakan transportasi yang paling lambat tetapi sering menjadi
pilihan yang paling ekonomis untuk pengiriman dalam jumlah yang besar
ke luar negeri.
e. Pipa saluran, biasanya digunakan untuk menyalurkan minyak dan gas.
2. Pergudangan (warehousing), digunakan sebagai tempat dimana produk
disimpan sebelum dijual. Lokasi gudang yang tepat akan memberikan

Institut Teknologi Del


19

keuntungan berupa efisiensi waktu karena akan memperpendek waktu tunggu


(lead time).
3. Persediaan (Inventory), digunakan untuk melindungi kelangsungan produksi
dalam memenuhi permintaan pelanggan dari ketidakpastian pasokan (supply),
permintaan (demand), dan waktu tunggu (lead time) sehingga dapat menunjang
proses produksi dan pembelian yang efisien dan ekonomis serta untuk
mengantisipasi perubahan mendadak dari permintaan dan pemasokan.
Perubahan kebijakan inventory dapat mengubah tingkat responsivitas dan
efisiensi rantai pasok secara drastis. Sehingga diperlukan perhatian khusus
untuk menjaga aktivitas inventory.

2.3.1 Manajemen Persediaan


2.3.1.1 Pengertian Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan (inventory) merupakan simpanan material yang
berupa bahan mentah, barang dalam proses, dan barang jadi (Handoko, 2009).
Menurut Rangkuti (2007) dalam manajemen persediaan didefensikan sebagai
suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud
untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu untuk memenuhi permintaan
dari konsumen atau pelanggan setiap waktu.
Secara umum manajemen persediaan adalah bagian dari perusahaan yang
berfungsi untuk mengatur persediaan barang yang dimiliki. Mulai dari cara
memperoleh persediaan, penyimpanannya, sampai persediaan tersebut
dimanfaatkan atau dikeluarkan. Nadia (2012) menjelaskan bahwa Roy (2005)
memberikan klasifikasi yang memudahkan para pelaksana operasi melakukan
pengendalian, yaitu teknik kualitatif dan kuantitatif. Teknik kualitatif
merupakan cara mengendalikan persediaan berdasarkan Pareto 80-20 dengan
melakukan pengelompokan item. Beberapa teknik yang dikenal antara lain
klasifikasi ABC berdasarkan pada nilai investasi, FSN (fast, slow, non-moving
berdasarkan tingkat pemakaian, dan VED (vital essential desirable)
berdasarkan kekritisan tiap item. Sedangkan teknik pengendalian kuantitatif
yang digunakan adalah mengetahui jumlah pemesanan dengan model EOQ
(economic order quantity).

Institut Teknologi Del


20

Dalam Manajemen Persediaan terdapat 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan


menurut Fien Zulfikarijah (2005), yaitu:
1. Keputusan persediaan yang bersifat umum merupakan keputusan yang
menjadi tugas utama dalam penentuan persediaan baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Keputusan kuantitatif bertujuan untuk mengetahui:
a. Barang yang akan distok.
b. Jumlah barang yang akan diproses dan jumlah barang yang akan
dipesan.
c. Jadwal pembuatan barang akan dilakukan dan jadwal untuk melakukan
pemesanan.
d. Jadwal melakukan pemesanan ulang (reorder point).
e. Metode yang digunakan untuk menentukan jumlah persediaan.
2. Keputusan kualitatif adalah keputusan yang berkaitan dengan teknis
pemesanan yang mengarah pada analisis data secara deskriptif. Keputusan
kualitatif bertujuan untuk mengetahui:
a. Jenis barang yang masih tersedia di perusahaan.
b. Perusahaan atau inividu yang menjadi pemasok barang yang dipesan
perusahaan.
c. Sistem pengendalian kualitas persediaan yang digunakan perusahaan.

2.3.1.2 Komponen pada Sistem Persediaan


Berikut adalah uji dua komponen sistem persediaan: (1) bagaimana
persediaan dapat digolongkan (yang disebut analisis ABC) dan (2) seberapa
akurat catatan persediaan dapat dipertahankan. Kemudian akan diperlihatkan
pengendalian persediaan pada sektor jasa (Heizer & Render, Third Edition
Principles of Operations Management, 1999).

2.3.1.2.1 Analisis ABC


Analisis ABC adalah suatu metode yang digunakan dalam perencanaan
dan pengendalian persediaan dari prinsip Pareto sehingga analisis ABC
disebut juga sebagai analisis Pareto atau hukum Pareto 80/20. Prinsip Pareto
mengajarkan untuk memfokuskan pengendalian persediaan kepada jenis
persediaan yang bernilai tinggi dari pada yang bernilai rendah. Analisis ABC
diperkenalkan oleh HF Dickie pada tahun 1950-an (Herjanto, 2007).

Institut Teknologi Del


21

Parameter yang biasanya digunakan dalam analisis ABC adalah pemakaian


tahunan setiap item (Octaviyani, Yuniarti, & Nasution, 2016). Fokus utama
dari analisis ABC adalah pengelompokan persediaan berdasarkan jumlah
pemakaian dan nilai investasi dari setiap persediaan yang ada. Analisis ABC
berdasarkan analisis pemakaian dan analisis investasi dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:

A. Analisis Pemakaian (Junadi, 2000)


1. Menentukan item yang akan diklasifikasikan beserta dengan data
rata-rata pemakaian item logistik per tahun yang telah diurutkan dari
rata-rata pemakaian tertinggi hingga terendah.
2. Menghitung persentase pemakaian tiap item terhadap total
pemakaian.
3. Menghitung kumulatif pemakaian.
4. Melakukan pengelompokan berdasarkan kumulatif pemakaian
dengan analisis ABC.
B. Analisis Investasi (Wahyuni T. , 2015)
1. Menghitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing
item dengan cara mengalikan data rata-rata pemakaian tiap item
dengan data rata-rata harga tiap item .
2. Melakukan pengurutan nilai investasi mulai dari yang terbesar
hingga yang terkecil, setelah itu membuat persentase nilai investasi.
3. Menghitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
4. Menghitung nilai investasi kumulatif.
5. Mengelompokkan item berdasarkan persentase nilai investasi
kumulatif dengan analisis ABC.
Pengelompokan item dilakukan untuk menentukan prioritas pengendalian
dari semua ragam barang. Analisis ini dibagi menjadi tiga kelas yaitu:
a) Kelas A (always), adalah barang yang memiliki nilai investasi sekitar 60-
80% dari nilai investasi total atau berada pada urutan teratas pada daftar
yang mengontrol mayoritas total pengeluaran tahunan. Karena kelompok
obat ini memiliki investasi yang sangat tinggi, maka memerlukan
perhatian yang lebih dari kelas lainnya. Kelompok obat ini juga sangat

Institut Teknologi Del


22

kritis sehingga perlu dikontrol secara ketat dan dilakukan monitoring


secara kontinu serta pengawasan ekstra dan pengendalian yang harus baik.
Biasanya digunakan perpectual inventory record dan fixed quantity
system atau frequent review dalam fixed-interval system untuk
mengendalikan persediaan barang pada kelas A (Nadia, 2012). Persentase
kumulatif Kelas A sampai dengan 70% (Quick, 1997).
b) Kelas B (better), adalah barang yang memiliki nilai investasi sekitar 15%
dari nilai investasi total atau item yang mengontrol pengeluaran tahunan
yang cukup tinggi. Pengendalian persediaan tidak terlalu ketat seperti
kelompok A, namun laporan pemakaiannya harus tetap dilaporkan
sehingga pengendalian selalu dapat dikontrol. Pengendalian persediaan
dapat dilakukan dengan sistem maksimum-minimum (Nadia, 2012).
Persentase kumulatif Kelas B adalah 71% sampai dengan 90% (Quick,
1997).
c) Kelas C (control), adalah barang yang memiliki nilai investasi sekitar 5%
dari nilai investasi total. Dapat dikatakan kelompok obat C meyerap dana
yang rendah dengan jumlah obat lebih banyak, namun tidak berdampak
pada aktifitas gudang dan keuangan karena harganya murah dan
pemakaiannya lebih sedikit. Pengendalian pada tingkat ini tidak begitu
berat sehingga dapat dilakukan dengan pengendalian sederhana (Nadia,
2012). Persentase kumulatifnya adalah 91% sampai dengan 100% (Quick,
1997).
Penggambaran diagram dari analisis ABC ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram analisis ABC


Sumber: Maimun, 2008

Institut Teknologi Del


23

Harga pembelian obat x


Persentase jumlah harga obat X = ( ) x 100% ...pers(2-1)
Total harga

Menurut Gupta, Retd, Garg, & RK (2007), klasifikasi dengan analisis


ABC ditunjukkan sebagai berikut.

Tabel 2. Klasifikasi analisis ABC


Item Items (%) Money value (%)
A 10 70
B 20 20
C 70 10
Sumber: Gupta, (Retd), Garg, & RK (2007)

Penelitian lain dilakukan oleh Devnani (2010) pada salah satu apotek di
India untuk mengidentifikasi kategori-kategori item yang membutuhkan
manajemen pengendalian yang ketat. Hasil analisis ABC diperoleh dengan
mengolah data tahun 2007-2008. Gambar 5 menunjukkan hasil analisis ABC.

Gambar 5 Kurva kumulasi analisis ABC


Sumber: Devnani (2010)

Melalui Gambar 5 terlihat bahwa analisis ABC oleh Devnani memenuhi


persentase kumulasi total biaya untuk masing-masing kategori A, B, dan C
sekitar 70%, 20%, dan 10%. Menurut Istinganah, Danu, & Santoso (2006)
jika Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dapat mengendalikan obat yang
tergolong ke dalam kelas A dan B, maka sekitar 80%-95% nilai obat yang
digunakan di rumah sakit sudah dapat dikendalikan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat analisis ABC adalah


(Reddy, 2008).

Institut Teknologi Del


24

a. Jika barang dapat saling mensubstitusi maka mereka dianggap sebagai


satu barang.
b. Dalam mengklasifikasi menjadi kelompok A, B dan C yang harus dilihat
adalah total nilai konsumsi, bukan harga per unit barang.
c. Semua barang yang dikonsumsi oleh organisasi harus diklasifikasi
bersama-sama, tidak dikelompokkan lagi.
d. Priode konsumsi tidak harus selama satu tahun, dapat disesuaikan dengan
kebutuhan seperti misalnya enam bulan, empat bulan dan bahkan satu
bulan.

Kebijakan yang mungkin didasarkan pada analisis ABC meliputi hal


berikut (Heizer & Render, Third Edition Principles of Operations
Management, 1999):
1. Pembelian sumber daya yang dibelanjakan pada pengembangan pemasok
harus jauh lebih tinggi untuk individu item A dibandingkan untuk item C.
2. Item A tidak seperti item B dan C, perlu memiliki kendali persediaan fisik
yang lebih ketat; mungkin mereka dapat diletakkan pada tempat yang
lebih aman, dan mungkin record accuracy inventory untuk item A harus
lebih sering diverifikasi.
3. Peramalan item A perlu lebih dijamin keabsahannya dibandingkan dengan
peramalan item lain.
Peramalan yang lebih baik, kendali fisik, keandalan pemasok, dan
pengurangan pengendalian pengaman, semuanya merupakan hasil dari
kebijakan manajemen persediaan yang sesuai. Analisis ABC adalah salah satu
analisis yang dapat mengarahkan pengembangan semua kebijakan tersebut.
Analisis ABC memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Membantu manajemen dalam menentukan tingkat persediaan yang
efisien.
2. Memberikan perhatian pada jenis persediaan utama yang dapat
memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan.
3. Dapat memanfaatkan modal kerja (working capital) sebaik-baiknya
sehingga memacu pertumbuhan perusahaan.

Institut Teknologi Del


25

4. Sumber-sumber daya produksi dapat dimanfaatkan secara efisien yang


akan meningkatkan produktifitas dan efisiensi fungsi-fungsi produksi.

2.3.1.2.2 Akurasi Catatan (Record Accuracy)


Akurasi catatan (record accuracy) adalah sebuah komponen penting
dalam sistem produksi dan persediaan. Record accuracy menjadikan
organisasi dapat memusatkan perhatian pada item yang diperlukan. Untuk
memastikan ketelitian, maka pencatatan pemasukan dan pengeluaran harus
baik, begitu juga keamanan pada ruang persediaan.

2.3.1.2.3 Perhitungan Siklus (Cycle Counting)


Cycle counting merupakan audit yang berkelanjutan dengan melakukan
verisifikasi catatan. Cycle counting menggunakan penggolongan persediaan
yang dibuat dengan analisis ABC. Dengan prosedur cycle counting, item
dihitung, catatan diverifikasi, dan ketidaktepatan yang ditemukan
didokumentasikan secara periodik. Kemudian penyebab ketidaktepatan diusut
dan tindakan perbaikan diambil untuk memastikan integritas sistem
persediaan. Item A akan lebih sering dihitung, barangkali sekali sebulan; item
B akan dihitung kurang sering, barangkali sekali setiap kuartal dan item C
akan dihitung barangkali sekali setiap enam bulan. Cycle counting juga
memiliki keuntungan berikut :
1. Menghilangkan penutupan dan penghentian produksi yang diperlukan
untuk mengecek persediaan fisik tahunan.
2. Menghilangkan penyesuaian persediaan tahunan.
3. Melatih personil audit dalam hal ketelitian persediaan.
4. Dapat mengenali penyebab kesalahan untuk mengambil tindakan
perbaikan.
5. Menjaga catatan persediaan yang akurat.

2.3.1.2.4 Kontrol Persediaan Pelayanan (Control of Service Inventories)


Manajemen dari persediaan pelayanan layak mendapatkan pertimbangan
khusus. Dalam bisnis eceran, persediaan yang tidak tercatat dalam kuitansi
saat penjualan dikenal dengan penyusutan yang muncul dari kerusakan dan

Institut Teknologi Del


26

pencurian (pilferage), juga administrasi yang ceroboh. Berikut ini adalah


teknik-teknik dalam akurasi dan kontrol persediaan.
1. Pemilihan, pelatihan, dan pendisiplinan yang baik
2. Kontrol yang ketat dari pengiriman yang datang
3. Kontrol yang efektif atas semua barang yang meninggalkan fasilitas

2.3.1.3 Fungsi Persediaan


Fungsi persediaan yang dijelaskan oleh Rangkuti dalam Manajemen
Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis (2004) adalah sebagai berikut:
1. Fungsi decoupling dengan melakukan penyediaan bahan mentah yang
memungkinkan perusahaan mampu memenuhi permintaan pelanggan tanpa
tergantung pada pemasok dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman.
2. Fungsi economic lot sizing adalah persediaan lot size (pembelian dalam
kuantitas yang lebih besar) dengan mempertimbangkan penghematan atau
potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah.
3. Fungsi antisipasi dibuat apabila perusahaan menghadapi fluktuasi
permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman
atau data pada masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini
perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasional inventories).
Untuk menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan
permintaan akan barang-barang selama periode tertentu, perusahaan
memerlukan persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman (safety
stock/inventories).

2.3.1.3.1 Jenis-Jenis Persediaan


Menurut Jay Heizer dan Barry Render (1999), berdasarkan proses
manufakturnya persediaan dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
a. Persediaan bahan baku (raw material inventory) adalah persediaan yang
dibeli tetapi tidak diproses. Persediaan ini dapat digunakan untuk
memisahkan para pemasok dari proses produksi.
b. Persediaan barang setengah jadi (working in process inventory) adalah
bahan baku atau komponen yang sudah mengalami beberapa perubahan
tetapi belum selesai. Adanya work in process disebabkan oleh waktu yang

Institut Teknologi Del


27

dibutuhkan untuk membuat sebuah produk (siklus waktu). Mengurangi


siklus waktu berarti mengurangi persediaan.
c. Persediaan pemeliharaan, perbaikan, dan operasi
(maintenance/repair/operating atau MRO). MRO digunakan untuk
menjaga agar proses produksi tetap produktif. MRO tetap ada karena
kebutuhan dan waktu pemeliharaan dan perbaikan beberapa peralatan
tidak diketahui.
d. Persediaan barang jadi (finished goods inventory) adalah produk yang
sudah selesai dan menunggu pengiriman. Barang jadi bisa saja disimpan
karena permintaan pelanggan dimasa depan tidak diketahui.

2.3.1.4 Model Persediaan


Model persediaan menurut permintaannya dan biaya yang terkait dengan
persediaan terdiri atas permintaan independen dan dependen. Berikut adalah
pembahasan yang hanya berfokus pada mengelola persediaan dengan
independen. Model-model persediaan permintaan yang independen terdiri atas
tiga model persediaan yang ditujukan untuk pertanyaan penting yaitu kapan
melakukan pemesanan dan seberapa banyak pesanan (Jacobs, Berry, Whybark,
& Vollmann, 2011).
1. Economic Order Quantity (EOQ)
EOQ model merupakan model yang paling sederhana. Metode ini dapat
digunakan baik untuk persediaan barang-barang yang dibeli maupun yang
diproduksi sendiri. EOQ model digunakan untuk menentukan kuantitas
pesanan persediaan yang optimal, yang meminimalkan biaya langsung
penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan persediaan. Asumsi-asumsi
yang digunakan pada model EOQ adalah :
a. Permintaan barang diketahui dan bersifat konstan.
b. Harga per unit barang adalah konstan.
c. Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam.
d. Biaya penyimpanan dan pemesanan konstan.
e. Lead time (jangka waktu pemesanan dengan barang diterima) adalah
konstan.
f. Tidak ada back order (pengembalian pesanan).

Institut Teknologi Del


28

2. Production Order Quantity Model (POQ)


Model ini digunakan apabila perusahaan tidak melakukan pemesanan
barang, tetapi memproduksi sendiri. Selama proses produksi tersebut maka
persediaan akan terus bertambah. Karena produsen tidak melakukan
pemesanan maka dalam model ini tidak ada biaya pemesanan (ordering
cost), tetapi yang ada adalah biaya penyiapan yang meliputi seluruh biaya
untuk memproduksi barang tersebut (set up cost). Adapun asumsi-asumsi
yang digunakan pada POQ model adalah :
a. Hanya ada satu jenis barang.
b. Permintaan selama setahun diketahui dan konstan.
c. Persediaan secara terus-menerus mengalir atau dibuat dalam suatu
proses waktu tertentu setelah dipesan.
d. Unit persediaan diproduksi dan dijual secara bersamaan.
e. Tingkat produksi tetap.
f. Tidak ada potongan harga.
3. Quantity Discount Model
Dalam situasi ini supplier memberikan pengurangan harga kepada
langganan dengan kuantitas yang berbeda-beda, dan holding cost
dinyatakan dalam persentase dari harga. Misalnya biaya simpan sebesar
20% dari harga jual. Dalam kasus ada potongan harga maka prosedur
menemukan pemesanan optimal adalah sebagai berikut :
a. Hitung EOQ pada harga terendah. Bila EOQ layak (mungkin) pada
harga itu, maka ini merupakan jumlah pemesanan yang optimal,
sehingga perhitungan lebih lanjut tidak diperlukan.
b. Bila EOQ tidak layak pada harga itu, maka langkah selanjutnya adalah
hitung biaya total pada kuantitas terendah yang layak pada harga itu.
c. Kemudian hitung EOQ pada harga terendah berikutnya (kedua). Bila
EOQ layak, maka hitung biaya total pada harga yang layak tersebut.
Kuantitas pemesanan optimal adalah salah satu dari kuantitas yang telah
dihitung yang mempunyai biaya total terendah.

Institut Teknologi Del


29

d. Bila langkah kedua dan EOQ pada langkah kedua masih tidak layak,
maka ulangi langkah kedua dan ketiga sampai EOQ yang layak
ditemukan dan perhitungan selanjutnya tidak dimungkinkan lagi.
Pada model EOQ dengan quantity discount maka total biaya persediaan
meliputi :
a) Total biaya pemesanan (total ordering cost).
b) Total biaya penyimpanan (total holding cost).
c) Total biaya pembelian (total purchasing cost).

2.3.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan


Hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan untuk
menentukan besarnya biaya-biaya variabel dan menentukan kebijakan
persediaan adalah bagaimana perusahaan dapat meminimalkan biaya-biaya.
Menurut Rangkuti yang dijelaskan dalam Manajemen Persediaan oleh Uti,
biaya-biaya persediaan yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
1. Biaya Penyimpanan (holding cost/carring costs) terdiri dari biaya-biaya
yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya
penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang
dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-
biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan berdasarkan Srinivasan
(2012) adalah ruang dan tenaga, gaji pekerja, biaya kebutuhan khusus, biaya
barang usang, biaya pencurian atau perampokan, serta biaya modal.
2. Biaya pemesanan (ordering costs) menurut Srinivasan (2012) adalah upah
pekerja, transportasi, pemeriksaan (inspection), penolakan (reject),
penundaan (delay), serta biaya hutang lancar. Pada umumnya biaya
pemesanan (diluar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik apabila
kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi apabila semakin banyak
komponen yang dipesan setiap kali melakukan pemesanan, jumlah pesanan
per-periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun.
3. Biaya persiapan (manufacturing) atau set up costs. Hal ini terjadi apabila
bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri oleh perusahaan. Biaya-
biaya ini terdiri dari biaya mesin-mesin yang menganggur, biaya persiapan
tenaga kerja langsung, biaya penjadwalan, biaya ekspedisi dan sebagainya.

Institut Teknologi Del


30

Seperti halnya biaya pemesanan, biaya penyiapan total per-periode sama


dengan biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per-periode.
4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) adalah biaya yang
timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan.
Biaya-biaya yang termasuk biaya yang kekurangan bahan adalah biaya
kehilangan penjualan, biaya kehilangan pelanggan, biaya pemesanan
khusus, biaya ekspedisi, selisih harga, biaya terganggunya operasi, biaya
tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan sebagainya. Biaya
kekurangan bahan sulit di ukur dalam praktik, terutama karena
kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity costs yang sulit
diperkirakan secara objektif.
2.3.2 Analisis VEN (vital, essential, dan nonessential)
VEN juga disebut sebagai analisis VED (vital, essential, dan desirable)
merupakan analisa yang digunakan untuk mengklasifikasikan obat-obatan
dalam kategori vital, essential atau non essential dan menetapkan prioritas
pembelian obat serta menentukan tingkat stok yang aman dan harga penjualan
obat. Golongan VEN bisa menggunakan panduan klasifikasi VEN yang
dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO atau daftar obat esensial
nasional yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI. Analisis ini membantu untuk
memantau peredaran obat dan kegunaannya serta pengelompokan kelompok obat
yang memberikan efek terbaik dengan harga terjangkau. Kategori dari obat-obat
VEN yaitu:
a) V (vital)
Merupakan obat-obat yang harus ada, yang diperlukan untuk
menyelamatkan kehidupan, masuk dalam kategori potensial life saving drug,
pemberian harus secara teratur, dan penghentiannya tidak tiba-tiba atau
sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar. Kriteria nilai
kritis obat ini adalah kelompok obat yang sangat esensial atau vital untuk
memperpanjang hidup, untuk mengatasi penyakit penyebab kematian
ataupun untuk pelayanan pokok kesehatan. Pada obat kelompok ini tidak
boleh terjadi kekosongan (Quick, 1997).

Institut Teknologi Del


31

b) E (essensial)
Merupakan obat-obat yang efektif untuk mengurangi rasa kesakitan, namun
sangat signifikan untuk bermacam-macam penyakit tetapi tidak vital secara
absolut, hanya untuk penyediaan sistem dasar. Kriteria nilai kritis obat ini
adalah obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber
penyebab penyakit dan yang banyak digunakan dalam pengobatan penyakit
terbanyak. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolelir kurang dari 48
jam (Quick, 1997).
c) N (non essensial)
Merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh
sendiri dan obat yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis.
Kriteria nilai krisis obat ini adalah obat penunjang agar tindakan atau
pengobatan menjadi lebih baik, untuk kenyamanan atau untuk mengatasi
keluhan. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir lebih dari 48 jam
(Quick, 1997).

2.3.2.1 Kombinasi ABC dan VEN


Kombinasi antara ABC dan VEN adalah untuk mempertajam analisa dalam
pengendalian obat, yang diklasifikasikan kedalam suatu matriks sebagai
berikut:
Tabel 3 Matriks analisis ABC-VEN
V E N
A AV AE AN
B BV BE BN
C CV CE CN
Sumber: Kussuma (2016)

Menurut Kussuma (2016), setiap grup dari matriks menggunakan manajemen


pengendalian yang berbeda-beda, seperti dibawah ini:

1. AV mewakili obat yang vital dengan jumlah penggunaan yang tinggi. Item-
item obat ini membutuhkan perhatian khusus dan analisa komprehensif.
Rekomendasi untuk obat yang masuk dalam matriks ini adalah
menyediakan obat dengan stok sedikit tetapi lebih sering melakukan
pembelian dan obat ini harus selalu tersedia di persediaan untuk kasus
darurat. Kejadian kehabisan obat akan menimbulkan dampak negatif dalam

Institut Teknologi Del


32

pelayanan medis, sehingga diperlukan analisa, kontrol, dan pantauan secara


baik dan rutin.
2. AN mencakup obat-obat dengan penggunaan yang berkontribusi besar pada
total persediaan tetapi merupakan obat nonessensial yang fungsinya masih
diragukan dan dapat digantikan oleh obat lain.
3. CV mencakup obat-obat yang harus selalu tersedia tetapi tidak berdampak
besar pada aspek keuangan.
4. CN merupakan kelompok obat yang hanya sedikit essensial. Safety stock
sebaiknya diset pada tingkatan yang rendah.
5. AE dan BV merupakan kelompok obat yang tidak dapat diabaikan karena
AE merupakan grup yang penting berdasarkan nilainya, sedangkan BV
penting berdasarkan perawatan medis. Kelompok AE disimpan pada tingkat
persediaan yang rendah tetapi lebih sering melakukan pembelian.
Kelompok BV mencakup obat vital dengan nilai persediaan yang rendah,
dapat disimpan dalam jumlah yang lebih banyak dari pada kelompok obat
AE.
6. BE, BN, dan CE bisa dikontrol dengan tingkat persediaan yang sedang.
Analisisnya berdasarkan penggunaan pada waktu lampau dengan
menggunakan metode safety stock.

Menurut Destaria Madya Verawati, Dida Diah Damayanti, & Budi Santosa
(2015) matriks ABC-VEN dikelompokkan ke dalam dua prioritas yaitu prioritas
I yang merupakan kelompok obat yang membutuhkan prioritas manajemen
lebih besar dalam pengendaliannya yang terdiri atas kelompok AV, AE, AN,
BV, dan CV, serta prioritas II merupakan kelompok obat yang membutuhkan
prioritas manajemen lebih rendah dalam pengendaliannya yang terdiri atas
kelompok BE, BN, CE, dan CN (huruf pertama menunjukkan analisis ABC dan
huruf kedua menunjukkan analisis VEN). Penelitian lain (Devnani, 2010),
(Kumar & Chakravarty, 2014) dan (Singh, Gupta, Latika, & Devnani, 2015)
mengatakan bahwa kombinasi ABC-VED diklasifikasikan menjadi tiga
kategori (I, II, dan III). Kategori I terdiri atas AV, AE, AD, BV, dan CV.
Kategori II terdiri atas kelompok BE, CE, dan BD. Kategori III terdiri atas
kelompok CD merupakan kelompok obat yang hanya sedikit essensial.

Institut Teknologi Del


33

2.3.3 Metode Pengendalian Persediaan


Secara kronologis, metode pengendalian persediaan dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
a. Metode pengendalian tradisional.
b. Metode perencanaan kebutuhan material (MRP).
c. Metode kanban.
Metode Pengendalian tradisional menggunakan matematika dan statistik
sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem
persediaan. Pada dasarnya, metode tersebut berusaha mencari jawaban optimal
dalam menentukan economic order quantity (EOQ), safety stock (SS), dan
reorder point (ROP).
2.3.3.1 Economic Order Quantity (EOQ)
EOQ merupakan metode untuk menentukan jumlah pesanan yang paling
ekonomis dengan memperhatikan faktor biaya pemesanan dan penyimpanan.
Model EOQ adalah salah satu teknik kontrol persediaan. Jumlah persediaan
yang optimal adalah ketika biaya pesanan tiap tahunnya (annual setup cost)
sebanding dengan biaya penyimpanan tiap tahunnya (annual holding cost).
Melalui persamaan tersebut, akan diturunkan persamaan jumlah pemesanan
yang optimal (optimal order quantity) seperti sebagai berikut (Heizer & Render,
Operations Management, 2014).

2DS ................................................ pers(2-3)


EOQ=√
H

Dimana:

EOQ = Jumlah optimum unit per pesanan


D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit
Setelah mendapatkan jumlah optimum unit per pesanan, selanjutnya adalah
melakukan perhitungan nilai total biaya (total cost) dari biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan per satuan barang. Dari perhitungan total cost (TC) maka
dapat diketahui total biaya yang harus dikeluarkan untuk persediaan barang

Institut Teknologi Del


34

dengan persamaan sebagai berikut (Heizer & Render, Operations Management,


2014):
D Q
TC = S+ H + DC ................................................ pers(2-4)
Q 2
Dimana:
D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
Q = Jumlah optimum unit per pesanan
S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit
C = Harga per item
Frekuensi pemesanan dalam satu tahun dan juga selang pemesanan dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

Rata-rata pemintaan obat per tahun


Frekuensi Pemesanan obat = ... pers(2-5)
EOQ

Jumlah hari dalam 1 tahun


Selang pemesanan = .............................. pers(2-6)
Frekuensi pemesanan

Pada Gambar 6 berikut ditunjukkan hubungan antara biaya penyimpanan


(holding cost), biaya pemesanan (setup cost), dan total pembayaran (total cost).
Gambar 6 memperlihatkan bahwa jika jumlah pesanan bertambah maka akan
terjadi pengurangan terhadap setup cost sedangkan holding cost dan total cost
akan mengalami penambahan. Begitu juga sebaliknya, jika kuantitas pesanan
berkurang maka holding cost dan total cost akan berkurang, sedangkan setup
cost akan bertambah.

Gambar 6. Total cost sebagai fungsi dari jumlah pesanan (order quantity)
Sumber: Jay Heizer dan Barry Render (1999)

Institut Teknologi Del


35

Menurut Jay Heizer (2010) teknik ini didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu:
1. Jumlah permintaan setiap periode diketahui.
2. Waktu tunggu yakni waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan
diketahui dan konstan.
3. Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan kata
lain persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada suatu
waktu.
4. Tidak tersedia diskon untuk jumlah pembelian yang banyak.
5. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat.

Biaya penyimpanan berdasarkan teori Heizer & Render (2005) dalam Nadia
(2012) menyatakan bahwa biaya penyimpanan adalah sebesar 26% dari unit
pembayaran obat.

2.3.3.2 Safety Stock (SS)


Menurut Zulfikarijah (2005), safety stock (SS) merupakan persediaan yang
digunakan dengan tujuan agar tidak terjadi stock out (kehabisan stok). Ada dua
hal yang harus diperhatikan dalam penentuan SS, yaitu kehabisan stok berakibat
terganggunya proses produksi dan stok yang berlebih yang akan
membengkakkan biaya. Tujuan dari SS adalah menyeimbangkan keduanya.
Pada situasi normal, ketidakpastian pasokan diwakili dengan standar deviasi
waktu tunggu (lead time) dari supplier, yaitu waktu antara perusahaan memesan
sampai material atau barang diterima. Sedangkan ketidakpastian permintaan
biasanya diwakili dengan standar deviasi besarnya permintaan per periode. Jika
permintaan per periode maupun lead time sama-sama konstan maka tidak
diperlukan safety stock karena permintaan selama lead time memiliki standar
deviasi nol (Pujawan, 2005).
Menurut Assauri (2004), jika SS dengan service level 98% (Z=2,05) dan
standar lead time diketahui dan bersifat konstan, maka rumus untuk menentukan
SS, yaitu:
SS = Z x Sd x √L ..................................................... pers(2-7)
Keterangan:
Z = Service level

Institut Teknologi Del


36

Sd = Standar deviasi
L = Waktu tunggu obat (Lead time)

2.3.3.3 Reorder Point (ROP)


Agar kontinuitas produksi tidak terganggu, pengendalian persediaan juga
sebaiknya menentukan kapan dilakukan pesanan kembali. Ada dua hal yang
menjadi perhatian, yaitu persediaan yang habis (stock out) yang akan
mengganggu kontinuitas produksi dan persediaan berlebih yang akan
menyebabkan pembengkakan biaya. Berdasarkan kedua hal ini diperlukan
adanya ROP untuk mencari keseimbangannya. Rumus perhitungan titik
pemesanan kembali (Mowen, 2004) yaitu:

ROP = (𝑑 ∗ 𝐿) + 𝑆𝑆 ................................................ pers(2-8)


Dimana:
ROP = Titik pemesanan kembali
d = Rata-rata penggunaan obat
L = Waktu tunggu obat (Lead time)

Berikut adalah hubugan EOQ, SS dan EOQ (Harfaz & Wardhono, 2017):

Gambar 7 Hubungan antara EOQ, ROP, dan SS


Sumber: jurnal rekayasa teknik sipil

Gambar 7 menunjukkan hubungan antara EOQ, ROP, dan SS dalam satu


grafik. Dapat dilihat bahwa jumlah persediaan minimum barang adalah nilai SS
sedangkan persediaan maksimum barang merupakan hasil penjumlahan antara
nilai SS dengan EOQ.

Institut Teknologi Del


2.4 Kajian terhadap Penelitian-Penelitian tentang Pengendalian Persediaan Obat
Penelitian-penelitian sebelumnya dijabarkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Penelitian-penelitian sebelumnya
No (Penulis,Tahun) Judul Penelitian Objek Kajian Metode yang Dipakai Hasil Penelitian
1 (Sari, 2018) Pengendalian Penelitian dilakukan Studi ini menggunakan • Penelitian ini menemukan kelompok obat
Persediaan Obat untuk analisis ABC dan VEN yang harus dikontrol persediaannya secara
di Rumah Sakit mengendalikan untuk mengelompokkan ketat setiap bulannya karena memiliki nilai
Universitas seluruh obat yang obat, lalu melakukan investasi yang lebih besar
Sumatera Utara ada di RS perhitungan pengendalian • Memperoleh jumlah pemesanan tertinggi
Universitas persedianaan dengan pada jenis obat tertentu
Sumatera Utara menggunakan metode • Memperoleh besarnya stock sebagai
dengan tujuan EOQ, SS, dan ROP pengaman yang diperlukan
memperoleh • Memperoleh waktu yang tepat untuk
persediaan obat melakukan pemesanan kembali
dengan jumlah yang
cukup
2 (Sitorus, 2018) Perancangan Melakukan Menggunakan analisis • Berupa saran perbaikan kepada RS HKBP
Sistem pengendalian ABC dan Continuous Balige untuk menggunakan metode khusus
Persediaan Obat persediaan obat di Review System (EOQ, SS, dalam melakukan pengendalian persediaan
dengan Metode Rumah Sakit HKBP dan ROP) obat yang akan dijadikan sebagai standar
Continuous Balige dengan dalam melakukan pengadaan obat
Review System menentukan standar • Perolehan jumlah maksimal obat dalam
pada bagian pengendalian melakukan pemesanan, jumlah persediaan
Institut Teknologi Del

Farmasi di yang aman di gudang, dan waktu untuk


Rumah Sakit melakukan pemesanan kembali
HKBP Balige
3 (Manurung, Perencanaan Penelitian dilakukan Metode deskriptif • Kinerja sumber daya manusia di RSUD
2018) Obat di Instalasi di Instalasi Farmasi kualitatif berupa Porsea
Farmasi Rumah RSUD Porsea untuk penjelasan dari objek

37
No (Penulis,Tahun) Judul Penelitian Objek Kajian Metode yang Dipakai Hasil Penelitian
Sakit Umum menganalisis penelitian dan beberapa • Saran metode yang sebaiknya digunakan
Daerah Porsea perencanaan obat analisis yang biasa dalam pengendalian obat
Kabupaten Toba dengan menjelaskan digunakan untuk • Hasil yang menjelaskan bahwa optimalisasi
Samosir Tahun input (sumber daya mengendalikan persediaan penggunaan data di RSUD Porsea yang
2017 manusia, metode, obat, seperti analisis ABC, belum terlaksana dengan baik
dan data) dalam VEN dan kombinasi • Penjelasan sebab dan akibat Instalasi
perencanaan obat, keduanya Farmasi RSUD Porsea pernah mengalami
proses dan output kekosongan obat
4 (Rahmawandi, Analisis Penelitian dilakukan Penelitian ini • Hasil penelitian menunjukkan perencanaan
2018) Perencanaan di di Instalasi menggunakan metode obat di RSUD Tanjung Pura belum
Obat di Instalasi Farmasi RSUD konsumsi berdasarkan data terlaksana dengan baik karena tidak adanya
Farmasi RSUD Tanjung Pura untuk riil konsumsi obat dalam tim perencanaan obat (hanya dilakukan oleh
Tanjung Pura mendapatkan satu tahun, serta metode kepala IFRS dan kepala gudang farmasi)
Kabupaten gambaran epidemiologi yang • Tidak adanya prosedur, ketidaksesuaian
Langkat Tahun perencanaan obat didasarkan pada jumlah metode konsumsi dengan pedoman
2018 berdasarkan metode kunjungan, frekuensi pengelolaan obat, ketidaklengkapan data
konsumsi di RS penyakit, dan standar untuk membuat rencana kebutuhan obat, dan
tersebut pengobatan yang ada perhitungan jumlah kebutuhan obat yang
tidak menggunakan 9 (sembilan) cara
perhitungan metode konsumsi menyebabkan
perencanaan obat tidak optimal
• Penelitian memberikan saran agar pihak
IFRS Tanjung Pura membentukan tim
Institut Teknologi Del

perencanaan obat, melakukan pelatihan


perencanaan obat, dan membuat prosedur
perencanaan
5 (Octaviyani, Pengklasifikasian Penelitian dilakukan Metode yang digunakan • Diperoleh hasil pengklasifikasian 182 item
Yuniarti, & Item Persediaan pada obat di apotek adalah klasifikasi ABC obat dengan menggunakan klasifikasi ABC
Nasution, 2016) Menggunakan L’Mas untuk yang digunakan untuk • Klasifikasi fuzzy sebagai metode untuk

38
Metode Always membuat strategi membagi persediaan pada melakukan klasifikasi kembali dari
No (Penulis,Tahun) Judul Penelitian Objek Kajian Metode yang Dipakai Hasil Penelitian
Better Control- yang dapat tiga kelas dan fuzzy yang klasifikasi ABC menyatakan bahwa terdapat
Fuzzy (Studi memenangkan digunakan untuk beberapa item obat pada prioritas 1 yang
Kasus: persaingan pasar mengklasifikasikan artinya diutamakan persediaannya dan
Persediaan Obat training data set (data set selebihnya kurang diutamakan
pada Apotek yang digunakan untuk persediaannya
L'Mas Kota menghasilkan fungsi
Tarakan Tahun keanggotaan)
2016)
6 (Kussuma, Rancangan Penelitian dilakukan Metode berupa deskriptif • Data yang digunakan adalah data obat pasien
2016) Model di Instalasi Farmasi kuantitatif dengan rawat jalan maupun rawat inap di RS Bedah
Manajemen Rumah Sakit Bedah menggunakan analisis Surabaya
Persediaan Obat Surabaya untuk ABC dan VEN untuk • Diperoleh lima jenis obat melalui analisis
Kategori AV membuat usulan menyusun kombinasi antar ABC-VEN untuk kategori AV
dengan Analisis rancangan kedua analisis tersebut, • Berdasarkan pola pemakaian/konsumsi
ABC (Pareto) manajemen selanjutnya melakukan uji dalam kurun waktu tertentu, setiap obat
dan Klasifikasi pengendalian normalitas data dengan memiliki karakter berbeda yang terdiri atas
VEN pada persediaan yang menggunakan metode empat grup karakter (normal distribution
Instalasi Farmasi optimal agar tidak Kolmogorov Smirnov, with no trend but static demand, normal
Rumah Sakit terjadi stock out pada melakukan perhitungan distribution with no trend but lumpy demand,
Bedah Surabaya obat kategori AV dengan metode reorder normal distribution with trend demand, dan
point untuk menentukan non-normal distribution demand)
kapan dilakukan • Hasil uji normalitas menggunakan one-
pembelian dan order sample Kolmogorov Smirnov menunjukkan
Institut Teknologi Del

quantity untuk menentukan bahwa distribusi data tidak normal (non


jumlah obat yang harus normal distribution)
dibeli, menggunakan • Penelitian memberikan rekomendasi
metode forcast last period kebijakan persediaan obat melalui
method yang menjadikan perhitungan metode ROP
data tahun sebelumnya • Penentuan jumlah pembelian perlu
sebagai patokan, dan dilakukan estimasi dan adjustment dengan

39
melakukan simulasi
No (Penulis,Tahun) Judul Penelitian Objek Kajian Metode yang Dipakai Hasil Penelitian
dengan menggunakan melihat sisa stok karena obat yang
metode dynamic lot sizing berdistribusi tidak normal bersifat fluktuatif
yang sangat memungkinkan tidak adanya
mutasi out untuk obat dalam waktu satu
bulan
• Hasil simulasi penggunaan metode dynamic
lot sizing kategori AV memberikan
penurunan total biaya dibandingkan dengan
total pembelian rill yang tidak menggunakan
metode perencanaan/pembelian
7 (Destaria Perencanaan Penelitian dilakukan Metode yang digunakan • Tahap pertama adalah menentukan hasil uji
Madya Kebijakan di Instalasi Farmasi adalah analisis ABC dan distribusi data obat dengan menggunakan uji
Verawati; Dida Persediaan Obat RS AMC karena VED, serta metde kenormalan data Kolmogorov Smirnov. Jika
Diah dengan ketersediaan obat probabilistik Continuoous data berdistribusi normal, maka perhitungan
Damayanti; Menggunakan selalu melebihi Review (s,S) System yang dilanjutkan
Budi Santosa, Metode jumlah permintaan terdiri atas metode order • Hasil perhitungan klasifikasi ABC-VED
2015) Probabilistik (overstock) yang quantity, safety stock, dan adalah untuk mengetahui obat yang harus
Continuous menyebebkan total reorder point selalu tersedia di dalam gudang dan
Review (s,S) biaya persediaan memerlukan pengendalian yang lebih ketat
System pada yang dikeluarkan • Melalui hasil perhitungan metode
Bagian Instalasi tinggi continuous review system diperoleh
Farmasi Rumah penghematan sebesar 42,09% dari kondisi
Sakit AMC aktual
Institut Teknologi Del

• Mengetahui ukuran jumlah pemesanan,


safety stock, dan reorder point

8 (Wahyuni, Pengendalian Penelitian dilakukan Jenis penelitian adalah • Dari 180 item obat, 37 item merupakan
Budi, & Persediaan Obat di IFRSI Siti deskriptif, menggunakan kelompok A, 96 item sebagai kelompok B,
Umum dengan Khadijah Palembang analisis ABC Indeks Kritis dan 47 item merupakan kelompok C
Analisis ABC untuk mengatasi

40
No (Penulis,Tahun) Judul Penelitian Objek Kajian Metode yang Dipakai Hasil Penelitian
Destriatania, Indeks Kritis di permasalahan dan menggunakan sample • Pengendalian kelompok obat A belum
2014) IFRSI Siti kekosongan random sampling berjalan dengan baik menyebabkan beberapa
Khadijah persediaan obat pada item obat mengalami kekosongan dan
Palembang waktu tertentu kelebihan persediaan
9 (Utari, 2014) Cara Penelitian dilakukan Menggunakan metode • Pengelompokan obat berdasarkan
Pengendalian di Gudang Farmasi analisis ABC, Economic investasinya diperoleh melalui analisis ABC
Persediaan Obat RS Zahirah untuk Order Quantity (EOQ), • Diperoleh hasil perhitungan jumlah obat
Paten dengan melakukan Buffer Stock, dan Reorder paten yang akan dipesan serta waktu pesan
Metode Analisis pengendalian Point (ROP). Penelitian ini obat dan buffer stock yang ideal saat terjadi
ABC, Metode persediaan pada obat mengikut pada penelitian stock out dengan mempertimbangkan buffer
Economic Order paten yang dilakukan oleh stock
Quantity (EOQ), Fadhila (2013) ditunjukkan • Pemberian saran berupa penyediaan sistem
Buffer Stock, dan oleh kerangka teori, informasi, penerapan analisis ABC, dan
Reorder Point asumsi, kesimpulan, dan penerapan metode EOQ dan ROP di RS
(ROP) di Unit saran yang hampir sama. Zahirah
Gudang Farmasi
RS Zahirah
Tahun 2014
10 (Fadhila, 2013) Studi Penelitian dilakukan Jenis penelitian ini adalah • Jumlah optimum obat yang perlu
Pengendalian pada obat di Gudang operational research untuk diprioritaskan berdasarkan jenisnya
Persediaan Obat Farmasi RS Islam mengetahui nilai dikelompokkan berdasarkan kelas dengan
Generik melalui Asshobirin untuk pemakaian dan investasi menggunakan analisis ABC
Metode Analisis mengatasi obat, jumlah pemesanan • Diperoleh jumlah pemesanan yang optimum
Institut Teknologi Del

ABC, Economic permasalahan optimum, dan waktu dan titik pemesanan kembali berdasarkan
Order Quantity terjadnya obat yang pemesanan kembali metode Reorder Point (ROP)
(EOQ), dan stock out dengan dengan menggunakan • Pemberian saran berupa penyediaan sistem
Reorder Point tujuan penelitian analisis ABC, metode informasi, pembentukan Komite Farmasi
(ROP) di Gudang untuk mengatasi Economic Order Quantity Terapi (KFT) untuk menyusun formularium,
Farmasi RUmah ketidakseimbangan pembuatan perencanaan obat khususnya
Sakit Islam antara permintaan kelompok obat A untuk mempersiapkan

41
No (Penulis,Tahun) Judul Penelitian Objek Kajian Metode yang Dipakai Hasil Penelitian
Asshobirin dan ketersediaan (EOQ), buffer stock, dan anggaran dana yang sesuai, dan penerapan
Tahun 2013 obat reorder point (ROP). analisis ABC di RS Islam Asshobirin
11 (Alta Fatra, Analisis Penelitian dilakukan Jenis penelitian adalah • Manajemen di Instalasi Farmasi Rumah
2011) Perencanaan dan di Instalasi Farmasi deskriptif kuantitatif Sakit Daerah Basemah belum berjalan
Pengadaan Rumah Sakit Daerah dengan menggunakan dengan baik terlihat dari kekosongan obat
Persediaan Obat Basemah untuk analisis Indeks Kritis ABC, sehingga dilakukan analisis Indeks Kritis
Antibiotik melakukan metode EOQ dan ROP ABC dengan menggunakan model EOQ
melalui Metode perencanaan, (economic order quantity) dan ROP (reorder
ABC Indeks pengadaan, dan points)
Kritis di Instalasi pengendalian • RS Basemah menggunakan sistem tender
Farmasi Rumah persediaan yang baik karena pemesanan dilakukan satu kali
Sakit Daerah dan ketat guna setahun sesuai dengan anggaran. Setelah
Basemah menghindari diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP)
terjadinya No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolahan
kekosongan obat Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) RS
yang dapat Basemah bisa melakukan swakelola,
menghambat proses penerimaan uang langsung masuk kas,
pelayanan obat, dengan ini pembelian obat dapat dihitung
khususnya pada obat dengan menggunakan metode EOQ dan
antibiotik ROP. Hal tersebut dijadikan saran oleh
penulis
• Pemberian saran berupa evaluasi kerjasama
oleh supplier obat untuk mengantisipasi
Institut Teknologi Del

datangnya barang yang tidak tepat waktu


12 (Maimun, 2008) Perencanaan Penelitian ini lebih Jenis penelitian yang • Perencanaan obat sebelumnya oleh IFRS
Obat Antibiotik fokus pada dilakukan adalah pre- Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal
Berdasarkan perencanaan obat eksperimental dengan menggunakan metode konsumsi yaitu
Kombinasi antibiotik untuk menggunakan metode penambahan 10% dari pemakaian
Metode mengatasi deskriptif analitik dengan sebelumnya
Konsumsi permasalahan pendekatan cross sectional

42
No (Penulis,Tahun) Judul Penelitian Objek Kajian Metode yang Dipakai Hasil Penelitian
dengan Analisis persediaan obat, untuk mengetahui Turn • Penelitian ini menunjukkan bahwa peran uji
ABC dan yaitu kelebihan dan Over Ratio (TOR) obat coba model dapat menurunkan nilai
Reorder Point kekurangan obat antibiotik fast moving persediaan antibiotik (didapatkan efisiensi
terhadap Nilai setelah uji penerapan sebesar Rp3.943.875
Persediaan dan model berdasarkan • Perencanaan antibiotik berdasarkan
Turn Over Ratio kombinasi analisis ABC kombinasi metode konsumsi dengan analisis
di Instalasi dan reorder point ABC dan ROP terbukti dapat menurunkan
Farmasi RS nilai persediaan dan meningkatkan TOR
Darul Istiqomah serta didapatkan efisiensi sebesar 30,14%
Kaliwungu
Kendal
13 (Nadia, 2012) Analisis Penelitian dilakukan Jenis penelitian ini adalah • Klasifikasi obat dengan menggunakan
Pengendalian di RS Puri Cirene studi kasus. Penelitian Analisis ABC dan analisis VEN
Persediaan Obat dengan menggunakan analisis • Jumlah optimal antibiotik dengan metode
Antibiotik di menggunakan data ABC dan VEN serta EOQ
Gudang Rumah tahun 2011 untuk perhitungan EOQ dan ROP • Jumlah stok minimum dengan menerapkan
Sakit Puri Cirena mengendalikan untuk menentukan jumlah perhitungan ROP
Tahun 2011 persediaan obat dan waktu pemesanan • Saran untuk menggunakan metode
antibiotik yang yang optimum. peramalan moving average 3 period bagi
memiliki persentase pihak rumah sakit
belanja 29,53% dari
total belanja obat.
Tujuan penelitian
Institut Teknologi Del

adalah untuk
mencapai
keseimbangan
antara persediaan
dan permintaan.

43
44

Tabel 4 menunjukkan penelitian terkait pengendalian obat menggunakan beberapa


analisis dan beberapa metode. Beberapa penelitian seperti Kussuma (2016) dan
Destaria Madya Verawati, dkk (2015) melakukan uji normalitas menggunakan one-
sample Kolmogorov Smirnov untuk melihat normal atau tidaknya distribusi data
sebelum melakukan analisis kebih lanjut. Analisis yang paling sering digunakan
untuk melakukan pengendalian persediaan obat adalah analisis ABC (always better
control) guna mengetahui pengelompokan obat berdasarkan nilai investasinya.
Untuk mengetahui pengelompokan obat berdasarkan tingkat
kekritisan/kegunaannya, dilakukan analisis VEN (vital, essential, dan nonessential)
atau disebut juga sebagai analisis VED (vital, essential, dan desirable). Kedua
analisis ini dikombinasikan untuk mendapatkan kelompok obat berdasarkan
manajemen dan analisa yang dibutuhkan dalam pengendaliannya. Setelah
menentukan kelompok obat berdasarkan kombinasi yang akan dikendalikan,
selanjutnya dilakukan beberapa perhitungan dengan beberapa metode seperti
economic order quantity (EOQ), safety stock (SS), reorder point (ROP), forcast last
period, serta melakukan simulasi dengan menggunakan metode dynamic lot sizing.
Pada umumnya, hasil penelitian adalah sama yaitu melakukan pengendalian
persediaan obat di instalasi rumah sakit.
Penelitian oleh Sari (2018) dilakukan di RSUD Porsea membahas tentang
pengendalian obat secara deskriptif tanpa menjelaskan manajemen pengendalian
obat yang optimum. Sistem perencanaan obat di RSUD Porsea pada tahun 2017
dijelaskan dengan baik dan dituangkan dalam bentuk kerangka pikir yang berisi
input, proses, dan output perencanaan obat yang dijelaskan secara narasi oleh
penulis. Untuk itu pada penelitian ini akan dibahas manajemen pengendalian
persediaan obat yang baik di RSUD Porsea sehingga persediaan obat dapat berjalan
optimum.

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya


adalah sebagai berikut:
1. Objek penelitian pada penelitian ini dilakukan pada obat yang terdapat di
Instalasi Farmasi RSUD Porsea yang tergolong ke dalam kategori I dari hasil
kombinasi ABC-VEN, yaitu kelompok obat yang membutuhkan prioritas
manajemen yang lebih besar.

Institut Teknologi Del


45

2. Penelitian menggunakan beberapa analisis diantaranya analisis ABC dan VEN


untuk memperoleh kelompok obat kategori I melalui kombinasi ABC-VEN
yang persediaannya akan dikendalikan dengan menggunakan metode EOQ, SS,
dan ROP.

Institut Teknologi Del


BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan secara sistematis dengan mengikuti langkah-langkah


pengerjaan untuk mencapai kesimpulan sebagai berikut:

Mulai

Identifikasi Masalah

Perumusan Masalah

Tujuan dan Ruang


Lingkup Penelitian

Studi Literatur
Studi Pendahuluan
Teori Persediaan, Analisis ABC dan VEN,
Sistem persediaan obat di RSUD
kombinasi ABC-VEN, metode EOQ,
Porsea
metode SS, dan metode ROP

Metode Penelitian:
Deskriptif Kuantitatif

Pengumpulan Data Sekunder


Pengumpulan Data Primer
• Mengumpulkan data pemakaian obat di
• Wawancara terkait penggunaan obat
Instalasi Farmasi RSUD Porsea selama
dan klasifikasi obat
periode tertentu
• Dokumentasi Instalasi Farmasi RSUD
• Mengumpulkan data pemesanan obat RSUD
Porsea sebagai lampiran
Porsea selama periode tertentu

Pengolahan Data:
• Melakukan klasifikasi obat berdasarkan analisis pemakaian pada analisis ABC
• Melakukan klasifikasi obat berdasarkan metode VEN
• Mengidentifikasi kelompok obat yang termasuk kedalam kategori I
• Melakukan perhitungan persediaan yang optimal dengan metode EOQ, SS, dan
ROP dari kategori I

Kesimpulan dan
Saran

Selesai

Gambar 8 Langkah-langkah pengerjaan

46 Institut Teknologi Del


47

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif.
Menurut (Yusuf, 2016) penelitian kuantitatif dilakukan dengan melakukan
eksperimen untuk mengetahui dampak dari faktor tertentu yang berpengaruh dari
faktor-faktor yang sudah dikendalikan sebelum penelitian dimulai. Menurut
Sedarmayanti & Hidayat (2002) metode kuantitatif digunakan bila masalah yang
akan diteliti sudah jelas, ingin mendapat informasi luas dari suatu populasi, ingin
mengetahui pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain, mendapatkan data
akurat dan dapat diukur, serta untuk menguji keraguan validitas pengetahuan, teori,
dan produk tertentu.

Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan berupa data sekunder yaitu Daftar
Mutasi Persediaan Obat di Instalasi Farmasi RSUD Porsea. Selain melakukan
penelitian kuantitatif, dilakukan juga penelitian kualitatif untuk mengetahui
gambaran proses perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Porsea yang disusun
dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam dengan melakukan
wawancara secara mendalam (indepth interview) pada pihak Instalasi Farmasi
RSUD Porsea menggunakan pedoman wawancara berisi daftar pertanyaan yang
berhubungan dengan topik yang akan dibahas dengan bantuan alat tulis dan
melakukan triangulasi data.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Porsea
(IFRS Porsea) yang berlokasi di Jl. Raja Sipakko Napitupulu, Desa Parparean,
Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir. Penelitian dilakukan mengikuti alur
pengerjaan penelitian yang dimulai dari bulan Januari 2019 sampai April 2019.

3.3 Informan Penelitian


Informan dari penelitian ini ditentukan berdasarkan kecukupan dan kesesuaian
informasi dengan penelitian. Pengumpulan informasi dilakukan melalui wawancara
secara mendalam terhadap 3 (tiga) informan yang menjadi wakil dalam
penyampaian informasi mengenai persediaan obat, diantaranya:

1. Kepala Instalasi Farmasi, Ibu Evi Siahaan. Pedoman pertanyaan merujuk pada
sistem persediaan obat di IFRS Porsea.

Institut Teknologi Del


48

2. Pokja Gudang, Ibu Nurwani Tambunan. Pedoman pertanyaan merujuk pada


sistem pengendalian obat di gudang.
3. Pokja Rawat Jalan, Ibu Rini. E. Pangaribuan sebagai admin Instalasi Farmasi
RSUD Porsea. Pedoman pertanyaan merujuk pada sistem pengendalian obat di
gudang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


3.4.1 Sumber Data
Data pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan melakukan wawancara secara mendalam pada tiga informan.
Data sekunder diperoleh melalui Instalasi Farmasi RSUD Porsea berupa data
pengadaan dan penggunaan obat selama empat tahun (pada tahun 2015-2018),
data biaya yang dibutuhkan dalam kegiatan pengadaan obat yang diperoleh dari
bagian keuangan dan Kepala Tata Usaha, serta melalui studi pustaka di
Perpustakaan Institut Teknologi Del, skripsi, laporan, jurnal, dan informasi yang
terdapat di media elektronik yang berhubungan dengan penelitian. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman telaah dokumen, pedoman
wawancara, alat tulis, dan alat perekam.

3.4.2 Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data selama penelitian dilakukan dengan menggunakan
beberapa instrumen diantaranya pedoman wawancara, alat perekam, buku/notes,
alat tulis, serta buku pedoman pelaksanaan Tugas Akhir Program Studi Sarjana
Manajemen Rekayasa. Cara yang dilakukan dalam mengumpulkan data adalah
melalui:

1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang sudah
dipersiapkan kepada pihak yang akan menjadi narasumber. Wawancara
dilakukan dengan dua cara, yaitu wawancara secara mendalam mengikuti
pedoman wawancara dan wawancara sekilas yang dilakukan dengan untuk
memastikan kebenaraan informasi yang telah diperoleh melalui skripsi
terdahulu atau tulisan lain dari media elektronik.

Institut Teknologi Del


49

2. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan dan meninjau ulang beberapa
informasi dan penelitian sejenis, sehingga diperoleh informasi mengenai
konsep dan teori yang dapat dijadikan sebagai landasan teori bagi penelitian
ini. Sedangkan telaah dokumen RS dilakukan dengan mencari informasi yang
mendukung analisis situasi dan dimanfaatkan untuk menganalisis data yang
diperoleh.

3.4.3 Penyajian Data


Data yang diperoleh melalui hasil pengolahan ditampilkan dalam bentuk
narasi, tabel, dan gambar.

3.4.4 Validasi Data


Validasi data dilakukan untuk menjaga validitas data dan menguji hasil
penelitian dengan melakukan triangulasi yang merupakan pendekatan
multimetode yang dilakukan peneliti saat mengumpulkan dan menganalisis data
sehingga fenomena dapat dipahami dan diteliti dengan baik untuk memperoleh
kebenaran tingkat tinggi dari sudut pandang yang berbeda-beda (Rahardjo, 2010).
Berikut triangulasi yang dilakukan:

1. Triangulasi sumber dilakukan melalui wawancara secara mendalam pada tiga


informan yang berbeda.
2. Triangulasi metode dilakukan melalui tinjauan ulang (review) terhadap
penelitian sebelumnya pada objek penelitian yang sama dan dengan
melakukan telaah dokumen.
3. Triangulasi data dilakukan dengan menganalisis setiap data didapatkan dari
semua sumber (Baskara, 2008) berdasarkan topik penelitian.

3.4.5 Analisis Data


Sebelum mengelompokkan obat berdasarkan kelasnya, peneliti lebih dulu
mencari rata-rata penggunaan obat dan rata-rata harga obat dari data Mutasi Obat
selama empat tahun yang dijadikan sebagai standar pengadaan obat tiap tahunnya.
Berikut adalah tahapan dalam melakukan analisis data (Gaspersz, 2010):
1. Pengelompokan obat berdasarkan kelasnya dengan analisis ABC

Institut Teknologi Del


50

a. Mengumpulkan data pengadaan dan pemakaian obat selama beberapa


periode. Data yang tersedia oleh rumah sakit dalam penelitian ini adalah
data obat selama empat tahun.
b. Mengelompokkan obat berdasarkan analisis pemakaian obat dari analisis
ABC dengan melakukan perhitungan jumlah pemakaian obat berdasarkan
jumlah pemakaian obat yang sudah dirata-ratakan dan diurutkan dari
jumlah pemakaian terbesar hingga terkecil.
c. Mengelompokkan obat berdasarkan analisis investasi dari analisis ABC
dengan melakukan perhitungan penggunaan biaya pemakaian obat
berdasarkan jumlah pemakaian obat dan harga yang sudah dirata-ratakan
dengan urutan nilai investasi dari yang terbesar ke terkecil.
d. Menghitung persentase kumulatif tiap item obat pada masing-masing
analisis.
e. Mengklasifikasikan obat berdasarkan kelas A, B, dan C berdasarkan
persentase kumulatifnya, dimana kelas A memiliki kumulatif kurang dari
71%, kelas B memiliki kumulatif diantara 71% dan 91%, dan kelas C
memiliki kumulatif lebih besar dari 90%.
2. Klasifikasi obat dengan analisis VEN
Mengkategorikan obat berdasarkan tingkat kekritisannya menggunakan
analisis VEN. Pengategorian obat pada penelitian ini dibantu oleh seorang
apoteker (Tampubolon, 2011) yang sudah ahli dibidang tersebut dan
menghasilkan karya tulis mengenai klasifikasi obat dengan menggunakan
analisis VEN.
3. Jumlah pesanan yang ekonomis (EOQ)
a. Mencari total biaya penyimpanan dan pemesanan obat. Biaya
penyimpanan pada penelitian ini adalah total gaji pekerja yang bekerja di
gudang sementara biaya pemesanan adalah total biaya telepon dan
internet/paket yang digunakan tiap tahunnya.
b. Menghitung jumlah pesanan dengan menggunakan rumus pada metode
EOQ.
c. Membandingkan rata-rata penggunaan obat dengan hasil perhitungan
EOQ untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimal.

Institut Teknologi Del


51

4. Jumlah cadangan (SS)


a. Menetapkan safety factor. Pada penelitian ini perhitungan jumlah
cadangan mengunakan safety factor sebesar 98% dengan service level
sebesar 2,054.
b. Menghitung standar deviasi penggunaan obat melalui data selama empat
tahun.
c. Menghitung jumlah cadangan dengan mempertimbangkan waktu tunggu
pengadaan obat menggunakan rumus safety stock (SS).
5. Reorder point (ROP)
a. Mengidentifikasi waktu pemesanan dan waktu tunggu pemesanan obat
(lead time).
b. Melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus ROP.
c. Menghitung frekuensi pemesanan dan selang waktu pemesanan.
6. Pengendalian persediaan
a. Mengidentifikasi kegiatan pengendalian persediaan yang diperoleh
melalui hasil data primer (wawancara).
b. Membandingkan kegiatan pengendalian tersebut dengan teori yang ada.
c. Mengidentifikasi hasil analisis variabel-variabel yang terdapat pada
perhitungan jumlah pesanan melalui hasil EOQ, jumlah cadangan melalui
hasil SS, serta waktu melakukan pesanan melalui hasil ROP.

Institut Teknologi Del


BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian


4.1.1 Profil RSUD Porsea
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Porsea adalah Institusi Pelayanan
Kesehatan yang menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan perorangan secara
paripurna (Pelayanan Kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif) yang menyediakan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
RSUD Porsea merupakan rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Toba Samosir
yang diresmikan pada tahun 1982 oleh Bapak EWP Tambunan selaku kepala
daerah Tingkat I Sumatera Utara saat status rumah sakit masih tipe D sesuai SK
Menkes RI No.526/MENKES/SK/VI/1966, diangkat menjadi kelas C dengan
status milik Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, dan pada tahun 1988
menjadi milik Pemerintah Kabupaten Toba Samosir sesuai UU No. 12 tahun 1988
tentang pembentukan Kabupaten Toba Samosir dan Mandailing Natal. Pada tahun
2018, RSUD Porsea telah lulus akreditasi Program Khusus SNARS edisi 1.

RSUD Porsea terletak di Jl. Raja Sipakko Napitupulu, Desa Parparean,


Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir dan memiliki area seluas 20.650 m2
dengan luas bangunan 5.673 m2. Untuk melaksanakan visi, misi, target, dan
tujuan, RSUD Porsea dipimpin oleh seorang direktur yang dibantu oleh kepala
tata usaha, kepala bidang pelayanan medik, kepala bidang penunjang medik, dan
kepala seksi masing-masing bidang, serta staf dan kepala-kepala unit yang
didukung oleh 4 (empat) Spesialis Dasar (penyakit dalam, anak, bedah umum,
dan kebidanan & kandungan) dan Spesialis Penunjang (anestesi, radiologi,
patologi, dan klinik), juga didukung oleh spesialis penyakit THT, spesialis mata,
patologi anatomi, jiwa, neurologi, kemudian dokter umum, dokter gigi, SKM,
apoteker beserta tenaga Sarjana Keperawatan (Ners), ahli madya keperawatan,
kebidanan, gizi, fisioterapi, radiologi beserta tenaga medis lainnya dengan latar
belakang pegawai negeri sipil ditambah tenaga honor.

52 Institut Teknologi Del


53

4.1.1.1 Struktur Organisasi RSUD Porsea


Gambar 9 menunjukkan struktur organisasi RSUD Porsea berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Toba Samosir Nomor 02 Tahun 2003 tentang
Peraturan Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Porsea.

Gambar 9. Struktur organisasi RSUD Porsea


Sumber: RSUD Porsea

4.1.2 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran RSUD Porsea


Berikut adalah visi, misi, tujuan, dan sasaran RSUD Porsea (Sumber: RSUD
Porsea).
a. Visi
Visi RSUD Porsea adalah Tobasa Hebat Tahun 2021.
b. Misi
Misi RSUD Porsea adalah membangun pelayanan kesehatan dan pendidikan
yang bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat, antara lain:
i. Menyelenggarakan pelayanan administrasi yang komprehensif dan
berkualitas dengan mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.

Institut Teknologi Del


54

ii. Menyelenggarakan pelayanan administrasi dan keuangan dengan


penerapan Badan Layanan Umum Daerah yang didukung dengan
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.
iii. Menyelenggarakan asuhan keperawatan yang profesional dengan
mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu.
iv. Melengkapi sarana dan prasarana rumah sakit, menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan/pemberdayaan sumber
daya manusia dalam mewujudkan pelayanan yang bermutu.
v. Menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Porsea sebagai rumah sakit
daerah kelas C yang terakreditasi menjadi rumah sakit daerah kelas B.
c. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai RSUD Porsea sesuai penjabaran visi dan misinya
adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan sarana dan prasarana rumah sakit.
2. Membangun sistem manajemen pelayanan kesehatan, dengan
pembangunan sistem informasi rumah sakit.
3. Meningkatkan sumber dana pembiayaan kesehatan.
4. Pembiayaan pelayanan kesehatan dalam bentuk pola tarif dapat terjangkau.
d.Sasaran
Sasaran RSUD Porsea adalah dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana
disebut dalam tugas pokok melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna
dan berhasilguna, dengan nilai-nilai yang dianut, yaitu:
1. Kesehatan sebagai hak asasi manusia.
2. Kesehatan sebagai investasi sumber daya manusia.
3. Kesehatan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat.
4. Meningkatkan sumber pembiayaan kesehatan dari pemerintah.

Institut Teknologi Del


55

4.1.3 Instalasi Farmasi RSUD Porsea


4.1.3.1 Struktur Organisasi IFRS Porsea

Gambar 10 Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUD Porsea


Sumber: RSUD Porsea

Instalasi Farmasi RSUD Porsea (IFRS Porsea) menjalankan peranan yang


sama seperti IFRS pada umumnya, yaitu memberikan pelayanan farmasi kepada
pasien dan melakukan manajemen farmasi dengan baik dengan menjamin
ketersediaan obat untuk pasien rawat jalan dan rawat inap. IFRS Porsea
memiliki 3 (tiga) orang apoteker yang berperan dalam manajemen farmasi dan
menggunakan sistem e-catalogue dalam pengadaan obat-obatan. Yang dapat
melakukan pemesanan obat dengan sistem ini adalah orang yang sudah
tersertifikasi sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). Berikut adalah proses
pengadaan obat melalui e-purchasing (Simanjuntak, 2019):
1. Pejabat pengadaan dan pejabat pembuat komitmen (PPK) melakukan
pemesanan dalam e-purchasing dalam bentuk paket pesanan.
2. Paket pesanan akan dikirim pada penyedia.
3. PPK menunggu konfirmasi mengenai pemesanan dan distributor/pelaksana
pekerjaan untuk paket tersebut.
4. Setelah PPK menerima konfirmasi dari distributor, PPK mengunduh dan
mencetak format Surat Pesanan pada aplikasi e-purchasing untuk diberikan
kepada penyedia dan sudah ditandatangani oleh PPK dan penyedia.
5. Tagihan pembayaran akan diajukan kepada divisi keuangan Pemerintah
Kabupaten Toba Samosir. PPK mengisi keterangan tanggal tagihan, tanggal

Institut Teknologi Del


56

pembayaran, dan tanggal produk diterima di dalam e-purchasing


pemerintah.

4.1.3.2 Standar Pelayanan IFRS Porsea


Dalam melaksanakan tugasnya Instalasi Farmasi RSUD Porsea
menjalankan standar pelayanan farmasi berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan atau mengikuti standar seperti standar instalasi farmasi rumah sakit
pada umumnya.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/X/2004 menjelaskan tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit. Di dalamnya juga dijelaskan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Rumah Sakit yang
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk
pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang
beredar di rumah sakit tersebut.
Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan
tanggal dikeluarkannya peraturan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada
harus mencerminkan standar pelayanan farmasi mutakhir yang sesuai dengan
peraturan dan tujuan dari pada pelayanan farmasi itu sendiri (Sujudi, 2004).
Kebijakan dan prosedur pelayanan farmasi yang dibuat harus memuat hal-hal
sebagai berikut:
1. Kriteria kebijakan dan prosedur dibuat oleh kepala instalasi, panita/komite
farmasi dan terapi serta para apoteker.
2. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan
apoteker menganalisa secara kefarmasian.
3. Kebijakan dan prosedur yang tertulis harus mencantumkan beberapa hal,
seperti:
a. Macam obat yang dapat diberikan oleh perawat atas perintah dokter.
b. Label obat yang memadai.
c. Daftar obat yang tersedia.

Institut Teknologi Del


57

d. Gabungan obat parenteral dan labelnya.


e. Pencatatan dalam rekam farmasi pasien beserta dosis obat yang
diberikan.
f. Pengadaan dan penggunaan obat di rumah sakit.
g. Pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap, rawat jalan,
karyawan dan pasien tidak mampu.
h. Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi perencanaan, pengadaan,
penerimaan, pembuatan/produksi, penyimpanan, pendistribusian dan
penyerahan.
i. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan mengenai pemakaian obat dan
efek samping obat bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta
pencatatan penggunaan obat yang salah dan atau dikeluhkan pasien.
j. Pengawasan mutu pelayanan dan pengendalian perbekalan farmasi.
k. Pemberian konseling/informasi oleh apoteker kepada pasien maupun
keluarga pasien dalam hal penggunaan dan penyimpanan obat serta
berbagai aspek pengetahuan tentang obat demi meningkatkan derajat
kepatuhan dalam penggunaan obat.
l. Pemantauan terapi obat (PTO) dan pengkajian penggunaan obat.
m. Apabila ada sumber daya farmasi lain disamping instalasi maka secara
organisasi dibawah koordinasi instalasi farmasi.
n. Prosedur penarikan/penghapusan obat.
o. Pengaturan persediaan dan pesanan.
p. Cara pembuatan obat yang baik.
q. Penyebaran informasi mengenai obat yang bermanfaat kepada staf.
r. Masalah penyimpanan obat yang sesuai dengan pengaturan/undang-
undang.
s. Pengamanan pelayanan farmasi dan penyimpanan obat harus terjamin.
t. Peracikan, penyimpanan dan pembuangan obat-obat sitotoksik.
u. Prosedur yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi terhadap staff.
4. Harus ada sistem yang mendokumentasikan penggunaan obat yang salah
dan atau mengatasi masalah obat.
5. Kebijakan dan prosedur harus konsisten terhadap sistem pelayanan rumah

Institut Teknologi Del


58

sakit lainnya.
4.2 Pengendalian Persediaan pada IFRS Porsea
Dalam melakukan pemesanan obat, Instalasi Farmasi RSUD Porsea menjadikan
daftar pemesanan obat tahun sebelumnya sebagai referensi untuk pengadaan obat
di masa selanjutnya atau dengan kata lain, mereka masih memesan obat dengan
menggunakan metode konsumsi. Kegiatan yang dilakukan dalam mengendalikan
persediaan di gudang adalah dengan memperhatikan hal sebagai berikut:

4.2.1 Buku Amprahan


Buku amprahan memuat nama dan jumlah obat yang hendak diambil dari
gudang. Obat yang diminta oleh bagian instalasi farmasi akan di daftarkan ke
buku amprahan dan mencatat dengan jelas nama serta jumlah obat yang
dibutuhkan agar pihak gudang mengambil obat yang sudah diamprah. Tujuannya
adalah agar keluar masuknya barang ke gudang terdokumentasikan dengan baik
sehingga laporan yang akan disusun sesuai dengan kondisi lapangan.

4.2.2 Stock Opname (SO)


Stock opname (SO) adalah kegiatan menghitung barang secara fisik di gudang
dan instalasi farmasi. Kegiatan ini dilakukan oleh pegawai gudang dengan
melakukan pengecekan kesesuaian jumlah obat yang berada di gudang dengan
data yang telah dicatat. SO dilakukan tiap bulan dan menjadi prosedur yang dapat
mengatur kegiatan pengendalian persediaan obat di Instalasi Farmasi RSUD
Porsea.

4.2.3 Daftar Mutasi Obat


Daftar ini memuat uraian persediaan obat dengan deskripsi nama tiap item
obat, unit, harga satuan dan nilai/biaya dalam pengadaan dan pemakaian obat.
Daftar mutasi obat memudahkan apoteker untuk menghitung saldo akhir
penggunaan obat tiap tahunnya.

4.2.4 Laporan Penggunaan Obat


Laporan penggunaan obat di IFRS Porsea disusun tiap bulan dengan tujuan
mengetahui jenis dan jumlah obat yang keluar masuk dari gudang. Laporan ini
akan menjadi laporan pertanggungjawaban oleh RSUD Porsea dalam
melaksanakan tugas kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten.

Institut Teknologi Del


59

4.3 Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian berasal dari IFRS Porsea berupa data
sekunder (data yang diperoleh dari rumah sakit) yaitu Daftar Mutasi Obat selama
empat tahun (2015-2018). RSUD Porsea melakukan pengadaan obat sebanyak dua
kali dalam satu tahun dan menyesuaikan jumlah pembelian obat terhadap biaya
yang disediakan oleh pemerintah. Waktu tunggu (lead time) pemesanan obat adalah
dua bulan atau 60 hari. Jumlah jenis obat yang digunakan dan terdapat di gudang
selama tahun 2015-2018 adalah sebanyak 452 jenis obat. Informasi ini diperoleh
dari Daftar mutasi obat yang memuat jenis obat, jumlah stok awal, jumlah stok
akhir, jumlah pengadaan, jumlah penggunaan obat, dan harga masing-masing jenis
obat.

4.3.1 Biaya Pemesanan Obat


Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan pihak IFRS Porsea, tidak
terdapat biaya tambahan untuk melakukan pemesanan obat. Hal terebut
disebabkan sistem pemesanan obat menggunakan e-catalogue, yaitu pemesanan
secara online dengan menggunakan jaringan internet. Dalam penelitian ini biaya
pemesanan obat dihitung berdasarkan estimasi biaya yang dikeluarkan oleh pihak
IFRS Porsea dalam melakukan pemesanan obat. Berikut adalah rincian biaya
pemesanan obat yang dihitung berdasarkan asumsi:

Tabel 5 Biaya pemesanan


Frekuensi
No Keterangan Harga Total biaya
pemakaian
1 Telepon Rp 125,00/menit 20 menit Rp 2.500,00
2 Internet/paket Rp 10/MB 100 MB Rp 1.000,00
Total Rp 3.500,00
Sumber: Pengolahan data primer (berdasarkan asumsi)

Biaya/harga yang digunakan peneliti dalam asumsi merupakan tarif dari salah
satu operator di Indonesia. Dalam melakukan pemesanan obat selama satu tahun,
akan dikeluarkan biaya sebesar Rp3.500,00 oleh RSUD Porsea. Perhitungan
biaya pemesanan dilakukan berdasarkan asumsi. Asumsi yang digunakan adalah
penggunaan telepon dalam melakukan pemesanan selama satu tahun, yaitu
selama 20 menit dengan biaya tiap menitnya sebesar Rp125,00. Kuota
internet/paket sebanyak 100MB dengan biaya Rp10,00/MB. Perhitungan

Institut Teknologi Del


60

konsumsi kuota dihitung ketika memilih obat yang akan dipesan dengan e-
catalogue. Berikut perhitungan biaya pemesanan:
Total biaya pemesanan
Biaya pesan =
Jumlah pengadaan

3.500,00
= = Rp 1.750,00
2

Dengan demikian biaya yang dikeluarkan dalam melakukan sekali pemesanan


obat adalah sebesar Rp1.750,00.

4.3.2 Biaya Penyimpanan Obat

Gudang yang digunakan oleh IFRS Porsea adalah milik pemerintah. Hal ini
menyebabkan pihak rumah sakit tidak mengeluarkan biaya untuk membayar
penyimpanan obat (sewa) di gudang. Untuk mendapatkan biaya penyimpanan
obat di gudang, peneliti menggunakan teori Heizer & Render (2005) yang
dijelaskan dalam Nadia (2012) dan menyatakan bahwa biaya penyimpanan adalah
sebesar 26% dari unit pembayaran obat.
4.4 Pengolahan Data
Data yang diolah adalah data penggunaan obat selama empat tahun. Pada
penelitian ini jenis obat yang dipilih atau diseleksi untuk dikendalikan adalah obat
yang digunakan di rumah sakit dalam beberapa tahun atau minimal dua kali selama
data yang diberikan oleh pihak IFRS Porsea (selama empat tahun) untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Karena setelah dilakukan analisis, terdapat obat yang
penggunaanya hanya pada satu tahun dan tidak digunakan pada tahun/periode
berikutnya. Terdapat juga obat yang setiap tahunnya digunakan. Tujuan dari seleksi
ini adalah agar dapat mencari standar deviasi penggunaan obat antar periode. Data
tersebut akan digunakan pada analisis ABC dan VEN untuk mendapatkan hasil
dalam metode yang akan digunakan (EOQ, SS, ROP). Rata-rata pemakaian obat
tiap tahunnya akan dikonversikan ke dalam rata-rata pemakaian per hari.

Pada hasil seleksi obat dengan menggunakan Daftar Mutasi Obat dari tahun
2015 hingga 2018, terdapat 324 jenis obat yang digunakan dalam beberapa tahun
dari 452 jenis obat yang tersedia di gudang. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap
324 jenis obat tersebut.

Institut Teknologi Del


61

4.4.1 Analisis ABC


Instalasi Farmasi RSUD Porsea melakukan pengklasifikasian obat
berdasarkan jenis dan satuan obat. Satuan dari tiap jenis obat berbeda-beda, yang
terdiri atas ampul, bag (kantong), botol, fls/flask (botol), soft bag, tablet,
suppos/suppository, tube, vial, can, ampul, kapsul, box, nebule, sachet, flexpen,
dan pot. IFRS Porsea juga melakukan pemesanan berdasarkan prioritas obat
dengan kategori vital, esensial, dan nonesensial. Namun hingga saat ini belum
dilakukan pengklasifikasian obat berdasarkan analisis ABC. Pada penelitian ini
data sekunder yang diperoleh dari rumah sakit akan dianalisis terlebih dahulu.
Jenis obat yang memiliki ukuran dan satuan yang sama tetapi dengan harga yang
berbeda akan terhitung menjadi satu jenis obat dengan harga yang digunakan
adalah nilai rata-rata dari harga masing-masing obat. Perbedaan harga disebabkan
oleh pembelian obat dari luar rumah sakit atau dari apotek terdekat akibat
terjadinya kehabisan obat oleh IFRS Porsea.

Pada penelitian ini analis ABC dihitung berdasarkan jumlah pemakaian


mengikuti alur perhitungan yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka pada
bab II dalam manajemen persediaan, yaitu dengan menghitung nilai persentase
rata-rata pemakaian obat kemudian menghitung nilai persentase kumulatifnya.
Berikut adalah contoh perhitungan rata-rata pemakaian yang dilakukan pada
Amlodipin 5mg, dengan jumlah pemakaian pada tahun 2015 hingga 2018 adalah
sebanyak 8.793; 1.394; 54.453; dan 562.198 tablet.

Total penggunaan tiap periode


Rata-rata pemakaian Amlodipin 5mg (r̅Amlodipin ) =
Jumlah periode

8.793+1.394+54.453+562.198
=
4

= 156.710 tablet

Nilai rata-rata yang diperoleh diurutkan dari nilai yang terbesar hingga
terkecil lalu ditotalkan. Setelah melakukan perhitungan, total rata-rata pemakaian
seluruh obat adalah sebesar 1.122.192 satuan. Selanjutnya nilai rata-rata
pemakaian obat dikonversikan ke dalam persen dengan cara sebagai berikut:

Institut Teknologi Del


62

r̅Amlodipin
% Pemakaian Amlodipin 5mg = ×100% ... pers(2-1)
r̅total

156.710
= ×100%
1.122.192

= 13,96%

Persentase kumulatif diperoleh melalui pertambahan tiap persen pemakaian


obat yang sebelumnya telah diurutkan berdasarkan nilai rata-rata pemakaian
terbesar ke terkecil. Berikut adalah hasil pengelompokan item obat yang
tergolong kelompok A berdasarkan analisis perhitungan pemakaian obat dengan
analisis ABC.

Tabel 6 Hasil perhitungan berdasarkan jumlah pemakaian obat menggunakan analisis ABC
pada kelompok A

Rata-rata % %
No Jenis Obat Satuan ABC
Pemakaian Pemakaian Kumulatif

1 Amlodipin 5 mg tablet 156.710 13,96% 14% A


2 Vitamin B Kompleks tablet 54.025 4,81% 19% A
3 Metformin 500mg tablet tablet 37.294 3,32% 22% A
4 Ranitidin tablet 36.518 3,25% 25% A
5 Asam Mefenamat 500 mg tablet 34.649 3,09% 28% A
6 Aminoleban infus soft bag 31.870 2,84% 31% A
7 Acetylsistein 200 mg tablet 21.160 1,89% 33% A
8 Salbutamol 2 mg tab tablet 20.426 1,82% 35% A
9 Ofloxasin 400mg tablet tablet 20.425 1,82% 37% A
10 Arthem (Artemether) ampul 20.006 1,78% 39% A
11 Furosemide 40 mg tab tablet 19.773 1,76% 40% A
12 Parasetamol tablet tablet 19.769 1,76% 42% A
13 Methilprednisolon 4 mg tablet 16.824 1,50% 44% A
14 Domperidone (Grameta) tablet 15.889 1,42% 45% A
15 Natrium Diklofenak 50 mg tablet 15.622 1,39% 46% A
16 Omeprazol 20 mg kapsul 15.521 1,38% 48% A
17 Foransi (Fluoxetin) kapsul 12.575 1,12% 49% A
18 Cetirizin 10 mg tablet tablet 11.945 1,06% 50% A
19 Rifampisin 600 mg tablet tablet 11.881 1,06% 51% A
20 Ciprofloxasin 500 mg tablet 11.480 1,02% 52% A
21 Risperidon 1 mg tablet tablet 11.475 1,02% 53% A
22 Risperidon 2 mg tablet tablet 11.126 0,99% 54% A
23 Vitamin B6 Tablet tablet 10.421 0,93% 55% A
24 Ranitidin injeksi ampul 10.270 0,92% 56% A

Institut Teknologi Del


63

Rata-rata % %
No Jenis Obat Satuan ABC
Pemakaian Pemakaian Kumulatif

25 Quinine 222 mg tablet tablet 10.083 0,90% 57% A


26 Pirazinamide 500 mg tablet 9.254 0,82% 58% A
27 Salbutamol 4 mg tablet 9.006 0,80% 58% A
28 Betahistin 6 mg tablet 8.371 0,75% 59% A
29 Ulsidex (Sukralfat) tablet tablet 8.350 0,74% 60% A
30 Bisoprolol 2,5 mg (Concor) tablet 8.217 0,73% 61% A
31 Chlorpromazin 100 mg tab tablet 8.215 0,73% 61% A
32 Antasida tablet tablet 7.996 0,71% 62% A
33 Doburan (Dobutamin) ampul 7.559 0,67% 63% A
34 Ventolin inhaler botol 7.525 0,67% 63% A
Chlorpheniramini Maleat
35 tablet 7.104 0,63% 64% A
(CTM) 4 mg
Retaphyl SR tablet
36 tablet 6.881 0,61% 65% A
(Theophyllin)
37 Ringer Lactate infus botol 6.851 0,61% 65% A
38 Vitamin C tablet tablet 6.702 0,60% 66% A
39 Vitamin B1 tablet 6.677 0,59% 67% A
40 Nitrokaf retard 2,5 mg tablet 6.658 0,59% 67% A
41 Asetosal 80 mg (Miniaspi) tablet 6.164 0,55% 68% A
42 Trifluoperazin 5 mg tablet tablet 5.944 0,53% 68% A
43 Meloxicam 7,5 mg tablet 5.860 0,52% 69% A
44 Aqua Pro Injection fls 5.635 0,50% 69% A
45 Ursodeoxycholic Acid tablet 5.336 0,48% 70% A
46 Chloramex 500mg kapsul tablet 5.274 0,47% 70% A
Sumber: Pengolahan data sekunder
Melalui Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa dari 324 item obat, terdapat 46 item
obat yang tergolong ke dalam kelompok A atau 14,20% item obat merupakan
kelompok A yang diperoleh melalui hasil analisis pemakaian obat dari analisis
ABC. Berikut adalah hasil yang diperoleh setelah melakukan pengelompokan
pada analisis pemakaian:

Tabel 7 Analisis Pemakaian Obat tahun 2015-2018

Kel. Jumlah % Jumlah % Jumlah


investasi % Investasi
Obat pemakaian pemakaian Item Item

A 787.313 70,16% 46 14,20% Rp 6.503.862.303 73%


B 227.848 20,30% 79 24,38% Rp 1.004.123.035 11%
C 107.031 9,54% 199 61,42% Rp 1.400.328.974 16%
Total 1.122.192 100% 324 100% Rp 8.908.314.312 100%
Sumber: pengolahan data sekunder

Institut Teknologi Del


64

Melalui Tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata pemakaian obat selama empat
tahun adalah sebagai berikut:
1. Obat yang tergolong dalam kelompok A memiliki nilai pemakaian tertinggi,
yaitu sebanyak 787.313 atau 70,16% yang terdiri atas 46 item obat dengan
investasi sebesar 73% dari total pemakaian 324 obat.
2. Obat yang tergolong dalam kelompok B memiliki nilai pemakaian sedang,
yaitu sebanyak 227.848 atau 20,30% yang terdiri atas 79 item obat dengan
investasi sebesar 11% dari total pemakaian 324 obat.
3. Obat yang tergolong dalam kelompok C memiliki nilai pemakaian tertinggi,
yaitu sebanyak 107.031 atau 9,54% yang terdiri atas 199 item obat dengan
investasi sebesar 16% dari total pemakaian 324 obat.

Penelitian ini difokuskan untuk mengendalikan kelompok obat yang memiliki


perhatian khusus, pengembangan pasok yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok obat lainnya, memiliki kendali yang ketat, dan perlu lebih
dijamin kebsahannya. Berdasarkan teori Heizer & Render dalam Third Edition
Principles of Operations Management (1999) yang memiliki kriteria ini adalah
kelompok A pada analisis ABC. Kussuma (2016) mengatakan bahwa analisis
ABC tidak efektif karena tidak hanya masalah uang yang menjadi prioritas, tetapi
juga tingkat kekritisan. Maka dari itu pada penelitian ini juga menggunakan
analisis VEN yang dilakukan pada 324 jenis obat tersebut.

4.4.2 Analisis VEN


Dalam penelitian ini seluruh obat akan digolongkan ke dalam golongan vital,
esensial, dan nonesensial. Setiap obat memiliki golongan tersendiri berdasarkan
fungsinya. Untuk menggolongkan obat ke dalam kategori vital, esensial, dan
nonesensial, ada hal yang menjadi dasar pengelompokan, yaitu obat-obatan yang
digunakan untuk mengatasi penyakit kematian terbesar digolongkan ke dalam
obat vital (Hartono, 2007), seluruh obat antibiotik digolongkan ke dalam
golongan esensial (Nadia, 2012), aneka ragam obat yang digunakan untuk
penyakit yang sembuh sendiri, obat yang diragukan manfaatnya, obat yang mahal
namun tidak mempunyai kelebihan manfaat dibanding obat sejenisnya
digolongkan ke dalam golongan nonesensial (Hartono, 2007).

Institut Teknologi Del


65

Berikut merupakan sepuluh jenis obat yang memiliki persentase pemakaian


tertinggi dan telah diklasifikasikan ke dalam analisis VEN. Hasil analisis VEN
selanjutnya dapat dilihat pada lampiran 2, 3, dan 4 (pada hasil kombinasi ABC-
VEN).

Tabel 8 Sepuluh hasil analisis VEN jenis obat yang dirutkan dari
analisis pemakaian obat pada analisis ABC

No Jenis Barang VEN

1 Amlodipin 5 mg E
2 Vitamin B Kompleks N
3 Metformin 500mg tablet E
4 Ranitidin tablet E
5 Asam Mefenamat 500 mg E
6 Aminoleban infus V
7 Acetylsistein 200 mg E
8 Salbutamol 2 mg tab E
9 Ofloxasin 400mg tablet E
10 Arthem (Artemether) injeksi E
Sumber: Tampubolon (2011)

Menentukan kriteria VEN dibantu oleh seorang apoteker yang telah ahli
dalam menentukan kriteria obat pada analisis VEN. Hal yang perlu
dipertimbangkan adalah kondisi dan kebutuhan obat di rumah sakit. Kriteria yang
disusun mencakup aspek klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya (Sari, 2018).
Berdasarkan hasil analisa yang diperoleh melalui diskusi analisis VEN,
Amlodipin 5mg termasuk ke dalam kategori obat esensial. Tahapan analisis yang
sama juga dilakukan pada jenis obat selanjutnya hingga diperoleh keterangan
untuk 324 jenis obat.

4.4.3 Kombinasi ABC-VEN


Hasil analisis ABC dan VEN selanjutnya dikombinasikan lalu dikategorikan
berdasarkan prioritas obat. Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dilakukan
mengenai kombinasi ABC dan VEN dikatakan bahwa kombinasi ABC-VEN
diklasifikasikan menjadi tiga kategori (I, II, dan III). Kategori I terdiri atas AV,
AE, AN, BV, dan CV. Kategori II terdiri atas kelompok BE, CE, dan BN.
Kategori III terdiri atas kelompok CN. Kategori I merupakan kelompok obat yang
membutuhkan prioritas manajemen lebih besar dalam pengendaliannya.

Institut Teknologi Del


66

Berdasarkan teori ini, peneliti mempersempit obat yang akan dikendalikan pada
penelitian dengan menjadikan obat kategori I dalam analisis selanjutnya.

Melalui hasil yang diperoleh dari kombinasi ABC-VEN pada 324 obat,
terdapat 79 jenis obat kategori I terdiri atas kelompok AV sebanyak 2 item,
kelompok AE sebanyak 39 item, kelompok AN sebanyak 4 item, kelompok BV
sebanyak 4 item, dan kelompok CV sebanyak 30 item. Kategori II terdiri atas BE
sebanyak 71 item, CE sebanyak 167 item, BN sebanyak 2 item sehingga total jenis
obat kategori II adalah sebanyak 240 item. Kategori III terdiri atas CN sebanyak
5 item.

4.4.4 Economic Order Quantity (EOQ)


Dalam melakukan pemesanan obat, RSUD Porsea dengan menggunakan
sistem e-catalogue melakukan pemesanan tanpa dasar penentuan jumlah yang
jelas. Berdasarkan wawancara dengan salah satu apoteker (Siahaan, 2019)
diperoleh informasi bahwa selama pemesanan akan dilakukan penambahan obat
sebesar 10% dari total pemesanan sebelumnya. Melalui telaah dokumen dari data
Mutasi Obat IFRS Porsea, diperoleh hubungan total pengadaan dan pemakaian
obat sebagai berikut.

Gambar 11 Total pengadaan dan pemakaian obat pada tahun 2015-2018

Gambar 11 menunjukkan jumlah pemakaian obat yang setiap tahunnya


bertambah, sementara jumlah pengadaan obat mengalami penurunan. Melihat
kondisi tersebut, maka pada pemenuhan kebutuhan obat pada tahun 2016 dan
2018 terdapat pembelian cito (pengadaan mendesak). Melalui hasil analisis data
pengadaan obat selama empat tahun sebelumnya (2015-2018), dapat disimpulkan
bahwa jika angka pemakaian obat pada jenis tertentu naik, maka angka
pengadaan obat yang dipesan oleh PPK (pejabat pembuat komitmen) juga akan

Institut Teknologi Del


67

bertambah. Hingga saat ini angka pertambahan jumlah pemesanan belum


memiliki dasar yang jelas dalam menentukan jumlah pesanan. Sebagai contoh,
pengadaan Amlodipin 5 mg dilakukan pada tahun 2015 sebesar 9.000 tablet dan
pada tahun 2018 sebesar 9.900 tablet dalam empat tahun (2015-2018). Namun
jika dilihat dari jumlah penggunaannya, angka Amlodipin 5mg mengalami
peningkatan. Urutan jumlah penggunaannya dari tahun 2015 hingga 2018 adalah
sebanyak 8.792; 1.394; 54.453; dan 562.198 tablet dengan rata-rata penggunaan
156.710 tablet tiap tahunnya. Melalui kondisi ini, terlihat bahwa IFRS Porsea
belum melakukan pemesanan yang efektif dan ekonomis. Padahal biaya yang
digunakan IFRS Porsea dalam mengadakan obat terbatas tiap tahunnya.

Jumlah pemesanan yang jelas adalah salah satu cara yang dibutuhkan oleh
IFRS Porsea untuk melakukan pemesanan yang optimum sehingga tidak ada obat
yang terbuang karena tidak terpakai. Jumlah pemesanan yang optimal dapat
dilakukan dengan melakukan perhitungan EOQ untuk menentukan jumlah
pemesanan dengan mempertimbangkan biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan.

Perhitungan biaya pemesanan dilakukan dengan melakukan asumsi lama


waktu yang digunakan dalam melakukan pemesanan dan seberapa besar
penggunaan paket/internet dalam melakukan pemesanan. Melalui penjelasan
Kepala Tata Usaha RSUD Porsea (Simanjuntak, 2019) dengan menggunakan
dokumen pengeluaran kas pada tahun 2018, diperoleh informasi bahwa untuk
biaya lainnya seperti surat menyurat tidak terhitung sebagai pengeluaran
pengadaan obat karena berdasarkan hasil wawancara, biaya tersebut dibebankan
ke dalam pengeluaran kas rumah sakit, sebab penggunaannya dilakukan untuk
seluruh aktifitas rumah sakit. Biaya pemrosesan pesanan, biaya ekspedisi, dan
biaya pengiriman obat ke gudang juga tidak termasuk ke dalam pengeluaran kas
pengadaan obat karena RSUD Porsea adalah rumah sakit milik pemerintah
dengan sistem pemesanan e-catalogue sehingga obat yang dipesan
ditanggungjawabi oleh distributor. Walaupun terkadang ada distributor yang
meminta biaya pengiriman. Namun biayanya digabung dengan harga obat dan
penambahan biaya ini jarang terjadi.

Institut Teknologi Del


68

Dengan menggunakan persamaan perhitungan EOQ, berikut adalah contoh


perhitungan jumlah optimum obat untuk obat Amlodipin 5mg dengan
menggunakan beberapa variabel seperti rata-rata pemakaian obat per tahun (D),
biaya pemesanan (S), dan biaya penyimpanan (H) yand diperoleh dengan
menggunakan teori Heizer & Render, yaitu 26% dari harga tiap item obat.

2DS
𝐸𝑂𝑄Amlodipin 5 mg =√ ............... pers(2-2)
H

2×156.710×1.750
=√
26% x 180

= 3.422 tablet
Melalui hasil tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah pembelian obat
Amlodipin 5 mg yang optimal adalah sebesar 3.422 tablet. Sementara jumlah
pemakaian rata-rata yang dilakukan dalam empat tahun adalah sebesar 156.710
tablet. Setelah melakukan perhitungan nilai EOQ, selanjutnya dilakukan
perhitungan biaya pemesanan optimum menggunakan hasil EOQ untuk
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit dalam melakukan
pemesanan terhadap obat kategori I. Berikut adalah contoh perhitungan total
biaya (total cost) pemesanan menggunakan nilai EOQ.
𝐷 Q
TCAmlodipin = S+ H + DC .................. pers(2-3)
𝑄 2
156.710 ×1.750 3.422 ×(0,26 ×180)
= + + 156.710×180
3.422 2
= Rp28.387.570,00
Maka total biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pemesanan obat melalui data
rata-rata jumlah pemakaian obat dalam satu tahun adalah sebesar
Rp28.387.570,00. Dengan persamaan yang sama, dilakukan perhitungan total
cost (TC) dari pengadaan rumah sakit menggunakan jumlah permintaan, biaya
pemesanan, dan biaya penyimpanan yang sama. Jumlah pemesanan yang
digunakan dalam perhitungan TC rumah sakit adalah jumlah rata-rata pengadaan
rumah sakit selama empat periode (2015-2018). Dalam hal ini, jumlah
pengadaaan Amlodipin adalah sebanyak 4.725 tablet (jumlah pengadaan 324 obat
terlampir pada lampiran 2-4). Hasil perhitungan menunjukkan sebesar

Institut Teknologi Del


69

Rp28.395.981,00 biaya dikeluarkan oleh rumah sakit dalam mengadakan obat


Amlodipin 5mg. Akan terjadi penghematan sebesar Rp8.411,00 jika dilakukan
pemesanan menggunakan hasil perhitungan dengan metode EOQ. Melalui jumlah
EOQ, berikut adalah contoh perhitungan frekuensi pemesanan obat dan selang
pemesanan obat Amlodipin:
Rata-rata pemintaan obat per tahun
Frekuensi Pemesanan obat = .... pers(2-4)
EOQ
156.710
= = 46 kali
3.422
Jumlah hari dalam 1 tahun
Selang pemesanan = ............... pers(2-5)
Frekuensi pemesanan
365
= = 8 hari
46
Melalui hasil perhitungan frekuensi dan selang pemesanan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa dalam satu tahun, Amlodipin 5mg dipesan sebanyak 46 kali
dengan melakukan pemesanan setiap 8 hari sekali sebesar nilai EOQ, yaitu 3.422
tablet (hasil perhitungan untuk obat lainnya terlampir). Perbandingan antara EOQ
dengan jumlah rata-rata pengadaan per tahun seperti yang ditunjukkan dalam
Tabel 9 yang memuat biaya yang dibutuhkan ketika menentukan jumlah
pemesanan dengan menggunakan metode EOQ (hasil simulasi) dan
perbandingannya dengan biaya pemesanan oleh RSUD Porsea (kondisi aktual).
Peneliti menggunakan persamaan yang sama dengan persamaan perhitungan total
cost pada simulasi untuk menghitung biaya pada kondisi aktual di RSUD Porsea.

Institut Teknologi Del


Tabel 9 Jumlah EOQ dengan jumlah rata-rata pengadaan per tahun obat pada kategori I dengan menggunakan data 2015-2018

Jumlah
No Jenis Barang Satuan EOQ Biaya EOQ rata-rata Biaya pemesanan Selisih
pengadaan
1 Amlodipin 5 mg tablet 3.422 Rp 28.387.570 4.725 Rp 28.395.981 Rp 8.411
2 Vitamin B Kompleks tablet 2.502 Rp 6.351.417 47.500 Rp 6.995.166 Rp 643.748
3 Metformin 500mg tablet tablet 2.046 Rp 4.538.314 32.000 Rp 4.975.656 Rp 437.342
4 Ranitidin tablet tablet 1.257 Rp 11.459.983 10.000 Rp 11.769.048 Rp 309.065
5 Asam Mefenamat 500 mg tablet 1.966 Rp 4.244.088 2.800 Rp 4.247.988 Rp 3.900
6 Aminoleban infus soft bag 80 Rp 2.163.265.848 31.890 Rp 2.443.085.789 Rp 279.819.941
7 Acetylsistein 200 mg tablet 798 Rp 9.551.071 11.888 Rp 10.152.194 Rp 601.123
8 Salbutamol 2 mg tab tablet 2.061 Rp 1.357.292 19.000 Rp 1.484.414 Rp 127.121
9 Ofloxasin 400mg tablet tablet 679 Rp 12.304.192 20.375 Rp 13.782.551 Rp 1.478.359
10 Arthem (Artemether) injeksi ampul 40 Rp 3.424.217.870 20.000 Rp 3.867.240.312 Rp 443.022.442
11 Furosemide 40 mg tab tablet 1.621 Rp 2.044.398 14.800 Rp 2.198.837 Rp 154.439
12 Parasetamol tablet tablet 1.676 Rp 1.915.232 22.500 Rp 2.152.740 Rp 237.508
13 Methilprednisolon 4 mg tab tablet 1.150 Rp 2.932.314 6.620 Rp 3.032.935 Rp 100.622
14 Domperidone Tab ( Grameta) tablet 849 Rp 4.780.839 7.500 Rp 5.008.384 Rp 227.546
Institut Teknologi Del

15 Natrium Diklofenak 50 mg tablet 965 Rp 3.584.030 35.000 Rp 4.555.507 Rp 971.477


16 Omeprazol 20 mg kapsul 746 Rp 5.896.962 6.405 Rp 6.140.854 Rp 243.892
17 Foransi (Fluoxetin) kapsul 704 Rp 4.356.400 12.500 Rp 4.850.528 Rp 494.128
18 Cetirizin 10 mg tablet tablet 1.008 Rp 1.930.685 8.750 Rp 2.071.525 Rp 140.840
19 Rifampisin 600 mg tablet tablet 350 Rp 15.612.273 11.625 Rp 17.466.165 Rp 1.853.892
20 Ciprofloxasin 500 mg tablet 780 Rp 2.964.118 9.250 Rp 3.219.891 Rp 255.773

70
Jumlah
No Jenis Barang Satuan EOQ Biaya EOQ rata-rata Biaya pemesanan Selisih
pengadaan
21 Risperidon 1 mg tablet tablet 540 Rp 6.142.674 10.088 Rp 6.763.852 Rp 621.178
22 Risperidon 2 mg tablet tablet 532 Rp 5.954.773 6.125 Rp 6.305.710 Rp 350.937
23 Vitamin B6 Tablet tablet 1.318 Rp 869.127 2.000 Rp 871.568 Rp 2.441
24 Ranitidin injeksi ampul 343 Rp 12.208.008 6.250 Rp 13.063.435 Rp 855.426
25 Quinine 222 mg tablet tablet 475 Rp 6.134.565 10.090 Rp 6.850.438 Rp 715.873
26 Pirazinamide 500 mg tablet tablet 750 Rp 2.094.452 5.875 Rp 2.223.302 Rp 128.850
27 Salbutamol 4 mg tablet 1.263 Rp 709.107 6.800 Rp 753.630 Rp 44.522
28 Betahistin 6 mg tablet 832 Rp 1.399.039 14.253 Rp 1.666.720 Rp 267.681
29 Ulsidex (Sukralfat) tablet tablet 333 Rp 8.555.567 3.250 Rp 8.900.766 Rp 345.199
30 Bisoprolol 2,5 mg ( Concor) tablet 424 Rp 5.113.054 3.950 Rp 5.364.228 Rp 251.174
31 Chlorpromazin 100 mg tab tablet 840 Rp 1.321.586 5.250 Rp 1.397.051 Rp 75.465
32 Antasida tablet tablet 370 Rp 6.351.180 7.280 Rp 7.020.309 Rp 669.128
33 Doburan (Dobutamin) injeksi ampul 63 Rp 194.944.543 7.500 Rp 219.616.289 Rp 24.671.745
34 Ventolin inhaler botol 43 Rp 420.409.601 7.525 Rp 474.366.180 Rp 53.956.579
Chlorpheniramini Maleat
35 tablet 1.323 Rp 407.137 6.325 Rp 435.253 Rp 28.117
(CTM) 4mg
Institut Teknologi Del

36 Retaphyl SR (Theophyllin) tablet 387 Rp 4.310.104 7.500 Rp 4.851.422 Rp 541.318


37 Ringer Lactate infus botol 154 Rp 26.746.285 4.500 Rp 28.863.949 Rp 2.117.664
38 Vitamin C tablet tablet 1.287 Rp 383.504 2.500 Rp 387.677 Rp 4.172
39 Vitamin B1 tablet 1.101 Rp 516.439 5.250 Rp 548.055 Rp 31.616
40 Nitrokaf retard 2,5 mg tablet 239 Rp 10.517.146 4.975 Rp 11.434.276 Rp 917.130
41 Asetosal 80 mg ( Miniaspi) tablet 781 Rp 867.264 6.900 Rp 963.364 Rp 96.101

71
Jumlah
No Jenis Barang Satuan EOQ Biaya EOQ rata-rata Biaya pemesanan Selisih
pengadaan
42 Trifluoperazin 5 mg tablet tablet 463 Rp 2.265.688 5.950 Rp 2.511.481 Rp 245.793
43 Meloxicam 7,5 mg tablet 340 Rp 4.062.730 5.000 Rp 4.448.381 Rp 385.651
44 Aqua Pro Injection fls 176 Rp 13.889.861 6.100 Rp 15.718.434 Rp 1.828.573
45 Ursodeoxycholic Acid tablet 153 Rp 16.529.604 6.285 Rp 18.921.089 Rp 2.391.485
46 Chloramex 500mg kapsul tablet 90 Rp 46.639.834 5.125 Rp 52.301.989 Rp 5.662.155
47 Clozapin 25 mg tablet tablet 147 Rp 5.811.741 2.875 Rp 6.448.173 Rp 636.432
Cordarone (Amiodarone)
48 tablet 92 Rp 10.495.650 2.500 Rp 11.716.422 Rp 1.220.772
200mg
49 Adalat Oros (Nifedipin) 30 mg tablet 97 Rp 8.196.670 1.875 Rp 8.942.001 Rp 745.331
50 Berotec MDI 100mcg inhaler can 21 Rp 145.948.481 1.375 Rp 157.618.335 Rp 11.669.854
51 Clozapin 100 mg tablet tablet 87 Rp 8.278.356 1.375 Rp 8.878.445 Rp 600.089
52 Captopril 12,5 mg Tablet tablet 627 Rp 137.363 900 Rp 138.073 Rp 710
Tranexamic Acid 500mg injeksi
53 ampul 78 Rp 5.837.943 1.275 Rp 6.361.923 Rp 523.981
(transamin)
54 Isosorbid Dinitrat 5 mg Tablet tablet 458 Rp 142.942 750 Rp 144.298 Rp 1.356
55 Citicolin Injeksi ampul 42 Rp 14.507.957 1.375 Rp 16.268.799 Rp 1.760.842
Institut Teknologi Del

56 Digoxin 0,25 mg tablet 395 Rp 135.225 622 Rp 136.347 Rp 1.122


57 Calcium Glukonas inj ampul 45 Rp 8.682.911 1.125 Rp 9.695.459 Rp 1.012.548
58 Simarc 2 mg tablet 134 Rp 703.870 500 Rp 728.661 Rp 24.790
59 Carbamazepine 200 mg tablet tablet 225 Rp 221.971 900 Rp 237.431 Rp 15.460
60 Stesolid 10mg Rectal suppos. 26 Rp 12.052.792 788 Rp 13.548.689 Rp 1.495.897
61 Amiparen infus bag 12 Rp 37.587.042 500 Rp 41.254.590 Rp 3.667.548
62 Aminofluid L infus soft bag 10 Rp 36.959.414 225 Rp 38.860.173 Rp 1.900.759

72
Jumlah
No Jenis Barang Satuan EOQ Biaya EOQ rata-rata Biaya pemesanan Selisih
pengadaan
63 KCl Injeksi botol 50 Rp 1.342.593 505 Rp 1.483.642 Rp 141.049
64 Ephedrin injeksi ampul 22 Rp 3.216.366 275 Rp 3.506.674 Rp 290.308
65 Captopril 25 mg Tablet tablet 236 Rp 28.194 312 Rp 28.376 Rp 183
66 Atropin sulfas injeksi ampul 51 Rp 435.936 125 Rp 444.486 Rp 8.550
67 Aminofilin injeksi 24 mg ampul 33 Rp 906.425 105 Rp 927.538 Rp 21.114
68 Dopamet 250 mg tablet tablet 57 Rp 216.739 125 Rp 221.094 Rp 4.355
69 Dopamin injeksi ampul 16 Rp 1.573.902 35 Rp 1.586.425 Rp 12.522
70 Diltiazem 30 mg tablet 32 Rp 365.750 - Rp - Rp (365.750)
71 Captopril 50 mg Tablet tablet 103 Rp 28.411 137 Rp 28.600 Rp 189
ATS 1500 UI (Serum Anti
72 ampul 4 Rp 12.838.544 75 Rp 13.834.439 Rp 995.896
Tetanus) injeksi
73 Epineprin inj ampul 10 Rp 563.683 - Rp - Rp (563.683)
74 Stesolid 5mg Rectal suppos. 7 Rp 468.290 63 Rp 534.458 Rp 66.168
Berotec 0,1% solution
75 botol 2 Rp 4.081.691 40 Rp 4.545.705 Rp 464.014
inhalation
76 MgSO4 40% injeksi fls 12 Rp 128.193 13 Rp 128.205 Rp 12
Institut Teknologi Del

77 Meylon injeksi botol 8 Rp 151.417 30 Rp 164.075 Rp 12.658


78 MgSO4 20% injeksi fls 9 Rp 82.300 63 Rp 102.067 Rp 19.767
79 Farmabes (diltiazem) injeksi box 2 Rp 505.074 10 Rp 544.508 Rp 39.433
Total Rp 6.835.227.485 523.648 Rp 7.689.554.400 Rp 854.326.915
Sumber: pengolahan data sekunder

73
74

Melalui Tabel 9 dapat dilihat bahwa terdapat keadaan ketika jumlah


pemesanan EOQ lebih kecil dari jumlah pengadaan rata-rata. Dari perhitungan
EOQ terhadap 79 jenis obat yang tergolong kategori I terdapat 2 (dua) jenis obat
memiliki jumlah pengadaan dengan EOQ lebih besar dari jumlah pengadaan rata-
rata, yaitu Dilitiazem 30mg dan Epineprin inj. Penyebab nilai EOQ kedua obat
ini lebih besar dari rata-rata jumlah pengadaan tiap tahunnya adalah karena dalam
Daftar Mutasi Obat kedua obat tersebut tidak tercatat jumlah pengadaannya.
Namun obat tersebut dipakai dengan jumlah rata-rata pemakaian tiap tahunnya
pada masing-masing obat adalah sebesar 162 tablet dan 64 ampul.

Penerapan model EOQ akan memberi penghematan biaya pemesanan pada


perhitungan biaya totalnya sebesar Rp854.761.821,00. Yang paling
mempengaruhi hasil EOQ adalah biaya penyimpanan obat. Semakin besar biaya
penyimpanan obat maka semakin kecil nilai EOQ yang dihasilkan, karena peneliti
menggunakan teori Heizer & Render (2005) yang menyatakan bahwa biaya
penyimpanan adalah sebesar 26% dari unit pembayaran obat, maka biaya
penyimpanan tiap jenis obat akan dipengaruhi oleh harga masing-masing jenis
obat. Semakin besar harga obat, maka akan semakin besar biaya penyimpanan
obat yang menyebabkan nilai EOQ semakin kecil.

Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti, RSUD Porsea melakukan


pemesanan berdasarkan laju konsumsi obat yang tercatat dalam stock opname
(SO) tiap bulan. Pemesanan dilakukan ketika jumlah obat sudah berada pada
jumlah minimum dengan estimasi permintaan akan terus ada. Tak jarang kondisi
ini menyebabkan rumah sakit kekurangan obat. Pengadaan obat dengan jumlah
yang terlalu banyak yang pertambahan jumlahnya berbanding terbalik dengan
laju konsumsi juga menyebabkan pertambahan persediaan obat akibatnya obat
berlebih pada tahun tersebut. Dalam kondisi ini obat tersebut akan menjadi
persediaan pada tahun berikutnya.

Melalui wawancara secara mendalam dengan pihak instalasi farmasi terkait


prosedur pengadaan obat dalam mengatur kegiatan pengendalian persediaan obat,
terdapat SOP di IFRS Porsea yang pelaksanaannya terkadang mengacu pada
kegiatan pengendalian persediaan obat. Masing-masing pihak instalasi farmasi

Institut Teknologi Del


75

maupun pihak gudang memiliki prosedur tersendiri dalam menentukan jumlah


dan mengatur keluar masuknya obat. Pihak IFRS bertanggung jawab untuk
menentukan jumlah obat yang akan dipesan, sementara pihak gudang
bertanggung jawab mengatur keluar masuknya barang ke gudang. Masing-masing
pihak gudang dan pihak instalasi farmasi memiliki buku informasi jumlah obat
yang digunakan sebagai bahan pertimbangan pengecekan obat jika terjadi
kesalahan perhitungan di kemudian hari.

Dalam pelaksanaanya terdapat pertimbangan pengadaan obat, seperti wabah


penyakit. Pihak IFRS akan mengambil inisiatif untuk menambahkan beberapa
unit obat melalui jumlah yang diminta, sebagai antipasi pemakaian obat dengan
kondisi melebihi batas normal. Faktor lain yang menjadi kendala dalam
menentukan jumlah pemesanan adalah keterlambatan konfirmasi ketersediaan
obat dari distributor. Hal ini dapat memperlama datangnya obat karena jika
distributor tidak mampu untuk memenuhi permintaan pesanan, maka pejabat
pengadaan harus memesan kepada distributor lain melalui e-catalogue.

4.4.5 Safety Stock (SS)


Safety stock (SS) atau persediaan pengaman dihitung sebagai keamanan
persediaan obat berdasarkan jumlah rata-rata pemakaian obat. Sebelum
melakukan perhitungan jumlah persediaan pengaman dengan menggunakan
metode SS, nilai pemakaian obat per tahun akan dikonversikan ke dalam
penggunaan per hari dengan asumsi satu tahun terdiri atas 365 hari. IFRS Porsea
tidak memiliki target khusus untuk menilai tingkat kepentingan suatu produk.
Namun berdasarkan hasil wawancara, IFRS Porsea selalu berupaya untuk
menyediakan produk terbaik dan memenuhi permintaan. Maka dari itu, peneliti
mengasumsikan nilai service level di IFRS Porsea adalah sebesar 98% (Z=2,054).
Artinya dari 100 permintaan, rumah sakit dapat memenuhi 98 pesanan. Waktu
tunggu obat dari setelah pemesanan adalah selama dua bulan atau 60 hari. Berikut
adalah contoh perhitungan safety stock pada obat Amlodipin 5mg:

SSAmlodipin 5mg = Z × Sd × √L ..................... pers(2-6)

= 2,054 × 744 × √60


= 11.836 tablet

Institut Teknologi Del


76

Melalui hasil perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan waktu


tunggu (lead time) selama 60 hari, service level sebesar 98%, dan standar deviasi
744, Amlodipin 5mg dapat dilakukan pemesanan jika persediaan obat tersebut
mencapai 11.836 tablet.

4.4.6 Reorder Point (ROP)


ROP digunakan untuk menentukan waktu untuk mengetahui batas minimum
persediaan obat atau titik obat sebaiknya diminta ataupun dipesan oleh pihak
farmasi. Untuk mengetahui nilai ROP, dibutuhkan variabel lead time (waktu
tunggu) dan pemakaian rata-rata. Data yang digunakan dalam perhitungan ini
adalah rata-rata pemakaian obat per hari. Sebagai contoh, Amlodipin 5mg
memiliki nilai rata-rata pemakaian perhari sebesar 430 tablet, sehingga diperoleh
perhitungan ROP sebagai berikut:

ROPAmlodipin 5mg = d × L + SS ........................... pers(2-7)


= 430 × 60 + 11.836

= 37.636 tablet

Melalui hasil diatas dapat disimpulkan bahwa Amlodipin 5mg dapat dipesan
ketika jumlah stok sudah mencapai 37.636 tablet di gudang.

Institut Teknologi Del


BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUD Porsea pada bulan Januari 2019 hingga April
2019 dengan menganalisis pengendalian persediaan obat yang digunakan. Data
yang diolah pada penelitian ini adalah data pemakaian obat selama empat tahun
yaitu pada tahun 2015 hingga 2018 sehingga terdapat empat periode jumlah
pemakaian obat. Data yang akan diolah akan diseleksi terlebih dahulu oleh peneliti
agar pengolahan dapat dilakukan dengan lebih baik. Hasil penelitian diperoleh
melalui observasi, wawancara secara mendalam, dan telaah dokumen.

Terdapat beberapa keterbatasan dalam melakukan penelitian ini, antara lain:

1. Data yang diolah adalah obat yang tersedia dan digunakan pihak rumah sakit
dalam beberapa tahun untuk menangani pasien sehingga obat yang
penggunaannya hanya dalam satu tahun diabaikan. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan standar deviasi dari jumlah pemakaian pada analisis perhitungan.
2. Data pengadaan dan pemakaian obat yang diolah merupakan total pengadaan
dan pemakaian dalam satu tahun berdasarkan perhitungan jumlah stok awal dan
stok akhir.
3. Waktu tunggu obat yang digunakan adalah rata-rata waktu tunggu yang
dibutuhkan saat memesan dengan sistem e-catalogue hingga obat tiba di rumah
sakit yaitu selama 60 hari.
4. Harga obat diperoleh melalui perhitungan harga rata-rata pembelian obat.
5. Perhitungan biaya pemesanan dilakukan dengan melakukan asumsi jumlah
waktu pemesanan dan biaya internet selama melakukan pemesanan.
6. Perhitungan biaya penyimpanan obat menggunakan teori Heizer & Render.
7. Data pada penelitian tidak melibatkan perhitungan jumlah kerusakan,
kadaluwarsa, dan kehilangan pada pengolahannya.

5.2 Analisis ABC


Analisis alway better control (ABC) adalah analisis yang digunakan untuk
mengelompokkan persediaan berdasarkan jumlah kumulatif pemakaian dan nilai

77 Institut Teknologi Del


78

investasi dari setiap persediaan yang ada. Metode ini sangat penting digunakan
dalam mengatur persediaan obat berdasarkan prioritasnya. Dalam Nadia (2012)
dijelaskan bahwa analisis ABC dapat memperlihatkan jenis barang tertentu
berdasarkan nilai barang. Item yang menunjukkan nilai investasi besar perlu
dikendalikan seoptimal mungkin dan manajemen persediaan dapat ditingkatkan
menggunakan analisis ABC.

Jumlah pemakaian obat di RSUD Porsea meningkat tiap tahunnya. Jumlah


pemakaian yang terjadi pada tahun 2018 adalah sebesar 1.312.748 obat yang terdiri
atas jenis obat dimana jumlah tersebut diperoleh melalui data sekunder dari rumah
sakit. Melalui pengamatan yang dilakukan di gudang, diperoleh hasil bahwa obat
yang tersimpan adalah sebanyak 1.101.808 obat yang dihitung melalui jumlah yang
tertera di stock opname per 31 maret 2019 yang dibedakan ke dalam berbagai
kemasan obat, yaitu ampul, bag (kantong), botol, fls/flask (botol), soft bag, tablet,
suppos/suppository, tube, vial, can, ampul, kapsul, box, nebule, sachet, flexpen, dan
pot.

Pada penelitian ini pengelompokan analisis ABC di RSUD Porsea dilakukan


berdasarkan jumlah pemakaian. Melalui hasil pengolahan data pada Bab
Pengumpulan dan Pengolahan Data, terdapat 46 jenis obat (14,20%) merupakan
kelompok A dari 324 jenis obat yang digunakan oleh RSUD Porsea. Jumlah atau
persentase ini adalah nilai terendah dari jumlah item kelompok lainnya (kelompok
B dan C). Namun kelompok A memiliki jumlah rata-rata pemakaian yang tertinggi,
yaitu sebanyak 787.313 unit (70,16%) dengan total investasi sebesar
Rp6.503.862.303,00 atau sebesar 73% dari total pemakaian 324 obat. Berdasarkan
studi pendahuluan mengenai analisis ABC, obat kelompok A harus memiliki
kontrol persediaan dan pengawasan fisik yang lebih ketat dengan akurasi
pencatatan yang tepat setiap bulannya. Obat kelompok B dan C juga perlu
dikendalikan dan tetap harus mendapatkan pemantauan dan pengontrolan yang
baik. Namun, kelompok ini mempunyai dampak yang kecil terhadap aktivitas
gudang dan keuangan. Instalasi farmasi hasus mampu mengendalikan obat kategori
A dengan menjaganya dari kehabisan stok karena hal ini akan mempengaruhi
tingkat kepuasan pasien. Dibutuhkan sistem pencatatan yang lengkap dan akurat,
pengendalian persediaan dengan melakukan perhitungan yang cermat dalam

Institut Teknologi Del


79

melakukan peramalan kebutuhan/pengadaan, laporan yang jelas, serta evaluasi


secara rutin dan terpimpin.

5.3 Analisis VEN


Analisis vital, essential, dan non essential (VEN) membantu untuk memantau
peredaran obat dan kegunaannya serta mengelompokkan obat yang memberikan
efek terbaik atau dengan mempertimbangkan tingkat kekritisan dari obat tersebut.
Hasil pengolahan data yang diperoleh pada Bab Pengumpulan dan Pengolahan
Data, obat dikelompokkan ke dalam golongan vital, esensial, dan nonesensial yang
dibantu oleh seorang apoteker (Tampubolon, 2011) yang sudah ahli dibidang
tersebut dan menghasilkan karya tulis mengenai klasifikasi obat dengan
menggunakan analisis VEN. Dari hasil analisa terhadap 324 obat yang jenis obat
yang tergolong ke dalam kategori A, terdapat 36 jenis obat yang termasuk ke dalam
kategori vital, 277 obat kategori esensial, dan 11 obat kategori nonesensial. Berikut
adalah 36 jenis obat yang termasuk ke dalam kategori vital (V).
Tabel 10 Jenis obat yang tergolong ke dalam kategori V

No Jenis Barang No Jenis Barang

1 Aminoleban infus 19 Aminofluid L infus


2 Bisoprolol 2,5 mg ( Concor) 20 KCl Injeksi
3 Doburan (Dobutamin) injeksi 21 Ephedrin injeksi
4 Clozapin 25 mg tablet 22 Captopril 25 mg Tablet
5 Cordarone (Amiodarone) 200 mg 23 Atropin sulfas injeksi
6 Adalat Oros (Nifedipin) 30 mg 24 Aminofilin injeksi 24 mg
7 Berotec MDI 100mcg inhaler 25 Dopamet 250 mg tablet
8 Clozapin 100 mg tablet 26 Dopamin injeksi
9 Captopril 12,5 mg Tablet 27 Diltiazem 30 mg
Tranexamic Acid 500mg injeksi 28 Captopril 50 mg Tablet
10
(transamin) ATS 1500 UI (Serum Anti
29
11 Isosorbid Dinitrat 5 mg Tablet Tetanus) injeksi
12 Citicolin Injeksi 30 Epineprin inj
13 Digoxin 0,25 mg 31 Stesolid 5mg Rectal
14 Calcium Glukonas inj 32 Berotec 0,1% solution inhalation
15 Simarc 2 mg 33 MgSO4 40% injeksi
16 Carbamazepine 200 mg tablet 34 Meylon injeksi
17 Stesolid 10mg Rectal 35 MgSO4 20% injeksi
18 Amiparen infus 36 Farmabes (diltiazem) injeksi

Institut Teknologi Del


80

Sumber: Pengolahan data sekunder


Dari ketiga kategori obat hasil klasifikasi VEN, yang ketersediaanya harus
dijaga adalah obat vital karena obat-obat tersebut masuk kedalam kategori life
saving drug. Artinya obat tersebut harus selalu tersedia di bagian farmasi. Dalam
Sari (2018) dijelaskan bahwa obat yang tergolong ke dalam kategori itu disebut
sebagai obat penolong pertama keadaan darurat.

5.4 Kombinasi ABC-VEN


Kombinasi ABC-VEN memperlihatkan kepentingan dan prioritas tiap produk.
Menurut Kussuma dalam Rancangan Model Manajemen Persediaan Obat Kategori
AV dengan Analisis ABC (Pareto) dan Klasifikasi VEN pada Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Bedah Surabaya (2016), analisis ABC tidak efektif karena hanya
memprioritaskan pengendalian barang berdasarkan nilai investasi dan jumlah
penggunaan barang. Metode klasifikasi VEN digunakan untuk mendapatkan
prioritas pembelian obat serta menentukan stok yang aman berdasarkan tingkat
kekritisan obat. Kombinasi antara ABC dan VEN dilakukan untuk mempertajam
analisa dalam pengendalian obat yang diklasifikasikan menjadi 9 (sembilan) grup
seperti yang sudah dijelaskan dalam Tinjauan Pustaka di Bab II. Dalam penelitian
Kussuma diberikan rekomendasi untuk penggolongan persediaan obat kategori AV,
yaitu obat yang masuk dalam kategori A dari analisis ABC dan V dari analisis VEN
karena kategori ini mewakili obat yang mempunyai tingkat kritis yang vital dengan
jumlah pemakaian yang tinggi.

Kombinasi ABC-VEN dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori (kategori I,


II, dan III). Kategori I terdiri atas AV, AE, AN, BV, dan CV. Kategori II terdiri atas
kelompok BE, CE, dan BN. Kategori III terdiri atas kelompok CN (Kumar &
Chakravarty, 2014) dan (Singh, Gupta, Latika, & Devnani, 2015). Klasifikasi
berdasarkan pertimbangan terhadap tinjauan pustaka yang dilakukan memilih
kategori I menjadi kelompok obat yang akan dikendalikan persediaannya. Karena
merupakan kelompok obat yang membutuhkan manajemen prioritas lebih besar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 324 jenis obat, terdapat 79 jenis obat yang
merupakan kategori I yang akan dikendalikan persediaannya.

Institut Teknologi Del


81

Lima jenis obat yang mengalami stock out pada Tabel 1 yang dijelaskan dalam
latar belakang adalah jenis obat yang juga tergolong ke dalam kategori I, yaitu
Stesolid 5mg Rectal dan ATS 1500 UI (Serum Anti Tetanus) injeksi yang
merupakan kelompok CV, serta Antasida tablet, Ventolin inhaler, Asetosal 80 mg
(Miniaspi) yang merupakan kelompok AE.

5.5 Pengendalian Persediaan


EOQ merupakan metode yang digunakan untuk menentukan jumlah pesanan
yang paling ekonomis dengan memperhatikan faktor biaya pemesanan dan
penyimpanan (Heizer & Render, Operations Management, 2014). Untuk mengatasi
fluktasi permintaan barang selama periode tertentu, perlu dilakukan perhitungan
jumlah pemesanan yang dapat dijadikan sebagai titik awal pengendalian persediaan
(Nadia, 2012). EOQ merupakan aplikasi yang tepat dan dapat diterapkan untuk
mengetahui jumlah pemesanan yang optimal.

Pengendalian persediaan yang dilakukan di instalasi farmasi dilakukan untuk


mengoptimalkan jumlah dan biaya obat berdasarkan rata-rata pemakaian sehingga
tidak terjadi kekurangan obat (stock out) yang menyebabkan pembelian secara cito
(pembelian secara mendesak) yang beresiko meningkatkan biaya pembelian dan
penurunan kepuasan pasien akibat tidak adanya ketersediaan obat.

Melalui hasil perhitungan nilai EOQ yang dilakukan pada 79 obat yang
tergolong ke dalam kategori I dapat dilihat bahwa setiap nilai EOQ lebih kecil dari
jumlah pemesanan rata-rata RSUD Porsea. Melalui hasil perhitungan dengan
menggunakan metode EOQ, dapat dilihat bahwa jumlah pemesanan ekonomis akan
memberikan penghematan dalam pemesanan sebesar Rp854.761.821,00.
Perhitungan menggunakan persamaan EOQ melibatkan biaya-biaya yang termasuk
ke dalam biaya penyimpanan dan pemesanan barang, juga rata-rata pemakaian obat
sehingga biaya-biaya yang terlibat dapat mempengaruhi jumlah barang yang akan
dipesan untuk memenuhi kebutuhan. Besarnya nilai EOQ berbanding lurus dengan
permintaan dan biaya pesan, namun berbanding terbalik dengan biaya simpan.
Semakin besar biaya simpannya, maka semakin kecil jumlah pemesanan obat.

RSUD Porsea belum menggunakan perhitungan EOQ untuk menentukan


jumlah pemesanan. Berdasarkan wawancara dengan salah satu apoteker (Siahaan,

Institut Teknologi Del


82

2019) diperoleh informasi bahwa jumlah pemesanan dilakukan dengan


menggunakan metode konsumsi dan akan dilakukan penambahan obat sebesar 10%
dari total pemesanan sebelumnya jika jumlah pemakaian obat diperkirakan
meningkat. Biaya penyimpanan dan pemesanan RSUD Porsea diperoleh melalui
perhitungan biaya rata-rata sehingga biaya tersebut diasumsikan sama untuk setiap
perhitungan EOQ. Dari hasil perhitungan EOQ jumlah pemesanan tertinggi adalah
pada Amlodipin 5mg yaitu sebanyak 3.422 tablet, sementara jumlah pemesanan
terendah adalah Farmabes (diltiazem) injeksi sebanyak 2 (dua) box. Jika dilihat dari
hasil perhitungan biaya total EOQ, jenis obat yang membutuhkan biaya tertinggi
dari obat kategori I adalah Arthem (Artemeter) injeksi, sementara yang
membutuhkan biaya lebih rendah adalah Catoprilil 25mg tablet. Besarnya biaya
yang dibutuhkan dipengaruhi oleh harga obat dan jumlah pemakaian obat.

Melalui jumlah rata-rata pengadaan data rumah sakit, dari 79 jenis obat tersebut
terdapat dua obat yang digunakan tetapi dengan jumlah pengadaan yang tidak
tercatat di Daftar Mutasi Obat. Obat tersebut adalah Diltiazem 30 mg dan Epineprin
inj. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pencatatan persediaan obat masih memiliki
error atau tidak tercatat dengan baik.

Hal lain yang perlu dilakukan rumah sakit untuk mengantisipasi lonjakan
permintaan atau mengendalikan ketersediaan obat adalah dengan menyediakan
persediaan pengaman (safety stock). Safety stock (SS) digunakan dengan tujuan
agar tidak terjadi stock out (kehabisan stok) atau untuk meyeimbangkan keadaan
ketika kehabisan stok akibat laju pemakaian dan stok yang berlebih yang akan
membengkakkan biaya yang akan menimbulkan kerugian (Zulfikarijah, 2005). SS
diperlukan untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan karena stok yang berlebih
atau kekurangan stok tetapi pada tingkat persediaan yang dapat ditekan seminimal
mungkin. Melalui perhitungan SS, akan diperoleh jumlah stok yang paling optimal.

Hasil perhitungan yang diperoleh melalui perhitungan SS menunjukkan bahwa


nilai SS terbesar adalah pada obat Amlodipin 5mg (obat esensial) yaitu sebanyak
11.836 tablet. Sementara SS terkecil adalah Aminofluid infus (obat vital) yaitu
sebanyak 16 soft bag. Nilai SS diperoleh sebagai acuan/standar jumlah pengadaan
obat. Maksudnya, pemesanan obat harus dilakukan sebelum persediaan sampai

Institut Teknologi Del


83

pada jumlah SS. Oleh karena itu, persediaan pengaman tidak boleh habis saat
menunggu pesanan berikutnya datang sehingga perlu untuk menentukan titik
pemesanan kembali (reorder point).

Reorder point (ROP) digunakan untuk menentukan waktu pengadaan, guna


mengetahui batas minimum persediaan obat atau titik obat sebaiknya dipesan oleh
rumah sakit sehingga pemesanan dapat datang tepat waktu. Perhitungan ROP
dilakukan karena terdapat waktu tunggu (lead time) setelah proses pemesanan obat.
Maksud lead time disini adalah lamanya waktu yang dibutuhkan menunggu
datangnya obat setelah dilakukan pemesanan. Rangkuti (Manajemen Persediaan:
Aplikasi di Bidang Bisnis, 2004) mengemukakan bahwa ROP adalah metode yang
dapat memberikan solusi dari pertanyaan kapan melakukan pemesanan/pengadaan
barang. Dalam Nadia (2012) dijelaskan bahwa waktu pemesanan yang dilakukan
setiap hari dapat mempermudah layanan kesehatan dari unit yang membutuhkan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui perhitungan ROP untuk obat yang
merupakan kategori I, terdapat beberapa jenis obat yang memiliki frekuensi
pemesanan yang sama setelah dilakukan pembulatan terhadap pembagian antara
jumlah rata-rata pemakaian dengan nilai ROP. RSUD Porsea masih belum
menetapkan standar stok minimum persediaan. Rumah sakit akan melakukan
pemesanan obat jika berdasarkan kondisi yang sedang terjadi, laju penggunaan obat
terus meningkat. Jika laju pemakaian obat meningkat, rumah sakit akan melakukan
pemesanan dalam jumlah yang besar dengan melakukan penambahan jumlah obat
sebanyak 10% dari jumlah pengadaan sebelumnya dan juga dengan pertimbangan
perkembangan epidemiologi yang merupakan berbagai permasalahan kesehatan
dan penyebab terjadinya penyakit. Pengadaan pun hanya dilakukan sebanyak dua
kali dalam satu tahun dengan menggunakan e-catalogue. Kendala yang sering
dihadapi oleh RSUD Porsea dalam memesan obat adalah kurangnya dana. Maka
dari itu RSUD Porsea dapat mempertimbangkan ROP dalam menentukan nilai stok
minimum untuk memperoleh penghematan persediaan dan biaya nilai persediaan
dari unit yang tersedia.

Institut Teknologi Del


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dalam pengendalian persediaan obat pada
instalasi farmasi, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Analisis ABC menunjukkan bahwa terdapat 14,20% obat (46 item) yang
tergolong ke dalam kelompok A dengan jumlah pemakaian mencapai 70,16%
dan investasi sebesar 73% dari total biaya 324 obat yang diteliti. Analisis VEN
menunjukkan bahwa obat yang tergolong ke dalam kategori obat vital (V)
adalah sebanyak 36 item, kelompok obat esensial (E) sebanyak 277 item,
kelompok obat nonesensial (N) sebanyak 11 item. Kombinasi ABC-VEN
menghasilkan tiga kategori obat berdasarkan prioritas penggunaannya. Kategori
I (AV, AE, AN, BV, dan CV) terdiri atas 79 item, kategori II (BE, CE, dan BN)
terdiri atas 240 item, dan kategori III (CN) terdiri atas 5 item. Sehingga terdapat
79 item obat yang membutuhkan prioritas manajemen lebih besar, perhatian
khusus, dan analisa komprehensif.
2. Pengendalian persediaan yang baik dapat dilakukan dengan menerapkan
perhitungan EOQ. Perbandingan total cost antara nilai EOQ dengan pengadaan
obat oleh rumah sakit mampu memberikan penghematan pada persediaan obat
sebesar Rp854.761.821,00.
3. Standar rancangan manajemen persediaan obat yang baik di RSUD Porsea
ketika lead time pemesanan obat 60 hari adalah dengan menggunakan metode
safety stock (SS) dan reorder point (ROP) yang masing-masing bertujuan untuk
menghindari kehabisan stok dan untuk melakukan pemesanan kembali dapat
dijadikan standar jumlah pengaman obat.

6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan kepada rumah sakit antara lain:
1. Pengendalian persediaan obat pada penelitian ini hanya menekankan pada
perhitungan pengendalian persediaan obat yang membutuhkan manajemen
yang lebih besar (kategori I) secara kuantitatif. Penelitian ini perlu

84 Institut Teknologi Del


85

disempurnakan dengan melakukan penelitian lanjutan mengenai perancangan


suatu aplikasi yang pengerjaannya terstruktur yaitu dengan tahapan SDLC
(system development life cycle, siklus hidup pengembangan sistem) sehingga
dapat menghimpun persamaan seperti yang telah dijelaskan dalam penelitian
sehingga dapat membentuk suatu perencanaan dan pengendalian obat
berdasarkan data pemakaian bulanan dan keadaan stok sehingga akan lebih
mudah melakukan perhitungan EOQ, SS, dan ROP.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan periode waktu yang lebih
panjang mengenai pemakaian obat tiap bulan sehingga memiliki tingkat akurasi
yang lebih tinggi. Data dapat diperoleh setelah memastikan rumah sakit
melakukan record atau pencatatan jumlah obat tiap bulan pada Daftar Mutasi
obat dengan benar untuk mendapatkan pola pemakaian obat sehingga dapat
dilakukan peramalan pemakaian obat.
3. Penerapan hasil penelitian ini memerlukan dukungan dari pemerintah daerah
agar RSUD Porsea menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah, yaitu pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas
berupa keleluasaan untuk menerapkan pengelolaan kas/dana pada prinsip
efisiensi dan produktifitas agar pihak rumah sakit dapat menerapkan
perhitungan EOQ yang telah dikaji.

Institut Teknologi Del


DAFTAR PUSTAKA

Alta Fatra, M. A. (2011). Analisis Perencanaan dan Pengadaan Persediaan Obat Antibiotik
melalui Metode ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Daerah
Basemah. Ilmu Kesehatan Masyarakat, 1-9.
Aritonang, R. (2002). Peramalan Bisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Baskara, I. I. (2008). Gambaran Rekrutmen Eksternal Karyawan Penunjang Medik dan
Non Medik RS MMC.
BPS. (2018, Agustus 30). Badan Pusat Statistik. Diambil kembali dari Data Sensus :
https://sumut.bps.go.id
(1986). Councill of Logistics Management (CLM).
Destaria Madya Verawati; Dida Diah Damayanti; Budi Santosa. (2015). Perencanaan
Kebijakan Persediaan Obat dengan Menggunakan Metode Probabilistik
Continuous Review (s,S) System pada Bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit
AMC. 1-7.
Devnani, M. (2010). ABC and VED Analysis of Pharmacy Store of a Tertiary Care
Teaching, Research, and Refferal Healthcare Institute of India. JYP, 3.
Fadhila, R. (2013). Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik melalui Metode Analisis
ABC, Economic Order Quantity (EOQ), dan Reorder Point (ROP) di Gudang
Farmasi RUmah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Jakarta.
Farmasi, F. (2011, Juli 21). Aspek Pelayanan Kefarmasian.
Gaspersz, V. (2010). Total Quality Management (TQM). Jakarta: PT. Gramedia Pustska
Utama.
Gupta, L. C., (Retd), C. K., Garg, B. B., & RK, M. G. (2007). ABC and VED Analysis in
Medical Stores Inventory Control. Original Article, 1-3.
Guritno, A. D., & Harsasi, M. (t.thn.). Pengantar Manajemen Rantai Pasok.
Handoko, N. (2009). Manajemen Persediaan. Academia.edu.
Hardiyanti. (2018). Manajemen Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Andi Makkasau Kota Parepare Tahun 2018. Makasar: Fakultas Kesehatan
Masyarakat.
Harfaz, N., & Wardhono, A. (2017). Analisis Pengendalian Material pada Batching Plant
PT. Siam Cement Group (SCG) Readymix Cabang Dupak, Surabaya
Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ). Jurnal Rekayasa Teknik
Sipil, 14-16.
Hartono, J. P. (2007). Analisis Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Publik untuk
Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) di Puskesmas Se Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya. Semarang: Universitas Diponegoro.
Heizer, J., & Render, B. (1999). Third Edition Principles of Operations Management. New
Jersey: A Simon & Schuster Company.
Heizer, J., & Render, B. (2014). Operations Management. United States of America:
Pearson.
Herjanto, E. (2007). Manajemen Operasi. Grafindo.
Hidayah, N. A. (2018). Analisis dan Manajemen Risiko Logistik Obat pada Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik. Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia.
Hidayat, R. (2012). Pengaruh Kualitas Fungsional, Kualitas Teknik dan Citra Terhadap
Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit. Ekonomi dan Keuangan, 3.
Hugos, M. H. (2003). Essentials fo Supply Chain Management. Nusiness & Economics.
Hutagaol, S. (2019, 01 10)
. Pengendalian Persediaan Obat di RSUD Porsea. (I. Manik, Pewawancara)

86 Institut Teknologi Del


87

Istinganah, Danu, S. S., & Santoso, &. A. (2006). Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dari
Dana APBD Tahun 2001-2003 terhadap Ketersediaan dan Efisiensi Obat.
Manajemen Pelayanan Kesehatan, 1.
Jacobs, F. R., Berry, W. L., Whybark, D. C., & Vollmann, &. T. (2011). Manufacturing
Planning and Control for Supply Chain Management. United States of America:
The McGraw Hill.
Junadi, P. (2000). Modul Kuliah Manajemen Logistik dan Farmasi Rumah Sakit. Depok:
Universitas Indonesia.
Kementerian PPN/Bappenas. (2018). Penguatan Pelayanan Kesehatan Dasar di
Puskesmas. Jakarta Pusat: Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat; Kedeputian
Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan; dan Kementerian
PPN/Bappenas.
Kumar, M. S., & Chakravarty, B. A. (2014, 07 02). ABC-VED Analysis of Expendible
Medical Stores at A Tertiary Care Hospital. hal. 2.
Kussuma, M. A. (2016). Rancangan Model Manajemen Persediaan Obat Kategori AV
dengan Analisis ABC (Pareto) dan Klasifikasi VEN pada Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Bedah Surabaya. Surabaya: Universitas Airlangga.
Linda, M. (2017). Laporan Kinerja 2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Maimun, A. (2008). Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode
Konsumsi dengan Analisis ABC dan Reorder Point terhadap Nilai Persediaan dan
Turn Over Ratio di Instalasi Farmasi RS Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Manggala, L. (2014). Analisis Persediaan Farmasi pada Rumah Sakit Ananda Purwokerto.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Manurung, R. (2018). Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2017. Medan: Unuversitas Sumatera
Utara.
Menkes. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Manteri
Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Menteri Kesehatan RI.
Menteri Koordinator Bidang Kesehatan Rakyat, M. K. (2012). Peta Jalan Menuju Jaminan
Kesehatan Nasional 2012-2019. Jakarta: Chazali H. Situmorang.
Mowen, H. &. (2004). Manajemen Biaya, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat.
Nadia, F. (2012). Analisis Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di Gudang Rumah
Sakit Puri Cirena Tahun 2011. Depok: Universitas Indonesia.
Nainggolan, H. (2010). Perhitungan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Reorder
Point (ROP) dan Safety Stock (SS) dalam Mengendalikan Persediaan Bahan Baku
pada PT Nutune Batam. Batam: Politeknik Batam.
Octaviyani, R., Yuniarti, D., & Nasution, &. Y. (2016). Pengklasifikasian Item Persediaan
Menggunakan Metode Always Better Control-Fuzzy (Studi Kasus: Persediaan
Obat pada Apotek L'Mas Kota Tarakan Tahun 2016). Eksponensial, 1-8.
Pardede, D. (2015). Rencana Aksi Kegiatan 2015 sd. 2019. Jakarta: Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan.
(2018). Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia .
Pujawan, I. N. (2005). Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya.
Purwastuti, C. R. (2005). Analisis Faktor-Faktor Pelayanan Frmasi yang Memprediksi
Keputusan Beli Obat Ulang dengan Pendekatan Persepsi Pasien Klinik Umum di
Unit Rawat Jalan RS Telogorejo Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro.

Institut Teknologi Del


88

Quick, J. (1997). Distribution and Use of Pharmaceuticals In Managing Drug Supply.


Kumarin Press Book On International Development.
Rahardjo, M. (2010, 10 15). Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif. Malang, Jawa Timur,
Indonesia.
Rahmawandi, S. (2018). Analisis Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi RSUD Tanjung
Pura Kabupaten Langkat Tahun 2018. Medan: Universutas Sumatera Utara.
Rangkuti, F. (2004). Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Rajawali Pers.
Rangkuti, F. (2007). Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Reddy, V. V. (2008). Hospital Material Management In: Managing a Modern Hospital (2nd
ed). Sage Publications, 126-143.
Republik Indonesia. (2015). Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 77 Tahun 2015
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit.
Rouli, J. (2008). Evaluasi Supply chain. Universitas Indonesia.
Roy, R. N. (2005). Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Rusly. (2016). Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Sari, R. F. (2018). Pengendalian Persediaan Obat di Rumah Sakit Universitas Sumatera
Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Satibi. (2014). Manajemen Obat di Rumah Sakit. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sedarmayanti, & Hidayat, S. (2002). Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju.
Setijadi. (2015). Pengantar Manajemen Logistik. Supply Chain Indonesia.
Siahaan, E. (2019, 02 04). Daftar Obat yang Kekurangan (Stock Out). (I. L. Manik,
Pewawancara)
Simanjuntak, D. (2019, 2 22). Proses Pengadaan Obat-Obatan dan Profil RSUD Porsea. (I.
L. Manik, Pewawancara)
Singh, S., Gupta, A. K., Latika, & Devnani, &. M. (2015). ABC and VED Analysis of the
Pharmacy Store of a Tertiary Care, Academic Institute of the Northern India to
Identify the Categories of Drugs Needing Strict Management Control. JYP, 3.
Sitorus, M. M. (2018). Perancangan Sistem Persediaan Obat dengan Metode Continuous
Review System pada Bagian Farmasi di Rumah Sakit HKBP Balige. Laguboti:
Institut Teknologi Del.
Sopian, A. (2015). E-Purchasing dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Palembang: Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang.
Sosialine, E. (2015). Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2015-2019. Jakarta: Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Sriandari, D. T., & Purnomo, W. (2015). Analisis Deret Berkala dengan Metode Double
Exponential Smoothing dari Brown dalam Meramalkan Jumlah Penderita TB
Baru. Biometrika dan Kependudukan, 5.
Srinivasan, G. (2012, Juni 25). Operation and Supply Chain Management. Madras, India.
Suhartini, T. (2015, Juli 9). ORGANISASI RUMAH SAKIT. Diambil kembali dari
https://trisnasuhartini.wordpress.com/2015/07/09/organisasi-rumah-sakit/
Sujudi, A. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004. Jakarta.
Sukistyaningtyas. (2010). Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Sungkawa, I., & Megasari, R. T. (2011). Penerapan Ukuran Ketepatan Nilai Ramalan Data
Deret Waktu dalam Seleksi Model Peramalan Volume Penjualan PT Satriamandiri
Citra Mulia. 10.
(2006). Supply Chain Operations Reference Model. Supply Chain Council.
Susi Suciati, W. B. (2006). Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis di
Instalasi Farmasi. Manajemen Pelayanan Kesehatan, 1-8.

Institut Teknologi Del


89

Sutarjo, U. S. (2016). Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan


Keluarga. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Tampubolon, N. (2011). Profil Ketersediaan Obat di Gudang Farmasi Kabupaten Toba
Samosir Berdasarkan Analisa VEN Tahun 2010. Pintubosi-Laguboti: Akademi
Farmasi Yayasan Tenaga Pembangunan Arjuna.
Undang-Undang R.I No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. (t.thn.).
Utari, A. (2014). Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten dengan Metode Analisis ABC,
Metode Economic Order Quantity (EOQ), Buffer Stock, dan Reorder Point (ROP)
di Unit Gudang Farmasi RS Zahirah Tahun 2014. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
Uti, T. (t.thn.). Manajemen Persediaan. Kendari.
Wahyuni, A. T. (2014). Pengendalian Persediaan Obat Umum dengan Analisis ABC Indeks
Kritis di IFRSI Siti Khadijah Palembang. Ilmu Kesehatan Masyarakat, 134-142.
Wahyuni, A. T., Budi, I. S., & Destriatania, &. S. (2014). Pengendalian Persediaan Obat
Umum dengan Analisis ABC Indeks Kritis di IFRSI Siti Khadijah Palembang.
Ilmu Kesehatan Masyarakat, 1-9.
Wahyuni, T. (2015). Penggunaan Analisis ABC untuk Pengendalian Persediaan Barang
Habis Pakai: Studi Kasus di Program Vokasi UI. Jurnal Vokasi Indonesia, 4-5.
Yusuf, M. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan.
Prenada Media.
Zulfikarijah, F. (2005). Manajemen Persediaan. Malang: Universitas Muhammadiyah.

Institut Teknologi Del


Lampiran 1. Hasil wawancara terhadap 3 (tiga) informan

Hasil
Pertanyaan
Informan I Informan II Informan III
Pengendalian Persediaan Obat
Belum. Rumah sakit masih menentukan jumlah
pemesanan obat berdasarkan besar konsumsi.
Apakah RSUD Porsea sudah memiliki
Biasanya tiap pengadaan itu ditambah 10% dari
dasar yang jelas dalam mengendalikan Ya Sudah
pengadaan sebelumnya dan dilakukan juga
persediaan obat?
pertimbangan perkembangan epidemiologi
penyakit
Manajemennya sudah berjalan dengan baik.
Namun, tahun ini agak sulit untuk manajemennya
Bagaimana manajemen persediaan obat karena baru ini RSUD Porsea menerapkan sistem e-
xiv

di RSUD Porsea yang selama ini budgeting yang harus jelas pengadaannya - Berjalan dengan baik
dijalankan? berdasarkan jenis dan jumlah obat yang mau
dipesan. Kalau tahun lalu, dana yang diberikan
bebas mau beli obat apa
Metode apa yang dilakukan RSUD
Tergantung kebutuhan RKO (Rancangan
Porsea dalam menentukan jumlah Belum ada. Saat ini masih berdasarkan konsumsi
pasien kebutuhan obat)
persediaan obat?
Bagaimana RSUD Porsea dalam Melalui e-purchashing dengan e-catalogue dan Melakukan
-
melakukan pemesanan obat? juga manual (offline) e-purchashing
Apakah ada kendala selama melakukan
Ada. Kalau e-purchashing waktu tunggunya lama
pemesanan menggunakan sistem
dan sulit menentukan jumlah obat yang akan - -
tersebut? Jika ya, bagaimana cara
dipesan
RSUD Porsea menanggapinya?
Apakah selama ini Anda menemui Masih. Jumlah obat yang dipesan tidak sesuai
-
kendala dalam menentukan jumlah obat dengan permintaan pasien
Hasil
Pertanyaan
Informan I Informan II Informan III
yang akan dipesan? Jika ya, apa saja
kesulitannya?
Faktor apa saja yang mempengaruhi Kebutuhan
Jumlah pasien dan jenis penyakit -
jumlah pesanan? obat/kebutuhan paien
Prosedur

Ada. Stock opname (SO) yang dijadikan dasar


Apakah ada SOP yang mengatur pengadaan obat. Yang dilakukan tiap akhir bulan,
kegiatan pengendalian persediaan obat supaya bisa dilapor ke direktur berapa pemakaian - Ada
di Instalasi Farmasi RSUD Porsea? obat tiap bulannya. SOP yang digunakan masih
yang umum
xv

Jika ada, prosedur apa saja yang


Itu ada keputusan dari
dijadikan landasan dalam mengatur Jumlah obat terakhir dan pemakaian -
direktur
kegiatan pengendalian tersebut?
Apakah setiap kegiatan pengendalian
persediaan yang dilakukan selalu Kadang - Ya
mengacu pada SOP tersebut?
Pertama, dari jumlah stok terakhir sama pemakaian.
Bagaimana prosedur menentukan Kemudian dibuat permintaan kepada PPK, lalu
- -
jumlah obat yang akan dipesan? PPK yang membuat e-purchasing, selanjutnya
disampaikan ke distributor
Pesanan datang dari Dari Instalasi farmasi,
distributor diantar dibuat buku amprahan
Bagaimana prosedur yang mengatur ekspedisi sesuai
- dengan mencatat nama
keluar masuknya barang ke gudang? faktor, dilakukan dan jumlah obat,
pengecekan dengan selanjutnya diantarkan
Hasil
Pertanyaan
Informan I Informan II Informan III
bukti fisik, masukkan ke gudang. Setelah
ke kartu stok, faktor diterima, obat yang
disimpan dan dicatat, sudah diamprah
lalu didistribusikan ke diambil. Orang gudang
apotik, lalu apotiklah juga juga melakukan
yang menyalurkan ke pencatatan di bukunya.
unit-unit rawat inap Lalu di diantar ke IFRS,
dan rawat jalan lalu di double cek.
Mereka juga punya
bukunya agar bisa
dilakukan pengecekan
terhadap kesalahan
xvi

perhitungan dikemudian
hari jika terjadi.
Waktu Pemesanan
Untuk tahun ini (2019) setiap bulan. Kalau tahun
Kapan RSUD Porsea melakukan 2018 pemesanannya dua kali mulai bulan Maret-
- -
pemesanan obat? Mei dan yang kedua ketika ada dana penambahan
yaitu bulan November-Desember.
Apakah RSUD Porsea pernah
Ada. Karena jumlah pasien banyak dan dilakukan
melakukan pemesanan obat diluar
sebelum keluar DPA. Tapi obat yang sudah dipesan Pernah Terkadang
waktu pemesanan yang sudah
dari e-purchasing masih ditunggu.
ditetapkan?
Jika pernah, kapankah pemesanan Karena waktu tunggu lama, kita melakukan
diluar waktu biasanya sering terjadi? pemesanan offline. Tapi masih menungggu obat
Ketika kita kehabisan -
Dan bagaimana untuk proses yang sudah dipesan sebelumnya melalui e-
pemesanan selanjutnya? purchasing
Hasil
Pertanyaan
Informan I Informan II Informan III
Kebutuhan yang
Apa penyebab melakukan pemesanan Jumlah kebutuhan obat yang banyak/tidak sesuai Karena obat mendesak
mendesak, pasien yang
obat diluar waktu pemesanan? dengan pemesanan habis
membludak
Berapa lama waktu tunggu obat (lead Kalau manual cepat. Bisa 3 hari. Kalau E- Ada seminggu, ada yang
Kalau obat segera
time)? purchasing 1-2 bulan 3 hari
Kekurangan dana dan stock out yang terjadi pada
Apa saja kendala dalam menentukan Kendalanya ekspedisi Dana karena harus di
distributor, juga konfirmasi yang lama dari
waktu pemesanan obat? (pengantar obat) ACC Bupati dulu
distributor mengenai ketersediaan obat
Jenis Persediaan
Yang tersedia
digudang saat ini
Berapakah jumlah dan jenis obat yang
- sebanyak 1.101.806 -
xvii

tersedia di gudang?
item obat jenisnya ada
banyak
Apakah dilakukan pengklasifikasian
Ya. Berdasarkan
obat di RSUD Porsea berdasarkan Ya. Berdasarkan satuannya Ya
satuannya
jenisnya?
Apakah pemesanan obat dilakukan
berdasarkan prioritas obat berdasarkan
Ya Ya Ya
kategori vital, essential, dan
nonessential?

Ada. Dilakukan
Apakah ada ketentuan khusus dalam penataan peletakan
mengendalikan persediaan obat dari Tidak ada obat di gudang. -
setiap jenis obat? Contohnya obat yang
mudah terbakar diluar,
Hasil
Pertanyaan
Informan I Informan II Informan III
ruang narkotik di
lemari khusus.
xviii
Keterangan tabel:
Stdv : Standar deviasi
P̅ : Rata-rata pemakaian (per tahun)
p̅ : Rata-rata pengadaan (per tahun)
Kum : Kumulatif
K : Kombinasi ABC-VEN
SS : Safety stock
ROP : Reorder point
f : Frekuensi pemakaian (per tahun)
P : Waktu melakukan pemesanan (sekali dalam P hari)

Lampiran 2. Kelompok obat kategori I (AV, AE, AN, BV, CV)


xix

Stdv KABC- Safety Factor (98%)


No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ % P̅ % Kum EOQ fpesan P
(hari) VEN
SS ROP
1 Amlodipin 5 mg tablet Rp 180 4.725 156.710 744 13,96% 14% AE 11.836 37.636 3.422 46 8
2 Vitamin B Kompleks tablet Rp 116 47.500 54.025 49 4,81% 64% AN 780 9.690 2.502 22 17
3 Metformin 500mg tablet tablet Rp 120 32.000 37.294 116 3,32% 17% AE 1.845 7.995 2.046 18 20
4 Ranitidin tablet tablet Rp 311 10.000 36.518 45 3,25% 21% AE 716 6.761 1.257 29 13
5 Asam Mefenamat 500 mg tablet Rp 121 2.800 34.649 127 3,09% 24% AE 2.020 7.735 1.966 18 21
6 Aminoleban infus soft bag Rp 67.834 31.890 31.870 140 2,84% 69% AV 2.227 7.492 80 401 1
7 Acetylsistein 200 mg tablet Rp 447 11.888 21.160 69 1,89% 26% AE 1.098 4.593 798 27 14
8 Salbutamol 2 mg tab tablet Rp 65 19.000 20.426 65 1,82% 27% AE 1.034 4.409 2.061 10 37
9 Ofloxasin 400mg tablet tablet Rp 597 20.375 20.425 102 1,82% 29% AE 1.623 5.028 679 30 12
10 Arthem (Artemether) ampul Rp 171.071 20.000 20.006 99 1,78% 31% AE 1.575 4.905 40 504 1
Stdv KABC- Safety Factor (98%)
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ % P̅ % Kum EOQ fpesan P
(hari) VEN
SS ROP
11 Furosemide 40 mg tab tablet Rp 101 14.800 19.773 65 1,76% 33% AE 1.034 4.319 1.621 12 30
12 Parasetamol tablet tablet Rp 95 22.500 19.769 56 1,76% 34% AE 891 4.161 1.676 12 31
13 Methilprednisolon 4 mg tablet Rp 171 6.620 16.824 25 1,50% 36% AE 398 3.188 1.150 15 25
Domperidone Tab
14 tablet Rp 297 7.500 15.889 33 1,42% 37% AE 525 3.165 849 19 20
(Grameta)
15 Natrium Diklofenak 50mg tablet Rp 226 35.000 15.622 27 1,39% 39% AE 430 3.025 965 16 23
16 Omeprazol 20 mg kapsul Rp 375 6.405 15.521 54 1,38% 40% AE 859 3.439 746 21 18
17 Foransi (Fluoxetin) kapsul Rp 341 12.500 12.575 60 1,12% 41% AE 954 3.054 704 18 20
18 Cetirizin 10 mg tablet tablet Rp 158 8.750 11.945 32 1,06% 42% AE 509 2.489 1.008 12 31
19 Rifampisin 600 mg tablet tablet Rp 1.304 11.625 11.881 44 1,06% 43% AE 700 2.680 350 34 11
xx

20 Ciprofloxasin 500 mg tablet Rp 254 9.250 11.480 32 1,02% 44% AE 509 2.429 780 15 25
21 Risperidon 1 mg tablet tablet Rp 529 10.088 11.475 21 1,02% 45% AE 334 2.239 540 21 17
22 Risperidon 2 mg tablet tablet Rp 529 6.125 11.126 37 0,99% 46% AE 589 2.434 532 21 17
23 Vitamin B6 Tablet tablet Rp 81 2.000 10.421 41 0,93% 65% AN 652 2.377 1.318 8 46
24 Ranitidin injeksi ampul Rp 1.178 6.250 10.270 21 0,92% 47% AE 334 2.059 343 30 12
25 Quinine 222 mg tablet tablet Rp 601 10.090 10.083 52 0,90% 48% AE 827 2.492 475 21 17
26 Pirazinamide 500 mg tablet Rp 222 5.875 9.254 35 0,82% 49% AE 557 2.117 750 12 30
27 Salbutamol 4 mg tablet Rp 76 6.800 9.006 13 0,80% 50% AE 207 1.707 1.263 7 51
28 Betahistin 6 mg tablet Rp 163 14.253 8.371 27 0,75% 51% AE 430 1.840 832 10 36
29 Ulsidex (Sukralfat) tablet tablet Rp 1.014 3.250 8.350 18 0,74% 51% AE 286 1.681 333 25 15
Bisoprolol 2,5 mg
30 tablet Rp 614 3.950 8.217 15 0,73% 69% AV 239 1.619 424 19 19
(Concor)
31 Chlorpromazin 100 mg tablet Rp 157 5.250 8.215 19 0,73% 52% AE 302 1.682 840 10 37
Stdv KABC- Safety Factor (98%)
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ % P̅ % Kum EOQ fpesan P
(hari) VEN
SS ROP
32 Antasida tablet tablet Rp 785 7.280 7.996 20 0,71% 53% AE 318 1.668 370 22 17
33 Doburan (Dobutamin) ampul Rp 25.734 7.500 7.559 29 0,67% 70% BV 461 1.736 63 120 3
34 Ventolin inhaler botol Rp 55.786 7.525 7.525 25 0,67% 53% AE 398 1.688 43 177 2
Chlorpheniramini Maleat
35 tablet Rp 55 6.325 7.104 26 0,63% 54% AE 414 1.614 1.323 5 68
(CTM) 4 mg
Retaphyl SR tablet
36 tablet Rp 617 7.500 6.881 22 0,61% 55% AE 350 1.505 387 18 21
(Theophyllin)
37 Ringer Lactate infus botol Rp 3.881 4.500 6.851 15 0,61% 55% AE 239 1.394 154 44 8
38 Vitamin C tablet tablet Rp 55 2.500 6.702 13 0,60% 65% AN 207 1.332 1.287 5 70
39 Vitamin B1 tablet Rp 74 5.250 6.677 24 0,59% 66% AN 382 1.492 1.101 6 60
xxi

40 Nitrokaf retard 2,5 mg tablet Rp 1.565 4.975 6.658 14 0,59% 56% AE 223 1.363 239 28 13
41 Asetosal 80 mg (Miniaspi) tablet Rp 136 6.900 6.164 15 0,55% 56% AE 239 1.289 781 8 46
42 Trifluoperazin 5 mg tablet tablet Rp 374 5.950 5.944 31 0,53% 57% AE 493 1.498 463 13 28
43 Meloxicam 7,5 mg tablet Rp 683 5.000 5.860 21 0,52% 58% AE 334 1.324 340 17 21
44 Aqua Pro Injection fls Rp 2.445 6.100 5.635 23 0,50% 58% AE 366 1.311 176 32 11
45 Ursodeoxycholic Acid tablet Rp 3.075 6.285 5.336 19 0,48% 59% AE 302 1.202 153 35 10
46 Chloramex 500mg kapsul tablet Rp 8.804 5.125 5.274 25 0,47% 59% AE 398 1.283 90 59 6
47 Clozapin 25 mg tablet tablet Rp 1.891 2.875 3.035 11 0,27% 89% BV 175 685 147 21 18
Cordarone (Amiodarone)
48 tablet Rp 4.050 2.500 2.568 14 0,23% 90% BV 223 658 92 28 13
200 mg tab
Adalat Oros (Nifedipin)
49 tablet Rp 3.401 1.875 2.385 9 0,21% 90% BV 143 578 97 25 15
30 mg tab
Berotec MDI 100mcg
50 can Rp 67.307 1.375 2.163 12 0,19% 90% CV 191 566 21 104 4
inhaler
51 Clozapin 100 mg tablet tablet Rp 3.825 1.375 2.142 6 0,19% 90% CV 95 470 87 25 15
Stdv KABC- Safety Factor (98%)
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ % P̅ % Kum EOQ fpesan P
(hari) VEN
SS ROP
52 Captopril 12,5 mg Tablet tablet Rp 66 900 1.922 6 0,17% 90% CV 95 425 627 3 119
Tranexamic Acid 500mg
53 ampul Rp 3.585 1.275 1.608 6 0,14% 99% CV 95 365 78 21 18
injeksi (transamin)
54 Isosorbid Dinitrat 5 mg tablet Rp 92 750 1.435 6 0,13% 99% CV 95 350 458 3 117
55 Citicolin Injeksi ampul Rp 10.481 1.375 1.373 6 0,12% 99% CV 95 350 42 33 11
56 Digoxin 0,25 mg tablet Rp 104 622 1.201 4 0,11% 99% CV 64 304 395 3 120
57 Calcium Glukonas inj ampul Rp 7.516 1.125 1.144 6 0,10% 99% CV 95 335 45 25 14
58 Simarc 2 mg tablet Rp 713 500 953 4 0,08% 100% CV 64 244 134 7 51
59 Carbamazepine 200 mg tablet Rp 235 900 886 4 0,08% 100% CV 64 229 225 4 93
60 Stesolid 10mg Rectal suppos. Rp 15.614 788 765 3 0,07% 100% CV 48 198 26 30 12
xxii

61 Amiparen infus bag Rp 59.228 500 632 2 0,06% 100% CV 32 152 12 53 7


62 Aminofluid L infus soft bag Rp 71.100 225 517 1 0,05% 100% CV 16 121 10 52 7
63 KCl Injeksi botol Rp 2.648 505 494 3 0,04% 100% CV 48 153 50 10 37
64 Ephedrin injeksi ampul Rp 9.562 275 331 2 0,03% 100% CV 32 107 22 15 24
65 Captopril 25 mg Tablet tablet Rp 76 312 312 2 0,03% 100% CV 32 92 236 1 276
66 Atropin sulfas injeksi ampul Rp 1.482 125 281 1 0,03% 100% CV 16 91 51 6 66
67 Aminofilin injeksi 24 mg ampul Rp 3.292 105 267 1 0,02% 100% CV 16 91 33 8 45
68 Dopamet 250 mg tablet tablet Rp 913 125 223 2 0,02% 100% CV 32 92 57 4 94
69 Dopamin injeksi ampul Rp 9.119 35 169 1 0,02% 100% CV 16 76 16 11 34
70 Diltiazem 30 mg tablet Rp 2.148 - 162 1 0,01% 100% CV 16 76 32 5 72
71 Captopril 50 mg Tablet tablet Rp 173 137 137 1 0,01% 100% CV 16 61 103 1 275
ATS 1500 UI (Serum Anti
72 ampul Rp 112.913 75 113 1 0,01% 100% CV 16 61 4 31 12
Tetanus) injeksi
Stdv KABC- Safety Factor (98%)
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ % P̅ % Kum EOQ fpesan P
(hari) VEN
SS ROP
73 Epineprin inj ampul Rp 8.505 - 64 1 0,01% 100% CV 16 46 10 6 58
74 Stesolid 5mg Rectal suppos. Rp 10.482 63 43 1 0,00% 100% CV 16 46 7 6 63
Berotec 0,1% solution
75 botol Rp 101.803 40 40 1 0,00% 100% CV 16 61 2 17 21
inhalation
76 MgSO4 40% injeksi fls Rp 3.343 13 35 1 0,00% 100% CV 16 46 12 3 123
77 Meylon injeksi botol Rp 5.778 30 24 1 0,00% 100% CV 16 61 8 3 113
78 MgSO4 20% injeksi fls Rp 3.368 63 22 1 0,00% 100% CV 16 61 9 2 156
79 Farmabes (diltiazem) box Rp 45.031 10 11 1 0,00% 100% CV 16 46 2 6 61

Lampiran 3. Hasil kelompok obat kategori II (BE, CE, BN)


xxiii

Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
1 Verapamil 80 mg tablet tablet Rp 168 5.000 5.125 21 0,46% 70,62% BE 334 1.204 641 12 31
2 Gliquidone 30 mg tablet tablet Rp 903 4.000 4.941 13 0,44% 71,06% BE 207 1.047 271 17 22
3 Amitriptilin 25 mg Tablet tablet Rp 118 5.750 4.739 6 0,42% 71,48% BE 95 905 734 2 157
4 Spironolakton 25 mg tablet Rp 365 3.525 4.711 4 0,42% 71,90% BE 64 874 417 4 102
5 Clopidogrel 75 mg tablet tablet Rp 2.170 4.008 4.651 12 0,41% 72,31% BE 191 971 170 24 15
6 Cefadroxil 500 mg capsul kapsul Rp 613 4.476 4.476 9 0,40% 72,71% BE 143 908 313 10 37
7 Candesartan 8 mg tablet tablet Rp 2.115 2.625 4.275 9 0,38% 73,09% BE 143 863 165 18 20
8 Ondansetron 4 mg/2 ml injeksi ampul Rp 2.421 3.145 4.008 9 0,36% 73,45% BE 143 833 149 22 17
9 Cendo Lyteers T. Mata fls Rp 15.573 3.825 3.853 15 0,34% 73,79% BE 239 899 58 92 4
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
10 Alprazolam 0,5 mg tablet Rp 116 3.825 3.825 10 0,34% 74,13% BE 159 819 666 5 75
11 Cefixime 100 mg capsul kapsul Rp 688 2.000 3.773 15 0,34% 74,47% BE 239 869 272 19 19
12 Benzatin Benzil Penisilin inj vial Rp 8.582 3.750 3.762 13 0,34% 74,80% BE 207 867 77 60 6
13 Metronidazol 500 mg tablet tablet Rp 588 3.750 3.750 6 0,33% 75,14% BE 95 740 293 7 53
14 Alprazolam 1 mg tablet Rp 154 3.775 3.732 13 0,33% 75,47% BE 207 837 572 8 48
15 Rifampisin 450 mg kapsul tablet Rp 605 3.250 3.713 11 0,33% 75,80% BE 175 820 287 14 26
16 KSR Tablet tablet Rp 1.617 2.175 3.646 6 0,32% 76,13% BE 95 725 174 12 31
17 Rifampisin 300 mg kapsul tablet Rp 519 3.500 3.612 14 0,32% 76,45% BE 223 853 306 16 22
Simvastatin 20 mg Tablet tablet Rp 300 3.150 3.584 11 0,32% 76,77% BE 175 790 401 10 37
xxiv

18
19 Asering infus botol Rp 8.878 3.350 3.584 11 0,32% 77,09% BE 175 790 74 52 7
20 Nitrokaf forte 5 mg tablet Rp 2.382 2.596 3.540 11 0,32% 77,40% BE 175 790 141 27 14
21 Isoniazidum (INH) 300 mg tablet Rp 164 2.525 3.527 11 0,31% 77,72% BE 175 760 538 7 50
Bronsolvan 150mg (teophylin)
22 tablet Rp 1.350 2.000 3.524 12 0,31% 78,03% BE 191 791 187 22 17
tablet
Hydrochlorthiazide (HCT)
23 tablet Rp 434 3.050 3.381 16 0,30% 78,33% BE 255 840 324 17 21
25mg
24 Omeprazol 40 mg injeksi vial Rp 34.938 3.625 3.372 16 0,30% 78,63% BE 255 840 36 157 2
25 Merlopam (Lorazepam) 2 mg tablet Rp 1.212 2.150 3.315 18 0,30% 78,93% BE 286 856 192 32 11
26 Ambroxol sirup botol Rp 3.058 2.805 3.219 7 0,29% 79,22% BE 111 666 119 18 20
27 Nipedipin tablet tablet Rp 237 2.500 3.191 10 0,28% 79,50% BE 159 729 426 8 46
28 Acyclovir 400 mg tablet tablet Rp 330 2.500 3.167 14 0,28% 79,78% BE 223 763 360 14 26
29 Haloperidol 5 mg tab tablet Rp 125 300 3.134 5 0,28% 80,06% BE 80 620 581 3 146
30 Recolfar (Colcisin) tablet tablet Rp 3.263 1.620 3.103 17 0,28% 80,34% BE 270 795 113 53 7
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
31 Amoxicilin 500mg tablet tablet Rp 264 7.750 3.072 6 0,27% 80,61% BE 95 620 396 4 83
32 Glimepirid 2 mg Tablet tablet Rp 413 5.000 3.053 6 0,27% 80,88% BE 95 635 316 6 57
33 Meloxicam 15 mg tablet Rp 587 2.275 3.048 10 0,27% 81,15% BE 159 684 264 13 28
34 Piracetam Injeksi 1 gram ampul Rp 5.433 73 3.039 14 0,27% 81,43% BE 223 748 87 57 6
35 Metilprednisolon 8 mg tab tablet Rp 335 145 3.030 10 0,27% 81,70% BE 159 684 349 9 40
36 Natrium Diklofenak 25 mg tablet Rp 146 26.250 2.999 10 0,27% 81,96% BE 159 684 526 6 58
Harnal D 0,2 mg (Tamsulosin
37 tablet Rp 606 2.640 2.896 16 0,26% 82,22% BE 255 750 254 21 17
HCl)
38 Candesartan 16 mg tablet tablet Rp 4.366 3.625 2.894 7 0,26% 82,48% BE 111 606 94 23 16
xxv

39 Albendazol 400mg tablet tablet Rp 324 2.625 2.781 14 0,25% 82,73% BE 223 718 340 14 26
40 Gabapentin 300 mg kapsul Rp 1.295 2.228 2.753 12 0,25% 82,97% BE 191 671 169 25 15
41 Pytogin injeksi (Oksitosin) ampul Rp 1.092 200 2.632 10 0,23% 83,21% BE 159 609 180 19 19
42 Parasetamol drops botol Rp 5.293 2.550 2.584 14 0,23% 83,44% BE 223 688 81 62 6
43 Ramipril 5 mg tablet tablet Rp 632 3.150 2.567 6 0,23% 83,67% BE 95 560 234 9 43
44 Tyarit (Amiodaron) 200mg tablet Rp 1.110 2.348 2.508 8 0,22% 83,89% BE 127 562 174 16 24
45 Valsartan 80mg tablet (Diovan) tablet Rp 2.721 2.780 2.504 12 0,22% 84,11% BE 191 641 111 39 9
46 Maltose 500ml infus botol Rp 53.704 2.500 2.501 14 0,22% 84,33% BE 223 658 25 191 2
47 Haloperidol 1,5 mg tab tablet Rp 72 800 2.445 10 0,22% 84,55% BE 159 594 677 5 70
48 Cefadroxil 250 mg capsul kapsul Rp 596 2.750 2.405 8 0,21% 84,77% BE 127 532 233 12 32
49 Piracetam 800 mg tablet Rp 797 2.500 2.249 2 0,20% 84,97% BE 32 422 195 4 101
50 Pioglitazone 30 mg Tablet tablet Rp 3.676 2.680 2.224 12 0,20% 85,17% BE 191 566 90 45 8
51 Pletaal Tablet tablet Rp 5.265 1.625 2.168 9 0,19% 85,36% BE 143 518 74 40 9
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
52 Simvastatin 10 mg tablet Rp 208 321 2.153 6 0,19% 85,55% BE 95 485 373 5 74
53 Levofloxasin 500 mg tablet tablet Rp 718 4.050 2.148 4 0,19% 85,74% BE 64 439 201 7 54
54 Hytroz 2 mg (Terazosin) tablet tablet Rp 2.559 2.113 2.130 6 0,19% 85,93% BE 95 470 106 17 22
55 Cefixime 200 mg capsul kapsul Rp 2.891 4.255 2.125 8 0,19% 86,12% BE 127 487 99 25 14
Deculin 30 mg tab
56 tablet Rp 4.583 250 2.124 5 0,19% 86,31% BE 80 455 79 21 18
(Pioglitazon)
57 Antihemoroid Suppositoria suppos Rp 2.859 2.125 2.118 9 0,19% 86,50% BE 143 518 100 30 12
58 Kidmin infus fls Rp 42.814 2.030 2.112 8 0,19% 89,02% BN 127 502 345 8 46
59 Clonidine 0,15 mg tablet tablet Rp 362 2.000 2.104 9 0,19% 86,69% BE 143 518 26 118 3
xxvi

60 Ethambutol 500 mg tablet tablet Rp 435 614 2.054 3 0,18% 86,87% BE 48 408 276 3 127
61 MST Continus 10 mg tablet tablet Rp 13.690 1.965 2.005 11 0,18% 87,05% BE 175 550 249 15 24
62 Tramadol Kapsul kapsul Rp 384 2.000 2.000 5 0,18% 87,23% BE 80 440 44 41 9
63 Codein 10 mg tablet Rp 428 1.025 2.000 7 0,18% 87,40% BE 111 456 265 8 43
64 Starfolat tablet tablet Rp 73 2.000 2.000 7 0,18% 89,20% BN 111 456 106 20 18
Neostigmine Hamelin 0,5
65 ampul Rp 7.257 1.275 1.965 8 0,18% 87,58% BE 127 382 249 13 27
mg/ml injeksi
66 Viccilin Injeksi vial Rp 36.017 1.950 1.953 10 0,17% 87,75% BE 159 504 599 6 64
67 Clindamycin 300 mg kapsul Rp 339 1.625 1.910 8 0,17% 87,92% BE 127 457 60 42 9
68 Tramadol injeksi ampul Rp 2.090 525 1.749 6 0,16% 88,08% BE 95 410 26 77 5
69 Spironolakton 100 mg tablet tablet Rp 703 1.250 1.740 5 0,16% 88,24% BE 80 395 263 6 63
70 Antasida syr botol Rp 2.220 1.086 1.728 4 0,15% 88,39% BE 64 379 105 11 32
Cefotaxime 1 g injeksi @10
71 vial Rp 7.169 750 1.660 6 0,15% 88,54% BE 95 395 178 11 34
vial/ box
72 Acyclovir 200 mg tablet tablet Rp 239 1.500 1.642 6 0,15% 88,68% BE 95 395 100 19 19
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
73 Depakote ER 250mg tablet tablet Rp 2.378 1.000 1.638 5 0,15% 88,83% BE 80 365 55 32 11
74 Thyrozol 5 mg (Thiamazole) tablet Rp 598 1.475 1.617 8 0,14% 90,61% CE 127 412 191 14 26
75 Ibuprofen 200 mg tablet tablet Rp 88 6.250 1.576 6 0,14% 90,75% CE 95 365 491 4 98
76 Alopurinol 100 mg tablet tablet Rp 93 1.250 1.553 4 0,14% 90,89% CE 64 364 474 3 137
77 Symbicort 160 mg can Rp 102.451 1.325 1.541 7 0,14% 91,02% CE 111 396 14 155 2
78 Cefadroxil 125 mg sirup botol Rp 2.838 14 1.508 9 0,13% 91,16% CE 143 413 85 35 10
79 Acarbose 100mg tablet tablet Rp 845 2.250 1.503 6 0,13% 91,29% CE 95 365 155 12 30
80 Prednison 5mg tablet tablet Rp 125 2.750 1.499 4 0,13% 91,42% CE 64 349 401 3 132
xxvii

81 Amlodipin 10 mg tablet Rp 244 925 1.475 6 0,13% 91,56% CE 95 365 285 7 53


82 Irbesartan 300 mg kaplet tablet Rp 2.543 625 1.452 3 0,13% 91,69% CE 48 333 88 12 30
83 Methilergometrin 0,125 mg tablet Rp 173 2.650 1.450 5 0,13% 91,81% CE 80 365 336 5 71
Metilprednisolon 125 mg
84 vial Rp 14.239 825 1.447 6 0,13% 91,94% CE 95 365 37 58 6
injeksi (Simdrol)
85 Iliadin 0,025% drop nasal fls Rp 28.570 1.463 1.434 5 0,13% 92,07% CE 80 350 26 66 6
86 Glimepirid 1 mg Tablet tablet Rp 237 390 1.433 6 0,13% 92,20% CE 95 350 286 6 57
87 Ondansetron 8 mg tablet tablet Rp 1.036 1.825 1.429 3 0,13% 92,33% CE 48 318 136 8 46
88 Eritromisin 500mg tablet tablet Rp 830 1.600 1.400 6 0,12% 92,45% CE 95 350 151 13 28
Cefotaxime 1 g injeksi @ 2
89 vial Rp 7.495 1.000 1.394 5 0,12% 92,58% CE 80 335 50 29 12
vial/ box
90 Ketorolac injeksi ampul Rp 2.033 2.075 1.392 3 0,12% 92,70% CE 48 333 96 8 47
91 Loratadin 10 mg tablet Rp 139 2.500 1.370 4 0,12% 92,82% CE 64 304 364 3 122
92 Loperamide 2 mg tablet tablet Rp 73 150 1.361 4 0,12% 92,94% CE 64 319 501 3 143
93 Natrium Klorida 0,9% botol Rp 5.537 750 1.329 1 0,12% 93,06% CE 16 240 57 2 175
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
94 Lovenox (Enoxaparin) 0,6 fls Rp 95.490 1.275 1.317 5 0,12% 93,18% CE 80 320 14 133 3
95 Gentamisin injeksi ampul Rp 3.151 250 1.307 5 0,12% 93,29% CE 80 320 75 20 18
96 Morfin injeksi ampul Rp 7.737 1.250 1.274 7 0,11% 93,41% CE 111 351 47 54 7
Cefadroxil 250 mg sirup
97 botol Rp 5.380 1.250 1.273 7 0,11% 93,52% CE 111 351 56 44 8
(Forte)
98 Glicab (Gliclazide) 80 mg tablet Rp 124 1.000 1.268 5 0,11% 93,63% CE 80 320 371 5 81
99 Chloramex injeksi vial Rp 6.805 1.255 1.265 7 0,11% 93,75% CE 111 351 50 47 8
100 Lidocain injeksi ampul Rp 829 1.000 1.252 4 0,11% 93,86% CE 64 304 143 10 38
101 Irbesartan 150 mg kaplet tablet Rp 1.155 625 1.222 5 0,11% 93,97% CE 80 290 119 12 31
xxviii

102 Urinter Kapsul kapsul Rp 1.636 200 1.205 6 0,11% 94,08% CE 95 305 100 21 17
103 Azithromycin 500mg tablet tablet Rp 2.824 3.275 1.108 3 0,10% 94,17% CE 48 258 73 13 28
104 Tiacinon (oksitosin) injeksi ampul Rp 1.793 1.089 1.089 4 0,10% 94,27% CE 64 259 90 15 25
105 Zinc 20mg tablet tablet Rp 435 400 1.082 4 0,10% 94,37% CE 64 274 183 7 56
106 Furosemide injeksi/Farsix ampul Rp 2.243 550 1.080 2 0,10% 94,46% CE 32 242 81 5 68
107 Ceftriaxone 1 gr injeksi vial Rp 6.033 750 1.078 3 0,10% 94,56% CE 48 243 49 22 17
108 Ciprofloxasin 200 mg Infus botol Rp 11.506 855 1.049 4 0,09% 94,65% CE 64 259 35 32 12
109 Phenobarbital 50 mg injeksi ampul Rp 1.576 1.550 1.044 4 0,09% 94,75% CE 64 274 94 14 27
110 Ibuprofen 200 mg/ 5 ml sirup botol Rp 3.791 1.103 1.028 3 0,09% 94,84% CE 48 258 60 20 18
111 Metocloperamide tablet tablet Rp 109 1.250 1.021 4 0,09% 94,93% CE 64 244 356 4 100
Olandoz (Olanzapin) 5 mg
112 tablet Rp 8.515 600 1.006 2 0,09% 95,02% CE 32 227 40 15 25
tablet
Timolol 0,5% tetes mata
113 botol Rp 10.375 355 1.002 6 0,09% 95,11% CE 95 290 36 51 7
(Isotic)
114 Pulmicort Respule fls Rp 8.138 875 940 4 0,08% 95,19% CE 64 244 39 29 13
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
115 Iliadin 0,05% Spray fls Rp 32.374 88 929 5 0,08% 95,27% CE 80 245 20 91 4
116 Pyrantel 125mg tablet tablet Rp 338 875 916 3 0,08% 95,36% CE 48 228 191 5 69
117 Klobazam 10 mg tab tablet Rp 713 900 907 5 0,08% 95,44% CE 80 245 131 12 29
118 Levopar (Levodopa) tablet Rp 1.023 250 889 4 0,08% 95,52% CE 64 229 108 10 38
119 Glibenklamide 5 mg tab tablet Rp 72 875 853 3 0,08% 95,59% CE 48 228 400 3 124
120 Methilergometrin injeksi ampul Rp 2.722 875 846 3 0,08% 95,67% CE 48 228 65 17 21
121 Ethambutol 250mg tab tablet Rp 307 100 822 3 0,07% 95,74% CE 48 213 190 4 90
122 Phytomenadione tablet (Vit. K) tablet Rp 635 300 793 4 0,07% 95,81% CE 64 214 130 10 37
Ondansetron 4 mg tablet tablet Rp 1.004 750 790 3 0,07% 95,88% CE 48 213 103 8 46
xxix

123
Protofen (Ketoprofen)
124 suppos. Rp 3.200 600 763 3 0,07% 95,95% CE 48 213 57 15 24
Suppositoria
125 Glimepirid 3 mg tablet tablet Rp 299 500 757 4 0,07% 96,02% CE 64 199 185 7 56
126 Dexamethasone 5 mg/ml inj ampul Rp 1.460 425 737 2 0,07% 96,08% CE 32 197 82 6 60
127 Propil tiourasil 100 mg tablet tablet Rp 1.847 730 730 2 0,07% 96,15% CE 32 167 73 8 44
128 Glimepirid 4 mg Tablet tablet Rp 379 1.050 727 1 0,06% 96,21% CE 16 166 161 2 175
129 Sianokobalamin inj ampul Rp 1.019 500 713 2 0,06% 96,28% CE 32 182 97 8 46
130 Widahes fls Rp 45.279 500 688 4 0,06% 96,34% CE 64 199 14 96 4
131 Flixotide Nebule fls Rp 13.127 375 680 1 0,06% 96,40% CE 16 151 26 14 27
132 Amoxicilin 250mg tablet Rp 74 1.250 677 3 0,06% 96,46% CE 48 183 351 2 162
133 Diazepam 2 mg tablet Rp 50 750 671 3 0,06% 96,52% CE 48 168 427 2 215
134 Glukose 10% botol Rp 5.858 100 654 4 0,06% 96,58% CE 64 199 39 32 11
135 Depakote ER 500mg tablet tablet Rp 5.248 250 612 3 0,05% 96,63% CE 48 183 40 24 15
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
136 Ventolin 5mg Nebule fls Rp 6.930 275 607 3 0,05% 96,68% CE 48 183 34 20 18
137 Olandoz (Olanzapin) 10 mg tablet Rp 11.760 600 601 4 0,05% 96,74% CE 64 184 26 42 9
138 Dextrose/glukose 5 % infus botol Rp 5.460 800 599 3 0,05% 96,79% CE 48 153 38 27 13
139 Seretide inhaler 50mcg can Rp 79.348 598 598 2 0,05% 96,84% CE 32 167 10 61 6
140 Propanolol 10mg tablet tablet Rp 125 650 570 2 0,05% 96,90% CE 32 152 248 2 184
141 Sucralfat Syrup botol Rp 6.213 125 563 3 0,05% 96,95% CE 48 153 35 23 16
142 Sandepril 50 mg tablet Rp 803 150 539 3 0,05% 96,99% CE 48 153 95 10 38
143 Fresofol 1 % MCT/LCT ampul Rp 13.705 535 535 3 0,05% 97,04% CE 48 153 23 46 8
144 Metronidazol 500 mg Infus botol Rp 8.738 200 515 2 0,05% 97,09% CE 32 152 28 16 23
xxx

145 Nasacort AQ nasal box Rp 79.161 512 512 2 0,05% 97,13% CE 32 152 9 63 6
146 Ulsafat Suspensi botol Rp 9.698 530 495 3 0,04% 97,18% CE 48 153 26 32 11
147 Phytomenadione injeksi ampul Rp 4.016 248 484 2 0,04% 97,22% CE 32 137 40 14 27
148 Ofloxasin 200mg tablet tablet Rp 45.068 250 476 2 0,04% 97,26% CE 32 122 12 46 8
149 Betametason krim tube Rp 1.878 456 454 2 0,04% 97,30% CE 32 152 57 14 26
150 Recansa (Rosuvastatin) tablet tablet Rp 1.504 375 438 2 0,04% 97,34% CE 32 122 63 10 37
151 Difenhidramin injeksi ampul Rp 1.023 75 437 2 0,04% 97,38% CE 32 137 76 6 57
152 Fortanest (Midazolam) injeksi ampul Rp 7.608 425 425 2 0,04% 97,42% CE 32 137 27 17 21
153 Fenofibrate 100 mg tablet tablet Rp 1.075 291 411 1 0,04% 97,46% CE 16 121 72 3 106
154 Gentamisin tetes mata fls Rp 3.683 105 386 2 0,03% 97,49% CE 32 122 38 16 23
Plasbumin (Albumin) 5%
155 box Rp 771.978 375 378 2 0,03% 97,52% CE 32 122 3 170 2
(250 ml)
156 PROSTER tab 200 mg tablet Rp 1.050 366 366 2 0,03% 97,56% CE 32 107 68 8 43
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
157 Gemfibrozil 300mg capsul tablet Rp 518 310 349 1 0,03% 97,59% CE 16 91 95 3 128
158 Levofloxasin 500 mg infus botol Rp 24.619 225 342 2 0,03% 97,62% CE 32 107 14 39 9
159 Fenofibrate 300 mg tablet tablet Rp 1.371 2.498 342 1 0,03% 97,65% CE 16 91 58 5 76
160 Cotrimoksazole 480 mg tablet Rp 124 4.000 341 2 0,03% 97,68% CE 32 107 192 3 142
161 Notrixum injeksi 25 ampul Rp 11.189 280 338 2 0,03% 97,71% CE 32 107 20 21 18
162 Cefazolin 1 gr vial Rp 17.352 58 331 1 0,03% 97,74% CE 16 106 16 12 31
Cefotaxime 0,5 g injeksi @ 10
163 vial Rp 5.734 - 316 2 0,03% 97,77% CE 32 92 27 19 20
vial/ box
164 Doxycycline 100mg kapsul kapsul Rp 279 250 306 2 0,03% 97,79% CE 32 92 121 4 90
xxxi

165 Novomix Flexpen (Insulin) inj flexpen Rp 90.577 334 304 2 0,03% 97,82% CE 32 122 7 86 4
166 Domperidone Sirup 5 mg/5 ml botol Rp 17.305 250 301 1 0,03% 97,85% CE 16 91 15 23 16
167 Codein 20 mg tablet Rp 1.290 300 300 2 0,03% 97,87% CE 32 107 56 10 37
Pularex Activated) Attapulgite
168 tablet Rp 395 473 298 2 0,03% 97,90% CE 32 107 101 4 97
630mg tab
169 Pan Amin G infus soft bag Rp 39.041 175 290 1 0,03% 97,93% CE 16 91 10 25 15
170 Lisinopril 10 mg tablet tablet Rp 476 1.700 278 2 0,02% 97,95% CE 32 107 89 4 85
Levofloxasin tetes mata
171 vial Rp 13.159 25 267 1 0,02% 97,97% CE 16 61 17 23 16
(Optiflox)
172 Dulcolax 10 mg suppositoria suppos. Rp 4.767 289 253 2 0,02% 98,00% CE 32 92 27 13 28
173 Camidryl injeksi vial Rp 1.055 250 251 1 0,02% 98,02% CE 16 91 57 5 71
Valsartan 160mg tablet
174 tablet Rp 1.583 248 248 2 0,02% 98,04% CE 32 92 46 10 35
(generik)
175 Dulcolax 5 mg suppositoria suppos. Rp 5.500 345 247 1 0,02% 98,06% CE 16 91 25 11 34
176 Neo Mercazole tablet tablet Rp 1.048 125 238 1 0,02% 98,09% CE 16 76 55 4 83
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
Plasbumin (Albumin) 25%
177 box Rp 229.515 237 237 2 0,02% 98,11% CE 32 92 4 127 3
(20 ml)
178 Hytrin 2 mg tablet Rp 1.263 210 237 1 0,02% 98,13% CE 16 76 50 6 64
179 Desoximetasone 0,25 % krim tube Rp 8.494 100 234 1 0,02% 98,15% CE 16 91 19 14 26
180 Orixal ( Claritromycin) tablet Rp 2.416 128 227 1 0,02% 98,17% CE 16 91 36 7 56
181 KaEN 3 B infus botol Rp 9.887 250 211 1 0,02% 98,19% CE 16 91 17 13 28
182 Bupivacain Spinal inj ampul Rp 25.544 83 199 1 0,02% 98,20% CE 16 91 10 18 21
183 Micardis 80 mg tablet tablet Rp 5.426 50 191 1 0,02% 98,22% CE 16 61 22 12 30
184 Micardis 40 mg tablet tablet Rp 3.309 50 190 1 0,02% 98,24% CE 16 61 28 9 38
xxxii

185 Lansoprazol (prosogan) injeksi vial Rp 68.392 60 188 1 0,02% 98,26% CE 16 91 6 26 14


186 Amoxicilin 250mg sirup botol Rp 2.165 60 174 1 0,02% 98,27% CE 16 61 33 10 36
Timolol 0,25% tetes mata
187 botol Rp 9.330 305 170 1 0,02% 98,29% CE 16 60 16 4 88
(Isotic)
188 Meropenem 1 g injeksi vial Rp 41.910 188 169 1 0,02% 98,30% CE 16 91 7 34 11
189 Fluconazole 150mg kapsul kapsul Rp 18.098 305 155 1 0,01% 98,32% CE 16 61 11 11 34
190 Griseofulvin tablet tablet Rp 223 154 154 1 0,01% 98,33% CE 16 61 96 3 125
191 Streptomycin injeksi vial Rp 3.938 73 151 1 0,01% 98,34% CE 16 61 23 12 30
Valsartan 160mg tablet
192 tablet Rp 5.741 150 150 1 0,01% 98,36% CE 16 76 19 10 38
(Diovan)
193 Cephalexin kapsul kapsul Rp 678 150 150 1 0,01% 98,37% CE 16 61 55 2 186
194 Ketokonazol 200 mg tablet tablet Rp 320 250 146 1 0,01% 98,38% CE 16 61 78 2 206
195 Cendo MD Glaopen T. Mata fls Rp 1.450 120 144 1 0,01% 98,39% CE 16 61 37 3 110
196 NovoRapid Flexpen(Insulin) flexpen Rp 70.409 75 142 1 0,01% 98,41% CE 16 61 5 25 15
197 Cetirizin sirup botol Rp 3.048 100 142 1 0,01% 98,42% CE 16 61 25 6 66
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
198 Meropenem 0,5 g injeksi vial Rp 33.845 113 128 1 0,01% 98,43% CE 16 61 7 27 14
Gavistal (metoclopramide)
199 botol Rp 4.050 75 118 1 0,01% 98,44% CE 16 46 20 7 50
drops
200 Hyoscine bromide injeksi ampul Rp 4.634 44 117 1 0,01% 98,45% CE 16 60 18 6 66
201 Lexaparm (metoklopramide) botol Rp 3.104 15 114 1 0,01% 98,46% CE 16 46 22 6 61
202 Parasetamol Syrup botol Rp 1.160 334 114 1 0,01% 98,47% CE 16 61 36 3 109
203 Ketokonazol 2% krim kulit tube Rp 2.777 75 112 1 0,01% 98,48% CE 16 60 23 5 78
204 Parasetamol infus botol Rp 15.856 275 104 1 0,01% 98,49% CE 16 61 9 8 45
205 Kloramfenicol salep mata 1 % tube Rp 1.547 121 96 1 0,01% 98,50% CE 16 60 29 1 284
xxxiii

206 KaEN 1 B infus botol Rp 8.438 95 95 1 0,01% 98,51% CE 16 61 12 9 41


207 Mikonazol 2 % krim kulit tube Rp 3.817 60 93 1 0,01% 98,52% CE 16 60 18 3 113
208 Pyrantel 125mg sirup botol Rp 7.742 62 87 1 0,01% 98,53% CE 16 46 12 14 27
209 KaEN 3 A infus fls Rp 10.639 95 84 1 0,01% 98,53% CE 16 46 10 10 38
210 Terrel (Isoflurane) anestesi botol Rp 236.485 76 76 1 0,01% 98,54% CE 16 46 2 73 5
211 Symbicort 80 mg can Rp 92.408 74 74 1 0,01% 98,55% CE 16 46 3 26 14
212 Lantus (insulin) solostar injeksi fls Rp 76.374 74 74 1 0,01% 98,55% CE 16 61 4 17 21
213 Cotrimoksazole 240 mg sirup botol Rp 2.627 187 73 1 0,01% 98,56% CE 16 61 19 5 76
214 Meptin Swinghaler (Procaterol) fls Rp 77.173 100 73 1 0,01% 98,57% CE 16 61 4 25 15
215 Acyclovir Salep tube Rp 2.392 38 68 1 0,01% 98,57% CE 16 46 20 4 82
216 Hidrokortison 2,5 salep kulit tube Rp 2.448 84 65 1 0,01% 98,58% CE 16 61 19 4 97
Metronidazol 500 mg (Flagyl)
217 suppos. Rp 3.224 65 65 1 0,01% 98,58% CE 16 61 16 4 99
suppositoria
218 Pethidine 100mg injeksi ampul Rp 12.564 30 60 1 0,01% 98,59% CE 16 61 8 7 49
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
Herbeser R CD 100 mg tablet
219 tablet Rp 3.281 - 56 1 0,00% 98,59% CE 16 46 15 6 64
(Diltiazem)
220 Mannitol 20% infus botol Rp 52.615 60 55 1 0,00% 98,60% CE 16 46 4 20 18
Wida D5 1/2NS (Dext. 5%+
221 fls Rp 14.480 50 54 1 0,00% 98,60% CE 16 46 7 10 37
NaCl 0,45%)
222 Nistatin tab 500,000 mg UI tablet Rp 2.234 29 54 1 0,00% 98,61% CE 16 61 18 5 77
223 Piracetam injeksi 3 gram ampul Rp 168.300 63 53 1 0,00% 98,61% CE 16 46 2 38 10
224 Fentanyl 0,05mg injeksi ampul Rp 36.376 30 51 1 0,00% 98,62% CE 16 61 4 12 30
Sulfadoxine Pyrimethamin
225 tablet Rp 292 50 50 1 0,00% 98,62% CE 16 46 48 1 304
tablet
xxxiv

Wida D5 1/4NS (Dext. 5%+


226 fls Rp 25.682 50 44 1 0,00% 98,63% CE 16 46 5 11 33
NaCl 0,225%)
227 Lodomer 5mg injeksi ampul Rp 65 28 40 1 0,00% 98,63% CE 16 61 91 0 920
228 Depakene sirup botol Rp 37.199 13 39 1 0,00% 98,63% CE 16 61 4 19 20
229 Domperidone drops 5 mg/ml botol Rp 15.408 13 35 1 0,00% 98,64% CE 16 61 6 5 78
230 Kalbamin infus botol Rp 46.943 30 30 1 0,00% 98,64% CE 16 76 3 10 37
231 fenol Gliserol botol Rp 2.648 21 29 1 0,00% 98,64% CE 16 46 12 3 111
232 Natrium phenytoin injksi ampul Rp 6.684 5 29 1 0,00% 98,64% CE 16 61 8 5 74
233 Fleet Enema (Clysma) botol Rp 21.351 13 24 1 0,00% 98,65% CE 16 61 4 7 54
234 Xylocain 10% (lidocain) Spray fls Rp 141.150 24 24 1 0,00% 98,65% CE 16 61 1 17 21
235 Zinc Pro drop 15ml botol Rp 9.449 13 22 1 0,00% 98,65% CE 16 61 6 3 107
Azithromycin 200mg/ 5 ml
236 botol Rp 16.688 25 21 1 0,00% 98,65% CE 16 61 4 6 59
sirup
Voluven 6% Botol (Koloid
237 fls Rp 24.596 16 16 1 0,00% 98,65% CE 16 46 3 8 46
HES)
Safety factor
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ P̅ Stdv % P̅ % Kum K 98% EOQ f P
SS ROP
238 Chloramfenikol Syrup botol Rp 3.596 13 15 1 0,00% 98,65% CE 16 46 7 3 121
Xylocain 2% (lidocain) Jelly
239 fls Rp 30.375 13 13 1 0,00% 98,66% CE 16 46 2 9 42
10 gr
240 Olanzapin (Zyprexa) i.m pot Rp 90.095 11 11 1 0,00% 98,66% CE 16 46 1 10 36

Lampiran 4. Hasil kelompok obat kategori III (CN)

Safety factor
98%
No Jenis Barang Satuan Harga p̅ ̅
P Stdv % P̅ % Kum K EOQ f P
SS ROP
xxxv

1 Asam Folat (PROFOLAT) tablet Rp 203 3.500 1.039 6 0,09% 99% CN 95 266 262 4 92
2 Retinol (Vit. A 100.000UI) kapsul Rp 356 125 524 3 0,05% 99% CN 48 134 141 4 98
3 Garam Oralit sachet Rp 461 64 139 1 0,01% 99% CN 16 39 64 2 167
4 Bedak Salisil bungkus Rp 1.124 59 76 1 0,01% 99% CN 16 28 30 3 145
5 Salep 2-4 botol Rp 1.908 31 61 1 0,01% 99% CN 16 26 21 3 124
Lampiran 5. Dokumentasi penyimpanan obat di IFRS Porsea

No Gambar tempat penyimpanan Keterangan No Gambar tempat penyimpanan Keterangan

Tempat barang
4
Lemari Habis Pakai
1
Narkotika
xxxvi

5 Tempat Infus
Rak obat
2 dengan satuan
box dan ampul

Rak obat 6 Lemari Vaksin


3 dengan satuan
botol
RIWAYAT PENULIS

Irma Lusyana Manik dilahirkan di Porsea, Sumatera


Utara pada 17 Pebruari 1997 sebagai anak kedua dari
lima bersaudara pasangan Bapak Irwanta Manik dan Ibu
Ida Lumongga Simatupang. Pendidikan dasar penulis
diselesaikan pada tahun 2006 di Sekolah Dasar Swasta
Yayasan Bonapasogit Sejahtera Parmaksian. Penulis
melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri 2 Porsea dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2015 penulis
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Balige dan
pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswi Institut Teknologi Del Fakultas
Teknologi Industri Program Studi Manajemen Rekayasa.

Selama menempuh perkuliahan di Institut Teknologi Del, penulis aktif dalam


organisasi seperti sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tahun 2016-
2017 juga bergabung ke dalam kepanitiaan Natal Institut Teknologi Del. Penulis
juga pernah mengikuti Bussiness Plan, mengikuti kegiatan Pre-Master dari
Universiet Van Amsterdam (UVA) di IT Del tahun 2017, serta mengikuti kegiatan
seminar nasional sebagai presenter di National Conference on Industrial
Engineering (NCIE) tahun 2019. Penulis adalah kandidat Sarjana Teknik di bidang
Manajemen Rekayasa Institut Teknologi Del.

xxxvii

Anda mungkin juga menyukai