Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TB TULANG

DI SUSUN OLEH
KELAS II B
SEMESTER 3
KELOMPOK 2 :

 AL ANSAR UMAR
 ENJEL M. ENTE
 WAHYUDIN ADAM
 YUGITA ACHMAD

PRODI : DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Alamat JL. Taman Pendidikan No. 36, Kota Gorontalo

i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas segala ridho,
rahmat serta izin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan menyusunan makalah dengan judul TB
TULANG.

Bagi penulis penyusunan laporan ini memberikan sebuah pengetahuan serta


pengalaman baru dalam hal bagaimana menyusun sebuah makalah beserta berbagai
persyaratannya. Baik itu berupa tahap-tahap penyusunan sebuah makalah sampai dengan
teknik penulisannya.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak kesulitan dan
hambatan yang dihadapi, namun dengan bantuan dan serta dukungan dari teman-teman maka
semua kesulitan itu bisa teratasi.

Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kekurangan, Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, maka dengan senang hati
Kami akan menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan di
dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih atas bantuan semua pihak, yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.

Gorontalo, 7 Agustus 2020

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB 1.........................................................................................................................................1

KONSEP MEDIK......................................................................................................................1

1.1 Definisi TB Tulang......................................................................................................1

1.2 Etiologi........................................................................................................................1

1.3 Manifestasi Klinis........................................................................................................2

1.4 KLASIFIKASI TB TULANG.....................................................................................3

1.5 Patofisiologi Tuberkulosis dan Spondilitis Tuberkulosis............................................3

1.6 Komplikasi..................................................................................................................4

1.7 Pemeriksaan penunjang...............................................................................................5

1.8 Penatalaksanaan...........................................................................................................5

BAB II........................................................................................................................................6

KONSEP KEPERAWATAN.....................................................................................................6

2.1 Pengkajian...................................................................................................................6

2.2 Diagnosis keperawatan................................................................................................7

2.3 Intervensi.....................................................................................................................7

2.4 Evaluasi.......................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

iii
BAB 1

KONSEP MEDIK

1.1 Definisi TB Tulang


Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa dengan
gejala yang bervariasi dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada
jaringan setiap organ yang terinfeksi. 

Tuberculosis (TBC) tulang adalah penyakit yang disebabkan oleh virus mycobacterium
tuberculosa. Tuberculosa tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang
disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus jauh. Virus ini
menyebar lewat udara. Pintu masuk pada tubuh manusia adalah lewat saluran pernafasan /paru-
paru. Perkembangan virus TBC, didalam tubuh sangat lamban, tergantung pada daya tahan tubuh
orang yang bersangkutan.
Tuberculosis tulang dapat menyerang hampir semua tulang tapi yang paling sering terjadi
adalah TB pada tulang belakang, kaki, siku, tangan dan bahu. Rahang bawah (mandibula) dan
sendi tempomandibular adalah daerah yang paling jarang terjangkit oleh kuman TBC.

Tuberculosis tulang adalah suatu proses peradangan yang kronik dan destruktif yang
disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dan fokus jauh .Basil tuberkulosis
biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul osteitis,kaseasi.
Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang baru pada tuberkulosis tulang
sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi
perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebralis.

1.2 Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium Tuberculosa. Kuman ini dapat menginfeksi
manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada manusia paru-paru merupakan pintu
gerbang utama masuknya infeksi pada organ lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang.

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di
tubuh, 90 – 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari
tipe bovin ) dan 5 – 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa
terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi
sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada
vena paravertebralis.

Spondilitis tuberkulosa (TB Tulang Belakang) merupakan 50 % dari seluruh tuberkulosis


tulang dan sendi yang terjadi. Sering mengenai vertebra 40 – 50 %, panggul 30% dan sendi lutut dan
sendi – sendi lainnya. Dapat disertai dengan adanya tuberkulosis paru – paru.

Faktor predisposisi tuberkulosis adalah : 

1. Sanitasi yang jelek


2. Gaya hidup yang berkaitan dengan nutrisi (serba instant makanan siap saji yang banyak
mengandung hormon pertumbuhan juga pencemaran)

1
3. Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris
4. Umur : terutama ditemukan setelah umur satu tahun, paling sering pada umur 2 – 10 tahun
5. Penyakit sebelumnya yang dapat memprofokasi kuman, seperti morbili dan varisella dapat
memprovokasi kuman
6. Masa pubertas dan kehamilan dapat mengaktifkan tuberculosis

Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam jaringan.
Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih
tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis
Kuman biasanya akan menyerang dengan kekuatan penuh di saat daya tahan tubuh anda sedang
lemah. Saat menyerang, kuman akan membentuk lapisan pada tulang yang menyebabkan tulang tak
bisa dialiri darah. Akibatnya tulang menjadi keropos atau bahkan menjadi rusak.

1.3 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala pada penyakit TBC tulang ini pastilah ada dan akan dirasakan oleh para
penderitanya. Berbeda dengan penyakit TBC yang menyerang paru-paru, penyakit TBC tulang,
memiliki ciri khas selain ciri umum TBC, bukan suatu hal aneh bila seseorang mengalami gejala-
gejala di bawah ini, karena memang itu adalah ciri bahwa dia sedang berada di dalam serangan
penyakit TBC tulang. Beberapa gejala tersebut ialah :

a. Pada awalnya penderita merasa pegal-pegal disertai rasa lelah pada sore hari. Pada tingkat
selanjutnya penderita mengalami penurunan berat badan , demam, berkeringat di malam hari,
kehilangan nafsu makan.
b. Pada sendi gejalanya mirip arthritis yaitu nyeri pada bagian sendi, bengkak, mengalami
keterbatasan gerak. Kulit diatas daerah yang terasa nyeri kadang terasa panas & kadang juga
terasa dingin, kulit berwarna merah kebiruan.
c. Nyeri punggung atau pinggang, abses (benjolan berisi cairan), sampai patah tulang. Bahaya
patahnya tulang belakang adalah kerusakan serabut saraf sehingga terjadi kelumpuhan pada
kedua kaki.
d. Jika tulang lutut atau tulang paha yang terkena, akan timbul sakit pada sendi, terutama jika
digerakkan, gerakan tulang menjadi terbatas, dan pembengkakan sendi.
e. Pada anak-anak gejalanya dapat ditemukan spasme otot pada saat malam hari.
f. Terkadang juga akan disertai dengan demam yang ringan. Pada kasus yang lebih berat,
kelemahan otot bisa terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan.

Secara klinik gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberculosis pada
umumnya yaitu badan lemah lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit
meningkat ( subfebris ) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada tuberculosis
vertebrae servikal ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan
pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses pada
daerah paravetebral, inguinal, poplitea atau bokong, adanya sinus pada daerah paravetebral atau
penderita datang dengan gejala – gejala paraparesis, paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang
belakang akibat spasme atau gibus.

Manifestasi klinis pada spondilitis TB tidak ditemukan pada bayi di bawah 1 tahun. Penyakit ini
baru muncul setelah anak belajar berjalan atau melompat. Gejala pertama biasanya dikeluhkan adanya
benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri, pasien akan

2
enggan menggerakkan punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. Pasien akan menolak jika
diperintahkan untuk membungkuk atau mengangkat barang dari lantai. Nyeri tersebut akan berkurang
jika pasien beristirahat

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan. Kelainan pada tulang
belakang disebut gibbus, menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti
abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan. Warna benjolan sama dengan sekitarnya,
tidak nyeri tekan, dan menimbulkan abses dingin. Apabila dijumpai kelainan pada sendi panggul
biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri. Kelainan pada sendi lutut dapat berupa
pembengkakan di daerah lutut, pasien sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang ditemukan atrofi
otot paha dan betis.
Kerusakan pada tulang akibat serangan kuman TBC seringkali tak menimbulkan gejala.
Perkembangan virus TB di dalam tubuh sangat lamban tergantung pada daya tahan tubuh penderita.
Penderita bisa saja merasakan gejala yang sangat mirip dengan rematik. Inilah yang akhirnya
membuat kebanyakan orang tak mewaspadai adanya masalah yang lebih serius.

1.4 KLASIFIKASI TB TULANG

1. Osteomielitis Tuberkulosa
Osteomielitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder dari kelainan tuberkulosa di
tempat lain,terutama paru-paru. Seperti pada osteomielitis hematogen akut, penyebaran
infeksi juga terjadi secara hematogen dan biasanya mengenai anak-anak. Perbedaannya,
osteomielitis hematogen akut umumnya terdapat pada daerah metafisis sementara
osteomielitis tuberkulosa mengenai tulang belakang.
2. Spondilitis Tuberkulosa
Tuberculosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberculosa merupakan
peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium
tuberculosa.Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infesi sekunder dari fokus
ditempat lain dalam tubu. Percival pott (1973) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini
dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang
belakang yang terjadi,sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit pott.

3
1.5 Patofisiologi Tuberkulosis dan Spondilitis Tuberkulosis

Infeksi berawal dari bagian epifisial korpus vertebra. Kemudian, terjadi hiperemia
dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan pelunakan korpus. Selanjutnya terjadi
kerusakan pada korteks epifisis, diskus internertebra, dan vertebra sekitarnya. Kemudian
eksudat menyebar ke depan, di bawah longitudinal anterior. Eksudap ini dapat menembus
ligamen dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada
daerah vertebra servikalis, eksudat terkumpul di belakang paravertebral dan menyebar ke
lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protusi ke
depan dan ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Perubahan struktur vertebra
servikalis menyebabkan spasme otot dan kekakuan leher yang merupakan stimulus keluhan
nyeri pada leher.
Pembentukan abses faringeal menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan
menelan sehingga terjadi penurunan asupan nutrisi dan masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan. Kekakuan leher menyebabkan keluhan mobilitas leher dan risiko
tinggi trauma sekunder akibat tidak optimalnya cara mobilisasi. Tindakan dekompresi dan
stabilisasi servikal pada pasca bedah menimbulkan port de entree luka pasca bedah risiko
tinggi infeksi.

4
1.6 Komplikasi
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah Pott’s paraplegia. Pada stadium
awal spondilitis TB, munculnya Pott’s paraplegia disebabkan oleh tekanan ekstradural pus
maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan jika Pott’s paraplegia
muncul pada stadium lanjut spondilitis TB maka itu disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari
jaringan granulasi atau perlekatan tulang ( ankilosing ) di atas kanalis spinalis. Komplikasi lain
yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke
otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abcess.

1.7 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium :
1. Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai mikrobakterium
2. Uji mantoux positif
3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkelPemeriksaan Radiologis
b. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
2. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus intervertebralis
yang berada di korpus tersebut
3. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang
4. Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari lesi, skelerosisi,
kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang
5. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan osteomielitis tulang
belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf.

1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas:
1. Terapi konservatif berupa:
 Tirah baring (bed rest)
 Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
 Memperbaiki keadaan umum penderita
 Pengobatan antituberkulosa

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :


a. Kategori 1 Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap:
 Tahap 1: Rifampisin 450 mg + Etambutol 750 mg + INH 300 mg + Pirazinamid
1500 mg Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
 Tahap 2: Rifampisin 450 mg + INH 600 mg Diberikan 3 kali seminggu
(intermitten) selama 4 bulan (54 kali).
b. Kategori 2 Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,
termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
 Tahap I Streptomisin 750 mg + INH 300 mg + Rifampisin 450 mg + Pirazinamid
1500mg + Etambutol 750 mg Obat ini diberikan setiap hari. Untuk Streptomisin
injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
 Tahap 2 INH 600 mg + Rifampisin 450 mg + Etambutol 1250 mg. Obat ini
diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).

5
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju
endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta
gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.

2. Terapi operatif
Indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah:
 Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin
berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis
tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
 Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft.
 Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan
CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis


tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal,
yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
a. Abses Dingin (Cold Abses) Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh
karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang
besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
1) Debrideman fokal
2) Kosto-transveresektomi
3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan. Paraplegia

b. Paraplegia Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:


1) Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
2) Laminektomi
3) Kosto-transveresektomi
4) Operasi radikal
5) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

c. Kifosis
Operasi pada pasien kifosis dilakukan dengan 2 cara:
1) Operasi kifosis Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis
mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif
dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.
2) Operasi PSSW Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan tbc
tulang belakang yang disebut total treatment. Metode ini mengobati tbc tulang belakang
berdasarkan masalah dan bukan hanya sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh
semua dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang belakang
yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan dengan kembalinya
fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke dalam masyarakat, kembali pada
pekerjaan dan keluarganya.

6
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
 Keluhan utama
Keluhan utama pada klien spondiitis TB terdapat nyeri punggung bagian bawah.

 Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada awal dapat dijumpai nyeri redikuler yang mengelilingi dada dan perut. nyeri dirasakan
meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang
belakang.
Data Subjektif yang mungkin adalah : badan terasa lemah dan lesu, nafsu makan berkurang
serta sakit pada punggung, pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari,
berat badan menurun, nyeri spinal yang menetap, nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau
perut.
Data Objektif yang mungkin adalah : suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam
hari, paraplegia, paraparesis, kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra.

 Riwayat Kesehatan Dahulu


menurut R. Sjamsu Hidajat, 1997 : 20 tentang terjadinya spondilitis tuberkulosa biasanya
pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberculosis paru.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Salah satu penyebab timbulnya spondilitis tuberkulosa adalah klien pernah atau masih kontak
dengan penderita lain yang menderita penyakit TB atau lingkungan keluarga ada yang
menderita penyakit tersebut

 Psikososial
Klien akan merasa cemas, sehingga terlihat sedih dengan kurangnya pengetahuan mengenai
penyakit TB, pengobatan dan perawatannya sehingga membuat emosinya tidak stabil dan
mempengaruhi sosialisasi penderita.

 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : terlihat lemah, pucat dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis
b. Palpasi : Sesuai yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya
gibus pada area tulang yang mengalami infeksi
c. Perkusi : Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok
d. Auskultasi : Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak ditemukan kelainan

Pengkajian diagnostic
a. Laboratorium
 Laju Endap darah meningkat
b. Pemeriksaan Diagnostik lain
 Radiologi : terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang
menyerang area posterior ; terdapat penyempitan diskus ; gambaran abses para vertebral
 Tes Tuberkulin : Reaksi Tuberkulin biasanya positif

7
2.2 Diagnosis keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi radiks saraf servikal, spasme otot servikal
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal dan nyeri
3. Gangguang citra tubuh berhubungan dengan gangguan struktur tubuh
4. Ketidak seimbangan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan
nutrisi tidak adekuat sekunder akibat nyeri tenggorokan dan gangguan menelan

2.3 Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi radiks saraf servikal, spasme otot servikal Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
 Klien melaporkan penurunan nyeri
 skala nyeri 0 – 1
 dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
 klien menunjukan perilaku yang lebih rileks
Intervensi :
1) kaji lokasi, intensitas dan tupe nyeri sebagi observasi penyebaran nyeri rasional : nyeri
merupakan pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri
2) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologis dan non invasive
Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologis lainnya telah
menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
3) istirahatkan leher, atur posisi fisiologis dan pasang ban leher rasional : posisi fisiologis akan
mengurangi kompresi saraf leher
4) lakukan masase pada otot leher rasional : masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan
membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri leher
5) Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam ketika nyeri muncul rasional : meningkatkan
asupan oksigen sehingga menurunkan nyeri sekunder akibat iskemia
6) ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri rasional : distraksi dapat menurunkan stimulus nyeri
7) Berikan analgesic sesuai terapi dokter dan kaji keefektivitasannya rasional : analgesic mampu
mnegurasngi rasa nyeri; bagaimana reaksi terhadap nyeri yang diderita klien.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal dan nyeri


Tujuan : klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal dan mampu teradaptasi dalam
waktu 7 x 24 jam
Kriteria Hasil :
 klien dapat ikut serta dalam program latihan
 klien terlihat mampu melakukan mobilisasi secara bertahap
 mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal
Intervensi :
1) kaji kemampuan mobilitas dan observasi terhadap peningkatan kerusakan Rasional :
mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
2) bantu klien melakukan ROM, dan perawatan diri sesuai toleransi Rasional : latihan ROM
yang optimal mampu menurunkan atrofi otot, memperbaiki sirkulasi perifer dan mencegah
kontraktur

8
3) pantau keluhan nyeri dan adanya tanda-tanda deficit neurologis rasional : peran perawat
dalam pemantauan dapat mencegah terjadinya hal yang lebih parah seperti henti jantung –
paru akibat kompresi batang otak dan korda
4) kolaborasi dengan dokter untuk pemberian OAT Rasional : OAT akan mengobati penyebab
dasar spondilitis TB

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan struktur tubuh Tujuan : Klien dapat
mengekpresikan perasaanya dan dapat menggunakan koping adaptif
Kriteria Hasil :
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan dapat menggunakan keterampilan
koping yang poeotif dalam mengatasi perubahan citra
Intervensi :
1) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Rasional : meningkatkan
harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan perasaan
dapat membantu penerimaan diri
2) bersama-sama klien mencari alternatif koping yang positif Rasional : dukungan perawat pada
klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien
3) kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien kluarga dan teman serta berikan
aktifitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image Rasional :
memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak
merasa rendah diri

4. Ketidak seimbangan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan
nutrisi tidak adekuat sekunder akibat nyeri tenggorokan dan gangguan menelan Tujuan :
dalam waktu 7 x 24 jam keseimbangan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil :
 klien terlihat mampu melakukan pemenuhan nutrisi per oral secara bertahap
 proporsi berat badan dan tinggi badan ideal
Intervensi :
1) pantau persentase asupan makanan yang dikonsumsi setiap makan, timbang berat badan tiap
hari Rasional : mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan
2) berikan perawatan mulutu tiap 6 jam. pertahankan kesegaran ruangan Rasional : perasaan
tidak nyaman pada mulut dan bau yang tidak nyaman dari lingkungan dapat mempengaruhi
selera makan
3) beri makanan lunak dalam kondisi hangat, sedikit tapi sering Rasional : peran perawat dalam
memberi dukungan sangat diperlukan pada klien yang membutuhkan energy dan protein
untuk proses pengembalian fungsi yang optimal
4) dorong klien untuk ikut serta dalam pemenuhan nutrisi tinggi kalori dan tinggi protein
Rasional : peran perawat dalam member dukungan sangat diperlukan pada klien yang pada
fase inflamasi sangat banyak membutuhkan energy dan protein untuk proses pengembalian
fungsi yang optimal
5) kolaborasi dengan ahli diet untuk pemenuhan nutrisi yang ideal Rasional : dalam kondisi
akut, ahli diet dapat mencari jenis makanan yang dapat membantu klien dalam memenuhi
kebutuhan akan energy dan perbaikan

2.4 Evaluasi
1. Pasien menyatakan nyeri berkurang dan atau hilang

9
2. pasien menunjukan kondisi yang rileks dan dapat beristirahat
3. pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
4. pasien mendiskusikan perannya dalam mencegah kekambuhan
5. pasien mampu mengerti penjelasan yang diberikan tentang proses penyakit dan
pengobatannya
6. pasien mampu mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langka untuk
menghindarinya
7. pasien dapat menggunakan obat yang diresepkan dengan baik 8. pasien dapat melakukan
pola hidup sehat dengan baik

10
DAFTAR PUSTAKA
Samsuhidajat, Wim de Jong. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003,hlm
907– 910.

Rasjad Chairuddin. Infeksi dan Inflamasi. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang
Lamumpatue; 2003. Hal. 144 – 149.

Muttaqin, A. (2008). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta: EGC

http://qittun.blogspot.com/2008/10/asuhan-keperawatan-dengan-spondilitis.html

11

Anda mungkin juga menyukai