Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume
tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya.
Bila titrasi asam-basa maka disebut titrasi aside-alkalimetri. Asidi-alkalimetri
merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam dan basa. Secara
sederhana, asam merupakan larutan yang memiliki pH diatas 7 sedangkan
basa merupakan larutan yang memiliki pH kurang dari 7. Apabila kedua
larutan tersebut memiliki kekuatan yang sama, maka bila dicampurkan
dengan volume yang sama, akan didapat larutan yang memiliki pH netral.
Titrasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui konsentrasi dari larutan
standar sekunder, yaitu larutan yang dimana konsentrasinya didapat dengan
cara pembakuan dan dibantu dengan larutan standar sekunder atau larutan
yang konsentrasinya dapat diketehui secara langsung dari hasil penimbangan,
yang ditambahkan indikator pH sebagai penentu tingkat keasaman suatu
larutan.
Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering disebut asidi-alkalimetri.
Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering juga dipakai akhiran
ometri menggantikan imetri. Kata metri berasal dari bahasa Yunani yang
berarti ilmu atau proses atau seni mengukur. Pengertian asidimetri dan
alkalimetri secara umum ialah titrasi yang menyangkut asam dan basa. Asidi-
alkalimetri dapat digunakan untuk beberapa larutan.
Pada percobaan ini larutan yang akan distandarisasikan adalah larutan
asam yaitu HCl, dimana titrasi ini tergolong titrasi alkalimetri. Sedangkan
untuk aplikasinya, yaitu menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA. Pupuk ZA
adalah pupuk kimia buatan yang dirancang untuk memberi tambahan
haranitrogen dan belerang bagi tanaman. Nama ZA adalah singkatan dari
istilah bahasa Belanda ‘zwavelzure ammoniak’, yang berarti Ammonium
Sulfat (NH4SO4). Ammonium Sulfat bila dalam keadaan murni berwarna
putih garam dengan bentuk kristal. Wujud pupuk ini juga berbentuk butiran
kristal mirip garam dapur dan terasa asin di lidah. Pupuk ini bersifat
higroskopis (mudah menyerap air).
Oleh karena itu praktikum ini dilakukan agar dapat menentukan
standarisasi larutan asam dengan konsep adisi-alkalimetri dan mengetahui
kadar NH3 dalam pupuk ZA.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana membuat dan menentukan standarisasi larutan asam klorida?
2. Bagaimana menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA?

1.3 Tujuan
1. Membuat dan menentukan standarisasi larutan asam klorida.
2. Menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai
titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan
reaksi kompleks (titrasi asam basa) dan lain sebagainya. Titrasi asam basa
disebut juga titrasi adisi-alkalimetri. (Hesti, dkk., 2016)
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif
dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif yang paling sering diterapkan
adalah analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu
sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan
hingga tercapai titik ekivalen titrasi. Analisis titrimetri yang didasarkan pada
terjadinya reaksi asam dan basa antara sampel dengan larutan standar disebut
analisis asidi-alkalimetri. Apabila larutan yang berdifat asam maka analisis
yang dilakukan adalah analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu
basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis
alkalimetri. (Keenan, 1991)
Prinsip aside-alkalimetri umumnya diartikan sebagai titrasi yang
menyangkut asam dan basa (Pertiwi, 2012)
Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu
reaksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Berlangsung sempurna, tunggal dan persamaan yang jelas (dasar
teoritis)
2. Cepat dan reversible. Bila tidak cepet, titrasi akan memakan waku
terlalu banyak
3. Ada petunjuk akhir titrasi (indikator)
4. Larutan baku yang direaksikan dengan analay harus mudah didapat
dan sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga
konsentrasinya tidak mudah berubah saat disimpan. (Tim Konsultan
Kimia, 2004)
 Kelebihan dan Kekurangan Titrasi
A. Kelebihan Titrasi
Titrasi memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sebagai berikut:
1. Titrasi termasuk metode yang sederhana dibandingkan metode
lain seperti gravimetri
2. Lebih mudah dan cepat dalam mengerjakannya. Karena tanpa
melakukan penyaringan, pencucian, penjernihan, dan lain-lain.
3. Larutan baku untuk titrasi dapat dibuat bermacam-macam
konsentrasinya, disesuaikan dengan jumlah analit yang dianalisa.
(Tim Konsultan Kimia, 2004)
B. Kekurangan Titrasi
Selain kelebihan Titrasi memiliki kekurangan yaitu pada saat titik
akhir, titrasi harus dihentikan. Tidak dapat menambahkan pereaksi
berlebih lagi seperti gravimetri. (Tim Konsultan Kimia, 2004)

2.2 Indikator
Indicator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Setiap indicator asam-basa mempunyai trayeknya
sendiri, demikian pula warna asam dan warna basanya. Diantara indicator ada
yang mempunyai satu macam warna, misalnya fenolftalein yang berwarna
merah dalam keadaan basa tetapi tidak berwarna bila keadaanya asam.
Indicator satu warna menunjukkan warna yang sama, juga dalam trayeknya,
akan tetapi intensitas warna tersebut berbeda sesuai dengan pHnya. Untuk
fenolftalein, warnanya tampak semakin tua bila pH semakin tinggi
(mendekati 9,6) dan makin muda apabila semakin kecil (mendekati 8,0).
Letak trayek fenolftalein diantara 8,0 sampai 9,6 sehingga pada pH dibawah
8,0 larutan tak berwarna dan diatas 9,6 warna merah tidak berubah
intensitasnya. (Harjadi, 1990)

Memilih indicator harus sesuai, yaitu indicator yang berubah warna di


sekitar titik ekivalen dari titrasi. Untuk asam lemah, pH pada titik ekivalen di
atas 7, dan felolftalein merupakan indicator yang lazim digunakan. Untuk
basa lemah, yang memiliki pH di bawah 7, indicator yang sering digunakan
adalah metal merah (4,2 sampai 6,2) atau metal oranye. Untuk asam dan basa
kuat, indicator yang sesuai adlah metal merah, bromtimol biru, fenolftalein.
(Day & Underwood, 2002)

Perubahan Warna dengan Rentang


Indikator
Meningkatnya pH pH
Asam Pikrat Tidak Berwarna ke Kuning 0,1-0,8
Timol Biru Merah ke kuning 1,2-2,8
2,6-Dinitrofenol Tidak berwarna ke kuning 2,0-4,0
Metil Kuning Merah ke kuning 2,9-4,0
Bromfenol Biru Kuning ke biru 3,0-4,6
Metil Oranye Merah ke kuning 3,1-4,4
Bromkresol Hijau Kuning ke biru 3,8-5,4
Metil Merah Merah ke kuning 4,2-6,2
Litmus Merah ke biru 5,0-8,0
Metil Ungu Ungu ke hijau 4,8-5,4
p-Nitrofenol Tidak berwarna ke kuning 5,6-7,6
Bromkresol Ungu Kuning ke ungu 5,2-6,8
Bromtimol Biru Kuning ke biru 6,0-7,6
Netral Merah Merah ke kuning 6,8-8,0
Fenol Merah Kuning ke biru 6,8-8,4
p-a-Naftolftalen Kuning ke biru 7,0-9,0
Fenolftalein Tidak berwarna ke merah 8,0-9,6
Timolftalein Tidak berwarna ke biru 9,3-10,6
Alizarin kuning R Kuning ke violet 10,1-12,0
1,3,5- Tidak berwarna ke oranye 12,0-14,0
Trinitrobenzena
Sumber : Day & Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif. 2002

2.3 Rumus Menghitung Kadar


Untuk menghitung kadar suatu zat, maka rumus yang dipakai adalah :

N A+ V A+ BE A + fp
Kadar A = x 100%
mg sampel
Keterangan :
- N = Normalitas
- V = volume larutan (ml)
Mr
- BE = Berat ekuivalen ( )
n
- mg = massa sampel air jeruk (mg)
- fp = factor pengenceran

2.4 Pupuk ZA
Aplikasi untuk titrasi asam basa dapat menggunakan beberapa sampel.
Salah satunya adalah pupuk ZA. Pupuk ZA adalah pupuk kimia buatan yang
dirancang untuk memberi tambahan haranitrogen dan belerang bagi tanaman.
Nama ZA adalah singkatan dari istilah bahasa Belanda ‘zwavelzure
ammoniak’, yang berarti Ammonium Sulfat (NH4SO4). Ammonium Sulfat
bila dalam keadaan murni berwarna putih garam dengan bentuk kristal.
Wujud pupuk ini juga berbentuk butiran kristal mirip garam dapur dan terasa
asin di lidah. Pupuk ini bersifat higroskopis (mudah menyerap air). Pada
pupuk ZA, kadar zat yang biasa dicari di dalamnya yaitu NH 3. Kadar NH3
dalam pupuk ZA secara teori yaitu sebesar 20,5-21%

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain:
1. Gelas ukur 1L 2 buah
2. Pengaduk 1 buah
3. Neraca Analitik 1 buah
4. Labu ukur 100 mL 2 buah
5. Buret 1 buah
6. Statif & klem 1 buah
7. Erlenmeyer 100 mL 3 buah
8. Pipet 10 buah
9. Kertas putih 3 buah
10. Botol cuci 1 buah
11. Corong kecil 1 buah
12. Kaki tiga 1 buah
13. Kawat Kasa 1 buah
14. Peembakar spiritus 1 buah
15. Kertas lakmus merah 1 buah
16. Tisu 1 buah

3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain :
1. Na2CO3 0,5261 g
2. Aquades secukupnya
3. Indikator metal jingga secukupnya
4. Pupuk ZA ± 0,1000 g
5. Larutan NaOH 0,1 N 50 mL
6. HCl standar secukupnya

3.3 Prosedur
1. Penentuan Larutan Asan Klorida ±0,1 N
Langkah awal yang harus dilakukan adalah menimbang Na2CO3
anhidrat murni sebesar 0,5261 gram menggunakan neraca analitik
dengan teliti. Setelah itu Na2CO3 dipindahkan kedalam labu ukur 100
mL. Kemudian dilarutkan dengan air suling dan diencerkan sampai
tanda batas, lalu dikocok hingga tercampur dengan baik. Setelah
dikocok, Na2CO3 menjadi larutan baku dan diambil 10 mL
menggunakan pipet kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer 100
mL. lalu di tambahkan beberapa tetes indicator metil jingga kedalam
Erlenmeyer. Langkah selanjutnya yaitu Erlenmeyer diletakkan di
bawah buret dengan memberi kertas putih dibawahnya untuk
mengetahui perubahan warna yang terjadi dengan jelas. Kemudian
kran buret dibuka dengan satu tangan secara perlahan-lahan sambil
tangan yang lain memegang Erlenmeyer dan diputar secara konstan.
Proses ini diteruskan hingga mengalami perubahan warna menjadi
jingga. Apabila sudah mengalami perubahan menjadi jingga, titrasi
dihentikan lalu dicatat dan dihitung volume yang digunakan. Proses
menitrasi diulang sebanyak tiga kali agar didapatkan konsentrasi rata-
ratanya. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini yaitu:
Na2CO3(aq) + 2HCl(aq)  2NaCl(aq) +CO2(g) + H2O(l)

2. Menentukan Kadar NH3 dalam pupuk ZA


Langkah awal yang harus dilakukan adalah menimbang pupuk ZA
sebesar 0,1 gram menggunakan neraca analitik. Setelah itu 0,1 gram
pupuk ZA dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan
50 mL larutan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi. Lalu campuran
dalam Erlenmeyer dididihkan hingga tidak ada ammonia di dalamnya.
Untuk mengetahui ada tidaknya ammonia, maka diletakkan kertas
lakmus merah yang sudah dibasahi dengan aquades pada bibir
Erlenmeyer. Setelah ammonia tidak terdeteksi, campuran didinginkan
terlebih dahulu dan kemudian ditambahkan beberapa tetes metil
jingga. Setelah itu campuran dititrasi dengan HCl standar sampai
terjadi perubahan warna. Titrasi diulagi tiga kali dan kemudian
dihitung kadar NH3 dalam pupuk ZA. Reaksi yang terjadi pada
percobaan ini yaitu:
- (NH4)2SO4(s) + 2NaOH(aq)  Na2SO4(aq) + 2NH3(g) + 2H2O(l)
- NH3(g) + HCl(aq)  NaCl(aq) + H2O(l)
- NaOH(aq) + HCl(aq)  NaCl(aq) + H2O(l)

4.2 Analisis dan Pembahasan


Telah dilakukan percobaan Titrasi Penetralan (aside-alkalimetri)
dengan tujuan pertama yaitu membuat dan menentukan standarisasi larutan
asam klorida dan yang kedua yaitu menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA.

4.2.1 Membuat dan Menentukan Standarisasi Larutan Asam Klorida


Percobaan pertama yaitu membuat dan menentukan standarisasi
larutan asam klorida (HCl). Hal pertama yang harus dilakukan yaitu
menimbang serbuk Na2CO3 sebanyak 0,5261 gram menggunakan
neraca analitik. Penimbangan dilakukan menggunakan neraca analitik
karena massa yang diinginkan sedikit dan agar hasil timbangannya
akurat serta lebih teliti.. Selanjutnya, Na2CO3 dimasukkan kedalam
labu ukur 100 mL kemudian dilarutkan dengan air suling dan
diencerkan sampai tanda batas. Pemindahan serbuk Na 2CO3 kedalam
labu ukur ini dilakukan karena fungsi dari labu ukur adalah tempat
untuk proses pelarutan. Kemudian labu ukur dikocok hingga
tercampur dengan baik. Reaksi yang terjadi pada pengenceran ini
adalah :

Na2CO3(s) + H2O(l)  H2CO3(aq) + NaOH(aq)

Setelah menjadi larutan baku Na2CO3, larutan baku Na2CO3


dipipet 10 mL kedalam Erlenmeyer 100 mL dan ditambahkan
indicator metil jingga ke dalam Erlenmeyer tersebut. Penambahan
indicator metil jingga ini bertujuan untuk mengetahui bahwa titrasi
sudah melewati titik ekivalen yang ditandai dengan adanya perubahan
warna pada larutan. Adanya perubahan warna ini maka titrasi sudah
mencapai titik akhir dimana titrasi harus dihentikan. Indicator yang
digunakan adalah metil jingga karena titik ekivalen titrasi berada pada
range pH indicator metil jingga yaitu antara 3,1-4,4. Kemudian
Erlenmeyer diletakkan dibawah buret dan diberikan kertas putih
dibawahnya agar perubahan warna yang terjadi terlihat dengan jelas.
Setelah itu, kran buret dibuka menggunakan satu tangan dan
Erlenmeyer dipegang menggunakan tangan lainnya, lalu diputar
secara konstan dan diteruskan hingga berwarna jingga, apabila sudah
berwarna jingga titrasi dihentikan. Titrasi diulangi sebanyak tiga kali,
kemudian dihitung konsentrasi rata-rata HCl. Pada proses titrasi reaksi
yang terjadi adalah :

Na2CO3(aq) + 2HCl(aq)  2NaCl(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Pada percobaan ini, diperoleh data Volume HCl, yaitu pada


percobaan 1 sebesar 8,2 mL , percobaan 2 sebesar 9 mL , dan
percobaan ketiga yaitu 8,9 mL. melalui perhitungan yang terlampir,
setelah dilakukan perhitungan pada titrasi 1 Normalitas HCl sebesar
0,121 N, pada titrasi 2 Normaltas HCl sebesar 0,11 N , dan pada titrasi
3 Normalitasnya sebesar 0,112 N. dan diperoleh rata-rata normalitas
HCl sebesar 0,114 N.

4.2.2 Menentukan Kadar NH3 dalam Pupuk ZA


Percobaan kedua yaitu menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA.
Hal pertama yang harus dilakukan yaitu menimbang pupuk ZA
sebanyak 0,1 gram menggunakan neraca analitik. Penimbangan
dilakukan menggunakan neraca analitik karena massa yang diinginkan
sedikit dan agar hasil timbangannya akurat serta lebih teliti. Setelah
ditimbang, 0,1 gram pupuk ZA dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan
ditambahkan 50 mL NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi. Setelah
penimbangan, pupuk ZA langsung dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
karena akan dicampur dengan larutan NaOH. Terjadi reaksi pada
pencampuran ini , yaitu :

(NH4)2SO4(s) + 2NaOH(aq)  Na2SO4(aq) + 2NH3(g) + 2H2O(l)

Campuran dalam Erlenmeyer kemudian dididihkan sampai


tidak ada NH3 di dalamnya. Fungsi campuran dididihkan yaitu untuk
mempercepat terjadinya reaksi saat titrasi dan untuk menghilangkan
NH3. Untuk mengetahui ada tidaknya ammonia maka digunakan kertas
lakmus merah yang sudah dibasahi dengan aquades. Dibasahinya
kertas lakmus bertujuan agar gas yang keluar dapat bereaksi dengan
air dan dapat diketahui perubahan warnanya. Setelah ammonia hilang,
maka campuran didinginkan terlebih dahulu. Proses pendinginan ini
dilakukan agar senyawa organic yang akan ditambahkan pada
campuran, seperti indicator, tidak rusak karena suhu tinggi. Apabila
campuran sudah dingin maka ditambahkan indicator metil jingga.
Penambahan indicator metil jingga ini bertujuan untuk mengetahui
bahwa titrasi sudah melewati titik ekivalen yang ditandai dengan
adanya perubahan warna pada larutan. Adanya perubahan warna ini
maka titrasi sudah mencapai titik akhir dimana titrasi harus
dihentikan. Indicator yang digunakan adalah metil jingga karena titik
ekivalen titrasi berada pada range pH indicator metil jingga yaitu
antara 3,1-4,4. Setelah ditambahkan indicator metil jingga, maka
campuran dititrasi dengan HCl standart sampai terjadi perubahan
warna. Titrasi diulangi hingga tiga kali, kemudian dihitung kadar NH3
dalam pupuk ZA. Dan berikut ini adalah volume larutan HCl yang
digunakan dalam 3 kali pengulangan titrasi:

1. Volume larutan HCl percobaan 1 = 11,8 mL


2. Volume larutan HCl percobaan 2 = 11,9 mL
3. Volume larutan HCl percobaan 3 = 12,2 mL

Setelah itu dari volume HCl diatas dapat dihitung kadar NH3
dalam pupuk ZA tiap masing-masing pengulangan, yaitu sebagai
berikut:

1. Kadar NH3 dalam pupuk ZA pada percobaan 1 = 62,24 %


2. Kadar NH3 dalam pupuk ZA pada percobaan 2 = 62,04 %
3. Kadar NH3 dalam pupuk ZA pada percobaan 3 = 61,46 %
Kemudian dari kadar pupuk ZA tiap percobaan dapat dihitung
kadar rata-rata NH3 dalam pupuk ZA yaitu sebesar 61,91 %.
Dari data percobaan yang ada, kadar NH3 ketika dilakukan
percobaan tidak sama dengan kadar NH3 secara teori, yaitu 20,5-21%.
Hal ini disebabkan karena ketidaktelitian saat melakukan
penimbangan, dalam timbangan ada sisa-sisa zat yang tertinggal yang
mempengaruhi besarnya massa sampel.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan titrasi aside-alkalimetri yang bertujuan


untuk membuat dan menentukan standarisasi larutan asam klorida dan
menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :

1. Standarisasi larutan HCl dengan larutan Natrium Karbonat,


diperoleh normalitas rata- rata sebesar0,114 N
2. Penentuan kadar NH3 dalam pupuk ZA yang diperoleh kadar
rata-rata nya sebesar 61,91 %.

5.2 Saran
Saat melakukan kegiatan di dalam laboratorium agar lebih focus
dan berhati-hati dalam menggunakan alat-alat laboratorium dan
mencampur bahan. Sabar dan ulet sangat dibutuhkan ketika melakukan
titrasi karena akan sangat berpengaruh pada hasil akhir titrasi
DAFTAR PUSTAKA

Day, R A, dan Underwood, A L ., 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.


Jakarta:Erlangga

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia

Hermanto, Hesti, Muh. Zakar Muzakkar. 2016. “Analisis Kandungan Zat


Pengawet Natrium Benzoate pada Sirup Kemasan Botol yang Diperdagangkan
Di Mall Mandonga dan Hypermart Lippo Plaza Kota Kendari”. Jurnal Sains
dan Teknologi Pangan. 1(1),51-57

Keenan, Charles W. et al. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga

Khopkar, S.M.1990. KONSEP DASAR KIMIA ANALITIK. Penerbit : UI Press.


Pertiwi Ayu Pamuji Kurniatun, Sigit Priatnoko, Sri Kadarwati. 2012. “Sintesis
NANO ZnO yang Diembankan pada Abu Vulkanik untuk Katalis
Fotodegradasi Dikloro Difenil Trikloroetana”. Indonesian Journal of Chemical
Science 1(1)

Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tim Konsultan Kimia FPTK UPI. 2004. TITRASI. Bandung


LAMPIRAN
Jawaban Pertanyaan
A. Membuat dan Menentukan Standarisasi Larutan Asam
1.) Apa perbedaan antara :
a. Larutan baku dan larutan standar?
b. Asidimetri dan alkalimetri?
Jawaban :
a. Larutan baku adalah larutan yang kepekaannya diketahui dengan
tepat dan dapat dibuat melalui dua cara. Kedua cara tersebut
masing-masing tergantung dari penggunaan bahan baku. Bahan
baku adalah bahan kimia yang dapat dipergunakan untuk
membuat larutan baku primer (primary standary solution) dan
untuk menetapkan kenormalan larutan baku sekunder (econdary
standard solution) (Tim Kimia, 2011). Larutan baku biasa
diletakkan di Erlenmeyer atau sebagai titer. Sedangkan larutan
standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara
pasti. Larutan Standard biasanya berfungsi sebagai titran sehingga
ditempatkan pada buret yang sekaligus berfungsi sebagai alat
ukur volume larutan standar. (Day & Underwood, 1999)
b. Asidimetri adalah titrasi terhadap larutan basa bebas dan larutan
garam terhidrolisis dari asam lemah. Larutan standarnya adalah
asam. Sedangkan alkalimetri adalah titrasi terhadap larutan asam
bebas dan larutan garam terhidrolisis dari basa lemah. Larutan
standarnya adalah basa (Chadijah, 2012: 177)
2.) Berikan alasan penggunaan indicator pada titrasi di atas?
Jawaban :
Fungsi indikator dalam proses titrasi adalah untuk menentukan
titik akhir titrasi, karena dengan penambahan indikator maka larutan
yang dititrasi akan melewati titik kesetimbangan dimana ditandai
dengan adanya perubahan warna
B. Menentukan Kadar NH3 dalam Pupuk ZA
1.) 1,2 gram sampel NaOH dan Na2CO3 dilarutkan dan dititrasi dengan
0,5 N HCl dengan indikator pp. Setelah penambahan 30 mL HCl
larutan menjadi tidak berwarna. Kemudian indikator metal jingga
ditambahkan dan dititrasi lagi dengan HCl. Setelah penambahan 5 mL
HCl larutan menjadi berwarna. Berapa prosentase Na2CO3 dan NaOH
dalam sampel?
Jawab:

Diketahui :

- massa NaOH = 1,2 gram


- massa NaHCO3 = 1,2 gram
- Mr.NaHCO3 = 84,008 g/mol
- Normalitas HCl = 0,5 N
- V1 HCl = 30 mL
- V2 HCl = 5 mL

Ditanya :

a) Kadar Na2CO3 ?
b) Kadar NaOH?
Jawab :
Reaksi yang terjadi :

I. Na2CO3 + HCl → NaHCO3 + NaCl


NaHCO3 + HCl → NaCl + H2O + CO2
Na2CO3 + 2 HCl →2 NaCl + H2O + CO2

II. NaOH + HCl → NaCl + H2O


V HCl = 30 mL

V HCl untuk Na2CO3 = 2 x 5 mL = 10 mL

V HCl untuk NaOH = 30 mL – ½ (10 mL)

= 30 mL – 5 mL= 25 mL
Kadar Na2CO3
 Mol Na2CO3 = M . V2

mmol
= 0,5 x 10 mL
mL

= 2,5 mmol = 0,0025 mol

gram
 Massa Na2CO3 = 0,0025 mol x 106
mol

= 0,265 gram

0,265 gram Na2 CO 3


 Kadar Na2CO3 = x 100 %=22,083 %
1,2 gram sampel

Kadar NaOH
 Mol NaOH = M (V1 - V2)
mmol
= 0,5 (30 mL – 5 mL)
mL

mmol
= 0,5 x 25 mL
mL

= 12,5 mmol = 0,0125 mol

gram
 Massa NaOH = 0,0125 mol x 40
mol

= 0,5 gram

0,5 gram NaOH


 Kadar NaOH = x 100 %=41,67 %
1,2 gram sampel
 Jadi kadar Na2CO3 dan NaOH sebesar 22,083 % dan 41,67 %

2.) Pada pH berapa terjadi perubahan warna indikator pp?


Jawaban:
Perubahan warna terjadi pada rentang pH 8,0-9,6
(Day, Underwood. 2002)
DOKUMENTASI

A. Percobaan 1 (Membuat dan Menentukan Standarisasi Larutan Asam)


No
Gambar Keterangan
.
1.

Penimbangan 0,5261 g Na2CO3


menggunakan neraca analitik

2.
Perc. 1 Perc. 2 Perc.3

B. Percobaan 2 (Membuat dan Menentukan Standarisasi Larutan


Memindahkan Asam)
0,5261 g Na2CO3
ke dalam labu ukur 100 mL
No
Gambar Keterangan
.

1.

3.

Penimbangan pupuk ZA
menggunakan neraca analitik
Menambahkan air suling pada
0,5261 g Na2CO3 sampai tanda
batas labu ukur 100 mL
2.

4.
Pupuk ZA dimasukkan ke
dalam botol vial
Larutan baku Na2CO3 dipipet 10
mL dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 100 mL

5.

Larutan baku Na2CO3 10 mL


setelah ditambahkan 3 tetes
indicator metil jingga
3.

Pupuk ZA dipindah ke
Erlenmeyer dan ditambahkan
NaOH

4.

Pupuk ZA + NaOH didihkan

5.

Pemberian lakmus untuk


mengetahui adanya NH3
6.

Penambahan metil merah


setelah didinginkan

7.

Pupuk ZA yang dititrasi


dengan HCl

8.

Hasil percobaan 1, 2, 3 pupuk


ZA
PERHITUNGAN

A. Standarisasi Larutan HCl dengan Larutan Baku Na2CO3

 Diketahui :
- m Na2CO3 = 0,5261 gram
g
- Mr Na2CO3 =105,990
mol
- V Na2CO3 = 100 mL = 0,1 L
- V1 HCl = 8,2 mL
- V2 HCl = 9 mL
- V3 HCl = 8,9 mL
 Ditanya :
Normalitas HCl ?
 Jawab :

g
BM 105,990
Be Na2CO3 = = mol = 52,995
n
2
- Normalitas Na2CO3
n m 0,5261 g
N Na2CO3 = = = = 0,1 N
V Be x V 52,995 X 0,1 L

Titrasi 1
Mek Na2CO3 = Mek HCl
N1 x V1 = N2 x V2
0,1 N x 10 ml = N2 x 8,2 ml
o , 1 N x 10 ml
N2 =
8,2 ml
N2 = 0,121 N

Titrasi 2
Mek Na2CO3 = Mek HCl
N1 x V1 = N2 x V2
0,1 N x 10 ml = N2 x 9 ml
o , 1 N x 10 ml
N2 =
9 ml
N2 = 0,11 N

Titrasi 3
Mek Na2CO3 = Mek HCl
N1 x V1 = N2 x V2
0,1 N x 10 ml = N2 x 8,9 ml
o , 1 N x 10 ml
N2 =
8,9 ml
N2 = 0,112 N

Rata – rata Normalitas HCl

0,121 N + 0,11 N + 0,112 N


Nrata-rata HCl =
3

0,434 N
=
3

= 0,114 N

B. Penerapan NH3 dalam Pupuk ZA

 Diketahui :

- N HCl = 0,114 N
- N NaOH = 0,1 N
- V NaOH = 50 mL
- m pupuk ZA = 0,1 g
- V1 HCl = 11,8 ml
- V2 HCl = 11,9 ml
- V3 HCl = 12,2 ml
 Ditanya :
Kadar NH3 dalam pupuk ZA ?
 Jawab :
1. Mmol NaOH = 50 ml x 0,1 N = 5 mmol
 NaOH sisa =
Mek NaOH = Mek HCl
= V1 HCl - N HCl
= 11,8 ml – 0,114 N
= 1,3452 mmol

 NaOH yang bereaksi


= NaOH mula-mula - NaOH sisa
= (5 – 1,3452) mmol
= 3,6548 mmol

(NH4)2SO4 (s) + 2NaOH (aq) Na2SO4 + 2NH3(g) + 2H2O(l)


 Mmol NH3 = mmol NaOH
= 3,6548 mmol

 Massa NH3 = mol NH3 x Mr NH3


mg
= 3,6548 x 17,03056
mol
= 62,24 mg
m NH 3
 % NH3 = x 100%
massa ( NH 4 ) 2 SO 4
62,24 mg
= x 100%
100 mg
= 62,24 %
2. Mmol NaOH = 50 ml x 0,1 N = 5 mmol
 NaOH sisa =
Mek NaOH = Mek HCl
= V2 HCl - N HCl
= 11,9 ml – 0,114 N
= 1,3566 mmol

 NaOH yang bereaksi


= NaOH mula-mula - NaOH sisa
= (5 – 1,3566) mmol
= 3,6434 mmol

(NH4)2SO4 (s) + 2NaOH (aq) Na2SO4 + 2NH3(g) + 2H2O (l)


 Mmol NH3 = mmol NaOH
= 3,6434 mmol

 Massa NH3 = mol NH3 x Mr NH3


mg
= 3,6548 x 17,03056
mol
= 62,04 mg
m NH 3
% NH3 = x 100%
massa ( NH 4 ) 2 SO 4
62,04 mg
= x 100%
100 mg
= 62,04 %

3. Mmol NaOH = 50 ml x 0,1 N = 5 mmol

 NaOH sisa =
Mek NaOH = Mek HCl
= V3 HCl - N HCl
= 12,2 ml – 0,114 N
= 1,3908 mmol

 NaOH yang bereaksi


= NaOH mula-mula - NaOH sisa
= (5 – 1,3566) mmol
= 3,6092 mmol

(NH4)2SO4 (s) + 2NaOH (aq) Na2SO4 + 2NH3(g) + 2H2O (l)


 Mmol NH3 = mmol NaOH
= 3,6092 mmol

 Massa NH3 = mol NH3 x Mr NH3


mg
= 3,6092 x 17,03056
mol
= 61,466 mg
m NH 3
% NH3 = x 100%
massa ( NH 4 ) 2 SO 4
61,466 mg
= x 100%
100 mg
= 61,46 %

Rata-rata % NH3

62,24 %+ 62,04 %+ 61,46 %


% NH3 =
3
= 61,91 %

Anda mungkin juga menyukai