Anda di halaman 1dari 5

Nama : Meilan Igirisa

NIM : 841417026

Kelas/Semester :D/VI

Tugas : Keperawatan Gawat Darurat 1

Analisis Jurnal
Penatalaksanaan Paralisis Hipokalemia pada Pria 46 Tahun
1. Latar Belakang
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat untuk
mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh. Kontraksi
otot skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum
sarkoplasma, yang kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang
dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan
kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas voltage-
sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan
kelainan yang diturunkan pada manusia. Kelainan tersebut merupakan
chanelopathies yang cenderung menimbulkan gejala yang paroksismal, miotonia
atau periodik paralisis dari otot-otot skeletal. Defek pada kanal ion tersebut
dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan
eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan. Dan kehilangan
dari eksitasi listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik
paralisis. Paralisis hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan kadar
kalium yang rendah (< 3,5 mmol/L) pada saat serangan, disertai kelemahan
sampai kelumpuhan otot skeletal. Angka kejadiannya sekitar 1 diantara100.000
orang, dengan pria lebih sering daripada wanita dan biasanya lebih berat.
Frekuensi serangan terbanyak diusia 15 sampai 35 tahun dan kemudian menurun
dengan peningkatan usia Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor
pencetus tertentu misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi istirahat
sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat tertentu, operasi,
menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat
mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan
meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi
pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada
pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium biasanya dalam
batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak
ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kadar kalium serum dengan
beratnya paralisis atau kelemahan otot skeletal. Serangan dapat berlangsung dari
beberapa menit sampai beberapa hari.Kelemahan dalam serangan dapat general
atau fokal. Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga
serangan berulang dengan interval waktu serangan juga bervariasi. Kelemahan
biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai
otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan
terakhir ini dapat berakibat fatal.
2. Tujuan Analisa Jurnal
Untuk mengetahui penatalaksanaan parailisis hipokalemia pada pasien usia 46
tahun
3. Metode (Pencarian Jurnal)

Kata Kunci Hasil Pencarian


Pasien dengan hipokalemia 3.510
Intervensi pasien kekurangan kalium 2.590
Perbaikan kadar kalium pada pasien 291
hipokalemia
Pasien dengan hipokalemia 345
4. Hasil, Pembahasan dan implikasi keperawatan
Darihasil pemeriksaan klinis dan laboratorium pasien diduga mengalami
kelainan paralisis hipokalemia disertai hiperglikemia. Diagnosa kelainan
paralisis hipokalem iditegakkan berdasarkan kadar kalium darah rendah kurang
dari 3,5 mmol/L) pada waktu serangan, mengalami flaccid paralysis dengan
pemeriksaan lain dalam batas normal. Paralisis yang terjadi pada penyakit ini
umumnya berlokasi di bahu dan panggul meliputi juga tangan dan kaki,
bersifat intermiten, serangan biasanya berakhir sebelum 24 jam, pada
elektromiografi (EMG) dan biopsiotot dapat ditemukan miotonia, kekuatan
otot normal diluar serangan. Diagnosis periodik paralisis hipokalemi (PPH)
harus dipertimbangkan ketika suatu serangan kelemahan terjadi episodik dan
berkaitan dengan hipokalemia. Hipokalemi yang terjadi pada Hypo PP ini
diduga karena adanya defek permeabilitas membran sel terhadap kalium
sehingga menurunkan kadar kalium ekstraselular. Kadar kalium serum akan
kembali menjadi normal diantara serangan, dan apabila hipokalemi menetap
harus dipikirkan penyebab lain dari periodik paralisis, seperti penurunan kadar
kalium pada kelainan ginjal, gastrointestinal atau gangguan metabolisme lain
Terapi paralisis hipokalemia biasanya simtomatik, bertujuan menghilangkan
gejala kelemahan otot yang disebabkan hipokalemi. Terapinya mencakup
pemberian kalium oral, modifikasi diet dan gaya hidup untuk menghindari
pencetus, serta farmakoterapi. Di beberapa literatur, disarankan pemberian
kalium oral dengan dosis 20-30 mEq/L setiap 15-30 menit sampai kadar
kalium mencapai normal. Kalium klorida (KCl) adalah preparat pilihan untuk
sediaan oral. Suplementasi kalium harus diberikan hati-hati karena
hiperkalemia akan timbul saat proses redistribusi trans-selular kalium berhenti.
Sediaan kalium oral dapat menyebabkan keluhan gastrointestinal dan tablet
bersalut enterik dilaporkan menyebabkan tukak usus halus. Sediaan garam
kalium mikroenkapsulasi mungkin tidak begitu menimbulkan keluhan
gastrointestinal
5. Kesimpulan dan saran
a. Kesimpulan
Diagnosis paralisis hipokalemi sudah sesuai dengan beberapa teori dan
telaah kritis dari penelitian terkini. Ada beberapa faktor risiko paralisis
hipokalemi seperti intake yang rendah, pergeseran kalium antara ekstrasel
dan intrasel, dan ekskresi kalium melalui ginjal dan hal ini telah dinyatakan
oleh beberapa teori yang menjadi sumber acuan. Manajemen paralisis
hipokalemia dilakukan dengan tatalaksana medikamentosa dan
nonmedikamentosa. Paralisis hipokalemia sudah mengalami perbaikan
berupa normalnya kemampuan motorik pada kedua tungkai dan tangan
pasien
b. Saran
1. Bagi Mahasiswa

Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan teori dan bahan

bacaan tentang bagaimana penatalaksanaan paralisis hipokalemia

2. Bagi Perawat

Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan

bagi perawat dalam penatalaksanaan paralisis hipokalemia


Daftar Pustaka

Browmn RH, MendellJR. Muscular dystrophies and other muscle disease. In:
Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longob DL,
Jameson JR, editors. Edisi 15. Harrison’s principles of internal
medicine. USA: McGraw-Hill; 2010. hlm. 2538-39

Cannon SC. Pathomechanisms in channelopathies of skeletal muscel and brain.


Annu Rev Neurosci. 2006; 29:387415

Fialho D, Michael GH. Periodic paralysis. In: Fialho D, Hanna MG. Handbook of
clinical neurologi. London: Institude of Neurology; 2007. hlm. 77-
105

Kumar MR, Bharath RV, Rammohan P, Agrawal A Clinical profile in


gupokalemic periodic paralysis cases. European J Gen Med. 2014;
11(1):6-9

Levitt JO. Practical aspects in the management of hypokalemic periodic paralysis.


J Transl Med. 2008; 6:18.

Pardede SO, Fahriani R. Paralisis periodik hipokalemik familial. CDK-198 J.


2012; 39(10):727-30

Stemberg D, Maisonobe T, Jurkat RK, Nicole S, Launay E, Chauveau D, dkk.


Hypokalaemic periodic paralysis type 2 caused by mutations at
codon 672 in the muscle sodium channel gene SCN4A. Brain. 2011;
124:1091-9

Souvriyanti E, Sudung OP. Paralisis periodik hipokalemik pada anak dengan


asidosis tubulus renalis distal. Sari pediatri. 2008;10(1/):53-9

Anda mungkin juga menyukai