Abstrak
Pemerintah acapkali memobilisasi masyarakat dalam pembangunan. Partisipasi
masyarakat seperti itu hanyalah partisipasi semu karena tidak mencerminkan kesadaran
dan kehendak bebas masyarakat. Partisipasi murni masyarakat harus diusahakan dengan
upaya-upaya sistematis, sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh pemerintah desa dan
masyarakat Desa Pandan Sari, Kecamatan Sruweng, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Pemerintah desa dan masyarakat secara bersama-sama terlibat dalam setiap tahap
pembangunan, baik tahap perencanaan hingga tahap pelaksanaan. Kesadaran dan
tanggung jawab masyarakat bertumbuh-kembang untuk menyelesaikan persoalan di
tingkat RT, dusun, hingga desa. Pemerintah desa pun dirasakan kehadirannya oleh
masyarakat. Namun dalam prakteknya, perencanaan top-down lebih dominan dalam
rencana kerja pemerintah.
Pemerintah Desa
Kelompok Tani
Contoh Diagram Kelembagaan
Kegiatan musdus terakhir adalah penentuan delegasi dusun. Delegasi dusun bertugas
untuk mengawali aspirasi dusun sampai hingga tahapan selanjutnya. Delegasi dusun dipilih
sebanyak 7 orang, 3 diantaranya harus mewakili kelompok perempuan. Criteria-kriteria
calon delegasi ditentukan secara partisipatif oleh peserta musdus. Diantara yang masuk
sebagai perwakilan dusun adalah kepala dusun, ketua RT, dan tokoh masyarakat.
Setelah penentuan delegasi dituntaskan, delegasi terpilih menandatangani berita
acara pelaksanaan musdus bersama perwakilan Pokja.
2 Lokakarya Desa
Setiap aspirasi peserta ditampung oleh fasilitator, sebanyak apapun persoalan yang
ada di dusun. Dengan demikian, peserta merasa dihargai dan merasa bertanggung jawab
dengan persoalan yang ada di lingkungannya masing-masing. Semua masalah tersebut
kemudian didokumentasikan oleh Pokja untuk dibawa ke tahapan selanjutnya, yaitu
Lokakarya Desa (Lokdes).
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan selama lokakarya desa berlangsung, yaitu
pengelompokan masalah, penulisan sejarah dan legenda desa, penentuan visi-misi desa,
penentuan skala prioritas, penentuan tindakan alternative atas setiap persoalan yang ada,
dan yang terakhir penentuan tindakan yang layak.
Pengelompokan masalah adalah pemilahan masalah-masalah yang dikumpulkan
dari hasil musdus ke dalam 3 kelompok bidang, yaitu 1) Pengembangan wilayah (sektor:
infrastruktur, irigasi dan sumber daya air, perumahan rakyat); 2) Ekonomi (sektor:
Pertanian, peternakan, perdagangan, industri, dll); dan 3) Sosial dan budaya (sector:
kemiskinan, pengangguran, pemerintahan, dll) . Format form kelompok masalah hampir
sama dengan format form masalah pada musdus.
Tahap kedua dalam lokdes adalah penulisan sejarah dan legenda desa. Sejarah desa
dapat dibagi berdasarkan periodesasi mundur kepemimpinan kepala desa. Untuk
mengumpulkan bahan penulisan sejarah desa, fasilitator menyiapkan form pokok-pokok
sejarah desa yang dibagi dalam dua kolom. Masing-mmasing kolom diisi dengan kejadian
baik dan kejadian buruk yang terjadi selama periode kepemimpinan kepala daerah yang
sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan legenda desa menyangkut asal-usul desa, mitos,
dan sebagainya. Untuk mendapatkan bahan-bahan sejarah dan legenda desa, fasilitator
mewawancarai peserta lokdes atau pun mendatangi orang yang dianggap mengetahuinya.
Berdasarkan bahan-bahan yang terkumpul, fasilitator menyusun draft narasi sejarah dan
legenda desa. Draft tersebut disampaikan kepada peserta lokdes untuk mendapat
tanggapan dan kesepakatan.
Contoh format pengumpulan bahan sejarah desa
No. Periode waktu Kejadian baik Kejadian buruk
1. 2013-2007
2. 2006-2000
Ds Dst
t
Kesimpulan
Perencanaan pembangunan partisipasi yang berakar dari bawah adalah jalan yang
tepat untuk memastikan persoalan dan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Pola ini
sudah dipraktekkan oleh pemerintah desa Pandan Sari. Pemerintah pandan Sari dinilai
berhasil dan masyarakat merasa senang karena dilibatkan. Masyarakat tidak hanya terlibat
dalam perencanaan, tapi juga dalam pelaksanaan di lapangan secara swadaya dan sukarela.
Tahapan perencanaan dilaksanakan secara terstruktur dan sistematis serta partisipatif.
Dengan demikian, hasil-hasil pembangunan dapat dirasakan secara langsung oleh
masyarakat, baik keluarga miskin, anak-anak, kelompok perempuan, dan kelompok
masyarakat lainnya. Namun, hasil perencanaan bottom-up dari tingkat desa ke tingkat yang
lebih tinggi mendapat tantangan yang serius. Sebab, program-program SKPD yang bersifat
top-down lebih banyak terakomodir dalam Rencana Kerja SKPD; sebagai bahan
penyusunan RKPD Kabupaten. Oleh karena itu, kekuatan masyarakat sipil dan media massa
sangat penting untuk melakukan control terhadap kebijakan public.
[1] Pasal 1 angka (2) UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
[2] Pasal 1 angka (3) UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
[3] Pasal 1 angka (5) UU Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
[4] Pasal 1 angka (9) Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa.
[5] Wawancara dengan Minu, Kaur Pembangunan 2008 s.d. sekarang, anggota Kelompok Kerja Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa (Pokja-Musrenbangdes).
[7] Wawancara dengan Samid, Ketua RT 2/RT 3 Dusun Krenceng, Desa Pandan Sari, pada tanggal 3 Maret 2013.
[8] Surat Edaran Bupati Kebumen No. 500/1791 tentan Petunjuk Teknis Musrenbang Desa/Kelurahan tahun
2012, hal. 2.
[9] Rencana Kerja Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Kebumen Tahun 2014, 25 Februari 2013, hal. 5.
[10] Diskusi dengan Yusuf Murtiono dan Mustika Aji, aktivis sekaligus pendiri FORMASI, 17-18 Februari 2013.
[*] Delegasi FITRA NTB pada kegiatan magang Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender dan Pro-
Poor, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transpransi Anggaran (Seknas FITRA)-Forum Masyarakat Sipil
(FORMASI), Jakarta-Kebumen, 12 Februari-30 Maret 2013.