Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 3 Nomor 1, April 2017 23

KUALITAS EMBRIO HASIL FERTILISASI IN VITRO MENGGUNAKAN SEMEN BEKU YANG


DI THAWING DENGAN SUHU YANG BERBEDA

THE QUALITY OF EMBRYOS RESULTED FROM IN VITRO FERTILIZATION BY USING


FROZEN SEMEN THAWED IN DIFFERENT TEMPERATURES
R Yasyri1a, R Handarini1, dan M Imron2
1Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Djuanda Bogor, Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak
Pos 35 Ciawi, Bogor 16720.
2 Balai Embrio Ternak
aKorespondensi: Rakhmi Yasyri, E-mail: yasyrirochmana76@gmail.com
(Diterima oleh Dewan Redaksi: xx-xx-xxxx)
(Dipublikasikan oleh Dewan Redaksi: xx-xx-xxxx )

ABSTRACT
In vitro fertilization technology in cows is an effort done to utilize ovary waste from cows slughtered
in abbatoir. This study was aimed at assessing the qualiy of embryos resulted from in vitro
fertilization by using frozen semen thawed in different temperatures. In order to get qualty semen,
standardized thawing method is required. It was expected from this study that an optimum thawing
temperature for frozen semen was determined to obtain quality transferable embryos. Three
treatments consisting of thawing with water 37°C for 30 second (T1), thawing with water 25°C for 30
second (T2), and thawing with water 10°C for 30 second (T3). Data were subjected to an an anlysis of
variance (Anova) and a Duncan test. Results showed that oocytes fertilized with frozen semen
thawed at 37°C and 10°C had higher fertilization rate and excellent-grade embryos (P<0.05) than did
the ones fertilized with frozen semen thawed at 25°C. However, no different effect of thawing
temperatures was found on transferable and degenerated embryos (P>0.05). It was concluded that
embryos fertilized with Brahman frozen semen in thawed at 37°C had the highest number of
embryos (49.66±2.88) and excellent-grade embryos (22.00±4.35).
Key words: Embryo quality, In vitro fertilization, frozen semen thawing, Brahman bull.

ABSTRAK
Teknologi Fertilisasi In Vitro pada sapi merupakan salah satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari
induk sapi betina yang dipotong di Rumah Potong Hewan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
kualitas embrio dari hasil FIV dengan semen beku yang di thawing dengan suhu berbeda. Perlakuan
dalam penelitian ini adalah: T1 = thawing menggunakan air bersuhu 37°C selama 30 detik, T2 =
thawing dengan air bersuhu 25°C selama 30 detik dan T3 = thawing dengan air bersuhu 10°C selama
30 detik. Data yang diperoleh ditabulasi dan dilakukan analisis ragam (ANOVA), dan uji lanjut
Duncan. Dari hasil analisis ragam menunjukkan oosit yang difertilisasi dengan menggunakan semen
beku yang dithawing pada suhu 37˚C dan 10˚C menghasilkan tingkat fertilisasi dan embrio excellent
secara nyata lebih baik (P<0,05) dibandingkan perlakuan thawing suhu 25˚C. Perbedaan suhu
thawing tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap embrio layak transfer maupun embrio
degenerasi. Kesimpulan penelitian Kualitas embrio hasil fertilisasi in vitro menggunakan semen beku
sapi Brahman pada suhu 37˚C memperoleh hasil terbaik dengan rataan jumlah embrio (49.66±2.88)
dan jumlah embrio kualitas excellent (22.00±4.35).
Kata Kunci: kualitas embrio, fertilisasi in vitro, thawing semen beku, sapi brahman.

R Yasyri, R Handarini, dan M Imron. 2017. Kualitas Embrio Hasil Fertilisasi In Vitro Menggunakan
Semen Beku Yang Di Thawing Dengan Suhu Berbeda. Jurnal Peternakan Nusantara 3(1): 23-29.
24 Yasyri et al. Kualitas Embrio Sapi Brahman

layak transfer. Hipotesis yang diajukan dalam


PENDAHULUAN proposal penelitian ini adalah adanya pengaruh
perbedaan suhu thawing semen beku yang di-
gunakan untuk fertilisasi in vitro terhadap
Kebutuhan konsumsi daging nasional
jumlah dan kualitas embrio
cenderung meningkat se-tiap tahunnya. Oleh
karena itu di-butuhkan peningkatan populasi
ternak terutama ternak ruminansia melalui
MATERI DAN METODE
ketercukupan penyediaan bibit baik dari segi
kualitas maupun kuantitasnya. Peningkatan
Materi
produk-tivitas ternak dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satu-nya adalah dengan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juni-juli
menerapkan teknologi Fertilisasi In Vitro. 2016 di Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor.
Menurut Supri Ondho (1998) secara garis besar Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
percobaan FIV meliputi se-rangkaian kegiatan adalah: ovarium sebagai sumber oosit. Media
berupa me-ngumpulkan ovarium, koleksi oosit, yang disiapkan adalah media transportasi dan
kapasitasi spermatozoa, pembuahan dan penyim-panan ovari, media PBS untuk aspi-rasi
perkembangan embrio. Semen yang digunakan oosit, media TCM-199, semen beku, media BO
pada metode FIV ini adalah semen beku yang dan media CR1aa. Alat yang digunakan dalam
melalui proses pencairan kembali atau thawing. penelitian ini adalah: mikroskop stereo, pipete
Berbagai pendapat di-kemukakan mengenai pasteur dan selang silikon, termos, tissue steril,
waktu thawing yang paling baik agar hot plate, beaker glass, ovarium, cawan petri 90
memperoleh hasil yang optimum. Menurut x 100 mm, cawan petri 35 x 10 mm, water bath,
Samsudewa dan Suryawijaya (2008), thawing jarum suntik 18 G, spuit 5 ml, pinset, gunting
pada suhu 37˚C memberikan hasil yang stainless, mikrofilter 0,22 μl, mesin centrifuge,
optimum. Menurut Van Demark dan Salisbury Inkubator CO2.
(1985), thawing pada suhu 5˚C akan
menghasilkan pergerakan yang lebih baik Perlakuan
daripada thawing pada suhu 38˚C. Metode
Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini
thawing semen beku menjadi salah satu faktor
adalah: T1= thawing dengan air bersuhu 37°C
yang sangat menentukan karena bila thawing
selama 30 detik.T2 = thawing dengan air
dilakukan pada suhu yang tidak tepat akan
bersuhu 25°C selama 30 detik.T3 = thawing
menimbulkan ke-rusakan pada spermatozoa se-
dengan air bersuhu 10°C selama 30 detik
hingga menurunkan kualitas semen.
Perbedaan laju pemulihan kembali disebabkan
Rancangan Percobaan
oleh suhu yang digunakan pada saat thawing.
Mole et al. (2003) menyatakan bahwa Rancangan penelitian yang di-gunakan pada
spermatozoa sangat cepat terpe-ngaruh oleh penelitian ini adalah rancangan acak lengkap
perbedaan suhu selama proses pendinginan, (RAL) terdiri atas: 3 perlakuan dan 3 ulangan.
pembekuan ataupun thawing. Beberapa metode Model matematika untuk RAL me-nurut Steel
thawing yang dilaksanakan antara lain dan Torrie (1993) se-bagai berikut:
penggunaan air hangat, peng-gunaan air es dan Yij = μ + τi + Ɛij
penggunaan air kran. Menurut Soepriondho
(1985), suhu yang tinggi dalam media thawing Peubah yang Diamati
akan menyebabkan proses metabolisme
spermatozoa meninggi sehingga memerlukan Peubah yang diuji dalam penelitian ini adalah:
energi yang tinggi pula. Kondisi demikian me- (1) Jumlah embrio yang dikoleksi yaitu koleksi
nyebabkan spermatozoa akan cepat kehilangan embrio dari hasil fertilisasi in vitro. (2) Kualitas
energi sehingga ber-akibat kematian sel embrio yang diperoleh dari hasil evaluasi
spermatozoa. embrio, dike-lompokkan kedalam grade: 1, 2, 3,
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kualitas 4. (3) Embrio yang yang mengalami degenerasi
embrio hasil fertilisasi in vitro dengan semen adalah embrio yang tidak dapat ditransfer
beku yang di thawing dengan suhu berbeda. kepada resipien.
Penelitian ini diharapkan memperoleh suhu
optimum thawing semen beku untuk
mendapatkan embrio yang berkualitas dan
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 3 Nomor 1, April 2017 25

Analisis Data 1800 rpm selama 5 menit. Semen diencerkan


hingga mencapai konsentra-si 12.5x106 dan
Data yang diperoleh ditabu-lasi dan dilakukan
dimasukkan dalam drop semen yang telah
analisis ragam (A-NOVA), bila menunjukkan
ditutup mineral oil. Oosit yang telah dimaturasi
per-bedaan nyata (P<005) maka dilaku-kan uji
dicuci kemudian dimasukkan ke-dalam drop
lanjut Duncan .
semen dan diinkubasi dalam inkubator CO2
selama 5–18 jam. Bersamaan dengan persiapan
Prosedur Pelaksanaan spermatozoa, sel telur yang telah diinkubasi
Media yang digunakan untuk transportasi dalam inkubator CO2 selama 24 jam dicuci
ovarium adalah larutan RL yang ditambahkan berturut-turut 2 kali dalam larutan Bench dan 1
antibiotik se-banyak 0,1% pada suhu kamar. kali dalam medium Fertilisasi selama 18–24
Media koleksi oosit yang diguna-kan adalah PBS jam. Perkembangan embrio dievaluasi sampai 6
yang ditambahkan FCS 3% dan antibiotik 1%. hari dari waktu fertilisasi (hari ke-7 setelah
Media maturasi adalah TCM-199 pada suhu penampungan sel telur) dengan menggunakan
38,5˚C dengan kandungan CO2 2–5%. Ovarium mikroskop. Pencarian embrio dilakukan di-
dikoleksi dari RPH segera setelah sapi betina di- bawah mikroskop stereo dengan pembesaran
potong. Ovarium dicuci dengan laktat ringer dan 70x. Embrio yang teramati dikumpulkan dalam
dimasukan ke dalam termos yang telah berisi media penyimpanan embrio untuk di-evaluasi
media penyimpanan ovarium untuk dibawa ke berdasarkan tahapan per-kembangan
laboratorium. Selama transportasi suhu media morfologinya untuk me-nentukan kualitas
dijaga minimal 24˚C (Gordon 1994). Setelah tiba embrio. Jumlah embrio yang telah dikoleksi
dilaboratorium ovarium dibersihkan dari organ- dihitung berdasarkan gradenya sesuai dengan
organ yang masih melekat dengan mengguna- pedoman dari International Embryo Transfer
kan gunting steril kemudian dicuci sebanyak 2– Society (IETS), yaitu: grade 1 (yang layak
3 kali dengan meng-gunakan RL yang transfer) dan grade 2,3,4 (tidak layak transfer).
ditambahkan antibiotik 0,1%. Kemudian
ovarium dimasukan ke dalam beaker glass yang
berisi RL yang ditambahkan antibiotik 0,1% dan HASIL DAN PEMBAHASAN
dikelompokan sesuai dengan fasenya yaitu
luteal (mengandung korpus luteum) dan Jumlah Embrio
folikuler (mengandung folikel). Selama
persiapan, ovarium dan media diletakkan dalam Dalam hal jumlah embrio Motilitas atau daya
hot plate untuk menjaga kestabilan suhu. gerak individu spermatozoa mempunyai
peranan penting untuk keberhasilan fertilisasi
Koleksi oosit dengan metode aspirasi. dengan
(Widyastuti 2001). Dengan prediksi, melalui
menggunakan syringe 5 ml dan jarum suntik 18
kualitas semen yang baik dan tingkat ke-
G yang berisi larutan PBS dan sudah
matangan oosit yang baik, maka di-harapkan
disuplementasi dengan FCS 3%. Folikel yang
akan semakin banyak oosit yang mampu
berukuran 2–6 mm diaspirasi dengan cairan
dibuahi dan ber-kembang menjadi embrio. Hasil
folikelnya, hasil aspirasi diletakan dicawan petri
pengamatan dari jumlah embrio yang dihasilkan
bergaris yang berukuran 90x100 mm. Setelah
dapat di lihat pada Tabel 1. diharapkan akan
selesai koleksi oosit dilakukan grading oosit.
semakin banyak oosit yang mampu dibuahi dan
Oosit yang telah diseleksi dan melalui dua kali
berkembang menjadi embrio. Hasil pengamatan
pencucian dengan media PBS untuk selanjutnya
dari jumlah embrio yang dihasilkan dapat di
dimaturasi dalam medium TCM 199 yang
lihat pada Tabel 1.
ditutup dengan mineral oil, selanjut-nya
dimasukkan ke dalam inkubator CO2 5% pada Tabel 1 Rataan Jumlah Embrio Sapi Brahman
temperature 38,5˚C, kandungan CO2 2–5% hasil Fertilisasi Embrio
selama 18–22 jam. Oosit yang telah dimaturasi Perlakuan Jumlah Embrio
diseleksi dipindahkan ke cawan petri
berdiameter 35x10 mm. Straw semen beku dari T1 (370C) 49.66 ±2.88b
bangsa sapi Brahman dengan kode 40784
T2 (250C) 19.00±2.64a
dicairkan (thawing) sesuai perlaku-an yaitu
masing-masing pada suhu: 37˚C, 25˚C dan 10˚C. T3 (100C) 33.33±17.03b
Spermatozoa dicampur dengan 1 ml medium Keterangan: Huruf yang berbeda dalam satu kolom
BO. Larutan campuran sperma disentrifuse pada menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05)
26 Yasyri et al. Kualitas Embrio Sapi Brahman

Pada Tabel 1 dapat dilihat rata rata embrio paling tinggi (22.00±4.35) dibandingkan dengan
tertinggi dengan mengguna-kan perlakuan perlakuan thawing suhu 10˚C (12.00±6.92) dan
thawing suhu 37˚C (49.66±2.88) dan terendah 25˚C (4.33±2.51).
perlaku-an thawing suhu 25˚C (19.00±2.64).
Dari hasil analisis ragam menunjukkan oosit Tabel 2 Rataan Embrio Sapi Brahman dengan
yang difertilisasi dengan menggunakan semen Kualitas Excellent hasil FIV
beku yang dithawing pada suhu 37˚C dan 10˚C
menghasilkan tingkat fertilisasi secara nyata Perlakuan Jumlah Excellent Rata-rata
lebih baik (P<0,05) dibandingkan perlakuan Embrio Embrio Embrio
thawing dengan suhu 25˚C. Sifat semen beku T1 (370C) 149 66 22.0±4.35b
yang sangat labil mengakibatkan kondisi T2 (250C) 57 13 4.33±2.51a
membran spermatozoa memiliki tingkat
T3 (100C) 100 36 12.0 ±6.92a
kerentanan yang cukup tinggi dan pengaruh
cold shock yang akan mengakibatkan kematian Keterangan: Huruf yang berbeda dalam satu kolom
menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05)
spermatozoa mencapai 30% dari jumlah
spermatozoa segar atau setelah diencerkan dan Disamping kondisi oosit, keberhasilan FIV
ke-rusakan akibat pengaruh pendingin-an sendiri dipengaruhi oleh: spermatozoa yang
(Goldman et al, 1991). Thawing semen beku digunakan, metode kapasitasi spermatozoa,
pada suhu yang tepat sangat, diperlukan karena konsentrasi spermatozoa yang di inseminasikan
suhu thawing yang tidak tepat dapat dan medium kultur. Hasil analisis ragam
menurunkan kualitas spermatozoa. Proses menunjukkan bahwa perbedaan suhu thawing
thawing dapat mem-pengaruhi stabilitas dan berpengaruh nyata (P<0.05) ter-hadap embrio
fungsifungsi hidup membrane sel sperma-tozoa layak transfer. Tingginya perolehan embrio
(Einarsson 1992). excellent pada perlakuan suhu 37˚C sesuai
Ansari et al, (2010) melaporkan motilitas, dengan penelitian Ansari et al. (2010) yang
viabilitas dan integritas membran tertingi yaitu melaporkan motilitas, viabilitas dan integritas
thawing pada air bersuhu 37˚C selama 30 detik. membran tertingi yaitu thawing pada air ber-
Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, dengan suhu 37°C selama 30 detik. Kualitas embrio
adanya perbedaan yang nyata pada rata-rata excellent yang didapatkan menghasilkan nilai
perolehan embrio pada perlakuan thawing suhu tertinggi jumlah embrio yang mencapai tahap
25˚ (19.00±2.64). Selain itu proses pembekuan morula atau blastosis, karena pada tahapan
dan thawing dapat menginduksi kerusakan tersebut embrio lebih tahan terhadap
sperma-tozoa yang berakibat pada penurun-an pembekuan dan layak untuk di-transfer
kualitas (Zilli et al. 2005), pe-nurunan motilitas keresipien.
sebesar 40% (Tanaka et al. 2000), peningkatan Berbagai faktor yang mempengaruhi
abnormalitas dan penurunan viabilitas sebesar keberhasilan produksi embrio, antara lain:
20-30% (Dhanju et al. 2001), penurunan kualitas oosit, kemampuan fertilisasi
integritas membran plasma (Nishizono et al. spermatozoa dan sistem kultur yang digunakan.
2000), adanya penurunan kualitas spermatozoa Periode produksi embrio in vitro terlama
akan mengakibatkan penurunan kemampuan disimpan pada media kultur dibandingkan
fertilisasi spermatozoa. dengan media maturasi dan fertilisasi, sehingga
selain suhu thawing semen beku yang optimal
Embrio Excellent maka kultur media memiliki kontribusi yang
besar dalam waktu perkembangan awal embrio,
Untuk kualitas embrio yang dievaluasi
kualitas blastosis, serta jumah sel embrio
merupakan embrio dengan kualitas excellent
(Nedambale et al. 2006). Faktor yang
(layak untuk ditransfer). Hasil penelitian
mempengaruhi perkembangan embrio adalah
menunjukkan bahwa perlakuan suhu thawing
kualitas embrio dan lingkungan mikro IVF
37˚C (22.00±4.35), suhu thawing 10˚C
(Puchner, 2006).
(12.00±6.92) dan suhu thawing 25˚C
(4.33±2.51) menghasilkan embrio dengan
kualitas excellent. Dari data hasil penelitian Embrio Degenerasi
Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah rata-rata Embrio yang yang mengalami degenerasi
embrio kualitas excellent pada perlakuan semen adalah embrio yang tidak dapat ditransfer
beku yang dithawing pada suhu 37˚C kepada resipien. Rataan embrio degenrasi dapat
memperoleh rata-rata embrio kualitas excellent diihat pada Tabel 3.
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 3 Nomor 1, April 2017 27

Tabel 3 Rataan Embrio Degenerasi Sapi yaitu, yang pertama adalah kegagalan dalam
Brahman hasil FIV penetrasi spermatozoa ke dalam oosit dan
hambatan dekon-densasi spermatozoa dan yang
Perlakuan Jumlah Degenerating Rata-rata
ke-dua adalah terdapat dua atau lebih
Embrio Embrio
pronukleus akibat masuknya lebih dari satu
T1 (370C) 149 83 14.66±3.51 spermatozoa ke dalam oosit sehingga
T2 (250C) 57 44 21.33±11.23 menyebabkan terjadinya poliploidi pada zigot.
T3 (100C) 100 64 21.22±8.33 Pada penelitian ini, perlakuan dengan suhu 10˚C
dan 25˚C kemungkinan kegagalan melakukan
penetrasi dan dekondensasi spermatozoa ke
Hasil analisis ragam embrio degenerasi
dalam oosit diduga menyebabkan degenerasi
menunjukkan bahwa perlakuan suhu thawing
embrio tahap 1 sel dan terdapatnya lebih dari
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
satu spermatozoa yang dapat menembus
(P>0.05). Perlakuan thawing semen beku pada
membran vitelin oosit disebut polisperma.
suhu 37˚C menghasilkan jumlah rata rata
Peristiwa ini akan menyebabkan terjadinya
embrio degenerasi tidak berbeda nyata
peningkatan terhadap abnormalitas embrio
terhadap rataan embrio degenerasi thawing
sehingga diduga akan menghambat
pada suhu 10˚C dan suhu 25˚C. Pembekuan dan
perkembangan embrio lebih lanjut. Kualitas
thawing dapat menginduksi keru-sakan
oosit sangat berpengaruh terhadap terjadinya
spermatozoa yang berakibat pada penurunan
polispermi. Umur oosit dapat mengurangi
kualitas (Zilli et al. 2005) seperti penurunan
ketahanan reaksi zona terhadap penangkisan
motilitas sebesar 40% (Tanaka et al. 2000),
terjadinya polispermi yang akan menembus
peningkatan abnormalitas dan pe-nurunan
zona dan vitellin (Toelihere 1979).
viabilitas sebesar 20 – 30% (Dhanju et al. 2001),
penurunan integritas membran plasma
(Nishizono et al. 2000), adanya pe-nurunan Kelayakan Embrio
kualitas spermatozoa akan mengakibatkan Kelayakan pada perkembangan embrio
penurunan ke-mampuan fertilisasi spermatozoa diakibatkan oleh kemampuan media fertilisasi
(Zilli 2005). Darnel et al. (1990) menyatakan untuk melakukan kapasitasi spermatozoa,
bahwa terjadi perubahan suhu yang tidak sesuai kemungkinan lainnya yang menyebabkan masih
secara ekstraseluler, maka permiabilitas rendahnya perkembangan embrio lanjut adalah
fosfolipid hidrofilik rusak menyebabkan dukungan dari kualitas media kultur pasca
fluiditas membran terganggu sehingga terjadi fertilisasi (Lonergan et al. 2004). Perbedaan
kematian spermatozoa. individu oosit yang diindikasikan dengan
Perbedaan dalam perkembangan embrio juga perbedaan berbagai parameter seperti jumlah
diakibatkan oleh ke-mampuan media fertilisasi mitokondria dapat menyebabkan perbedaan
untuk melakukan kapasitasi spermatozoa. Di kualitas embrio yang dihasilkan (Tammasia et al
samping itu, kemungkinan lainnya yang 2004). Persentasi embrio layak transfer (PELT)
menyebabkan masih rendahnya perkembangan dan embrio tidak layak transfer dapat dilihat
embrio lanjut adalah dukungan dari kualitas pada Tabel 4.
media kultur pasca fertilisasi (Lonergan et al.
2004), Kegagalan fertilisasi dapat disebabkan Tabel 4 Persentase Embrio layak transfer
oleh beberapa hal, antara lain yaitu, tingkat (PELT) dan tidak layak transfer
pematangan oosit (inti maupun sitoplasma) (PELTL)sapi brahman hasil FIV
yang kurang sempurna, kemampuan
Perlakuan Persentase Persentase
spermatozoa memfertilisasi oosit (kapasitasi
Embrio Layak Embrio
dan reaksi akrosom) yang kurang memadahi
transfer (%) Tidak Layak
sehingga menyebabkan spermatozoa tidak
transfer (%)
mampu membuahi oosit, kegagalan
spermatozoa mengalami kondensasi dalam T1 (370C) 44.30 55.70
sitoplasma oosit sehingga terjadi kegagalan T2 (250C) 22.81 77.19
pembentukan pronukleus jantan (Bavers et al.
T3 (100C) 36.00 64.00
1997; Boediono et al. 2000).
Menurut Cohen et al. (1969) dalam Harjanti Rataan 34.74±13.57 65.26±13.57
(2002), pada dasar-nya terdapat dua jenis
abnormalitas yang terjadi pada proses fertilisasi
28 Yasyri et al. Kualitas Embrio Sapi Brahman

Salah faktor yang mempunyai peranan yang bubalis) Semen. J Reproductive Biology.
menentukan dalam program FIV adalah bukan 11(1):49-54.
pada aspek kuantitas embrio yang terkoleksi
tetapi pada aspek kualitas dari embrio yang
Bavers MM, Dieleman S, Van den Hurk R, Radyar
terkoleksi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
F. 1997. Rugalation and Modulation of
proporsi Embrio Layak Transfer (PELT) hasil
Oocytes Maturation in The Bovine.
FIV pada perlakuan thawing semen beku suhu
Theriogenology. 47: 12-21.
37˚C lebih tinggi (44.30%) di-bandingkan
dengan perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini
lebih rendah dibandingkan dengan hasil Boediono A, Rusianto Y, Mohamad K, Djuwita I,
penelitian Marsan (2012) yang menghasilkan Herliatien. 2000. Perkembangan Oosit
PELT sebesar 51.3%. Sedangkan pada perlakuan Kambing Setelah Maturasi, Fertilisasi dan
thawing suhu 25˚C menghasilkan PETLT yang Kultur In Vitro. Media Veteriner. 7(4):11.
paling tinggi (77.19%). Banyaknya embrio yang
tidak berkembang secara normal akan Chaiprasat S, Benjakul W, Chartchue A,
berpengaruh terhadap tingginya persentase Joemplang P, Punyapornwithaya V. 2006.
embrio yang tidak layak transfer (Grimes Effect of Bull Semen Thawing Methods on
2008). Sperm Progressive Motility. Chiang Mai
Faktor yang dapat menyebabkan tingginya Veterinary Journal 4(1):25–29.
tingkat embrio yang tidak layak transfer adalah
kondisi ovum, tingkat fertilisasi, dan
perkembangan embrio yang terganggu (Riandi Darnel J, Lodish H, Baltimore D. 1990.
2001). Salah satu faktor yang dapat Molecular Cell Biology.2 th ed.Sci. Am. Book.
menghambat perkembangan embrio adalah ke-
tersediaan nutrisi selama proses kultur, setiap Dhanju CK, Cheema RS, Kaur SP. 2001. Effects
stadium embrio mempunyai kemampuan untuk of Freezing On Protein and Profiles Of
me-manfaatkan sumber energi yang berbeda- Sperm Membrane Extracts and Seminal
beda sehingga nutrisi dalam medium harus Plasma of Buffalo Bulls. Journal of
sesuai dengan stadium perkembangan embrio.
Department of Animal Breeding, College of
McLaren (1982) mengemukakan bahwa
Veterinary Sciences, Punjab Agricultural
perkembangan embrio ter-gantung pada energi
University, Ludhiana, India.
yang di-sediakan terus menerus oleh lingkungan
mikronya.
Einarsson S. 1992. Concluding Remarks. In:
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Influence of thawing method on motility,
plasma membrane integrity and
Kesimpulan morphology of frozen stallion spermatozoa.
Kualitas embrio hasil fertili-sasi in vitro Bor K, B Colenbrander, A Fazelli, J Pallevliet
menggunakan semen beku sapi Brahman yang and L Malmgren (eds.) Theriogenology VI.
di thawing pada suhu 37˚C selama 30 detik 48th. 1997. Pp.531‐536.
memperoleh hasil terbaik dengan rataan jumlah
embrio (49.66±2.88), rataan embrio kualitas Garner DL, Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and
excellent (22.00±4.35), embrio layak transfer
Seminal Plasma. in Reproduction In Farm
(44.30 %).
Animals. Edited by E. S. E. Hafez. 7th Edition.
Implikasi Lippincott Wiliams and Wilkins. Maryland.
USA.
Disarankan untuk FIV pada sapi Brahman
menggunakan semen beku yang dithawing pada
suhu 37˚C Goldman EE, Ellington JE, Farrel FB, Foote RH.
1991. Use Of Fresh And Frozen Thawed
DAFTAR PUSTAKA Bull Sperm Invitro. Theriogenology 35:204.
Ansary MS, Bushra A, Rakha, Akher S. 2010.
Effect of Straw Size and Thawing Time on
Quality of Cryopreserved Buffalo (Bubalus
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 3 Nomor 1, April 2017 29

Gordon I. 2003. Laboratory Production of


Cattle Embryos. 2nd ed. CABI Publishing, Tammasia M, Nutinck F, May-Panloup P, Reynier
CAB International, Willingford, UK. P, Heyman Y, Charpigy G, Stojkovic M,
Heindleder S, Renard JP, Chastant-Maillard S.
2004. In vitro embryo production efficiency
Grimes JF. 2008. Utilization of Embryo
in cattle, and its association with oocyte
Transfer in Beef Cattle. ANR-17-8.
adenosine triphosphat content quantity
http://ohioline.osu.edu/anr-
mitochondrial DNA and mitochondriial DNA
fact/pdf/ANR_17_08.pdf [30 Mei 2015]. haplogroup. Biol. Reprod. 71:697-704.

Lonergan P, Monaghan P, Rizos D, Boland M, Tanaka H, Herliantien, Herwiyanti E, Lubis OP,


Gordon I. 1994. Effect of follicle size on Buwono, Pujianto J. 2002. The Aftercare
bovine oocyte quality and developmental Technical Cooperation for The Strengthening
competence following maturation, of Artificial Insemination Center Project.
fertilization and culture in vitro. Molecular Japan International Cooperation Agency. p.2
Reproduction and Development (37):48-53.

Tanghe S, Van Soom A, Nauwynck H, Coryn M,


Nedambale TL, Du F, Yang X, Tian XC. 2006. de Kruif A. 2002. Minireview: function of
Higher survival rate of vitrified and thawed cumulus oophorrus during oosyte
in vitro produced blastocysts following maturation, ovulation, and fertilization. In:
culture in defined medium supplemented Gene expression profil of cumulus cells derived
with βmercaptoethanol. Anim. Reprod. Sci. from.
93:61-75.
Toelihere MR. 1985. Fisiologi Reproduksi pada
Nishizono H, Shioda M, Takeo T, Irie T, Ternak. CV. Angkasa. Bandung.
Nakagata N. 2004. Decrease of Fertilizing
Ability of Mouse Spermatozoa After
Widiastuti E. 2001. Kualitas Semen Beku Sapi
Freezing And Thawing Is Related To
FH Dengan Penambahan Antioksidan
Cellular Injury. Biology of Reproduction Vitamin C dan E. [Skripsi]. Fakultas
71:973–978. Peternakan IPB. Bogor.

Puchner AM. 2006. Novel follicular fluid factors Zilli, Loredana, Roberto Sciavone, Vicenzo
influencing oocyte developmental potential Zonno, Rocco Rossanao, Carlo Storelli,
in IVF: a review. Reproductive Bio Medicine Sebastiano Viella. 2005. Effect of
Online 12(1):95-101. Cryopreservation on Sea Bass Sperm Protein.
Journal Biolog of Reproduction. 72:1262-
Riandi A. 2001. Kajian Efektivitas Dosis Hormon 1267.
Follicle Stimulating Hormone (FSH) dalam
Metoda Superovulasi pada Ternak Sapi. Zribi N, Chakroun NF, El Euch H, Gargouri J,
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Bahloul A, Keskes LA. 2010. Effects of
Institut Pertanian Bogor. cryopreservation on human sperm
deoxyribonucleic acid integrity. Fertil Steril
Steel RGD, Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur 93(1):159-166.
Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Alih
Bahasa B. Sumantri, Edition kedua, Cetatan 2.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai