Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENTINGNYA PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH


BANGSA INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Pancasila
Dosen Pengampu : Raharjo S.Pd., M.Sc.

Disusun oleh:
1. Grefta Jessika S. (H0720077)
2. Hasbiya Rizqy S.S.P. (H0720080)
3. Hibatulloh Azizi (H0720084)
4. Ivan Avicenna A. (H0720094)
5. Linda Rahmawati (H0720099)
6. M. Fariz Fakrurrahman (H0720100)

KELAS C
PROGAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan


rahmat dan anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Pentingnya Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia” ini dengan lancar.
Tidak lupa sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan besar kita,
Nabi Muhammad SAW yang senantiasa kita nantikan syafaatnya di hari akhir
nanti.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Pancasila. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang dasar negara kita, yakni Pancasila. Makalah ini
berisi tentang penjabaran tentang Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia.
Kami sebagai penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Raharjo S.Pd., M.Sc. selaku dosen dalam mata kuliah Pancasila. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami sebagai penulis.
Kami menyadari jika makalah ini jauh dari kata sempurna. Kami
memohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Kami
mengharapkan kritik dan sarannya untuk kesempurnaan makalah. Semoga
makalah ini dapat memberi manfaat bagi yang membacanya.

Surakarta, September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia........3

B. Alasan Diperlukannya Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.....6

C. Mengali Sumber historis, sosiologis, politis tentang pancasila dalam kajian


sejarah bangsa indonesia......................................................................................9

D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan


Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa.............................................................11

E. Esensi dan Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia untuk
Masa Depan........................................................................................................14

F. Contoh Kasus……………………………………………………………….16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................18

B. Saran............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keberagaman suku, ras,


dan agama. Dengan adanya keberagaman ini, Indonesia memerlukan
sebuah perangkat yang mampu mempersatukan bangsa dan
mempertahankan keberlangsungan negara. Oleh karena itu, Indonesia
memiliki sebuah dasar negara yang menjadi pedoman utama, yaitu
Pancasila. Pancasila merupakan sebuah konsep berisikan lima sila yang
pertama kali diperkenalkan pada tanggal 01 Juni 1945 oleh !r. Soekarno,
yang kemudian dirancangkan kembali pada tanggal 22 Juni 1945 dan
diabsahkan sebagai dasar negara Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945
dalam sidang PPKI yang pertama. Pancasila merupakan dasar negara
dengan isi berupa lima sila yang merupakan tujuan kehidupan dari bangsa
Indonesia, yang menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan.
Pentingnya penerapan Pancasila ini juga didukung dengan kemajuan
zaman yang telah memberikan banyak tantangan dan ancaman bagi
keutuhan persatuan dan kesatuan dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
pengaplikasian sila-sila Pancasila dalam segala bentuk kegiatan adalah hal
yang penting bagi setiap rakyat Indonesia, salah satunya adalah dalam
menelaah kilas balik arus sejarah bangsa Indonesia, yang akan ditelaah dan
dibahas lebih lanjut di dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan urgensi pancasila dalam arus sejarah bangsa
Indonesia?
2. Apa alasan diperlukannya pancasila dalam kajian sejarah bangsa
Indonesia?
3. Bagaimana sumber historis, sosiologis, politis tentang pancasila dalam
kajian sejarah bangsa Indonesia?
4. Bagaiman argumen tentang dinamika dan tantangan pancasila dalam
kajian sejarah bangsa Indonesia?
5. Bagaimana esensi dan urgensi pancasila dalam kajian sejarah bangsa
Indonesia untuk masa depan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dan urgensi pancasila dalam arus sejarah
bangsa Indonesia
2. Untuk mengetahui alasan diperlukannya pancasila dalam kajian sejarah
bangsa Indonesia
3. Untuk mengetahui sumber historis, sosiologis, politis tentang pancasila
dalam kajian sejarah bangsa Indonesia
4. Untuk mengetahui argumen tentang dinamika dan tantangan pancasila
dalam kajian sejarah bangsa Indonesia
5. Untuk mengetahui esensi dan urgensi pancasila dalam kajian sejarah
bangsa Indonesia untuk masa depan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia

1. Periode Pengusulan Pancasila

Proses pengusulan Pancasila melewati berbagai rintangan


yang panjang. Pengusulan Pancasila diawali oleh Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang dikenal Dokuritsu
Junbi Cosakai dalam Bahasa Jepang. BPUPKI merupakan badan yang
dibentuk tentara Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia pada
tanggal 1 Maret 1945. Dengan dibentuknya BPUPKI, rakyat Indonesia
berharap agar dapat terlaksanakannya kemerdekaan bangsa Indonesia.
Dalam keanggotaannya, BPUPKI merekrut sebanyak 60 orang yang
diketuai oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat dan wakil ketuanya
bernama Raden Panji Suroso dan Ichibangase (penduduk Jepang).
Pada tanggal 28 Mei 1945, BPUPKI dilantik oleh tentara Jepang yang
bernama Letjen Kumakichi Harada di Jakarta.

Tepat pada tanggal 29 Juni 1945, BPUPKI mengadakan


sidang pertamanya di gedung Chuo Sangi In (Jalan Pejambon 6

3
Jakarta) yang sekarang dikenal dengan gedung Pancasila. Dalam
sidangnya, BPUPKI membahas tentang dasar negara. Di antara
anggota BPUPKI tersebut, terdapat 3 tokoh yang menyampaikan
gagasannya tentang dasar Negara Indonesia Merdeka. Orang pertama
yang menyampaikan gagasan secara lisan yaitu Muh. Yamin tepat
pada tanggal 29 Mei 1945 (hari pertama sidang diadakan). Rumusan
dasar negara yang diusulkan Muh.Yamin berisi: Peri Kebangsaan, Peri
Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan
Rakyat. Selain itu Muh. Yamin juga mengusulkan secara tertulis
yaitu : 1)Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kebengsaan Persatuan
Indonesia 3)Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 4)kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan 5)Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada hari ketiga sidang BPUPKI yang pertama yaitu tepat


pada tanggal 31 Mei 1945, Dr. Soepomo menyampaikan gagasan
dasar negara Indonesia Merdeka dengan rumusan : Persatuan,
Kekeluargaan, Keseimbangan Lahir Batin, Musyawarah , dan
Keadilan Rakyat.

Pada tanggal 1 Juni 1945, orang yang menyampaikan


gagasan dasar negara Indonesia Merdeka yaitu Ir. Soekarno. Beliau
memberi nama kelima gagasannya yaitu “Pancasila” yang berisi:
Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial , dan Ketuhanan yang
Berkebudayaan. Menurut beliau, dari kelima sila tersebut dapat
diperas menjadi Trisila, yaitu: Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi,
dan Ketuhanan. Selanjutnya, dari ketiga sila tersebut disingkat lagi
menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.

Pada tanggal 1 Juni 1945 itulah berakhirnya sidang pertama


BPUPKI yang diikuti dengan terbentuknya Panitia Kecil yang
mengemban tugas menampung usul-usul yang masuk serta
memeriksanya dan selanjutnya akan dilaporkan kepada sidang pleno

4
BPUPKI. Panitia Kecil beranggotakan 8 orang dengan Ir. Soekarno
sebagai ketuanya. Anggota dari Panitia Kecil yaitu: Ir. Soekarno, Drs.
Muh. Hatta, K.H. Wachid Hasjim, Mr. A.A. Maramis, Ki Bagus
Hadikusumo, Muh. Yamin, R. Otto Iskandar Dinata, dan M.Sutardjo
Kartohadikusumo

2. Periode Perumusan Pancasila


Setelah dibentuk Panitia Kecil, dibentuklah Panitia
Sembilan yang beranggotakan: Ir. Soekarno (Ketua), Drs. Muh. Hatta
(Nasionalis) , Mr. A.A. Maramis (Nasionalis), Mr. Muh. Yamin
(Nasionalis), Mr. Ahmad Subardjo (Nasionalis), H.Agus Salim
(Islam), K.H. Wachid Hasyim (Islam), Abikusno Tjokrosujoso (Islam),
dan H.Agus Salim (Islam).
Dalam pelaksanaannya, Panitia Sembilan melahirkan
konsep rancangan UUD 1945 yang disetujui pada 22 Juni 1945 dan
diberi nama “Piagam Jakarta” oleh Muh.Yamin (sekarang dikenal
sebagai Pembukaan UUD 1945). Pada alinea 4 Piagam Jakarta
tersebut terdapat Dasar Negara Indonesia yang berbunyi :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemelukpemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, dibentuklah Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan dalam bahasa Jepang disebut
Dokuritsu Junbi Inkai dengan beranggotakan 21 orang yang diketuai Ir.
Soekarno. Kemudian, tepat pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang
menyerah kepada sekutu tanpa syarat. Sejak saat itulah Indonesia

5
kosong dari kekuasan dan dimanfaatkan oleh tokoh Indonesia untuk
segera memproklamasikan akemerdekaan Indonesia.

3. Periode Pengesahan Pancasila

Golongan muda dan golongan tua mengalami perbedaan


pendapat mengenai dilaksanakannya proklamasi. Golongan tua
berpendapat agar proklamasi harus dibicarakan dengan PPKI terlebih
dahulu, sedangkan golongan muda berpendapat bahwa Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia harus dilakukan oleh tokoh-tokoh Indonesia
bukan oleh PPKI. Golongan muda berencana menculik Ir.Soekarno dan
Drs. Moh.Hatta untuk menghindari pengaruh Jepang. Kamis, 16
Agustus 1945 para pemuda menjemput golongan tua dan dibawa ke
Rengasdengklok. Akan tetapi, PPKI akan bersidang dan Ir.Soekarno
dan Moh.Hatta tidak ada di kediamannya. Akhirnya golongan muda
membebaskan mereka dengan jaminan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Di rumah Laksamana Maeda itulah, Ir. Soekarno, Drs.


Moh.Hatta dan Ahmad Soebarjo merumuskan naskah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang kemudian diketik secara autetik oleh
Sayuti Melik. Pada tanggal 17 Agustus 1945 di halaman rumah Ir.
Soekarno(Jalan Pegangsaan Timur No.56) tepatnya pada pukul 10.00,
Ir. Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Sehari setelah proklamasi tepatnya 18 Agustus 1945, PPKI


mengadakan sidangnya dan menghasilkan keputusan, yakni :
Mengesahkan UUD 1945 , Memilih Presiden (Ir.Soekarno) dan Wakil
Presiden (Drs. Moh.Hatta), dan Membentuk KNIP.

Rumusan Pancasila yang disahkan oleh PPKI berbeda


dengan Piagam Jakarta. Sila pertama Piagam Jakarta diganti dengan

6
“Ketuhanan Yang Maha Esa” atas usul masyarakat Indonesia bagian
Timur.
Pada tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI) yang sebelumnya
Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan dibentuk Undang-Undang
Sementara 1950. Dalam UUDS 1950, pemilu pertama diadakan pada
tanggal 29 September untuk memilih anggota DPR dan pemilu kedua
pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih Badan Konstituante.
Dalam melaksanakan sidangnya, Badan Konstituante gagal untuk
menetapkan UUD baru. Kemudian, Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berbunyi : Pembubaran
konstituante , Berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS
1950 dan akan dibentuk MPRS dan DPRS

B. Alasan Diperlukannya Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia


Sejarah dapat diartikan sebagai guru kehidupan ,karena banyak pembelajaran
yang dapat kita perbaiki untuk kedepannya. Arus sejarah memberikan gambaran nyata
bahwa bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya
atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalah
dalam bahaya (Soekarno, 1989: 64). Pancasila merupakan hasil rangkuman nilai-nilai
falsafah ke-Indonesia. Nilai-nilai yang diyakini sudah ada jauh sebelum bangsa Indonesia
lahir. Hal tersebut memberikan pemahanan tentang arus sejarah bangsa Indonesia.
Beberapa Alasan Diperlukannya Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia, yaitu

1. Pancasila Sebagai Identitas Nasional Bangsa Indonesia

Identitas Nasional berasal dari dua kata, yaitu kata Identitas yang
berarti ciri khas atau jati diri dari seseorang atau kelompok yang dapat
membuatnya berbeda dengan yang lainnya dan kata Nasional
menggambarkan konsep kebangsaan, serta merujuk pada kelompok yang
terikat oleh kesamaan ras, agama, budaya, Bahasa, dan lain-lain.
Sedangkan identitas nasional sendiri merupakan ideologi negara,

7
pandangan hidup bangsa, dan juga kepribadian bangsa sehingga mencapai
kedudukan tertinggi dan dapat membedakan dengan negara tersebut
dengan negara lainnya. Terdapat beberapa factor pendorong lahirnya
identitas nasional, yaitu obyektif (geografis,ekologis dan demografis) ,
subyektif (historis, sosial, politik,dan kebudayaan), primer, pendorong,
penarik, dan reaktif.

Pancasila sebagai identitas nasional bangsa Indonesia bermakna bahwa


pancasila itu merupakan suatu karakteristik yang dimiliki bangsa
Indonesia yang membedakan bangsa Indonesia dan bangsa lain. Namun
sayangnya pancasila sebagai ideology bangsa harus kuat mengahadapi
pengaruh dari luar, terutama era globalisasi yang memberikan banyak
ancaman untuk bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sebagai identitas
nasional pancasila harus mampu mendorong bangsa Indonesia secara
keseluruhan agar tetap berjalan dalam koridornya yang bukan berarti
menentang arus globalisasi, melainkan lebih cermat dan bijak dalam
menjalani dan menghadapi tantangan dan peluang yang tercipta.

2. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia

Dalam KBBI Kepribadian merupakan sifat hakiki yang tercermin


pada sikap seseorang maupun bangsa yang membedakannya dari orang
atau bangsa lain. Sedangkan secara umum, kepribadian merupakan
keseluruhan cara seorang individu berinteraksi dengan individu lainnya.

Pancasila termasuk sebagai kepribadian bangsa Indonesia karena


refleksi dari perubahan dan perkembangan dari masa ke masa serta
digunakan untuk penunjuk arah semua aktifitas dan kegiatan serta
kehidupan didalam segala bidang, yang berarti semua tingkah laku,
tindakan, atau perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dengan
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa tersebut adalah perwujudan dari

8
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri yang diyakini kebaikan dan
kebenarannya. Bahkan pancasila dibentuk juga dengan menggali nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia. Walaupun masih banyak kemungkinan bahwa tiap
sil dalam pancasila bersifat universal, kelima sila itu sudah menjadi ciri
khas bangsa Indonesia karena kesatuan yang tak bisa terpisahkan dan
membuat bangsa Indonesia berbeda dengan ciri khas Negara Indonesia.
Oleh karena itu, pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia itu
sendiri yang hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak keberadannya
sebagai sebuah bangsa.

3. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sering disebut sengan way of


life yaitu pedoman, pertimbangan, pendapat , serta arahan untuk petujuk
kehidupan di dunia.Setiap bangsa didunia yang ingin berdiri kokoh dan
mengetahui dengan jelas kearah mana tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai.
Terdapat lima sila yang terdapat pada pancasila yang berasal dari nilai-nilai untuk
dijadikan tonggakan membangun bangsa Indonesia kedepannya . Nilai-nilai yang
terdapat dalam Pancasila juga dapat dijadikan padangan hidup serta
pembangunan karakter.

Ketika Pancasila dijadikan pandangan hidup bangsa Indonesia, maka


seluruh nilai Pancasila dimanifestasi ke dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Selain itu, pancasila juga merupakan alat pemersatu
bangsa, kehadiran pancasila telah menyatukan keberagaman masyarakat di
Indonesia.

4. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa

Setiap bangsa memiliki jiwanya masing-masing yang disebut jiwa rakyat


atau jiwa bangsa. Pancasila sebagai jiwa bangsa adanya atau lahirnya bersamaan
dengan adanya bangsa Indonesia dan Pancasila memberikan corak yang khas
kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta
merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang
lain. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia memiliki dua arti, yaitu statis
(tetap) dan dinamis (bergerak). Jiwa ini ke luar diwujudkan dalam sikap mental

9
dan tingkah laku serta amal/perbuatan. Beberapa bentuk nilai karakter jiwa
bangsa berhubungan dengan pancasila adalah keimanan dan ketakwaan,
kejujuran, kedisiplinan, keikhlasan, dan tanggung jawab.

5. Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur

Perjanjian luhur rakyat Indonesia merupakan suatu perjanjian yang


disepakati oleh seluruh rakyat Indonesia dan harus diamalkan serta dilestarikan.
Istilah pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia muncul dalam pidato
kenegaraan presiden soekarno tanggal 16 agustus 1967. Kespakatan tersebut
diperoleh pada siding bpupki pada tanggal 10-17 juli 1945 dan ppki pada tanggal
18 agustus 1945. Kesepakatan rakyat indonesia mengenai Pancasila sebagai dasar
negara merupakan bukti bahwa hal yang kita pilih sudah tepat.

C. Mengali Sumber historis, sosiologis, politis tentang pancasila dalam kajian


sejarah bangsa indonesia
1. Sumber Historis Pancasila

pancasila dari sejarahnya, muncul dengan melalui proses yang


panjang, yang dibentuk melalui perjuangan bangsa indonesia sendiri yang
cukup panjang yaitu sejak zaman kerajaan. Nilai – nilai yang terkandung
dalam pancasila adalah : ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kemasyarakatan, dan keadilan sudah ada dan berkembang sejak zaman
kerajaan dahulu. Salah satu contoh pada sila pertama yaitu ketuhanan,
sejak zaman dahulu sila ketuhanan yang maha esa sudah ada, meskipun
pada praktiknya dalam menjalankan pemujaan dan pengakuan tentang
tuhan sudah di akui dan beranekaragam. Pengamalan sila pertama sudah
ada saat kerajaan majapahit berdiri dan saat empi prapanca menulis
negarakertagama pada tahun 1365. Pengamalan sila pertama ada pada
buku sutasoma yang berbunyi “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma
Mangrua”, artinya walaupun berbeda, namun satu jua dan tidak ada agama
yang memiliki tujuan berbeda. Menurut Harun Nasution mengemukakan
unsur-unsur yang ada dalam agama, yaitu sebagai berikut: 1. Kekuatan
gaib: Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat kepada kekuatan gaib

10
tersebut sebagai tempat meminta tolong. 2. Keyakinan manusia bahwa
kesejahteraannya di dunia dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya
hubungan dengan kekuatan gaib dimaksud. 3. Respon yang bersifat
emosional dari manusia. 4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci,
dalam bentuk kekuatan gaib dalam kitab yang mengandung ajaran-ajaran
agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.

2. Sumber Sosiologis Pancasila

Sosiologi merupakan ilmu kehidupan manusia, yang mencangkup


prilaku sosial antara individu dengan individu, individu dengan kelompok,
dan kelompok dengan kelompok. Nilai sosiologis yang dapat ditemukan di
masyarakat indonesia salah satunya tolong menolong atau gotong royong.
Gotong royong adalah bentuk kerja-sama kelompok masyarakat untuk
mencapai suatu hasil positif dari tujuan yang ingin dicapai secara mufakat
dan musyawarah bersama. Gotong-royong muncul atas dorongan
keinsyafan, kesadaran dan semangat untuk mengerjakan serta menanggung
akibat dari suatu karya, terutama yang benar-benar, secara bersamasama,
serentak dan beramai-ramai, tanpa memikirkan dan mengutamakan
keuntungan bagi dirinya sendiri, melainkan selalu untuk kebahagian
bersama. Budaya gotong royong merupakan perwujutan dari sila ke 3 dan
5 yaitu persatuan indonesia, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia

3. Sumber Politis Pancasila

Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan


dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara. Nilai pancasila merupakan ideologi politik yang
menjadi penuntun dalam mewujudkan tata tertib sosial politik yang ideal.
Nilai yang terdapat pada sila ke 4 yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksnaan dalam permusyawaratan/perwakilan yaitu demokrasi
adalah kebebasan berpolitik, kebebasan berkompetisi, dan kebebasan
berpendapat dalam mengambil keputusan pada saat musyawarah.

11
D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa

1) Dinamika Pendidikan Pancasila

Sebagaimana diketahui, dalam pengimplementasi tentang


pendidikan pancasila mengalami pasang surut. Jika kita telusuri secara
historis, sejak awal kemerdekaan sampai sekarang upaya pembudayaan
atau pewarisan nilai-nilai Pancasila sudah konsisten. Tetapi bentuk dan
intensitasnya berbeda beda dari periode ke periode. Pada masa awal
kemerdekaan, pewarisan nilai-nilai Pancasila dilakukan dalam bentuk
pidato-pidato tokoh bangsa yang pada masa itu disiarkan melalui radio dan
surat kabar. Pada tahun 1947, sebuah buku diterbitkan dengan isi Pidato
Bung Karno tentang Lahirnya Pancasila yang bermaksud melalui
pendidikan bisa membentuk manusia indonesia yang patriotik. Setelah
Dekrit Presiden pada tahun 1959, metode pembudayaan Pendidikan
Pancasila mengalami perubahan yang signifikan.

Semenjak ditetapkannya Ketetapan MPR RI, Nomor II/MPR/1978


tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) atau
Ekaprasetia Pancakarsa. Salah satu sumber pokok materi Pendidikan
Pancasila adalah P-4. Diperkuat dengan Tap MPR RI Nomor II/MPR/1988
tentang GBHN yang mencantumkan bahwa “Pendidikan Pancasila”
termasuk Pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Dirjen Dikti menerbitkan SK, Nomor 25/DIKTI/KEP/1985, tentang
Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU).
Sebelumnya Dirjen Dikti telah mengeluarkan SK pada 5 Desember 1983,
Nomor 86/DIKTI/Kep/1983, tentang Pelaksanan Penataran Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Pola Seratus Jam di Perguruan
Tinggi. Dilengkapi dengan SK Kepala BP-7 Pusat pada tanggal 2 Januari
1084, Nomor KEP/01/BP-7/I/1984, tentang Penataran P-4 Pola Pendukug

12
100 Jam bagi Mahasiswa Baru Universitas/Institut/Akademi Negeri dan
Swasta, selanjutnya diterbitkan SK pada tanggal 13 April 1984, No. KEP-
24/BP-7/IV/1984, tentang Pedoman Penyusunan Materi Khusus sesuai
Bidang Ilmu yang Diasuh Fakultas/Akademik dalam Rangka
Penyelenggaran Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam Bagi Mahasiswa
Baru Universitas/Institut/Akademik Negeri dan Swasta.

Imbasnya sebagian Perguruan Tinggi dan Swasta


menyelenggarakan Penataran P-4 Pola 100 Jam beriringan dengan
melaksanakan mata kuliah Pendidikan Pancasila. Namun, ada juga
beberapa perguruan tinggi terutama perguruan tinggi swasta yang tidsk
sanggup menyelenggarakan Penataran P-4 Pola 100 Jam sehingga tetap
menyelenggarakan mata kuliah Pendidikan Pancasila dengan dan atau
tanpa Penataran Pola P-4 45 Jam.

Pada masa Orde Baru, diterbitkan Instruksi Direktur Jendral


Perguruan Tinggi, Nomor 1 Tahun 1967, tentang Pedoman Penyusunan
Daftar Kuliah. Ini menjadi landasan yuridis bagi keberadaan Mata Kuliah
Pancasila di perguruan tinggi. Diperkokoh dengan berlakunya Undang-
Undang RI Nomor 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional,
dimana pasal 39 ditentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi harus
memuat mata kuliah Pendidikan Pancasila. Setelah itu, diterbitkan
peaturan pelaksanaan khususnya pada pasal 13 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999, tentang
Pendidikan Tinggi.

Untuk memperkokoh keberadaan dan menyempurnakan


penyelenggaraan mata kuliah Pendidikan Pancasila, yaitu :

1. SK Dirjen Dikti, Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman


Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi,
2. SK Dirjen Dikti, Nomor 265/Dikti/2000, tentang Penyempurnaan
Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK),
dan

13
3. SK Dirjen Dikti, Nomor 38/Dikti/Kep/2002, tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
di Perguruan Tinggi.

Pada tahun 1998, diterbitkan Ketetapan MPR, Nomor


XVIII/MPR/1998, tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetia Pancakarsa), akhirnya Penataran P-4 tidak dilaksanakan lagi

Ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun


2003, dimana Pendidikan Pancasila tidak disebut sebagai mata kuliah
wajib di perguruan tinggi sehingga sebagian universitas mengabungkan
Pendidikan Pancasila dengan materi Pendidikan Kewarganegaraan.

Untuk mengintensifkan kembali Pembudidayaan nilai-nilai


Pancasila kepada generasi muda bangsa menggalakkan seminar-seminar
yang membahas tentang pentingnya membudidayakan pancasila melalui
pendidikan. Kemudian, terbit Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Nomor 914/E/T/2011, pada tanggal 30 Juni 2011, perihal
penyelenggaraan pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah di perguruan
tinggi. Dalam surat edaran tersebut, Dirjen Dikti merekomendasikan agar
pendidikan Pancasila dilaksanakan di perguruan tinggi minimal 2 (dua)
SKS secara terpisah, atau dilaksanakan bersama dalam mata kuliah
pendidikan kewarganegaraan dengan nama Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) dengan bobot minimal 3 (tiga) SKS.

Penguatan keberadaan mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi


ditegaskan pada pasal 35, pasal 2 Undang-Undang Negara Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2012, tentang Pendidikan Pancasila Wajib
dimuat dalam kurikulum perguruan tinggi, yaitu :

1. Pasal 2, menyebutkan bahwa perguruan tinggi berdasarkan


Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

14
tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika.
2. Pasal 35 Ayat (3), menentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi
wajib memuat mata kuliah : Agama, Pancasila, Kewarganegaraan,
dan Bahasa Indonesia.

2) Tantangan Pancasila

Abdulgani mengatakan Pancasila adalah leitmotive dan leitstar,


dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan. Tanpa adanya leitmotive dan
leitstar Pancasia ini, kekuasaan negara akan menyeleweng. Oleh karena
itu, segala bentuk penyelewengan harus dicegah dengan cara
mendahulukan Pancasila dasar filsafat dan dasar moral (1979:14).dengan
adanya mata kuliah Pendidikan Pancasila ini nilai-nilai Pancasila harus
diajarkan kepada mahasiswa agar menjadi dorongan pokok dan bintang
penunjuk jalan.

Menentukan bentuk dan format agar mata kuliah pendidikan


Pancasila dapat dilakukan dengan seru dan efektif merupakan salah satu
tantangannya. Tantangan ini terbagi menjadi 2, yaitu tantangan internal
dan tantangan eksternal. Faktor kesiapan sumber daya dan pendalaman
program studi yang makin tajam yang berakibat kurang tertariknya
mahasiswa tentang pedidikan Pancasila. Sedangkan tantangan eksternal
yaitu darurat keteladanan dari para elite politik dan banyaknya gaya hidup
hedonistik dimasyarakat.

E. Esensi dan Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia


untuk Masa Depan
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pancasila mempunyai fungsi
sebagai pandangan hidup bangsa, bahwa pandangan hidup sebuah bangsa lahir
dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan

15
menimbulkan tekad untuk mewujudkannya, maka sudah seharusnya nilai
pancasila dipahami dan diterapkan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Sedangkan, urgensi pendidikan Pancasila bertujuan untuk dapat memperkokoh
jiwa kebangsaan mahasiswa sehingga menjadi dorongan bagi calon pemimpin
bangsa di berbagai bidang dan tingkatan.

Menurut penjelasan pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia


nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang dimaksud dengan mata
kuliah pendidikan Pancasila adalah pendidikan untuk memberikan pemahaman
dan penghayatan kepada mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia
(Ristekdikti, 2016).

Generasi penerus melalui Pendidikan Pancasila diharapkan mampu


mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan
konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dalam hubungan internasional serta
memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola
pikir, pola sikap dan perilaku yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila.

Implikasi dari pendidikan Pancasila tersebut adalah agar mahasiswa dapat


menjadi insan profesional yang berjiwa Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Selain itu, urgensi pendidikan Pancasila adalah untuk
membentengi dan menjawab tantangan perubahan-perubahan di masa yang akan
datang (Ristekdikti, 2016).

Setiap warga negara sesuai dengan kemampuan dan tingkat pendidikannya


harus memiliki pengetahuan, pemahaman, penghayatan, penghargaan, komitmen,
dan pola pengamalan Pancasila. Lebih-lebih, para mahasiswa yang notabene
merupakan calon-calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa harus
memiliki penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila karena akan menentukan
eksistensi bangsa ke depan. Urgensi pendidikan Pancasila di perguruan tinggi ini
berlaku untuk semua jurusan/program studi, sebab nasib bangsa tidak hanya
ditentukan oleh segelintir profesi yang dihasilkan oleh sekelompok
jurusan/program studi saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab semua bidang
(Ristekdikti, 2016).

16
Keberadaan pendidikan Pancasila merupakan suatu yang esensial bagi
program studi di perguruan tinggi. Oleh karena itu, Pancasila perlu diajarkan
secara luas melalui mata kuliah pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.
Dengan demikian, pemahaman nilai-nilai Pancasila bagi mahasiswa sangat
penting untuk menentukan eksistensi dan kejayaan bangsa di masa depan.

F. CONTOH KASUS

Hari Lahir Pancasila yang diperingati pada tanggal 1 Juni menjadai hari
libur nasional. Momentum bersejarah ini identik dengan gagasan Soekarno yang
diungkapkan dalam sidang Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Soekarno menyatakan
perlunya bangsa ini memiliki dasar negara sebagai pedoman. Lima prinsip
Soekarno akhirnya dikaji ulang dan disetujui. Sampai sekarang momentum itu
diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila.

Namun, polemik muncul pada masa Orde Baru. Soeharto sering


merayakan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 1965 sebagai tanda gagalnya
Gerakan 30 September 1965. Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada10 Mei
1987, peringatan Hari Lahir Pancasila tiap tahun pada masa Orde Baru dilakukan
tidak rutin, jika tahun ini bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila,
tahun besok tidak memperingati.

Menurut Orde Baru, Hari Lahir Pancasila adalah tanggal 18 Agustus 1945,
karena Pancasila sebagi dasar negara, maka resmi lahir ketika PPKI (Panitian
Persiapan Kemerdekaan Indonesi) mengesahkan konstitusi negara, yakni UUD
1945 pada 18 Agustus 1945. Situasi ini menjadi polemik di masyarakat dan
akhirnya pada Juni 1987, Ketua DPR/MPR, H Amirmachmud mengimbau untuk
menghentikan polemik tersebut dan memberikan pengertian kepada publik bahwa
Indonesia menganut demokrasi tak melarang warganya mengeluarkan pendapat
mengenai Pancasila.

17
Era Jokowi

Presiden Joko Widodo mengeluarkan penetapan untuk mempertegas


bahwa 1 Juni ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila secara Nasional. Penetapan
ini dilakukan setelah lebih dari 70 tahun Kemerdekaan Indonesia. Penetapan ini
tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016. Keputusan secara
resmi dan ditandatangani Presiden Joko Widodo dihadapan tokoh nasional saat
kegiatan peringatan pidato Bung Karno di Bandung. Keputusan tersebut sekaligus
melengkapi Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008 yang telah menetapkan 18
Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi.

Namun Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun berpendapat bahwa Hari
Lahir Pancasila sebagai dasar negara adalah tangal 18 Agustus, bukan 1 Juni 1945
seperti ynag telah ditetapkan saat ini. Memang pertama kali dilontarkan oleh
Presiden Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Namun, Pancasila
secara utuh sebagi dasar negara lahir pada 18 Agustus 1945. Pancasila mengalami
dinamika dan hasil pemikiran tokoh-tokoh bangsa.

Sebagi bukti, sebelum pengesahan UUD 1945 Pda 18 Agustus 1945, sudah
dirumuskan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945 yang isinya hampiir sama dengan
Pancasila yang ada saat ini. hanya saja, sila pertama berbunyi Ketuhanan dengan
menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya. Dengan menetapkan Hari
Lahir Pancasila pada 1 Juni, hal itu mendiskreditkan peran tokoh-tokoh bangsa
lainnya yang juga bersumbangsih melahirkan Pancasila. “Kita tidak bisa
menafikkan jika peran Soekarno sangat besar, namun Pancasila adalah hasil
gotong-royong bersama tokoh bangsa lainnya”.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia dimulai dari periode
pengusulan pancasila, periode perumusan Pancasila dan periode pengesahan
pancasila dengan proses yang rumit serta dalam waktu yang panjang.
Arus sejarah memberikan gambaran bahwa bangsa memerlukan
suatu konsepsi dan cita-cita. Pancasila merupakan hasil rangkuman nilai-
nilai yang diyakini sudah ada jauh sebelum bangsa Indonesia lahir. Hal
tersebut memberikan pemahaman tentang arus sejarah bangsa Indonesia.

Mengali sumber sejarah bangsa indonesia dalam aspek history,


sosilogis, dan politis menjadikan kita mengetahui kehidupan manusia dan
kebudayaannya di masa lampau sehingga dapat merumuskan hubungan
sebab akibat mengapa suatu peristiwa dapat terjadi dalam kehidupan
tersebut.

Pengimplementasi tentang pendidikan Pancasila mengalami pasang


surut sejak awal kemerdekaan sampai sekarang. Banyaknya tantangan
Pancasila berpengaruh besar terhadap pasang surutnya pendidikan Pancasila
di Indonesia.
Pendidikan pancasila merupakan suatu yang essensial. Oleh karena
itu, Pancasila perlu diajarkan secara luas melalui mata kuliah pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi. Dengan demikian, pemahaman nilai-nilai
Pancasila bagi mahasiswa sangat penting untuk menentukan eksitensi dan
kejayaan bangsa di masa depan.

B. Saran
Adapun saran kami sertakan untuk membuat makalah ini menjadi
lebih baik, ialah dengan mengintensifkan analisis kasus dengan

19
mengadakan survei terhadap khalayak umum dengan batasan responden
yang telah ditentukan

DAFTAR PUSTAKA

Syarif, Mujar Ibnu. (2016). Spirit Piagam Jakarta dalam UUD 1945. Jurnal Cita
Hukum, 4, 15-32.
Kultural, J. S., Riset, L., Sega Gumelar, M., Kunci, K., Sila, :, Pemarginalan, P.,
& Hegeformaslavery, T. (2018). Pemarginalan Terstruktur: Implikasi Sila
3
Ketuhanan Yang Maha Esa´dariEsa´dari Pancasila Terhadap Sila Lainnya.
In Jurnal Studi Kultural. Retrieved from
http://journals.an1mage.net/index.php/ajsk

Nasution, H. (1986) Teologi Islam : Aliran-aliran, Sejarah, Analisa dan


Perbandingan. Jakarta : UI Press.

Effendi, T. N. (2016). Budaya Gotong Royong Masyarakat Dalam Perubahan


Sosial Saat Ini. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 2(1), 1.
https://doi.org/10.22146/jps.v2i1.23403

Sodikin, R. A. (2003). Konsep Agama Dan Islam. Alqalam, 20(97), 1.


https://doi.org/10.32678/alqalam.v20i97.643

Ristekdikti. 2016. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Pancasila.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2016

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib
Umum Pancasila. Jakarta : Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan,
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

D, Asep. 2014. “Pengantar Pendidikan Pancasila”,


https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/4812/mod_resource/content/1/Pe

20
ngantar%20Pendidikan%20Pancasila.pdf, diakses pada 23 September 2020 pukul
20.17 WIB

21

Anda mungkin juga menyukai