Kelompok 8 :
Annisa Tri Yustika Bachrun K1A1 14 008
Nurul Anugrah Wulandari K1A1 14 163
Astrid Nabila K1A1 15 008
Ira Rukmini K1A1 15 017
Milisia Chintya Maria Tulenan K1A1 15 026
Nining Milasari K1A1 15 031
Andi Tenri Wale K1A1 15 054
M. Farchan Rezika WR K1A1 15 076
2017
Skenario 1 :
Seorang laki-laki 40 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan benjolan pada leher
bagian lateral, yang dirasakannya sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan ini mula-mula kecil, yang
kemudian membesar dengan cepat. Benjolan teraba keras tetapi tidak nyeri. Penderita
mengeluh sakit kepala.
Kata kunci :
1. Laki-laki 40 tahun
2. Keluhan benjolan pada leher bagian lateral sejak 4 bulan lalu
3. Benjolan mula-mula kecil dan membesar dengan cepat
4. Benjolan teraba keras tapi tidak nyeri
5. Ada keluhan sakit kepala
Pertanyaan :
1. Jelaskan anatomi leher dan kelenjar limfa leher !
2. Jelaskan etiologi dan faktor resiko terjadinya benjolan pada leher !
3. Jelaskan penyakit dengan gejala benjolan pada leher!
4. Jelaskan patogenesis benjolan pada leher!
5. Jelaskan hubungan benjolan pada leher dengan sakit kepala 1
6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis !
7. Jelaskan DD !
Jawaban pertanyaan
1. Anatomi leher dan kelenjar limfa leher !
Collum (leher) merupakan bagian dari tubuh manusia yang terletak diantara thorax dan
caput (kepala), dengan batas-batasnya di sebelah cranial adalah basis mandibulae dan suatu
garis yang ditarik dari angulus mandibulae menuju ke processus mastoideus, linea cuchea
suprema sampai ke protiberantia occipitalis externa. Batas caudal dari ventral ke dorsal
dibentuk oleh incisura jugularis sterni, clavicula, acromion dan suatu garis lurus yang
menghubungkan kedua acromia.
Nodus lymphoidei di daerah kepala dan leher tersusun dalam sebuah kelompok leher
yang terbentang dari bawah dagu sampai ke belakang kepala dan sebuah kelompok terminal
verticalis profunda yang tertanarn di dalam sarung carotis di daerah leher.
submandibulares.
Nodus lymphoidei submandibulares: terletak pada permukaan superfisial glandula
salivaria submandibularis, tepat dipinggir bawah mandibulae. Menampung limfe dari
kulit kepala bagian depan, hidung, pipi, bibir atas dan bawah (kecuali bagian tengah),
sinus frontalis, maxillaris, dan ethmodalis; gigi atas dan bawah (kecuali incisivus
bawah); dua pertiga bagian anterior lidah (kecuali ujung lidah); dasar mulut dan
vestibulum; dan gusi.
Nodus lymphoidei
lymphoidei submentales: terletak di dalam trigonum
trigonum submentale tepat di
di bawah
dagu. Menampung limfe dari ujung lidah, dasar mulut bagian anterior, gigi incisivus,
vertebralis.
Nodus lymphoidei laryngeales: terletak di depan laryrx. Menampung limfe dari larynx.
Nodus lymphoidei tracheales (paratracheales): terletak sepanjang lateral trachea.
Menampung limfe dari struktur yang berdekatan termasuk glandula thyroidea.
dikaitkan dengan lingkungan yang mengakami kekurangan yodium baik air minum atau
tanah, jenis mineral dalam nutrisi, atau zat goitrogenik dalam makanan.
keganasan jenis anaplastik yang sangat cepat membesar bahkan dalam hitugan minggu.
Sebagian kecil pasien, khususnya pasien dengan nodul tiroid yang besar, mengeluh
adanya gejala penekanan pada esofagus dan trachea. Biasanya nodul tiroid tidak disertai
nyeri, kecuali timbul perdarahan kedalam nodul atau bila kelainannya tiroiditis
akut/subakut. Keluhan lain pada keganasan adalah suara serak.
Killer) yang berada dalam sistem limfe. Pada LNH sebuah sel limfosit berpoliferasi
secara tak terkendali yang mngakibatkan terbentuknya tumor. Perubahan sel limfosit
normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel
dari sekelompok sel limfosit tua yang telah berada dalam proses transformasi menjadi
imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen).
hodgkin. Kedua penyakit tersebut dibedakan secara histopatologis, dimana pada limfoma
li mfoma
hodgkin di temukan sel Reed-Sternberg.
Analisis PCR menunjukan bahwa sel Reed-Sternberg berasal dari folikel sel B
yang mengalami gangguan struktur pada imunoglobulin, sel ini juga mengandung suatu
faktor transkripsi inti sel (NFkB), kedua hal tersebut menyebakan ganggua apoptosis.
Gejala Klinis : Limfadenopati dengan konsistensi rubbery dan tidak nyeri,
demam, hepatosplenomegali, neuropati, edema ekstremitas sindrom vena cava, kompresi
medula spinal, disfungsi hollow viscera.
penyakit ini dapat ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe dan mungkin dapat
disertai nyeri. Infeksi yang dapat menyebabkan pembesaran KGB pada kasus ini adalah
TB
Toxoplasmosis
Glandular fever
Brucellosis
Cat scratch disease
HIV
i. Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsila palatina yang merupakan bagian dari
cincin waldayer. Cincin waldayer terdiri dari kelenjar limfe yang terdapat di dalam
rongga mulut yaitu : tonsil faring, tonsila palatina, tonsil lingual, tonsil tuba eustachius.
Tonsilitis dapat terjadi di semua umur. Pada tonsilitis akut didapatkan tonsil tampak
membesar, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk fokal, lakuna atau tertutup
j. Faringitis
Penyakit ini merupakan infeksi kronik pada ruang parapharyngeal. Hal ini
sering disebabkan oleh infeksi primer di tonsil. Parapharyngeal abses sering terjadi pada
anak-anak dan dewasa. Gejala dan tanda meliputi phyrexia, pembengkakan leher pada
m. sternomastoid, dan pasien tampak sehat.
Berbagai faktor dari lingkungan seperti bahan kimia, radiasi dan virus dapat
menyebabkan kerusakan DNA pada sel-sel yang normal. Dalam keadaan yang normal,
setiap kerusakan DNA akan diperbaiki oleg gen repair. Namun, dalam hal ini gen repair
gagal memperbaiki DNA sehingga kerusakan DNA menetap. Kegagalan perbaikan ini
disebabkan oleh mutasi yang juga menyerang gen-gen perbaikan dan gen yang
mempengeruhi apoptosis. Kerusakan gen berlanjut menjadi mutasi sel somatik. Mutasi ini
kranial atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iritasi pembuluh darah
yang menyebabkan sefalgia reflektif.
tanyakan lokasi,pola awitan, sifat dan gejala yang menyertai, frekuensi, faktor
kebiasaan merokok,teh,kopi,alkohol,jamu,nark
merokok,teh,kopi,alkohol,jamu,narkoba
oba
hubungan sosial
riwayat keluarga
kondisi kesehatan anggota keluarga bila masih hidup atau umur saat meninggal
dan sebabnya
riwayat penyakit yang pernah diderita dam keluarga
anamnesis sistem
deskripsi keluhan atau masalah dari kepala atau anggota gerak,saraf dan otot,
Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus,otalgia, hidung
tersumbat, lendir bercampur darah. Pada stadium lanjut dapat ditemukan benjolan
pada leher, terjadi gangguan saraf, diplopa, dan neuralgia trigeminal (saraf III, IV,
V, VI).
b. pemeriksaan fisis
Langkah diagnostik yang paling penting adalah pemeriksaan fisik kepala dan
leher. Visualisasi dan palpasi adalah komponen yang paling penting dari pemeriksaan
fisik. Hal ini membantu menentukan lokasi massa sesuai dengan daerah drainase
limfatik, ukuran lesi dan hubungannya
hubungannya dengan struktur sekitarnya (terfiksasi atau
tidak terfiksasi), konsistensi massa, dan berdenyutan atau bruit. Dokter tidak boleh
terfokus pada massa leher dan meng
mengabaikan
abaikan untuk melakukan evaluasi menyeluruh
pemeriksaan kepala dan leher. Saluran aerodigestif atas harus diperiksa secara
menyeluruh, baik dengan kaca cermin ataupun endoskopi.Massa leher berdenyut,
bruit atau thrill, ultrasonografi dapat dilakukan untuk membedakan masalah vaskular
degeneratif (misalnya aneurisma) dari kondisi neoplastik (misalnya, glomus dan
tumor karotis). Ultrasonografi juga dapat
dapat membantu untuk membedakan
membedakan massa yang
solid dan kistik, atau kista brankialis bawaan dan kista tiroglosus dari kelenjar getah
bening yang solid, tumor
tumor neurogenik, dan ektopik
Laringoskopi
Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band Imaging) digunakan
2cc/kgBB, delay time 1 menit. CT berguna untuk melihat tumor primer dan
penyebaran ke jaringan sekitarnya serta Penyebaran kelenjar getah bening
regional.
USG abdomen : Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila
dapat keraguan pada kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT
Scan Abdomen dengan kontras.
Foto Thoraks : Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai
adanya kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Thoraks dengan kontras.
Bone Scan: Untuk melihat metastasis tulang.
Patologi anatomi
3) Etiologi
Utara. Di Amerika Serikat, imigran Asia memiliki risiko lebih tinggi dari jenis
kanker, dibandingkan orang Asia kelahiran Amerika.
Umur. Kanker nasofaring dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
makanan, seperti ikan dan sayuran diawetkan, dapat masuk kerongga hidung,
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Paparan bahan kimia ini pada usia
dini, lebih dapat meningkatkan risiko.
Virus Epstein-Barr. Virus ini biasanya menghasilkan tanda-tanda dan gejala
Rongga nasofaring diselaput selapis mukosa epitel tipis, terutama berupa epitel
skuamosa, epitel torak bersilia berlapis semu dan epitel
e pitel transisional. Di dalam lamina
propria mukosa sering terdapat sebukan limfosit, di submukosa terdapat kelenjar
serosa dan musinosa. Kanker nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel
yang melapisi nasofaring.
Pertumbuhan dan ekspansi
Metastasis
palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah
nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau
nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih
jelas.Untuk penentuan stadium dapat dipakai sistem TNM menurut UICC
UICC (2002).
8) Histopatologi
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma pada
nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi), karsinoma tidak
berkeratinisasi dan karsinoma tidak berdiferensiasi. Limfoepitelioma, sel
transisional, sel spindle, sel clear, anaplastik dan lain-lain dimasukkan dalam
kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai macam
kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan cis-
platinum sebagai inti. Pemberian ajuvan kemoterapi selain cis-platinum
ci s-platinum dapat juga
bleomycin dan 5-fluorouracil. Kemoterapi yang banyak digunakan saat ini adalah
platinum based (CCPD) yang diberikan 30-40 mg/m, diikuti 2 setengah jam
kemudian oleh radiasi.
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di
leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah
penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan
jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi menjadi
menjadi dua
kelompok besar, yaitu Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin.
utama berupa sel datia tumor berinti tunggal, inti banyak atau berinti sepasang
simetris (secara terpisah disebut dengan sel Hodgkin atau sel Reed-Sternberg) yang
tersebar sporadic, dengan latar belakang berbagai jenis sel radang reaktif non
neoplastic, termasuk limfosit, sel plasma, granulosit eosinofilik dan unsur selular
lain dan matriks fibrosis. Menurut klasifikasi WHO, limfoma Hodgkin dapat dibagi
menjadi: HL jenis predominan limfosit nodular dan HL klasik, yang terakhir lebih
lanjut dibagi menjadi: jenis nodular sclerosis, jenis klasik sarat limfosit, jenis sel
2. Etiologi
Terdapat kaitan jelas antara HL dan infeksi virus EB (Ebstein Barr). Pada
kelompok terinfeksi HIV, insiden HL agak meningkat dibandingkan masyarakat
umum, selain itu menifestasi klinis HL yang terkait HIV sangat kompleks, sering
kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang jarang ditemukan,
seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dll.
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya NHL,
bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1
berkaitan dengan leukimia sel T dewasa; virus imunodefisiensi hummanus (HIV)
menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya
limfoma sel B keganasan tinggi; virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan
timbulnya limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus Ebstein Barr (EBV)
telah ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika; infeksi kronis
Helicobacter pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi
eliminasi H. Pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma
lambung. Defek imunitas dan regulasi-menurun imunitas berkaitan dengan timbulan
NHL, termasuk AIDS, reseptor cangkok organ, sindrom defek imunitas kronis
(agamaglobinemia, sindrom Wiskott-Aldrich), penyakit autoimun (sindrom
( sindrom Sjogren,
penyakit rematoid, lupus eritematosus, tiroiditis Hashimoto) dll. Obat seperti
fenitoin dan radiasi dapat menimbulkan setiap fase
f ase penyakit limfoproliferatif hingga
limfoma.
3. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-spesifik,
non-spesifik,
diantaranya:
Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
Demam 38oC >1 minggu tanpa sebab yang
yang jelas
Keringat malam banyak
Cepat lelah
Penurunan nafsu makan
Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau
pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat
Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang
kurang baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB
( KGB berukuran > 6-10 cm
atau mediastinum >33% rongga toraks). Menurut Lymphoma International
Prognostic Index, temuan klinis yang mempengaruhi prognosis penderita LNH
adalah usia >60 tahun, keterlibatan kedua sisi diafragma atau organ ekstra nodal
(Ann Arbor III/IV) dan multifokalitas (>4 lokasi).
Pada umumnya karakteristik klinis Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma Non
terfiksasi, bila mengenai kulit permukaan tampak merah, udem, nyeri, pada
stadium lanjut dapat berulserasi.
Pada HL sering terjadi demam, keringat dingin, ruam kulit, pruritus, eosinofilia,
dll.; reaksi hipersensitif kulit tertunda postif, juga sering ditemukan reaksi
terhadap berbagai antigen
reaksi terapi lebih baik. Sedangkan kasus NHL (selain jenis keganasan rendah)
sering kali progresi lebih cepat, perjalanan penyakit lebih pendek, reaksi terapi
tidak seragam, walaupun terjadi remisi tapi mudah kambuh, prognosis lebih
buruk.
4. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Umum:
Kelainan/pembesaran organ
c. Pemeriksaan Diagnostik
Biopsi:
Imunohistokimia
Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak cukup
hanya dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana KGB sulit dibiopsi,
maka kombinasi core biopsy FNAB bersama-sama dengan teknik lain
(IHK, Flowcytometri dan lain-lain) mungkin mencukupi untuk diagnosis
Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparotomi
Laboratorium:
Rutin
Hematologi:
1) Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht, leukosit, trombosit, LED,
hitung jenis
2) Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah
Analisis urin : urin lengkap
Kimia klinik:
1) SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein total,
albumin-globulin
2) Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin
3) Gula Darah Sewaktu
Cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor serebrospinal)
Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin,
disamping pemeriksaan rutin lainnya.
Imunofenotyping minimal dilakukan pemeriksaan imunohitstokimia (IHK)
jantung
Keterangan :
A : Tanpa
Tanpa gejala konstitusional
konstitusional
B : Dengan gejala konstitusional
E : Keterlibatan ekstranodal
B Cell Neoplasm
Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe limfoma (jenis
histologi), stadium, sifat tumor (indolen/progresif), usia, dan keadaan umum pasien.
6. Kemoterapi intensif ± Total Body irradiation (TBI) diikuti dengan stem cell
resque dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu
7. Raditerapi paliatif, diberikan pada tumor yang besar (bulky) untuk
mengurangi nyeri/obstruksi.
LNH INDOLEN RELAPS
Pada kondisi tumor non bulky (diameter tumor< 10 cm) dengan kriteria:
pasien muda risiko rendah atau rendahmenengah (aaIPI score
s core ≤1) dan risiko
tinggi atau menengahtinggi (aaIPI ≥2), bila fasilitas memungkinkan,
kemoterapi kombinasi R-CHOP 6-8 siklus merupakan protokol standar saat ini
serta dapat dipertimbangkan pemberian radioterapi (untuk konsolidasi).
LNH STADIUM I-II (BULKY), III DAN IV
dengan medan lebih kecil, atau pasca kemoterapi dengan formula 3-4 kur
diberikan radioterapi area terkena.
Stadium IIA (LPHD), stadium IA atau IIA (NSHL, MCHL atau LRCHL)
radioterapi area terkena, atau radioterapi dengan medan lebih luas; bila lesi
terletak intradiafragma, bila lesi stadium IA di abdomen atas, dapat
dipertimbangkan hanya diradioterapibatau pasca kemoterapi dengan formula
ABVD 3-4 kur diberikan radioterapi area terkena; sedangkan stadium IA di
abdomen bawah atau stadium IIA makan dianjurkan pasca tkemoterapi
dengan formula ABVD 3-4 kur diberikan radioterapi area terkena.
Kasus stadium I-II dengan factor prognostic buruk semuanya dianjurkan
pasca kemoterapi dengan formula ABVD 3-4 kur diberikan radioterapi area
terkena
Bila rekuren dalam waktu tidak sampai 1 tahun pasca terapi, khususnya pada
formula kemoterapi semula atau dengan formula lain yang tak memiliki
resistensi obat silang, masih terdapat harapan besarterjdi remisi kedua dan
survival jangka panjang
Bila rekuren terjadi pada HL yang diterapi hanya dengan radioterapi, dapat
Pred. hanya dipakai pada kur pertama dank e-4. C-MOPP adalah memakai CTX
menggantikan HN2, dosisnya 650 mg/m2, d1, d8
CTX 650 mg/m2 (dosis dapat dinaikkan s/d 1250 mg/m2) iv, dl
VP-16 100 mg/m2 (dosis dapat dinaikkan s/d 200 mg/m2) dl-3
PCZ 100 mg/m2 Po, d1-7
Pred. 40 mg/m2 Po, d1-14
ADR 25 mg/m2 (dosis dapat dinaikkan s/d 35 mg/m2) iv, dl
BLM 10 U/m2 iv, d8, harus didahului hidrokortison 100 mg iv
VCR 1,4 mg/m2 iv, d8 (maksimal 2 mg)
Diulangi setiap 3 minggu
11. Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna,
yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena
12. Prognosis
Stadium IV
Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai
90%, sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan
hidupnya hanya 59%.
Faktor risiko adalah usia, pembesaran nodul lebih dari 4 cm, massa leher baru
atau membesar, paralisis pita suara atau serak, adanya nodul yang terfiksasi, ekstensi
ekstra-tiroid, dan defisiensi iodium
5. Pemeriksaan klinis Histopatologis
a. Karsinoma papiler sering bermanifestasi sebagai lesi soliter atau multifokal
didalam tiroid. Pada sebagian kasus tumor ini dapat berbatas tegas dan bahkan
bersimpai. Tumor ini juga dapat menginfiltrasi parenkim se
sekitar
kitar dengan batas
yang tidak jelas. Inti sel karsinoma papilermengandung kromatin yang tersebar
sangat halus, memberikan penampakan jernih secara optikal, sehingga disebut
inti ground glass. Selain itu invaginasi sitoplasma dapat dapat memberikan
gambaran inklusi intranuklear pada potongan melintang. Papil neop
neoplastik
lastik biasa
ditemukan memiliki tangkai fibrovaskuler yang padat. Struktur kalsifikasi
konsentris disebut jisism psammoma sering terdapat dalam papil.
b. Karsinoma folikuler
Pada pemeriksaan mikroskoik sebagian besar karsinoma folikuler terdiri atas
sel yang relatife uniform yang membentuk folikel kecil, menyerupai tiroid
normal. Karsinoma folikuler dapat invasi luas, menginviltrasi arenkim tiroid
dan jaringan lunak ekstratiroidal.
beranfas yang
yang bervariasi intensitasnya. Ketika tumor mneginviltrasi trakea dapat
dapat
timbul dipsnea atau hemoptoe, bila tumor mendesak esofagus dapat timbul
disfagia, bila tumor menginfiltrasi nervus laringeus rekuren dapat timbul suara
serak.
c. Pembesaran kelenjar limfe leher : ketika tumor mengalami metastasis kelenjar
limfe, sering teraba pembesaran kelenjar limfe leher profunda superior, media,
inferior.2
7. Diagnosis
tumor di leher, ada tidaknya gejala desakan atau inviltrasi lokal, ada
tidaknyamanifestasi sindrom karsinoid, ada tidaknya riwayat keluarga dengan
gangguan tiroid.
b. Pemeriksaan fisik harus menitikberatkan perhatian pada jumlah, ukuran,
bentuk, konsistensi, mobilitas, permukaan licin
li cin atau tidak, ada tidaknya n
nyeri
yeri
tekan, aakah bergerak naik turun sesuai gerakan menelan, kelenjar limfe
membesar atau tidak,gerakan pita suara. Bila terdapat kondisiberikut ini maka
harus mewaspadai atau memikirkan kemungkinan kanker tiroid :
Pria dan anak, kemungkinan kanker besar, 50% nodul tiroid pada masa
8. Penatalaksanaan
a. Terapi operatif
Penanganan terhadap kanker primer :
Labektomi unilateral plus ismektomi : bila tumor terbatas pada satu sisi
tiroid
Tiroidektomi total : bila lesi tiroid mengenai kedua lobus, atau kanker tiroid
sudah memiliki metastasis jauh, memerlukan terapi dengan isotop pasca
operasi, tetapi harus dilakukan tiroidektomi terlebih dahulu.
Reseksi diperluas lobus residual unilateral : terhadap tumor tiroid dengan
sifat tidak jelas dialakukan eksisi lokal tumor , pasca operasi secara
patologik ganas, dialakukan lagi operasi mengangkat
mengangkat lobus residual.
Metastasis kelenjar limfe reginal karsinoma tiroid meliputi kelenjar limfe regio
leher dan mediastinum superior. Pada kasus dengan metastasis kelenjar limfe
negatif, umumnya dianjurkan untuk pembersihan secara selektif kelenjar limfe
leher. Sedangkan ada kasus metastasis kelenjar limfe yang positif, harus dilakukan
operasi pembersihan kelenjar limfe kuratif.2
radi terapi rutin, selain itu organ sekitarnya seperti kartilago thyroidea,
trakea, medulla spinal dan laiinnya, kurang tahan terhada radiasi, sehingga
pada umumnya tidak dianjurkan rad
radioterapi
ioterapi adjuvan rutin p
pasca
asca operasi atau
radioterapi eksternal murni. Indikasi radioterapi umumnya dianggap
mencakup karsinoma tak berdiferensiasi, karsinoma tiroid berdiferensiasi,
karsinoma tiroid berdiferensiasi pasca operasi, lesi yang tidak mengambil I
131, metastasis otak dan lain lain.
Radioterai internal : radiasi iodium 131 berefek destruktif terhada jaringan
9. Prognosis
Prognosis karsinoma tiroid bervariasi besar. Ada yang tumbuh lambat, sangat
sedikit membawa kematian. Ada yang tumbuh cepat, angka kematian tinggi. Faktor
DAFTAR PUSTAKA