Anda di halaman 1dari 36

MANAJEMEN BENCANA LANJUT IV

MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN
ATONIA UTERI DAN RETENSIO PLASENTA.

Disusun Oleh : Kelompok 4


1. Edo Andrian
2. Meidyah Pitaloka
3. Nadiya Ayu Nopihartati
4. Rapika Aprilliani
5. Tiara Afriani
Dosen Pembimbing: Asmawati S.Kp,.M.Kep

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
            Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini,
dengan judul Manajemen Kegawatdaruratan Maternitas Atonia uteri dan Retensio
plasenta. Dalam penulisan Makalah ini Kami tidak henti-hentinya mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
Makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan memberikan informasi tentang
Asuhan keperawatan pada Manajemen Kegawatdaruratan Maternitas Atonia uteri
dan Retensio plasenta.
           Kami sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan sebagaimana pepatah “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh
karenanya kami membuka tangan selebar-lebarnya guna menerima saran dan
kritik membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami mengharapkan agar makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

                                                                        Bengkulu, Mei 2020


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendarahan Post partum adalah masa sesudah persalinan dan
kelahiran bayi plasenta serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan
kembali organ kandung seperti sebelum hamil dengan waktu kurang dari
enam minggu (saleha,2009). Berdasarkan kondisi diatas dapat dilihat
bahwa pendarahan post partum dapat terjadi karena stres, yakni merasa
tidak sanggup menjalani peran baru ditambah dengan lingkungan yang
sama sekali tidak mendukung. Tetapi dalam lingkup kehidupan di
masyarakat mereka menyebutnya dengan masa nifas dan masyarakat
percaya setelah perdarahan post partum semuanya akan berjalan dengan
normal (tidak beresiko) sehingga tidak memerlukan permeriksaan
tambahan.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum
dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan
histerektomi peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama
untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi
karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi
pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.
Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak
berkontraksi. Batasan atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi
setelah janin dan plasenta lahir.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar
gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu
setengah jam (Ida Bagus Gde Manuaba, 2008). Pada proses persalinan,
kelahiran placenta kadang mengalami hambatan yang dapat berpengaruh
bagi ibu bersalin.
Dimana terjadi keterlambatan bisa timbul perdarahan yang
merupakan salah satu penyebab kematian ibu pada masa post partum.
Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan
karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada
batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta
sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat
timbul perdarahan masa nifas.
Menurut data World Health Organization (WHO), sebanyak 99%
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara–
negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara berkembang merupakan
yang tertinggi, dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Jika
dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51
negara berkembang (Mislawati, 2011).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari makalah ini mahasiswa dapat mengetahui
tentang penyakit asmatikus dan asuhan keperawatan terhadap klien
dengan Atonia uteri dan Retensio plasenta.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Atonia uteri dan
Retensio plasenta.
b. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi Atonia uteri dan Retensio
plasenta.
c. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis Atonia uteri dan
Retensio plasenta.
d. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi Atonia uteri dan
Retensio plasenta.
e. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang Atonia uteri
dan Retensio plasenta.
f. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan Atonia uteri dan
Retensio plasenta.
g. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi Atonia uteri dan Retensio
plasenta.
h. Mahasiswa dapat mengetahui pengkajian pada klien
Kegawatdaruratan Sistem Reproduksi Atonia uteri dan Retensio
plasenta.
i. Mahasiswa dapat mengetahui diagnosa pada klien
Kegawatdaruratan Sistem Reproduksi Atonia uteri dan Retensio
plasenta.
j. Mahasiswa dapat mengetahui perencanaan pada klien
Kegawatdaruratan Sistem Reproduksi Atonia uteri dan Retensio
plasenta.
k. Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan, SOP dan
Algoritma Kegawatdaruratan Sistem Reproduksi Atonia uteri dan
Retensio plasenta.
C. Manfaat
Agar mahasiswa dapat belajar mengetahui tentang konsep pengertian ,
etiologi , klasifikasi , manifestasi klinis , patofisiologi , komplikasi ,
pemeriksaan Diagnostik ,penatalaksaan dan asuhan keperawatan
Kegawatdaruratan Sistem Reproduksi.
D. Sistematika Penulisan
1. BAB I Pendahuluan : Dalam bab ini terdiri atas latar belakang, tujuan,
manfaat dan sistematika penulisan.
2. BAB II Pembahasaan : Dalam bab ini terdiri atas konsep Sistem
Respirasi Asmatikus
3. BAB III Konsep Asuhan Keperawatan : Dalam bab ini terdiri dari
Konsep Askep Kegawatdaruratan Sistem Reproduksi Atonia uteri dan
Retensio plasenta.
4. BAB IV Penutup : Bagian bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc
dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan
terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih
dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah
kelahiran bayi (Ripley, 1999). Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana
Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang
keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.
(Apri, 2009).
Pendarahan post partum kala IV yang lebih dari 500-600 ml
dalam masa 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Menurut waktu
terjadinya dibagi atas dua bagian. Pendarahan postpartum primer dan
pendarahan post patum sekunder (Amru sofian, 2010). Meskipun
pengeluaran darah yang melebihi 500 ml beluum pasti merupakan suatu
kejadian abnormal untuk persalinan pervagina, namun kehilangan darah
yang sebenarnya biasanya dua kali lipat dari pada yang diperkirakan. Oleh
karena itu, perkiraan kehilangan darah yang lebih dari 500 ml seyogyanya
menimbulkan peringatan bahwa wanita yang bersangkutan sedang
mengalami perdarahan hebat.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar
gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus
Retensio plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari pendarahan post
partum (20% - 30% kasus ). Kejadian ini harus di diagnosis secara dini
karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk
diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis upada
retensio plasenta,resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada persalinan
normal (Ramadhani,2011).
Berdasarkan kondisi diatas dapat dilihat bahwa pendarahan post
partum dapat terjadi karena stres, yakni merasa tidak sanggup menjalani
peran baru ditambah dengan lingkungan yang sama sekali tidak
mendukung. Tetapi dalam lingkup kehidupan di masyarakat mereka
menyebutnya dengan masa nifas dan masyarakat percaya setelah
perdarahan post partum semuanya akan berjalan dengan normal (tidak
beresiko) sehingga tidak memerlukan permeriksaan tambahan.

B. Etiologi
Kondisi dalam perasalinan sangat sulit menentukan jumlah
perdarahan karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pakaian atau
kain alas tidur. Sehingga penentuan untuk perdarahan dilakukan setelah
bayi baru lahir dan penentuan jumlah peradrahan dilihat dari pendarahan
lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda-tanda vital
(Abdul Bahri) pendarahan postpartum bisa disebabkan karena :
1. Atonia uteri
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya
miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir. Pendarahan
post partum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat serat
miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat pelengketan plasenta (Wiknjosastro,
2011). Beberapa faktor Predisposisi yang lainnya yang terkait dengan
perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri,
diantaranya adalah :
1. Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama
kehamilan, diantaranya :
a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
b. Kehamilan gemelli
c. Janin besar (makrosomia)
d. Kala satu atau kala 2 memanjang
e. Persalinan cepat (partus presipitatus)
f. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
g. Infeksi intrapartum
h. Multiparitas tinggi
i. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre
eklamsi / eklamsia.
2. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan
karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah
lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta merupakan etiologi
tersering kedua dari pendarahan post partum (20% - 30% kasus ).
Kejadian ini harus di diagnosis secara dini karena retensio plasenta
sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis utama sehingga
dapat membuat kesalahan diagnosis upada retensio plasenta,resiko
untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada persalinan normal
(Ramadhani,2011). Beberapa faktor Predisposisi yang lainnya yang
terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh
retensio plasenta, diantaranya adalah :
1. Grandemultipara
2. Kehamilan Ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang
agak luas.
3. Kasus inferilitas, karena lapisan endometriumnya tipis
4.  Plasenta previa, karena di bagian istmus uterus, pembuluh darah
sedikit, sehingga perlu masuk jauh kedalam.
5. Bekas operasi pada uterus.
C. Manifestasi klinis
Setelah persalinan pasien mengeluh lemah, pucat, berkeringat
dingin, mengigil,pusing,gelisah,hipernea, HB <8 g% karena kehilangan
darah lebih dari normal dan dapat terjadi syok hivopolemik, tekanan darah
rendah, ekstremitas dingin,mual (Abdul Bahri, 2010).
a. Tanda dan gejala atonia uteri adalah:
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan
darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar
disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak
mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan
menggumpal
4. Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
b. Tanda dan gejala Retensio plasenta
Retensio plasenta gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah
30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang
kadang timbul : Tali pusat putus akibat kontraksi berlebihan, inversi
uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
Tabel : Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
Separasi / akreta Plasenta
Gejala Plasenta akreta
parsial inkarserata
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali

D. Patofisiologi
Faktor resiko yang terdiri dari : Grande multipara,jarak persalinan

kurang dari 2 tahun,persalinan dengan tindakan : pertolongan

dukung,tindakan paksa,dengan narkosa,kelahiran sulit atau normal dari

plasenta,penyakit yang diderita (penyakit jantung,DM,dan kelainan

pembekuan darah ) dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri,trauma

genital (perineum,vulva,vagina,servik,atau uterus). Retensio plasenta, sisa

plasenta dan robekan jalan lahir. Pada atonia uterus ditandai dengan

uterus tidak berkontraksi dan lembek menyebabkan pembuluh darah pada

bekas implementasi plasenta terbuka sehingga menyebabkan pendarahan.

Pada genetelia terjadi robekan atau luka episotomi, ruptur verikositis,

inversi uterus menyebabkan pendarahan. Pada retensio plasenta

ditandai dengan plasenta belum lahir setelah 30 menit. Sisa plasenta

ditandai dengan palsenta atau selaput (mengandung pembuluh darah)

tidak lengkap dan robekan jalan lahir, jika ditangani dengan tidak baik

dapat menimbulkan komplikasi : dehidrasi,hivolemik, syok hipovolemik,

anemia berat,infeksi dan syok septik,sepsis purpuralis,emboli paru. Pada

kehamilan berikutnya dapat mengalami aborsi spontan, hipoksia intra

uterin, reterdasi pertumbahan intra uteri dan dampak terkahir

menimbulkan kematian ( Maritalia D,2012).


E. Pemeriksaan Diagnostik / penunjang
1. Pemeriksaan penunjang atonia uteri
a. Pemeriksaan darah rutin, utamanya pemeriksaan Hemoglobin.
Umumnya jika terjadi perdarahan masif dapat ditemukan hasil Hb
kurang dari 8 g/dL. selain itu apabila pada saat asuhan antenatal
ditemukan bahwa ibu mengalami anemia, maka keadaan ini dapat
segera dikoreksi.
b. Pemeriksaan golongan darah juga dilakukan untuk kepentingan
tatalaksana bila pasien membutuhkan transfusi darah. Transfusi
sebaiknya tidak ditunda dan tidak diputuskan berdasarkan kadar
hemoglobin semata, tetapi sebaiknya dilakukan berdasarkan kondisi
klinis pasien.
c. Pemeriksaan waktu perdarahan atau waktu pembekuan, trombosit,
protrombin dan partial prothrombin time / PTT, untuk menyingkirkan
kemungkinan gangguan faktor pembekuan darah.
d. Pemeriksaan fibrinogen atau D-dimer dapat digunakan untuk
membantu penegakan diagnosis disseminated intravascular
coagulation (DIC).
e. Pemeriksaan USG dilakukan untuk melihat apakah terdapat sisa
plasenta ataupun gumpalan darah. Kemudian apabila dilakukan pada
saat antenatal dapat membantu dokter mendeteksi plasenta previa dan
plasenta akreta.
2. Untuk memperkuat adanya dugaan retensio plasenta maka dilakukanlah
pemeriksaan penunjang yang meliputi :
a) Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit.
Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b) Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time
(PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana
dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk
menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
F. Penatalaksanaan
1. Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena
sehingga dapat memberi waktu untuk menegakan diagnosis dan
menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksugen
dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling 1 jalur
intravena pada wanita dengan resiko peradrahan postpartum dan
dipertimbangkan jalur ke dua pada pasien dengan resiko sangat
tinggi
Berikan resusitasi dengan cairan kristolid dalam volume
yang besar baik normal salin ( NS/NaCl) atau cairan Ringger Laktat
melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok
pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasinya
dengan sebagian obat dan trafusi darah. Resiko terjadinya asidosis
hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan
postpartum.
Bila dibutuhkan cairan kristolid dalam jumlah banyak (>10L)
dapat dipertimbangkan penggunaan cairan ringger laktat. Cairan
yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penaganan peradarahan postpartum. Perlu di ingat bahwa kehilangan
1L darah perlu pergantian 4-5 L kristaloid karena sebagian besar
cairan infus tidak bertahan di ruang intravasculer, tetapi terjadi
pergeseran keruang interstisial. Pergrseran ini bersamaan dengan
pengunaan oksitosin, dapat partum.
Ginjal normal dengan mudah mengeksresi kelebihan cairan.
Dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab
perdarahan dapat ditangani. Kehilangan darah yang banyak, biasanya
membutuhkan penambahan tranfusi sel darah merah. Cairan koloid
dalam jumlah besar (1.000-1.500 Ml/hari ) dapat menyebabkan efek
yang buruk pada hemotosis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti
lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko
terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid,
maka cairan kristoloid tetap direkomendasikan.
2. Tranfusi Darah
Tranfusi darah perlu diberikan bila peradarahan masih terus
berlanjut dan diperkirakan akan melibihi 2.000 mL atau keadaan
klinis pasien menunjukan tanda tanda syok walaupun telah dilakukan
resusitasi cepat. PRC digunakan dengan komponen darah lain dan
diberikan jika terdapat indikasi. Para klinis harus memperhatikan
darah trafusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan jumlah produk darah
yang tersedia dalam keadaan gawat. Tujuan tranfusi adalah
memasukan 2-4 unit PRC untuk mengantikan pembawa oksigen yang
hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat
sangat kental yang d dapat diatasi dengan menambahkan 100mL NS
pada masing masing unit. Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat
untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat
menyebabkan penyumbatan.
G. Pencegahan

Mencegah atau sekurang kurangnya bersiap siaga pada kasus


kasus yang di sangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan
pencegahan tidak saja dilakukan waktu brsalin,namun sudah dimulai
sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu
yang mempunyai presposisi atau riwayat pendarahan postpartum sangat
di anjurkan untuk bersalin di Rumah sakit. Dirumahsakit diperuksa
keadaan fisik,keadaan umum,kadar Hb,golongan darah,dan bila mungkin
tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan,dipersiapkan
keperluan untuk infus dan obat-obatan. Setelah ketuban pecah kepala
janin mulai membuka vulva,infus dipasang, dan sewaktu bayi lahir
diberikan ampul mathergin atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon
(sintosinon intravena) (Alden.K.R.2004).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Pengkajian Primer
1. Airway
a. Tidak ada sumbatan jalan nafas yang dapat mengganggu pada pasien
dengan penyakit Atonia uteri dan Retensio plasenta.
b. Tidak ada resiko terjadinya aspirasi pada Atonia uteri dan Retensio
plasenta.
c. Tidak ada suara nafas tambahan
d. Tidak ada pergerakan dada abnormal
2. Breathing
a. Frekuensi pernapasan bisa meningkat akibat cemas ataupun khawatir
b. Tidak ada pernafasan cuping hidung
c. Tidak ada pengunaan otot bantu nafas
d. Tidak ada kelemahan otot pernafasan
e. Irama pernafasan teratur
3. Circulation
a. Hipertensi atau hipotensi mungkin ada
b. Pucat
c. Pusing
d. Perdarahan yang terus menerus dan banyak
e. Tekanan darah akan menurun jika ditemui adanya tanda syok
f. adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit.
g. Capillary time > 3 detik
h. Turgor kulit menurun
i. Membrane mukosa kering dan pucat
j. Volume urine menurun
k. Merasa Lemah
l. Merasa haus
m. Konjungtiva anemis
4. Disability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan Atonia uteri
dan Retensio plasenta mengalami Delerium (Gelisah). Disamping itu pasien
masih dapat berespon meskipun bingung dan tidak mampu menyelesaikan
satu kalimat akibat gelisah dalam menahan nyeri.Namun pada pasien Atonia
uteri dan Retensio plasenta mengalami Delerium (Gelisah) semua Motorik
(mengikuti perintah).
5. Exposure
Pemeriksaan fisik Head to toe
a) Rambut dan kulit: Laju pertumbuhan rambut berkurang.
b) Mata : pucat, anemis
c) Hidung : tidak ada masalah
d) Gigi dan mulut: tidak ada masalah
e) Leher : Tidak ada masalah
f) Payudara: Peningkatan pigmentasi areola putting susu. Bertambahnya
ukuran dan noduler
b) Pengkajian sekunder
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik head to toe.
c. Pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran
d. Eliminasi
e. Makanan/cairan
f. Nyeri/kenyamanan
B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,


keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial,
dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya. Perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status
kesehatan klien (Potter &Perry,2005).

Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien Atonia uteri dan
Retensio plasenta berdasarkan respon pasien yang disesuaikan dengan SDKI
(2016) yaitu:
NO DATA SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF ETIOLOGI DIAGNOSA
Data Subjektif Mayor :  Kehilangan
Tidak Tersedia cairan aktif
Data Objektif Mayor :  Kegagalan
 Frekuensi Meningkat mekanisme
 Nadi Teraba lemah regulasi
 Tekanan darah meningkat  Peningkatan
 Tekanan nadi menyempit permeabilitas

 Turgor kulit menurun kapiler

 Membrane mukosa kering  Kekurangan

 Volume urine menurun intake cairan


2  Evaporasi HIPOVOLEMIA
 Hematokrit meningkat
Data Subjektif Minor :
 Merasa Lemah
 Merasa Haus
Data Objektif Minor:
 Perngisian vena menurun
 Status mental berubah
 Suhu tubuh meningkat
 Konsentrasi urine meningkat
 Berat badan turun tiba- tiba
2 Data Subjektif Mayor  Hiperglikemia PERFUSI
Tidak Tersedia  Penurunan JARINGAN
Data Objektif Mayor konsentrasi PERIFER
 Pengisian kapiler > 3 detik haemoglobin TIDAK
 Nadi perifer menurun atau  Peningkatan EFEKTIF
tidak tekanan darah
 Akral teraba dingin  Kekurangan
 Warna kulit pucat volume cairan

 Turgor kulit menurun  Penurunan

Data Subjektif Minor aliran arteri dan

 Parastesia atau vena

 Nyeri Ekstremitas  Kurang terpapar

Data Objektif Minor informasi


tentang faktor
 Edema
pemberat
 Penyembuhan Luka Lambat
 Kurang terpapar
 Indeks Ankle-Brankial
informasi
<0,90
tentang proses
 Bruit Femoral
penyakit
 Kurang
aktivitas fisik
1 Data Subjektif Mayor :  Agen pencedera NYERI AKUT

 Mengeluh nyeri fisiologi (


Data Objektif Mayor : mis,inflamasi,
 Tampak meringis iskemia,
 Bersikap protektif (mis neoplasma )
waspada posisi Menghindari  Agen pencedera
nyeri ) kimiawi (
 Gelisah mis,terbakar,

 Frekuensi nadi meningkat bahan kimia

Sulit tidur irita)


 Agen
Data Subjektif Minor :
pecendera fisik
( tidak tersedia ) (Pisah asbes
Data Objektif Minor: amputasi
 Tekanan darah meningkat ngangkat
 Pola nafas berubah kayu ,terbakar,

 Nafsu makan berubah terpotong ,

 Proses berfikir terganggu mengangkat


berat, prosedur
operasi, trauma,
latihan fisik
berlebihan
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah rencana keperawatan yang akan
perawat rencanakan kepada klien sesuai dengan diagnosa yang
ditegakkan sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi (wilkinson, 2016).
Secara teori rencana keperawatan dituliskan sesuai dengan rencana dan
kreteria hasil berdasarkan Standat Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI )danStandar Luaran Keperawatan Indonesia(SLKI)
D. Intervensi keperawatan
TUJUAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
RASIONAL
HASIL
1. Hipovolemia b/d Kehilangan Setelah dilakukan intervensi NIC : Manajemen Cairan
Cairan Aktif keperawatan selama 1x24 jam,1. Monitor status hidrasi 1. Status hidrasi
Data Subjektif Mayor : diharapkan (NOC) menunjukan kondisi
Tidak Tersedia Keseimbangan Cairan pasien kekurangan
Data Objektif Mayor : ditingkatkan ke 4 cairan
 Frekuensi Meningkat 1 sangat terganggu 2. Pemasukan cairan melalui IV 2. Memenuhi cairan dalam
 Nadi Teraba lemah 2 banyak terganggu tubuh secara cepat lewat

 Tekanan darah 3 cukup terganggu intravena

meningkat 4 sedikit terganggu 3. Monitor ttv pasien 3. Tanda- tanda vital dapat

 Tekanan nadi 5 tidak terganggu digunakan untuk

menyempit Kriteria Hasil memonitor keadaan

 Turgor kulit menurun  Merasa lemah (4) umum pasien


4. Monitor Perdarahan 4. Mengetahui kehilangan
 Membrane mukosa Haus (4)
 Kulit Kering(4) cairan dari banyaknya
kering
jumlah darah yang
 Volume urine menurun  Membrane mukosa (4)
hilang sehingga
 Hematokrit meningkat  Penurunan turgor kulit (4) memaksimalkan cairan
Data Subjektif Minor :  Hematokrit (4) yang masuk
 Merasa Lemah  Frekuensi Bak (4) 5. Hasil laboratorium dapat

 Merasa Haus  Frekuensi Perdarahan(4) 5. Monitor hasil laboratorium mengindikasikan

Data Objektif Minor: kekurangan cairan

 Perngisian vena seperti hematokrit

menurun 6. Cairan yang masuk

 Status mental berubah 6. Monitor intake cairan harus sesuai dengan


kebutuhan pasien
 Suhu tubuh meningkat
7. Asupan oral dapat
 Konsentrasi urine
7. Tingkatkan asupan oral meningkatkan cairan
meningkat
dalam tubuh pasien
 Berat badan turun tiba-
8. Memberikan asupan
tiba
8. Berikan cairan dengan tepat intake yang sesuai untuk
penambahan cairan
dalam tubuh pasien
9. Berkonsultasi dengan
9. Konsultasikan dengan dokter dokter memungkinkan
jika tanda kekurangan cairan menyiapkan intervensi
memburuk selanjutnya apabila
terjadi kekurangan
cairan signifikan
Setelah dilakukan Asuhan SIKI : Manajemen Nyeri
1. Nyeri Akut berhubungan keperawatan 3 x 24 jam
dengan Agen pencedera diharapkan : a. Monitor
fisiologi . SLKI : 1. Indetifikasi lokasi, 1. Mengetahui nyeri yang
 Ditingkatkankelevel 4 karakteristik, durasi, dirasakan pasien berada
Definisi : Pengalaman  Dipertahankankelevel3. frekuensi, kualitas, di skala berapa
sensorik atau emosional Level bersihan jalan nafas : intensitas nyeri
yang berkaitan dengan 1. Menurun 2. Indetifikasi skala nyeri 2. Mengetahui skala nyeri
kerusakan jaringan actual yang dirasakan
2. Cukup Menurun
atau fungsional, dengan 3. Indetifikasirespon nyeri 3. Mengetahui raut atau hal
3. Sedang
onset mendadak atau non verbal yang di tampakan
4. Cukup Meningkat
lambat Dari berintensitas 4. Indetifikasi identivikasi 4. Mengetahui faktor yang
5. Meningkat
ringan hingga berat yang factor yang memperberat dapat memperberat dan
berlangsung kurang dari 3 dan memper ringan nyeri. memperingan nyeri
Dengan indikator/ kriteria
bulan 5. Indetifikasi pengaruh pasien
hasil :
budaya terhadap respon 5. Mengetahui apa saja
1. Keluhan nyeri (4)
Ditandai dengan : 2. Meringis (4) nyeri. yang dilakukan
DO: Tampak meringis, 3. gelisah (4) berdasarkan budaya
Bersikap protektif (mis 4. Sikap protektif (4) 6. Monitor keberhasilan pasien
waspada posisi
5. Diaphoresis (4) terapi komplementer yang 6. Mengetahui terapi
Menghindari sudah diberikan. komplementer yang
6. Perineum terasa tertekan
nyeri,Gelisah, Frekuensi 7. Monitor efek samping diberikan
(4)
nadi meningkat,Sulit tidur. penggunaan analgentik 7. Mengetahui efek
7. Uterus teraba membulat
Tekanan darah meningkat, samping penggunaan
(5)
Pola nafas berubah, Nafsu obat anti nyeri
8. Ketengan otot (5) b. Terapeutik
makan berubah, Proses
8. Berikan teknik non
berfikir terganggu, Menarik
farmakologis untuk 8. Mengajarkan cara nafas
diri, Berfokus pada diri
mengurangi rasa nyeri dalam, atau hal kecil
sendiri, Diaforesis.
(mis TENS, hipnosis, yang dpat dilakukan
DS : Mengeluh
akkupressure, terapi
nyeri
musik, dll)
9. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri 9. Mengontrol lingkungan
agar mekanisme stree
c. Edukasi koping tidak bertambah
10. Jelaskan penyebab, 10. Memnjelaskan
periode, dan pemicu nyeri kepada keluarga dan
d. Kolaborasi pasien apa saja yang
Kolaborasi pemberian dapat memperberat nyeri
analgetik jika perlu 11. Mengurangi nyeri
yang dirasakan
2 Perfusi Jaringan Perifer Tidak Setelah dilakukan intervensi NIC : Pengurangan
Efektif b/d penurunan keperawatan selama 1x24 jam, Perdarahan
konsentrasi haemoglobin dan diharapkan (NOC) Perfusi
kehilangan cairan aktif Jaringan : Perifer ditingkatkan 1. Dapatkan Riwayat kehilangan 1. Mengetahui criteria
Data Subjektif Mayor ke 4 darah dari pasien secara pasti kehilangan
Tidak Tersedia 1. Deviasi berat dari kisaran darah pada diri pasien
Data Objektif Mayor normal 2. Tinjau faktor resiko yang 2. Mengtahui secara pasti
 Pengisian kapiler > 3 2. Deviasi yang cukup besar berhubungan dengan apa faktor predisposisi
detik dari kisaran normal perdarahan pada kehamilan pemberat sehingga
 Nadi perifer menurun 3. Deviasi sedang dari kisaran mengalami masalah
atau tidak normal perdarahan
 Akral teraba dingin 4. Deviasi ringan dari kisaran 3. Dapatkan suatu perkiraan 3. Memperkirakan usia
 Warna kulit pucat normal yang akurat mengenai usia kehamilan sehingga
 Turgor kulit menurun 5. Tidak ada deviasi dari kehamilan mengetahui secara pasti
Data Subjektif Minor kisaran normal perdarahan yang trejadi

 Parastesia Kriteria Hasil : 4. Periksa perineum untuk 4. Pemeriksaan perineum

 Nyeri Ekstremitas  Pengisian kapiler (4) mengetahui jumlah dan guni untuk melihat

Data Objektif Minor  Kekuatan denyut nadi (4) karakteristik darah karakteristik dan jumlah

 Tekanan darah (4) perdarahan terjadi


 Edema
5. Monitor ttv 5. Mengetahui keadaan
 Penyembuhan Luka  Mati rasa (4)
pasien sehingga dapat
Lambat  Muka pucat (4)
mencegah terjadinya
 Indeks Ankle-Brankial  Kelemahan otot (4)
syok akibat kehilangan
<0,90
darah
 Bruit Femoral
6. Monitor DJJ 6. Memperkirakan keadaan
bayi sehingga tidak
terjadi gawat janin
7. Dukung intake cairan adekuat 7. Mengganti cairan yang
hilang akibar proses
perdarahan
8. Kolaborasi pengambilan 8. Pemeriksaan diagnostic
darah untuk proses dapat dijadikan indikasi
pemeriksaan diagnostik pengangkatan diagnose
berkaitan dengan proses
perdarahan
9. Kolaborasi untuk persiapan 9. Persiapan operasi dapat
prosedur darurat perdarahan dilakukan guna
mempersiapkan apabila
terjadi hal yang tidak
diinginkan

SOP PENANGANAN ATONIA UTERI


No Kode : Ditetapkan Oleh
Terbitan : No Revisi
SOP ATONIA UTERI
: Tgl Mulai Berlaku : Halaman
:

1. Pengertian Penanganan atonia uteri adalah asuhan yang diberikan pada saat terjadi
perdarahan segera setelah plasenta lahir lebih dari 500 cc karena uterus
2. Tujuan tidak berkontraksi.
Sebagai pedoman kerja Bidan dalam penangan Atonia Uteri untuk
menghentikan
perdarahan, sehingga uterus berkontraksi dengan melakukan sedikit
3. Kebijakan intervensi
SK Kepala namun tetap
Puskesmas menjaga
No. keamanan
Tentang prosesKlinis
Palayanan penghentian
4. Referensi Buku Asuhan Persalinan Normal tahun 2008
5. Alat dan Bahan Alat :
Kateter Nelaton
Bengkok
Kain Alas Bokong Sarung
Tangan Panjang Sarung
Tangan Pendek APD
(Alat Pelindung Diri)
Bahan :
Infus RL
Oksitosin
Methyl Ergonetrin
Larutan Desinfektan
6. Langkah– Langkah Bagan Alir
1. Petugas mencuci tangan sebelum Masase fundus uteri segera setelah lahirnya
dan sesudah melakukan tindakan
2. Petugas menyiapkan alat-alat dan
bahan.
3. Petugas memberi tahu maksud
tindakan tersebut kepada pasien. Ya Evaluasi rutin
4. Petugas memakai sarung tangan Uterus berkontraksi ?
pendek.
5. Petugas melakukan massase Tidak
fundus uteri segera setelah lahirnya
plasenta (maksimal 15 detik). - Evakuasi/ bersihkan bekuan darah/ selaput ketuban
6. Jika uterus berkontraksi lakukan - Kompresi bimanual interna (KBI) maksimal
evaluasi rutin.Jika uterus berkontraksi
namun perdarahan terus berlangsung Pertahankan KBI selama 1-
maka periksa
berkontraks ? 2 imenit
apakah ada robekan perineum, vagina Uterus
Keluarkan tangan secara
dan serviks. Jika iya maka segera lakukan Ya hati-hati kemudian
penjahitan atau segera rujuk. lakukan masase
Lakukan pengawasan kala
7. Jika uterus tidak berkontraksi petugas
membersihkan bekuan Tidak
darah dan atau selaput ketuban Ajarkan keluarga melakukan kompresi bimanual eksterna (KBE) Keluarkan
tangan petugas (KBI) secara hati-hati
Suntikkan methyl ergometrin 0,2 mg I.M (kontra indikasi pada hipertensi) Pasang
infuse RL + 20 IU oksitosin, guyur
Lakukan KBI lagi
dari vagina dan lubang serviks.Petugas misoprostol 600 – 100 - 2 menit, maka petugas
memastikan kandung kemih kosong, jika mcg per rectal. Kontra segera melakukan rujukan.
penuh lakukan kateterisasi menggunakan indikasi methyl 16.Petugas mendampingi
teknik aseptic.Petugas mengganti sarung ergometri adalah ibu pasien ke tempat rujukan
tangan pendek dengan sarung tangan dengan hipertensi. sambil melakukan
panjang.Petugas melakukan kompresi 12.Petugas memasang infus kompresi bimanual
bimanual internal selama 5 menit. dengan menggunakan internal.
8. Jika uterus berkontraksi maka jarum ukuran 16 17.Petugas tetap melanjutkan
pertahankan kompresi bimanual internal atau 18 dan berikan 500 cc infuse
selama 2 menit. Keluarkan tangan RL + 20 unit oksitosin. RL + 20 unit oksitosin
petugas perlahan dan lakukan Habiskan 500 cc pertama dalam 500 cc larutan
pemantauan kala VI secara ketat. secepat mungkin. sengan laju 500 cc per jam,
9. Jika uterus tidak berkontraksi petugas 13.Petugas mengulangi hingga tiba di tempat
menganjurkan keluarga untuk tindakan bimanual rujukan atau hingga
membantu melakukan kompresi internal. menghabiskan 1,5 L infus.
bimanual eksternal selama petugas 14.Jika uterus
melakukan langkah-langkah berkontraksi maka
selanjutnya. lakukan pemantauan
10.Petugas mengeluarkan tangan kala IV dengan ketat.
secara perlahan-lahan. 15.Jika uterus tidak
11.Petugas memberikan suntikan methyl berkontraksi dalam waktu 1
ergometri 0,2mg secara IMM atau
Uterus be i
rkontraks ?
Lakukan pemantauan kala
VI secara ketat. Ya

Tidak

Rujuk
Lanjutkan pemberian infus RL + 20 IU oksitosin minimal 500cc/
jam hingga mencapai tempat rujukan
Kemudian berikan 125 cc per jam.
Jika tidak tersedia cairan yang
cukup, berikan 500 cc kedua
dengan kecepatan sedang dan
berikan minuman untuk rehidrasi.
7. Hal-hal yang Pemberian oksitosin maksimal 4 ampul.
perlu
diperhatikan
8. Unit terkait Ruang bersalin,Laboratorium, Ahli Gizi, Instalasi Rawat Inap
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Perdarahan oleh karena
atonia uteri dapat dicegah dengan: Melakukan secara rutin manajemen aktif
kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan
insiden pendarahanpasca persalinan akibat atonia uteri.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar
gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Pada
proses persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami hambatan yang dapat
berpengaruh bagi ibu bersalin.
B. Saran
Dalam penulisan ini tentunya banyak kurang dan tentunya ada lebihnya
juga, untuk itu penulis atau penyusun mengharapkan kritik dan saran kepada
para pembaca. Dengan adanya makalah ini penulis mengaharapkan agar para
pembaca bisa memahami apa yang sudah dijelaskan sehingga dapat bermanfaat
bagi semuanya dan agar lebih dapat mengaplikasikan dalam merawat pasien
dan mampu dalam pembuatan asuhan keperawatan yang tepat yang banyak
melibatkan orang terdekat klien, mulai dari keluarga, kerabat sampai teman
pasien serta perawat yang menangani klien dengan status asmatikus harus
membuat prioritas keperawatan sebagai berikut:
1. Memperbaiki atau mempertahankan fungsi reproduksi.
2. Meminimalkan atau mencegah komplikasi
3. Mempertahankan nutrisi adekuat untuk penyembuhan/membantu fungsi
reproduksi.
4. Memberikan support emosi kepada pasien dan keluarga
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognose, dan kebutuhan
pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin,Hardhi 2015. Asuhan Keperawatan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC
Yogyakarta:MediAction
Arini, Diyah & Budianti, Astrida 2014. Pedoman Penyusunan Studi Kasus
Surabaya : SHT
Departement Kesehatan Republik Indonesia 2013. Profile Dinas Kesehatan
Republik indonesia tahun 2013. Sidoarjo
Doengoes, Marilynn. 2001.Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC
Harry, Oxorn. 1990. Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human
Labor and Birth : Yayasan Essentia Medica
Fadlun & Achmad Feryanto, 2011. Buku praktis pelayanan kesehatan
2003Maternal dan neonatal. Jakarta : EGC
Indriyani 2013. Keperawatan Maternitas pada area perawatan antenatal
an- tenatal. Yogyakarta : Graha ilmu
Manuaba, 2010. Buku Panduan Kesehatan Keperawatan Maternatal
jakarta Mitayani, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta
:Selamba Medika Nurjannah Intansari 2012 proses Keperawatan NANDA,
NIC & NOC.
Sarwono, wiknjosastro Hanifa. Pengantar ilmu kandungan, Edisi ke3 2011
Saifudin, A.B (2016). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal

Anda mungkin juga menyukai