Anda di halaman 1dari 23

MODUL 1: TEKNIK PENGEMBANGAN PARAGRAF

PERTEMUAN ( 2 kali tatap muka):


TUJUAN PERTEMUAN
Mahasiswa mampu mengembangkan paragraf dengan baik berdasarkan letak
pikiran utama dan berdasarkan teknik/pola pengembangan paragraf.

INDIKATOR
(1) Mampu mengidentifikasi pokok-pokok pikiran dalam paragraf
(2) Mampu mengidentifikasi teknik/pola pengembangan paragraf
(3) Mampu menulis pokok pikiran untuk dikembangkan menjadi paragraf
(4) Mampu mengembangkan pokok pikiran menjadi paragraf dengan teknik/pola
pengembangan tertentu
(5) Mampu mengembangkan paragraf dengan mempertimbangkan aspek kohesi
dan koherensi

SKENARIO
Pertemuan Pertama
(1) Kegiatan Awal
(a) Dosen dan mahasiswa bertanya jawab tentang pembelajaran
sebelumnya
(b) Dosen menghubungkan kegiatan tersebut dengan perkuliahan hari itu
(c) Dosen menjelaskan kegiatan perkuliahan pada hari tersebut
(2) Kegiatan Inti
(a) Dosen memberi bahan bacaan kepada mahasiswa
(b) Mahasiswa mengidentifikasi kalimat utama dan kalimat penjelas dalam
bacaan yang dibaca
(c) Mahasiswa mengidentifikasi ciri penanda pola pengembangan paragraf
yang ditemukan dari contoh paragraf yang disajikan dosen
(d) Mahasiswa menyimpulkan jenis paragraf berdasarkan letak ide pokok
(e) Mahasiswa menyimpulkan jenis paragraf berdasarkan teknik/pola
pengembangan paragraf
(f) Mahasiswa mampu menunjukkan piranti kohesi dan koherensi paragraf
(g) Mahasiswa dan dosen mendiskusikan hasil pekerjaan mahasiswa
(h) Dosen memberi penguatan tentang materi yang dipelajari mahasiswa
(3) Kegiatan Akhir
(a) Dosen dan mahasiswa melakukan refleksi pembelajaran hari itu
(b) Dosen menugasi mahasiswa untuk membawa bahan bacaan
berdasarkan topik yang ditemtukan (topik sesuai dengan bidang
keilmuan mahasiswa)

Pertemuan Kedua
(1) Kegiatan Awal
(a) Dosen mengecek tugas mahasiswa yang diberikan pada pertemuan
sebelumnya
(b) Dosen menjelaskan kegiatan perkuliahan pada hari tersebut
(2) Kegiatan Inti
(a) Mahasiswa menentukan satu subtopik untuk dikembangkan menjadi
sebuah karangan
(b) Mahasiswa menulis tiga kalimat utama berdasarkan subtopik yang
ditentukan
(c) Mahasiswa mengembangkan kalimat utama menjadi paragraf dengan
menggunakan teknik/pola pengembangan paragraf yang berbeda dan
memperhatikan kohesi dan koherensi paragraf yang disusunnya
(d) Mahasiswa menukar hasil pekerjaannya dengan teman
(e) Mahasiswa menyunting karangan yang disusun teman dari aspek ejaan,
tanda baca, keefektifan kalimat, ketepatan pengembangan paragraf, dan
kohesi dan koherensi paragraf
(3) Kegiatan Akhir
(a) Dosen dan mahasiswa melakukan refleksi pembelajaran hari itu
(b) Dosen menugasi mahasiswa untuk merevisi karangan yang disusun
berdasarkan suntingan teman dan mengumpulkannya pada pertemuan
berikutnya

BAHAN BACAAN
(1) Alek dan Achmad H.P.. 2010. Bahasa Indonesia untuk Peruruan Tinggi.
Jakarta: Prenada Media Group.
(2) Rahardi, Kunjana. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Erlangga.
(3) Tim Penyusun. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
(4) Tim Penyusun. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3. Jakarta:
Balai Pustaka.
(5) Tim Penyusun. 2012. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan.
Yogyakarta: Diva Press.
(6) Wibowo, Ridha Mashudi. 2011. Cermat Menulis dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: A. Com Press
(7) Keraf, Gorys. 1989. Komposisi. Penerbit Nusa Indah. Ende
(8) Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
(9) Suyitno, Imam. 2012. Menulis Makalah dan Artikel. Refika Aditama.
Bandung
(10) Tarigan, Henri Guntur. 1982. Menulis sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.

MEDIA/BAHAN PEMBELAJARAN
(1) Contoh jenis-jenis pola pengembangan paragraf
(2) Skemata mahasiswa
MATERI AJAR
PENGANTAR
Paragraf, dalam pengertian sederhana, adalah suatu satuan pikiran
(berupa ide atau gagasan) yang dibangun dari sejumlah kalimat. Kalimat-kalimat
itu terdiri atas kalimat topik dan kalimat-kalimat penjelas. Paragraf merupakan
suatu kesatuan ide yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Kalimat-kalimat
tersebut bertalian dalam suatu rangkaian yang membentuk suatu gagasan.
Wujud fisiknya, paragraf ditandai oleh identasi pada kalimat pertama yang
menjorok ke dalam.
Suyitno (2012:131) menyatakan bahwa jika dilihat dari wujudnya, paragraf
umumnya terdiri atas sejumlah kalimat, atau dengan kata lain merupakan
kumpulan sejumlah kalimat. Kalimat-kalimat tersebut saling kait-mengait
sehingga membentuk suatu kesatuan. Dilihat dari isinya paragraf merupakan
satuan informasi yang memiliki ide pokok sebagai pengendalinya. Dari kedua
sudut pandang ini, dapat dijelaskan bahwa paragraf adalah suatu karangan atau
tuturan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang mengungkapkan satuan informasi
dengan ide pokok sebagai pengendalinya.
Paragraf dikembangkan berdasarkan satu pikiran utama dengan
beberapa pikiran penjelas. Dalam mengembangkan pokok pikiran itu, penulis
dapat melakukannya dengan mengikuti pola pikir tertentu, misalnya dari umum
ke khusus atau sebaliknya. Pokok-pokok pikiran dapat ditemukan di kalimat
utama pada masing-masing paragraf. Adapun kalimat utama tersebut terletak di
awal atau akhir paragraf, bergantung pada pola pengembangan paragraf yang
digunakan oleh penulis. Namun, ada pula paragraf yang kalimat utamanya
terletak di awal dan akhir paragraf.
Untuk memperjelas pemahaman, kita dapat menganalisis contoh teks
berikut. Pokok-pokok pikiran teks pada teks tersebut adalah sebagai berikut.
Hujan yang melanda Jakarta dan
Kalimat utama
sekitarnya dalam tiga hari terakhir ini
membuat warga panik. Banjir terjadi di
mana-mana. Di perumahan, di pusat-pusat
perekonomian dan di daerah pemerintahan.
Air mengepung dari segala penjuru. Tidak
lumpuh benar, tapi sebagian aktivitas
terhambat. Tak usahlah diceritakan lagi
Kalimat ribuan orang yang menderita akibat rumah-
penjelas nya terendam air.

Paragraf di atas bercerita tentang tingginya hujan yang pada akhirnya


menyebabkan banjir. Hal tersebut terdapat pada kalimat pertama dalam
paragraf. Kalimat pertama tersebut merupakan pernyataan umum yang
penjelasannya terdapat pada kalimat-kalimat sesudahnya.
Selain itu, kita dapat mengetahui kalimat utama sebuah paragraf
berdasarkan letaknya. Kalimat utama dapat ditemukan pada kalimat pertama,
terakhir, atau pertama dan terakhir. Jika kita lihat, kalimat terakhir bukanlah
kalimat utama karena kalimat terakhir merupakan kalimat penjelas pernyataan
lain yang lebih umum. Pernyataan yang lebih umum tersebut terletak pada
kalimat lain. Jika dibandingkan dengan kalimat pertama, kalimat yang bersifat
lebih umum adalah kalimat pertama. Oleh karena itu, kalimat utama paragraf
tersebut terdapat pada kalimat pertama.

FUNGSI PARAGRAF
Menurut Tarigan (1982:99), fungsi utama sebuah paragraf adalah (1)
sebagai penampung fragmen ide pokok atau gagasan pokok keseluruhan
karangan, (2) alat untuk memudahkan pembaca memahami jalan pemikiran
penulis, (3) penanda bahwa pikiran baru dimulai, (4) alat bagi pengarang untuk
mengembangkan pikiran secara sistematis, dan (5) dalam rangka keseluruhan
karangan paragraf dapat berguna bagi, pengantar, transisi, dan penutup.
SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PARAGRAF
Menurut Suyitno (2012:136), paragraf yang baik harus disajikan dan
diorganisasikan dengan memenuhi persyaratan. Persyaratan sebuah paragraf
yang baik ialah kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan.
(1) Kesatuan
Yang dimaksud dengan kesatuan (kohesi) paragraf ialah bahwa semua
kalimat yang membangun paragraf itu secara bersama-sama menyatakan suatu
hal atau tema tertentu. Kesatuan di sini tidak boleh diartikan bahwa paragraf itu
hanya memuat satu hal saja. Sebuah paragraf yang memiliki kesatuan bisa saja
mengandung beberapa hal atau berupa rincian, dengan catatn semua rincian itu
harus bersama-sama menunjang sebuah maksud atau tema. Jadi, paragraf
dikatakan memiliki kesatuan bila kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas
dari topiknya atau selalu relevan dengan topiknya. Dalam sebuah paragraf,
semua kalimat harus memiliki hubungan yang saling mendukung. Tidak boleh
terdapat kalimat sumbang atau kalimat yang yang tidak ada hubungannya
dengan maksud pembicaraan.
(2) Kepaduan
Yang dimaksud dengan kepaduan (koherensi) ialah kekompakan
hubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat yang lain yang membentuk
paragraf itu. Kepaduan yang baik terjadi apabila hubungan timbal balik antara
kalimat-kalimat yang membangun paragraf itu baik, wajar, dan mudah dipahami.
Pembaca dengan mudah mengikuti jalan pikiran penulis, tanpa mengalami
hambatan, karena urutan pikiran teratur baik tidak ada loncatan-loncatan pikiran
yang membingungkan.
Kepaduan dalam sebuah paragraf dibangun dengan memperhatikan
beberapa hal, di antaranya ialah pengulangan kata kunci, penggunaan kata
ganti, penggunaan transisi, dan pararelisme.
Berikut ini disajikan contoh kepaduan dan kelengkapan sebuah paragraf.
(1) Persoalan kolaborasi sangat ditentukan oleh faktor
manusia. (2) Manusia dalam budaya. (3) Manusia berikut
seperangkat nilai yang dimilikinya yang menentukan sikap dan
perilaku dalam berkehidupan keseharian maupun berkesenian. (4)
Oleh sebab itu, dalam kolaborasi setiap partisipan seyogyanya
memahami dulu sifat kemanusiaan partnernya. (5) Mereka
semestinya saling membuka dan bersedia untuk saling
memahami (lewat saling belajar dan memberi) serta menghormati
partner kerjanya; sekali lagi sebagai manusia maupun sebagai
insan budaya

Topik Utama Topik Penjelas

Subtitusi Konjungsi Repetisi Urutan logika

Kohesi Koherensi

Berdasarkan contoh di atas, dapat diketahui bahwa aspek kesatuan


(kohesi) dan kepaduan (koherensi) sangat penting dalam menghasilkan paragraf
yang baik. Kohesi dan koherensi berkaitan dengan kepaduan paragraf. Kohesi
berkaitan dengan kepaduan paragraf dari aspek formal kebahasaan, sedangkan
koherensi berkaitan dengan kepaduan paragraf dari segi makna.
Penanda hubungan kepaduan atau sering disebut penanda transisi
berfungsi memadukan hubungan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang
lain dalam satu paragraf. Penanda hubungan tersebut adalah sebagai berikut.
(a) Penanda hubungan penunjukan
Yang dimaksud penunjukan adalah penggunaan kata atau frase untuk
menunjuk atau mengacu kata, frase, atau mungkin juga satuan
gramatikal yang lain. Penanda hubungan penunjuk antara lain penunjuk
itu, ini, tersebut, berikut, dan tadi.
(b) penanda hubungan pengganti
Penanda hubungan pengganti adalah penanda hubungan kalimat yang
berupa kata, atau frase yang menggantikan kata, frase atau mungkin juga
satuan gramatikal yang lain yang terletak di depannya atau di
belakangnya. Penanda hubungan pengganti ditandai oleh kata ganti
persona, seperti kata ia, dia, beliau, mereka, dan ini, kata demikian. Kata
ganti persona pertama dan kedua digunakan juga, tetapi dalam hubungan
eksoforik. Di samping itu, kata-kata yang menunjukkan hubungan
kekeluargaan, seperti bapak, ibu, adik atau dik, kakak atau kak, saudara,
juga dapat digunakan sebagai penanda hubungan pengganti apabila kata-
kata itu berfungsi sebagai kata ganti persona.
(c) Penanda hubungan pelesapan (elipse)
Pelesapan ialah adanya unsur kalimat yang tidak dinyatakan secara
tersurat pada kalimat berikutnya. Sekalipun tidak dinyatakan secara
tersurat, kehadiran unsur kalimat itu dapat diperkiarakan.
(d) Penanda hubungan perangkaian
Perangkaian di sini adalah adanya kata atau kata-kata yang
merangkaikan kalimat satu dengan yang lain. Penanda hubungan
perangkaian ada yang berupa kata, misalnya sebaliknya, namun,
akhirnya, padahal, kemudian, tetapi, dan ada yang berupa kelompok kata
yang diakhiri dengan itu, begitu atau demikian, misalnya: oleh karena itu,
jika begitu, walaupun demikian.
(e) penanda hubungan leksikal
Penanda hubungan leksikal ialah penanda hubungan yang disebabkan
oleh adanya kata-kata yang secara leksikal memiliki pertalian. Penanda
hubungan ini ada tiga macam, yaitu sebagai berikut.
 Pengulangan
Yang dimaksud di sini ialah mengulang unsur yang terdapat dalam
kalimat di depannya.
 Sinonim
Sinonim sebenarnya juga merupakan pengulangan, hanya
pengulangan dalam sinonim semata-mata pengulangan makna. Yang
dimaksud di sini ialah satuan bahasa, khusus kata atau frase, yang
bentuknya berbeda tetapi maknanya sama atau mirip.
 Hiponim
Hiponim sama dengan sinonim, sebenarnya juga merupakan
pengulangan hanya dalam hiponim unsur pengulangan mempunyai
makna yang mencakupi makna unsur terulang, atau sebaliknya
makna unsur terulang mencakupi makna unsur pengulangan. Unsur
hiponim yang mencakupi makna unsur yang lain disebut superordinat
dan unsur yang lain disebut subordinat.

(3) Kelengkapan
Yang dimaksud dengan kelengkapan paragraf ialah paragraf yang berisi
kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kalimat topik.

JENIS-JENIS PARAGRAF
Paragraf dapat dibedakan berdasarkan beberapa sudut pandang, yaitu
dari segi penyajian, pola pengembangan, dan letak ide pokok.
(1) Paragraf Berdasarkan Penyajian
Berdasarkan penyajian, paragraf dibedakan menjadi paragraf narasi,
deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
a) Narasi
Menurut Keraf (2004:136), narasi merupakan suatu bentuk wacana
yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan
dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu
kesatuan waktu. Pengertian yang lain dari narasi adalah suatu betuk
wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya
kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Dalam
perkembangannya terdapat dua ragam karangan narasi, yaitu sebagai
berikut.
 Narasi Ekspositoris
Narasi ekspositoris bertujuan untuk menggugah pikiran pembaca
untuk mengetahui apa yang terjadi. Sasaran utama narasi
ekspositoris adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para
pembaca sesudah membaca tulisan. Narasi menyampaikan
informasi mengenai berlangsungnya suatu peristiwa.
 Narasi Sugestif
Seperti halnya narasi eksposistoeris, narasi sugestif juga berkaitan
dengan tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dalam suatu
peristiwa. Seluruh rangkaian peristiwa itu berlangsung dalam satu
kesatuan waktu. Tetapi tujuan utama narasi sugestif bukan
memperluas pengetahuan seseorang, tetapi berusaha memberi
makna atas peristiwa sebagai suatu pengalaman.
Perbedaan narasi ekpositoris dan narasi sugestif dapat dicermati
pada tabel berikut ini.
Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif
Menyampaikan suatu makna atau suatu
Memperluas pengetahuan
amanat yang tersirat
Menyampaikan informasi mengenai
Menimbulkan daya khayal
suatu kejadian
Penalaran hanya berfungsi sebagai alat
Didasarkan pada penalaran untuk
untuk menyampaikan makna, sehingga
mencapai kesepakatan rasional
kalau perlu penalaran dapat dilanggar
Bahasa lebih condong ke bahasa Bahasa lebih condong pada penggunaan
informatifdengan titik berat pada bahasa figuratif engan menitik beratkan
penggunaan kata-kata denotatif penggunaan kata-kata konotatif

b) Deskripsi
Menurut Tarigan (1982:52), tulisan deskriptif adalah tulisan yang
berusaha untuk melukiskan atau memerikan. Memerikan sesuatu berarti
melukiskannya seperti adanya tanpa menambahkan atau mengurangi
keadaan yang sebenarnya. Secara lebih lanjut, tulisan deskripstif adalah
sebuah tulisan yang mengajak pembaca untuk bersama-sama
menikmati, merasakan, memahami dengan sebaik-baiknya beberapa
objek (sasaran, maksud), adegan, kegiatan, orang, atau suasana hati
seorang penulis. Dengan tulisan deskriptif, seorang penulis terutama
sekali berusaha untuk menjelaskan, menerangkan, dan menarik minat
serta perhatian pembaca.
Ditinjau dari segi bentuknya tulisan pemerian (deskriptif) dapat
dibagi menjadi dua berikut ini.
 Pemerian Faktual (Factual Description)
Pemerian faktual (atau pemerian yang berdasarkan fakta-fakta yang
sesungguhnya) beranggapan bahwa substansi-substansi material
atau hakikat-hakikat kebendaan ada dalam keberadaan yang bebas
dari yang melihatnya. Selanjutanya, pemerian faktual beranggapan
bahwa orang, tempat, binatang, bangunan, barang, dan
pemandangan dapat dilukiskan atau diperiksa secara tepat dan
objektif seperti keadaannya yang sebenarnya, tanpa menghiraukan
persepsi-persepsi, asosiai-asosiasi, serta kesan-kesan pribadi dalam
hati seorang penulis tertentu. Secara tegasnya, pemerian faktual
harus menyatakan (1) inilah adanya, dan (2) tidak ditambahi dan
dikurangi.
 Pemerian Pribadi (Personal Description)
Pemerian pribadi lebih menitikberatkan pada respon penuis terhadap
objek, suasana, situasi, dan pribadi. Pada pemerian ini, penulis
berusaha membagikan pengalamannya kepada pembaca agar dapat
dinikmati bersama-sama, dengan harapan dapat menciptakannya
kembali dan menimbulkan respon yang sama.
Pemerian pribadi beranggapan bahwa substansi-substansi material
tidak mempunyai realitas sebenarnya karena masing-masing diubah
oleh pikiran dan perasaan orang lain. Oleh karena itu, setiap orang
berhak untuk memberi nama atau memasukkan ke dalam reaksi-
reaksi, responsi-responsi, kesan-kesan, dan perasaan-perasaan
setiap orang tentang sesuatu yang dilihat, didengar, dicium, dirasa,
atau dinikmati.
Perbedaan antara pemerian faktual dan pemerian personal adalah
sebagai berikut.
Pemerian Faktual Pemerian Personal
Tujuan Menyajikan informasi Menyajikan kesan
Pendekatan Obyektif, tidak memihak Subyektif, interpretatif
Daya tarik Pada pengertian Pada perasaan
Nada Seadanya, tidak berbelit Emosional
Cakupan Lengkap; pasti Selektif
Bahasa Sederhana; jelas Kaya; sugestif
Penggunaan Tulisan dalam ilmu pengetahuan, Nove, cerita pendek,
dan industri, pemerintahan, profesi- drama/sandiwara, puisi, cerita-
pemakaian profesi, bisnis, perusahaan cerita pribadi, beberapa esei

c) Eksposisi
Menurut Tarigan (1982:65), tulisan eksposisi adalah tulisan yang
bertujuan utama untuk menjelaskan (to explain) sesuatu kepada
pembaca. Tulisan jenis ini bisa juga disebut dengan tulisan
penyingkapan (expository writing). Tulisan eksposisi mempergunakan
berbagai cara untuk mencapai tujuan itu, misalnya dengan
menggunakan pengklasifikasian, pembatasan, penganalisisan,
penjelasan, penafsiran, dan penilaian.
Dalam proses penulisan eksposisi, penulis dapat memusatkan
perhatian pada salah satu kutub yang ekstrem; yang paling objektif atau
subjektif. Selain hal-hal tersebut, perlu dipahami pula bahwa tulisan
eksposisi berbeda dengan bentuk-bentuk retorik lainya dalam hal upaya
memancing atau meraih responsi yang distingtif. Hal tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Setelah membaca Pembaca memberi respon


Narasi Kami menikmatinya
Kami melihat, mendengar, dan
Deskripsi
merasakannya
Kami meyakininya, dan
Eksposisi
memahaminya
Kami meyakinkan, dan
Perusasi
memercayainya
Tulisan eksposisi melakukan tugas penyingkapannya dengan jalan
memberikan jawaban-jawaban atas sejumlah pertanyaan yang vital
seperti berikut ini (Adelstein & Pival, 1976:227).
 .Apa...?
 Apa maksud dan tujuan...?
 Apa penyebab...?
 Apa akibat...?
 Apa nilai...?
 Bagaimana cara bekerja...?
 Sampai diman ketepatgunaan...?
 Betapa baik...?
 Bagaimana membultikan...?
 Mengapa...penting?
 Mengapa...harus berubah/diubah?
 Di mana...?

d) Argumentasi
Keraf (2004:3) berpendapat bahwa argumentasi adalah salah satu
bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat
orang lain agar mereka percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan
apa yang diinginkan penulis. Melalui argumentasi, penulis berusaha
merangkaikan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga ia mampu
menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal tertentu itu benar
atau tidak.
Argumentasi merupakan hal dasar yang paling fundamental dalam
ilmu pengetahuan. Dalam dunia ilmu pengetahuan, argumentasi itu tidak
lain daripada usaha untuk mengajukan bukti-bukti atau menentukan
kemungkinan-kemungkinan untuk menyatakan sikap atau pendapat
mengenai suatu hal.
Menurut Keraf (2004:100-113), untuk membuktikan suatu
kebenaran, argumentasi mempergunakan prinsip-prinsip logika. Logika
sendiri merupakan suatu cabang ilmu yang berusaha menurunkan
kesimpulan-kesimpulan melalui kaidah-kaidah formal yang valid. Karena
hubungan yang sangat erat antara logika dan argumentasi, seringkali
bentuk-bentuk dan istilah-istilah dipergunakan begitu saja dalam sebuah
argumen.
Dengan mempergunakan prinsip-prinsip logika sebagai alat bantu
utama, tulisan argumentatif yang ingin mengubah sikap dan pendapat
orang lain bertolak dari dasar-dasar tertentu menuju sasaran yang hendak
dicapainya. Seperti tulisan-tulisan lainnya, sebelum pengarang
mengemukakan argumen, ia harus mengumpulkan bahan-bahan yang
diperlukan secukupnya. Bila bahan sudah terkumpul, penulis harus juga
siap dengan metode terbaik untuk menyajikannya dalam suatu bentuk
atau suatu rangkaian yang logis dan meyakinkan.
Tulisan argumentasi, sebagaimana komposisi tulisan yang lain,
biasanya terdiri atas pendahuluan, pembuktian (tubuh argumentasi), dan
kesimpulan atau ringkasan.

e) Persuasi
Tarigan (1982:113) berpendapat bahwa tulisan persuasi adalah
tulisan yang berusaha merebut perhatian pembaca, yang dapat menarik
minat, dan yang dapat meyakinkan mereka bahwa pengalaman membaca
merupakan suatu hal yang penting. Ciri-ciri tulisan persuasif antara lain
sebagai berikut.
 Jelas dan tertib. Maksud dan tujuan penulis dinyatakan secara terbuka
atau dikemukakan dengan jelas.
 Hidup dan bersemangat.
 Beralasan kuat. Tulisan yang beralasan kuat berdasar pada fakta-
fakta dan penalaran-penalaran.
 Bersifat dramatik.
 Harus mampu memanfaatkan ungkapan-ungkapan yang hidup dan
kontras-kontras yang mencolok
Selajutnya, Keraf (2004:137) menyatakan bahwa persuasi adalah
seni verbal yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan
sesuatu yang dikehendaki pembicara pada waktu itu atau waktu yang
akan datang. Karena tujuan terakhir adalah agar pembaca melakukan
sesuatu, persuasi dapat dimasukkan pula pada cara-cara untuk
mengambil keputusan. Mereka yang menerima pesuasi harus mendapat
keyakinan bahwa keputusan yang diambilnya merupakan keputusan yang
benar dan bijaksana dan dilakukannya tanpa paksaan.
Dalam bukunya Rhetorica, Aristoteles mengajukan tiga syarat yang
harus dipenuhi untuk mengadakan persuasi. Pertama, watak dan
kredibilitas pembicara/pembaca. Kedua, kemampuan pembicara
mengendalikan emosi. Ketiga, bukti-bukti atau fakta-fakta yang diperlukan
untuk membuktikan suatu kebenaran.

(2) Paragraf Berdasarkan Teknik/Pola Pengembangan


Suyitno (2012:147) menyatakan bahwa menulis paragraf memerlukan
penyusunan dan pengekspresian gagasan-gagasan penunjang. Setiap gagasan
penunjang dapat dituangkan dalam satu kalimat atau lebih. Ketepatan
penyusunan gagasan-gagasan penunjang menjadi satu paragraf yang memiliki
kesatuan dan kepaduan merupakan ketepatan pengembangan paragraf.
Pengembangan paragraf memperhatikan hal-hal berikut, yaitu : (1)
penyusunan kalimat topik yang baik, (2) penonjolan kalimat topik dalam paragraf,
(3) pengembangan rincian-rincian penjelas yang tepat, dan (4) penggunaan kata-
kata transisi, frase, dan alat-alat lain dalam paragraf.
Pengembangkan paragraf, jika dilihat dari teknik pengembangan
tulisannya dapat dilakukan dalam berberapa cara, yaitu sebagai berikut
(a) Alamiah
Pengembangan secara alamiah ini didasarkan pada urutan ruang
dan waktu. Urutan ruang merupakan urutan yang membawa pembaca dari
satu titik ke titik berikutnya dalam suatu ruang. Adapun urutan waktu adalah
urutan yang menggambarkan urutan terjadinya peristiwa, perbuatan, atau
tindakan.
(b) Klimaks dan Anti Klimaks
Pengembangan paragraf dengan urutan ini didasarkan bahwa
posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi tertinggi atau paling
menonjol. Bila posisi yang tertinggi itu ditaruh pada bagian akhir paragraf
disebut klimaks. Sebaliknya, bila penulis menulis rangkaian dengan posisi
menonjol dan semakin lama semakin tidak menonjol disebut antiklimaks.
(c) Umum-Khusus dan Khusus-umum
Cara ini paling banyak digunakan dalam pengembangan paragraf.
Dalam bentuk umum-khusus, gagasan utamanya diletakkan di awal
paragraf. Paragraf jenis ini biasanya disebut juga dengan paragraf deduktif.
Sementara itu, bentuk khusus-umum, gagasan utamanya diletakkan di
akhir paragraf. Paragraf jenis ini biasa disebut dengan paragraf induktif.
(d) Perbandingan dan Pertentangan
Paragraf perbandingan dan pertentangan adalah paragraf yang
berusaha memperjelas paparannya dengan jalan membandingkan dan
mempertentangkan hal-hal yang dibicarakan. Dalam membandingkan
tersebut dikemukakan persamaan atau perbedaan antara dua hal tersebut.
(e) Analogi
Paragraf analogi biasanya digunakan oleh penulis untuk
membandingkan sesuatu yang sudah dikenal oleh umum dengan yang
kurang dikenal. Hal ini berguna untuk menjelaskan hal yang kurang dikenal
tersebut.
(f) Contoh-contoh
Paragraf contoh adalah paragraf yang berisi contoh-contoh yang
digunakan untuk memberi bukti atau penjelasan terhadap generalisasi yang
sifatnya umum agar pembaca dapat dengan mudah menerimanya. Dalam
hal ini sumber pengalaman sangatlah efektif.
(g) Sebab-akibat
Dalam paragraf sebab-akibat, sebab dapat berfungsi sebagai
pikiran utama dan akibat sebagai pikiran penjelas; atau sebaliknya, yakni
akibat sebagai pikiran utama dan sebab sebagai pikiran penjelas.
(h) Definisi Luas
Untuk memberikan penjelasan terhadap sesuatu, kadang perlu
uraian yang panjang, berupa kalimat-kalimat bahkan beberapa paragraf.
Paragraf yang demikian ini disebut paragraf yang memiliki fungsi definisi.
(i) Klarifikasi
Dalam pengembangan paragraf, kadang-kadang dikelompokkan
hal-hal yang mempunyai persamaan. Pengelompokan ini biasanya dirinci
lagi ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.

POLA PENGEMBANGAN PIKIRAN


Keraf (2004:5), menyatakan bahwa berpikir (penalaran) adalah suatu
proses yang menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang
diketahui menuju sebuah kesimpulan. Berpikir (penalaran) bukan saja dapat
dilakukan dengan mempergunakan fakta-fakta yang masih berbentuk polos,
tetapi dapat juga dilakukan dengan mempergunakan fakta-fakta yang telah
dirumuskan dalam kalimat-kalimat yang berbentuk pendapat atau kesimpulan.
Terdapat dua macam cara berpikir seseorang, yaitu Induksi dan
deduksi. Berikut ini adalah pemaparannya.
Induksi
Menurut Tarigan (1982 :117), induksi adalah suatu proses pencapaian
kesimpulan yang didasarkan pada fakta, pengalaman, observasi, dan
kesaksian; acapkali disebut sebagai metode ilmiah karena para ilmuwan
mengandalkannya dalam karya mereka. Induksi merupakan dasar dari
banyak penalaran dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, menurut Keraf (2004 :45), induksi adalah suatu proses
berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk
menurunkan suatu kesimpulan (Inferensi). Proses penalaran ini mulai
bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada.
Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum
melangkah ke proses penalaran induktif, proses penalaran itu juga disebut
sebagai suatu corak berpiir ilmiah. Namun, induksi sendiri tidak akan banyak
manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses berpikir yang kedua yaitu deduksi.
Keraf (2004:45) membagi penalaran (berpikir) induksi menjadi beberapa
hal, yaitu sebagai berikut.
a) Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari
sejumlah fenomena individual untuk menurunkan inferensi yang bersifat
umum yang mencakup semua fenomena tadi. Tetapi, proses berpikir
induktif tidak ada banyak artinya kalau tidak dibarengi proses berpikir
deduktif. Oleh sebab itu, generalisasi hanya akan mempunyai makna
yang penting, kalau kesimpulan yang diturunkan dari sejumlah fenomena
tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus
berlaku pada fenomena-fenomena lain yang sejenis.
b) Hipotese dan Teori
Hipotese (Hypo ’di bawah’, tithenia ’menempatkan’) adalah
semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk
menerangkan fakta-fakta lain lebih lanjut. Sebaliknya, ”teori” sebenarnya
merupakan hipotese yang secara relatif lebih kuat sifatnya jika
dibandingkan dengan hipotese. Teori adalah asas-asas yang umum
dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Hipotese
merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab-
sebab atau relasi antara fenomena-fenomena, sedangkan teori
merupakan hipotese yang telah diuji dan yang akan diterapkan pada
fenomena-fenomena yang relevan atau sejenis. Dengan demikian,
walaupun hipotese merupakan cara yang baik untuk mempertalikan
fakta-fakta tertentu, suatu waktu hipotese itu dapat ditolak karena fakta-
fakta baru yang dijumpai bertentangan atau tidak lagi menunjang
hipotese.
c) Analogi
Analogi atau kadang-kadang disebut juga analogi induktif adalah
suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang
mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku
untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain. Analogi induktif
atau analogi logis sebagai suatu proses penalaran bertolak dari suatu
kesamaan aktual antara dua hal. Berdasarkan kesamaan aktual itu,
dapat diturunkan suatu kesimpulan bahwa kedua hal itu mengandung
kemiripan dalam aspek-aspek yang kurang penting.
d) Hubungan Kasual
Hubungan kausal adalah hubungan segala sesuatu. Pola ini dapat
ditemukan pada catatan seorang filsuf Yunani Leucippus pada abad
lima sebalum masehi yang mengatakan Nihil fit sine causa. Pada
umumnya hubungan kausal dapat berlangsung dalam tiga pola berikut.
 Sebab ke akibat
Hubungan sebab ke akibat mula-mula bertolak dari suatu peristiwa
yang dianggap sebagai sebab yang diketahui, kemudian bergerak
maju menuju suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat yang
terdekat. Efek yang ditimbulkan oleh sebab tadi dapat merupakan
efek tunggal, tetapi dapat juga berbentuk sejumlah efek bersama-
sama atau serangkaian efek.
 Akibat ke sebab
Hubungan akibat ke sebab merupakan suatu proses berpikir yang
induktif juga bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai
akibat yang diketahui, kemudian bergerak menuju sebab-sebab yang
mungkin dapat menimbulkan akibat tadi.
 Akibat ke akibat
Corak ketiga dari hubungan kausal adalah proses penalaran yang
bertolak dari suatu akibat menuju suatu akibat yang lain, tanpa
menyebut atau mencari sebab umum yang menimbulkan kedua
akibat tadi. Penalaran dari suatu akibat ke akibat yang lain tidak
dimaksudkan dalam pengertian rantai sebab-akibat. Pengujian bagi
pola hubungan kausal yang ketiga ini agak lebih sulit dari kedua pola
lain di atas. Dalam mempergunakan pola penalaran yang ketiga,
seorang penulis atau pembicara harus yakin dengan sungguh-
sungguh bahwa terdapat suatu sebab umum bagi kedua sebab itu.
Deduksi
Menurut Keraf (2004 : 46), kata deduksi berasal dari kata Latin deducere
(de berarti ‘dari’ dan kata ducere yang berarti ‘menghantar’, ‘memimpin’).
Dengan demikian, kata deduksi yang diturunkan dari kata itu berarti
’menghantar dari sesuatu hal ke sesuatu hal yang lain’. Sebagai suatu istilah
dalam penalaran, deduksi merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang
bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada menuju kepada suatu
proposisi baru yang berbentuk kesimpulan.
Dalam induksi, untuk menurunkan suatu kesimpulan, penulis harus
mengumpulkan bahan-bahan atau fakta-fakta terlebih dahulu. Semakin
banyak fakta yang dikumpulkan, dan semakin baik ciri kualitas fakta-fakta itu,
dan akan semakin mantap pula kesimpulan yang diturunkan. Dalam
penalaran yang bersifat deduktif, penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-
fakta itu. Yang perlu baginya adalah suatu proposisi umum dan suatu
proposisi yang bersifat mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang bertalian
dengan proposisi umum tadi. Bila identifikasi yang dilakukannya benar dan
kalau proposisinya itu juga benar, dapat diharapkan suatu kesimpulan yang
benar.
Menurut Tarigan (1982:120), deduksi adalah salah satu pola penalaran
yang didasarkan pada asumsi; justru merupakan suatu pernyataan yang
diterima sebagai kebenaran. Hal ini berbeda dengan induksi yang menuntun
kita ke arah suatu kesimpulan setelah mengadakan pemeriksaan terhadap
fakta-fakta.
Jika kita membandingkan penalaran dalam induksi dan penalaran dalam
deduksi, dapat diketahui bahwa kesimpulan dalam induksi mengandung
kemungkinan kebenaran. Benar tidaknya proposisi itu bergantung dari
kebenaran dan sifat-sifat data yang dipergunakan itu. Sebaliknya, konklusi
dalam sebuah deduksi dapat dipastikan sebagai sebuah konklusi yang benar
kalau proposisinya mengandung kebenaran.
Perbedaan antara induksi dan deduksi tidaklah sesederhana hal di atas.
Induksi dapat memainkan peranan dalam argumen deduktifman. Walaupun
induksi dan deduksi dapat digabung untuk mencapai suatu kesimpulan,
masing-masing merupakan suatu proses yang berbeda. Dalam penalaran
induksi, penulis atau pembicara mendasarkan pada fakta-fakta yang telah
ditemui atau dipercayai bahwa hal itu benar. Sebaliknya, penalaran deduktif
mengikuti suatu pola khusus yang tidak diperlukan dalam penalaran induksi,
dan bentuk penalarn itu haruslah valid dan benar kalau penalaran itu sendiri
memang masuk akal.
Uraian mengenai proses berpikir yang deduktif akan dilangsungkan
melalui beberapa corak berpikir deduktif sebagai berikut.
a) Silogisme kategorial
Yang dimaksud silogisme adalah suatu bentuk proses penalaran
yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang
berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang
merupakan proposisi ketiga. Kedua proposisi yang pertama disebut juga
premis (kata premis berasal dari kata praemissus yang merupakan bentuk
partisipium perfektum dari kata praemittere; prae ’sebelum’, ’lebih dahulu’;
mittere ’mengirim’). Batasan silogisme di atas berlaku baik untuk silogisme
kategorial mauapun silogisme hipotesis dan silogisme alternatif.
Secara umum silogisme kategorial dapat dibatasi sebagai suatu
argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga
proposisis kategorial, yang sedemikian rupa sehingga ada tiga terma yang
hanya muncul dalam rangkaian pernyataan itu. Ketiga terma itu adalah;
premis mayor, premis minor, dan konklusi.
b) Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam
pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese. Silogisme hipotesis
bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang disebut
dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis mayornya
mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Walaupun premis mayor
bersifat hipotesis, premis minor dan konklusinya tetap bersifat kategorial.
c) Silogisme Alternatif
Jenis silogisme yang ketiga adalah silogisme alternatif atau disebut
juga silogisme disjungtif. Silogisme ini dinamakan demikian karena
proposisi mayornya merupakan sebuah prosposisi alternatif, yaitu
proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-
pilihan. Sebaliknya, proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang
menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi silogisme ini
tergantung premis minornya; kalau premis minornya menerima satu
alternatif, maka alternative lainya ditolak; kalau premis minornya menolak
satu alternatif, maka alternatif lainya diterima dalam konklusi.

LATIHAN
(1) Cari dan kutiplah contoh paragraf narasi, deskripsi, eksposisi,
argumentasi, dan persuasi dari buku, jurnal, atau internet!
(2) Kaji paragraf tersebut dengan mencari kalimat utama dan
kalimat pengubung!
(3) Tentukan jenis masing-masing paragraf tersebut berdasarkan
pola/teknik pengembangannya!
(4) Tulis ulang paragraf tersebut dengan gaya penulisan Anda!

EVALUASI
(1) Ketepatan dalam mengidentifikasi kalimat utama dan kalimat penjelas dalam
paragraf
(2) Ketepatan dalam mengidentifikasi pola/teknik pengembangan paragraf
(3) Ketepatan dalam mengembangkan paragraf

Anda mungkin juga menyukai